Anda di halaman 1dari 11

NAMA : ENDAH DWI SAPUTRI, S.

Gz
NIM : 2005043
MATA KULIAH : GLOBAL HEALTH
DOSEN : Sumengen Sutomo, SKM, MPH, DrPH.

TUGAS 1

1. Kenapa penularan Covid 19 di Indonesia belum terhenti padahal sudah 10


bulan ? Berikan pemikiran anda 1.5 halaman mak !
Menurut saya kenapa penularan Covid 19 di Indonesia belum berhenti
padahal sudah berlangsung 10 bulan, ada disebabkan 2 faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu berasal dari diri individu
yang tidak mematuhi aturan pemerintah dalam menjalankan lockdown pada
bulan Maret-April, tidak melakukan tindakan 3 M dengan benar. Sedangkan
faktor eksternal berasal dari kebijakan pemerintah yang masih setengah-
setengah dilakukan untuk Covid 19 ini. Tidak seperti negara China yang
melakukan secara ketat kebijakan pengawasan dan pengendalian Covid 19.
Berikut ini penjabaran 2 faktor diatas yang akan saya paparkan pada tulisan ini.
1. Faktor Internal
a. Faktor Ekonomi Keluarga
Faktor dari dalam diri individu sebagai penerima paparan
Covid 19. Masyarakat tidak menginginkan dilakukan Lockdown
karena faktor ekonomi keluarga akan lumpuh, sehingga mereka lebih
memilih keinginan untuk keluar rumah dari pada bertahan dirumah.
b. Faktor Pengetahuan dan Kepercayaan terhadap Covid 19
Masyarakat masih belum mengetahui cara penularan Covid
19 dan akibat yang ditimbulkan oleh Covid 19 ini. Pengetahuan
masyarakat masih rendah tentang Covid 19 ini, sehingga masyarakat
tidak mempercayai adanya keberadaan penyakit ini dan menjadi
lebih teledor dalam melakukan pencegahan penyakit.
c. Faktor Perilaku yang tidak menjalankan 3 M
- Pemakaian masker yang belum tepat
Penggunaan masker juga tidak boleh diturunkan ke leher, sebab
area leher yang terbuka lebih mudah terpapar virus dan bakteri.
Sehingga, meletakkan masker ke leher sama saja memindahkan
virus atau bakteri tersebut. Ketika masker digunakan lagi di mulut
dan hidung, otomatis virus dan bakteri lebih mudah masuk ke
tubuh manusia.
- Mencuci tangan dengan sabun kurang dari 20 detik
Sabun antibakteri membutuhkan waktu 20 detik untuk membunuh
kuman penyakit. Sedangkan hand sanitizer membutuhkan waktu
40 detik. Kurang dari itu, otomatis kuman-kuman masih
menempel di tangan dan bisa menyebabkan penyakit.
- Menjaga jarak di ruangan tertutup dan ber AC
Aturan menjaga jarak 1-2 meter, dapat berlaku optimal mencegah
penularan Covid 19 jika dilakukan di ruang terbuka. Sebab, udara
langsung mengalir ditambah sinar matahari yang mampu
membunuh bakteri dan kuman penyakit. Sedangkan di ruang
tertutup dan ber-AC menjaga jarak aman saja tidak cukup, arena
AC hanya memutar udara di dalam ruangan tersebut. Jika di dalam
satu ruangan ada yang terpapar Covid 19, maka orang lainnya
dalam ruangan tersebut berpotensi besar tertular. hal inilah yang
akhirnya menimbulkan cluster perkantoran. Meski di dalam
ruangan sebaiknya tetap menggunakan masker.

