Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH AGAMA ISLAM II

STUDI KASUS BIOETIKA WEEK 11

SANKSI KETIDAKJUJURAN PASIEN COVID-19 SEBAGAI PERLINDUNGAN


BAGI TENAGA KESEHATAN

Disusun Oleh:

Kelompok 10/J

1. Ageng Tri Wicaksani (042011333141)

2. Rozaqi Nafisatun Thoharoh (042011333199)

3. M. Dana Cahyo Purnomo (042011233119)

4. Raka Izra Prawidya (042011333232)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2023
ABSTRAK

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Keppres No. 11 Tahun 2020 tentang Kedaruratan


Kesehatan Masyarakat sebagai peringatan serius ancaman Covid-19. Penyampaian
informasi tidak jujur dari pasien terduga terinfeksi Covid-19 merupakan tindakan
menghalangi penanggulangan wabah yang mengancam jiwa orang di sekitarnya, termasuk
penularan kepada tenaga kesehatan yang merawatnya. Penelitian ini dirumuskan untuk
mengetahui pengaturan sanksi terhadap pasien Covid 19 yang tidak jujur mengenai kondisi
kesehatannya, dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah dalam memberikan
perlindungan kepada tenaga kesehatan dalam penanganan pasien covid-19. Metode
penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif dengan pendekatan konsep perundang-undangan dan pendapat para ahli mengenai
hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sanksi tegas kepada tindakan
penghalangan penanggulangan wabah dapat berakibat pada hukuman pidana yang didasari
oleh undang-undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Adapun upaya
yang dilakukan pemerintah guna memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan dari
ancaman Covid-19 diberikan secara preventif maupun represif. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasien yang tidak jujur mengenai kondisi kesehatannya
yang sudah terinfeksi covid-19 dapat diberi hukuman pidana karena tindakan tersebut
merupakan hal yang menghalangi pemerintah dalam menanggulangi wabah penyakit
menular yang sedang melanda masyarakat, kemudian pemerintah juga telah memberikan
perlindungan terhadap para tenaga kesehatan yang menangani pasien terinfeksi covid-19
secara preventif dan represif.
BAB I

PENDAHULUAN

Pandemi virus corona yang bermula di Wuhan, China, menyebar dengan cepat dan
menyerang sistem pernapasan manusia. Pandemi tersebut bernama Covid-19 dan
dinyatakan sebagai darurat kesehatan oleh Indonesia melalui terbitnya Keppres No. 11
Tahun 2020, dilanjutkan dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
untuk mencegah penyebaran virus tersebut. Pemerintah Indonesia juga membentuk Satgas
Covid-19 melalui website www.covidl9.go.id untuk memberikan informasi resmi mengenai
Covid-19. Masyarakat diwajibkan mengikuti protokol kesehatan, seperti mencuci tangan
dengan sabun dan air, menggunakan hand sanitizer, memakai masker, dan menjaga jarak
fisik satu meter. Pemerintah mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 untuk mengatasi
masalah ekonomi dan kesehatan yang mendesak akibat pandemi. Penerbitan Perppu
didasarkan pada tiga prasyarat: kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang mendesak, dan tidak
adanya alternatif lain untuk mengatasi situasi tersebut. Urgensi situasi tersebut disebabkan
oleh permasalahan hukum yang membutuhkan penyelesaian cepat dan kekosongan hukum
yang tidak dapat diselesaikan melalui prosedur normal. Peraturan tersebut bertujuan untuk
menstabilkan sistem keuangan nasional yang terkena dampak pandemi, dan menyelamatkan
perekonomian nasional. Penerapan PSBB membatasi aktivitas masyarakat di luar rumah,
termasuk bekerja dan belajar yang bergeser ke platform daring.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Landasan Teori
- Etika profesi Kesehatan dalam perspektif syariah islam
a. Teori Keadilan
Teori ini dapat dijadikan landasan untuk membahas tentang penegakan hukum
bagi pasien yang tidak jujur terinfeksi COVID-19. Prinsip keadilan diperlukan
untuk menentukan apakah sanksi hukum yang diberikan telah sesuai dengan
tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pasien.
b. Teori Hukum Pidana
Teori ini dapat digunakan untuk membahas tentang sanksi hukum yang
diberikan kepada pasien yang tidak jujur terinfeksi COVID-19. Prinsip-prinsip
hukum pidana, seperti kepastian hukum, kesesuaian sanksi dengan tindakan
yang dilakukan, dan penegakan hukum yang adil, dapat dijadikan sebagai
acuan dalam pembahasan ini.
c. Teori Etika Medis
Teori ini dapat digunakan untuk membahas tentang pertanggungjawaban etis
pasien terhadap tindakan mereka dalam pandemi COVID-19. Prinsip-prinsip
etika medis, seperti otonomi, keadilan, dan tidak membahayakan orang lain,
dapat dijadikan sebagai acuan dalam penulisan jurnal ini.

