Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DI

INDONESIA
RM. Hurrun Prasetio Nugroho1), M. Falique Caecidio2), Fadli Ambat3), Joshua
Linson Yeum4) M. Bagastama Pane5)
1
Politik Pemerintahan, Politik Pemerintahan, Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Email: hurrun_prasetio@yahoo.co.id; falique96@gmail.com; fadliambat27@gmail.com.

Abstrak
Corona Virus Desease 2019 atau Covid-19 merupakan Pandemi yang telah mewabah ke
seluruh Dunia. pandemi yang pertama kali di temukan di Wuhan, China juga telah
meluas ke seluruh Provinsi di Indonesia. Jumlah kasus yang terkonfirmasi virus ini
sampai dengan Tanggal 26 April 2020 telah mencapai 8882 kasus, sembuh 1107 kasus,
dan yang meninggal sebanyak 743 kasus. Dengan adanya peningkatan jumlah kasus
yang sangat signifikan tersebut pemerintah mengambil langkah untuk melakukan
Pembatsan Sosial Berskala besar. PSBB dilaksankan dengan tujuan untuk mencegah
penyebarluasan Virus di suatu wilayah. Bagi yang melanggar kebijakan tersebut akan
diberikan sanksi sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Namun di balik tujuannya yang mulia, PSBB ternyata banyak menimbulkan
beberapa Dampak baik dalam aspek ekonomi, sosial budaya, maupun transportasi.
Kajian ini menggunakan study pustaka dari berbagai referensi.

Kata Kunci: Covid-19, Wuhan, Penceghan, PSBB, dampak

Abstract
Corona Virus Desease 2019 or Covid-19 is a pandemic that has spread throughout the
world. The pandemic that was first discovered in Wuhan, China has also expanded to all
provinces in Indonesia. the number of confirmed cases of the virus as of April 26, 2020
has reached 8882 cases, recovered 1107 cases, and 743 cases have died. With a very
significant increase in the number of cases the government is taking steps to carry out
large-scale social bathing. PSBB is implemented with the aim of preventing the spread of
the virus in an area. For those who violate the policy will be given sanctions as stipulated
in the legislation in force. But behind its noble aims, the PSBB turned out to have caused
a number of impacts both in economic, socio-cultural, and transportation aspects. This
study uses library research from various references.

Keywords: Covid-19, Wuhan, Prevention, PSBB, impact

I. PENDAHULAN
Akhir 2019 lalu, dunia digemparkan dengan adanya Pandemi Virus
Corona atau Corona Virus Disease 19 (COVID-19). Virus ini pertama kali
ditemukan di Wilayah Wuhan, China. Sampai dengan awal April 2020, jumlah
kasus Covid sebanyak 2,2 juta kasus di seluruh Dunia 1. Pada tanggal 18 April
2020, jumlah positif corona di Indonesia sebanyak 6,248 kasus dimana yang
masih dalam perawatan sebanyak 5,082, meeeninggal 535, dan sembuh sebanyak
631. Kasus Covid-19 di Indonesia bertambah secara signifikan setiap hari. Hal ini
dapat dilihat dari grafik berikut,
Grafik perrkembangan Covid-19 di Indonesia
1
Covid19.go.id
.
Sumber: Covid19.go.id

