Anda di halaman 1dari 48

TUGAS UTS

MANAJEMEN PENANGANAN COVID-19 OLEH PEMERINTAH


DAERAH PROVINSI NTT DAN
PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT

(Ilmu Sosial Perilaku)

Oleh :

Kelompok

(KELAS A)

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih karunia dan
damai sejahtera yang selalu tercurah melimpah, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah Manajemen Penanganan Covid-19 oleh Pemerintah
Daerah Provinsi NTT dan Perilaku Kesehatan Masyarakat. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Pada tanggal 12 Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel
corona virus pada manusia dengan sebutan Coronavirus Disease (Covid-19). Pada
tanggal 2 Maret 2020 Indonesia telah melaporkan 2 kasus konfirmasi Covid-19.
Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi.
Penulis sadar bahwa negara Indonesia bahkan seluruh dunia mengalami dampak
dampak dari pandemi Covid-19 yang sedang terjadi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Makalah Manajemen Penanganan
Covid-19 oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTT dan Perilaku Kesehatan
Masyarakat masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya, untuk itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis
harapakan demi kesempurnaan dari penulisan Makalah Manajemen Penanganan
Covid-19 oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTT dan Perilaku Kesehatan
Masyarakat.

Kupang, 15 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
Judul Halaman

Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II KAJIAN KONSEPTUAL
2.1 Konsep Manajemen
2.2 Konsep Kesehatan
2.3 Konsep Kesehatan Masyarakat
2.4 Konsep Perilaku
2.5 Konsep Perilaku Kesehatan Masyarakat
BAB III METODOLOGI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Corona virus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan corona virus jenis baru yang
belum pernah d iidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua
jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat
menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS)
dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala
gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa
inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada
kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom
pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Pada tanggal 31
Desember 2019, China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang
tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada
tanggal 7 Januari 2020, China mengidentifikasi kasus tersebut sebagai jenis
baru corona virus. Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO menetapkan kejadian
tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
(KKMMD)/Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) dan
pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19 sebagai
pandemi.
Berkaitan dengan kebijakan penanggulangan wabah penyakit
menular, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1991 tentang Penangulangan Wabah Penyakit Menular, dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan.

1
2

Untuk itu dalam rangka upaya penanggulangan dini wabah COVID-


19, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel
Corona virus (Infeksi 2019-nCoV) sebagai Jenis Penyakit Yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya. Penetapan didasari
oleh pertimbangan bahwa Infeksi Novel Corona virus (SARS-CoV-2) telah
dinyatakan WHO sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC).
Selain itu meluasnya penyebaran COVID-19 ke berbagai negara
dengan risiko penyebaran ke Indonesia terkait dengan mobilitas PEDOMAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN 18 CORONAVIRUS DISEASE
(COVID-19) REVISI KE-5, penduduk memerlukan upaya penanggulangan
terhadap penyakit tersebut. Peningkatan jumlah kasus berlangsung cukup
cepat, dan menyebar ke berbagai negara dalam waktu singkat. Sampai dengan
tanggal 9 Juli 2020, WHO melaporkan 11.84.226 kasus konfirmasi dengan
545.481 kematian di seluruh dunia (Case Fatality Rate/CFR 4,6%). Indonesia
melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus meningkat dan
menyebar dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia. Sampai dengan tanggal
9 Juli 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 70.736 kasus konfirmasi
COVID-19 dengan 3.417 kasus meninggal (CFR 4,8%).
Dilihat dari situasi penyebaran COVID-19 yang sudah hampir
menjangkau seluruh wilayah provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus
dan/atau jumlah kematian semakin meningkat dan berdampak pada aspek
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta
kesejahteraan masyarakat di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah
menetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19). Keputusan Presiden tersebut menetapkan COVID-19 sebagai jenis
penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dan
menetapkan KKM COVID-19 di Indonesia yang wajib dilakukan upaya
penanggulangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3

Selain itu, atas pertimbangan penyebaran COVID-19 berdampak


pada meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya
cakupan wilayah terdampak, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial
ekonomi yang luas di Indonesia, telah dikeluarkan juga Keputusan Presiden
Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam, Penyebaran
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional.
Penanggulangan KKM dilakukan melalui penyelenggaraan
kekarantinaan kesehatan baik di pintu masuk maupun di wilayah. Dalam
penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, setelah dilakukan
kajian yang cukup komprehensif Indonesia mengambil kebijakan untuk
melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pada
prinsipnya dilaksanakan untuk menekan penyebaran COVID-19 semakin
meluas, didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman,
efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Pengaturan PSBB ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor
21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan secara
teknis dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020
tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Sampai
saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun nasional masih dalam
risiko sangat tinggi. Selama pengembangan vaksin masih dalam proses, dunia
dihadapkan pada kenyataan untuk mempersiapkan diri hidup berdampingan
dengan COVID-19. Oleh karenanya diperlukan pedoman dalam upaya
pencegahan dan pengendalian COVID-19 untuk memberikan panduan bagi
petugas kesehatan agar tetap sehat, aman, dan produktif, dan seluruh
penduduk Indonesia mendapatkan pelayanan yang sesuai standar.
Pedoman pencegahan dan pengendalian COVID-19 disusun
berdasarkan rekomendasi WHO yang disesuaikan dengan perkembangan
pandemi COVID-19, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Penanganan COVID-19 Oleh Pemerintah Daerah Provinsi
NTT dan Perilaku Kesehatan Masyarakat?

1.3 Tujuan
Melaksanakan pencegahan dan pengendalian COVID-19 di Provinsi
NTT dan Perilaku Kesehatan Masyarakat.
BAB II
KAJIAN KONSEPTUAL

2.1 KONSEP MANAJEMEN


“Kebijakan belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan ibadah di rumah
perlu terus digencarkan untuk mengurangi penyebaran Covid-19," demikian
disampaikan Presiden Joko Widodo. (Kompas, 6 Maret 2020). Kebijakan tersebut
diambil dalam kondisi darurat pandemi Covid-19 yang jumlah kasusnya terus
bertambah. Sehingga untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19 kebijakan
tersebut tepat, meski dalam perjalanannya menimbulkan masalah baru bagi
kalangan masyarakat, baik pelajar, pekerja/karyawan, dan seluruh rakyat, oleh
karena seluruh kegiatan harus dilakukan di rumah, yang dikenal dengan istilah
Work From Home (WFH) dan menerapkan social distancing.

Dampak positif yang terjadi karena WFH dan social distancing antara lain
masyarakat lebih memperhatikan kesehatan, hubungan keluarga yang semakin
dekat, munculnya aktivitas-aktivitas baru yang produktif dan hemat,
meningkatnya literasi pemanfaatan IT, dan lainnya. Sementara dampak negatif
yang sangat dirasakan oleh masyarakat antara lain: terbatasnya aktivitas,
berkurangnya perputaran ekonomi masyarakat, model belajar dengan
menggunakan online menimbulkan kebosanan dan kejenuhan karena kurang
efektifnya interaksi secara online, dan lainnya.

Dampak negatif sangat mungkin menimbulkan stress. Stress tersebut bisa


dialami oleh siswa/mahasiswa yang biasa belajar di sekolah maupun kampus,
serta karyawan/pekerja yang biasa bekerja di kantor maupun perusahaan.
Kuantitas tuntutan yang diberikan dan kejenuhan, serta kekhawatiran akan di-
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari perusahaan tempat mereka bekerja dapat
menyebabkan stress tersendiri. Pada sisi lain, stress dialami oleh anggota keluarga
yang sakit dan yang meninggal karena COVID-19. Protokol Kesehatan yang
harus ditaati mengakibatkan tekanan tersendiri bagi penderita dan keluarga yang
tidak bisa merawat secara langsung. Demikian juga dengan keluarga yang
meninggal karena terkena virus corona, akan mendapatkan tekanan tersendiri dari
lingkungan sekitar, karena khawatir tertular.

Ruang Lingkup Stres di Masa Pandemi COVID-19

1. Stres Akademik
Stress akademik merupakan suatu keadaan atau kondisi berupa
gangguan fisik, mental atau emosional yang disebabkan ketidaksesuaian
antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa
sehingga mereka semakin terbebani dengan berbagai tekanan dan tuntutan

5
di sekolah. Stres akademik adalah respons yang muncul karena terlalu
banyaknya tuntutan dan tugas yang harus dikerjakan siswa/mahasiswa.
Kondisi stres disebabkan adanya tekanan untuk menunjukkan prestasi dan
keunggulan dalam kondisi persaingan akademik yang semakin meningkat
sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan tuntutan.
Stres akademik yang dialami siswa merupakan hasil persepsi yang
subjektif terhadap adanya ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan
dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa. Masalah yang dihadapi
siswa/mahasiswa ada masa pandemi COVID-19 ini selain tuntutan-
tuntutan yang dibebankan dengan model belajar mengajar secara daring.
Proses belajar menggunakan media online lebih melelahkan dan
membosankan, karena mereka tidak dapat berinteraksi langsung baik
dengan guru maupun teman lainnya. Dengan demikian mengakibatkan
frustrasi bagi siswa/mahasiswa, dan bila terus berlanjut dapat
menimbulkan stres.
Stres akademik juga dialami oleh mahasiswa yang menyelesaikan
studinya. Tugas-tugas lapangan tidak dapat dilakukan secara langsung,
membuat mahasiswa harus mengganti topik pembahasan, bahkan tidak
sedikit yang menunda untuk menyelesaikan tugas akhir. Kondisi tersebut
diperparah dengan kondisi keuangan yang dalam beberapa kasus
bermasalah, yang menyebabkan mahasiswa harus mengambil cuti.
Dampak yang terjadi akan mengakibatkan mahasiswa mengalami frustrasi
dan stres.
2. Stres Kerja
Di masa pandemi COVID-19 diterapkan social distancing dan
pekerja beraktivitas dari rumah (WFH). Semua kantor dan tempat usaha
tutup. Pabrik-pabrik juga ikut tutup. Bagi pekerja yang dapat beraktivitas
di rumah tidak menjadi masalah yang berarti. Akan tetapi bagi pekerja di
bidang jasa dan produksi yang mengharuskan di lokasi tempat kerja akan
menimbulkan masalah. Tidak adanya kepastian kapan masa pandemi covid
ini berakhir menimbulkan ketidakpastian bagi para pengusaha dan para
pekerja. Tidak sedikit perusahaan yang melakukan PHK, karena
mandeknya kegiatan. Sementara yang terus melakukan usaha mengalami
penurunan produktivitas. Inilah antara lain yang menimbulkan stres kerja
di masa pandemi COVID-19.
Secara teoretis, stres kerja menurut Beehr dan Franz (Bambang
Tarupolo 2002:17) adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa
sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi
kerja yang tertentu. Menurut Pandji Anoraga (2001:108) stres adalah suatu
bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu
perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan
mengakibatkan dirinya terancam. Kondisi stres akan mempengaruhi