2. Mengenal Covid-19

COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Virus


ini pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada akhir tahun 2019 dan sejak itu
menyebar ke seluruh dunia. COVID-19 menyebar melalui tetesan udara yang
dihasilkan oleh orang yang terinfeksi virus ketika mereka batuk, bersin, atau
berbicara. Orang juga dapat tertular COVID-19 dengan menyentuh permukaan yang
terkontaminasi virus dan kemudian menyentuh mulut, hidung, atau mata mereka.
Gejala COVID-19 bervariasi dari ringan hingga berat. Beberapa gejala yang
umum terjadi termasuk demam, batuk kering, kelelahan, sakit kepala, kehilangan rasa
atau bau, sakit tenggorokan, pilek, dan sesak napas. Beberapa orang mungkin tidak
mengalami gejala sama sekali, sementara yang lain dapat mengalami gejala yang
parah dan membutuhkan perawatan medis intensif.

Untuk mencegah penyebaran COVID-19, disarankan untuk sering mencuci


tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak sosial setidaknya 1-2 meter dari
orang lain, memakai masker wajah, dan menghindari kerumunan. Vaksinasi juga telah
dianggap efektif dalam mencegah infeksi dan mengurangi keparahan gejala
COVID-19.

3. Dampak covid-19 terhadap negara indonesia

COVID-19 telah menimbulkan dampak yang signifikan pada Negara Indonesia, baik
dari segi kesehatan, ekonomi, maupun sosial. Berikut adalah beberapa dampak
COVID-19 terhadap Indonesia:

● Dampak Kesehatan:

COVID-19 telah menyebabkan banyak korban jiwa di Indonesia dan


meningkatkan beban kerja pada sistem kesehatan nasional. Sejumlah rumah sakit di
Indonesia juga telah mengalami keterbatasan pasokan peralatan medis dan
perlengkapan pelindung diri (PPE).

● Dampak Ekonomi:

Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan pada


Indonesia. Banyak perusahaan dan bisnis terpaksa tutup sementara waktu, terjadi
penurunan produksi dan permintaan yang berakibat pada terjadinya pemutusan
hubungan kerja (PHK) serta penurunan pendapatan masyarakat. Pertumbuhan
ekonomi mengalami penurunan yang signifikan pada triwulan II tahun 2020. Hal ini
menyebabkan banyak perusahaan yang harus melakukan PHK untuk menyelamatkan
perusahaannya.

● Dampak Sosial:
Dampak sosial dari COVID-19 terlihat pada penerapan kebijakan jarak sosial
dan pembatasan mobilitas yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Banyak
masyarakat yang terdampak kehilangan pekerjaan dan penghasilan, sehingga
mempengaruhi kesejahteraan keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.
Pendidikan juga terkena dampak, karena sekolah dan universitas ditutup untuk jangka
waktu yang tidak dapat ditentukan.

● Dampak Politik:

Pandemi COVID-19 juga memiliki dampak politik di Indonesia. Pemerintah


pusat dan daerah melakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi pandemi ini,
termasuk pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan
pembentukan gugus tugas COVID-19 di tingkat nasional dan daerah.