Grafik di atas menunjukan adanya peningkatan kasus Covid-19 yang


sangat signifikan dan cepat pada 1 bulan terakhir, terhitung mulai tanggal 16
maret s.d 15 April 2020.
Untuk menghindari peningkatan jumlah kasus Covid-19, serta mencegah
penyebarluasannya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.01.07/KEMENKES/248/2020 Tentang penetapan Pembatasan Sosial
berskala Besar di wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, kabupaten
Bekasi, dan Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat dalam rangka percepatan
penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah istilah kekarantinaan
kesehatan di Indonesia yang didefinisikan sebagai “pembatasan tertentu penduduk
dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau
terkontaminasi2.
PSBB memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya penyebarluasan
penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) yang sedang terjadi antar
orang di suatu wilayah tertentu3. Pemberlakuan PSBB ini dilakukan oleh
pemerintah Tingkat Provinsi dan juga Kabupaten/kota setelah mendapat
persetujuan dari Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Pelaksanaan PSBB diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah yang
merupakan peraturan turunan dari undang-undang. Sehingga pemerintah
menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
dalam Rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Kemudian, Menteri Kesehatan mengeluarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020
yang dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan PSBB.
PSBB berbeda dengan karantina wilayah, karantina wilayah merupakan
suatu kebijakan yang sama halnya dengan Lockdown, dimana suatu wilayah
dinyatakan tertutup, tidak ada kegiatan keluar atau masuk dalam suatu wilayah
yang telah dinyatakan tertutup atau lockdown.
Dalam penerapannya, PSBB memiliki beberapa cakupan yang harus
dilaksakan oleh pemerintah daerah yang mengadakan PSBB tersebut, yaitu (1)
2
UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pasal 1 angka 11
3
UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pasal 59 ayat (2).
Liburan sekolah dan tempat kerja, (2) Pembatasan kegiatan keagamaan, (3)
Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, (4) Pembatasan kegiatan
sosial dan budaya, (5) pembatasan moda transportasi, (6) Pembatasan kegiatan
lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Daerah yang akan melakukan PSBB, harus memenuhi beberapa kriteria
khusus untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan. Salah satu
syaratnya adalah kriteria jumlah kasus serta jumlah peningkatan kematian di suatu
wilayah, serta memiliki keterkaitan epidemologi dengan kejadian serupa di
wilayah lain.
Pemberlakuan PSBB di Indonesia yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyebarluasan kasus Covid-19 juga memiliki dampak yang signifikan
dalam berbagai aspek, diantaranya aspek ekonomi, transportasi, sosial budaya,
serta pelayanan. PSBB juga mendapat berbagai kritikan dari berbagai pihak yang
merasakan dampak dari pemberlakuan PSBB tersebut. Sehingga, penulis
bermaksud membahas beberapa dampak yang berkaitan dengan PSBB serta
bagaimana PSBB ini diberlakukan di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Implementasi Kebijakan didefinisikan sebagai tindakan-tindakan dalam
keputusan-keputusan sebelumnya4. Tindakan-tindakan ini mencangkup usaha-
usaha mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional
dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk
mencapai perubahan besar dan perubahan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-
keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang yang diarahkan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah
suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang
timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang
mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk
menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian5.
Kebijakan secara umum dapat dibedakan dalam tiga tingkatan : (1)
Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk
pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negative yang
meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. (2) Kebijakan
pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat
pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang. (3)
Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijaksanaan
pelaksanaan6.
Sebagaimana yang diketahui, pada saat ini Indonesia tengah menghadapi
krisis dan wabah Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan jumlah
Kasus yang sudah mencapai 7000 lebih kasus dan jumlah kematian yang
4
Van Meter dan Van Horn dalam Mulyadi, 2015 hal 72
5
Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) dalam buku Analisis Kebijakan (abdul wahab
2008 Hal 65).
6
Said Zainal Abidin, 2004 hal 31-33
mencapai 10%. Dengan demikian, Pemerintah menetapkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat (KKM), kemudian pemerintah mengambil langkah untuk
melakukan Kekarantinaan Kesehatan. Kekarantianaan Kesehatan adalah upaya
mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
Masyarakat.7
Dalam keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan
dunia, pemerintah pusat dapat menetapkan Karantina Wilayah di Pintu Masuk8.
Tindakan kekarantinaan kesehatan yang dimaksud berupa:
a. Karantina, isolasi, pemberian vaksin atau profilaksis, rujukan,
disinfeksi, dan/atauu dekontaminasi terhadap orang sesuai indikasi;
b. Pembatasan Sosial Berskala Besar;
c. Disenfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau deratisasi terhadap
Alat Angkut dan Barang; dan/atau
d. Penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap media
lingkungan9.
Sedangkan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di Wilayah, dalam
rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina
Wilayah, Karantina Rumah Sakit, Atau Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh
pejabat karantina Kesehatan10. Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina
Rumah Sakit, Atau Pembatasan Sosial Berskala Besar harus didasarkan pada
pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumbver
daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan11.
Dalam rangka penanganan penyebaran Covid-19 di Indonesia, Pemerintah
memilih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemberlakuan
PSBB ini ditandai dengan diterbitkannya Permenkes 9 tahun 2020 tentang
Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang
merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6487).
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) menyebutkan bahwa PSBB ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan istilah kekarantinaan
kesehatan di Indonesia yang didefinisikan sebagai “pembatasan tertentu penduduk
dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau
terkontaminasi12.

