Anda di halaman 1dari 32

KEBIJAKAN

PELAYANAN DAN
ASUHAN PASIEN
RUMAH SAKIT BUDI SEHAT
PURWOREJO

Jl WR Supratman 183 Purworejo


TAHUN 2022 telepon : (0275)3128272
email : rumahsakit.budisehat@gmail.com
www.rsbudisehatpurworejo.com
Jln. W.R. Supratman No. 183 Cangkrep Lor,
Purworejo, Jawa Tengah
Telepon : (0275) 3128272
Email : rumahsakit.budisehat@gmail.com

PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI SEHAT PURWOREJO
NOMOR: 01/RSBS/PER-DIR/I/2022

TENTANG
PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN

DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI SEHAT PURWOREJO

Menimbang : a. bahwa pelayanan dan asuhan kepada pasien rumah sakit merupakan
hal pokok dalam pelayanan rumah sakit;
b. bahwa dalam pemberian pelayanan dan asuhan pasien memerlukan
acuan agar dapat dilaksanakan secara sragam, konsisten dan
terintegrasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b, perlu adanya Peraturan Direktur tentang Pelayanan
dan Asuhan Pasien;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2015 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit;
4. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2017 tentang
Akreditasi Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2018 tentang
Pengawasan Bidang Kesehatan;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tentang
Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Akreditasi Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1128 Tahun 2022
tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit;
10. Surat Keputusan Ketua Yayasan Sastro Wijayan Nomor:
02/SK-YSW/XII/2020 tentang Perpanjangan Masa Jabatan
Direktur Rumah Sakit Budi Sehat Purworejo Periode Tahun
2021-2026;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI SEHAT
PURWOREJO TENTANG PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN
RUMAH SAKIT BUDI SEHAT PURWOREJO;

BAB I
KETENTUAN
UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan;
(1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat;
(2) Pelayanan asuhan pasien adalah proses pelayanan dan asuhan
pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak PPA yang dapat
melibatkan berbagai unit pelayanan;
(3) Instalasi merupakan penyelenggaraan kegiatan pelayanan,
pendidikan, dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan
kesehatan yang merupakan unit non struktural;
(4) Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di
Rumah Sakit;
(5) Staf klinis adalah tenaga kesehatan yang memberikan asuhan
langsung pada pasien;
(6) Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah staf klinis profesional
yang langsung memberikan asuhan kepada pasien;
(7) Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah dokter yang
bertanggung jawab terhadap asuhan pasien sejak pasien masuk
sampai pulang dan mempunyai kompetensi dan kewenangan
klinis sesuai surat penugasan klinisnya;
(8) Perawat Penanggung Jawab Asuhan (PPJA) adalah perawat
yang bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan pasien sejak pasien masuk sampai pulang dan
mempunyai kompetensi dan kewenangan klinis sesuai surat
penugasan klinisnya;
(9) Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;
(10) Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi
tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam
rangka pemberian pelayanan kesehatan;
(11) Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga
kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang catatan
observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik
berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan
rekaman elektro diagnostik;

Pasal 2
(1) Pelayanan Asuhan diberikan secara seragam dan terintegrasi
diberikan untuk semua pasien sesuai peraturan perundang-
undangan;
(2) Asuhan pasien dilakukan oleh professional pemberi asuhan
(PPA) oleh banyak disiplin dan staf klinis lain;
(3) Semua staf yang terlibat dalam asuhan pasien harus memiliki
kompetensi dan kewenangan, kredensial, sertifikasi, hukum dan
regulasi, keterampilan individu, pengetahuan, pengalaman, dan
kebijakan rumah sakit, atau uraian tugas wewenang (UTW);
(4) Fokus Pelayanan dan Asuhan Pasien meliputi:
a. Pemberian pelayanan yang seragam;
b. Pelayanan pasien risiko tinggi dan penyediaan
pelayaan risiko tinggi;
c. Pemberian makanan dan terapi nutrisi;
d. Pengelolaan nyeri; dan
e. Pelayanan menjelang akhir hayat;
(5) Asuhan pasien yang seragam diwujudkan dalam hal-hal berikut:
a. Akses untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan tidak
bergantung pada kemampuan pasien untuk membayar atau
sumber pembayaran;
b. Akses untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan yang
diberikan oleh PPA yang kompeten tidak bergantung pada
hari atau jam yaitu 7 (tujuh) hari, 24 (dua puluh empat) jam;
c. Kondisi pasien menentukan sumber daya yang akan
dialokasikan untuk memenuhi kebutuhannya;
d. Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, sama di
semua unit pelayanandi rumah sakit;
e. Pasien yang membutuhkan asuhan keperawatan yang sama
akan menerima tingkat asuhan keperawatan yang sama di
semua unit pelayanan di rumah sakit;
(6) Penerapan konsep pelayanan berfokus pada pasien adalah dalam
bentuk Asuhan Pasien Terintegrasi yang bersifat integrasi
horizontal dan vertikal dengan elemen:
a. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai ketua
tim asuhan/Clinical Leader;
b. Profesional Pemberi Asuhan bekerja sebagai tim intra dan
interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional, dibantu
antara lain dengan Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan
Asuhan PPA lainnya, Alur Klinis/Clinical Pathway
terintegrasi, Algoritma, Protokol, Prosedur, Standing Order
dan CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi);
c. Manajer Pelayanan Pasien/Case Manager; dan
d. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga;
(7) Setiap tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien
dan mengutamakan keselamatan pasien;

BAB II
PELAYANAN INSTALASI
Pasal 3
(1) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Rawat Intensif,
Laboratorium dan Radiologi dilaksanakan dalam 24 jam;
(2) Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal praktik dokter
(3) Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan
dilanjutkan dengan sistem on call;
(4) Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan
pasien;
(5) Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
pedoman/panduan dan standar prosedur opersional yang
berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika RS dan etiket
RS yang berlaku;
(6) Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu
sesuai dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat pelindung
diri (APD);

BAB III
SKRINING DAN TRIASE

Pasal 4
(1) Skrining kebutuhan pasien dilakukan saat admisi rawat inap
untuk menetapkan pelayanan preventif, paliatif, kuratif,
rehabilitatif, pelayanan khusus/spesialistik atau pelayanan
intensif;
(2) Skrining dilakukan untuk menilai apakah rumah sakit mampu
menyediakan pelayanan yang dibutuhkan pasien serta konsisten
dengan misi rumah sakit;
(3) Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau
pengamatan, atau hasil pemeriksaan fisik, psikologis,
laboratorium klinis, atau diagnostik imaging;
(4) Pada pelaksanaan skrining, dapat ditentukan tes atau bentuk
penyaringan terhadap populasi pasien tertentu sebelum
menetapkan pasien dapat dilayani;
(5) Pasien diterima bila rumah sakit dapat memberi pelayanan rawat
jalan dan rawat inap yang dibutuhkan pasien;
(6) Kriteria prioritas ditetapkan dengan kriteria masuk dan kriteria
keluar menggunakan parameter diagnostik dan atau parameter
objektif termasuk kriteria berbasis fisiologis untuk menentukan
pasien yang membutuhkan pelayanan di unit khusus/spesialistik
atau pelayanan intensif;
(7) Staf di unit khusus/spesialistik atau unit intensif berpartisipasi
dalam menentukan kriteria masuk dan kriteria keluar;
(8) Kriteria dipergunakan untuk menentukan apakah pasien dapat
diterima di unit tersebut, baik dari dalam atau dari luar rumah
sakit.
(9) Kriteria Masuk dan Keluar unit intensif di atur dalam bentuk
SPO;