2. Faktor Eksternal
Indonesia masih setengah-setengah melakukaan kebijakan
lockdown dan dalam penanganan Covid 19. Indonesia,
tindakan lockdown artinya membatasi suatu wilayah dan itu memiliki
implikasi ekonomi, sosial, dan keamanan. Karena itu,
kebijakan lockdown belum bisa diambil dan saat ini yang paling tepat
juga efektif adalah kebijakan social distancing, yaitu membatasi jarak
penduduk sehingga penularannya terkendali.
Pemerintah ingin aktivitas ekonomi tetap berjalan meskipun
penyebaran virus ini terus menyebar, apalagi banyak sekali warga
Indonesia yang bekerja mengandalkan upah harian.
Dengan lockdown semua orang akan berada di rumah, maka aktivitas
ekonomi juga berhenti.
MAKALAH

STRATEGI REKOMENDASI PEMBATASAN PENULARAN


COVID 19 DI INDONESIA

ENDAH DWI SAPUTRI, S.Gz


NIM. 2005043

Dosen Pengampu :
Sumengen Sutomo, SKM, MPH, DrPH

STIKES HANG TUAH PEKANBARU


PROGRAM PASCA SARJANA
KESEHATAN MASYARAKAT
PEKANBARU
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi virus SARS-CoV-2 pertamakali ditemukan di Wuhan Tiongkok
Tengah, saat ini SARS-CoV-2 telah menyebar ke beberapa Negara (Chen et al.,
2019). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa virus dengan
nama COVID-19 merupakan infeksi pandemik yang melanda seluruh dunia
(Director-General, 2020).
Berikut ini merupakan upaya pencegahan dan penanganan kontrol infeksi,
yaitu dengan hand hygiene, menggunakan alat pelindung diri, mencegah
tertusuk jarum serta benda tajam, manajemen limbah medis, desinfektan
peralatan dan lingkungan (Wang et al., 2020). Sayangnya, tidak ada vaksin
maupun obat-obatan yang disetujui sebagai tatalaksana COVID-19 (Khasiouris
et al., 2020).
Kecepatan epidemi tergantung pada dua hal, yakni berapa banyak orang
yang terinfeksi dari satu kasus dan berapa lama infeksi antar orang menyebar.
Hingga saat ini tercatat 209 negara yang terpapar COVID-19 dibeberapa
negara besar, yaitu Tiongkok, Italia, Korea Selatan, Spanyol Amerika Serikat,
dan juga Indonesia. Secara global diketahui 1.136.851 kasus yang
terkonfirmasi dan kematian yang mencapai 62.955 jiwa. Di Indonesia pada 21
Maret 2020 tercatat yang positif sebanyak 369 kasus, sembuh 17 kasus dan
meninggal 32 kasus. Sedangkan per tanggal 21 April 2020 kasus yang positif
mencapai 7.135 kasus, pasien yang sembuh dari COVID-19 sebanyak 842
kasus, dan yang meninggal sebanyak 616 orang. Bertambahnya kasus COVID-
19 juga dikarenakan adanya kebijakan pemerintah melakukan Rapid Test atau
tes massal yang sudah diterapkan dibeberapa wilayah Indonesia ((World
Health Organization, 2020).
Jika dia sudah menjangkiti orang, bukan hanya orang/warga/pasien yang
terinfeksi Corona yang diisolasi oleh pemerintah, tetapi seluruh warga
masyarakat akan turut diisolasi, baik warga yang sakit maupun warga yang
sehat. Tempat karantina di rumah sakit bagi yang sudah terinfeksi, sementara
yang sehat, akan dikarantina di rumah masing-masing secara mandiri. Isolasi
mandiri dilakukan untuk mencegah dan menghindari penyebaran virus Corona
meluas ke masyarakat. Namun, pandemi COVID-19 membuat hampir semua