7
UU No. 6 Tahun 2008 Tentang Kekarantinaan Kesehatan pasal 1 angka 1.
8
UU No. 6 Tahun 2008 Tentang kekarantinaan Kesehatan Pasal 14 ayat (1)
9
UU No. 6 Tahun 2008 Tentang kekarantinaan Kesehatan Pasal 15 ayat (2)
10
UU No. 6 Tahun 2008 Tentang kekarantinaan Kesehatan Pasal 49 ayat (1)
11
UU No. 6 Tahun 2008 Tentang kekarantinaan Kesehatan Pasal 49 ayat (2)
12
UU No. 6 Tahun 2008 tentang Kekarantinaan Kesehatan pasal 1 Angka 11.
Penerapan pembatasan Sosial berskala besar ini dilakukan selama masa
ingkubasi terpanjang yaitu 14 (empat belas) hari, jika selama itu masih ditemukan
masih adanya penyebaran Virus tersebut maka akan diperpanjang sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan13. Daerah yang akan memberlakukan PSBB harus
mendapatkan persetujuan dari Kemenkes dengan sayarat telah memenuhi kriteria
dalam pemberlakaun PSBB seperti peningktan jumlah Kasus serta peningkatan
jumlah kematian di wilayah tersebut.
Dalam penerapannya, PSBB memiliki beberapa cangkupan yang harus
dilaksakan oleh pemerintah daerah yang mengadakan PSBB tersebut, paling
sedikit meliputi; (1) Liburan sekolah dan tempat kerja, (2) Pembatasan kegiatan
keagamaan, (3) Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum14.