6
emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu
berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada.
Apabila melihat kondisi yang ada, stres kerja pada masa pandemi
COVID-19 ini disebabkan social distancing yang mengakibatkan aktivitas
masyarakat berkurang. Dampaknya adalah menurunnya produktivitas.
Pada sisi lain, bagi pekerja yang mulai menerapkan WFO (Work From
Office) juga diliputi kecemasan yang menimbulkan stres tersendiri,
khawatir terkena virus corona, karena beberapa berita menyebutkan
munculnya klaster baru di perkantoran. Kondisi demikian terjadi antara
lain adanya karyawan tidak disiplin dalam menerapkan protokol
kesehatan. Manusia adalah makhluk sosial, yang biasa berinteraksi dengan
orang lain akan mengalami ketidaknyamanan apabila harus terus menerus
ada di rumah. Kondisi demikian apabila berlarut akan menimbulkan
tekanan jiwa tersendiri.
Pada sisi lain, banyaknya berita terkait dengan pandemi COVID-19
yang sering tidak jelas sumbernya membuat pekerja semakin khawatir
dalam melaksanakan aktivitas di luar rumah, sementara kebutuhan hidup
dan desakan ekonomi keluarga mengharuskan beraktivitas di luar rumah.
Kondisi demikian akan menimbulkan konflik. Kecemasan berpadu dengan
konflik akan memperparah tekanan jiwa seseorang. Dari uraian di atas
dapat dimengerti bahwa ketidakpastian situasi, masalah ekonomi, gaji
yang dipangkas, atau bahkan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)
menjadi faktor yang memicu terjadinya stres dalam kerja.
3. Stres dalam Keluarga
Ibu Rumah Tangga berpotensi mengalami stres saat pandemi
COVID-19. Kondisi demikian sangat mungkin terjadi mengingat budaya
patriarki yang masih dominan dalam masyarakat Indonesia. Mengurus
rumah tangga adalah pekerjaan ibu rumah tangga, yang secara formal
tertulis pada KTP seorang ibu rumah tangga. Saat diterapkan WFH di
masa pandemi Covid-19, maka seluruh anggota keluarga setiap hari dan
setiap saat berkumpul dalam rumah. Dengan demikian Ibu rumah tangga
yang mendapatkan beban terbesar dalam melakukan pekerjaannya. Selain
mengerjakan pekerjaan rutin mengurus rumah tangga, ibu juga harus
mendampingi anaknya belajar di rumah, dan tidak jarang ibu rumah
tangga mengambil peran sebagai guru bagi putra putrinya. Beban yang
ditanggung oleh ibu rumah tangga tidak hanya double birden, akan tetapi
bisa banyak beban yang ditanggungnya. Dapat dikatakan tiba-tiba semua
urusan dibebankan kepada ibu rumah tangga.
Inilah potensi yang dapat menyebabkan stres dalam keluarga. Stres
dalam keluarga bisa dialami oleh anak yang bosan dengan model
pembelajaran secara online, tanpa dapat bermain dan berinteraksi dengan
temannya. Demikian juga dengan suami sebagai kepala keluarga yang

7
harus bekerja dari rumah atau bahkan tidak bekerja, menganggur di rumah,
berdampak pada penurunan produktivitas dan pemasukan, dapat pula
memicu stres dalam keluarga. Dengan demikian, stres dalam keluarga
merupakan akumulasi dari stres akademik yang dialami anak, stres kerja
yang dialami orang tua (ayah atau ibu), diperburuk dengan kondisi
keluarga yang kurang harmonis, semakin memperkuat potensi stres dalam
keluarga. Stres memang tidak dapat dihindari, akan tetapi dapat diminalisir
dengan bertindak positif. Oleh sebab itu dibutuhkan manajemen stress
yang komprehensif dan holistik.

Mengelola Stres di Masa Pandemi COVID-19.


Sebelum mengelola stres perlu diketahui terlebih dahulu gejala-gejala
Stres pada masa Pandemi COVID-19. Di antara tanda-tandanya antara
lain:
1. Memiliki rasa khawatir atau takut yang berlebihan sehingga berpikir
yang tidak rasional
2. Memiliki pikiran negatif terhadap orang yang memiliki tanda-tanda
penderita
3. Mencari berita mengenai COVID-19 yang berlebihan sehingga tidak
dapat memilah berita yang akurat dan dapat memunculkan kecemasan
yang membuat seseorang mengalami sulit tidur
4. Sakit kepala, serta sakit fisik lainnya.

Berikut langkah-langkah yang ditawarkan dalam mengelola stres:

1. Mengenali Penyebab Stres di Masa Pandemi COVID-19.


Di saat pandemi ini yang menjadi sumber stres (stressor) adalah
berita mengenai COVID-19 dan pembatasan sosial yang dilakukan
oleh pemerintah. Oleh sebab itu masyarakat dituntut untuk bijak dalam
membaca berita. Harus dari sumber yang valid karena sering kali berita
hoax yang ada. Informasi yang ada harus dipilih dan dipilah. Mencari
informasi dari sumber yang terpercaya, adalah salah satu solusi, tidak
gampang percaya berita-berita yang mengakibatkan semakin cemas,
khawatir dan gelisah. Karena mempercayai berita yang membuat
kecemasan, kekhawatiran dan kegelisahan menjadi salah satu pemicu
stres. Dalam mengelola stress perlu diketahui faktor penyebab stress.
Dalam buku Kesehatan Mental karya Prof Dr. Zakiah Daradjat (2003)
disebutkan ada 3 hal yang menyebabkan kondisi tidak stres seseorang,
yaitu: frustrasi, konflik dan kecemasan.
a. Frustrasi
Yang dimaksud dengan frustrasi yaitu kenyataan yang ada
tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan. Kondisi demikian
sangat mungkin dialami oleh siswa/mahasiswa. Dalam kondisi

8
pandemi COVID-19 semua serba terbatas. Hampir seluruh proses
belajar mengajar dilakukan secara daring (online). Bagi
siswa/mahasiswa yang mempunyai fasilitas untuk dapat mengakses
PBM secara online tidak ada masalah. Akan tetapi faktanya tidak
seluruh wilayah di bumi Nusantara ini dapat mengakses fasilitas
berbasis IT tersebut. Anak akan stress, karena apa yang terjadi
tidak sesuai dengan harapan. Tidak ada alat komunikasi (HP) dan
paket data atau jaringan internet yang bagus dapat menjadi
penyebab tidak lancarnya proses belajar mengajar, sehingga
harapan siswa/mahasiswa tidak sesuai dengan kenyataan.
Frustrasi bisa juga dialami oleh mahasiswa yang
mengerjakan tugas akhir. Kondisi COVID-19 mengharuskan social
distancing, sehingga penelitian yang harusnya bisa dilakukan harus
ditunda atau harus ganti topik penelitian. Social distancing juga
dapat memicu frustrasi para pekerja atau pengusaha. Harapan akan
mendapatkan pemasukan atau keuntungan, malah merugi. Bahkan
dalam beberapa kasus terjadi proses PHK, yang sangat mungkin
akan menimbulkan frustrasi seseorang. Kondisi tersebut dapat
terjadi dalam keluarga, sehingga memicu stres dalam keluarga.
b. Konflik
Adanya pertentangan antara dua kepentingan atau lebih
dapat membuat orang mengalami kecemasan. Sebagai contoh bagi
pekerja, apakah dia harus WFH atau WFO, keduanya bisa
memunculkan konflik.
c. Kecemasan
Perpaduan antara konflik dan frustrasi dapat mengakibatkan
kecemasan. Kondisi inilah yang ditemukan pada beberapa kasus
pemicu stres. Sebagai contoh adanya deadline tugas yang harus
diselesaikan membuat siswa/mahasiswa merasa tertekan dalam
menghadapi kesehariannya yang akan berakibat timbulnya stres.
2. Mengendalikan Stres
Tekanan yang dihadapi seseorang tidak hanya menimbulkan stres
yang negatif (distress), akan tetapi bisa juga menjadi stres yang positif
(eusstres). Butuh pengendalian jiwa yang matang (dewasa) agar
kondisi yang ada menjadi hal yang positif. Stres dapat
dikonseptualisasikan dari berbagai macam sudut pandang, yaitu stres
sebagai stimulus, stres sebagai respons, dan stres sebagai interaksi
antara individu dan lingkungan.
a. Stres sebagai ‘stimulus’
Pendekatan ini menitikberatkan pada lingkungan dan
menggambarkan stres sebagai suatu stimulus dengan keseluruhan
perlawanan perilaku coping Kondisi pandemi COVID-19 menjadi