orang kalang-kabut menghadapinya. Persoalan menjadi sangat serius karena
yang dihadapi adalah ketidakpastian baru. Pandemi Covid-19 menjadi disrupsi
sehingga kita perlu mengenali, mengatasi, dan mencegahnya agar
ketidakpastian ini segera berakhir (Satria, 2020).
Untuk mencegah penyebaran dan penularan virus Corona menyebar luas
ke dalam masyarakat, pemerintah membuat serangkain kebijakan untuk
menanganinya. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut ada yang
tertulis, dan ada pula yang tidak tertulis. Kebijakan yang tertulis bentuknya
misalnya seperti Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (PERPU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden
(PERPRES), Peraturan Menteri (PERMEN), Peraturan Daerah (PERDA),
Peraturan Bupati (PERBUP), Peraturan Walikota (PERWALI), dan lain-lain
termasuk di dalamnya adalah Surat Keputusan (SK), dan Surat yang berasal
dari pemerintah. Sedangkan kebijakan yang tidak tertulis bentuknya adalah
ajakan tidak tertulis yang berasal dari pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh
adat, tokoh budaya, tokoh agama, yang berisi larangan dan himbauan terkait
dengan pencegahan dan penanganan COVID-19.
Dampak virus Corona sangat besar, bersifat global, dan massif. Ia tidak
hanya mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat secara umum, namun juga
mempengaruhi aktivitas ekonomi, sosial, psikologis, budaya, politik,
pemerintahan, pendidikan, olahraga, agama, dan lain-lain. Karena itu
dibutuhkan kebijakan pemerintah yang tepat untuk mencegah dan mengatasi
virus Corona ini. Kebijakan yang diperlukan bukan hanya kebijakan untuk
mencegah dan menyembuhkan pasien yang terinfeksi Corona, tetapi juga
kebijakan untuk mengatasi dampak sosial, psikologis, dan ekonomi yang
ditimbulkan oleh virus Corona.
Kebijakan (policy) adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk
mengarahkan pengambilan keputusan. Kebijakan merupakan instrumen
pemerintah, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut
aparatur Negara, tetapi juga governance yang menyentuh pengelolaan
sumberdaya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan
atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan
pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia demi kepentingan
publik (Suharto, 2008).
Kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 dapat dilihat dari
beberapa aspek, baik dari aspek sosial, budaya, politik, ekonomi dan tak
terkecuali dari aspek hukum. Pemerintah melalui organ negaranya (Polisi dan
TNI) dijadikan alat oleh negara untuk memutus aktifitas masyarakat pada saat
pandemi, kebijakan dan tindakan tersebut menimbulkan tanya mengenai status
negara kita saat ini. Tulisan ini ingin membahas strategi atau solusi kebijakan
apa yang harus dilakukan untuk penularan Covid 19 di Indonesia. Mengingat
sudah berlalu 10 bulan masa pandemic ini, tetapi penularan masih belum bisa
dibendung.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang akan di bahas pada makalah ini adalah
“bagaimana strategi rekomendasi pembatasan penularan Covid 19 di
Indonesia ?”

