Anda di halaman 1dari 7

A.

Kasus Posisi

Pada artikel “Review Kebijakan Penanganan COVID-19” menjelaskan


bagaimana kasus penanganan covid 19 yang terjadi di Indonesia. Yang
mana pihak pemerintah masih kebingungan dalam menghadapi situasi
yang baru seperti itu. Dimana pihak pemerintah sangat lamban dalam
penanganan kasus covid 19 tersebut karena pandemic seperti ini baru
terjadi yang pertama kalinya, dan lagi hamper seluruh negara di dunia
mengalaminya. Tidak ada satu pun dari mereka yang siap dan
menanganinya dengan baik secara cepat. Maka dari itu memang pada awal
terjadinya penyebaran di Indonesia pemerintah masih kebingungan untuk
mengatasi terlebih lagi terjadi dilemma untuk memilih antara menangani
masalah ekonomi terlebih dahulu atau harus mementingkan masalah
kesehatan dari masyarakat Indonesia.1
Seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah pusat sudah dapat
menemukan kebijakan yang paling untuk diterapkan di Indonesia. Tidak
dengan menerapkan karantina atau yang biasa disebut lockdown
pemerintah menerapkan dan memutuskan untuk mengambil jalan tengah
dari kebijakan tersebut. Yang sekarang dapat kita sebut PSBB (pembatasan
social bersekala besar) yaitu suatu kebijakan yang hamper mirip dengan
karantina atau lockdown tetapi memiliki sedikit kelonggaran seperti dengan
adanya work from home (WFH), learn from home, penutupan jalan,
pembatasan oprasional untuk toko; mall; tempat ibadah dan lainnya,
penerapan social distancing (jagajarak), kemudian kebijakan wajib
menggunakan masker jika berpergian keluar rumah ditambah ada
penyemprotan desinfektean disetiap tempat oleh pemerintah dan masih
banyak lagi.Dan lagi pemerintah menerapkan hukuman bagi masyarakat
1
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwizo5WkqovqAhWJ7HMBHRwEA48
QFjACegQIAxAB&url=https%3A%2F%2Fwww.pikiran-rakyat.com%2Fnasional%2Fpr-
01385491%2Fpemerintah-terkesan-plin-plan-kebijakan-yang-membingungkan-bisa-
korbankan-masyarakat&usg=AOvVaw1ZCbFxp0nA6Xo_J7ExMhWG
yang masihmelanggar kebijakan yang sudah dibuat mulai dari sanksi
teguran, sanksi denda hingga sanksi pidana jika mereka masih tidak
mematuhi kebijakan tersebut.
Dengan begitu kita semua dapat menekan angka penularan yang
mana sangat cepat menyebar, ditambah lagi masih ada masyarakat yang
harus mencari nafkah karena mereka bertahan hidup dengan penghasilan
harian yang mana jika mereka tidak diperbolehkan bekerja mereka tidak
dapat memenuhi kebutuhan mereka. Karena permasalahannya yaitu
Indonesia masih menjadi Negara berkembang yang jika Negara ini
menerapkan kebijakan lockdown mereka belum mampu untuk menanggung
seluruh biaya kehidupan yang ada karena Indonesia sendiri juga termasuk
ke dalam Negara terpadat penduduknya sehingga tidak bias serta merta
menggunakan kebijakantersebut. Pemerintah lebih memilih untuk
mengambil jalan tengah seperti yang sudah dijelaskan tadi, mengingat
kondisi Indonesia yang tidak sama dengan negara lain yang menerapkan
kebijakan karantina atau lockdown.
Dengan adanya suatu kebijakan tersebut sudah menunjukan
keseriusan pemerintah untuk menangani pandemic tersebut. Pemerintah
sudah memfokuskan permasalahannya untuk menyelesaikan masalah
kesehatan yang sedang menyerang masyarakat Indonesia. Walaupun
memang masih terjadi ketidakpaduan antaran pemerintah pusat dan
daerah dan masih ada lagi miss communication yang terjadi saat
menjalankan dan menerapkan kebiijakan tersebut. Seperti tidak meratanya
pembagian sembako yang dilakukan pemerintah, data yang mereka punya
tidak sesuai dengan aslinya banyak dari warga yang masih mampu yang
mendapat bantuan tersebut (tidak tepat sasaran), kemudian pada saat
membicarakan pelonggaran PSBB yang membingungkan masyarakat dan
malah menjadikan salah persepsi dari masyarakat itu sendiri, lalu ada
kebijakan mengenai mudik yang juga membuat masyarakat bingung untuk
mematuhinya dan masih ada lagi kebijakan lainnya yang membingungkan.
Namun kebijkan tersebut merupakan bentuk perlindungan dari pemerintah
supaya masyarakat terhindar dari penularan covid 19 ini. Pemerintah juga
terus memperbaiki kinerja mereka supaya tidak terjadi kesalahan diantara
pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah dengan begitu masyarkat
dapat dengan mudah memahami dan menjalankan kebijakan yang telah
mereka buat dan mereka tetapkan tanpa harus melalui perdebatan.