9
stimulus seseorang mengalami stres. Akan tetapi tidak sedikit
dijumpai kondisi tersebut sebagai titik awal yang mendorong untuk
berpikir kritis, logis dan realistis, sehingga muncul ide-ide
cemerlang dan menciptakan karya-karya inovasi.
b. Stres sebagai ‘respons’
Pendekatan ini memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap
stressor dan menggambarkan stres sebagai suatu respons (atau
stres sebagai variabel tertentu). Kondisi pandemi covid ini
direspons dengan positif oleh sebagian orang. Dalam dunia
pendidikan, misalnya, muncul sebagian model pembelajaran
dengan menggunakan media online. Guru dan siswa “dipaksa”
menjadi melek IT dan memanfaatkan media online untuk belajar.
c. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan.
Pendekatan ini menggambarkan stres sebagai suatu proses yang
meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi
hubungan antara individu dengan lingkungan. Interaksi antara
manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut
sebagai hubungan transaksional. Di dalam proses hubungan ini
termasuk juga proses penyesuaian. Kemampuan adaptasi menjadi
prasyarat untuk bertahan di masa pandemi COVID-19.
3. Mengatasi stres (stress coping)
Stres dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosi
seseorang. Maka dari itu penting bagi setiap orang untuk memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam mengatasi stres. Dengan
memahami teori dan konsep stres, seseorang dapat memiliki kuasa
penuh dalam mengontrol diri dan emosinya sehingga ia dapat
mengoptimalkan kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya. Yang
perlu ditekankan juga dalam mengatasi stres ialah bahwa kita tidak
memiliki kendali terkait penyebab stres, tetapi kita mampu mengontrol
bagaimana kita bereaksi terhadap stres tersebut. Menurut Lazzarus dan
Folkman, coping stress merupakan suatu proses di mana individu
mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan
(baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang
berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka
gunakan dalam menghadapi situasi penuh tekanan.
Secara umum, stres dapat diatasi dengan melakukan transaksi
dengan lingkungan di mana hubungan transaksi ini merupakan suatu
proses yang dinamis. (Lazarus & Folkman:1984). Terdapat dua macam
fungsi, coping stress, yaitu:
a. Emotion-focused coping
Digunakan untuk mengatur respons emosional terhadap stress.
Pengaturan ini melalui perilaku individu, seperti penggunaan obat

10
penenang, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak
menyenangkan, melalui strategi kognitif. Bila individu tidak
mampu mengubah kondisi yang stressfull, individu akan cenderung
untuk mengatur emosinya.
b. Problem-focused coping
Untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan
mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru.
Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya
yakin akan dapat mengubah situasi. Metode atau fungsi masalah ini
lebih sering digunakan oleh orang dewasa.
Ada delapan strategi coping yang berbeda yang secara umum
dikenal dalam psikologi, yaitu: 1. konfrontasi, 2. mencari
dukungan sosial, 3. merencanakan pemecahan masalah dikaitkan
dengan problem-focused coping, 4. kontrol diri, 5. membuat jarak,
6. penilaian kembali secara positif, 7. menerima tanggung jawab,
dan 8. lari atau penghindaran.
PMI menyebutkan 5 teknik manajemen stress dalam buku Panduan
Manajemen Stres.
a. Mengenal diri sendiri.
Mengetahui kekuatan, kelemahan, hal-hal yang disukai dan
yang tidak disukai dapat membantu kita memetakan ke arah
mana kehidupan akan kita bawa. Dengan mengenal diri sendiri,
akan lebih mudah untuk menentukan cara dan strategi apa yang
tepat untuk meringankan stres.
b. Peduli diri sendiri.
Setelah mengetahui diri secara mendalam, maka kebutuhan-
kebutuhan dan kewajiban juga akan tampak. Memenuhi
kebutuhan diri sendiri merupakan salah satu cara untuk
mengatur stres yang dihadapi. Peduli akan diri sendiri dapat
dimulai dengan mencoba pola hidup sehat, bersosialisasi
dengan teman dan sanak saudara, merencanakan kegiatan yang
realistis dan menjalani hobi.
c. Perhatikan keseimbangan.
Sebagaimana manusia yang dianugerahi beberapa aspek dalam
dirinya, maka kelima aspek ini harus dipelihara dan dipenuhi
secara seimbang. Lima aspek pemeliharaan diri ini adalah:
Aspek Mental Emosional, Aspek Intelektual, Aspek Fisik,
Aspek Spiritual dan Aspek Rekreasional
d. Bersikap proaktif dalam mencegah gangguan stres dengan
merawat kelima aspek di atas dengan baik dan rutin agar
menjadi sosok yang resilien dan memiliki kemampuan dan
kekuatan lebih dalam menghadapi stres.

11
e. Sinergi: Langkah-langkah sebelumnya ialah satuan proses yang
perlu dilakukan secara berurutan dan terpadu dengan kehendak
dan kesadaran penuh untuk bangkit dari keterpurukan dan stres.
(Palang Merah Indonesia: 2015)
WHO merumuskan strategi untuk menghadapi stres selama pandemi
Covid-19:
a. Merasa sedih, tertekan, bingung, takut dan marah adalah hal yang
lumrah selama krisis terjadi. Berbincang dan berbagi cerita dengan
orang-orang yang dapat dipercayai bisa membantu mengurangi rasa
tertekan yang dialami.
b. Selama pandemi ini, berdiam di rumah lebih dianjurkan untuk
meminimalisir penyebaran virus dan kontak fisik dengan orang
banyak. Menjaga gaya hidup sehat dengan asupan gizi yang cukup,
pola tidur yang baik, olahraga dan berinteraksi dengan orang-orang
yang disayang bisa dilakukan selama berdiam di rumah.
c. Menghindari rokok, alkohol dan narkotika untuk menyelesaikan
masalah emosi.
d. Mencari fakta-fakta dan info terbaru yang dapat membantu dalam
menentukan tahap pencegahan yang tepat dan menghindari berita-
berita yang tidak valid dan kredibel.
e. Mengurangi kecemasan dengan membatasi media yang menyebarkan
informasi yang membuat semakin cemas dan takut.
f. Mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki untuk mengatur emosi
selama masa pandemi ini. Setiap orang memiliki cara mengatasi stres
yang berbeda-beda, cara ini perlahan berubah menjadi kebiasaan jika
dilakukan terus menerus. Ada yang menghadapi stress dengan cara
yang sehat, atau justru memperburuk keadaan dengan melakukan hal-
hal di luar batas. Berpikir positif dengan selalu menjaga imunitas
tubuh dan spiritualitas menjadi salah satu cara agar terhindar dari
stress. Memanfaatkan waktu yang sebaik-baiknya untuk beraktivitas
secara positif dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan menjadi
solusi dalam menghadapi stress di masa pandemi COVID-19.

2.2 KONSEP KESEHATAN


Secara sederhana physical distancing dan social distancing merupakan
langkah atau kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk membatasi ruang
gerak masyarakat dalam melakukan interaksi sosialnya dengan orang lain dengan
maksud dan tujuan tertentu dalam hal ini sebagai pencegahan penyebaran infeksi
COVID-19. Sejumlah pengamat telah mengkategorikan COVID-19 sebagai
penyakit yang berbaya dan mematikan. Orang yang terinfeksi COVID-19 ditandai
akan mengalami gejala flu yang disertai demam, pilek, batuk kering, sakit

12
tenggorokan, dan sakit kepala. Terlebih telah ditemukan pada sejumlah kasus
ditemukan pasien yang memiliki imunitas sangat lemah dapat berakibat fatal
apabila tidak mendapatkan penanganan medis secara cepat dan tepat yakni dapat
mengakibatkan kematian.

COVID-19 dapat menginfeksi melalui berbagai cara seperti dapat


ditularkan melalui kontak fisik yang meliputi kontak seksual, kontak fisik tidak
langsung misalnya dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi,atau
transmisi melalui udara, atau dapat juga mengenai percikan atau droplet yang
berasal dari batuk atau bersin. Kebijakan physical distancing dan social
distancing yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia merupakan kebijakan yang
tepat untuk mengurangi dampak penyebaran infeksi COVID-19 di Indonesia.
Kebijakan yang dipilihpun telah sesuai dengan himbauan WHO terkait physical
distancing dan social distancing.

Hal ini dapat kita temukan di tempat-tempat umum, dimana kita dapat
melihat simbol physical distancing yang menandakan jarak seseorang dengan
orang lain seperti yang terdapat pada halte bus, stasiun kereta api, supermarket,
hingga angkutan umum sudah mulai menggunakan nomor atau tanda jarak untuk
menjaga batas pengunjung agar terhindar dari kontak fisik dengan pengunjung
lainnya. Dengan penerapan protokol-protokol kesehatan dan upaya-upaya yang
perlu diperhatikan oleh masyarakat luas untuk selalu menjaga kebersihan dan
menerapkan pola hidup sehat sehingga masyarakat terhindar dari bahaya
penularan dan dampak gangguan kesehatan dari penularan COVID-19.

