Anda di halaman 1dari 134

KESEHATAN DAERAH MILITER II/SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT TK IV 02.07.02 LAHAT

PEDOMAN PELAYANAN ASUHAN PASIEN


DI RUMAH SAKIT TK IV 02.07.02 LAHAT

LAHAT, 2019

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

1. PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM

Pelayanan pasien adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung dari petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pasien.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan langsung dari petugas
kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan memberikan kepuasan kepada
pasien.

Pelayanan adalah sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan


melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan.Pelayanan
kesehatan saat ini memiliki paradigma baru yaitu menempatkan pasien sebagai
pelanggan dan menjadi fokus pelayanan, yang berarti kepuasan, keselamatan dan
kenyamanan merupakan hal utama bagi pasien. Harapan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan mencakup pelayanan yang indikatif dan bermutu, diberikan oleh
dokter dengan sikap dan perilaku yang profesional dan bertanggung jawab.Pola
hubungan dokter-pasien juga mengalami perubahan.Dokter sebagai pemberi pelayanan
kesehatan harus menghargai hak-hak pasien, transparan, akuntable, dan memperhatikan
aspek-aspek hukum.
Profesi seorang dokter dan paramedis merupakan tugas mulia bagi kehidupan
manusia dalam bidang kesehatan khususnya,Dengan demikian, seorang dokter dan
paramedis harus mempunyai kompetensi akademik, sehingga setelah selesai
pendidikannya akan memiliki kemampuan melaksanakan praktek sesuai keahliannya,
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak
mendapat kualitas asuhan yang sama dirumah sakit.

Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam :

a. Penerapan penggunaan regulasi dan Form Asesmen Awal-Asesmen Ulang


,panduan praktik klinis ,alur klinis Terintegrasi ,pedoman manejemen nyeri, dan
regulasi untuk berbagi tindakan antara lain pemberian tranfusi darah dsb.
2
b. Akses untuk asuhan dan pengobatan serta yang memadai yang diberikan oleh
praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu.

RS Tk. IV 02.07.02 Lahat mempunyai tenaga medis yang terdiri dari dokter
spesialis, dokter sub spesialis, dan dokter umum.

Pelayanan pasien yang diberikan oleh tenaga medis tidak tergantung atas hari-hari
tertentu atau waktu tertentu (hari libur), artinya dokter spesialis/sub spesialis tetap dapat
memberikan pelayanan dan pengobatan pasien.

Untuk tenaga paramedis di RS Tk. IV 02.07.02 Lahat mempunyai sistim kerja shift.

Sistim shift terdiri dari 3 – 24 – 7, artinya 3 shift dalam 24 jam selama 7 hari. Dalam
setiap shift diketuai oleh ketua tim.

Tenaga paramedis pada kamar perawatan Kelas I, Kelas II, terdiri dari 1 orang
perawat berkompeten (ketua tim) dan 3 orang perawat pelaksana.

Sedangkan untuk tenaga paramedis untuk kamar perawatan, dan kelas III, terdiri
dari 2 orang perawat berkompeten (ketua tim dan wakil), dan 4 orang perawat pelaksana.

Semua tenaga paramedis RS Tk. IV 02.07.02 Lahat pada umumnya berijazah DIII
Keperawatan.

c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi psien menentukan alokasi sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
RS Tk. IV 02.07.02 Lahat mempunyai panduan praktik klinik yang seragam kepada
pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.

Panduan praktik klinik pada pasien yang dirawat diruang Kelas I, kelas II, Kelas III,
seragam sesuai prosedur yang telah ditetapkan.

Setiap tindakan atau pemeriksaan penunjang yang diberikan kepada pasien harus
sama sesuai dengan kondisi pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien.

Untuk pelayanan yang menggunakan BPJS disesuaikan dengan peraturan yang


berlaku dari pihak BPJS.

d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anastesi) sama
diseluruh Rumah Sakit.

3
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat diseluruh Rumah Sakit.
RS Tk. IV 02.07.02 Lahat merupakan rumah sakit yang mengacu kepada undang-
undang 1945 dan peraturan menteri kesehatan.

Setiap pasien memiliki kebutuhan asuhan keperawatan yang berbeda sesuai


dengan diagnosa penyakitnya.

RS Tk. IV 02.07.02 Lahat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai


dengan ketentuan yang berlaku, yang sudah ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit

2.0.CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI

Tujuan utama rumah sakit adalah memberikan perawatan pasien. Proses perawatan
pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi kesehatan serta dapat melibatkan
jenis perawatan, departemen dan layanan. Integrasi dan koordinasi kegiatan perawatan
pasien akan menghasilkan proses-proses perawatan yang efisien, penggunaan sumber
daya manusia dan lainnya yang efektif, serta kemungkinan kondisi akhir yang lebih baik.
Oleh karena itu pemimpin merupakan sarana dan tekhnik untuk mengintegrasi dan
mengkoordinasi perawatan perawatan pasien yang lebih baik misalnya, perawatan
diberikan oleh tim, kunjungan terhadap pasien dilaksanakan oleh departemen, formulir
perencanaan perawatan bersama, rekam medis yang terintegrasi, manager-manager
kasus (Felita et al, 2011)

Rekam medis memfasilitasi dan mencerminkan integrasi dan koordinasi perawatan.


Secara khusus, setiap praktisi kesehatan : perawatan, dokter, ahli terapi, ahli gizi dan
profesional kesehatan lainnya mencatat pengamatan, pengobatan, hasil atau kesimpulan
dari pertemuan/diskusi perawatan pasien dalam catatan perkembangan yang berorientasi
masalah dalam bentuk SOAP (IE), dengan formulir yang sama dalam rekam medis,
dengan ini diharapkan dapat meningkatkan komunikasi antar profesional kesehatan
(Frelita situmorang, 2011:iyer patrecia and camp nancy, 2004).
Suatu rencana perawatan tunggal dan integrasi yang mengidentifikasi perkembangan
terukur yang diharapkan oleh masing-masing disiplin adalah lebih baik dari pada rencana
perawatan terpisah yang disusun oleh masing-masing praktisi. Rencana perawatan
pasien harus mencerminkan sarana sasaran perawatan yang khas utuk masing-masing

4
individu, objektif, dan realitis sehingga nantinya penilaian ulang dan revisi rencana dapat
dilakukan.
Pelayanan yang berfokus pasien membutuhkan dokumentasi integrasi yang
mewajibkan setiap profesi melakukan pencatatan pada dokumen yang sama. Metode ini
diharapkan dapat meningkatkan komunikasi yang efektif antar profesi, pencatatan dapat
dilakukan lebih optimal karena semua profesi menulis pada dokumen yang sama,
meminimalkan mis komunikasi, menurunkan angka kejadian tidak diharapkan dan pada
akhirnya itu semua bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan berdampak
pada peningkatan mutu pelayanan ( frelita, situmorang, & silitonga, 2011: iyer patricia and
camp nancy, 2004).

2.1.REKAM MEDIS

Lahirnya rekam medis berjalan sejajar dengan lahirnya ilmu kedokteran karenanya
sejak Zaman (Paleolithic) lebih kurang 25.000 SM di Spanyol rekam medis telah ada,
tetapi dalam bentuk yang primitif sekali berupa pahatan pada dinding gua.

Imhotep adalah dokter yang pertama menjalankan rekam medis. Hidup di zaman
Piramid 3.000-2.500 SM. Ia adalah pegawai negeri tinggi, Kepala Arsitek Negri serta
penasehat Medis Fira’un, kemudian ia dihormati sebagai medical demiggod seperti
Aesculapius : Ia membuat Papyrus (dokumen ilmu kedokteran kuno yang berisi 43 kasus
pembedahan). Papyrus ini selama berabad-abad menghilang dan baru diketemukan pada
abad XIX oleh seorang berkebangsaan Inggris bernama Edwin Smith, hingga kemudian
dinamakan : Edwin Smith Papyrus. Papyrus ini saat ini disimpan di New York Academy of
Medicine, USA.

Kapten Jhon Grant adalah orang yang pertama kali mempelajari Vital Statistik pada
tahun 1661.Ia melakukan penelitian atas Bilis of Mortality (angka Kematian). Pada abad
XVIII Benyamin Franklin dari USA mempelopori berdirinya rumah sakit Pennsylvania di
Philadelpia (1752).Rekam medis sudah ada pada tahun 1873 dan indeks pasien baru
disimpan.

Tahun 1771 Rumah Sakit New York dibuka, pada tahun 1793 register pasien
dikerjakan. Tahun 1862 mulai dicoba menggunakan indeks penyakit.Pada tahun 1914
istilah-istilah kepenyakitan baru dapat diterangkan.

5
Pada tahun 1801 Rumah Sakit Umum Massacussect di Boston dibuka memiliki
rekam medis dan katalog lengkap.Tahun 1871 mulai diinstruksikan bahwa pasien dirawat
harus dibuat KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien).

Tahun 1870-1893 Library Bureu mulai mengerjakan penelitian katalog pasien.


Tahun 1895 -1867 Ny. Grece Whiting Myerors terpilih sebagai Presiden pertama dari
Association of Record Librarian of North America.Ia adalah ahli medical record pertama di
rumah sakit.Pada abad XX rekam medis baru menjadi pusat perhatian secara khusus
pada beberapa rumah sakit, perkumpulan ikatan dokter/rumah sakit di negara- negara
barat.

Tahun 1902 American Hospital Association untuk pertama kalinya melakukan


diskusi rekam medis.Tahun 1905 beberapa buah pikiran dokter diberikan untuk perbaikan
rekam medis. Tahun 1905 Dokter George Wilson seorang dokter kebangsaan Amerika
dalam rapat tahunan American Medical Association ke 56 membacakan naskahnya :
“Aclinical Chart for The Record of Patient in Small Hospital “ yang kemudian diterbitkan
dalam Journal of American Association terbit 23-9-1905. Isi naskah itu adalah tentang
pentingnya nilai medical record yang lengkap isinya demi kepentingan pasien maupun
bagi pihak rumah sakit.

Berikut adalah perkembangan selanjutnya :

1. Tahun 1935 di USA muncul 4 buah sekolah Rekam Medis.


2. Tahun 1955 berkembang menjadi 26 sekolah terdapat 1000 lulusan.
3. Tahun 1948 Inggris membuat 4 sekolah rekam medis.
4. Tahun 1944 Australia membuat sekolah rekam medis oleh seorang ahli RM dari
Amerika yang bernama Ny. Huffman, di Sydney dan Melbourne.

Dengan demikian dunia internasional sudah menyadari bagaimana pentingnya tulisan-


tulisan serta catatan mengenai penyakit seseorang sehingga harus disusun dengan
sebaik-baiknya dan catatan medis inilah yang kita namakan dengan rekam medis.

Semenjak masa pra kemerdekaan rumah sakit di Indonesia sudah melakukan


kegiatan pencatatan, hanya saja masih belum dilaksanakan dengan penataan baik, atau
mengikuti sistem yang benar, penataan masih tergantung pada selera pimpinan masing-
masing rumah sakit.

6
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1960, kepada semua
petugas kesehatan diwajibkan unatuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas
rekam medis.Kemudian pada tahun 1972 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.034/Birhup/1972, ada kejelasan bagi rumah sakit menyangkut kewajiban untuk
menyelenggarakan medical record. Bab I pasal 3 menyatakan bahwa guna menunjang
terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka setiap rumah sakit:

 Mempunyai dan merawat statistik yang up to date.


 Membuat medical record yang berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.

Maksud dan tujuan dari peraturan-peraturan tersebut adalah agar di institusi


pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, penyelenggaraan rekam medis dapat
berjalan dengan baik.Pada tahun 1972-1989 penyelenggaraan rekam medis belum
berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Maka dengan diberlakukannya Permenkes No.749a menkes/per/XV/tahun 1989


tentang rekam medis / medical record yang merupakan semua tenaga medis dan para
medis di rumah sakit yang terlibat dalam penyelenggaraan rekam medis harus
melaksanakannya. Dalam pasal 22 sebagai salah satu pasal permenkes No. 749a tahun
1989 tersebut disebutkan bahwa hal-hal tehnis yang belum diatur dan petunjuk
pelaksanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal sesuai dengan bidang
tugas masing-masing. Sejalan dengan pasal 22 tersebut maka Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik telah menyusun Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Rekam
Medis/Medical Record di Rumah Sakit dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pelayanan Medik No. 78 Tahun 1991 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam
Medis di Rumah Sakit.

2.2.PEMBERI PELAYANAN PASIEN

Kerjasama tim para pemberi asuhan pasien merupakan prasyarat untuk mencapai
tujuan tersebut, dan dilengkapi dengan komunikasi yang baik. Serta tidak dapat dipungkiri
bahwa peranan dokter sebagai ketua tim sangat besar dan sentral dalam menjaga
keselamatan pasien, karena semua proses pelayanan berawal dan ditentukan oleh
dokter. Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah pentingnya faktor
catatan medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses pelayanan terhadap pasien
direkam secara real time dan akurat. Sehingga apabila terjadi sengketa medis rekam

7
medis ini benar benar dapat menjadi alat bukti bagi rumah sakit bahwa proses pelayanan
telah dijalankan dengan benar dan sesuai prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat
pula berfungsi sebagai masukan untuk memperbaiki proses pelayanan yang ada.

Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien(patient care)adalah asuhan
medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang dalam standar keselamatan pasien
disebut DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pasien.

2.3.TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF

Keselamatan pasien atau “patient safety” merupakan salah satu isu utama dalam
pemberian pelayanan kesehatan. Isu ini dimulai ketika pada tahun 1999 IOM’s (Institute of
Medicine’s) melaporkan tingginya angka kematian dan kerugian ekonomi yang
dikarenakan oleh kesalahan pengobatan di Amerika, hal ini mendorong negara-negara
anggota WHO untuk menyepakati resolusi World Health Assembly pada tahun 2002
sebagai pengakuan atas kebutuhan keselamatan pasien (American Academy of Pediatric,
2011 dan Aspden et al, 2004). Kesadaran akan pentingnya keselamatan pasien semakin
meningkat dengan dikeluarkannya international patient safety goals oleh Joint
Commission International yang menutut semua departemen rumah sakit untuk
menegakkan keselamatan pasien dan menekan angka kejadian yang membahayakan
pasien yang ditimbulkan oleh tindakan medis maupun tindakan perawatan lainnya (Joint
Commission International, 2013).