III. KAJIAN TEORI


Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka
karena teori secara nyata dapat diperoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.
Nazir (2011: 93) menyatakan bahwa studi kepustakaan atau studi literatur, selain
dari mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga
diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan
penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan
generalisasi yang pernah dibuat sehingga situasi yang diperlukan diperoleh.
Kajian pustaka menurut Ratna dalam Prastowo (2012: 80), memiliki tiga
pengertian yang berbeda.
1) Kajian pustaka adalah seluruh bahan bacaan yang mungkin pernah
dibaca dan dianalisis, baik yang sudah dipublikasikan maupun
sebagai koleksi pribadi.
2) Kajian pustaka sering dikaitkan dengan kerangka teori atau
landasan teori, yaitu teori-teori yang digunakan untuk menganalisis
objek penelitian. Oleh sebab itu, sebagian peneliti menggabungkan
kajian pustaka dengan kerangka teori.
3) Kajian pustaka adalah bahan-bahan bacaan yang secara khusus
berkaitan dengan objek penelitian yang sedang dikaji.
Menurut Pohan dalam Prastowo (2012: 81) kegiatan ini (penyusunan
kajian pustaka) bertujuan mengumpulkan data dan informasi ilmiah, berupa teori-
teori, metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan telah di
dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarah,
dokumen-dokumen, dan lain-lain yang terdapat di perpustakaan. Kajian ini
dilakukan dengan tujuan menghindarkan terjadinya pengulangan, peniruan,
plagiat, termasuk suaplagiat.
Dasar pertimbangan perlu disusunnya kajian pustaka dalam suatu
rancangan penelitian menurut Ratna dalam Prastowo (2012: 81) didasari oleh
kenyataan bahwa setiap objek kultural merupakan gejala multidimensi sehingga
dapat dianalisis lebih dari satu kali secara berbeda-beda, baik oleh orang yang
sama maupun berbeda.
13
Permenkes No.9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan
Covid-19.
14
UU No. 6 Tahun 2008 Tentang kekarantinaan Kesehatan Pasal 59 ayat (3)
Kajian pustaka dimaksudkan untuk meringkas, menganalisis, dan
menafsirkan konsep dan teori yang berkaitan dengan sebuah proyek penelitian.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kajian
pustaka adalah suatu kegiatan penelitian yang bertujuan melakukan  kajian secara
sungguh-sungguh tentang teori-teori dan konsep-konsep yang berkaitan dengan
topik yang akan diteliti sebagai dasar dalam melangkah pada tahap penelitian
selanjutnya. Teori dan konsep yang dikaji digunakan untuk memperjelas dan
mempertajam ruang lingkup dan konstruk variable yang akan di teliti, sebagai
dasar perumusan hipotesis dan penyusunan instrumen penelitian, dan sebagai
dasar dalam membahas hasil penelitian untuk digunakan untuk memberikan saran
dalam upaya pemecahan topik permasalahan.
Kajian pustaka bukanlah proses yang mudah dilakukan. Pembuatan kajian
pustaka menuntut pemahaman yang komprehensif dari peneliti tentang
pengatahuan yang pernah ditulis oleh orang lain dalam bidang yang menjadi
konsepnya. Kajian pustaka meliputi kegiatan mencari, membaca, mengevaluasi,
menganalisis dan membuat sistesis laporan-laporan penelitian dan teori, serta
melaporkan amatan dan pendapat yang berhubungan dengan penelitian yang
direncanakan.
Dalam kajian pustaka dimuat esensi-esensi hasil penelitian literatur yaitu
berupa teori-teori. Uraian teori yang disusun bisa dengan kata-kata penulis secara
bebas dengan tidak mengurangi makna teori tersebut, dapat juga dalam bentuk
kutipan dari tulisan orang lain, yaitu kutipan langsung tanpa mengubah kata-kata
atau tanda bacaan, kemudian dianalisis dibandingkan dan dikonstuksikan, teori-
teori dan temuan-temuan itu harus relevan dengan permasalahan penelitian yang
akan dilakukan. Kegunaannya adalah untuk bahan acuan penelitian. Kebenaran
yang diperoleh dari penelitian tersebut karena ada acuan disebut kebenaran
koherensi, artinya terdapat relevansi dengan teori-teori yang telah dikemukakan
para ahli terdahulu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19 yang di update setiap harinya melalui laman web
Covid19.go.id, penyebaran Virus Corona 2019 atau yang sering disebut Covid-19
telah menyebar ke seluruh wilayah Provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus
terkonfirmasi sebanyak 8.882 kasus, yang masih dalam perawatan sebanyak
7.032, sembuh 1.107, dan meninggal sebanyak 743. Berikut 10 Wilayah Provinsi
yang memiliki jumlah kasus terbanyak yang terkonfirmasi terpapar Covid-19.

Tabel 4.1
SEPULUH PROVINSI TERTINGGI YANG TERPAPAR COVID-19 DI
INDONESIA
No Provinsi Terkonfirmasi Sembuh Meninggal
1 DKI Jakarta 3.798 335 353
2 Jawa Barat 912 93 77
3 Jawa Timur 785 138 87
4 Jawa Tengah 649 72 58
5 Sulawesi Selatan 440 99 36
6 Banten 370 33 39
7 Nusa Tenggara Barat 195 20 4
8 Bali 186 75 4
9 Kalimantan selatan 146 10 6
10 Papua 141 32 6
Sumber: Covid19.go.id (Update Tanggal 26 April 2020, Pukul 16.00)

Tabel diatas menunjukan Provinsi DKI Jakarta yang menduduki urutan


pertama kasus terbanyak yang terkonfirmasi terpapar Covid-19 dengan jumlah
kasus sebanyak 42,76%, dengan tingkat kematian sebanyak 3,97%. Kemudian
Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur berada pada posis kedua dan ketiga dengan
persentase kasus sebanyak 8,83% dan 7,30%.
Dengan adanya peningkatan jumlah kasus yang terkonfirmasi serta jumlah
kematian yang semakin signifikan, pemerintah mengambil langkah untuk
melakukan pencegahan penyebarluasan Covid-19 di seluruh wilayah yang ada di
Indonesia. Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Keppres No.11/2020 yang
memutuskan Status Darurat Kesehatan untuk menghadapi Pandemi Corona
tersebut. Yang kemudian disusul dengan terbitnya PP No.21/2020 yang mengatur
pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tanggal dan hari
yang sama.
Pembatasan Sosial Berskala Besar juga telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2008 tentang Kekarantinaan Kesehatan. PSBB merupakan
bagian dari kekarantinaan kesehatan yang didefinisikan sebagai pembatasan
kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi. Sehingga pemerintah mengambil
kebijakan PSBB yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyebarluasan
penyakit kesehatan masyarakat (KKM) yang terjadi antarorang di suatu wilayah
tertentu.
Dalam penerapannya, Pembatsan Sosial berskala besar diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, yang kemudian diterbitkan
Peraturan Menteriu Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang merupakan pedoman
pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Peraturan Menteri Kesehatan
tersebut mengatur beberapa hal yang harus dipatuhi atau yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. Beberapa hal yang merupakan penerapan dari pembatasan
sosial berskala besar ini adalah (1) Liburan sekolah dan tempat kerja, (2)
Pembatasan kegiatan keagamaan, (3) Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum15.