Pasal 5
(1) Petugas yang melakukan proses triase adalah dokter/petugas
IGD yang sudah melakukan pelatihan ACLS/ BTCLS;
(2) Pasien diterima di Rumah Sakit sesuai kebutuhan pelayanan
rawat jalan atau rawat inap yang tepat;
(3) Ada yang bertanggung jawab dalam mengambil keputusan untuk
mengobati, mengirim, atau merujuk pasien;
(4) Adanya standar pemeriksaan laboratorium klinik atau
diagnostic imaging sebelum penerimaan pasien;
(5) Tidak merawat atau memindahkan atau merujuk pasien sebelum
hasil tes yang dibutuhkan tersedia;
(6) Kebutuhan darurat mendesak atau segera diidentifikasi dengan
proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien
dengan kebutuhan emergency;
(7) Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Budi Sehat Purworejo juga
melayani pasien dengan False Emergency;

BAB IV
REGISTRASI DAN ADMISI

Pasal 6

(1) Pendaftaran Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan dilakukan di


bagian Admisi Pendaftaran;
(2) Pada proses admisi pasien rawat inap dilakukan skrining
kebutuhan pasien untuk menetapkan pelayanan preventif,
paliatif, kuratif, dan rehabilitatif yang diprioritaskan berdasar
atas kondisi pasien;
(3) Pemindahan pasien dari Instalasi Gawat Darurat ke Rawat Inap
dapat dilakukan, jika diagnose sementara telah ditegakkan dan
didukung semua pemeriksaan yang dibutuhkan telah dilengkapi,
baik laboratorium maupun radiologi serta kondisi pasien sudah
stabil;
(4) Pendaftaran pasien Rawat Jalan dan bias dilayani via on line;
(5) Pendaftaran on line rawat inap belum bisa dilayani;
(6) Sebelum pasien melakukan pendaftaran di bagian admisi untuk
perawatan rawat inap :
a. Pasien dilakukan pemeriksaan penunjang yang menjadi
standar, yang disesuaikan dengan hasil skrining awal;
b. Jika pasien telah membawa hasil laboratorium dan radiologi
sebelumnya, maka dilakukan verifikasi;

BAB V
KESINAMBUNGAN PELAYANAN
Pasal 7
(1) Proses kesinambungan pelayanan di rumah sakit dan koordinasi
antar pemberi asuhan (PPA) dibantu oleh manager pelayanan
pasien (MPP) / case manager;
(2) Asuhan pasien di rumah sakit diberikan dan dilaksanakan
dengan pola pelayanan berfokus pada pasien;
(3) DPJP sebagai ketua tim asuhan pasien oleh professional pemberi
asuhan (PPA);
(4) Professional pemberi asuhan bekerja sebagai tim interdisiplin
dengan kolaborasi interprofesional dibantu antara lain oleh
panduan praktik klinik (PPK), panduan asuhan PPA, clinical
pathway, dan CPPT;
(5) Managaer Pelayanan Pasien (MPP) bukan merupakan
professional pemberi asuhan dan bekerja purna waktu;
(6) MPP mempunyai peran antara lain:
a. Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan pasien;
b. Mengoptimalkan pelayanan berfokus pada pasien;
c. Mengoptimalkan proses reimbersemen, dan dengan fungsi
sebagai berikut;
d. Asesmen untuk manajemen pelayanan pasien;
e. Perencanaan untuk manajemen pelayanan pasien;
f. Komunikasi dan koordinasi;
g. Edukasi dan advokasi;
h. Kendali mutu dan biaya pelayanan;
(7) Dalam pelaksanaan manajemen pelayanan pasien, MPP
mencatat pada lembar Form A yang merupakan skrining dan
evaluasi awal manajemen pelayanan pasien dan Form B yang
merupakan catatan implementasi manajemen pelayanan pasien;

BAB VI
ASESMEN PASIEN

Pasal 8
Asesmen awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan
yang sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat
dilakukan pengkajian, keputusan tentang pelayanan apa yang terbaik
untuk pasien serta adanya diagnosis awal;

Pasal 9
(1) Asesmen awal pasien di Rumah Sakit Budi Sehat Purworejo
terdiri dari asesmen awal pasien Rawat Inap (Medis dan
Keperawatan), asesmen awal pasien Rawat Jalan (Medis dan
Keperawatan) dan asesmen awal pasien Gawat Darurat (Medis
dan Keperawatan);
(2) Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak
rawat inap atau lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien atau
kebijakan rumah sakit;
(3) Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama
sejak rawat inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien atau
kebijakan rumah sakit;
(4) Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat
inap, atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit,
tidak boleh lebih dari 30 hari, jika lebih dari 30 (tiga puluh) hari,
maka harus dilakukan pengkajian ulang;
(5) Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi
pasien yang signifikan, sejak asesmen dicatat dalam rekam medis
pasien pada saat masuk rawat inap;
(6) Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana
pemulangan pasien (discharge);
(7) Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu
atas dasar kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respons
terhadap pengobatan dan untuk merencanakan pengobatan atau
untuk pemulangan pasien;
(8) Asesmen pasien dilakukan dengan metode IAR (tiga proses
primer):
a. Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik,
psikologis, sosial, kultur, spiritual dan riwayat kesehatan
pasien (I-informasi dikumpulkan);
b. Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan
radiologi diagnostik imajing/pencitraan untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien. (A-
analisis data dan informasi);
c. Pengembangan rencana perawatan pasien untuk memenuhi
kebutuhan yang telah diidentifikasi. (R– rencana disusun);
(9) Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan;
Pasal 10
Isi minimal asesmen awal antara lain :
a. Keluhan saat ini
b. Status fisik;
c. Psiko-sosio-spiritual;
d. Ekonomi;
e. Riwayat kesehatan pasien;
f. Riwayat alergi;
g. Riwayat penggunaan obat;
h. Pengkajian nyeri;
i. Risiko jatuh;
j. Pengkajian fungsional;
k. Risiko nutrisional;
l. Kebutuhan edukasi; dan
m. Perencanaan pemulangan pasien (Discharge Planning).