Dewasa ini ilmu pengetahuan semakin maju, masyarakat pun semakin cerdas dan
kritis dalam setiap tindakan di bidang medis.Oleh karena itu maka sebagai rumah sakit
yang memberikan pelayanan kesehatan merasa penting untuk memiliki panduan tentang
tindakan invasive dan non invasive. Agar terdapat keseragaman di kalangan petugas
rumah sakit dalam melakukan tindakan baik invasive maupun non invasive.penerapan
ceklist keselamatan diluar kamar operasi mulai muncul setelah kesuksesan surgical safety
checklist dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas terkait pembedahan (Haynes et al,
2009). Ceklist keselamatan ini digunakan untuk mencegah kejadian yang melibatkan
salah pasien, salah lokasi, salah prosedur dan kesalahan anastesi dalam prosedur yang
berisiko tinggi yang dilakukan di luar kamar operasi seperti di ruang tindakan, unit gawat
darurat maupun diatas tempat tidur pasien (Novello dan Pataki, 2006 ; Farris et al, 2012 ;
Browne, 2014). Penerapan ceklist ini terbukti dapat meningkatkan kesadaran akan
keselamatan pasien, kerjasama tim, meningkatkan komunikasi, kepatuhan terhadap
8
proses, efisiensi tindakan, dan dapat mengurangi kejadian yang membahayakan dalam
penggunaan 1 tahun pertama (Norton dan Rangel, 2010 ; Koetser et al, 2013 ; Corso et
al, 2014).

2.4.PEMBERIAN INFORMASI EDUKASI YANG EFEKTIF

Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai
antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi pada
prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan.Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari
satu pihak kepihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide
yang dipertukarkan tersebut.

Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit
sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter.
Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien
yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter
harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa diterapkan di
segala situasi.

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter.Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan
dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter
merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya,
sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan
keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan
tindakan lebih lanjut.

Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di
hadapan dokter sehingga takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri.
Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus
kita perbaiki.Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga pasien
tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya
secara jujur dan jelas.Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam
pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.

9
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu
yang lama.Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena
petugas, perawat dan dokter terampil mengenali kebutuhan pasien.Atas dasar kebutuhan
pasien, perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan
bersama pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman komunikasi efektif
untuk petugas, perawat dan dokter di RS Tk IV 02.07.02 Lahat untuk memudahkan
berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.

2.5. KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada lima hal penting terkait dengan keselamatan rumah dirumah sakit yaitu : keselamatan
pasien, keselamatan petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan,
keselamatan lingkungan, keselamatan bisnis rumah sakit.
Pelayanan kesehatan pada dasar adalah menyelamatkan pasien.Namun harus
diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan dirumah
sakit menjadi semakin komplek dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan
/KTD (adverse event) bila tidak dilakukan dengan hati-hati.
Di Indonesia, setelah pada bulan juni s/d Agustus 2006 PERSI,KKPRS,KARS dan
Departemen Kesehatan,bekerja sama dengan Becton Dickinson,melakukan “Road
Show”sosialisasi program Keselamatan Pasien di 12 kota dihadapan total 461 rumah
sakit,terlihat bahwa Keselamatan Pasien mulai menjadi prioritas di berbagai rumah sakit.
Rumah sakit dapat memilih berbagai program Keselamatan Pasien : mulai dari
upaya klasik Keselamatan Pasien seperti meningkatkan program pengendalian infeksi di
rumah sakit dengan program “hand hygiene”, program K3 RS (versi KARS yaitu
Keselamatan Kerja,Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana),Informed Consent,Safe
Blood Transfusion dsb. Namun sebaiknya rumah sakit Menerapkan Keselamatan pasien
dalam lingkup Kerangka Komperhensif (KKPRS) yaitu selain upaya klasik,juga upaya
baru seperti penerapan 7 langkah Keselamatan Pasien, Standar Keselamatan
Pasien.Disamping itu juga upaya diagnostik terhadap laporan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP) dan yang terakhir pemahaman taksonomi / klasifikasi Keselamatan Pasien.
Salah satu program yang menjadi dasar Keselamatan Pasien adalah menekan /
menurunkan insiden Keselamatan Pasien beserta KTD / KNC. Buku Pedoman Pelaporan
IKP ini dengan tujuan umum : Menurunnya Insiden Keselamatan Pasien (KTD dan KNC)
dan meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, akan menuntun rumah sakit
dalam upaya menyusun Sistem Pelaporan IKP, dengan elemen-elemen Alur Pelaporan
10
(Bab II), Analisis Matrix Grading Risiko (Bab III)Petunjuk Pengisian Laporan IKP ( Bab IV),
serta format Formulir Laporan IKP baik Internal maupun External ke KKPRS.

3.0.IDENTIFIKASI PASIEN DAN PELAYANAN RESIKO TINGGI


Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesment pasien risiko ,identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien ,pelaporan dan analisis
insiden kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut nya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (kemenkes RI 2011.Risiko adalah peristiwa atau keadaan yang
mungkin terjadi yang dapat berpengaruh negative terhadap rumah sakit,sumber daya
jasa, pelanggan ,masyarakat,dan lingkungan.
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi
kebutuhan pelayanan kesehatan.Pasien yang dimasukkan kedalam kondisi risiko tinggi
karena umur,kondisi atau kebutuhan yang bersifat kritis,anak dan manula dimasukkan
dalam kelompok risiko tinggi karena mereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya ,tidak mengerti proses pelayanan dan tidak dapat ikut memberi keputusan
tentang pelayanannya .Demikian pula pasien yang ketakutan ,bingung,koma.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan sebagian termasuk yang
berisiko tinggi karena memerlukan peralatan kompleks yang diperlukan untuk pengobatan
penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialysis),sifat pengobatan (penggunaan darah
atau produk darah),Rumah sakit juga melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai
akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan ( perlu nya pencegahan ulcus decubitus
,jatuh,plebitis).
Oleh karena itu kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi
staf untuk memberikan pelayanan kepada pasien ,memberi respon yang
cermat,kompeten dan dengan cara seragam.
Dalam hal ini pimpinan Rumah sakit bertanggung jawab sesuai dengan populasi
pasien untuk:
1. Identifikasi pasien yang digolongkan sebagai resiko tinggi
2. Identifikasi pelayanan yang digolongkan sebagai resiko tinggi
3. Melalui proses kolaborasi menetapkan regulasi asuhan
4. Melatif staf untuk melaksanakan regulasi

11
Regulasi untuk asuhan disesuaikan dengan populasi pasien resiko tinggi dan
pelayanan resiko tinggi yang berguna untuk menurunkan resiko dalam Rumah sakit.
Penting dipahami bahwa prosedur dapat mengidentifikasi :

 Bagaimana rencana akan berjalan, termasuk identifikasi perbedaan populasi


anak, dewasa atau pertimbangan khusus lainnya.
 Dokumentasi yang dibutuhkan agar tim asuhan dapat bekerja dan
berkomunikasi efektif
 Keperluan informed consent
 Keperluan monitor pasien
 Kualifikasi khusus staf yang terlibat dalam proses asuhan
 Teknologi medis khusus tersedia dan dapat digunakan

Menurut kebijakan Rumah Sakit Tk IV 02.07.02 Lahat daftar pasien resiko tinggi dinilai
dari diagnose, antara lain :
1. Pasien Emergensi
 HT Krisis
 Kejang Demam
 Stroke
 Dm dengan penurunan kesadaran
 Hipoglikemi
 Jantung
2. Penyakit menular
 TB
 Hepatitis
 Varisela
3. Pasien dengan koma
 Stroke hemoragik
 Diabetikum
 Sepsis dengan penurunan kesadaran
4. Pasien dengan alat bantu hidup dasar
 Pasien henti nafas dan henti jantung
5. Pasien dengan restraint
 Pasien gelisah
 Pasien gangguan jiwa
12
6. Pasien resiko bunuh diri
 Pasien gangguan jiwa
7. Pasien populasi rentan, lansia, anak-anak dan pasien beresiko tindak
kekerasan atau di telantarkan
 Menurut Umur
a. Usia Bayi - Balita ( 0 – 5 Tahun )
 BBLR
Bblr dari berat ≥ 800 gram
 Asfiksia Neonatorum
-Asfiksia ringan (Afgar skor 7-8)
-Asfiksia Sedang (Afgar skor 4-6)
-Asfiksia Berat (Afgar skor 0-3)

 Ikterus
-Kejang
-Hypotermi
-Hypertermi
-Hypoglikemi

b. Usia Anak ( 5- 11 Tahun )


 TB pada Anak
 Kejang
 Hypertermi

c. Usia Lansia ( 46 – 65 Tahun )


 Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik,
osteoporosis, osteoarthritis
 Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, angina, cardiac
attack, stroke, anemia, PJK
 Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
 Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal
Ginjal Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
 Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus,
obesitas

13
 Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
 Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun dll.

3.1 DETEKSI (MENGENALI PERUBAHAN KONDISI PASIEN)


EARLY WARNING SYSTEM (EWS)

Early warning system adalah suatu system permintaan bantuan untuk mengatasi
masalah kesehatan pasien secara dini. Staf rumah sakit yang tidak bekerja di daerah
pelayanan krisis atau intensif mungkin tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang
cukup untuk mmelakukan asesmen serta mengetahui pasien yang akan masuk dalam
kondisi kritis. Padahal banyak pasien di luar daerah pasien kritis mengalami keadaan kritis
selama di rawat inap. Seringkali pasien memperlihatkan tanda bahaya dini contoh tanda-
tanda vital yang memburuk daan perubahan kecil status neurologis sebelum mengalami
penurunan kondisi klinis yang meluas sehingga mengalami kejadian yang tidak
diharapkan.

Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-dininya
pasien yang kondisinya buruk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung
atau gagal paru sebelumya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di luar kisaran normal
yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk.

Ada 4 macam metode early warning system dalam menangani kondisi pasien :

1. Nilai EWS 0 maka di anjurkan monitoring TTV dan pantau kondisi pasien minimal
satu kali, kemudian catat pada lembar observasi pasien dan ikut petunjuk respon
klinis.
2. Nilai EWS 1-4 (rendah) dilakukan langkah-langkah seperti lapor hasil EWS ke
dokter verifikasi maksimal 1 jam, menentukan frekuensi monitoring perlu di tambah
lalu pantau setiap 4 jam dan catat jika kedepannya di temukan skor dibawah 1
penanganan ke klinis skor 0 tapi jika diatas 4 lanjutkan ke rugalasi tahap
berikutnya.
3. Nilai EWS 5-6 (medium) pertama laporkan hasil kepada dokter, lakukan verifikasi
30 menit sebelum, pantau setiap 1 jam sampai kondisi membaik dan catat di
integrasi. Jika kondisi menunjukn skor di bawah 5 maka tangani ke klinis skor
rendah tapi kalau menunjukan skor di atas 6 tingkatkan observasi setiap 30 menit

14
4. Nilai EWS di atas 7 lapor hasil ke dokter lakukan verifikasi, lakukan pemeriksaan
dan penanganan 15 menit sejak aktivasi EWS, Lapor ke DPJP informasi kondisi
pasien kepada keluarga. Jika keadaan memburuk maka dengan izin DPJP
konsultasikan rawat di ICU/ rujuk.

3.2 . PENANGANAN PELAYANAN RESUSITASI


Pelayanan resusitasi diartikan sebagai intervensi klinis pada pasien atau korban
yang mengalami kejadian mengancam hidup seperti henti paru dan jantung. Pada saat
henti jantung atau paru maka pemberian kompresi pada dada atau bantuan pernafasan
akan berdampk pada hidup atau matinya pasien atau setidaknya menghindari kerusakan
jaringan otak.
American Heart Association (AHA) mengeluarkan panduan untuk melakukan RJP
(Resusitasi Jantung Paru) terbaru. Rekomendasi terbaru menunjukkan bahwa penolong
harus lebih berfokus pada kompresi dada ketimbang pernapasan buatan melalui
mulut.Panduan terdahulu (2005) menekankan pada penanganan “ABC” (Airway,
Breathing, Chest Compression) yaitu dengan melakukan pemeriksaan jalan napas,
melakukan pernapasan buatan melalui mulut, kemudian memulai kompresi dada.Panduan
terbaru (2010) yang dikeluarkan oleh AHA lebih menekankan pada penanganan “CAB”
(Chest Compression, Airway, Breathing) yaitu dengan terlebih dahulu melakukan
kompresi dada, memeriksa jalan napas kemudian melakukan pernapasan
buatan.Panduan ini juga mencatat bahwa pernapasan buatan melalui mulut boleh tidak
dilakukan pada kekhawatiran terhadap orang asing dan kurangnya pelatihan formal.
Sebenarnya, seluruh metode ini memiliki tujuan yang sama, yaitu membuat aliran darah
dan oksigen tetap bersirkulasi secepat mungkin.
Pada tahun 2008, AHA menyatakan bahwa penolong tak terlatih atau mereka yang
tidak mau melakukan pernapasan buatan melalui mulut dapat melakukan kompresi dada
hingga bantuan medis datang.Panduan terbaru (2010) dari AHA menyarankan kompresi
dada terlebih dahulu baik bagi penolong terlatih maupun penolong tidak terlatih.The
American Heart Association (AHA) menyarankan, ketika seorang dewasa ditemukan tidak
responsif dan tidak bernapas atau mengalami kesulitan bernapas, setiap orang yang ada
di sekitarnya wajib untuk menghubungi tenaga kesehatan kemudian segera melakukan
kompresi dada. Setelah mengaktifkan bantuan tenaga kesehatan dan melakukan
kompresi dada, maka tindakan berikutnya yang harus dilakukan adalah dengan segera
bisa mendapatkan akses terhadap AED (automatic external defibrillator), sebuah alat

15
bantu kejut jantung yang dapat membantu ritme jantung kembali normal. Ketiga mata
rantai awal ini dapat membantu meningkatkan keberhasilan pertolongan dan angka
kehidupan pada korban.Perubahan panduan ini mengacu pada penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berarti
pada hasil dari tindakan RJP kompresi dada dan pernapasan buatan dengan RJP
kompresi dada saja.
Code blue adalah kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area rumah
sakit.Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Panggilan code blue
harus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau
respiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas) misalnya pasien
yang membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR).
Code Blue Team adalah suatu tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang
dibentuk sebagai tim terlatih yang akan merespon secara cepat setiap panggilan code
blue untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini dilengkapi dengan peralatan dan
obat-obatan emergency seperti Dc-shock , peralatan intubasi,suction, oksigen, ambubag,
obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin) dan tempat untuk menstabilkan pasien.
Panduan “Resusitasi Jantung Paru” terbaru ini menjadi lebih mudah dilakukan juga
bagi orang awam karena menekankan pada kompresi dada untuk mempertahankan aliran
darah dan oksigen dalam darah tetap mengalir ke jantung dan otak. Kompresi dada
memang cenderung lebih mudah untuk dilakukan, dan setiap orang dapat melakukannya.
Kompresi dada dapat dilakukan dengan meletakkan satu tangan di atas tangan yang lain
dan menekan dengan kuat pada dada korban. Panduan RJP yang baru ini menekankan
bahwa penolong harus berfokus memberikan kompresi sekuat dan secepat mungkin, 100
kali kompresi dada per menit, dengan kedalaman kompresi sekitar 5-5,5 cm. Dan, sangat
penting untuk tidak bersandar pada dada ketika melakukan kompresi dada pada korban.
Penolong tidak perlu takut dan ragu untuk melakukan kompresi dada yang dalam karena
risiko ketidakberhasilan justru terjadi ketika kompresi dada yang dilakukan kurang dalam.
Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada semua penderita yang mengalami
gagal jantung atau pada orang yang sudah mengalami kerusakan pernafasan atau
sirkulasi yang tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup, melainkan yang mungkin untuk
hidup lama tanpa meninggalkan kelainan di otak.Keberhasilan resusitasi dimungkinkan
oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis.Mati klinis terjadi bila dua
fungsi penting yaitu pernafasan dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini
tidak ditolong akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Resusitasi jantung paru yang
dilakukan setelah penderita mengalami henti nafas dan jantung selama 3 menit,
16
presentasi kembali normal 75 % tanpa gejala sisa. Setelah 4 menit presentasi menjadi 50
% dan setelah lima menit menjadi 25 %. Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus dapat
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.Disamping mati klinis dan biologis dikenal dengan
istilah mati social yaitu keadaan dimana pernafasan dan sirkulasi terjadi spontan atau
secara buatan, namun telah mengalami aktifitas kortikal yang abnormal.Penderita dalam
keadaan sopor atau koma tanpa kemungkinan untuk sembuh dan dinyatakan dalam
keadaan vegetatif.Agar resusitasi dapat berjalan maksimal tentu saja memerlukan
penolong yang cekatan dan terampil.Waktu satu menit sangat berguna dalam
memberikan pertolongan pertama pada penderita.

