Pembahasan dalam artikel ini telah menjelaskan terkait tindakan-tindakan
yang bisa dilakukan oleh pemerintah baik strategi yang bersifat preventif (pencegahan), promotif (pemberdayaan), dan kuratif (pengobatan) yang berhubungan dengan kesehatan warga negara maupun strategi pemberian Jaring Pengaman Sosial (JPS) di tengah situasi pandemi agar warga negara merasa tercukupi secara ekonomi, karena dampak lain dari pandemik Covid-19 bukan hanya terkait krisis kesehatan akan tetapi krisis ekonomi juga merupakan hal yang pasti terjadi. Dalam hal ini, masyarakat juga harus berperan proaktif dalam mengikuti segala imbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah, hal itu penting sebagai bentuk sinergitas antara pemerintah dan masyarakat yang sama-sama harus saling berkolaborasi untuk mempersingkat masa pandemi Covid-19 di Indonesia. Berbicara kebijakan pemerintah nasional tidak bisa lepas dari struktur kelembagan negara, yang akan berkaitan satu dengan yang lain dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan sesuai dengan kebutuhan dan pemerintahan dalam arti luas, sedangkan pengkajian yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah pengertian Pemerintah dalam arti sempit. Adapun lembaga negara yang akan berpengaruh, dalam pengambilan kebijakan, sesuai dengan figurasi politik yang ada dalam kelembagaan negara, yaitu: Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Virus corona atau dikenal juga dengan nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) merupakan virus baru yang menginfeksi sistem pernapasan orang yang terjangkit, virus ini umumnya dikenal sebagai Covid- 19 (Lai et al., 2020). Virus ini bahkan membuat kita melakukan kebiasaan baru bahkan di Lembaga peradilan dan dunia Pendidikan (Aji, 2020; Sodik, 2020). Virus Corona bisa menyebabkan hal yang fatal terutama bagi mereka yang mengidap gangguan pernapasan sebelumnya akan mengalami sindrom gangguan pada pernapasan tingkat akut walaupun sudah dinyatakan sembuh dari virus ini. Hal itu disebut sebagai efek dalam jangka panjang dari infeksi Covid-19 dan penderita akan menurun fungsi paru-parunya sebanyak 20 sampai 30 persen setelah melewati serangkaian pemulihan. Selain paru-paru ternyata ginjal juga bisa terdampak, penderita Covid-19 dengan persentase 25 sampai 50 persen mengalami gangguan pada ginjal. Penyebabnya adalah protein dan juga sel darah merah akan cenderung lebih banyak. Dengan persentase 15 persen juga pasien Covid-19 cenderung turun fungsi penyaringan pada ginjalnya, serta penyakit ginjal akut juga bisa saja menjadi masalah lain yang akan diderita oleh orang yang terinfeksi Covid-19. Pada sistem saraf juga bisa saja terserang akibat infeksi dari Covid-19, virus ini dapat menyerang sistem pada saraf pusat. Di negara China misalnya orang yang menderita gangguan pada sistem saraf mencapai 36 persen dari 214 orang yang dinyatakan positif Covid-19. Gejala-gejala yang timbul seperti pusing dan gangguan di indera pencium serta indera perasa. Corona Virus Disease 2019 ini awal penyebarannya terjadi di kota, China pada penghujung tahun 2019. Virus ini menyebar dengan sangat masif sehingga hampir semua negara melaporkan penemuan kasus Covid-19, tak terkecuali di negara Indonesia yang kasus pertamanya terjadi di awal bulan Maret 2020. Sehingga merupakan hal yang wajar banyaknya negara yang mengambil kebijakan sesuai dengan situasi dan kondisi di negara masing-masing dan membuat hubungan antara beberapa negara menjadi tidak berjalan baik salah satu nya autrasilia dengan negara-negara pasifik (Laila, 2020), akan tetapi kebijakan yang paling banyak diambil adalah dengan memberlakukan lockdown yang dianggap sebagai strategi tercepat memutus mata rantai penyebaran virus yang satu ini. Akibat dari Covid-19 ini tidak hanya di bidang kesehatan, namun juga di berbagai bidang terutama di bidang ekonomi. Akibat dari Covid-19 tersebut diperparah dengan kebijakan kebijakan yang mau tidak mau harus diambil oleh pemerintah. Sebab dengan pelaksanaan physical distancing, kemudian social distancing dan terakhir di beberapa daerah ditetapkan adanya PSBB maka kegiatan perokonomian menjadi sangat terdampak. Terkhusus di