2.3 KONSEP KESEHATAN MASYARAKAT


Manajemen kesehatan masyarakat merupakan serangkaian kegiatan
kesehatan masyarakat yang dilakukan terhadap kasus. Kegiatan ini meliputi
kegiatan karantina/isolasi, pemantauan, pemeriksaan spesimen, penyelidikan
epidemiologi, serta komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat. Karantina
adalah proses mengurangi risiko penularan dan identifikasi dini COVID-19
melalui upaya memisahkan individu yang sehat atau belum memiliki gejala
COVID-19 tetapi memiliki riwayat kontak dengan pasien konfirmasi COVID-19
atau memiliki riwayat bepergian ke wilayah yang sudah terjadi transmisi lokal.
Isolasi adalah proses mengurangi risiko penularan melalui upaya memisahkan
individu yang sakit baik yang sudah dikonfirmasi laboratorium atau memiliki
gejala COVID-19 dengan masyarakat luas. Upaya karantina/isolasi dilakukan
sesuai kondisi dan status kasus.
1. Manajemen Kesmas pada Kasus Suspek
Apabila menemukan kasus Suspek maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:

13
a. Isolasi sosial dilakukan sejak seseorang dinyatakan sebagai kasus
suspek. Isolasi dapat dihentikan apabila telah memenuhi kriteria
discarded.
b. Pengambilan spesimen untuk penegakan diagnosis Pengambilan
spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium setempat yang
berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi
pemantauan.
c. Pemantauan sejak mulai munculnya gejala. Pemantauan terhadap
suspek dilakukan berkala selama menunggu hasil pemeriksaan
laboratorium. Pemantauan dapat melalui telepon atau melalui
kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat pada formulir
pemantauan harian sebagaimana terlampir. Pemantauan dilakukan
dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala harian.
Pada suspek yang melakukan isolasi mandiri di rumah,
pemantauan dilakukan oleh petugas FKTP dan berkoordinasi
dengan dinas kesehatan setempat. Pemantauan dapat dihentikan
apabila hasil pemeriksaan RT-PCR selama 2 hari berturut-turut
dengan selang waktu >24 jam menunjukkan hasil negatif. Kasus
suspek yang sudah selesai isolasi dan pemantauan, dapat
diberikan surat pernyataan selesai masa pemantauan.
d. Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kasus
termasuk kontak eratnya berupa informasi mengenai COVID-19,
pencegahan penularan, tatalaksana tindak lanjut jika terjadi
perburukan, dan lain-lain. Suspek yang melakukan isolasi mandiri
harus melakukan kegiatan sesuai dengan protokol isolasi mandiri.
e. Penyelidikan epidemiologi dilakukan sejak seseorang dinyatakan
sebagai suspek, termasuk dalam mengidentifikasi kontak erat.
2. Manajemen Kesmas pada Kasus Probable
Apabila menemukan kasus probable maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:
a. Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria. Isolasi pada kasus
probable dilakukan selama belum dinyatakan selesai isolasi.
b. Pemantauan terhadap kasus probable dilakukan berkala selama
belum dinyatakan selesai isolasi sesuai dengan definisi operasional
selesai isolasi. Pemantauan dilakukan oleh petugas FKRTL. Jika
sudah selesai isolasi/pemantauan maka dapat diberikan surat
pernyataan.
c. Apabila kasus probable meninggal, tatalaksana pemulasaraan
jenazah sesuai protokol pemulasaraan jenazah kasus konfirmasi
COVID-19.
d. Penyelidikan epidemiologi tetap dilakukan terutama untuk
mengidentifikasi kontak erat.

14
e. Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko kepada kontak
erat kasus berupa informasi mengenai COVID-19, pencegahan
penularan, pemantauan perkembangan gejala, dan lain-lain.
3. Manajemen Kesmas pada Kasus Konfirmasi
Apabila menemukan kasus konfirmasi maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:
a. Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria. Isolasi pada kasus
konfirmasi dilakukan selama belum dinyatakan selesai isolasi.
b. Pengambilan spesimen pada kasus dengan gejala berat/kritis untuk
follow up pemeriksaan RT-PCR dilakukan di rumah sakit. Pada
kasus tanpa gejala, gejala ringan, dan gejala sedang tidak perlu
dilakukan follow up pemeriksaan RT-PCR.
c. Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium
setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes
atau lokasi pemantauan. Pengiriman spesimen disertai formulir
penyelidikan epidemiologi.
d. Pemantauan terhadap kasus konfirmasi dilakukan berkala selama
belum dinyatakan selesai isolasi sesuai dengan definisi operasional
selesai isolasi. Pada kasus konfirmasi yang melakukan isolasi
mandiri di rumah, pemantauan dilakukan oleh petugas
FKTP/FKRTL berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat.
Pemantauan dapat melalui telepon atau melalui kunjungan secara
berkala (harian) dan dicatat pada formulir pemantauan harian
sebagaimana terlampir. Pemantauan dilakukan dalam bentuk
pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala harian. Jika sudah
selesai isolasi/pemantauan maka dapat diberikan surat pernyataan.
Pasien tersebut secara konsisten juga harus menerapkan protokol
kesehatan.
e. Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kasus
termasuk kontak eratnya berupa informasi mengenai COVID-19,
pencegahan penularan, tatalaksana lanjut jika terjadi perburukan,
dan lain-lain. Kasus konfirmasi yang melakukan isolasi mandiri
harus melakukan kegiatan sesuai dengan protokol isolasi mandiri.
f. Penyelidikan epidemiologi pada kasus konfirmasi juga termasuk
dalam mengidentifikasi kontak erat.
4. Manajemen Kesmas pada Kontak Erat
Apabila menemukan kontak erat maka dilakukan manajemen kesmas
meliputi:
a. Dilakukan karantina sesuai dengan kriteria. Karantina dilakukan
sejak seseorang dinyatakan sebagai kontak erat selama 14 hari
sejak kontak terakhir dengan dengan kasus probable atau

15
konfirmasi COVID-19. Karantina dapat dihentikan apabila selama
masa karantina tidak menunjukkan gejala (discarded).
b. Pemantauan dilakukan selama masa karantina. Pemantauan
terhadap kontak erat dilakukan berkala untuk memantau
perkembangan gejala. Apabila selama masa pemantauan muncul
gejala yang memenuhi kriteria suspek maka dilakukan tatalaksana
sesuai kriteria. Pemantauan dapat melalui telepon atau melalui
kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat pada formulir
pemantauan harian. Pemantauan dilakukan dalam bentuk
pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala harian. Pemantauan
dilakukan oleh petugas FKTP dan berkoordinasi dengan dinas
kesehatan setempat.
c. Kontak erat yang sudah selesai karantina/pemantauan, dapat
diberikan surat pernyataan.
d. Bagi petugas kesehatan yang memenuhi kriteria kontak erat yang
tidak menggunakan APD sesuai standar, direkomendasikan untuk
segera dilakukan pemeriksaan RT-PCR sejak kasus dinyatakan
sebagai kasus probable atau konfirmasi.
1) Apabila hasil positif, petugas kesehatan tersebut melakukan
isolasi mandiri selama 10 hari. Apabila selama masa isolasi,
muncul gejala dilakukan tata laksana sesuai kriteria kasus
konfirmasi simptomatik.
2) Apabila hasil negatif, petugas kesehatan tersebut tetap
melakukan karantina mandiri selama 14 hari. Apabila selama
masa karantina, muncul gejala dilakukan tata laksana sesuai
kriteria kasus suspek.
e. Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kontak
erat berupa informasi mengenai COVID-19, pencegahan
penularan, tatalaksana lanjut jika muncul gejala, dan lain-lain.
f. Penyelidikan epidemiologi dilakukan ketika kontak erat
mengalami perkembangan gejala sesuai kriteria kasus
suspek/konfirmasi.
5. Manajemen Kesmas pada Pelaku Perjalanan
Dalam rangka pengawasan pelaku perjalanan dalam negeri (domestik)
maupun luar negeri, diharuskan untuk mengikuti ketentuan sesuai
protokol kesehatan ataupun ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Bagi pelaku perjalanan yang akan berangkat ke luar
negeri harus mengikuti protokol yang sudah ditetapkan negara tujuan.
Protokol kesehatan dilakukan sesuai dengan penerapan kehidupan
masyarakat produktif dan aman terhadap COVID-19.
Seluruh penumpang dan awak alat angkut dalam melakukan
perjalanan harus dalam keadaan sehat dan menerapkan prinsip-prinsip

16
pencegahan dan pengendalian COVID-19 seperti menggunakan
masker, sering mencuci tangan pakai sabun atau menggunakan hand
sanitizer, menjaga jarak satu sama lain (physical distancing),
menggunakan pelindung mata/wajah, serta menerapkan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Selain menerapkan prinsip-prinsip
tersebut, penumpang dan awak alat angkut harus memiliki persyaratan
sesuai dengan peraturan kekarantinaan yang berlaku.
Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di bandar udara atau
pelabuhan kedatangan melakukan kegiatan pemeriksaan suhu tubuh
terhadap penumpang dan awak alat angkut, pemeriksaan lain yang
dibutuhkan serta melakukan verifikasi kartu kewaspadaan kesehatan
atau Health Alert Card (HAC) secara elektronik maupun non
elektronik. Untuk, peningkatan kewaspadaan, dinas kesehatan daerah
provinsi/kabupaten/kota dapat mengakses informasi kedatangan
pelaku perjalanan yang melalui bandara atau pelabuhan ke wilayahnya
melalui aplikasi electronic Health Alert Card (eHAC).
Penemuan kasus di pintu masuk dapat menggunakan formulir
notifikasi penemuan kasus pada pelaku perjalanan sebagaimana
terlampir. Penekanan pengawasan pelaku perjalanan dari luar negeri
dilakukan untuk melihat potensi risiko terjadinya kasus importasi
sehingga perlu adanya koordinasi antara KKP dengan dinas kesehatan.

2.4 KONSEP PERILAKU


Perilaku merupakan perbuatan, tindakan dan perkataan seseorang yang
sifatnya dapat diamati dan dicacat oleh orang lain. Perilaku adalah semua kegiatan
atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak luar, (Notoatmodjo, 2003). Perilaku tertutup adalah respon
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert).
Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka.
Berdasarkan sifatnya perilaku dapat dibagi menjadi dua yaitu perilaku baik
dan perilaku buruk. Seseorang dikatakan melakukan perbuatan baik, apabila
tindakan yang dilakukan sesuai dengan tata nilai yang dianut oleh kelompok
masyarakat dimana ia berada. Demikian sebaliknya, seseorang dikatakan
melakukan perbuatan buruk apabila tindakannya tidak sesuai dengan nilai dan
pandangan masyarakat yang bersangkutan. Tolak ukur perilaku yang baik dan

17
buruk ini pun dinilai dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Baik itu
norma agama, hukum, kesopanan, kesusilaan dan norma-norma lainnya.