3.3. PELAYANAN PASIEN DENGAN PENGGUNANAN PEMBERIAN KOMPONEN


DARAH
Tranfusi darah merupakan salah satu pelayanan kesehatan .Penggunaan darah
yang tepat ,rasional dengan pengamanan yang baik sangat bermanfaat untuk
menyelamatkan nyawa dan memperbaiki kesehatan.Tindakan tranfusi darah bukanlah
tindakan medis yang tanpa resiko .Berbagai penyakit menular termasuk HIV,hepatitis dan
lain –lain,dapat di tularkan lewat tranfusi darah. Disamping itu komplikasi dalam bentuk
reaksi tranfusi dapat terjadi selama dan sesudah pemberian tranfusi darah.
Oleh karena itu keamanan dan efektivitas tranfusi darah bergantung pada pasokan
darah yang aman, berkesinambungan, terjangkau baik dari sudut jarak maupun biaya dan
merata secara nasional, dan penggunaan klinis darah dan produk darah yang rasional
dan atas indikasi klinis.
Kualitas dan keamanan darah maupun produk darah harus dijamin selama proses
penyediaan mulai dari tahap seleksi donor darah sampai penyampaiannya kepada
penderita

3.4. PELAYANAN PASIEN MENGGUNAKAN PERALATAN BANTUAN HIDUP DASAR


ATAU KOMA

Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai


dalam praktek sehari-hari. Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang
berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS)
Jika terjadi kelainan pada kedua membran ini, baik yang melibatkan membran anatomi
maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan
berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian
atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu
17
diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut
berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
subthalamus, 18 embrane 18 18 , thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat
kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain 18 embrane 18 18 mitter
kolinergik, monoaminergik dan gammaaminobutyric acid (GABA) Respon gangguan
kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang berpengaruh kepada
18embra arousal yaitu respon 18embrane18 yang merupakan manifestasi rangkaianinti-
inti di batang otak dan serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks serebri
merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini
berperan dalamkesadaran akan diri terhadap lingkngan atau input-input rangsangan
sensoris, hal ini disebut jugasebagai awareness. Pada referat ini akan dibahas mengenai
definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunan kesadaran, patofisiologi, diagnosis
serta diagnosis penurunan kesadaran akibat 18embrane18 dan struktural dan tatalaksana
penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik umum maupun khusus.

3.5. PELAYANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR DAN PENURUNAN DAYA


TAHAN (IMMUNOSUPRESED)

Mikroorganisme dapat hidup di manapun dalam lingkungan kita.Pada manusia


dapat ditemukan pada kulit, saluran pernafasan bagian atas, usus dan organ genital.
Disamping itu mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air dan
udara. Beberapa mikroorganisme lebih 18embrane dari yang lain, atau lebih mungkin
menyebabkan penyakit. Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian
besar jenis virus.Jumlah organisme yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi pada
pejamu / host yang rentan bervariasi sesuai dengan lokasi.Risiko infeksi cukup rendah
ketika organisme kontak dengan kulit yang utuh, dan setiap hari manusia menyentuh
benda dimana terdapat sejumlah organisme dipermukaannya. Risiko infeksi akan
meningkat bila area kontak adalah 18embrane mukosa atau kulit yang tidak utuh. Risiko
infeksi menjadi sangat meningkat ketika mikroorganisme berkontak dengan area tubuh
yang biasanya steril, sehingga masuknya sejumlah kecil organisme saja dapat
menyebabkan penyakit.

Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada sel-
sel fagositik, limfosit B, limfosit T atau komplemen. Imunodefisiensi dapat diklasifikasikan

18
sebagai kelainan yang primer atau sekunder dan dapat pula dipilah berdasarkan
komponen yang terkena pada sistem imun tersebut adalah sbb :

1. Imunodefisiensi Primer

Imunodefisiensi primer merupakan kelainan langka yang penyebabnya bersifat genetik


dan terutama ditemukan pada bayi serta anak-anak kecil.gejala biasanya timbul pada
awal kehidupan setelah perlindungan oleh antibodi maternal menurun. Tanpa terapi, bayi
dan anak-anak yang menderita kelainan ini jarang dapat bertahan hidup sampai usia
dewasa. Kelainan ini dapat mengenai satu atau lebih komponen pada sistem imun.

2. Imunodefisiensi Sekunder

Imunodefisiensi sekunder lebih sering menjumpai dibandingkan defisiensi primer dan


kerapkali terjadi sebagai akibat dari proses penyakit yang mendasarnya atau akibat dari
terapi terhadap penyakit ini. Penyebab umum imonodefisiensi sekunder adalah malnutrisi,
stres kronik, luka bakar, uremia, diabetes mellitus, kelainan autoinum tertentu, kontak
dengan obat-obatan serta zat kimia yang imunotoksik. Penyakit AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) merupakan imonodefisiensi sekunder yang paling sering
ditemukan. Penderita imonosupresi dan sering disebut sebagai hospes yang terganggu
kekebalannya (immunocompromised host). Intervensi untuk mengatasi imunodefisiensi
sekunder mencakup upaya menghilangkan faktor penyebab, mengatasi keadaan yang
mendasari dan menggunakan prinsip-prinsip pengendalian infeksi yang nyaman

3.6 PELAYANAN PASIEN DIALISIS

Pasien-pasien dialisis kebanyakan menjalankan terapi ini di rumah sakit.Tetapi,


tidak sedikit dari pasien tersebut yang menjalankan terapi ini di rumah. Terdapat sekitar
354,754 pasien di Amerika yang menjalani terapi dialisis, 325,229 diantaranya
menjalankan terapi hemodialisis di rumah sakit, 2,455 menjalankan terapi hemodialisis di
rumah mereka, dan 26,114 sisanya menjalankan terapi peritoneal dialisis (NKUDIC,
2009).

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomelurus yang
rendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup
pasien.

19
Unit Hemodialisis adalah tempat pelayanan hemodialisis yang terdiri dari minimal
+mesin dialisis, didukung dengan unit permurnian air. Keadaan gagal ginjal, pasien
membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal untuk memperpanjang dan mempertahankan
kualitas hidup yang optimal.

Pasien hemodialisis mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi


kardiovaskular.oleh karena itu penanganannya harus dilakukan oleh seorang dokter yang
memiliki kualifikasi Subspesialis (konsultan Ginjal hipertensi ) atau oleh dokter yang
memiliki kompetensi dibidang hemodialisis.

3.7 PELAYANAN PASIEN YANG DIBERIKAN PENGHALANG ( RESTRAINT)

Tingkah laku adalah aksi,reaksi,terhadap perangsangan dari lingkungan.Tingkah


laku dapat mengalami suatu perubahan yg relative menetap. Tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh karakteristik individu dan lingkungannya. Faktor lingkungan memiliki
kekuatan besar dalam menentukan perilaku atau kebiasaan adapun tehnik-tehnik dalam
menangani tingkah pasien yaitu, komunikasi dengan pasien atau keluarga dalam Tehnik
pengendalian fisik merupakan tehnik menahan gerakan pasien dengan cara mengunci
(mengikat) gerakan tangan ataupun kaki pasien sehingga memudahkan perawatan.
Tehnik ini biasanya digunakan pada pasien yang mengalami gangguan kondisi seperti
gangguan kepribadian sehingga tidak mencederai,tidak membahayakan orang
lain,merusak lingkungan dan peralatan dan gaduh gelisah.Tehnik ini biasanya digunakan
pada pasien yang mengalami gangguan kondisi tertentu seperti, gangguan kepribadian.
Tujuan penggunaan tehnik ini adalah untuk mencegah terjadinya luka atau pun hal-hal
yang tidak diinginkan pada pasien ataupun orang lain yang terlibat dalam perawatan.
Manfaat penggunaan tehnik pengendalian fisik (restraint) adalah supaya pasien yang
mengalami gangguan kepribadian ataupun pasien yang tidak dapat menjadi kooperatif
dapat mendapatkan perawatan dengan baik.

3.8. PELAYANAN PASIEN POPULASI KHUSUS

Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai
manusia yang harus dijunjung tinggi.Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi
manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvens Perserikatan
Bangsa Bangsa tentang Hak-Hak Anak.
20
Salah satu hak asasi anak adalah jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang
sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan.Jaminan perlindungan hak asasi
tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tujuan Negara sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945.
Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
kedudukan, hak, kewajiban dan peran para penyandang cacat telah di atur dalam
undang-undang No.4 tahun 1997 tentang penyandang cacat dan berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur masalah ketenaga kerjaan, pendidikan nasional,
kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas dan angkutan jalan.

Namun demikian upaya perlindungan saja belumlah memadai dengan pertimbangan


bahwa jumlah penyandang cacat terus meningkat dari waktu kewaktu dan hal ini
memerlukan sarana dan upaya lain terutama dengan penyediaan sarana untuk
memperoleh kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan, khusus dalam meperoleh pelayanan kesehatan.

Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara


dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup
penduduknya. Diperkirakan harapan hidup orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun
pada tahun 2000.

Kesejahteraan penduduk usia lanjut karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak
memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993).Berbagai upaya telah
dilaksanakan oleh instansi pemerintah diantaranya pelayanan kesehatan, sosial,
ketenagakerjaan dan lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingkat
individu lansia, kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sarana
pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), tingkat pertama (sekunder), tingkat lanjutan,
(tersier) untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia.

3.9 PELAYANAN PASIEN KEMOTERAPI

Kanker merupakan penyebab kematian ke dua di dunia. Menurut laporan Badan


Kesehatan dunia (WHO) tahun 2003, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus
penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun timbul lebih dari 10 juta
kasus penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%.
Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita baru penyakit kanker meningkat hampir

21
20 juta penderita, 84 juta orang di antaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke
depan. Diperkirakan setiap 11 menit ada satu penduduk dunia meninggal karena kanker
dan setiap 3 menit ada satu penderita kanker baru (Jauhari, 2009).
Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara
sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, local maupun
metastatis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya karena bersifat
sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian melalui infus, dan
sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker stadium
lanjut local (Desen, 2008).

4.PELAYANAN GIZI

Rumah sakit merupakan suatu organisasi sosial-ekonomi non profit terintegrasi


yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap bagi
masyarakat.Pelayanan kesehatan di rumah sakit lebih menekankan pada pelayanan yang
bersifat kuratif dan rehabilitatif.Dimana obat dan alat kesehatan merupakan salah satu
faktor terpenting sebagai penunjang dalam penyembuhan penderita.

Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan persaingan dalam berbagai aspek,
diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar mampu bersaing
dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara
langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara, yang digambarkan melalui
pertumbuhan ekonomi, usia harapan hidup, dan tingkat pendidikan. Tenaga SDM yang
berkualitas tinggi hanya dapat dicapai oleh tingkat kesehatan dan status gizi yang
baik.Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status
gizi masyarakat melalui upaya perbaikan gizi di dalam keluarga dan pelayanan gizi pada
individu yang karena kondisi kesehatan nya harus dirawat di suatu sarana pelayanan
kesehatan misalnya Rumah Sakit (RS).

Masalah gizi di Rumah Sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan. Kecenderungan
peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-related disease) pada semua
kelompok rentan mulai dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, hingga lanjut usia (Lansia),
memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh karena itu dibutuhkan pelayanan

22
gizi yang bermutu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal dan
mempercepat penyembuhan.

Pelaksanaan pelayanan gizi di rumah sakit memerlukan sebuah pedoman


sebagai acuan untuk pelayanan mutu yang dapat mempercepat proses penyembuhan
pasien, memperpendek lama hari rawat, dan menghemat biaya perawatan.

Pedoman pelayanan gizi rumah sakit hasil revisi, yang tertuang di dalam buku
pedoman ini, merupakan penyempurnaan Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
(PGRS) yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006. Buku ini telah
disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan, ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) di bidang gizi, kedokteran, dan kesehatn, dan standar akreditasi
rumah sakit 2012 untuk menjamin keselamatan pasien yang mengacu pada The Joint
Comission Internasioanl (JCI) for Hospital Accreditation. Sejalan dengan dilaksanakan
program akreditasi pelayanan gizi di rumah sakit,di harapkan pedoman ini dapat menjadi
acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan kegiatan pelayanan gizi yang berkualitas.

5.PELAYANAN RASA NYERI

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu.Nyeri bersifat subyektif dan sangat besifat
individual.Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik atau mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang
individu (Mahon, 1994).Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, tindakan
atau pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan maka pasien
diberikan informasi tentang kemungkinan timbul nyeri akibat atau prosedur pemeriksaan
dan pasien diberikan yang tersedia untuk mengatasi nyeri. Setiap individu pernah
mengalami nyeri dalam tingkat tertentu, dan setiap individu juga memilki cara masing-
masing untuk mengatasi rasa nyeri yang dirasakan. Oleh karena itu, sering kali nyeri
menganggu hubungan personal mempengaruhi makna kehidupan klien dalam
berinteraksi baik di lingkungan kerja dan sosial. Apabila seseorang merasakan nyeri
maka perilakunya akan berubah. Hal ini dipengaruhi oleh factor-faktor seperti usia, jenis
kelamin, persepsi dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Perawat sebagai tenaga yang professional mempunyai kesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar dan holistic.Untuk
23
menjalankan perannya dengan baik, perawat perlu memiliki keterampilan dalam
mengklarifikasi nilai, konseling dan komunikasi.

6.PASIEN TAHAP TERMINAL

Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang
terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat
mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau
memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual
dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan pemberi
pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga pasien yang
sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.Tujuan rumah sakit
untuk memberikan asuhan pada akhir kehidupan harus mempertimbangkan tempat
asuhan atau pelayanan yang diberikan (seperti hospice atau unit asuhan palliatif), tipe
pelayanan yang diberikan dan kelompok pasien yang dilayani. Rumah sakit
mengembangkan proses untuk mengelola pelayanan akhir hidup. Proses tersebut adalah
:
1. Memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan asesmen dan dikelola secara
tepat.
2. Memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan hormat dan
respek.
3. Melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin sesuai kebutuhan untuk
mengidentifikasi gejala-gejala.
4. Merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-gejala.
5. Mendidik pasien dan staf tentang pengelolaan gejala-gejala.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
a. Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional kepada masyarakat
sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang tersedia
b. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna kepada masyarakat
dengan tidak membedakan status sosial, suku, agama, ras, etnis, warna kulit,
cacat mental atau fisik, jenis kelamin, dan orientasi seksual.