Indonesia, setidaknya secara garis besar pemerintah telah melakukan berbagai strategi dalam menghambat penambahan kasus positif Covid- 19 baru. Adapun strategi-strategi yang diberlakukan oleh pemerintah di Indonesia terbagi menjadi tiga dalam hal kesehatan yaitu : a. Promotif : seperti Pemerintah secara proaktif mengajak warga negara untuk meningkatkan imunitas guna mempersiapkan kondisi tubuh untuk menghadapi virus Covid-19 ini. Beberapa di antaranya adalah dengan tidak merokok dan berhenti mengonsumsi alkohol, mengatur pola tidur, serta mengonsumsi suplemen tubuh. Selain itu, pemerintah juga mengimbau warga negara untuk menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan mengikuti rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam menghadapi wabah Covid-19. Langkah-langkah proteksi mendasar seperti cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dengan air, menjaga jarak aman jika ada orang yang terlihat batuk dan bersin, memberlakukan etika batuk dan bersin seperti menutup mulut dengan tangan, dan pergi ke rumah sakit untuk melakukan crosscheck apabila terdapat gejala Covid-19 pada tubuh. Anjuran jarak aman untuk memenuhi kaidah physical distancing minimal satu meter karena tujuannya agar tidak terjadi penyebaran yang dipengaruhi oleh droplets penderita Covid-19. b. Preventif seperti : Presiden mendirikan gugus tugas khusus percepatan penanganan Covid-19 yang difungsikan sebagai juru teknis penanganan pandemi Covid-19 dan dukungan penuh dari seluruh aspek pertahanan. Dikala negara lain menerapkan karantina wilayah atau lockdown, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (kemenkes) menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui Permenkes 9 tahun 2020 mengenai Panduan PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 dan sebelumnya menerapkan social distancing serta physical distancing bagi masyarakat. Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan suatu langkah yang cukup strategis untuk diambil oleh pemerintah dengan bertujuan menekan laju dari penularan Covid-19 di Indonesia ini c. Kuratif : Seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. dr. Faisal Yunus Sp.P (K), FCCP kepada (Kumparan, 2020). Beliau mengatakan ada beberapa treatment yang diberikan kepada pasien Covid-19 contohnya adalah dengan pemberian obat yang dahulu pernah dipakai untuk wabah sebelum penyakit Sars-CoV-2 seperti obat oseltamivir untuk wabah fluburung. Bagi pasien Covid-19 yang menderita pneumonia dilakukan intervensi medis berupa pemberian antibiotik dan juga mereka diminta mengonsumsi vitamin C dengan dosis tinggi di bawah pengawasan dokter. Apabila pasien menderita gangguan pada hati akan diberikan hepatoprotector yang merupakan senyawa obat yang dapat memproteksi hati dari kerusakan akibat virus. d. dalam bidang ekonomi pemerintah juga memberlakukan Jaring Pengaman Sosial untuk membantu warga negara melewati masa krisis ekonomi. Sedangkan untuk Jaring Pengaman Sosial hanya disinggung sedikit dan hanya berupa pasal yang menyebutkan dana desa bisa digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada penduduk miskin di tingkat desa dan program percepatan penanganan Covid 19. Dalam rangka penanganan pandemic Covid-19, Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan PSBB sendiri merujuk pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Untuk mendukung pemberlakuannya, pemerintah merilis dua regulasi turunan, yaitu Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PP Nomor 21 Tahun 2020) serta Keputusan Presiden tentang Kedaruratan Kesehatan. Dengan regulasi yang ada, Presiden meminta kepala daerah tidak membuat kebijakan sendiri dan tetap terkoordinasi dengan pemerintah pusat lewat Ketua Gugus Tugas. PSBB dapat diusulkan oleh gubernur/wali kota kepada Menteri Kesehatan dengan pertimbangan Ketua Gugus Tugas, atau dapat diusulkan oleh Ketua Gugus Tugas kepada Menteri Kesehatan. Saat bersamaan, masyarakat juga diminta tetap menjaga jarak aman untuk memutus rantai penularan virus. Menjaga jarak aman antar orang (social distancing) dan membatasi seluruh akses masuk maupun keluar dan dari suatu wilayah dinilai efektif untuk mengendalikan persebaran Covid-19.