1.3 Tujuan Makalah


Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
a. Mengetahui kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19
di Indonesia.
b. Mengetahui cara pencegahan penyebaran COVID-19 Indonesia.
c. Mengetahui strategi rekomendasi pembatasan penularan Covid 19 di
Indonesia.
BAB II
ISI

2.1Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Pandemi COVID-19


Berbagai kebijakan pemerintah untuk mencegah penyebaran penularan
virus Corona agar tidak menyebar luas di dalam masyarakat, yang telah
diimplemetasi selama masa penularan wabah COVID-19 adalah sebagai
berikut: (1) Kebijakan berdiam diri di rumah (Stay at Home)
(2) Kebijakan Pembatasan Sosial (Social Distancing)
(3) Kebijakan Pembatasan Fisik (Physical Distancing)
(4) Kebijakan Penggunaan Alat Pelindung Diri (Masker)
(5) Kebijakan Menjaga Kebersihan Diri (Cuci Tangan)
(6) Kebijakan Bekerja dan Belajar di rumah (Work/Study From Home)
(7) Kebijakan Menunda semua kegiatan yang mengumpulkan orang banyak
(8) Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
(9) Kebijakan pemberlakuan kebijakan New Normal.

Selain kebijakan pencegahan penularan virus Corona, Pemerintah


Indonesia juga telah mengimplementasikan berbagai kebijakan dalam upaya
melindungi masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rendah utamanya
golongan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dari dampak negatif
COVID-19. Hingga 1 Mei 2020, total sebanyak 159 negara telah
merencanakan, memperkenalkan atau mengadaptasi 752 jenis perlindungan
sosial dalam upaya penanggulangan dampak negatif wabah COVID-19. Sejak
20 Maret, telah terjadi kenaikan tiga kali lipat dalam jumlah negara dan
delapan kali lipat dalam jenis perlindungan sosial (Syamsulhakim, 2020).
Untuk Jaring Pengaman Sosial, penanganan dampak Covid-19 pemerintah
telah menyiapkan anggaran 110 Triliun rupiah, yang terdiri dari: Program
Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako, Kartu Prakerja, Subsidi listrik,
insentif perumahan, Sembako Jabodetabek, Bansos Tunai Non-Jabodetabek,
dan Program Jaring Pengaman Sosial lainnya (Karyono, 2020). Harus diakui
bahwa di tengah wabah COVID-19 seperti sekarang, bantuan sosial (social
assistance) dan perlindungan sosial (social protection) dari pemerintah sangat
diperlukan karena hal tersebut bisa menjadi penyambung napas jutaan orang
yang terkena dampak, tidak hanya golongan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan
Sosial (PPKS) seperti: buruh bangunan, buruh pabrik, buruh tani, nelayan,
ojek, pedagang, karyawan, pekerja kontrak, pekerja serabutan, petani, peternak,
supir, wiraswasta, tetapi juga semua golongan kelas sosial (social class) dalam
masyarakat. Sayangnya, pengelolaan data yang buruk selama bertahun-tahun
membuat program jaring pengaman sosial (social-safety net program) yang
diluncurkan Presiden Joko Widodo compang-camping di lapangan.
Fakta di lapangan telah mengamini bahwa buruknya data pemerintah telah
menyebabkan kegaduhan di kalangan masyarakat, tidak hanya terjadi di tingkat
pusat tetapi juga di tingkat daerah). Kasat-kusut terkait bantuan sosial ini telah
dilaporkan oleh Koran (TEMPO, 2020) bahwa Program Jaring Pengaman
Sosial untuk meredam dampak COVID-19 acak- acakan, tumpang tindih, dan
salah sasaran akibat data amburadul. Kisruh kebijakan pemerintah tentang
bantuan sosial bagi korban bencana kesehatan ini misalnya tecermin dari
gugatan Bupati Bolaang Mongondow Timur Sehan Salim Landjar. Video
Sehan yang meradang karena tumpang-tindihnya penyaluran bantuan akibat
pandemi COVID-19 itu viral di media sosial bulan lalu. Dalam video itu,
Sehan mengumpat kanan-kiri karena ada keputusan menteri yang mempersulit
upayanya menyalurkan bantuan untuk warganya yang paling membutuhkan.
Tidak hanya di Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara, cerita suram
tentang kekacauan penyaluran bantuan juga terjadi di banyak tempat di
Indonesia. Di Pekanbaru, Riau, kepala Rukun Warga ramai-ramai menolak
bantuan karena data warga yang mereka usulkan dipangkas tanpa alasan jelas.
Sebaliknya, di Bogor, Jawa Barat, puluhan warga perumahan berada malah
menerima bantuan tunai. Di tempat-tempat lain pun banyak dijumpai
pemandangan yang sama. Beragam insiden tersebut bermuara pada kacaunya
sistem pendataan warga yang jatuh miskin akibat wabah Corona. Besar
bantuan yang dialokasikan pemerintah untuk masyarakat miskin dan mereka
yang terimbas COVID-19 sebenamya cukup memadai.
Pemerintah pusat menyediakan empat jenis bantuan sosial reguler,
termasuk Program Keluarga Harapan (PKH), dengan total bantuan Rp 37,4
Triliun untuk 10 juta keluarga, serta pembagian bahan kebutuhan pokok senilai
Rp 43,6 Triliun untuk 20 juta keluarga. Selain itu, pemerintah mengalihkan 35
persen dari total Dana Desa tahun ini, sebesar Rp 72 Triliun, menjadi bantuan
langsung tunai. Ada pula bantuan sosial khusus untuk daerah tertentu yang
paling parah dihantam wabah COVID-19. Di daerah-daerah, setiap pemerintah
daerah berinovasi mengalokasikan dana khusus untuk pandemik COVID-19.
Bantuan sosial itu diberikan dalam bentuk dana tunai dan paket sembako atau
sembilan bahan kebutuhan pokok. Sungguh sangat disayangkan jika dana
sebesar itu salah sasaran (tidak tepat sasaran), bahkan tidak sampai kepada
mereka yaitu kelompok sosial yang amat membutuhkan bantuan yang
seharusnya menerima bantuan sosial. Jadi inilah pokok persoalan bangsa
terkait bantuan sosial yang tidak kunjung selesai yaitu terkait masalah
kelompok sasaran (tergetting groups) yang “tidak tepat sasaran”, dan masalah
data penerima bantuan sosial yang tidak sesuai dengan jumlah riil orang miskin
di lapangan. Meskipun pemerintah sudah mencoba memperbaiki data ini,
namun masalah fundamental dalam penyaluran bantuan sosial ini tidak
kunjung selesai sampai hari ini.