24
2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya karyawan yang produktif, berkomitmen dan mempunyai etos kerja
tinggi
b. Terwujudnya standar pelayanan yang tinggi, dengan menjadikan kedekatan
kepada pasien sebagai prioritas utama

C. SASARAN

Seluruh pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap RS Tk. IV 02.07.02 Lahat.

D.DEFINISI

1.PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM

Pelayan pasien adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung dari petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pasien.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan langsung dari


petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan memberikan kepuasan
kepada pasien.

Pelayanan adalah sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan


melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan.

2.0.CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI

Suatu kegiatan yangterdiri dari dokter,perawat/bidan, Nutrisionis dan farmasi dalam


menyelenggarakan asuhan yang terintegrasi dalam satu lokasi rekam medis, yang
dilaksanakan secara kolaborasi dari masing-masing profesi.

2.1.REKAM MEDIS

Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas tidak hanya sekedar
kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai satu sistem
penyelenggaraan rekam medis. Sedangkan kegiatan pencatatannya sendiri hanya
25
merupakan salah satu kegiatan daripada penyelenggaraan rekam medis.
Penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada
saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medik pasien
selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit dan dilanjutkan dengan
penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta
pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan/peminjaman
oleh pasien atau untuk keperluan lainnya

2.2. PEMBERIAN PELAYANAN PASIEN

Dokter Penanggung Jawab Pasien adalah seorang dokter yang bertanggung jawab
atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien sesuai dengan kewenangan klinis yang
diberikan kepadanya

Dokter Penanggung Jawab Pasien Utama adalah seorang dokter penanggung


jawab utama atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien yang dirawat lebih dari 1
orang dokter.

DPJP tambahan adalah dokter yang ikut memberikan asuhan medis pada seorang
pasien, yang oleh karena kompleksitas penyakitnya memerlukan perawatan bersama
oleh dari satu orang dokter

2.3.TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF

1. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang di lakukan terhadap pasien berupa
diagnostik atau teraupetik yang di lakukan oleh dokter atau dokter gigi
2. Tindakan invansif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh
3. Tindakan non invasif adalah pengobatan konservatif yang tidak memerlukan
sayatan kedalam tubuh atau penghapusan jaringan
4. Resiko medik adalah keadaan atau situasi yang tidak di inginkan yang mungkin
terjadi setelah di lakukannya tindakan medik oleh dokter

2.4.PEMBERIAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI YANG EFEKTIF

Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada


komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan, standar,
norma, pedoman atau acuan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini, dan

26
diimplementasikan oleh komunikan. Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk
mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara member dorongan terhadap pengarahan
diri, aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru ( Craven dan Hirnle, 1996 dalam
suliha, 2002).

2.5.KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi :

1. Asesmen risiko.
2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien.
3. Pelaporan dan analisis insiden.
4. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya.
5. Implementasi solusi untuk menimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

3.0. PELAYAN PASIEN RESIKO TINGGI

Adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang memiliki risiko tinggi karena
memerlukan peralatan komplek, pengobatan penyakit yang mengancam jiwa.Sifat
pengobatan agar tepat dan efektif dalam mengurangi risiko terkait.

3.1.PELAYANAN PASIEN EARLY WARNING SYSTEM

Early warning system adalah suatu system permintaan bantuan untuk mengatasi
masalah kesehatan pasien secara dini.

3.2. PENANGANAN RESUSITASI

Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan


organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan
menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999).Tindakan ini merupakan tindakan kritis
yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan
sistem kardiovaskuler.Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan
kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).

27
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan
sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian
biologis.

Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan
buatan.Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi
masih hidup.

3.3. PENANGANAN PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH SERTA KOMPONEN


DARAH

Pelayanan tranfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang terdiri dari
serangkaian kegiatan mulai dari pengerahan dan pelestarian donor, pengambilan,
pengamanan, pengolahan, penyimpanan darah dan tindakan medis pemberian
darah kepada resepien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
Setiap kegiatan pelayanan tranfusi darah harus di kerjakan sesuai
standar karena kesalahan yang terjadi pada setiap langkah kegiatan tersebut akan
berakibat fatal bagi resepien, dan juga dapat membahayakan pendonor maupun
petugas kesehatan yang melaksanakan rangkaian kegiatan distribusi darah sampai
ke pasien / resepien harus dilakukan dengan system tertutup dan rantai dingin yaitu
hanya dilakukan oleh petugas dengan menggunakan peralatan khusus (cool box)
dan sesuai standar.

3.4. PELAYANAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN PERALATAN BANTU HIDUP


DASAR ATAU KOMA

Coma adalah keadaan turunnya kesadaran yang paling berat, dimana klien tidak
bereaksi lagi terhadap rangsang nyeri. Koma terjadi apabila gangguan atau kerusakan
pada pusat kesadaran timbul pada migrain atau talamus. Pada koma masih ada reaksi
dengan gerakan pertahanan primitif, seperti reflek kornea, reflek pupil, dan menarik
tungkai.

3.5. PELAYANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR

28
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan, berpindah dari orang per
orang secara langsung ataupun melalui perantara ditandai dengan munculnya agent /
penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.

3.6 .ASUHAN PASIEN DIALISIS

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomelurus yang
rendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup
pasien.

3.7.ASUHAN PASIEN YANG DI BERIKAN PENGHALANG (RESTRAINT)

Tingkah laku adalah aksi,reaksi,terhadap perangsangan dari lingkungan.Tingkah


laku dapat mengalami suatu perubahan yg relative menetap.Tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh karakteristik individu dan lingkungannya.Faktor lingkungan memiliki
kekuatan besar dalam menentukan perilaku atau kebiasaan adapun tehnik-tehnik dalam
menangani tingkah pasien yaitu, komunikasi dengan pasien atau keluarga dalam Tehnik
pengendalian fisik merupakan tehnik menahan gerakan pasien dengan cara mengunci
(mengikat) gerakan tangan ataupun kaki pasien sehingga memudahkan
perawatan.Tehnik ini biasanya digunakan pada pasien yang mengalami gangguan kondisi
seperti gangguan kepribadian sehingga tidak mencederai,tidak membahayakan orang
lain,merusak lingkungan dan peralatan dan gaduh gelisah.Tehnik ini biasanya digunakan
pada pasien yang mengalami gangguan kondisi tertentu seperti, gangguan kepribadian.
Tujuan penggunaan tehnik ini adalah untuk mencegah terjadinya luka ataupun hal-hal
yang tidak diinginkan pada pasien ataupun orang lain yang terlibat dalam perawatan.
Manfaat penggunaan tehnik pengendalian fisik (restraint) adalah supaya pasien yang
mengalami gangguan kepribadian ataupun pasien yang tidak dapat menjadi kooperatif
dapat mendapatkan perawatan dengan baik

3.8. ASUHAN PASIEN USIA LANJUT , CACAT ,ANAK-ANAK DAN POPULASI YANG
BERESIKO DI SIKSA

1. Pengertian Perlindungan adalah proses menjaga atau perbuatan untuk melindungi


dari kekerasan fisik oleh pengunjung pasien lain atau staf rumah sakit.
2. Kekerasan Fisik pada pasien/ pengunjung/ karyawan adalah tindakan fisik yang
dilakukan terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik,
seksual dan psikologi.
29
3. Kelompok berisiko tinggi yang dimaksud adalah kelompok yang rentan
mendapatkan kekerasan fisik, dan tidak mampu melindungi dirinya sendiri, antara
lain: bayi, anak-anak,remaja,dan lansia, pasien dengan keterbatasan fisik dan
mental, dan KDRT.

3.9 .ASUHAN PASIEN KEMOTHERAPI


Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara
sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, lokal
maupun metastatis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya karena
bersifat sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian melalui
infuse, dan sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker terutama
kanker stadium lanjut local (Desen, 2008).

4.PELAYANAN GIZI

Tenaga gizi dalam pelayanan gizi rumah sakit adalah profesi gizi yang terdiri dari
Registered Dietisien (RD) dan Teknikal Registered Dietisien (TRD).Registered dietisien
bertanggung jawab terhadap pelayanan asuhan gizi dan pelayanan makanan dan dietetik,
sementara TRD bertanggung jawab membantu RD dalam melakukan asuhan gizi dan
pelayanan makanan serta dietetik serta pelaksanaan kewenangan sesuai dengan
kompetensi.

5.PELAYANAN RASA NYERI

1. Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan
bertujuan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.

6.PASIEN TAHAP TERMINAL

1. Kondisi Terminal
Suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana terjadi
kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi kesehatan
30
terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan
kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang / mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama
proses penderitaan/sekarat pasien.
2. Pasien Tahap Terminal
Pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin memburuk.

31
BAB II

RUANG LINGKUP

1.PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM

 Rawat Inap
 Rawat jalan
 Farmasi
 Gizi

2.0 .CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI

 Rawat Inap
 Rawat jalan
 Farmasi
 Gizi
 Anastesi
 Dokter DPJP

2.1.PERENCANAAN DAN PENULISAN DI REKAM MEDIS

Seluruh managemen rekam medis dan admission dan registrasi RS Tk IV 02.07.02


Lahat.

2.2.PEMBERI PELAYANAN PASIEN


Panduan ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi : UGD,
Rawat Jalan, Ruang Perawatan, Ruang Tindakan (OK ) dan sarana penunjang medis

2.3. TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF

A. PELAYANAN
1. Setiap tindakan invasif harus dilakukan persetujuan Tindakan Kedokteran
agar tidak muncul gugatan atau tuntutan malpraktek medik.
2. Setiap tindakan yang dilakukan harus dicatat didalam rekam medis pasien
(lembar asuhan terintegrasi).
3. Setiap hasil tindakan invasif harus dicatat dalam rekam medis pasien
(lembar asuhan terintegrasi).
32
4. Tidak semua tindakan invasif dilakukan oleh dokter spesialis dan dokter
umum, terdapat daftar tindakan invasif yang dapat didelegasikan kepada
tenaga kesehatan yang lain (perawat, perawat gigi).

B. PERSIAPAN TINDAKAN INVASIF RUMAH SAKIT IV 02.07.02 LAHAT

1. Persiapan Pra-bedah
2. Persiapan Bedah terdiri dari:
a. Pre Operasi :
ii. Sign-in
iii. Time-out
b. Intra operasi
c. Post Operasi
i. Sign –Out (Periode sebelum pasien meninggalkan ruang bedah)
3. Persiapan Pasca-Bedah

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Asuhan keperawatan pre-operasi
2. Asuhan keperawatan intra operasi
3. Asuhan keperawatan post operasi

D. PERSIAPAN TINDAKAN NON INVASIF RUMAH SAKIT IV 02.07.02 LAHAT

Semua tindakan non invasive yang dilakukan oleh tenaga medis atau pun
non medis dilakukan pencatatan di catatan pelayanan pasien terintegrasi (cppt)
yang berdasarkan standar prosedur operasional (SPO) di setiap tindakan dan
selalu di informasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pasien baik itu
hal yang baik atau yang tidak menyenangkan pada pasien tentang kondisi pasien.

2.4.PEMBERIAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI YANG EFEKTIF

1. Panduan Pemberian informasi dan edukasi ini diterapkan kepada:


 Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah sakit kepada
pelanggan.
 Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya.
33
 Semua karyawan saat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien.

2. Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas


laboratorium, petugas informasi, pelaksana PKRS, semua karyawan.

3.0. RUANG LINGKUP PELAYANAN RISIKO TINGGI :


a. UGD
b. OK
c. Instalasi Rawat inap
d. Laboratorium

3.1.Ruang Lingkup Pelayanan Pasien Early Warning System :

a. UGD
b. Instalasi Rawat Inap

3.2. Penanganan Resusitasi

a. UGD
b. OK
c. instalasi rawat inap
d. instalasi rawat jalan

3.3.Ruang lingkup Penanganan,Penggunaan Dan Pemberian Darah Serta


Komponen Darah

a. laboratorium
b. instalasi rawat inap

3.4 .Pelayanan Pasien Yang Menggunakan Peralatan Hidup Dasar Atau Coma

a. UGD
b. instalasi rawat inap

3.5. Pelayanan Pasien Dengan Penyakit Menular Dan Immunosupresed

a. UGD
b. instalasi rawat inap ( ruang isolasi)

34
3.6 Asuhan Pasien Dialisis

a. Instalasi Rawat Jalan


b. UGD

3.7.PELAYANAN PASIEN YANG DIBERIKAN PENGHALANG ( RESTRAINT )

a. UGD
b. Instalasi Rawat Inap

3.8. PELAYANAN PASIEN DENGAN POPULASI KHUSUS

Panduan ini diterapkan kepada semua pasien/ pengunjung/ karyawan selama berada
dalam rumah sakit.

1. Pelaksanaan panduan ini adalah semua karyawan yang bekerja dirumah sakit
(medis ataupun non medis).
2. Semua pasien/ pengunjung/ karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama berada dirumah
sakit.
3. Setiap pasien/ pengunjung/ karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
menggunakan tanda pengenal berupa gelang identifikasi pasien, kartu
pengunjung atau name tag karyawan.
4. Tujuan utama tanda identifikasi ini adalah untuk mengidentifikasi pemakainya.
5. Gelang identifikasi pasien/ kartu pengunjung/ name tag karyawan ini digunakan
pada proses untuk adanya pasien/ pengunjung/ karyawan masuk dalam rumah
sakit.

3.9 PELAYANAN PASIEN KEMOTERAPI

a. Intalasi Rawat Jalan


b. UGD

4.PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT MELIPUTI :

1. Pelayanan gizi rawat jalan


2. Pelayanan gizi rawat inap

35
3. Penyelenggaraan makanan
4. Penelitian dan pengembangan gizi

5.PELAYANAN RASA NYERI


A. Ruang lingkup unit gawat darurat Rs Tk IV 02.07.02 Lahat meliputi:
1. True emergency (gawat darurat) adalah kondisi yang ditetapkan secara
klinis yang memerlukan pemeriksaan medis sesegera mungkin. Kondisi
tersebut berkisar dari yang memerlukan perawatan luas secara segera dan
masuk ke rumah sakit untuk orang-orang dengan masalah diagnostic dan
mungkin atau tidak mungkin memerlukan pengakuan setelah work-up dan
observasi. Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah
kesehatan yang di hadapi pasien maka di selenggarakan triage. Tenaga
yang menangani hal tersebut yang paling ideal adalah dokter, namun jika
tenaga terbatas, di beberapa tempat pelayanan kesehatan dikerjakan oleh
perawat melalui standing order yang disusun oleh tempat terkait/ rumah
sakit. True emergency diberikan kepada pasien yang hidupnya terancam
dan telah di diagnose seperti: cidera kepala, fraktur, gangguan pernafasan,
dll.
2. False emergency ( tidak gawat darurat ) adalah pasien yang tidak dalam
keadaan gawat dan darurat yang berkunjung ke UGD untuk mendapatkan
pelayanan pengobatan (Oktami, 2013), karena banyaknya factor yang
menyebabkan hal tersebut terjadi seperti:
 Tidak tersedianya berbagai sarana kesehatan lain yang setiap saat
dapat dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan rawat jalan
terutama pada hari-hari libur.
 Makin banyak penderita yang menghemat, tidak berkunjung dulu ke
dokter atau ke klinik, karena menurut penilaian mereka dokter atau
klinik juga nantinya akan merujuk mereka. Makin banyak dokter
yang lebih senang merujuk penderita ke UGD dari pada melakukan
tindakan medis di tempat praktek pribadi.
 Pengaruh kebijakan asuransi kesehatan, yang hanya menanggung
biaya perawatan rawat jalan apabila diselenggarakan oleh UGD.