4. Peran tenaga kesehatan dalam menghadapi covid 19 pada masyarakat

Tenaga kesehatan memainkan peran penting dalam menghadapi pandemi


COVID-19, karena mereka adalah garda terdepan dalam memberikan perawatan
kesehatan dan mencegah penyebaran virus. Berikut adalah beberapa peran penting
yang dimainkan oleh tenaga kesehatan dalam menghadapi pandemi COVID-19:

● Deteksi dan Diagnosis :

Tenaga kesehatan bertanggung jawab dalam melakukan deteksi dan diagnosis


COVID-19 pada pasien yang dicurigai terinfeksi virus. Mereka juga
mengambil sampel dan melakukan tes untuk memastikan apakah seseorang
positif atau negatif terinfeksi COVID-19.

● Perawatan dan Pengobatan :

Tenaga kesehatan memainkan peran penting dalam memberikan perawatan


dan pengobatan bagi pasien COVID-19. Mereka merawat pasien di rumah
sakit, memantau kondisi pasien, memberikan perawatan intensif, serta
memberikan obat-obatan dan terapi yang diperlukan.

● Pencegahan Penyebaran :
Tenaga kesehatan juga bertanggung jawab dalam mencegah penyebaran virus
COVID-19. Mereka memberikan edukasi dan pelatihan tentang cara-cara
untuk mencegah penyebaran virus, seperti mencuci tangan, menjaga jarak
sosial, dan mengenakan masker. Mereka juga memantau dan mengkarantina
pasien yang positif COVID-19 dan melakukan pelacakan kontak untuk
mencegah penyebaran virus.

● Penelitian dan Pengembangan :

Tenaga kesehatan juga terlibat dalam penelitian dan pengembangan terkait


COVID-19. Mereka berpartisipasi dalam uji klinis vaksin dan obat-obatan,
serta melakukan penelitian terkait virus dan dampaknya pada kesehatan
masyarakat.

● Bantuan Psikologis :

Tenaga kesehatan juga memberikan bantuan psikologis bagi pasien COVID-19


dan keluarga mereka yang terdampak. Mereka memberikan dukungan dan
konseling untuk membantu pasien dan keluarga mengatasi stres dan
kecemasan yang terkait dengan pandemi ini.

5. Pengaturan Sanksi terhadap Pasien Covid 19 yang Tidak Jujur Mengenai


Kondisi Kesehatannya

Pada hakikatnya, hukum bersifat mengatur, memaksakan segala aturannya dan


memberikan sanksi bagi pelanggar hukum. Penegakan hukum merupakan kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai dalam aturan hukum kemudian merealisasikannya
dalam sikap dan tindakan demi terciptanya kedamaian dalam bermasyarakat. Tiga
unsur dalam penegakan hukum harus memperhatikan kepastian hukum, kemanfaatan,
dan keadilan. Asas keadilan dan kepastian hukum juga disertai dengan asas
kemanfaatan guna menjaga kestabilan di dalam masyarakat. Bentuk upaya pemerintah
dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dapat berupa meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan kesehatan sesuai nilai-nilai hak asasi
manusia.
Dalam pelayanan kesehatan tidak terlepas dari hubungan antara dokter dengan pasien
dilihat dari adanya transaksi terapeutik yang melahirkan hak dan kewajiban bagi
kedua belah pihak. Transaksi terapeutik bertujuan untuk menyembuhkan dan
mencegah penyakit, meringankan penderitaan, serta untuk mendampingi pasien
(Komalawati, 2002). Tindakan terapeutik yang dilakukan tenaga kesehatan selalu
berdasarkan pedoman pelaksanaan tugas sesuai fungsi juga sebagai alat penilaian
kinerja bagi instansi pemerintah maupun non pemerintah. Transaksi terapeutik
menciptakan perjanjian antara tenaga kesehatan dengan pasien yang diatur di dalam
hukum perjanjian utamanya pasal 1320 BW terkait syarat sah perjanjian.