Pasal 11
(1) Asesmen awal Pasien Rawat Jalan:
a. Asesmen awal pasien rawat jalan meliputi pemeriksaan fisik,
riwayat kesehatan, pengkajian pasien dari aspek biologis,
psikologis, sosial, ekonomi, kultural dan spiritual;
b. Asesmen awal pasien rawat jalan meliputi poli umum, poli
spesialis, dan rehab medik;
c. Kerangka waktu penyelesaian asesmen awal pasien rawat
jalan harus selesai dalam waktu 1 jam;
d. asesmen awal pasien di rawat jalan dengan suatu diagnosis
“X”, bila pasien berulang / kambuh dengan penyakit “X”
dan datang kurang dari /sama dengan 30 hari, maka
dilakukan pengkajian ulang.
e. asesmen awal pasien di rawat jalan dengan suatu diagnosis
“X”, bila pasien berulang / kambuh dengan penyakit “X”
dan datang lebih dari 30 hari kemudian maka harus
dilakukan pengkajian awal.
(2) Asesmen awal pasien Gawat Darurat;
a. Asesmen awal pasien gawat darurat meliputi pemeriksaan
fisik, riwayat kesehatan, pengkajian pasien dari aspek
biologis, psikologis, sosial, ekonomi kultural dan spiritual
pasien;
b. Kerangka waktu penyelesaian asesmen awal pasien gawat
darurat harus selesai dalam waktu 2 jam;
(3) Asesmen awal Pasien Rawat Inap:
a. Asesmen awal pasien rawat inap meliputi pemeriksaan fisik,
riwayat kesehatan, pengkajian pasien dari aspek biologis,
psikologis, sosial,ekonomi kultural dan spiritual pasien;
b. Kerangka waktu penyelesaian asesmen awal pasien rawat
inap harus selesai dalam waktu 1 x 24 jam;
c. Pelaksanaan asesmen awal pasien rawat inap menghasilkan
rencana asuhan dan diintegrasikan;

Pasal 12
(1) Asesmen Resiko Jatuh;
a. Asesmen resiko jatuh di Rumah Sakit Budi Sehat Purworejo
menggunakan Morse Falls Scale (untuk pasien dewasa),
sedangkan untuk pasien anak menggunakan Skala Humpty
Dumpty;
b. Asesmen resiko jatuh dilakukan di rawat inap, rawat jalan
dan gawat darurat;
c. Asesmen resiko jatuh di rawat jalan menggunakan Get Up
and Go;
d. Asesmen resiko jatuh di gawat darurat hanya menanyakan 3
pertanyaan;
e. Untuk pasien yang tidak sadar, tidak dilakukan asesmen
resiko jatuh, karena dianggap pasien tersebut beresiko tinggi
untuk jatuh;
(2) Asesmen Nyeri;
a. Setiap pasien di Rumah Sakit Budi Sehat Purworejo akan
dilakukan skrining nyeri;
b. Apabila ditemukan rasa nyeri maka akan dilakukan asesmen
nyeri sesuai dengan umur pasien, pengukuran intensitas dan
kualitas nyeri;
c. Asesmen nyeri dilakukan di rawat inap, rawat jalan dan
gawat darurat;
d. Dilakukan oleh staf yang kompeten dan berwenang;
e. Asesmen nyeri di Rumah Sakit Budi Sehat Purworejo
menggunakan 5 cara yaitu Numeric Rating Scale, Wong
Baker Faces pain Scale,, NIPS, FLACC, Comfort Scale.
f. Asesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien sesuai dengan
kriteria kebutuhan atau kondisi pasien terhadap nyeri;
g. Setelah dilakukan asesmen ulang maka akan dilakukan
tindak lanjut sesuai dengan kriteria yang dikembangkan.
(3) Asesmen Resiko Malnutrisi;
a. Setiap pasien di Rumah Sakit Budi Sehat Purworejo
dilakukan skrining gizi;
b. Skrining gizi dilakukan oleh perawat yang berkompeten;
c. Skrining gizi di Rumah Sakit Budi Sehat Purworejo
menggunakan parameter MST untuk pasien dewasa dan
Strong Kids untuk pasien anak;
d. Apabila dalam skrining gizi di dapatkan skor beresiko
malnutrisi maka akan dilakukan asesmen gizi lanjut oleh ahli
gizi;
e. Untuk kategori A (gizi baik) akan dilakukan
asesmen/skrining ulang oleh dietisen (ahli gizi) setiap
minggu / 7 hari. Untuk kategori B (malnutrisi sedang) akan
dilakukan asesmen ulang setelah 3 hari. Untuk kategori C
(malnutrisi berat) akan dikonsulkan oleh dokter spesialis
gizi;
(4) Asesmen Kebutuhan Fungsional;
a. Asesmen Kebutuhan fungsional di Rumah Sakit Budi
Sehat Purworejo menggunakan Barthel Index;
b. Asesmen kebutuhan fungsional di kaji kebutuhannya
sebelum pasien sakit;
c. Asesmen kebutuhan fungsional dilakukan di rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat;
(5) Asesmen Tambahan;
Asesmen tambahan untuk populasi tertentu di Rumah Sakit Budi
Sehat Purworejo meliputi :
a. Neonatus.
b. Anak.
c. Remaja.
d. Obsteri / maternitas.
e. Geriatri.
f. Sakit terminal / menghadapi kematian.
g. Pasien dengan nyeri kronik atau nyeri (intense).
h. Tidak menyelenggarakan pelayanan pasien dengan gangguan
emosional atau pasien psikiatris.
i. Tidak meyelenggarakan pelayanan pasien kecanduan obat terlarang
atau alkohol.
j. Tidak menyelenggarakan pelayanan pasien korban kekerasan atau
kesewenanagan.
k. Pasien dengan penyakit menular atau infeksius.
l. Tidak menyelenggarakan pelayanan pasien yang menerima
kemoterapi atau terapi radiasi.
m. Pasien dengan sistem imunologi terganggu