36
Contoh apabila terjadinya false emergency yaitu: kurangnya
pengarahan dari tenaga kesehatan mengenai alur UGD, pasien datang
hanya untuk chek-up, pasien datang hanya melakukan control terkait
masalah yang telah di tangani.

3. a. Pasien gawat darurat


pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Biasanya
dilambangkan dengan label merah AMI ( Acut Miokart Infark), krisis
hipertensi, aritmia, abortus, injury paru, gagal ginjal akut, keracunan,
gagal nafas, emboli paru, PPOM.

b. Pasien gawat tidak darurat

pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan


tindakan darurat. Biasanya dilambangkan dengan label biru. Misalnya
pasien dengan Ca stadium akhir, fraktur berat (fraktur tengkorak),
sickle cell, pasien datang dengan diare kronis karena AIDS,
gonorrhea, demam berdarah, malaria, flu babi, flu burung, muntah
darah.

c.Pasien darurat tidak gawat


Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya. Biasanya di lambangkan dengan label
kuning misalnya pasien: fraktur amino tertutup, combutio (luka bakar)
tingkat II & III <25%, trauma thorak, trauma bola mata, dislokasi
tulang, cidera abdomen tanpa shock, luka sayat dangkal, sistitis, otitis
media.

d . Pasien tidak gawat tidak darurat

Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Biasanya


dilambangkan dengan label hijau, misalnya: pasien batuk, pilek,
demam, di gigit serangga, bisul, selulitis, diare akut, dan sakit gigi.

B. Ruang lingkup rawat jalan


Ruang lingkup pelayanan rawat jalan RS TK IV 02.07.02 Lahat meliputi
37
1. Poli Bedah
2. Poli Anak
3. Poli Penyakit dalam
4. Poli Mata
5. Poli Paru
6. Poli BKIA
7. Poli Gigi
8. Poli Kulit Kelamin
9. Poli THT
C. Ruang rawat inap
Ruang lingkup pelayanan rawat inap RS TK IV 02.07.02 Lahat meliputi:
1. Ruang rawat inap VIP dan Kelas 1
2. Ruang rawat inap Kelas 1 dan 2 Bedah
3. Ruang rawat inap Kelas 2 Hesti Penyakit Dalam
4. Ruang rawat inap Kelas 3
5. Ruang rawat inap anak (Bogenvil)
6. Ruang rawat inap kebidanan
7. Ruang rawat inap penyakit menular (ISOLASI)

6.PASIEN TAHAP TERMINAL

 ASPEK KEPERAWATAN
Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik
yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskan meninggal dunia atau
mati. Seseorang dinyatakan meninggal / mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti,
kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit,
dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang
ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati. Respon pasien dalam kondisi
terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami,
sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal. Menurut
Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian, yaitu :
1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parah dan dia
tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan mekanis pertahanan yang acap kali
38
ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita
mengejutkan tentang keadaan dirinya.
2. Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah
dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan
kemarahan.Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-
cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah.Umumnya pemberi
pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi dari
frustasi yang dialaminya.Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian,
bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh karena
kemarahannya.
3. Bargaining ( fase tawar menawar )
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit lebih
lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-macam
hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban
kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk
melayaniMu."
4. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.Penderita merasa
putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan.
5. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia
alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat. Mereka mulai kehilangan
kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan
persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami
berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain:
a. Problem oksigenisasi.
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perife rmenurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi sekret, nadi ireguler.
b. Problem eliminasi.
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet serat
dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa
39
terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi
urin, Inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake
cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
c. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen,
kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak,
mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
d. Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
e. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun.Penglihatan kabur, pendengaran berkurang,
sensasi menurun.
f. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena,
pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan.
g. Problem kulit dan mobilitas
Sering kali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien
terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
h. Masalah psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa.

 PERAWATAN PALIATIF
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of
death.Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan
sosial.Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien sangat
penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan sembuh,sehingga
mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang diakhir kehidupan pasien
tersebut.

 ASPEK MEDIS
40
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung mungkin
masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan.Akan tetapi banyak
pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO) sebagai pengganti MO dalam
penentuan mati.Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup
terhadap pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilema terutama
bagi keluarga pasien karena mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya
penyembuhan dan hanya akan menambah penderitaan pasien. Keluarga
menginginkan sebuah proses di mana berbagai intervensi medis (misalnya pemakaian
ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan
meninggal akibat penyakit yang mendasarinya. Ketika keluarga/ wali meminta dokter
menghentikan bantuan hidup(withdrowing life support) atau menunda bantuanhidup
(withholding lifesupport ) terhadap pasien tersebut, maka dokter harus
menghormatipilihan tersebut. Pada situasi tersebut, dokter memiliki legalitas dimata
hukumdengan syarat sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan
hidupdilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada keluargapasien
tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan keputusankeluarga/ wali tertulis
dalam informed consent

41
BAB III
TATA LAKSANA

1.PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM


a.Semua pasien yang akan berobat atau periksa di RS. TK IV 02.07.02 Lahat
harus mendaftar di admisi atau di tempat pendaftaran pasien dan teregistrasi.
b.Setiap pasien yang Masuk Rumah Sakit (MRS) atau yang membutuhkan
pelayanan rawat inap harus mendaftar di Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap
(TPPRI) dan Petugas TPPRI mengentry data pasien sesuai prosedur.Setiap pasien baru
akan dilakukan pengumpulan informasi oleh Pemberi Asuhan (Dokter / Perawat / Bidan /
petugas kesehatan lain) yaitu dengan anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan sebagainya.Pemberi Asuhan akan melakukan analisis informasi dan
selanjutnyamenyusun rencana pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
terintegrasi.Setiap pasien yang dirawat berhak mendapatkan asuhan pelayanan sesuai
dengan Standar Pelayanan
c.Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh Dokter Penanggung Jawab
Pasien (DPJP), perawat dan pemberi pelayanan kesehatan lain dalam waktu 24 jam
sesudah pasien masuk rawat inap (MRS) dan didokumentasikan dalam format yang
sudah disediakan..Pada kondisi emergency, dimana pasien memerlukan pemeriksaan
segera maka visite dokter bisa dilakukan diluar jam yang tersebut di atas
d Rencana asuhan pasien harus individual dan berdasarkan data assesmen awal
pasien
e.Setiap pasien tanpa terkecuali berhak mendapatkan asuhan medis,asuhan
keperawatan dan asuhan gizi sesuai prosedur
f.Rencana asuhan pasien dicatat dalam rekam medis pasien dalam CPPT(catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi) dalam bentuk kemajuan terukur oleh pemberi
pelayanan sesuai format SOAP (Subyektif Obyektif Assesment Planning)
g.Setiap pemberian asuhan oleh PPA (Profesi Pemberi Asuhan) harus tertulis atau
ada validasi dalam rekam medis jika perintah diberikan melalui telepon.Jika DPJP tidak
ada di tempat / berhalangan maka wewenangnya bisa didelegasikan ke dokter
jaga.Semua permintaan pemeriksaan diagnostik imaging (Radiologi) dan pemeriksaan
laboratorium klinik harus tertulis dalam formulir yang sudah ada termasuk indikasi
klinisnya oleh dokter.Semua tindakan yang sudah dilakukan kepada pasien harus tercatat
dalam rekam medis dan dientrikan .Setiap pasien dan keluarga berhak mendapatkan

42
informasi tentang hasil asuhan dan pengobatan baik yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan sesuai dengan prosedur

3. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI


A. Anamnesa/Pengkajian
1. Tenaga medis mengisi assesmen pasien dimulai dari keluhan saat ini dengan
kaidah pemeriksaan fisik, data sosial budaya dan spiritual serta hasil penunjang
diagnostik.
2. Bila tenaga medis belum lengkap dalam mengisi assesmen pasien dapat dilakukan
oleh tenaga perawat dan bidan yang harus selesai 24 jam pertama atau sebaliknya
bila belum lengkap oleh tenaga perawat dan bidan dapat ditambahkan oleh tenaga
medis perawat dan bidan.
3. Anamnesa ulang untuk tim mengisi pada masing-masing kolom rekam medis:
untuk dokter, perawat, bidan, dan fisioterpis mengisi pada kolom profesi sesuai
dengan profesinya dengan format SOAP. Sedangkan ahli gizi dengan format
ADIME dan petugas apoteker dengan format IAR.

B. Penegakan Diagnosa
1. Setelah selesai melakukan assesmen pasien maka tenaga medis menegakkan
diagnosa berdasarkan tanda dan gejala yang abnormal dari hasil pemeriksaan
yang ditulis dalam rekam medis yang sudah disediakan.
2. Tenaga perawat menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
menyimpang dari normal dari informasi yang diterima dari pasien dengan kaidah
patologi, etiologi dan sistem yang ditulis dalam rekam medis yang sudah
disediakan.
3. Tenaga bidan menentukan diagnosa kebidanan berdasarkan data yang
menyimpang dari normal dari data informasi berupa keluhan pasien dengan kaidah
Gravida, partus ke dan anak ke ,serta ditambah dengan penyakit penyerta yang
ditulis dalam rekam medis yang sudah disediakan.

C. Perencanaan dalam asuhan


Perencanaan asuhan ditulis dalam kolom perencanaan yang terintegrasi dari
beberapa tim profesi yaitu medis, perawat/bidan, gizi dan farmasi.
1. Dokter mengisi perencanaan therapy dalam bentuk intruksi

43
2. Perawat/bidan mengisi perencana asuhan berasal dari analisa yang direncanakan
dalam asuhan perawatan mandiri ditambah dengan kolaborasi dan koordinasi.
3. Nutrisionis menyusun perencanaan dari hasil assesmen dan instruksi medis
tentang nilai gizi yang harus diberikan kepada pasien.
4. Farmasi menyusun perencanaan berdasarkan assesmen dan intruksi medis dalam
pemberian obat.
5. Dalam pengisian perencanaan sebaiknya menggunakan kalimat perintah.
6. Perencanaan lanjutan tim mengisi pada masing-masing profesi :dokter mengisi
instruksi kemudian diisi apa yang direncanakan, untuk perawat/bidan, nutrionis dan
farmasi diawali menulis R (rencana)baru isi perencanaan lanjutannya.

Hasil dari evaluasi perencanaan dan implementasi yang sudah dilakukan oleh
masing-masing profesi dan ditanyakan kembali kepada pasien dan keluarga pasien
tentang keluhan yang dirasakan sebagai data subyektif dan diperiksa baik fisik maupun
penunjang diagnostic sebagai data obyektif kemudian tim mendiskusikan.
1. Dokter Penanggung Jawab bersama tim profesi perawat, nutrionis dan farmasi
mendiskusikan hasil perkembangan atas tindakan yang sudah dilakukan.
2. Hasil diskusi ditulis dalam rekam medis dapat berupa asuhan dihentikan atau
dilanjutkan dengan dibuatkan perencanaan baru.

D. Memberikan informasi perkembangan keadaan pasien kepada pasien dan


keluarga
Tim memberikan informasi tentang perkembangan pasien tersebut baik pada pasien
maupun pada keluarga, dilakukan bisa sambal visite atau dipanggil keluarga pasiennya
pada ruangan tertentu bila informasi perlu dirahasiakan pada pasien.

2.1.PERENCANAAN DAN PENULISAN DI REKAM MEDIS

1.Pelayanan Pendaftaran Rawat Jalan (Registrasi).

a. Pasien baru

Setiap pasien baru diterima di registrasi dan akan diwawancarai oleh petugas atau
Menunjukkan KTP/SIM/PASPOR guna mendapatkan data identitas yang akurat dan
kemudian akan ditulis diberkas rekam medis dan di entry pada komputer. Setiap pasien
44
baru akan memperoleh nomor pasien yang juga akan dicetak pada kartu pasien atau
kartu Indeks Berobat sebagai kartu pengenal, yang harus dibawa pada setiap kunjungan
berikutnya di RS. baik sebagai pasien berobat jalan maupun sebagai pasien rawat inap.
Pasien baru dengan berkas rekam medisnya akan dikirim ke poliklinik sesuai dengan
yang dikehendaki pasien. Setelah mendapat pelayanan yang cukup dari poliklinik, ada
beberapa kemungkinan dari setiap pasien :

 Pasien boleh langsung pulang atau


 Pasien diberi kartu perjanjian/kartu kembali kontrol oleh petugas poliklinik untuk
datang kembali pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan. Kepada pasien yang
diminta datang kembali, harus lapor kembali ke Admission.
 Pasien dirujuk/dikirim ke rumah sakit lain.
 Pasien harus dirawat.

Untuk pasien yang harus dirawat, dokter yang merujuk membuat Admission Note yang
berisi alasan pasien harus dirawat inap, bisa berupa diagnosa, tindakan medis, ataupun
tindakan penunjang lainnya. Jika pasien yang harus dirawat rekam medisnya akan dikirim
keruang perawatan.

b. Pasien lama

Pasien lama datang ke Admission dan akan diwawancarai oleh petugas, guna
mendapatkan informasi nomor rekam medis, dan tujuan berobat. Pasien ini dapat
dibedakan :

 Pasien yang datang dengan perjanjian


 Pasien yang datang tidak dengan perjanjian (atas kemauan sendiri)

Baik pasien dengan perjanjian maupun pasien yang datang tanpa perjanjian , akan
mendapat pelayanan di registrasi.

Pasien datang dengan perjanjian akan langsung dipersilahkan menuju poliklinik yang
dimaksud karena rekam medisnya telah disiapkan oleh petugas.
Pasien yang datang tidak dengan perjanjian (atas kemauan sendiri),Mengambil nomor
antrian sesuai jaminan pelayanan yang akan digunakan dan mempersiapkan persyaratan
yang dibutuhkan. menunjukan nomor rekam medis dan tujuan berobat, pasien
45
dipersilahkan menunggu poliklinik yang dimaksud, sementara rekam medisnya dimintakan
oleh petugas registrasi ke bagian penyimpanan berkas rekam medis. Setelah rekam
medisnya dikirim ke poliklinik, pasien akan mendapat pelayanan di poliklinik dimaksud.

c. Pasien Darurat Gawat

Berbeda dengan prosedur pelayanan pasien baru dan pasien lama yang biasa, disini
pasien ditolong terlebih dahulu baru penyelesaian administrasinya, meliputi pendaftaran
pasien baik baru maupun ulang seperti pasien datang tidak dengan perjanjian.Di
RS.pendaftaran pasien darurat gawat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat untuk pasien
baru maupun pasien lama. Setelah mendapat pelayanan yang cukup, ada beberapa
kemungkinan dari setiap pasien

 Pasien bisa langsung pulang.