Syarat kesepakatan dalam transaksi terapeutik dapat dilihat dari :

1. Ditandatanganinya perjanjian antara pasien atau penanggungjawab pasien


dalam menerima pengobatan
2. Pasien telah berusia genap 21 tahun / lebih
3. Pengobatan yang diberikan telah sesuai dengan standar pelayanan kesehatan
4. Pengobatan yang diberikan oleh dokter / rumah sakit tidak bertentangan
dengan uu kesehatan dan juga tidak melanggar kode etik kedokteran

Perjanjian tidak dapat ditarik kembali tanpa kesepakatan kedua belah pihak kecuali
ada alasan lain yang diperbolehkan oleh undang-undang. Penerapan asas itikad baik
dalam perjanjian terapeutik dapat dilihat dari hak dan kewajiban yang dilaksanakan
secara timbal balik. Hal ini membuat kejujuran pasien dalam memberikan informasi
tentang gejala penyakitnya sangatlah dijunjung tinggi, serta pemberian pelayanan
medik dari tenaga medis harus didasarkan pada keahlian & keterampilan tenaga medis
itu sendiri.

Pada situasi wabah covid-19, ketidakjujuran pasien atas informasi kesehatannya dapat
mengancam nyawa petugas medis dan orang-orang di sekitar pasien sehingga
dianggap menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah. Ketidakjujuran pasien
ketika berobat mengenai kronologi penyakit, dianggap menjadi salah satu pemicu
semakin banyaknya perawat atau dokter yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia.
Akibatnya, diagnosis yang dilakukan tenaga medis tidak tepat sasaran, pasien
mendapat penanganan yang salah dan tim medis yang merawat terkena imbasnya
yaitu virus. Atas tindakan tersebut pasien dapat diancam pidana penjara
selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya satu juta berdasarkan Pasal
14 ayat (1) dan (2) UU No. 4/1984 tentang wabah penyakit menular.

Seperti yang kita tahu, agama islam telah menganjurkan kita untuk selalu menerapkan
kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam lisan maupun perbuatan. Karena
kebohongan merupakan hal yang bathil dimana dapat menimbulkan kerugian. Dari
ketidakjujuran para pasien tersebut, membuat angka covid-19 di Indonesia semakin
meningkat sebab banyak orang yang terinfeksi. Hal ini sangatlah menimbulkan
penderitaan bagi yang terdampak apalagi jika sampai ada yang tidak terselamatkan /
meninggal dunia.

Allah SWT telah memerintahkan kita untuk selalu berkata benar, dimana terdapat
dalam Surat

QS. Al-Ahzab Ayat 70

‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوقُولُوا قَوْ اًل َس ِديدًا‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar," (QS. Al-Ahzab [46]: 70)

Tenaga kesehatan memiliki faktor resiko yang sangat tinggi untuk tertular Covid-19,
Oleh karena itu, peran & dukungan masyarakat dalam memberikan keterangan
sebenar-benarnya mengenai riwayat penyakitnya sangatlah penting.

6. Upaya Pemerintah dalam Memberikan Perlindungan kepada Tenaga Kesehatan


dalam Penanganan Pasien Covid-19

Pemerintah berupaya memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan


selama wabah berlangsung. Tenaga kesehatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan berhak untuk mendapatkan hak lain diluar hak imperatif dari
pemerintah. Perlindungan hukum diberikan kepada subjek hukum sesuai aturan
hukum yang bersifat preventif maupun represif, baik secara tertulis maupun tidak
tertulis demi penegakan peraturan hukum.

Pemerintah melakukan tindakan perlindungan hukum preventif dengan mengeluarkan


kebijakan terkait Penanganan Covid-19, diantaranya, Keppres Nomor 11 Tahun 2020
tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Coronavirus Disease 2019
(Covid-19) dan PP No. 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Keselamatan tenaga kesehatan selama bertugas mendapat perhatian oleh pemerintah.


Penerapan physical distancing , pemakaian hand sanitizer serta penggunaan masker
secara berkala sebagai salah satu cara meminimalisir penularan virus covid-19.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada tenaga


kesehatan dalam penanganan pasien Covid-19. Beberapa upaya yang telah dilakukan
oleh pemerintah antara lain :

1. Penyediaan APD (Alat Pelindung Diri) yang memadai

Pemerintah telah menyediakan APD untuk tenaga kesehatan yang berurusan


langsung dengan pasien Covid-19. APD tersebut meliputi masker, kacamata,
baju pelindung, sarung tangan, dan sepatu pelindung.