2.2 Cara Pencegahan Penyebaran COVID-19


Sebelum mengetahui bagaimana cara pencegahan virus Corona, maka
penting kiranya kita sebagai warga mengenali terlebih dahulu cara penyebaran
virus Corona. Virus ini menyebar melalui kontak langsung dengan tetesan
cairan pernapasan orang yang terinfeksi (melalui batuk dan bersin). Individu
juga dapat terinfeksi dari dan dengan menyentuh permukaan yang
terkontaminasi virus dan menyentuh wajah mereka (contoh: mata, hidung,
mulut). Virus COVID-19 bisa bertahan di permukaan selama beberapa jam,
namun desinfektan dapat membunuhnya (WHO, 2020).
Setelah virus Corona mewabah dan memakan korban jiwa dalam jumlah
banyak sejak periode awal Maret 2020 sampai dengan Juni 2020, virus Corona
menjadi ramai diberitakan oleh TV dan media sosial. Dengan banyaknya
pemberitaan media terkait virus Corona, dengan sendirinya pengetahuan
masyarakat terkait COVID-19 menjadi terbentuk disebabkan oleh
kekhawatiran bahkan ketakutan akan terjangkit oleh virus Corona.
Pengetahuan yang melekat dalam pikiran masyarakat terkait COVID-19
adalah:
(1) Penyebaran virus Corona sangat cepat
(2) Virus Corona mematikan
(3) Virus Corona berasal dari China (Wuhan)
(4) Virus Corona menyerang saluran pernapasan
(5) Wabah virus Corona menyebar secara global (global pandemic)
(6) Virus Corona memiliki gejala umum seperti flu batuk
(7) Hingga kini vaksin virus Corona belum ditemukan.