Tim ahli WHO (1984), menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan


Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan
lain-lain.

2. Orang penting sebagai referensi


Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan
cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi
seperti : guru, kepala suku dan lain-lain.

3. Sumber-sumber daya
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,
ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat
bersifat positif maupun negatif.

4. Kebudayaan
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu
masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan.
Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya
kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

Robert Kwick (1994) menyatakan perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari (Soekidjo Notoatmodjo,
1997).

18
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang itu berperilaku.
Oleh karena itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda-beda
penyebab atau latar belakangnya.

2.2. RUANG LINGKUP PERILAKU


2..2.1. DOMAIN PERILAKU
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya
tiga area, wilayah, ranah atau domain perilaku yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Dalam perkembangan ini dikembangkan menjadi tiga tingkat yaitu:

1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :

 Tahu (know), tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang


telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: Untuk
mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan
pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak kurang gizi.
 Memahami (comprehension), memahami suatu objek bukan sekedar tahu
terhadap objek tersebut, tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui. Misalnya, orang yang memahami
pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar mnyebutkan
3M (mengubur, menutup dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan
mengapa harus menutup, mengubur, dan menguras.
 Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses
perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di
tempat ia bekerja atau dimana saja.
 Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

19
dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Seseorang dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aides Agepty dengan nyamuk
biasa.
 Sintesis (synthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya,
dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang
hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang
artikel yang telah dibaca.
 Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Misalnya, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana,

1. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan
emosi yang bersangkutan, sikap ini terdiri dari berbagai tindakan yaitu:

1. Menerima (receiving), bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan


stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap periksa
hamil, dapat diketahui dan diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan
penyuluhan di lingkungannya.
2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya. Misalnya,
ibu yang mengikuti penyuluhan antenatal care diminta menanggapi oleh
penyuluh, kemudian ia menanggapinya.
3. Menghargai (valuing), diartikan seseorang memberikan nilai positif
terhadap objek atau stimulus. Misalnya, ibu mendiskusikan antenatal care
dengan suaminya.
4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling

20
tinggi. Misalnya, ibu berani mengorbankan waktunya demi ikut
penyuluhan antenatal care.
5. Tindakan atau Praktik (Practice)
Praktik atau tindakan dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya,
yaitu:

 Praktik terpimpin (guided respons), apabila seseorang melakukan sesuatu


tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya,
seorang ibu hamil memeriksakan kandungannya jika sudah diingatkan bidan.
 Praktik secara mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah
melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis. Misalnya,
seorang ibu membawa anaknya ke posyandu secara rutin tanpa menunggu
perintah dari kader atau petugas kesehatan.
 Adopsi (adoption), tindakan atau praktik yang sudah berkembang.
Misalnya, menggosok gigi bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan
teknik-teknik yang benar.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini dapat dibedakan menjadi dua
perilaku, yaitu :

1. Perilaku tertutup (covert behavior), yaitu respons seseorang terhadap


bentuk terselubung atau tertutup (covert).
2. Perilaku terbuka (overt behavior), yaitu respons seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Proses pembentukan dan perubahan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam individu dan dari luar individu
(Notoatmodjo, 2003 ), yaitu :

1. Faktor dari dalam individu, berupa karakteristik orang yang bersangkutan,


yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan.

21
2. Faktor dari luar individu, berupa lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

2.3.   PEMBENTUKAN PERILAKU
Perilaku manusia sebagian besar ialah perilaku yang dibentuk dan dapat dipelajari.
Berikut ini adalah cara terbentuknya perilaku seseoarang (Walgio, 2003):

1. Kebiasaan, terbentuknya perilaku karena kebiasaan yang dilakukan, misal


menggosok gigi sebelum tidur, bangun pagi dan sarapan.
2. Pengertian (insight), terbentuknya perilaku ditempuh dengan pengertian,
misalnya bila naik motor harus memakai helm, karena helm tersebut untuk
keamanan diri.
3. Penggunaan model, pembentukan perilaku melalui contoh atau model.
Model yang dimaksud adalah pemimpin, orang tua dan tokoh panutan
lainnya.
Perilaku dapat dibentuk dimana pengetahuan selalu menjadi andalan untuk
membentuk perilaku seseorang, padahal perlu juga diperhatikan faktor-faktor lain
yang membuat stabil perilaku seseorang ( Smet, 1994). Menurut Ajazen (1981)
untuk membuat seseorang berperilaku seperti yang dianjurkan harus ada
keyakinan mengenai tersedia-tidaknya kesempatan dan sumber daya yang
diperlukan (Aswar, 2000).

2.5 KONSEP PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT


Skinner mendefinisikan perilaku kesehatan ( Health Behaviour ) adalah suatu
respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,
penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan).
Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari peyakit
dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan
apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. perilaku kesehatan dapat di
klasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :

22
1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance).
Health Maintenance adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk
memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk
menyembuhkan bila sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini
terdiri dari 3 aspek yaitu :
1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila
sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari
penyakit. Contoh : Mengimunisasi bayi atau anak ke fasilitas
kesehatan
2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan
sehat. Perlu dijelaskan disini bahwa kesehatan itu sangat dinamis
dan dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu
diupayakan perilaku supaya mencapai tingkat kesehatan yang
seoptimal mungkin. Contoh : Seorang ibu memasak makanan yang
mengandung gizi dan bervitamin bagi keluarganya
3. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman
dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi
sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab
menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan
penyakit. Contoh : Apabila seseorang makan dengan makanan
dengan gizi seimbang maka dapat tubuh orang tersebut sehat
sedangkan apabila seseorang makan makanan dengan gizi berlebih
dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti obesitas.
2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan
Kesehatan/Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behaviour).
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati
sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.
Contoh : Membeli obat influenza ke apotek.

23
3. Perilaku Kesehatan Lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial budaya, dan sebagainya sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya.
Contoh : Bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat
pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan lainnya.

Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan
yang berhubungan dengan kesehatan ( health related behavior ) adalah sebagai
berikut:
1. Perilaku Hidup sehat
Perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini
mencakup antara lain:
 Respon seseorang terhadap makanan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,
persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang
terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan makanan
dengan menu seimbang (appropriate diet).
 Olahraga teratur, juga mencakup kualitas dan kuantitas dalam arti
frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga.
 Tidak merokok, yang merupakan kebiasan jelek yang mengakibatkan
berbagai macam penyakit.
 Tidak minum-minuman keras dan narkoba.
 Istirahat yang cukup. Dengan meningkatkannya kebutuhan hidup akibat
tuntutan untuk penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan orang
untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga waktu beristirahat berkurang.
Hal ini juga membahayakan kesehatan
 Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya
bermacam-macam bagi kesehatan. Terlebih sebagai akibat dari tuntutan
hidup yang keras. Stres tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar

24
stres tidak menyebabkan gangguan kesehatan dengan cara berpikir yang
positif dan mengendalikannya dengan baik.
 Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, yaitu tindakan
atau perilaku seseorang agar dapat terhindar dari berbagai macam penyakit
dan masalah kesehatan termasuk perilaku untuk meningkatkan kesehatan.
Komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat (KRPM)
merupakan komponen penting yang tidak terpisahkan dalam penanggulangan
tanggap darurat kesehatan masyarakat, baik secara lokal, nasional, maupun
internasional. KRPM dapat membantu mencegah infodemik (penyebaran
informasi yang salah/hoaks), membangun kepercayaan publik terhadap
kesiapsiagaan dan respon pemerintah sehingga masyarakat dapat menerima
informasi dengan baik dan mengikuti anjuran pemerintah. Dengan demikian,
hal-hal tersebut dapat meminimalkan kesalahpahaman dan mengelola isu
hoax terhadap kondisi maupun risiko kesehatan yang sedang terjadi.
KRPM menggunakan strategi yang melibatkan masyarakat dalam
kesiapsiagaan dan respon serta mengembangkan intervensi yang dapat
diterima dan efektif untuk menghentikan penyebaran wabah yang semakin
meluas serta dapat melindungi individu dan komunitas. Di sisi lain, upaya ini
juga sangat penting untuk pengawasan, pelaporan kasus, pelacakan kontak,
perawatan orang sakit dan perawatan klinis, serta pengumpulan dukungan
masyarakat lokal untuk kebutuhan logistik dan operasional. (Kementerian
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
(P2P) 2020).