 Pasien dirujuk/dikirim ke rumah sakit lain.
 Pasien harus dirawat.

1. Pasien yang sudah diseleksi dan membawa surat pengantar untuk dirawat dapat
langsung daftar Rawat Inap ke petugas admission dengan memilih ruang rawat
dahulu sesuai yang diinginkan.Jika Pasien mempinyai jaminan pembiayayaan
sendiri,pasien mendapatkan jatah kamar sesuai tarif yang diberikan oleh pihak
asuransi tersebut.
2. Jika pasien tidak sadar atau lupa alamat ayau identitasnya,dapat di data sesuai
nama dan tempat dimana dia ditemukan jika nama nama pasien tidak
teridentifikasi,dapat menggunakan nama dengan sebutan,MR atau MRS “X”
3. Petugas rekam medis mendaftar pasien sesuai nomor rekam medis pasien. Jika
pasien lupa membawa kartu berobat,petugas rekam medis dapat mencrinya
melalui bantuan KIUP,dan jika sudah diemukan,dicocokkan dengan alamat
pasien,atau kelahiran pasien.
4. Bagi pasien yang pernah berobat/dirawat maka rekam medisnya segera dikirim ke
Instalasi Gawat Darurat yang bersangkutan dan tetap memakai nomor yang telah
dimilikinya.
5. Bagi pasien yang belum pernah dirawat atau berobat di RS. maka diberikan nomor
rekam medis baru.

46
2. Pelayanan Pendaftaran Rawat Inap (Admission).

Penerimaan pasien rawat inap dilakukan di Admission. Tata cara penerimaan


pasien rawat inap harus wajar sesuai dengan keperluannya. Pasien yang memerlukan
perawatan,dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

– Pasien yang tidak urgen, penundaan perawatan pasien tersebut tidak akan menambah
penyakitnya.

– Pasien yang urgen, tetapi tidak darurat gawat, dapat dimasukkan ke dalam daftar
tunggu.
– Pasien gawat darurat (emergency), langsung dirawat.

Pembinaan dan pelaksanaan pekerjaan penerimaan pasien dengan baik menciptakan


tanggapan yang baik dari pasien-pasien yang baru masuk, menjamin kelancaran dan
kelengkapan catatan-catatan serta menghemat waktu dan tenaga. Untuk lancarnya
proses penerimaan pasien 4 hal berikut ini perlu diperhatikan, yaitu :

 Petugas yang kompeten.


 Cara penerimaan pasien yang tegas dan jelas (clear cut ).
 Ruang kerja yang menyenangkan.
 Lokasi yang tepat dari bagian penerimaan pasien.

Untuk memperlancar tugas-tugas bagian lain yang erat hubungannya dengan proses
penerimaan pasien, aturan penerimaan pasien perlu ditetapkan.

Aturan yang baik harus memenuhi hal-hal berikut :

 Bagian penerimaan pasien bertanggung jawab sepenuhnya mengenai pencatatan


seluruh informasi yang berkenaan dengan diterimanya seorang pasien di RS.
 Bagian penerimaan pasien harus segera memberitahukan ke Instalasi terkait
setelah diterimanya seorang pasien dan setelah melalui pemeriksaan disetujui
untuk dirawat,dan telah selesai di lakukan admission rawat inap.
 Semua bagian harus memberitahukan bagian penerimaan pasien, apabila sorang
pasien akan melengkapi persyaratan administrasi.
 Membuat catatan yang lengkap, terbaca dan seragam harus disimpan oleh semua
bagian selama pasien dirawat.

47
 Instruksi yang jelas harus diketahui oleh setiap petugas yang bekerja dalam proses
penerimaan dan pemulangan pasien.

Ketentuan Umum Penerimaan Pasien Rawat Inap

 Semua pasien yang menderita segala macam penyakit, selama ruangan dan
fasilitas yang memadai tersedia dapat diterima di RS.
 Sedapat mungkin pasien diterima di Admission pada waktu yang telah ditetapkan,
kecuali untuk kasus gawat darurat dapat diterima setiap saat.
 Tanpa diagnosa yang tercantum dalam surat permintaan dirawat, pasien tidak
dapat diterima.
 Sedapat mungkin tanda tangan persetujuan untuk tindakan operasi dan
sebagainya (apabila dilakukan ) dilaksanakan sebelum pasien dirawat.

Pasien dapat diterima, apabila :

 Ada surat rekomendasi dari dokter yang mempunyai wewenang untuk merawat
pasien di rumah sakit.
 Dikirim oleh dokter poliklinik.
 Dikirim oleh dokter Instalasi Gawat Darurat.
 Pasien darurat gawat perlu diprioritaskan.

Prosedur pasien untuk masuk untuk dirawat

1. Pasien yang sudah memenuhi syarat atau peraturan untuk dirawat, Perawat
Membuatkan Admision Note yang minimal berisi :
o Labeling nama dan momor rkam medis pasien
o Umur
o Diagnosa pasien
o Dokter DPJP
o Ruangan yang diperlukan
o Tambahan alat yang dibutuhkan pasien
2. Apabila ruangan sudah tersedia :
o Memberi tahu keluarga pasien ternsedianya ruang rawat yang dibutuhkan
o Pada saat mendaftar dia akan mendapat penerangan tentang :
 Kapan dapat masuk
 Bagaimana cara pembayaran serta tarif-tarifnya.
48
 Peraturan selama pasien dirawat.
3. Di tulis oleh petugas admission di dalam buku register pendaftaran pasien rawat
inap dan dilengkapi dengan lembar ringkasn keluar masuk,perlengkapan
asdministrasi lainnya,dan stiker labeling untuk pditempel di gelang pasien
4. Jika pasien pernah berobat ke poliklinik atau pernah dirawat sebelumnya maka
petugas Admission mendaftar sesuai nomor rekam medis pasien dan mengambil
rekam medis pasien di ruang filling dan mengantarnya ke Instalasi Gawat Darurat
5. Selesai proses administrasi dan admission petugas memberitahukan petugas
instalasi Gawat darurat,jika kamar sudah disiapkan,pasien dapat segera diantar ke
kamar

Prosedur selama pasien di ruang perawatan yang berkaitan dengan rekam medis
antara lain :

1. Pada waktu pasien tiba di ruang perawatan dan diterima oleh perawat pasien diberi
tanda pengenal melalui identitas yang tertempel pada gelang pasien
2. Perawat menambah formulir-formulir yang diperlukan oleh dokter maupun perawat
sendiri
3. Selama perawatan, perawat mencatat semua data perawatan yang diberikan dari
mulai saat pasien tiba di ruang sampai pasien tersebut pulang, dipindahkan atau
meninggal yang di rekap dalam sensus harian rawat inap

2.2.PEMBERI PELAYANAN PASIEN

A. Pola Operasional DPJP


Kebijakan :
1. Setiap pasien yang berobat di Rumkit Tk. IV 02.07.02 Lahat harus memiliki
DPJP.
2. Apabila pasien berobat di unit rawat jalan maka DPJP nya adalah dokter klinik
terkait.
3. Apabila pasien berobat di UGD dan tidak dirawat inap, maka DPJP nya adalah
dokter jaga UGD
4. Apabila pasien dirawat inap maka DPJP nya adalah dokter spesialis disiplin
yang sesuai.
5. Apabila pasien dirawat bersama oleh lebih dari 1 orang dokter spesialis , maka
harus ditunjuk seorang sebagai DPJP utama dan yang lain sebagai DPJP
tambahan.

B. Penentuan DPJP ;

49
1. Penentuan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit
(baik rawat jalan, UGD maupun rawat inap) dengan mempergunakan cap
stempel pada berkas rekam medis pasien.
2. Cap stempel “ DPJP Dr ...... “ untuk pasien yang dirawat oleh seorang dokter.
3. Cap stempel “ DPJP UTAMA Dr ......” untuk pasien yang dirawat bersama
beberapa dokter.

C. Klarifikasi DPJP di Ruang Rawat


Apabila dari UGD maupun rawat jalan DPJP belum ditentukan, maka petugas
ruangan wajib segera melakukan klarifikasi tentang siapa DPJP pasien tersebut.
Apabila pasien dirawat bersama petugas ruangan juga wajib melakukan klarifikasi
siapa DPJP Utama dan siapa DPJP Tambahannya.

D. Penentuan DPJP bagi pasien baru di ruangan


Pengaturan penetapan DPJP dapat berdasarkan :
a. Jadwal konsulen jaga di UGD atau Ruangan ; konsulen jaga hari itu menjadi
DPJP dari semua pasien masuk pada hari tersebut, kecuali kasus dengan surat
rujukan.
b. Surat rujukan langsung kepada konsulen ; dokter spesialis yang dituju otomatis
menjad DPJP pasien tsb, kecuali dokter yang dituju berhalangan, maka beralih
ke konsulen jaga hari itu.
c. Atas permintaan keluarga ; pasien dan keluarga berhak meminta salah seorang
dokter spesialis untuk menjadi DPJP nya sepanjang sesuai dengan disiplinnya.
Apabila penyakit yang diderita pasien tidak sesuai dengan disiplin dokter
dimaksud, maka diberi penjelasan kepada pasien atau keluarga, dan bila
pasien atau keluarga tetap pada pendiriannya maka dokter spesialis yang
dituju yang akan mengkonsulkan kepada disiplin yang sesuai.
d. Hasil rapat Komite medis pada kasus tertentu ; pada kasus yang sangat
kompleks atau sangat spesifik maka penentuan DPJP berdasarkan rapat
komite medis .

E. Rawat Bersama :
1. Seorang DPJP hanya memberikan pelayanan sesuai bidang /disiplin dan
kompetensinya saja. Bila ditemukan penyakit yang memerlukan penanganan
multi disiplin, maka perlu dilakukan rawat bersama.
2. DPJP awal akan melakukan konsultasi kepada dokter pada disiplin lain sesuai
kebutuhan.
3. Segera ditentukan siapa yang menjadi DPJP Utama dengan beberapa cara
antara lain;
a. Penyakit yang terberat, atau
b. penyakit yang memerlukan tindakan segera atau
c. dokter yang pertama mengelola pasien.
Dalam hal rawat bersama harus ada pertemuan bersama antara DPJP yang
mengelola pasien dan keputusan rapat dicatat dalam berkas rekam medis.

F. Perubahan DPJP Utama :

50
Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi pelayanan, DPJP utama dapat saja
beralih dengan pertimbangan seperti diatas, atau atas keinginan pasien/keluarga
atau keputusan Komite medis.
Perubahan DPJP Utama ini harus dicatat dalam berkas rekam medis dan ditentukan
sejak kapan berlakunya.

G. DPJP pasien rawat lCU


Apabila pasien dirujuk ke lCU, maka otomatis mengikuti aturan rumah sakit
tempat dirujuk.

H. DPJP Utama di OK
Adalah dokter operator yang melakukan operasi dan bertanggung jawab atas
seluruh kegiatan pembedahan, sedangkan dokter anestesi sebagai DPJP tambahan.
Dalam melaksanakan tugas mengikuti SOP masing-masing, akan tetapi semua
harus mengikuti prosedur Save Surgery check list (sign in, time out dan sign out)
serta dicatat dalam berkas rekam medis.

I. Pengalihan DPJP di UGD


Pada pelayanan di UGD, dalam memenuhi respons time yang adekwat dan demi
keselamatan pasien , maka apabila konsulen jaga tidak dapat dihubungi dapat
dilakukan pengalihan DPJP kepada konsulen lain yang dapat segera dihubungi.

J. Koordinasi dan Transfer Informasi antar DPJP


1. Koordinasi antar DPJP tentang rencana dan pengelolaan pasien harus
dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan efektif serta selalu berpedoman
pada SPM dan Standar Keselamatan pasien
2. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP harus dilaksanakan secara
tertulis.
3. Apabila secara tertulis dirasa belum optimal maka harus dilakukan
koordinasi langsung, dengan komunikasi pribadi atau pertemuan/rapat formal
4. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dalam Departemen/ kelompok
SMF yang sama dapat ditulis dalam berkas rekam medis, tetapi antar
departemen/kelompok SMF harus menggunakan formulir khusus /lembar Konsulta
5. Konsultasi bisa biasa, atau segera/cito
6. Dalam keadaan tertentu seperti konsul diatas meja operasi, lembar konsul
bisa menyusul , sebelumnya melalui telepon
7. Konsultasi dari dokter jaga UGD kepada konsulen jaga bisa lisan pertelepon
yang kemudian ditulis dalam berkas rekam medis oleh dokter jaga.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dengan bagian profesi
kesehatan lain (Instalasi gizi, Rehabilitasi Medis, Radiologi, Instalasi Farmasi,
Laboratorium) dilakukan secara lisan dan tertulis.
9. Koordinasi dan transfer informasi DPJP dengan bagian profesi kesehatan
lain dapat diwakilkan oleh dokter jaga yang sedang bertugas.
10. Jika dalam koordinasi didapatkan bahwa kasus pasien tidak dapat ditangani
dan membutuhkan tingkat pelayanan yang lebih tinggi untuk dilakukan rujukan
eksternal maka DPJP dikembalikan pada dokter yang melakukan konsulan awal.

K. TATA CARA PEMBERIAN INTRUKSI


1. Dari hasil pemeriksaan,analisa dan penatalaksanaan pasien dokter akan
melakukan pencatatan setiap kali melakukan visite ke pasien dengan format
SOAP
51
S ( Subyektif ) : di isi dengan keluhan pasien saat ini

O ( Obyektif ) : di isi dengan hasil pengkajian ulang yang dilakukan pada


pasien saat visite

A ( Assasement ): di isi dengan diagnose medis sesuai data pengkajian yang


telah dilakukan

P ( Planning ) : di isi dengan rencana target yang terukur yang akan dilakukan
pada pasienjuga berupa instruksi / pemberian terapi,pemeriksaan
penunjang,instruksi konsultasi termasuk pasca bedah dan instruksi tindakan /
prosedurSetelah melakukan pencatatan dilanjutkan dengan membubuhkan
nama jelas dan tanda tangan pada kolom ke 4.