B. Aturan Hukum

Hampir 10 tahun dinantikan kelahiran Undang-Undang No 6 Tahun


2018 tentang karantina kesehatan. Setelah disahkan pada 7 Agustus 2018
undang-undang itu belum juga efektif digunakan untuk menangkal dan
menghentikan kasus covid-19 karena peraturan pemerintah yang belum
terbit. Ada 5 peraturan pemerintah dan 11 peraturan menteri kesehatan
yang diperintahkan UU Karantina Kesehatan. Pasal 96 ayat (1)
menyebutkan bahwa peraturan pelaksanaan dari undang-undang itu harus
telah ditetapkan paling lambat tiga tahun terhitung sejak undang-undang
ini diundangkan. UU Kekarantinaan Kesehatan sudah berjalan hampir dua
tahun. Masih ada waktu satu tahun lagi untuk menerbitkan peraturan
pelaksana,tetapi covid-19 sudah terlanjur datang. Padahal UU Karantina
Kesehatan lahir untuk memperkuat keamanan dan kedaulatan kesehatan
negara dari ancaman penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan yang
berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Diatur pula
tentang tanggung jawab pusat dan daerah. Pemerintah mestinya buang
jauh-jauh prinsip busuk kalau bisa berlama-lama untuk apa dipercepat.
Prinsip yang dianut agar undang-undang yang terdiri dari 14 bab dari 98
pasal itu efektif berjalan ialah “kalau bisa dipercepat,untuk apa berlama-
lama”. Penerbitan peraturan pelaksana Pasal 60 harus diutamakan.
Pasal 60 UU No 6 Tahun 2018 menyatakan ketentuan lebih lanjut
mengenai kriteria dan pelaksaan karantina rumah,karantina
wilayah,karantina rumah sakit,dan pembatasan sosial berskala besar
diatur dengan peraturan pemerintah. Ketiadaan regulasi pelaksana itulah
yang menyebabkan covid-19 seakan-akan menghancurkan koordinasi pusat
dan daerah. Daerah berinisiatif melakukan karantina wilayah yang
mestinya menjadi domain pusat menurut UU No.6 Tahun 2018,tapi
dibolehkan UU No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Menular,Pasal 12 ayat (1)
UU No.4 Tahun 1984 menyebutkan kepala wilayah/daerah setempat yang
mengetahui adanya tersangka wabah di wilayah mereka atau adanya
tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan
wabah,untuk wajib segera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan
seperlunya. Tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya yang bisa
dilakukan kepala daerah,menurut penjelasan pasal ini antara lain
penutupan daerah/lokasi yang terjangkit wabah. Akan tetapi,tatacara
penanggulangan diatur dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan
yang dimaksud tak kunjung terbit sejak undang-undang itu disahkan pada
22 Juni 1984. Harus tegas dikatakan bahwa substansi covid-19 masalah
kesehatan.
Urusan kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 20014
tentang Pemerintahan Daerah,ialah urusan bersama pusat dan daerah.
Dalam konteks itulah dapat dipahami kepala daerah melakukan isolasi
wilayahnya. Sangatlah naif apabila kepala daerah hanya berpangku tangan
menunggu adanya peraturan pelaksana UU Karantina Kesehatan atau UU
Wabah Penyakit Menular sementara covid-19 ini terus menyerang masuk ke
wilayahnya. Sesuai dengan sumpah yang diucapkan,kepala daerah harus
berbakti kepada masyarakat nusa,dan bangsa. Wujud nyata berbakti
kepada masyarakat ialah melindungi rakyat dari terjangkitnya covid-19.
Ketika terjadi kekosongan regulasi,keutamaan kepala daerah ialah
menempatkan keselamatan rakyat di atas hukum. Menko Polhukam
Mahfud MD memastikan akan segera mengeluarkan peraturan pemerintah
tentang karantina kewilayahan yang akan membatasi perpindahan
orang,membatasi kerumunan orang,dan membatasi gerakan orang demi
keselamatan bersama. Sebelum dan setelah peraturan pemerintah itu
terbit,keselamatan rakyat tetaplah menjadi hukum tertinggi.
Disisi lain,aparat kepolisian juga dikerahkan untuk penanganan
pencegahan covid-19. Antara lain yaitu Maklumat Kapolri Nomor
Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam
Penanganan Penyebaran virus covid-19. Melalui maklumat yang
ditandatangani pada 19 Maret 2020 Kapolri meminta masyarakat tidak
berkerumun2. Kapolri pun kembali mengeluarkan telegram bagi jajarannya
yang ditandatangani oleh Kepala Badan Resrse Kriminal(Kabareskrim)
Polri,Komjen Listyo Sigit Prabowo. Dalam Surat Telegram Kapolri Nomor
ST/1098/IV/HUK.7.1/2020,ancaman pidana bagi mereka yang melawan
imbauan polisi untuk membubarkan diri bertambah.