15
UU No. 6 Tahun 2008 Tentang kekarantinaan Kesehatan Pasal 59 ayat (3)
Setiap daerah yang akan melakukan PSBB, harus mendapatkan
persetujuan dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan ketentuan harus
memenuhi kriteria untuk melaksanakan PSBB, diantaranya adalah jumlah kasus
serta peningkatan jumlah kematian di wilayah tersebut.
Pemerintah daerah sebelum mengambil tindakan untuk melakukan PSBB
di daerahnya, harus benar-benar mengkaji terlebih dahulu tentang kesiapan suatu
daerah baik dari aspek anggaran serta dampak yang akan dihadapi pasca
pemberlakuan kebijakan tersebut.
Pemberlakuan PSBB ini akan menimbulkan bebarapa dampak baik dari
aspek Ekonomi, sosial budaya, transportasi dan lain sebagainya.

Dampak Ekonomi
Dengan adanya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau
PSBB, menurut Ekonom Institute for Development of Economics & Finance
(INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara, PSBB akan berdampak pada semua
sektor bisnis yang ada di wilayah yang melakukan PSBB tersebut, terutama pada
sektor-sektor yang bukan penyedia kebutuhan dasar publik sebagaimana yang
telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Dampak dari
pemberlakuan PSBB ini sangat dirasakan oleh masyarakat yang memiliki
pekerjaan dalam bidang informal, seperti Tukan Ojek Online. Dalam Peraturan
Menteri kesehatan tersebut, pemerintah melarang Driver Ojek online untuk
mengangkut penumpang.
Selain Driver ojek Online, masih banyak juga masyarakat yang merasa
resah dengan adanya PSBB. Seseprti para Tenaga Harian Lepas, pedagang
asongan, dan lainnya, kemudian beranggapan bahwa PSBB hanya akan
menghalangi mereka untuk mencari nafkah. Setelah PSBB diberlakukan, banyak
yang kehilangan pekerjaan dan alhasil tidak dapat manafkahi keluarganya dengan
baik.
Apabila pemberlakuan PSBB ini tidak diiringi dengan pemberian jaminan
kepada masyarakat yang terdampak, diprediksikan Indonesia akan mengalami
krisis ekonomi dan akan menambah dampak yang lain seperti tingginya angka
kriminalitas seperti pencurian, pemalakan, sampai dengan tindakan pembunuhan.
Hal tersebut menurut Pengamat Kriminologi, Yudhi Pratama, dikarenakan
pendapatan yang sedikit sedangkan kebutuhan akan biaya sangat besar.