Lokasi penulisan perintah yang seragam di laksanakan di form catataan


perkembangan pasien terintegrasi (CPPT ) pada kolom ke 3 pada rekam medis pasien
(RM 04)
1. Perawat akan melakukan pencatatan setiap kali terjadi kejadian khusus yang perlu
di informasikan pada petugas kesehatan lain.perawat juga akan melakukan
pencatatan perkembangan pasien setiap akhir shif dengan format SOAP
S (Subyektif ) : di isi dengan keluhan pasien saat ini
O ( Obyektif ) : di isi dengan hasil pengkajian ulang yang dilakukan pada
pasien,alat kesehatan yang digunakan oleh pasien,hasil laboratorium dan kesan
radiologi yang perlu di informasikan
A ( Assasement ) : di isi dengan diagnose keperawatan yang belum teratasi sesuai
data pengkajian ulang yang telah dilakukan
P ( Planning ) : di isi dengan rencana keperawatan yang akan dilakukan dan dapat
didelegasikan pada shif yang selanjutnya
Setelah melakukan pencatatan dilanjutkan dengan menulis nama jelas dan tanda
tangan
Khusus penulisan perawat IGD ( perawat akan menulis setiap tindakan yang
diberikan pada pasien sesuai jam dan perawat akan membubuhkan tanda tanagn
dan nama jelas)
2. Anastesi,Apoteker,Analis,Radiographer akan melakukan pencatatan sesuai
standar profesi masing-masing.pencatatan dilakukan untuk menyampaikan
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan perencanaan perawatan pasien setelah
52
melakukan pencatatan petugas di haruskan menuliskan nama jelas dan tanda
tangan
3. Bila perawat melakukan pelaporan melalui telpon dengan cara SBAR kepada
petugas kesehatan (dokter) dan dokter tersebut memberikan instruksi atau terapi
tambahan maka perawat akan menuliskan instruksi atau terapi tambahan
kemudian menuliskan penerima berita dan pengirim berita.perawat sebagai
penerima berita menuliskan nama jelas dan tanda tangan dan juga mengecap
tanda” READ BACK “ pada form CPPT kolom ke 3 sehingga dalam waktu 24 jam si
pemberi instruksi akan menandatangani dan menuliskan nama jelasnya
4. Seluruh kegiatan pemeriksaan,Analisa dan rencana penatalaksanaan dan
perawatan pasien dicatat pada form catatan perkembangan pasien terintegrasi dan
dibaca serta diverifikasi olah DPJP utama dengan membubuhkan stempel
nama,paraf,tanggal dan jam(maksimal dalam waktu 24 jam)
5. Kebutuhan pemeriksaan diagnostik imajing dan laboratorium dilakukan sesuai
dengan indikasi klinis/rasional dan di tulis pada blangko pemeriksaan/tindakan oleh
DPJP atau dokter konsulen,kecuali Untuk pelayanan di IGD ditulis oleh dokter IGD,
dan di unit pelayanan intensif ditulis oleh dokter jaga ruangan atau dokter
penanggung jawab pelayanan intensif.
6. Untuk penulisan resep hanya dilakukan oleh dokter yang memiliki SIP (Surat Izin
Praktek) dan ditulis menggunakan blangko resep yang telah disediakan oleh rumah
sakit.
7. Peresepan obat dengan penanganan khusus yang dilakukan oleh dokter jaga
adalah atas izin dokter penanggung jawab pasien ( DPJP ) dan hanya berlaku
untuk pasien rawat inap serta untuk pemakaian satu hari.
8. Untuk obat Sitostatik, Narkotika / Psikotropika atau obat dengan penanganan
khusus dapat di tulis oleh dokter jaga Rumah Sakit bila dokter DPJP tidak di
tempat.
9. Untuk semua PPA ( Profesional Pemberi Asuhan ) yang telah terkredensial yang
diizinkan menuliskan dan melaksanakan perintah / instruksi

2.3. TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF

1.PERSIAPAN TINDAKAN INVASIF RUMAH SAKIT TK IV 02.07.02 LAHAT


A.PERSIAPAN PRA-BEDAH

53
a. Dokter mempelajari rekam medis pasien yang mencakup identifikasi pasien
,pemahaman diagnosa dan prosedur bedah/medic yang akan dilakukan
b. Doket menganamnesis pasien untuk mengetahui riwayat pasien ,termaksud
pengalaman operasi serta kebiasaan
c. Dokter melakukan pemeriksaan fisik melakukan
inspeksi,palpasi,perkusi,auskultasi
d. Dokter mempelajari hasil pemeriksaan penunjangan medic
e. Dokter menentukan rencana operasi yang akan di lakukan
f. Dokter menginformasikan kepada pasien/keluarga tentang prosedur,manfaat dan
resiko tindakan operasi.
g. Bila pasien dan keluarga setuju dilakukam tindakan,dokter bedah mengkonsulkan
kepada spesialis lain yang terkait.

2.DPJP Menentukan Dokter konsulen dan menghubungi dokter tersebut serta


menjelaskan secara lisan mengapa diperlukan konsul permintaan konsul ini juga dapat
dilakukan melalui perawat.

3.Dokter konsulen melakukan pemeriksaan dan evaluasi

4.Bila tidak perlu dilakukannya tindakan pembedahan,maka dokter konsulen akan mengisi
lembar konsultasi dan konsul selesai

5.Bila perlu dilakukan tindakan pembedahan:

 Dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dan bersama-sama dengan dokter


konsulen berbicara dengan pasien dan atau anggota keluarganya untuk
memberikan penjelasan mengapa perlunya konsultasi dan tujuannya
 Bila pasien dan atau keluarganya setuju maka konsu ldilanjutkan dan melengkapi
informen concernt
 Bila pasien dan atau keluarga tidak setuju maka konsul dibatalkan dan DPJP
melanjutkan tindakan nya dan melengkapi surat penolakan .

6.Bila tindakan pembedahan disetujui maka ,dokter bedah (DPJP) dan Konsulen
melengkapi status permintaan pemeriksaan lanjut.

7.Perawat (ruang rawat inap.UGD,Poliklinik,dan instalasi kebidanan )menghubungi dokter


anastesi

8.Dokter anastesi melakukan kunjungan pra anastesi


54
9.Dokter anastesi membuat rencana pengelolaan anastesi meliputi ;

 Dokter melakukan identifikasi pasien


 Dokter melakukan wawancara dan pemeriksaan tanda-tanda vital
 Dokter menanyakan riwayat penyakit,alergi,kebiasaan riwayat anestesi terdahulu
,pengobatan saat ini.
 Dokter menilai status fisik pasien

10.Dokter anastesi meminta dan mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang
di perlukan untuk tindakan anastesi

11.Dokter anastesi menentukan obat-obatan dan tehnik yang di perlukan untuk tindakan
anastesi

12.Dokter anastesi menjelaskan tentang kondisi pasien kepada pasien dan keluarga
,meliputi diagnosa kerja,rencana tindakan dan factor penyulit anastesi serta
kemungkinan komplikasi intra maupun paska anastesi

13.Dokter anastesi mengisi form ceklis assesmen anastesi dan menandatangani blangko
terkait dengan anastesi

14.Perawat ruangan memberikan surat persetujuan (informed consent) untuk dilakukan


tindakan invasive (tindakan pembedahan) setelah mendapatan penjelasan dari DPJP

15.Perawat ruangan memberikan konseling tentang ;

 Perawat mengajarkan cara melakukan nafas dalam dan batuk efektif


 Perawat mengajarkan mobilisasi ringan
 Perawat mengajar kan efek dari pembiusan

16. Dokter memberikan instruksi untuk di lakukan pemeriksaan penunjang antara lain ;

 Darah lengkap,BSS,HIV,Ureum,kratinin,HBSAg,CTBT
 EKG
 Rontgen
 USG
Semu hasil yang di terima dari laboratorium maupun radiologi berkas di simpan di
rekam medis pasien.

55
17.Petugasmeminta pasien agar melepas protease seperti gigi palsu,kaca mata,dan
perhiasan

18.Petugas melakukan Persian kulit/cukur

19.Perawat melakukan klisma/menggunakan obat supostorial pencahar(pleet enema)

20.Perawat menginstruksikan pasien agar berpuasa selama minimal 6 jam (tergantung


jenis tindakan invasive yang akan di lakukan )

21.Perawat melakukan pemasangan dower cateter

22.Perawat melakukan pemasangan infuse

23.Perawat melakukan injeksi antibiotic 1 jam sebelum tindakan operasi

24.Perawat mengukur TTV (tanda-tanda vital) harus dalam rentang normal

25.Pasien siap di antar kekamar operasi sesuai dengan jadwal yang telah dilakukan

B.PERSIAPAN BEDAH

1.Persiapan pre-Operasi

a.Sing-in

 Tim anastesi mengkomfirmasi ulang identitas,lokasi dan informen condent


 Tim anastesi memastikan lokasi operasi sudah di tandai
 Tim anastesi memastikan apakah mesin dan alat-alat sudah lengkap dan siap
 Tim anastesi memastikan apakan pulse oxymetri telah terpasang pada pasien
dan berfungsi dengan baik
 Tim anastesi mengidentifikasi ulang apakah pasien ada riwayat alergi dan
kesulitan bernafas.
 Tim anastesi mengidentifikasi apakah ada resiko perdarahan

b.time-out

 Seluruh tim yang ikut dalam pembedahan tersebut memperkenalkan nama dan
tugasnya

56
 Tim anastesi mengkonfirmasi ulang nama pasien,prosedur dan daerah insisi
yang akan di lakukan
 Tim anastesi mengidentifikasi ulang apakah obat profilaksis sudah di berikan
60 menit sebelumnya
 Untuk operator harus mengantisipasi kejadian-kejadian kritis yaitu :
-operator harus sigap menghadapikeadan kritis atau kejadian luar biasa pada
pasien
-operator harus bisa cepat dan tepat dalam menanggani kejadian tersebut
-operator harus punya langkah-langkah untuk mengatasi perdarahan yang
terjadi

 tim anastesi mengidentifikasi apakah pasien membutuhkan peralatan khusus


 unyuk perawat harus mengantisipasi kejadian-kejadian kritis yaitu :
-perawat instument memastikan semua alat yang akan di pergunakan dalam
kondisi baik dan steril

2.4.PEMBERIAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI YANG EFEKTIF

o Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang


informasi yang akan di sampaikan, memiliki rasa empati dan ketrampilan
berkomunikasi secara efektif.
o Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka dan berjalan
secara interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan pada saat pasien dirawat, akan
pulang atau ketika datang kembali untuk berobat
o Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat pasien/keluarga merasa
nyaman dan bebas, antara lain :
a. Dilakukan dalam ruang yang dapat menjamin privacy.
b. Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien untuk kenyamanan
mereka.
c. Penempatan meja, kursi atau barang barang lain hendaknya tidak
menghambat komunikasi.
d. Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi
o Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka pemberian
informasi dan edukasi dapat disampaikan kepada keluarga/pendamping pasien.

57
o Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta rasa percaya
terhadap peran petugas dalam membantu mereka.
o Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien ( termasuk adanya
keterbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam mematuhi menejemen pengobatan).
o Mendapatkan data yang akurat tentang obat – obat yang digunakan pasien termasuk obat non
resep.
o Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya, pendidikan dan
tingkat ekonomi pasien/ keluarga
o Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang berkaitan
dengan perawatan pasien :
a. Assesment pendidikan pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan pengobatan, Penggunaan obat obatan yang aman:
kemungkinan nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat tertentu
contoh : obat tetes dan obat inhaler. Cara penyimpanan berapa lama obat harus dipakai
dan ditebus lagi, apa yang harus dilakukan terjadinya efek samping yang akan
dialami dan Bagaimana cara mencegah ataumeminimalkannya, meminta
pasien atau keluargauntuk melaporkan apa yang dirasakan pasien selama
menggunakannya.
c. Pendidikan kesehatan Manajemen nyeri
d. Pendidikan kesehatan diet
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit
g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)

Proses komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan
dengan kondisi kesehatannya. Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi,
petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini
didapatkan dari RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi. Tahap Cara penyampaian
informasi dan edukasi yang efektif.Setelah melalui tahap asesmen pasien, di
temukan :
58
 Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
 Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan
tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
 Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet.
Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi
medical information.

VERIFIKASI
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali edukasi yang telah diberikan.Pertanyaannya adalah: “ Dari materi
edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan
pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang
telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi
yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang. Dengan
diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien
mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien.

59
3.0 MENGIDENTIFIKASI PASIEN BERISIKO TINGGI

3.0.0.Identifikasi pasien risiko tinggi menurut:

1. Menurut kebijakan Rs. Tk IV 02.07.02 Lahat daftar pasien resiko tinggi dinilai dari
diagnose, antara lain :
8. Pasien Emergensi
 HT Krisis
 Kejang Demam
 Stroke
 Dm dengan penurunan kesadaran
 Hipoglikemi
 Jantung
9. Penyakit menular
 TB
 Hepatitis
 Varisela
10. Pasien dengan koma
 Stroke hemoragik
 Diabetikum
 Sepsis dengan penurunan kesadaran
11. Pasien dengan alat bantu hidup dasar
 Pasien henti nafas dan henti jantung
12. Pasien dengan restraint
 Pasien gelisah
 Pasien gangguan jiwa
13. Pasien resiko bunuh diri
 Pasien gangguan jiwa
14. Pasien populasi rentan, lansia, anak-anak dan pasien beresiko tindak
kekerasan atau di telantarkan
 Menurut Umur
d. Usia Bayi - Balita ( 0 – 5 Tahun )
 BBLR
Bblr dari berat ≥ 800 gram

60
 Asfiksia Neonatorum
-Asfiksia ringan (Afgar skor 7-8)
-Asfiksia Sedang (Afgar skor 4-6)
-Asfiksia Berat (Afgar skor 0-3)

 Ikterus
-Kejang
-Hypotermi
-Hypertermi
-Hypoglikemi

e. Usia Anak ( 5- 11 Tahun )


 TB pada Anak
 Kejang
 Hypertermi

f. Usia Lansia ( 46 – 65 Tahun )


 Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik,
osteoporosis, osteoarthritis
 Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, angina, cardiac
attack, stroke, anemia, PJK
 Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
 Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal
Ginjal Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
 Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus,
obesitas
 Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
 Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun dll.

3.0.1.Identifikasi pelayanan berisiko tinggi menurut:


1. Pelayanan early warning system (deteksi perubahan kondisi pasien)

2. Pelayanan resusitasi

3. Pelayanan Darah

61
4. Pelayanan pasien koma

5. Pelayanan system penyakit menular

6. pelayanan pasien dialisis

7. pelayanan pasien restrain

8. pelayanan pasien populasi khusus

9 pelayanan pasien kemoterapi

3.0.2.Identifikasi risiko sampingan :

 Pencegahan pasien jatuh


Intervensi pencegahan pasien jatuh (pasang clip kuning)
Pasang pagar pengaman dan kunci tempat tidur
Edukasi pencegahan risiko jatuh.

A. Manajemen risiko jatuh


1. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
2. Sediakan pencahayaan yang cukup
3. Alas kaki anti licin
4. Berikan instruksi kepada pasien untuk memanggil petugas jika ingin turun dari
tempat tidur
5. Beri penjelasan mengenai sistm pemanggilan perawat ke ruangan
6. Lampu tidur berada dalam jangkauan ,terlihat ,serta pasien mengetahui letak dan
cara penggunaannya
7. Pertimbangkan untuk menggunakan pendamping pada pasien dengan gangguan
kognitif.
8. Sediakan lingkungan yang aman(rapi,tidak licin,kabel-kabel terikat dengan
rapi,jalur berjalan bersih,dari benda-benda yang tidak perlu.
9. Barang- barang pribadi berada dekat jangkauan
10. Posisikan tempat tidur serendah mungkin dengan roda terkunci
11. Setiap 1-3 jam ,tawarkan bantuan untuk kekamar mandi ,danperawatan lain
termasuk menawarkan minum dan memastikan pasien hangat dan nyaman.
12. Lakukan mobilisasi secepat dan sesering mungkin (sesuai kondisi pasien)
13. konsultasikan dengan tim manajemen jatuh dan farmasi ,(tinjau ulang medikasi).