C. ANALISIS HUKUM

Saat ini bangsa indonsia sedang bersama sama negara lain di dunia
memerangi virus covid-19. Kedatangan virus ini di indonesia berdampak ke
berbagai sektor mulai dari kesehatan, perekonomian hingga masalah
Pendidikan yang terganggu. Sempat terjadi keterlambatan dalam
penanganan dan pembentukan gugus tugas yang pada akhirnya ditetapkan
presiden melalui Keppres nomor 7 tahun 2020 tentang gugus tugas
percepatan penangan covid 19 yang bertugas melaksanakan rencana
operasional percepatan penanangan virus Corona, mengkoordinasikan serta
mengendalikan pelaksanaan kegiatan percepatan penanganan virus
Corona, dan masih banyak lagi tugas dari gugus tugas. Dengan
dibentuknya gugus percepatan covid 19 ini diharpkan masyarakat dapat
dengan sigap menangani pandemic yang terjadi. Kemudian untuk
mendukung dan mempercepat penanganan penyakit ersebut presiden juga
membuat perpres yang mendukungnya yaitu perpres nomor 52 tahun 2020
tentang Pembangunan Fasilitas Observasi dan Penampungan dalam
Penanggulangan COVID-19 atau Penyakit Infeksi Emerging di Pulau
Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Pada saat terjadi keterlambatan dalam penanganan ini pemerintah


juga sempat dibingungkan dengan pilihan antaran masalah ekonomi yang
2
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/06/10272001/langkah-hukum-di-tengah-
wabah -covid-19

https://www.liputan6.com/news/read/4227914/sederet-aturan-yang-dikeluarkan-jokowi-
melawan-pandemi-virus-corona
harus dihadapi terlebih dahulu atau masalah kesehatan terlebih dahulu.
Memang jika dilihat pada saat itu pemerintah seperti lebih mementingkan
masalah ekonomi dibandingkan dengan permasalahan kesehatan namun
tidak seperti kelihatannya, pemerintah disitu sedang memikirkan kebijakan
yang paling tepat untuk dikeluarkan. Kemudian pemerintah mengeluarkan
kebijakan berupa Inpres nomor 4 tahun 2020 tentang Refocussing
Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam
Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. dalam keputusan tersebut
presiden meminta kementerian dan lembaga mengalokasikan anggarannya
serta mempercepat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk
penanganan virus Corona. Tidak seperti yang kita pikirkan, menurt saya
kenapa pemerintah terlihat seperti memilih masalah ekonomi karena
mereka ingin merelokasikan dana yang ada untuk dilaih fungsikan sebagai
anggaran mempercepat penyelesaian covid 19. Maka dari itu sebaiknya kita
jangan memiliki pandangan yang negative terhadap pemerintah karena
mereka lah yang lebih mengerti kedepannya harus bagaimana dan apa yang
sebaiknya dilakukan karena yang mengerti akibat jangka panjangnya
adalah mereka.

Kemudian pemerintah memikirkan solusi terbaik untuk mengatasi


pandemic tersebut. Karena jika menerapkan karantina wilayah (lockdown)
Indonesia belum cukup mampu untuk menutup semua kebutuhan yang
dibutuhkan oleh seluruh masyarakat yang tinggal di Indonesia. walaupun
ada negara berkembang lainnya yang menerepkannya namun itu saja tidak
cukup baik jika diterapkan dinegara mereka. Maka dari itu kemungkanan
terbesarnya jika hal tersebut diterapkan di Indonesia juga akan mengalami
hal yang tidak jauh berbeda. Oleh sebab itu pemerintah memberikan solusi
yaitu dengan membuat kebijakan yang jauh lebih baik dibandingkan
karantina wilayah (lockdown tersebut, yaitu kebijakan yang disebut PSBB
(pembatasan sosial bersekala besar) yang kemudian kebijakan tersebut
diatur kedalam PP nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Yang
mana pereturan tersebut bertujuan untuk memutus mata rantai
penyebaran virus Corona. Kebijakan ini dinilai lebih cocok diterapkan di
Indonesia daripada opsi karantina wilayah atau lockdown. Tidak hanya itu
PSBB sendiri juga membatasi berbagai macam kegiatan seperti peliburan
sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan
kegiatan di tempat umum dan masih banyak lagi. Dalam mengatasi
masalah ini diharapkan pemerintah pusat berkoordinasi dengan baik
bersama pemerintah daerah untuk menekan laju penyebaran covid-19.
Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi dalam menetapkan undang-
undang No.23 Tahun 2014 mengenai Otonomi Daerah, yang mana setiap
daerah di Indonesia memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan di
daerahnya masing-masing yang tidak menyebabkan bersimpangan dengan
kebijakan pemerintah pusat.

D. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa meskipun pada awalnya pemerintah dinilai


lambat dan kurang tanggap dengan situasi pandemic ini akibat dari Covid-
19, tetapi dengan berjalannya waktu semakin kesini semakin terjadi
perbaikan dan koreksi yang dilakukan sehingga menyebabkan
penanggulangan pandemic ini dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
Keselarasan yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
pun makin meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam kondisi serba mendadak dan mendesak ini sering
terjadi kesalahan dan keterlambatan dalam pengambilan keputusan,
karena menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi secara global
dan menyeluruh tanpa memperhatikan kepentingan atau kebutuhan yang
berbeda-beda untuk masing-masing daerah.

Anda mungkin juga menyukai