2. Vaksinasi Covid-19 bagi tenaga kesehatan

Pemerintah telah memprioritaskan tenaga kesehatan sebagai penerima vaksin


Covid-19 pada tahap awal vaksinasi. Hal ini dilakukan untuk melindungi
mereka dari risiko terinfeksi virus Corona.

3. Pengadaan fasilitas kesehatan yang memadai

Pemerintah telah mengadakan dan menyiapkan fasilitas kesehatan yang


memadai untuk menangani pasien Covid-19. Hal ini dilakukan untuk
meminimalkan risiko penularan virus pada tenaga kesehatan.

4. Pemberian insentif kepada tenaga kesehatan

Pemerintah memberikan insentif kepada tenaga kesehatan yang berjuang


menangani pasien Covid-19. Insentif tersebut meliputi tambahan gaji,
tunjangan kesehatan, dan lain sebagainya.

5. Pemenuhan kebutuhan pokok tenaga kesehatan


Pemerintah memberikan supply berupa vitamin, makanan, dan air bersih
secara rutin.

Perlindungan hukum ini diberikan untuk menyelesaikan sengketa suatu pelanggaran


yang telah terjadi dengan tetap mengindahkan perlindungan terhadap hak asasi
manusia. Pemerintah daerah di beberapa provinsi di Indonesia telah melaksanakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan menerbitkan Peraturan Gubernur.

Peraturan gubernur tersebut menyertakan sanksi yang ditujukan kepada perorangan,


pelaku usaha, pengelola usaha, penyelenggara, penanggung jawab tempat dan fasilitas
umum yang terbukti melanggar protokol kesehatan. Jenis sanksi bagi pelanggar
himbauan pemerintah / protokol kesehatan, seperti sanksi sosial berupa publikasi di
media massa , sanksi administratif berupa teguran / pemberhentian usaha sementara,
serta sanksi denda. Bila pelanggar tidak kooperatif, maka diancam dengan sanksi
pidana berdasarkan ketentuan pasal 93 UU Nomor 6 tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan.
BAB III

KESIMPULAN

Penegakan hukum identik dengan pemberian sanksi bagi para pelanggarnya serta merupakan
syarat terwujudnya perlindungan hukum untuk setiap orang dengan memperhatikan unsur
kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sebagai
bentuk peringatan kepada masyarakat akan bahaya virus Corona yang tengah melanda hampir
seluruh dunia. Diperlukan kerjasama yang baik dari berbagai pihak dalam upaya
penanggulangan wabah ini diantaranya dengan berlaku jujur dalam memberikan keterangan
mengenai kesehatannya kepada tenaga kesehatan agar pengobatan dapat dilakukan secara
cepat dan tepat. Kejujuran akan menyelamatkan banyak nyawa termasuk nyawa tenaga
kesehatan yang sedang bertugas menangani pasien terinfeksi covid-19. Ketidakjujuran dalam
memberikan informasi kondisi kesehatan tergolong tindakan menghalangi penanggulangan
wabah berdasarkan Pasal 14 ayat dan UU No. 4 tahun 1984 tentang Kekarantinaan
Kesehatan. Selain itu, ancaman pidana diberikan kepada seseorang yang lalai sehingga
mengakibatkan seseorang meninggal dunia dinyatakan dalam pasal 359 KUHP.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

a. Kepada Pemerintah. Ketentuan pidana tidak menyebutkan secara spesifik kondisi jika
pasien berbohong, namun penafsiran mengenai orang yang tidak jujur bisa
dikategorikan menghalang halangi penanggulangan wabah, perlu mendapatkan
penjelasan secara spesifik agar tidak menimbulkan pro dan kontra ataupun multitafsir
sehingga sanksi yang diberikan dapat memenuhi unsur kepastian hukum,
kemanfaatan, dan keadilan.
b. Kepada masyarakat. Diperlukan kesadaran dan kerjasama yang baik antara
masyarakat dengan pemerintah dalam penanggulangan wabah penyakit menular,
Salah satunya adalah dengan memberikan informasi yang jujur mengenai kondisi
kesehatannya kepada tenaga kesehatan sebagai bentuk kewajiban yang harus
dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

Rahmat, Biki Zulfikri. 2017. Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Etika
Bisnis Islam. Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah, 1(1),
98-113.

Anda mungkin juga menyukai