Pasal 13
(1) Asesmen ulang harus dilakukan selama asuhan, pengobatan dan
pelayanan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien.
(2) Asesmen ulang adalah penting untuk memahami respons pasien
terhadap pemberian asuhan, pengobatan dan pelayanan, serta
juga penting untuk menentukan apakah keputusan asuhan
memadai dan efektif.
(3) Asesmen ulang akan dilakukan pada pasien yang mengalami
perubahan pengobatan, perubahan kondisi fisik atau status
mental atau post operasi. Sedangkan pasien yang tidak
mengalami perubahan akan dilakukan asesmen ulang untuk
dokter 1x/hari, untuk perawat 2x/hari;
(4) Asesmen ulang dilakukan dan dicatat di CPPT dengan dasar
metode IAR;
(5) Asesmen ulang dilakukan dengan metode SOAP, gizi dengan
metode ADIME;
(6) Perawat melakukan pengkajian ulang minimal satu kali pershift
atau sesuai perkembangan pasien, dan setiap hari
DPJP akan mengkoordinasi dan melakukan verifikasi ulang
perawat untuk asuhan keperawatan selanjutnya;
(7) DPJP sebagai ketua tim PPA melakukan evaluasi / reviu berkala
dan verifikasi harian untuk memantau terlaksananya asuhan
secara terintegrasi dan membuat notasi sesuai dengan kebutuhan
(termasuk di akhir minggu/hari libur) dan jika ada perubahan
kondisi pasien

Pasal 14
(1) Semua asesmen harus sudah terisi lengkap dan memiliki
informasi terkini (kurang dari atau sama dengan 30 hari) pada
saat tata laksana dimulai;
(2) Hasil dari seluruh asesmen yang dikerjakan di luar rumah sakit
ditinjau dan/atau diverifikasi pada saat masuk rawat inap atau
sebelum tindakan di unit rawat jalan.

Pasal 15
(1) Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung
dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan;
(2) Pengaturan penyimpanan lembar-lembar RM dilakukan oleh staf
yang kompeten;
(3) PPA yang melakukan asesmen awal, asesmen ulang dan asesmen
gawat darurat harus yang berkompeten dan berwenang;
a. Untuk perawat yaitu perawat klinik I (masa kerja 1 tahun)
harus mempunyai sertifikat STR, SIPP, RKK dan BTCLS;
b. Untuk dokter harus mempunyai STR, SIP, RKK, ACLS
c. Untuk PPA lain harus mempunyai STR, SIP/SIK, dan RKK;

BAB VII
PASEN

Pasal 16
(1) Pengelolaan yang efektif terhadap alur pasien (seperti
penerimaan, asesmen dan tindakan, transfer pasien, serta
pemulangan) dilaksanakan agar dapat mengurangi penundaan
asuhan kepada pasien;
(2) Komponen dari pengelolaan alur pasien meliputi;
a. ketersediaan tempat tidur rawat inap;
b. perencanaan fasilitas alokasi tempat, peralatan, utilitas,
teknologi medis, dan kebutuhan lain untuk mendukung
penempatan sementara pasien;
c. perencanaan tenaga untuk menghadapi penumpukan pasien
di beberapa lokasi sementara dan atau pasien yang tertahan
di unit darurat;
d. alur pasien di daerah pasien menerima asuhan, tindakan, dan
pelayanan (seperti unit rawat inap, laboratorium, kamar
operasi, radiologi, dan unit pasca- anestesi);
e. efisiensi pelayanan non-klinis penunjang asuhan dan
tindakan kepada pasien (seperti kerumahtanggaan dan
transportasi);
f. pemberian pelayanan ke rawat inap sesuai dengan
kebutuhan pasien;
g. akses pelayanan yang bersifat mendukung (seperti pekerja
sosial, keagamaan atau bantuan spiritual, dan sebagainya);
(3) Didalam proses pengelolaan alur pasien terlebih dahulu
menstabilkan kondisi pasien. Apabila tempat tidur rawat inap
tidak tersedia, maka pasien direncanakan untuk dilakukan
rujukan atau ditempatkan di IGD/ observasi paling lama 6 jam
dengan memanfaatkan fasilitas, utilitas, peralatan, teknologi
medis, dan kebutuhan lain untuk mendukung penempatan
sementara pasien;
(4) Apabila pasien bukan pasien kegawatan berasal dari poli jika
kamar perawatan penuh maka akan dilakukan sesuai prosedur
kamar tidur penuh;
(5) Apabila pasien membutuhkan tenaga pendukung pelayanan
seperti pekerja sosial, rohaniwan, maka petugas yang
bersangkutan dihadirkan ke IGD atau ruang perawatan.
(6) Dalam keadaan bencana, pengelolaan alur pasien dilaksanakan di
IGD dengan memperhatikan kondisi pasien sesuai prinsip triase
kebencanaan;
(7) Jika terjadi penumpukan pasien dan dibutuhkan mobilisasi
tenaga maka akan di atur oleh kepala komite keperawatan jika
terjadi pada saat jam kerja, atau oleh dokter jaga bangsal / in
patient jika pada saat diluar jam kerja;
(8) Pasien akan mendapatkan pelayanan prioritas atau diantar ke
ruang rawat inap lebih cepat berdasarkan kebutuhan pasien sesua
dengan panduan skrining;
(9) Pasien akan diobservasi di IGD dan tidak langsung dikirim ke
ruang perawatan sesuai dengan keadaan pasien.

BAB VIII
HAK PASIEN DAN KELUARGA

Pasal 17
(1) Pada pelaksanaan asuhan pasien, staf klinis harus memperhatikan
hak pasien;
(2) Pemberian asuhan pasien harus dengan menghargai agama,
keyakinan dan nilai-nilai pribadi pasien;
(3) Sesuai kebutuhan pasien, dapat dilayani permintaan kompleks
terkait dukungan agama atau bimbingan kerohanian;
(4) Dalam proses asuhan, pasien atau keluarga dapat mengajukan
second opinion tanpa rasa khawatir akan memengaruhi proses
asuhannya;
(5) Rumah sakit menyimpan rahasia informasi pasien dan
menghormati kebutuhan privasi pasien.
(6) Rumah sakit melindungi barang milik pasien yang dititipkan dan
barang milik pasien dimana pasiennya tidak dapat menjaga harta
miliknya;
(7) Pasien diperbolehkan untuk cuti perawatan jika ada keperluan
yang sangat mendesak dengan syarat antara lain:
a. Mengajukan permohonan cuti perawatan dengan
alasan yang jelas;
b. Mendapat persetujuan dari DPJP;
c. Meninggalkan RS maksimal 4 jam;
d. Dalam keadaan stabil ditandai dengan :
i. Pasien sadar penuh;
ii. Tanda tanda vital dan hemodinamik stabil ( TD ≤
140/80 dengan tidak ada perubahan yang signifikan
dalam 6 jam terakhir perawatan, Suhu < 38ºC untuk
pasien anak< 39ºC untuk pasien dewasa dengan tidak
ada perubahan yang signifikan dalam 6 jam terakhir
perawatan, RR ≤ 24, N = 60-100x/ menit );
iii. Tidak ada keluhan yang bertambah dari keadaan
sebelum pengobatan;
iv. Pasien bukan sedang dalam perawatan di ruang
intensive atau post operasi;
Pasal 18
(1) Dari hasil asesmen, pasien berhak mendapat informasi tentang
kondisi, diagnosis pasti, rencana asuhan, PPA yang bertanggung
jawan dan berkompeten dan dapat berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan;
(2) Staf klinis menjelaskan setiap tindakan atau prosedur yang
diusulkan kepada pasien dan keluarga, dan informasi yang
diberikan memuat elemen:
a. diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) dan dasar
diagnosis;
b. kondisi pasien;
c. tindakan yang diusulkan;
d. tata cara dan tujuan tindakan;
e. manfaat dan risiko tindakan;
f. nama orang mengerjakan tindakan;
g. kemungkinan alternatif dari tindakan;
h. prognosis dari tindakan;
i. kemungkinan hasil yang tidak terduga;
j. kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan;
k. Pasien dijelaskan tentang hasil asuhan dan pengobatan,
termasuk hasil asuhan dan pengobatan yang tidak terduga.