25
6

Disamping itu masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak


menghiraukan himbauan pemerintah, mereka merasa lebih tahu tentang
kondisi pandemi COVID-19 yang sedang terjadi, padahal pada kenyataannya
itu adalah kesalahan. Masyarakat merasa dapat menjaga diri dengan baik
sekalipun berada di luar rumah atau ditengah keramaian, sehingga masyarakat
merasa pintar atas dasar persepsi mereka sendiri. Hal ini terjadi disebabkan
masih rendahnya kemampuan literasi masyarakat maupun masih banyak
masyarakat yang tidak memiliki akses pada media-media informasi, sehingga
pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat masih minim merebaknya wabah
COVID-19 ini (Buana, Dana Riksa, 2020).
Pengetahuan adalah prasyarat untuk membangun pencegahan,
membentuk sikap positif, dan menilai perilaku positif, yang mempengaruhi
keefektifan strategi dan perilaku mereka sampai batas tertentu. Pengetahuan
secara langsung mempengaruhi sikap. Semakin besar pengetahuan, semakin
yakin mereka dalam mengalahkan virus. Pengetahuan adalah hal yang sangat
penting dalam penentuan perilaku seseorang, karena pengetahuan membentuk
kepercayaan yang kemudian akan menjadi dasar bagi seseorang dalam
mengambil keputusan dan menentukan perilaku terhadap objek tertentu
(Novita, N. W., Yuliastuti, C., & Narsih, S, 2014).
Menjadi berbahaya ketika orang biasa tidak memiliki pengetahuan
yang cukup untuk gejala gejala COVID-19, sehingga mereka terlambat
menyadari jika telah terinfeksi. Akibatnya akan terjadi penanganan
penanganan awal, dan bisa menularkan virus ke orang lain yang ada di
sekitarnya. Sangat penting diketahui bahwa orang yang positif COVID-19
bisa menularkan orang lain meskipun tidak mengalami demam. COVID-19
dapat menularkan melalui droplet. Anggapan yang salah tentang penularan
virus, berdampak pada sulitnya pengendalian penularan di masyarakat.
Orang yang positif akan sangat mudah menularkan virus, karena
selama tidak mengalami demam, mereka dengan bebas beraktifitas di luar
rumah, berkumpul di keramaian dan tidak sadar telah menularkan virus
COVID-19. Oleh karena itu penting dilakukan edukasi kepada masyarakat
7

umum tentang penularan COVID-19. Sehingga mereka dapat menekan


penularan virus di masyarakat.
Karena itu perlu edukasi lebih dalam kepada masyarakat umum,
sehingga mereka dapat melihat peringatan utama COVID-19, dan dapat
melindungi dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya dari tertular virus
COVID-19.
Dalam menghadapi wabah COVID-19 sangat diperlukan peran serta
dari masyarakat yang bersinergi dengan pemerintah, sehingga dapat memutus
rantai penyebaran COVID-19. Sikap masyarakat dalam merespon setiap
kebijakan pemerintah dalam memutus rantai penyebaran dan penularan
COVID-19 juga sangatlah penting. Beberapa negara yang dianggap gagal
dalam menghadapi wabah COVID-19 seperti Italia dan India diakibatkan
sikap masyarakat yang kurang baik dalam merespon kebijakan pemerintah
untuk memutus penyebaran COVID-19. Sedangkan negara yang dianggap
berhasil dalam menghadapi wabah COVID-19 seperti Cina, Vietnam, Jepang
dan Korea Selatan. Keberhasilan negara tersebut dalam menghadapi wabah
COVID-19 tidak terlepas dari pemantauan serta pengawasan yang dilakukan
oleh pemerintah yang didukung oleh kepatuhan masyarakat terhadap aturan
dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (Cahyadi, Rusli, 2020).
Langkah-Langkah Tindakan di dalam Respon Awal Komunikasi
Resiko dan Pemeberdayaan Masyarakat bagi daerah dengan Satu atau Lebih
Kasus yang Telah Diidentifikasi bertujuan:
 Mengadaptasikan dan menerapkan langkah-langkah tindakan dari
kesiapsiagaan di atas.
 Membangun dan/atau memelihara kepercayaan dengan
masyarakat/kelompok melalui komunikasi dua arah secara rutin dan
melibatkan secara berkesinambung untuk menghindari kesalahpahaman,
kesalahan informasi, isu/rumor/hoax, dan pertanyaan yang sering diajukan.
 Mendorong orang untuk melakukan upaya pencegahan/perlindungan dari
penularan wabah.
 Mengelola harapan dan mengkomunikasikan ketidakpastian.
8

 Mengkoordinasikan dan mendorong kolaborasi di antara para


mitra/pemangku kepentingan.
 Mengkaji persepsi risiko awal dari masyarakat yang terkena dampak dan
yang berisiko.
 Memberikan informasi dan panduan secara berkesinambungan.

Langkah tindakan
a. Sistem Komunikasi Risiko
 Menyesuaikan rencana KRPM yang sudah tersedia untuk segera
dilaksanakan dan mengaktifkan tim KRPM.
 Mengidentifikasi dan mengaktifkan juru bicara untuk keadaan darurat.
 Menyusun jadwal untuk kegiatan dan produksi komunikasi (strategi
komunikasi).
 Memantau kegiatan tanggap KRPM dengan mengidentifikasi proses
untuk menunda merilis informasi yang dapat menciptakan kebingungan
di masyarakat yang terdampak wabah.

b. Koordinasi internal dan kemitraan


 Mengaktifkan SOP untuk melaksanakan KRPM berkoordinasi dengan
kementerian/lembaga dan mitra pemerintah/swasta.
 Menjalin hubungan untuk operasionalisasi KRPM di tingkat lokal,
regional, dan Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Corona Virus
Disease (COVID-19) nasional.
 Menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk komunikasi
internal (ke setiap kementerian/lembaga) dan eksternal (kepada publik).
 Berkoordinasi untuk menyiapkan pesan, konsistensi informasi, dan
penyebaran kepada publik.

c. Komunikasi publik
 Mengumumkan kondisi ancaman kesehatan lebih cepat/awal dan secara
berkesinambungan memutakhirkan data/informasi (setelah dilakukan
penilaian dan analisis risiko).
9

 Segera memberikan informasi terbaru secara terbuka, meskipun tidak


lengkap untuk menjelaskan situasi yang terjadi (mengelola
ketidakpastian), menyediakan saluran komunikasi yang mudah diakses
publik untuk mendapatkan informasi terbaru (misalnya. hotline, situs
resmi, media sosial resmi, dll).
 Menggunakan saluran komunikasi yang terpercaya dan efektif secara
rutin untuk dapat dimanfaatkan oleh publik.
 Mengidentifikasi dan mengaktifkan influencer terpercaya untuk
membantu menyebarkan konten positif kepada masyarakat.
 Keterlibatan komunikasi dengan masyarakat yang terdampak
 Menganalisis persepsi risiko dengan cepat berdasarkan informasi
formal dan informal yang ada.
 Memetakan publik penerima pesan untuk tanggap cepat komunikasi
(misalnya masyarakat yang terdampak, petugas kesehatan, pemimpin
politik, lembaga donor, dll).
 Menerjemahkan materi KIE ke dalam bahasa yang mudah dipahami
masyarakat (baik bahasa lokal maupun nasional) dan menyesuaikan
dengan kaidah/literasi bahasa Indonesia.

d. Mengatasi ketidakpastian, persepsi dan manajemen informasi yang salah


 Mengkomunikasikan informasi yang boleh dan tidak boleh diketahui
oleh publik dengan menjelaskan sampai sejauh mana ketidakpastian
yang terjadi.
 Mengaktifkan pemantauan pemberitaan dan isu/rumor, memverifikasi
data Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease
(COVID-19) pemantauan, dan menjalankan mekanisme tanggap
KRPM.
 Memantau pemberitaan dan isu/rumor di media massa dan media sosial,
hotline, informasi dari umpan balik petugas kesehatan kepada pasien
dan kelompok masyarakat, serta memberikan tanggapan umpan balik
untuk menyesuaikan dengan strategi peningkatan kapasitas KRPM.
10

Selain upaya pencegahan, perlu juga diinformasikan upaya pengendalian


antara lain: - Jika mengalami gejala demam (≥380C) atau ada riwayat
demam disertai dengan salah satu gejala gangguan pernapasan seperti
batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak napas dan memiliki faktor risiko
terjadinya COVID-19 segera mendatangi fasyankes terdekat.
 Informasi hotline darurat: Masyarakat umum: NCC 119, Halo Kemenkes
150057 Petugas kesehatan: EOC, PHEOC
 Informasi rumah sakit rujukan yang menangani kasus.
Pemerintah perlu mengeluarkan travel advisory ketika sudah dilaporkan ada 1
kasus yang teridentifikasi dan apabila terjadi penambahan kasus maka perlu
mempertimbangkan mengeluarkan travel warning bagi pelaku perjalanan.
(Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (P2P) 2020)
BAB III
METODOLOGI PENGAMBILAN SAMPEL

Manajemen klinis adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk menegakkan diagnosis, melaksanakan
tata laksana pengobatan dan tindakan terhadap pasien COVID-19 sesuai indikasi
klinis. Tenaga medis yang terlibat sebagai Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) adalah dokter spesialis paru, dokter penyakit dalam, dokter sub spesialis
penyakit dalam paru, dokter sub spesialis penyakit dalam tropik infeksi, dokter
anak, dokter anak sub spesialis paru, dan dokter spesialis lain atau dokter sub
spesialis lain sesuai dengan kebutuhan medis.
Dalam hal di rumah sakit tidak terdapat dokter spesialis, maka dokter
umum dapat merawat pasien COVID-19 sesuai dengan kewenangannya. Tenaga
kesehatan yang terlibat dalam pelayanan COVID-19 adalah perawat dan tenaga
kesehatan lainnya sesuai kebutuhan medis pasien. Manajemen klinis merupakan
tugas melaksanakan tata kelola klinis secara optimal dan berkualitas, supaya
pasien mendapatkan pelayanan yang komprehensif berfokus pada pasien (patient
centered care) secara berkesinambungan sesuai kebutuhan medis pasien, berbasis
keselamatan pasien. Adapun ruang lingkup manajemen klinis meliputi:
a) Pelayanan COVID-19 di fasyankes baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) maupun di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
(FKRTL) meliputi triase awal, anamnesis secara komprehensif, mulai dari
keluhan yang disesuaikan dengan gejala klinis, riwayat penyakit terdahulu
dan riwayat penyakit penyerta, termasuk latar belakang contact tracing,
surveillance di daerahnya, pemeriksaan fisik didukung dengan pemeriksaan
penunjang yang distandarkan sebagai penunjang diagnosis, sampai pasien
mendapatkan terapi, serta pemulangan dengan kriteria sembuh, atau belum
sembuh, sehingga pasien dapat melanjutkan isolasi mandiri.
b) Menjelaskan kriteria pasien masuk rawat inap dan kriteria pasien pulang
rawat, pada pasien dengan kriteria dan pasien kondisi tertentu (dengan
penyakit penyerta, dengan co-insidens dan dengan komplikasi).