Untuk menanggulangi dampak dari Covid-19 pemerintah mengambil
beberapa kebijakan-kebijakan terutama di bidang ekonomi, yang diantaranya adalah : a. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/Pmk.03/2020 Tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona; b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11 /Pojk.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19); d. Kebijakan sebagai wujud bantuan kepada masyarakat seperti keringanan biaya listrik, keringanan kredit, dan menggelontorkan anggaran Rp. 405,1 triliun untuk memenuhi kebutuhan ditengah wabah Covid-19 melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020. Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertama, Hak asasi atas kesehatan merupakan salah satu derivasi dari Hak Asasi Manusia. Sebagai hak asasi manusia, maka hak atas kesehatan adalah hak yang inheren pada diri manusia sebagai makhluk ciptaan Allah S.W.T Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak tersebut merupakan anugerah yang harus dihormati dan dilindungi oleh setiap negara. Kedua, Politik Hukum yang dipilih Pemerintah Indonesia berupa PSBB dan physical distancing dalam penanganan COVID-19 belum maksimal sepenuhnya dalam melindungi hak kesehatan masyarakat Indonesia sebagaimana yang termaktub dalam konstitusi Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (2) serta (3) UUD NKRI Tahun 1945. Hal ini terlihat dari jumlah kasus COVID-19 di Indonesia sebelumnya sudah mencapai lebih dari 1 juta kasus. Indonesia menjadi satu- satunya negara Asia Tenggara yang jumlah kasus COVID-19 telah mencapai 1 juta kasus dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Namun dengan seiringnya waktu berjalan ada kemajuan dari kebijakan pemerintaah tersebut akan tetapi belum sepenuhnya pulih dari pandemic ini. Ketiga, Produk hukum yang dikeluarkan seperti Perppu 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan dalam Rangka Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional atau Stabilitas Sistem Keuangan memberikan kewenangan kepada Presiden untuk melakukan perubahan postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara yang diatur dengan atau Peraturan Presiden. Aspek positif perubahan postur anggaran dan perubahan defisit APBN, dengan Peraturan Presiden memberikan legitimasi kepada Pemerintah untuk bergerak cepat dan responsif untuk menjaga sistem keuangan dan perekonomian nasional dari ancaman COVID-19. Aspek negatif perubahan postur anggaran dan perubahan defisit APBN melalui Peraturan Presiden telah melanggar praktek ketatanegaraan selama ini yang mana perubahan postur maupun perubahan defisit anggaran dilakukan dengan APBN-P yang membutuhkan persetujuan (consent) DPR selaku representasi rakyat di Parlemen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) belum efektif dalam penangulangan COVID-19. Dipilihnya PSBB dari pada karantina wilayah sebagai kebijakan yang diambil Pemerintah dicurigai sebagai manuver hukum guna menghindari tanggung jawab Pemerintah terhadap rakyat, di mana jika kebjiakan yang diambil adalah Karantina Wilayah, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya dan hewan ternak yang berada di wilayah karantina sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan. Sedangkan dalam kebijakan PSBB Pemerintah tidak wajib untuk menyediakan pemenuhan kebutuhan pokok sebagaimana dalam ketentuan normatif. Melihat secara keseluruhan dampak dari pandemic ini sangat banyak baik di bidang pendidikan dan ekonomi, namun upaya pemerintah dalam menanggulangi semua ini telah diupayakan sedemikian rupa sehingga ada sedikit perubahan ke arah yang lebih baik walaupun belum sepenuhnya kembali normal seperti sedia kala. Selain hal yang telah dibahas di atas faktor lain yang penting dalam menunjang terwujudnya semua program tersebut selanjutnya yang harus dijalankan adalah adanya Sinergitas antara pemerintah dan masyarakat karena merupakan hal utama dalam menangulangi penyebaran wabah Covid-19, Sebagaimana diketahui pemerintah merelaksasi PSBB dan mengeluarkan dua opsi yakni Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL) tingkat RT atau RW dan new normal life atau tatanan kehidupan normal yang baru seperti : a. Mencuci tangan b. Memakai masker c. Menjaga jarak d. Menjauhi kerumunan e. Mengurangi mobilitas Kebijakan ini sangat tergantung dari peran serta masyarakat untuk taat mengikutinya. Untuk peran pimpinan daerah seperti RT/RW merupakan hal pokok utama yang dapat dikondisikan pemerintah dalam mengupayakan sinergitas antara pemerintah dan masyarakat dapat terjadi. Tentunya dengan kesadaran diri sendiri yang harus di tanamkan akan pentingnya kesehatan sehingga tercipta rasa tanggung jawab akan dirinya akan kewajiban yang harus dijalaninya dimasa pandemic ini dengan new normal life. Daftar Pustaka Jurnal Manajemen dan Organisasi (JMO), Vol. 11 No. 3, Desember 2020, Hal. 179-