BAB IX
ASUHAN PASIEN

Pasal 19
(1) Asuhan pasien dilakukan oleh PPA dan staf klinis yang
kompeten dan berwenang;
(2) Asuhan pasien dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif,
atau rehabilitatif termasuk anestesia, tindakan bedah,
pengobatan, terapi suportif, atau kombinasinya, yang
berdasarkan hasil asesmen dan asesmen ulang pasien;
(3) Rencana asuhan pasien disampaikan sebelum pasien masuk
ruang perawatan;
(4) Rencana asuhan pasien termasuk hasil asuhan yang diharapkan
disampaikan oleh DPJP saat di poliklinik atau Dokter IGD saat
di IGD;
(5) Didalam rencana asuhan juga disampaikan perkiraan biaya yang
ditanggung selama asuhan yang disampaikan oleh bagian admisi
saat proses admisi;
(6) Pelaksanaan asuhan dan pelayanan harus dikoordinasikan
dan diintegrasikan oleh semua PPA, dan dapat dibantu oleh staf
klinis lainnya;
(7) Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang
sama berhak mendapat asuhan yang sama/seragam di rumah
sakit;
(8) Asuhan pasien yang seragam terefleksi dalam hal-hal sebagai
berikut:
a. akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai
diberikan oleh PPA yang kompeten,dapat dilakukan setiap
hari, setiap minggu atau setiap waktu;
b. penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf
klinis dan pemeriksaan diagnostik untuk memenuhi
kebutuhan pasien pada populasi yang sama;
c. pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien sama di
semua unit pelayanan di rumah sakit;
d. pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama
menerima asuhan keperawatan yang setara di seluruh rumah
sakit;
e. penerapan serta penggunaan regulasi, form dan rekam medis
yang sama dalam asuhan klinis pasien;

Pasal 20
(1) Pelayanan dan asuhan berfokus pada pasien diterapkan dalam
bentuk pelayanan dan asuhan pasien terintegrasi yang bersifat
integrasi horizontal dan vertikal;
(2) Pelayanan/asuhan terintegrasi horizontal melibatkan kontribusi
PPA yang sama pentingnya/sederajat;
(3) Pelayanan/asuhan terintegrasi vertikal merupakan pelayanan
berjenjang oleh/melalui berbagai unit pelayanan sampai ke
tingkat pelayanan yang berbeda;
(4) Manajer Pelayanan Pasien (MPP) berperan dalam
mengintegrasikan pelayanan dan asuhan melalui komunikasi
dengan para PPA;
Pasal 21
Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi berfokus pada pasien dan
mencakup elemen sebagai berikut:
a. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga;
b. DPJP sebagai ketua tim PPA;
c. DPJP wajib membuat rencana asuhan untuk setiap pasien;
d. DPJP melakukan koordinasi asuhan inter PPA dan bertugas dalam
seluruh fase asuhan rawat inap pasien serta teridentifikasi dalam
rekam medis pasien;
e. Bila kondisi pasien membutuhkan lebih dari 1 (satu) DPJP,
ditetapkan DPJP Utama;
f. PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan berkolaborasi
secara interprofesional;
g. Perencanaan pemulangan pasienyang terintegrasi;
h. Asuhan gizi yang terintegrasi;
i. Peran MPP dalam mendorong penerapan pelayanan dan asuhan
yang terintegrasi antar PPA.

BAB X
IDENTIFIKAS
I

Pasal 22
(1) Setiap pasien yang masuk Rawat Inap harus dipasangkan gelang
identitas pasien;
(2) Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum
transfusi darah atau produk darah lainnya, sebelum pengambilan
darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium klinis,
sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelum dilakukan Tindakan;

BAB XI
PENANGANAN PASIEN SAAT TEMPAT TIDUR PENUH

Pasal 23
(1) Untuk permintaan ruang rawat inap kelas VIP, ditawarkan kelas
yang lebih rendah;
(2) Untuk permintaan ruang rawat inap kelas I, kelas II, dan kelas
III, ditawarkan ke kelas yang lebih tinggi;
(3) Bila pasien harus dirawat di ICU, dan kapasitas penuh,
disarankan untuk dirujuk ke RS lain. Bila keluarga tidak setuju,
pasien dirawat di kamar rawat yang dekat dengan Ruang
Perawat dengan peralatan seadanya dan atas persetujuan
keluarga;

BAB XII
PERAWATAN KHUSUS

Pasal 24
(1) Kriteria prioritas ditetapkan dengan kriteria masuk dan kriteria
keluar menggunakan parameter diagnostik dan atau parameter
objektif termasuk kriteria berbasis fisiologis untuk menentukan
pasien yang membutuhkan pelayanan di unit khusus/spesialistik
atau pelayanan intensif;
(2) Staf di unit khusus/spesialistik atau unit intensif berpartisipasi
dalam menentukan kriteria masuk dan kriteria keluar;
(3) Kriteria dipergunakan untuk menentukan apakah pasien dapat
diterima di unit tersebut, baik dari dalam atau dari luar rumah
sakit.
(4) Penerapan kriteria Perawatan Khusus di RS Budi Sehat
Purworejo meliputi:
a. Setiap pasien yang akan masuk Perawatan Khusus harus
memenuhi criteria fisiologis yang telah ditetapkan dan
didokumentasikan di rekam medik pasien;
b. Setiap pasien yang akan dipindahkan/keluar dari ruang
khusus harus memenuhi criteria fisiologis dan
didokumentasikan di rekam medik pasien;
c. Pasien yang tidak memenuhi kriteria fisiologis yang
ditetapkan tidak diperkenankan untuk berada di unit
tersebut;
d. Ruang perawatan khusus yang dimaksud antara lain:
- Recovery Room (Pasca Pembedahan);
- ICU;
- PICU-NICU;
- Isolasi;
- Perina;

BAB XIII
PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN
PELAYANAN RISIKO TINGGI