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHSAN

4.1 HASIL
Pemerintah Provinsi NTT telah menetapkan 5 Rumah sakit rujukan
(Wilayah Timor : RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang dan RSU St.
Gabriel Manek Belu, Wilayah Flores: RS T. C. Hillers dan RSUD
Komodo Labuan Bajo, Wilayah Sumba: RSUD Umbu Rara Meha) dan
sejumlah rumah sakit penyangga (RSUD S. K. Lerik, RST Wirasakti, RS
Titus Uli Bayangkara, RS St. Carolus Boromeus, RS Kartini, RS Angkatan
Laut Samuel J. Moeda).
Menurut data Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Provinsi NTT per tanggal 11 Desember 2020:
Kasus :

1. Ada Penambahan Kasus 22 Kasus Dari Kota Kupang 19


Ks, Kupang 2 KS Dan Manggarai Barat Ks Total 1.536
Kasus.

2. Ada Penambahan Pasien Sembuh 19 Orang Total 811


Orang (52.7%).

3. Ada Penambahan Pasien (+) Meninggal 2 Orang Total


33 Orang (2,1%).
Penyebaran:
1. Kabupaten Terdampak: 22 Kab (100% Kab/Kota)
2. Kasus Terbanyak Kota Kupang 703 Ks (46 %)
3. Kasus Terendah Manggarai Timur dan Sabu Raijua Masing-
Masing 2 Kasus.
CLUSTER COVID-19:
1. Pelaku Perjalanan : 260 Kasus (17%)

2. Transmisi Lokal : 996 Kasus (65%)

3. Kelompok Tertentu : 259 Kasus (17%)

4. Event / Kegiatan : 21 Kasus (1%)

12
13

Pemeriksaan Sample Covid-19


1. Rapid Test 16.785 Reaktif = 655 (4%)

2. Swab Total Swab (Orang) = 9.821 Swab Positif = 1.558


(16%); Kasus: 1.536 Orang Tunggu Hasil = 1.768 (18%)
Negatif = 6.533 (66%)
Distribusi Umur & Kelompok Rentan:
1. Total Kasus: Laki 924 (60 %); Perempuan 612 (40%)
2. Jumlah Positif Covid19 Aktif Di Anak: 52 Orang (Kota
Kupang 43 Orang, Flotim 1 Orang, Kupang 1 Orang, Lembata
2 Orang, Manggarai 1 Orang, Mabar 3 Orang, Sikka 1)
3. Usia Produktif (19-49 Th) = 1.125/1.536 Orang (73%)
4. Wanita Usia 19-49 Th = 324/893 Orang (36%)
14

4.2 PEMBAHASAN
A. Bahan Pengambilan Spesimen
a) Formulir Penyelidikan Epidemiologi Pengiriman spesimen ke
Laboratorium harus disertai dengan Formulir Penyelidikan
Epidemiologi terlampir sesuai dengan waktu pengambilan spesimen.
b) Spesimen Saluran Pernapasan (Respiratory Tract)
 Viral Transport Medium (VTM)
 Dapat digunakan dengan beberapa merk komersil yang sudah siap
pakai atau dengan mencampur beberapa bahan sesuai dengan
panduan WHO (Hanks BBS; Antifungal dan Antibiotik dengan
komposisi tertentu) untuk disatukan dalam 1 wadah steril.
Hindari menggunakan VTM yang mengandung bahan yang
menginaktifasi virus atau lisis buffer.
 Swab Dacron atau Flocked Swab
 Tongue Spatel
 Kontainer Steril untuk Sputum
 Parafilm
 Plastik Klip
 Marker atau Label .
c) Spesimen Darah/Serum:
 Spuit disposable 3ml atau 5 ml atau Sistem Vacutainer
 Wing needle (jika diperlukan)
 Kapas alkohol 70%
 Kapas Kering
 Vial 1,8 ml atau tabung tutup ulir (wadah Spesimen Serum)
 Marker atau Label
d) Bahan Pengepakan/Pengiriman Spesimen:
 Ice Pack dan Cold Box (diutamakan sudah menggunakan sistem
tiga lapis)
 Label Alamat
 Lakban/Perekat.
15

B. Tata Cara Pengambilan Spesimen Nasofaring


a. Persiapkan cryotube yang berisi media transport virus (Hanks BSS +
Antibiotika), dapat juga digunakan VTM komersil yang siap pakai
(pabrikan).
b. Berikan label yang berisi Nama Pasien dan Kode Nomer Spesimen. Jika
label bernomer tidak tersedia maka Penamaan menggunakan
Marker/Pulpen pada bagian berwarna putih di dinding cryotube.
(Jangan gunakan Medium Hanks bila telah berubah warna menjadi
Kuning).
c. Gunakan swab yang terbuat dari dacron/rayon steril dengan tangkai
plastik atau jenis Flocked Swab (tangkai lebih lentur). Jangan
menggunakan swab kapas atau swab yang mengandung Calcium
Alginat atau Swab kapas dengan tangkai kayu, karena mungkin
mengandung substansi yang dapat menghambat menginaktifasi virus
dan dapat menghambat proses pemeriksaan secara molekuler.
d. Pastikan tidak ada Obstruksi (hambatan pada lubang hidung).
e. Masukkan secara perlahan swab ke dalam hidung, pastikan posisi swab
pada Septum bawah hidung.
f. Masukkan swab secara perlahan-lahan ke bagian nasofaring.

g. Swab kemudian dilakukan gerak memutar secara perlahan.


h. Kemudian masukkan sesegera mungkin ke dalam cryotube yang berisi
VTM
16

i. Patahkan tangkai plastik di daerah mulut cryotube agar cryotube dapat


ditutup dengan rapat.

j. Pastikan label kode spesimen sesuai dengan kode yang ada di formulir
penyelidikan epidemiologi.
k. Cryotube kemudian dililit parafilm dan masukkan ke dalam Plastik
Klip. Jika ada lebih dari 1 pasien, maka Plastik Klip dibedakan/terpisah.
Untuk menghindari kontaminasi silang.

l. Simpan dalam suhu 2-8 0C sebelum dikirim. Jangan dibekukan dalam


Freezer.
C. Tata Cara Pengambilan Spesimen
Sputum Pasien berkumur terlebih dahulu dengan air, kemudian
pasien diminta mengeluarkan dahaknya dengan cara batuk yang dalam.
Sputum ditampung pada wadah steril yang anti bocor. Pengambilan
sampel sputum dengan cara induksi dapat menimbulkan risiko infeksi
tambahan bagi petugas kesehatan.
D. Tata Cara Pengambilan Spesimen
Sampel serum berpasangan diperlukan untuk konfirmasi, dengan
serum awal dikumpulkan di minggu pertama penyakit dan serum yang
kedua idealnya dikumpulkan 2-3 minggu kemudian. Jika hanya serum
tunggal yang dapat dikumpulkan, ini harus diambil setidaknya 14 hari
setelah onset gejala untuk penentuan kemungkinan kasus. Anak-anak dan
17

dewasa: dibutuhkan whole blood (3-5 mL) dan disentrifus untuk


mendapatkan serum sebanyak 1,5-3 mL. Sedangkan untuk bayi: Minimal 1
ml whole blood diperlukan untuk pemeriksaan pasien bayi. Jika
memungkinkan, mengumpulkan 1 ml serum.
E. Pengepakan Spesimen
Spesimen dikonfirmasi harus dilakukan tata laksana sebagai
UN3373, "Substansi Biologis, Kategori B", ketika akan
diangkut/ditransportasikan dengan tujuan diagnostik atau investigasi.
Semua spesimen harus dikemas untuk mencegah kerusakan dan tumpahan.
Adapun sistem yang digunakan adalah dengan menggunakan tiga lapis
(Three Layer Pacakging) sesuai dengan pedoman dari WHO dan
International Air Transport Association (IATA).

Spesimen dari suspek COVID-19, harus disimpan dan dikirim pada


suhu yang sesuai (lihat Tabel 4.1). Spesimen harus tiba di laboratorium
segera setelah pengambilan. Penanganan spesimen dengan tepat saat
pengiriman adalah hal yang sangat penting. Sangat disarankan agar pada
saat pengiriman spesimen tersebut ditempatkan di dalam cool box dengan
kondisi suhu 2-8oC atau bila diperkirakan lama pengiriman lebih dari tiga
hari spesimen dikirim dengan menggunakan es kering (dry ice).
18

F. Pengiriman Spesimen
Pengiriman spesimen kasus suspek COVID-19 maupun kontak erat
dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan dengan menyertakan formulir
penyelidikan epidemiologi terlampir. Pengiriman spesimen ditujukan ke
laboratorium pemeriksa yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk. Pengiriman spesimen
ke laboratorium pemeriksa dapat dilakukan menggunakan jasa kurir door
to door. Pada kondisi yang memerlukan pengiriman port to port, petugas
Dinas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan petugas KKP setempat dan
laboratorium pemeriksa. Spesimen segera dikirimkan ke Laboratorium
pemeriksa paling lama 1x24 jam