Dampak Sosial Budaya


Pembatasan Sosial Berskala Besar diberlakukan dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya penyebarluasan Covid-19 di seluruh wilayah Indonesia.
Dibalik tujuannya yang mulia itu, PSBB juga memiliki dampak sosial budaya di
masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dengan dibatasinya kegiatan-kegiatan
masyarakat yang hanya dilakukan di lingklungan rumahnya masing-masing
sehingga menimbulkan kurangnya interaksi antara individu yang satu dengan
yang lainnya. Budaya saling sapa antara tetangga dengan cara-cara yang khas pun
ikut berubah.
Pembatasan kegiatan masyarakat yang hanya dilakukan di lingkungan
rumah menjadikan masyarakat sebagai pribadi yang individualism. Kegiaatan
merekapun hanya sebatas menonton Telivisi (TV), apalagi pada saat ini Remaja
sedang kecanduan menonton Drama Korea. Hampir seluruh waktu kosongnya
hanya digunakan untuk menonton Drama Korea saja. Diperkirakan setelah
pandemic ini berakhir, dan PSBB di cabut oleh pemerintah, perilaku masyarakat
akan berubah. Karena mereka susah untuk keluar dalam zona nyamannya, serta
yang lebih buruk lagi mereka akan meniru adegan-adegan serta gaya hidup seperti
yang mereka tonton.
Kegiatan masyarakat yang hanya dilakukan dirumah, dikhawatirkan juga
terjadinya Cyber Crime (Kejahatan Dunia Maya). Hal ini dapat terjadi karena
tidak meratanya penguasaan teknologi oleh masyarakat serta kurangnya
pengetahuan tentang keamanan teknologi informasi. Apalagi Pemerintah
mewajibkan Work From Home (WFH), dan belajar di rumah dengan
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Baru-baru ini, pengguna aplikasi
yang dapat menghubungkan antara guru dan murid mengalami pelonjakan.

Dampak Transportasi
Setelah diberlakukan PSBB berdampak pula pada transportasi massal
seperti Kereta Rel Listrik (KRL), LRT, maupun MRT. Transportasi yang
menggunakan rel ini secara otomatis mengurangi jam operasionallnya serta
mewajibkan setiap penumpang untuk menggunakan masker.
Pembatasan jam operasional transportasi tersebut menimbulkan
penumpukkan penumpang kereta di beberapa stasiun. PSBB dilakukan untuk
mencegah penyebarluasan Virus dengan melakukan Physical distancing, tapi
kenyataannya malah menyebabkan terjadi penumpukan penumpang yang
menggunakan jasa transportasi umum itu.

V. KESIMPULAN
Penyebaran Covid-19 di Indonesia telah meluas ke seluruh provinsi.
Berdasarkan data yang didapatkan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19 yang dirilis setiap hari melalui laman web resmi Covid19.co.id, jumlah
kasus yang terkonjfirmasi sebanyak 8882 kasus, sembuh 1107, dan meninggal
sebanyak 743 kasus. Peningkatan kasus yang sangat signifikan tersebut membuat
pemerintah mengambil keputusan untuk melakukan Pembatasan Sosial berskala
besar pada wilayah yang memiliki jumlah kasus yang tergolong tinggi serta
tingkat kematiannya yang juga tinggi. Pembatasan sosial berskala besar tersebut
dalam penerapannya membatasi beberapa hal, yaitu, (1) Liburan sekolah dan
tempat kerja, (2) Pembatasan kegiatan keagamaan, (3) Pembatasan kegiatan di
tempat atau fasilitas umum16.
Dengan adanya pembatasan tersebut, diharapkan mampu untuk mencegah
penyebarluasan virus Covid-19 di suatu wilayah. Namun pada kenyataannya,
PSBB ini juga menimbulkan beberapa dampak baik dari aspek ekonomi, sosial
budaya, maupun transportasi di Indonesia.

16
UU No. 6 Tahun 2008 Tentang kekarantinaan Kesehatan Pasal 59 ayat (3)
VI. DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Moh. Nazir. 2011. Metode Penelitian. Surabaya: Ghalia Indonesia.
Andi Prastowo. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Jogjakarta: Ar-ruzzmedia.

UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan;
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal;
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19);
Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kesehatan;
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana Dalam Keadaan Tertentu;
Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
LAINNYA
https://covid19.go.id/peta-sebaran, diakses pada tanggal 26 April 2020.
https://news.detik.com/kolom/d-4963967/konsekuensi-yuridis-pembatasan-sosial-
berskala-besar, diakses pada tanggal 16 April 2020.
https://economy.okezone.com/read/2020/04/18/320/2201111/9-fakta-dampak-
psbb-ke-transportasi-penumpukan-hingga-krl-tetap-beroperasi. diakses
pada tanggal 17 April 2020.
https://economy.okezone.com/read/2020/04/18/320/2201111/9-fakta-dampak-
psbb-ke-transportasi-penumpukan-hingga-krl-tetap-beroperasi. diakses
pada tanggal 17 April 2020.

Anda mungkin juga menyukai