Pasal 25
(1) Kelompok atau jenis pelayanan resiko tinggi yang dilayanan
yaitu;
a. Pasien emergensi;
b. Pasien koma;
c. Pasien dengan alat bantuan hidup
d. Pasien risiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan
penyakit jantung, hipertensi, stroke dan diabetes;
e. Pelayanan pasien paliatif;
f. Pelayanan pada pasien yang direstrain;
g. Pasien risiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan
penyakit jantung, hipertensi, stroke dan diabetes;
(2) Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan asuhan pada pasien
risiko tinggi dan pelayanan berisiko tinggi dengan cara;
a. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap
berisiko tinggi di rumah sakit;
b. Menetapkan prosedur, panduan praktik klinis (PPK),
clinical pathway dan rencana perawatan secara
kolaboratif;
c. Melatih staf untuk menerapkan prosedur, panduan praktik
klinis (PPK), clinical pathway dan rencana perawatan
rencana perawatan tersebut;
(3) Pelayanan pada pasien berisiko tinggi membutuhkan prosedur,
panduan praktik klinis (PPK) clinical pathway dan rencana
perawatan yang akan mendukung PPA memberikan pelayanan
kepada pasien secara menyeluruh, kompeten dan seragam;
(4) Pasien Resiko tinggi yang tidak dapat dilayani di RS Budi Sehat
Purworejo:
a. Pasien dengan risiko bunuh diri;
b. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan penyakit
yang berpotensi menyebabkan kejadian luar biasa;
c. Pelayanan pada pasien dengan “immuno- suppressed”;
d. Pelayanan pada pasien yang mendapatkan pelayanan
dialisis;
e. Pelayanan pada pasien yang menerima kemoterapi;
f. Pelayanan pada pasien yang menerima radioterapi;
(5) Pasien Resiko Tinggi yang tidak dapat dilayani di RS Budi
Sehat Purworejo akan dirujuk ke Rumah Sakit Lain yang dapat
menangani;
(6) Rumah sakit menetapkan indentifikasi resiko tambahan yang
dapat mempengaruhi resiko tinggi meliputi:
a. Kebutuhan pencegahan thrombosis vena dalam
b. Luka decubitus
c. Infeksi akibat penggunaan ventilator
d. Cedera neurologi dan pembuluh darah pada pasien
restrain
e. Infeksi pada prosedur slang sentral
f. Pasien jatuh
(7) Rumah sakit memberikan edukasi dan pelatihan kepada staf
dalam upaya melakukan penanganan dan pencegahan pada
kejadian resiko tambahan pada ayat (7) huruf a-f
BAB XIV
DOKTER PENANGGUNGJAWAB PASIEN (DPJP)

Pasal 26
(1) DPJP adalah tim leader yang melakukan koordinasi asuhan inter
PPA dan bertugas dalam seluruh fase asuhan rawat inap pasien;
(2) DPJP dalam pelaksanaan tugasnya dicatat di dalam rekam
medis;
(3) Pasien rawat inap mendapatkan asuhan medis dari dokter
spesialis sesuai dengan kompetensinya, maka dokter spesialis
tersebut adalah DPJP;
(4) Pasien yang dirawat oleh dokter spesialis kemudian
dikonsultasikan ke dokter spesialis lain yang lebih kompeten
dengan kasus penyakit pasien, maka dokter spesialis yang
menerima konsultasi adalah DPJP;
(5) Pasien yang mendapatkan asuhan medis lebih dari 1 dokter,
maka masing-masing dokter adalah DPJP sesuai kewenangan
klinik, sedangkan DPJP utama adalah dokter yang memiliki
kompetensi sesuai diagnose utama penyakit yang diderita pasien;
(6) Perpindahan tanggung jawab pelayanan pasien dari satu DPJP ke
DPJP yang lain tercatat dalam Rekam Medis;

BAB XV
PENUNDAAN PELAYANAN

Pasal 27
(1) Penundaan pelayanan pasien dilakukan dengan memperhatikan
kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu pengobatan atau
penundaan untuk pelayanan diagnostic;
(2) Apabila terjadi penundaan dan kelambatan pelayanan di rawat
jalan maupun rawat inap harus disampaikan kepada pasien;
(3) Pasien diberi tahu alasan penundaan dan kelambatan pelayanan
dan diberi informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai
kebutuhan klinis pasien dan dicatat di rekam medis;
(4) Hal yang diinformasikan didokumentasikan ke dalam rekam
medik;
(5) Dibuat panduan/prosedur tertulis untuk melaksanakan pemberian
informasi secara konsisten;

BAB XVI
PEMULANGAN PASIEN

Pasal 28
(1) Untuk menjamin kesinambungan pelayanan dan asuhan pasien,
harus dilakukan rencana pemulangan pasien yang terintegrasi;
(2) Pemulangan pasien dilaksanakan oleh DPJP;
(3) Selama perawatan di rumah sakit, pasien hanya bisa
meninggalkan rumah sakit atas persetujuan DPJP;
(4) Kriteria pasien pulang:
a. Keadaan umum baik;
b. Tidak ada keluhan;
c. Tanda – tanda vital dalam keadaan normal;
d. Sudah memenuhi kriteria pemulangan sesuai dengan PPK
(panduan praktik klinik) masing – masing penyakit
e. Atas pertimbangan atau persetujuan DPJP;
(5) Apabila pasien meminta pulang tanpa persetujuan DPJP maka
pasien dikatakan sebagai pulang atas permintaan sendiri dan
mengisi form dengan mengetahui dan paham atas segala resiko
yang ditimbulkan;
(6) Bila diperlukan, pada pemulangan pasien dapat dirujuk kepada
fasilitas kesehatan, baik perorangan ataupun institusi yang berada
di komunitas dimana pasien berada yang bertujuan untuk
memberikan kelanjutan pelayanan atau asuhan;
(7) Rencana pemulangan pasien dilakukan pada pasien yang rencana
pemulangannya kompleks;
(8) Rencana pemulangan yang kompleks dimulai segera setelah
pasien masuk rawat inap;
(9) Kriteria pasien yang pemulangannya kompleks dan memerlukan
kesinambungan asuhan adalah:
a. Pasien dengan gangguan anggota gerak;
b. Pasien dengan kebutuhan pelayanan kesehatan medis atau
keperawatan yang berkelanjutan atau panjang (contoh :
pasien post operasi dan pasien yang pulang dengan masih
terpasang alat medis);
c. Pasien yang dinilai akan memerlukan bantuan dalam
aktifitas sehari-hari dirumah (terdapat keterbatasan fisik dan
kemandirian);