Spesimen yang tiba di laboratorium pemeriksa, akan segera


diproses untuk dilakukan pemeriksaan metode deteksi molekuler.
Laboratorium pemeriksa (pemerintah dan swasta) wajib menginformasikan
hasil pengujian positif dan negatif melalui sistem pelaporan yang sudah
tersedia, berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan terkait. Masingmasing
penerima laporan menindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku.
Setiap laboratorium pemeriksa COVID-19 yang menggunakan alat RT-
PCR Program HIV AIDS & PIMS diwajibkan untuk mengirimkan laporan
pemanfaatan yang meliputi kondisi alat dan ketersediaan reagen. Laporan
yang dimaksud dapat dilihat sebagaimana formulir terlampir.
Laboratorium yang menggunakan alat TCM hanya melakukan
pemeriksaan spesimen swab nasofaring. Laporan hasil pemeriksaan
dengan TCM sesuai dengan pelaporan melalui SITB yaitu sistem
informasi yang digunakan oleh Program Penanggulangan Tuberkulosis
19

untuk Pencatatan dan Pelaporan (kasus, pengobatan, dan logistik)


menggunakan formulir sebagaimana terlampir.
G. Pemeriksaan dengan Rapid Test
Penggunaan Rapid Test tidak digunakan untuk diagnostik. Pada
kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR, Rapid Test
dapat digunakan untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus,
seperti pada pelaku perjalanan (termasuk kedatangan Pekerja Migran
Indonesia, terutama di wilayah Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN),
serta untuk penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, panti jompo, panti
rehabilitasi, asrama, pondok pesantren, dan pada kelompok-kelompok
rentan. WHO merekomendasikan penggunaan Rapid Test untuk tujuan
penelitian epidemiologi atau penelitian lain. Penggunaan Rapid Test
selanjutnya dapat mengikuti perkembangan teknologi terkini dan
rekomendasi WHO.
H. Pemantapan Mutu Laboratorium
Laboratorium yang akan menjadi laboratorium pemeriksa COVID-
19 mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Laboratorium berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi.
b. Dinas Kesehatan Provinsi mengirimkan Surat Kesiapan Laboratorium
kepada Kepala Badan Litbang Kesehatan dengan tembusan Kepala
Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
c. Laboratorium melakukan pemeriksaan sesuai dengan protokol/pedoman
pemeriksaan yang dikeluarkan WHO.
d. Laboratorium harus melaporkan pemeriksaannya setiap hari melalui
sistem pelaporan yang sudah tersedia
e. Laboratorium mengirimkan spesimen pemeriksaan untuk Pemantapan
Mutu Eksternal (PME) sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh
Badan Litbangkes.
20

Salah satu fungsi dari Laboratorium Rujukan Nasional COVID-


19 yaitu melakukan fungsi pembinaan dan Pemantapan Mutu Eksternal
(PME). Dalam rangka meningkatkan mutu pemeriksaan COVID-19,
laboratorium pemeriksa COVID-19 dengan metoda RT-PCR
mengirimkan 10 (sepuluh) spesimen klinis negatif dan 20 (dua puluh)
spesimen klinis positif COVID-19 ke Laboratorium Puslitbang
Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan.
Spesimen klinis yang dikirimkan yaitu spesimen
nasofaring/orofaring dan sputum. Sedangkan untuk laboratorium yang
melakukan pemeriksaan COVID-19 yang menggunakan Tes Cepat
Molekular (TCM), diharapkan mengirimkan 5 (lima) spesimen klinis
positif dan 10 (sepuluh) spesimen negatif. Spesimen klinis yang
dikirimkan disertai dengan formulir pemantapan mutu eksternal.
I. Tindak Lanjut
Bupati/Walikota dalam Rangka Kewaspadaan penyebaran COVID-19 di
Provinsi NTT:
1. Perbanyak RDT / pemeriksaan Swab di daerah yang sudah terpapar
Covid-19 (merah).
2. Perlu ada penegasan tentang pemeriksaan swab bagi penumpang yang
akan ke NTT.
3. Protokol kesehatan kembali ditegakan di pihak maskapai. Data
menunjukan terjadi pelonjakan kasus dari pelaku perjalanan.
4. Pemantauan Pelaku Perjalanan di semua pintu masuk ke daerah.
5. Sosialisasi intens tentang protokol kesehatan, khususnya di pintu
masuk dan ada peluang tertular di dalam sarana transportasi dengan
positif tanpa gejala (yang lolos terbang dengan mengandalkan rapid
non reaktif).
6. Perketat pengawasan penumpang kapal laut dan fery antar pulau dari
luar NTT.
7. Pembatasan atau penutupan wilayah merah sampai kasus turun
8. Aktifkan sistem karantina berbasis masyarakat.
21

9. Wilayah desa atau kelurahan merah wajib membuat Laporan penduduk


yang masuk keluar. Pemerintah ikut memantau mobilitas orang di level
komunitas.
10. Daerah yang ada kasus aktif, perlu dibatasi kembali semua aktivitas
publik dan diberlakukan jam malam.
11. Pembatasan kegiatan masyarakat seperti pesta dan kegiatan sosial lain
di daerah yang punya kasus aktif.
12. Penegakan social distancing dan physical distancing dipastikan
berjalan secara ketat dengan melibatkan TNI/POLRI sampai ke tingkat
desa.
13. Perlu adanya sanksi administrasi bagi orang yang tidak memakai
masker sesuai PerGub No.26 Tahun 2020 tentang Tatanan Normal
Baru di Provinsi NTT pada Bab VI Pasal 31 dan Inpres No.6 tahun
2020 tentang peningkatan disiplin dan penegakan hukum protokol
kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19.
14. Himbauan untuk hidup sehat dan bersih, mengkonsumsi gizi seimbang
termasuk sayur kelor, olah raga, berjemur di panas matahari.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pandemi COVID-19 menjadi suatu masalah global, tidak hanya mengganggu di
bidang kesehatan, namun mempengaruhi semua aspek tatanan hidup manusia,
baik dari segi sosial budaya, sosial perilaku, ekonomi, politik, dan lain
sebagainya. Banyak hal baru yang sebelumnya tidak ada dan tidak pernah
terpikirkan oleh manusia, tetapi dengan situasi pandemi COVID-19 ini seluruh
umat manusia dipaksa untuk dapat beradaptasi dengan tatanan hidup baru.
Keadaan saat ini tidak akan pernah sama lagi seperti keadaan sebelum adanya
pandemi COVID-19. Berbagai negara terus berupaya untuk melakukan pemulihan
paska pandemi, baik dari pengendalian penyebaran, pengadaan vaksin, protokol
kesehatan, pemulihan ekonomi, dan kebijakan tatanan hidup baru (new normal).
Proses penanganan di Indonesia sendiri memang sedikit berbeda dengan beberapa
negara lain, dengan berbagai alasan kita tidak melaksanakan lockdown dan kita
hanya melakukan PSBB di beberapa kota besar. Situasi pandemi COVID-19 ini
memang cukup sulit dan dilematis untuk suatu pengambilan keputusan, seolah-
olah kita diperhadapkan dengan kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi,
karena keduanya dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
Di Nusa Tenggara Timur sendiri, kita tidak melakukan lockdown maupun PSBB
dengan pertimbangan kepentingan ekonomi, tetapi kita tetap melakukan skrining
lalu lintas masyarakat yang keluar dan masuk NTT sesuai dengan petunjuk dari
kementerian kesehatan. Tindakan penyuluhan dan sosialisasi tindakan pencegahan
infeksi COVID-19 terus dilakukan sehingga masyarakat paham, mau, dan mampu
melakukan protokol tindakan pencegahan infeksi COVID-19. Kebijakan yang
diambil harus dipertimbangkan keadaan geografis, tingkat pendidikan, tingkat
ekonomi dan pola sosial kebudayaan masyarakat setempat. Pemberian pengertian
mengenai pola penyebarannya, gejala penyakit, dampak kesehatan, dan sosio
ekonomi dari COVID-19 diharapkan dapat mengurangi konflik antara pola
tatanan kebiasaan baru dengan pola kebiasaan adat istiadat masyarakat Nusa
Tenggara Timur.

22
Karena apapun kebijakan yang di ambil, selama kepedulian masyarakat tetap
tinggi untuk menjalankan protokol kesehatan sesuai dengan pola tatanan hidup
baru, diharapkan dapat membantu mengurangi angka penyebaran infeksi COVID-
19, sehingga peran pola perilaku masyarakat sangat penting dalam mengurangi
risiko penyebaran COVID-19.

5.2 Saran
1. Melengkapi fasilitas kesehatan dan ketersediaan tenaga kesehatan untuk
mengantisipasi lonjakan pasien COVID-19
2. Terus melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang COVID-19 sehingga
masyarakat tidak termakan dengan berita-berita hoax
3. Mengajak serta para tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, pejabat
publik, dan figur publik untuk terus memberi informasi yang benar dan
memberikan ketenangan kepada seluruh masyarakat, dan agar selalu
mengingatkan masyarakat untuk tetap melakukan protokol kesehatan sesuai
dengan pola tatanan hidup baru.

23
23

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Rusli. (2020). Peran Masyarakat Sebagai Ujung Tombak Penanganan


Covid-19. Diambil dari https://kependudukan.lipi.go.id/id/berita/seputar-
kegiatan-ppk/853-peran-masyarakat-sebagai-ujung-tombak-penanganan-
covid-19

Kresna, A. Ahyar, J. 2020. Pengaruh Physical Distancing Dan Social Distancing


Terhadap Kesehatan Dalam Pendekatan Linguistik. Jurnal Syntax
Transformation. Vol. 1 No. 4. p-ISSN : 2721-3854 e-ISSN : 2721-2769

Muslim, M. 2020. Manajemen Stress Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal


Manajemen Bisnis. Vol. 23 No. 2. Hal. 192-201

Luthviatin, Novia, dkk. 2012. Dasar-dasar Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku.


Jember. UPT Penerbitan UNEJ.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta. PT


Rineka Cipta.

Buana, Dana Riksa. (2020). Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam


Menghadapi Pandemi Virus Corona (Covid-19) dan Kiat Menjaga
Kesejahteraan Jiwa. Jurnal Sosial & Budaya Syar-i FSH UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 7(3), 217-226. D
doi:https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i3. 15082

Novita, N. W., Yuliastuti, C., & Narsih, S. (2014). Tingkat Pengetahuan Tentang
TB Paru Mempengaruhi Penggunaan Masker Di Ruang Paru Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya. Jurnal Ilmiah NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16,
No. 2, Oktober 2020, (Hal. 75-82)
24
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (P2P), Pedoman Kesiapsiagaan menghadapi Virus Corona
Disease ,Juli 2020

Anda mungkin juga menyukai