Oleh karena pengetahuan umum masyarakat (public opinion) tentang


Corona telah terbentuk, utamanya pengetahuan tentang cara penyebaran dan
bahaya virus Corona yang mematikan, maka selanjutnya sikap yang diperlukan
dilakuan oleh masyarakat adalah mencegah dan menghentikan agar virus
Corona tidak menjangkiti warga masyarakat dalam jumlah lebih banyak lagi.
Langkah selanjutnya adalah menghentikan penyebaran virus Corona agar
korban bisa diminimalisir. Langkah-langkah kesehatan publik (public health)
yang dapat ditempuh oleh warga masyarakat untuk mencegah dan
memperlambat penyebaran virus Corona, sebagaiman saran World Health
Organization dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Gayes &
Mahestu, 2020), diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, menjaga jarak dengan orang lain, minimal 1,5 meter, utamanya
jika sedang berada di luar rumah atau di ruang publik tempat keramaian
(crowded). Kedua, Hindari keluar rumah, apabila terpaksa harus keluar rumah
hanya untuk keperluan yang sangat penting dan mendesak. Ketiga, selalu
menggunakan masker jika bepergian atau keluar rumah, serta menutup mulut
dan hidung dengan siku yang tertekuk atau menutup mulut dan hidung dengan
tisu saat batuk atau bersin. Untuk kesehatan, segera buang tisu yang telah
digunakan. Keempat, selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Kelima, selalu membersihkan permukaan dan barang yang sering disentuh
dengan menggunakan desinfektan. Keenam, membiasakan diri untuk
mengkonsumsi makanan dan minuman dengan gizi yang seimbang. Ketujuh,
meningkatkan imunitas tubuh dengan olah raga teratur, istirahat yang cukup
dan berjemur di sinar matahari di waktu pagi hari antara jam 06.00 – 09.00
Wita. Terakhir, menghindari perasaan cemas (ansietas), gelisah, panik,
dan stress yang berlebihan, yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh. Di
samping hal tersebut di atas, warga perlu juga melakukan hal-hal berikut agar
terhindar dari penularan virus Corona. Berbagai cara yang dapat dilakukan
warga agar warga dapat terhindar dari penularan COVID-19 yakni sebagai
berikut:
Pertama, apabila berpergian, hindari menggunakan transportasi publik
(angkot, bus, kereta api, dll). Kedua, menghindari tempat hiburan seperti
bioskop, mall, restoran, café, dll. Ketiga, membatasi belanja hanya untuk
kebutuhan hidup yang penting dan pokok-pokok saja, seperti belanja
kebutuhan sembilan bahan pokok. Keempat, mengurangi kontak langsung
dengan warga (social and physical distancing). Kelima, selama masa pandemi
belum berakhir, hindari kunjungan ke Fasilitas Kesehatan (Rumah Sakit,
Puskesmas, Klinik, dokter), meskipun sakit yang diderita di luar gejala
COVID-19. Banyak kasus yang terjadi di masyarakat, ketika warga menderita
sakit, keluhannya adalah sakit maag, tipes, atau flu biasa, pihak Rumah Sakit
memvonis warga dengan virus Corona. Akibatnya banyak warga yang
meninggal dunia karena salah melakukan diagnosis penyakit. Terakhir, adalah
berdiam diri di rumah atau tetap berada di rumah saja sepanjang hari bersama
keluarga (stay at home with family) (Tuwu, 2020).