BAB XVII
RINGKASAN MEDIS DAN DISCHARGE PLANNING

Pasal 29
(1) Dokter memberikan penjelasan tentang kondisi kesehatan
terakhir pasien;
(2) Dokter mengisi lembar resume pulang di rekam medis;
(3) Dokter memberikan informasi tentang tindak lanjut perawatan
pasien;
(4) Semua hasil pemeriksaan penunjang seperti hasil pemeriksaan
laboratorium, rontgen, CT-scan diserahkan pada pasien setelah
dicatat hasilnya dalam rekam medis;
(5) Jika pasien menghendaki kontrol, maka diberikan surat atau
kartu kontrol dan diberikan penjelasan yang mudah dipahami
oleh pasien dan keluarga meliputi kapan harus kontrol;
(6) Bila pasien belum saatnya kontrol tapi mengalami kondisi yang
perlu mendapatkan pelayanan darurat maka diinformasikan
untuk menghubungi faskes/pelayanan IGD terdekat dari rumah
pasien;
(7) Jika pasien akan pindah rawat, maka pasien dibuatkan resume
untuk diserahkan kepada dokter keluarga atau dokter lain yang
merawat;
(8) Untuk pasien yang menghendaki perawatan lanjutan di rumah,
dokter yang dibantu oleh case manager memberikan edukasi
untuk perawatan pasien di rumah (homecare);
(9) Pemulangan pasien yang rencana pemulangannya komplek
(discharge planning) dimulai sejak awal pasien masuk rawat
inap melibatkan semua PPA terkait serta difasilitasi oleh MPP;
Pasal 30
Pembuatan Resume Pulang Pasien Rawat Inap:
(1) Resume pasien dibuat oleh DPJP (dapat dibantu oleh dokter jaga
ruangan), DPJP tetap sebagai penanggung jawab dengan
mencantumkan tanda tangan DPJP pada form resume pasien
rawat inap;
(2) Resume pasien rawat inap dibuat sebelum pasien pulang;
(3) Resume berisi instruksi untuk tindak lanjut;
(4) Salinan ringkasan pelayanan didokumentasikan dalam rekam
medis;
(5) Salinan resume pasien rawat inap dibuat 4 (empat) rangkap, asli
untuk rekam medis, yang lain untuk penjamin ,pasien dan tenaga
kesehatan yang bertanggungjawab memberikan asuhan;
(6) Resume pasien rawat inap diberikan ke pasien/keluarga disertai
serah terima dan tanda tangan pasien/keluarga serta tanggal
serah terima;

Pasal 31
Isi Resume Pasien terdiri atas :
(1) Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
diagnostic;
(2) Indikasi rawat inap, diagnosis dan penemuan kelainan fisik dan
lainnya yang penting;
(3) Prosedur therapi dan tindakan yang telah dilakukan;
(4) Pemberian medikmentosa dan pemberian obat waktu pulang;
(5) Status kondisi pasien saat pulang (sembuh, membaik, belum
sembuh, meninggal <48 jam, meninggal >48 jam, dan
pemeriksaan tanda-tanda vital);
(6) Instruksi follow up/tindak lanjut dan dijelaskan kepada pasien
atau keluarga;

Pasal 32
(1) Pasien Rawat Jalan dengan asuhan yang kompleks atau yang
diagnosisnya kompleks diperlukan Profil Ringkas Medis Rawat
Jalan (PRMRJ) yang didokumentasikan di formulir PRMRJ;
(2) Pasien rawat jalan yang memerlukan PRMRJ adalah:
a. Pasien dengan diagnosis yang kompleks; Kriteria Diagnosa
yang komplek adalah diagnosa yang diderita pasien lebih
dari satu diagnose;
b. Pasien dengan asuhan yang kompleks; Kriteria asuhan yang
komplek adalah pasien yang karena kondisi penyakitnya
memerlukan asuhan dari multidisiplin ilmu yang berbeda;
(3) Penyimpanan berkas PRMRJ harus mudah untuk dicari kembali;
Formulir Profil Ringkas Medis Rawat Jalan atau Summary List
disimpan dalam rekam medis pasien di bagian depan dibawah
lembar identifikasi pasien agar mudah ditelusur dan mudah di-
review;
(4) Pelaksanaan pembuatan PRMRJ dievaluasi agar dapat memenuhi
kebutuhan para DPJP serta untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien;
(5) Di dalam rekam medis pasien rawat jalan dilengkapi dengan
Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) yang dibuat oleh
unit Rawat Jalan dan ditetapkan oleh direktur;
(6) Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) diperlukan untuk
pasien rawat jalan dengan diagnosis yang kompleks dan atau
membutuhkan asuhan yang kompleks, menjalani tindakan
beberapa kali, atau dating di beberapa unit klinik;
(7) Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) berisi :
a. Alergi terhadap obat atau yang lainnya;
b. Medikamentosa yang diberikan;
c. Prosedur pembedahan yang lalu;
d. Riwayat asuhan yang lalu (rawat inap);
e. Nama poliklinik dan nama dokter (DPJP);
f. Penempatan resum PRMRJ diletakkan di bagian paling
depan agar mudah ditelusur dan mudah direview;

BAB XVIII
PENOLAKAN ASUHAN MEDIS

Pasal 33
(1) Pasien mempunyai hak untuk memberikan persetujuan atau
menolak atas tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya, termasuk
menolak dilakukan resusitasi;
(2) Kepada pasien atau keluarga yang menolak asuhan atau meminta
penghentian asuhan/pengobatan, termasuk pulang atas
permintaan sendiri, harus dijelaskan konsekuensi dari keputusan
mereka;
(3) Penjelasan juga meliputi risiko medis akibat asuhan medis yang
belum lengkap;
(4) Untuk pasien yang keluar rumah sakit atas permintaan sendiri
tetap harus diupayakan kesinambungan asuhannya, termasuk
melalui rujukan kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di
area domisili pasien;
(5) Dilakukan evaluasi secara berkala terhadap penolakan asuhan
medis, termasuk pasien yang pulang atas permintaan sendiri;