2.3 Strategi Rekomedasi Pembatasan Penularan Covid 19 di Indonesia


Dengan melihat kompleksitas permasalahan pandemi Covid-19, maka
perlu segera dilakukan langkah-langkah taktis, cepat dan tepat untuk
membendung meluasnya penyebaran Covid-19. Bercermin pada langkah
penanganan dan protokol yang telah digariskan oleh Kementerian Kesehatan
RI maka direkomendasikan untuk melakukan langkah-langkah pembendungan
dan penanganan Covid-19 dari ketiga aspek di atas sebagai berikut:
1) Komunikasi Dalam Satu Jalur Komando Arus liar informasi di era
pandemi Covid-19 harus mampu dibendung dan diimbangi dengan
komunikasi yang kuat dari jalur-jalur resmi
2) Realokasi Anggaran Untuk Penanganan Covid-19 Masih banyak
diperlukan berbagai sarana kesehatan untuk penanganan Covid19
3) Penguatan Deteksi Dini dan Pelacakan Kasus
4) Pemutakhiran Data Dari Waktu ke Waktu Hingga Level Desa
5) Pembuatan Zonasi Wilayah Resiko
6) Penguatan Dukungan Psikologis Kepada Masyarakat
7) Pengetatan Protokol Jarak Sosial dan Jarak Fisik
8) Mengestimasi Waktu Karantina Wilayah Estimasi
9) Mempersiapkan Jaring Pengaman Sosial Kemasyarakatan
10) Melakukan Simulasi Perkiraan Anggaran yang Diperlukan Selama
Karantina Wilayah
11) Penggalangan Sumber Pendanaan Karantina Wilayah
12) Mengusulkan Kepada Gubernur Agar Dilakukan Karantina Wilayah
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebijakan pemerintah untuk mencegah penyebaran penularan virus
Corona agar tidak menyebar luas di dalam masyarakat, seperti: kebijakan
berdiam diri di rumah; Pembatasan Sosial; Pembatasan Fisik; Penggunaan Alat
Pelindung Diri; Menjaga Kebersihan Diri; Bekerja dan Belajar di rumah;
Menunda semua kegiatan yang mengumpulkan orang banyak; Pembatasan
Sosial Berskala Besar; hingga kebijakan pemberlakuan kebijakan New Normal,
tidak akan berjalan efektif jika pemerintah tidak menyiapkan informasi yang
akurat terkait sumber dan penyebaran virus Corona serta penanganannya. Yang
jauh lebih penting adalah pemerintah selaku leader and decision maker, harus
menyiapkan skema kebijakan perlindungan sosial (social protection) tidak
hanya untuk para golongan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS)
seperti: buruh bangunan, buruh pabrik, buruh tani, nelayan, ojek, pedagang,
karyawan, pekerja kontrak, pekerja serabutan, petani, peternak, supir,
wiraswasta, tetapi juga semua golongan kelas sosial dalam masyarakat.

3.2 Saran
Penerapan system Lockdown di Indonesia kurang tepat dilakukan
sebaiknya lebih mengadopsi Social Dystancing.
DAFTAR PUSTAKA

Director-General, W. (2020). WHO Director-General’s remarks at the media


briefing on 2019-nCoV on 11 February 2020. World Health Orgnatization
(WHO).

Tuwu, D. (2020). KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN


PANDEMI COVID-19. Journal Publicuho.
https://doi.org/10.35817/jpu.v3i2.12535

World Health Organization. (2020). Advice on the use of masks for children in
the community in the context of COVID-19. Interim Guidance WHO.

Chen, N., Zhou, M., Dong, X., Qu, J., Gong, F., Han, Y., Qiu, Y., Wang, J., Liu,
Y., Wei, Y., Xia, J., Yu, T., Zhang, X., & Zhang, L. (2020). Epidemiological
and clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia
in Wuhan, China: a descriptive study. The Lancet.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30211-7
Kashiouris, M. G., L’heureux, M., Cable, C. A., Fisher, B. J., Leichtle, S. W., &
Fowler, A. A. (2020). The emerging role of vitamin C as a treatment for
sepsis. In Nutrients. https://doi.org/10.3390/nu12020292.
Satria, A. (2020). Peran Kampus di Masa Pandemi Covid-19. Laporam Khusus
Inovasi Pendidikan Melawan Corona. Kusut Bantuan Sosial. Program Jaring
Pengaman Sosial Untuk Meredam Dampak COVID-19 Acak-acakan.
Tumpang tindih, dan salah sasaran akibat data amburadul. Tempo, Mei 20.
Suharto, E. (2008). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik; Peran
pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial dalam mewujudkan
negara kesejahteraan (welfare state) di Indonesia. Penerbit.
Syamsulhakim, E. (2020). Peran Bank Dunia Dalam Mendukung Penanganan
Wabah Covid- 19 di Indonesia. Presentasi disampaikan pada Webinar
“Membangun Kerja Sama Pembangunan Internasional Dalam Penanganan
COVID-19” Hari Rabu, Tanggal 6 Mei 2020.
Karyono, A. (2020). Kerjasama Luar Negeri Dalam Upaya Percepatan
Pembangunan Kesejahteraan Sosial, webinar membangun kerjasama mitra
internasional dalam penanganan pandemi Covid-19, Tanggal 6 Mei 2020.

Anda mungkin juga menyukai