Pasal 34
(1) Keluarga pasien dapat meminta dokter untuk melakukan
penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup atau meminta
menilai keadaan pasien untuk penghentian atau penundaan terapi
bantuan hidup;
(2) Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan
hidup tindakan kedokteran terhadap pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim dokter yang
menangani pasien setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang
ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik.
(3) Permintaan keluarga pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan dalam hal;
a. pasien tidak kompeten tetapi telah mewasiatkan pesannya
tentang hal ini (advanced directive) yang dapat berupa:
i. pesan spesifik yang menyatakan agar dilakukan
penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup
apabila mencapai keadaan futility (kesia- siaan);
ii. pesan yang menyatakan agar keputusan didelegasikan
kepada seseorang tertentu (surrogate decision
maker);
b. pasien yang tidak kompeten dan belum berwasiat, namun
keluarga pasien yakin bahwa seandainya pasien kompeten
akan memutuskan seperti itu, berdasarkan kepercayaannya
dan nilai-nilai yang dianutnya;
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) bila pasien masih mampu membuat keputusan
dan menyatakan keinginannya sendiri;
(5) Dalam hal permintaan dinyatakan oleh pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), maka permintaan pasien tersebut harus
dipenuhi;
(6) Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara permintaan keluarga
dan rekomendasi tim yang ditunjuk oleh komite medik atau
komite etik, dimana keluarga tetap meminta penghentian atau
penundaan terapi bantuan hidup, tanggung jawab hukum ada di
pihak keluarga;
(7) Pada proses penolakan asuhan medis kemudian pasien melarikan
diri dari rumah sakit baik yang terjadi di rawat inap atau rawat
jalan maka harus dilakukan :
a. Segera melakukan usaha pencarian dan penanganan pasien
kabur/lari sesuai SPO pasien kabur/lari;
b. Identifikasi pasien meliputi apakah menderita penyakit yang
membahayakan dirinya sendiri atau lingkungan.
c. Rumah sakit segera melaporkan ke pihak yang berwenang
bila ada indikasi kondisi pasien membahayakan dirinya
sendiri atau lingkungan;
d. Jika pasien bisa segera ditemukan maka dikaji alasan pasien
kabur/melarikan diri apakah berhubungan dengan proses
pemberian asuhan;
e. Dilakukan evaluasi atas kejadian tersebut;

BAB XIX
TRANSFER DAN RUJUKAN

Pasal 35
(1) Tranfer Internal (perpindahan pasien di dalam rumah sakit)
dilaksanakan sesuai criteria yang ditetapkan;
(2) Pasien yang akan ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih
dahulu sebelum dipindahkan;
(3) Adanya kepastian tersedianya tempat di ruangan yang dituju;
(4) Kondisi pasien harus dimonitor dan dijamin
keselamatannya selama proses transfer/pemindahan;

Pasal 36
(1) Rujukan eksternal dilaksanakan atas persetujuan pasien atau
keluarga;
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan dari
tenaga kesehatan yang berwenang.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya meliputi:
a. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang
diperlukan;
b. alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
c. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
d. transportasi rujukan; dan
e. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam
perjalanan;
(4) Ada staff yang bertanggung jawab dalam proses rujukan meliputi
dari persiapan rujukan sampai pelaksanaan rujukan;
Pasal 37
Hal-hal yang harus dilakukan sebelum melakukan rujukan adalah:
a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi
kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan
kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama
pelaksanaan rujukan;
b. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan
memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien
dalam hal keadaan pasien gawat darurat; dan
c. membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada
penerima rujukan;

Pasal 38
Surat pengantar rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c
sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas pasien;
b. hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang) yang telah dilakukan;
c. diagnosis kerja;
d. terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e. tujuan rujukan; dan
f. nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan;

Pasal 39
(1) Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien;
(2) Selama proses transportasi rujukan ada staf yang kompeten sesuai
dengan kondisi pasien yang selalu memonitor dan mencatatnya
dalam rekam medis;
(3) Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh
penerima rujukan;

Pasal 40
Pasien atau keluarga diberi penjelasan apabila rujukan yang
dibutuhkan tidak dapat dilaksanakan;

BAB XX
TRANSPORTASI
Pasal 41
(1) Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum
dan peraturan yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian,
kondisi dan pemeliharaan;
(2) Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pasien serta sesuai dengan program PPI, memenuhi
aspek mutu dan keselamatan pasien dan keselamatan transportasi
(3) Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi,
dilengkapi dengan peralatan yang memadai, perbekalan dan
medikamentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang dibawa;
BAB XXI
PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL

Pasal 42
(1) Rumah sakit memberikan asuhan pasien menjelang akhir
kehidupan dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan
keluarga, mengoptimalkan kenyamanan dan martabat pasien,
serta mendokumentasikan dalam rekam medis.
(2) Pelayanan pasien tahap terminal wajib dilakukan Skrining untuk
netapkan bahwa kondisi pasien masuk dalam fase
mmeenjelang ajal. Selanjutnya, PPA melakukan pengkajian
menjelang akhir kehidupan yang bersifat individual untuk
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarganya.
Pengkajian pada pasien menjelang akhir kehidupan harus
menilai kondisi pasien seperti:
a) Manajemen gejala dan respons pasien, termasuk mual,
kesulitan bernapas, dan nyeri.
b) Faktor yang memperparah gejala fisik.
c) Orientasi spiritual pasien dan keluarganya, termasuk
keterlibatan dalam kelompok agama tertentu.
d) Keprihatinan spiritual pasien dan keluarganya, seperti putus
asa, penderitaan, rasa bersalah.
e) Status psikososial pasien dan keluarganya, seperti
kekerabatan, kelayakan perumahan, pemeliharaan
lingkungan, cara mengatasi, reaksi pasien dan keluarganya
menghadapi penyakit.
f) Kebutuhan bantuan atau penundaan layanan untuk pasien
dan keluarganya.
g) Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan.
h) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara
mengatasi dan potensi reaksi patologis.
i) Pasien dan keluarga dilibatkan dalam pengambilan
keputusan asuhan.

BAB XXII
MANAJEMEN OBAT

Pasal 43
(1) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien
kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk
mencegah pemberian yang tidak sengaja diarea tersebut, bila
diperkenankan kebijakan;
(2) Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien
diberi label yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi
akses (restrict access);

BAB XXIII
SURGICAL SAFETY CHECKLIST

Pasal 44
(1) Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan /
pemberian tanda;
(2) Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi
praoperasi tepatlokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan
semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat/benar, dan fungsional;
(3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/
mendokumentasikan prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat
sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan;
BAB XXIV
HAND HYGIENE

Pasal 45
(1) Mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang baru- baru ini
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO
Patient Safety);
(2) Menerapkan program hand hygiene yang efektif;

BAB XXV
KOMUNIKASI EFEKTIF
Pasal 46
(1) Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah
atau hasil pemeriksaan tersebut;
(2) Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara
lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut;
(3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang
memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut;
Pasal 47
(1) Pemberian informasi kepada keluarga pada saat admisi tentang
tarif ruangan oleh staf admisi di dalam General Consent dan
perkiraan biaya tariff tindakan medis oleh kasir;
(2) Pemberian informasi oleh dokter poliklinik/dokter jaga IGD
meliputi rencana efektif dalam memberikan edukasi dan
infromasi sehingga cukup memahamkan bagi pasien dan
keluarga untuk mengambil keputusan yang benar;

BAB XXVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila ada hal-
hal yang tidak sesuai akan dilakukan revisi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;

Ditetapkan di : Purworejo
Pada tanggal : 06 Januari 2022
Direktur
RS Budi Sehat Purworejo,

dr. PUTRI SAYEKTI MAHANANI, M.P.H.

Anda mungkin juga menyukai