62
14. Untuk pasien yang risiko cedera kepala (misalnya pasien dalam terapi antikoagulan
gangguan kejang berat ,riwayat jatuh mengenai kepala),pertimbangkan
penggunaan perlindungan kepala.
15. Penggunaan toilet duduk .
16. Secara aktif ,libatkan pasien dan keluarga dalam program pencegahan jatuh.
17. Berikan intruksi kepada pasien sebelum memulai aktivitas
18. Penggunaan alat bantu sesuai dengan kebutuhan pasien.
19. Meminimalisir gangguan /distraksi.
20. Periksa ujung anti selip pada tongkat dan walker.
21. Intruksikan pada pasien untuk menggunakan pegangan.
22. Lakukan evaluasi oleh tim interdisiplin.

B. Manajemen setelah kejadian


1. Nilai apakah terdapat cedera akibat jatuh (abrasi,kontusio,laserasi,fraktur,cedera
kepala)
2. Nilai tanda vital.
3. Nilai adanya keterbatasan gerak.
4. Pantau pasien dengan ketat.
5. Laporkan kejadian jatuh kepada perawat yang bertugas dan lengkapi laporan
insidens.
6. Modifikasi rencana keperawatan interdisiplin sesuai dengan kondisi pas
 Pencegahan decubitus

1. Merubah posisi pasien 2 jam sekali;


2. Anjurkan masukan cairan dan nutrisi yany tepat dan adekuat.karna kerusakan kulit
lebih mudah terjadi dan lambat untuk sembuh jika nutrisi pasien buruk.
3. segera membersihkan feces atau urin dari kulit karna bersifat iriatif terhadap kulit.
4. Inspeksi daerah decubitus umum terjadi laporkan.
5. Jaga agar kulit tetap kering.
6. Jaga agar linen tetap kering dan bebas kerutan.
7. Beri perhatian khusus pada daerah yang berisiko terjadi decubitus.
8. Masage sekitar daerah kemerahan dengan sering menggunakan lotion.
9. Jangan menggunakan lotion pada kulit yang rusak.
10. Gunakan kain pengalas bila memindahkan pasien tirah baring.
11. Lakukan latihan gerak minimal 2 kali sehari untuk mencegah kontraktur.
63
12. Gunakan kasur decubitus.

 .Pencegahan plebitis
1. Tentukan lokasi pemasangan ,sesuaikan dengan keperluan rencana pengobatan
2. Lakukan tindakan aseptic dan anti septic.
3. Lakukan pergantian tempat dan peralatan infuse tiap 72 jam .
4. Lakukan aseptic dressing bila kondisi kotor.
5. Perhatikan laju pemberian cairan
6. Lakukan inspeksi visual tempat penyuntikan,bila terdapat tanda” nyeri,eritema
segera ganti posisi pemasangan infuse.

B.Membuat perencanaan pelayanan pasien dewasa anak-anak atau keadaan


khusus.

 Pelayanan terhadap pasien dibedakan menurut kebutuhan pasien.


 Perencanaaan pelayanan dibuat mulai dari pasien datang sampai pasien pulang.

C.Pendokumentasian pelayanan secara tim untuk bekerja dan berkomunikasi


secara efektif.

 Catatan terintegrasi bertujuan untuk pendokumentasian pelayanaan secara tim


serta bekerja sama dan berkomunikasi secara efektif untuk memecahkan
masalah pasien.

D.Melakukan informed consent.

 Setiap tindakan kedokteran (medis)yang akan dilakukan harus ada informed


consent.
 Pasien berhak mendapatkan informasi tentang penyakit ,tujuan pengobatan dan
tujuan tindakan yang dilakukan.
E.Persyaratan pemantauan pasien

 Pasien risiko tinggi wajib mendapatkan pemantauan secara komprehensif


 Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana untuk pemantauan pasien.

F.Ketersediaan danpenggunaan alat khusus.

64
 Pasien yang memerlukan dan menggunakan peralatan khusus harus dilakukan
informed consent terlebih dahulu,pasien berhak bersedia atau menolak
penggunaan alat khusus.
 Pasien yang bersedia menggunakan peralatan khusus harus dilakukan
pemantauan dan pengawasan berupa pencatatan dan pelaporan.

G.Melakukan pelatihan staf sehingga memiliki keterampilan khusus dalam


melakukan proses asuhanterhadap pasien.

 Untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia rumah sakit melakukan


pelatihan staf baik secara internalmaupun secara eksternal sehingga para staf
memiliki keterampilan khusus dalam melakukan asuhan terhadap pasien.
 Membuat program pengembangan staf secara berkelanjutan

1.1 PELAYANAN EARLY WARNING SYSTEM

Staf rumah sakit yang tidak bekerja di daerah pelayanan krisis atau intensif mungkin
tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang cukup untuk mmelakukan asesmen
serta mengetahui pasien yang akan masuk dalam kondisi kritis. Padahal banyak pasien
di luar daerah pasien kritis mengalami keadaan kritis selama di rawat inap. Seringkali
pasien memperlihatkan tanda bahaya dini contoh tanda-tanda vital yang memburuk
daan perubahan kecil status neurologis sebelum mengalami penurunan kondisi klinis
yang meluas sehingga mengalami kejadian yang tidak diharapkan.

Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-dininya
pasien yang kondisinya buruk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung
atau gagal paru sebelumya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di luar kisaran
normal yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk.
Penerapan EWS membuat staf mampu mengiudentifikasi keadaan pasien
memburuk sedini-dininya dan bila perlu mencari bantuaan staf yang kompeten.
Dengan demikian, hasil asuhan akan lebih baik.
EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan keadaan pasien melalui
pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologi pasien.System ini
merupakan konsep pendekatan proaktif untuk meningkatkan keselamatan pasien dan
hasil klinis pasien yang lebih baik dengan standarisasi pendekatan asesmen dan
menetapkan skoring parameter fisiologis yang sederhana.
65
Ketika seorang pasien mendadak sakit dan datang ke rumah sakit, atau kondisi
memburuk tiba-tiba selama di rumah sakit, maka waktu adalah penting dan respon
klinis yang cepat dan efisien diperlukan untuk optimalisasi hasil klinis yang
diharapkan.Bukti saat ini menunjukkan bahwa tiga serangkai yaitu 1) deteksi dini, 2)
ketepatan waktu merespon, dan 3) kompetensi respon klinis, sangat penting untuk
menentukan hasil klinis yang diharapkan.

EWS sistem menggunakan pendekatan sederhana berdasarkan dua persyaratan utama


yaitu:
1) Metode yang sistematis untuk mengukur parameter fisiologis sederhana pada semua
pasien untuk memungkinkan identifikasi awal pasien yang mengalami penyakit akut atau
kondisi perburukan, dan

2) Definisi yang jelas tentang ketepatan urgensi dan skala respon klinis yang diperlukan,
disesuaikan dengan beratnya penyakit.

Format penilaian EWS dilakukan berdasarkan pengamatan status fisiologi


pasien.Pengamatan ini merupakan pengamatan yang bisa dilakukan oleh perawat, dokter
ataupun tenaga terlatih lainnya. Parameter yang dinilai dalam EWS mencakup 7 (tujuh)
parameter yaitu :

1) Tingkat kesadaran

66
2) Respirasi/ Pernapasan,
3) Saturasi oksigen,
4) Oksigen tambahan (non-rebreathing mask, rebreathing mask, nasal kanula)
5) Suhu
6) Denyut nadi,
7) Tekanan darah sistolik
EWS dilakukan terhadap semua pasien pada asesmen awal dengan kondisi
penyakit akut dan pemantauan secara berkala pada semua pasien yang mempunyai
risiko tinggi berkembang menjadi sakit kritis selama berada di rumah sakit.

Pasien-pasien tersebut adalah :


• Pasien yang keadaan umumnya dinilai tidak nyaman (uneasy feeling),
• Pasien yang datang ke unit gawat darurat,
• Pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil,
• Pasien yang baru dipindahkan dari ruang rawat intensif ke bangsal rawat inap.
• Pasien yang akan dipindahkan dari ruang rawat ke ruang rawat lainnya,
• Pasien paska operasi dalam 24 jam pertama sesuai dengan ketentuan penatalaksanaan
pasien paska operasi.
• Pasien dengan penyakit kronis,
• Pasien yang perkembangan penyakitnya tidak menunjukkan perbaikan.
• Pemantauan rutin pada semua pasien, minimal 1 kali dalam satu shift dinas perawat
• Pada pasien di Dialysis Unit dan Rawat jalan lainnya yang akan dirawat inap untuk
menentukan ruang perawatan

Penilaian EWS juga dilakukan terhadap pasien yang akan dipindahkan dari ruang
rawat ke ruang rawat lainnya, dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Bila didapati nilai
yang memungkinkan untuk pengamatan EWS lebih lanjut (pemicu aktivasi respon klinik)
maka keputusan untuk memindahkan pasien bisa dipertimbangkan lagi.

Dengan mencatat EWS secara teratur, kecenderungan respon klinis pasien dapat
ditelusuri untuk deteksi dini potensi penurunan kondis klinis pasien dan memberikan
pemicu untuk eskalasi respon klinis lebih lanjut. Selain itu, pencatatan trend EWS akan
memberikan gambaran pemulihan kondisi pasien, sehingga dapat memfasilitasi
penurunan frekuensi dan intensitas monitoring pasien sampai akhirnya pasien
direncanakan discharge.
67
EWS digunakan sebagai alat bantu dalam asesmen klinis, bukan sebagai
pengganti pertimbangan klinis yang kompeten. EWS tidak digunakan pada anak usia
kurang dari 16 tahun dan wanita hamil, karena respon fisiologi kondisi penyakit akut dapat
dimodifikasi pada pasien anak dan wanita hamil.

1. PERNAPASAN

Pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah menilai sistem pernapasan pasien


meliputi jalan napas, pernapasan pasien, dan kebutuhan oksigen tambahan. Jalan napas
pasien harus dipastikan bersih dan tidak tersumbat. Bila didapati pernapasan yang
berbunyi, maka dapat dipastikan bahwa terdapat sumbatan pada jalan napas pasien.
Frekuensi pernapasan, pola pernapasan dan adanya pemakaian otot bantu pernapasan
dapat menunjukkan adanya distres pernapasan ataupun obstruksi jalan napas.
Frekuensi pernapasan sangat penting untuk diperhatikan, karena setiap gangguan
di tubuh (nyeri, gelisah, penyakit paru, gangguan metabolik, infeksi dan obstruksi jalan
napas) akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen yang akan ditandai dengan
adanya peningkatan frekuensi pernapasan.

Pola pernapasan akan sangat membantu dalam mengidentifikasi adanya


abnormalitas pada pasien. Pola pernapasan yang cepat dan dalam (Kussmaul)
merupakan gambaran pernapasan pada gangguan asidosis metabolik berat. Pola
pernapasan periodik (Cheyene-Stokes) menggambarkan adanya gangguan pada batang
otak atau adanya gangguan fungsi jantung.

Pola pernapasan yang demikian akan diikuti oleh hipoksemia. Saturasi oksigen
yang rendah pada keadaan hipoksemia ini bisa dideteksi dengan pulse oxymetri. Namun,
pengukuran pulse oxymetri bisa menjadi tidak akurat pada pasien yang hipovolemia,
hipotensi ataupun hipotermi.
Parameter pernapasan yang dipantau dalam EWS ini adalah frekuensi pernapasan
dan saturasi oksigen. Selain itu, nilai bobot 2 harus ditambahkan untuk setiap pasien yang
membutuhkan tambahan oksigen ( pemberian oksigen melalui maskeratau nasal kanula ).

2. SIRKULASI (DENYUT NADI DAN TEKANAN DARAH SISTOLIK )

Pemeriksaan berikutnya setelah pernapasan adalah pemeriksaan sirkulasi.


Sirkulasi yang tidak adekuat bisa disebabkan secara primer oleh adanya gangguan sistem
kardiovaskular, ataupun secara sekunder akibat adanya gangguan metabolik seperti pada
sepsis, hipoksia ataupun pengaruh obat-obatan.
Pemantauan pertama pada sistem sirkulasi adalah pemantauan denyut nadi. Yang

68
perlu dipantau adalah frekuensi denyut nadi, keteraturan denyut, isi/volume denyut dan
apakah denyut tersebut simetris di masing-masing sisi tubuh. Pada pasien dengan
hipovolemia ataupun dengan curah jantung yang rendah akan dijumpai denyut nadi yang
lemah dan tidak teratur. Frekuensi denyut yang tidak teratur biasanya dijumpai pada
gangguan irama jantung seperti fibrilasi atrium yang bisa sangat membahayakan.
Denyut yang paradoksikal dengan pernapasan (pulsus paradoxus) akan ditemui
pada kasus hipovolemia, perikarditis, tamponade jantung, asma dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK). Sementara pada pasien dengan gangguan katup / sekat jantung
akan dijumpai denyut nadi yang teraba bergetar (thrill).

Tekanan darah merupakan turunan dari fungsi kardiovaskuler. Pemantauan


tekanan darah harus dilakukan setelah pemantauan denyut nadi. Pada gangguan sirkulasi
yang ditandai dengan denyut nadi yang terasa lemah, ireguler hampir dapat dipastikan
bahwa pengukuran tekanan darahnya menunjukkan nilai rendah. Sehingga dengan
demikian tekanan darah yang rendah merupakan tanda lambat dari adanya gangguan
sistem kardiovaskuler yang tidak bisa terkompensasi oleh auto regulasi tubuh. Namun
sebaliknya, tekanan darah tinggi bukan merupakan pertanda bahwa sirkulasi pasien
adalah baik. Tekanan darah tinggi menandakan adanya konstriksi pembuluh darah yang
bisa merupakan akibat dari kompensasi awal tubuh saat hipovolemia, adanya
penyempitan dan kekakuan pembuluh darah (aterosklerosis ataupun pre / eklampsia, dll).
Tekanan darah yang sangat tinggi akan meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik
yang bisa berakibat fatal.

3. NEUROLOGI

Gangguan neurologi pasien bisa terjadi akibat akibat iskemia, kerusakan struktur
otak atau kerusakan akibat metabolik ataupun infeksi. Identifikasi terhadap gangguan
neurologi yang ada sangat berguna dalam penanganan pasien selanjutnya untuk
meminimalkan kerusakan otak sekunder.
Pemeriksaan neurologi yang dilakukan serial akan sangat membantu dalam
penanganan pasien. Setiap perubahan yang ditemukan dalam pemeriksaan merupakan
indikator yang sensitif dan harus dikaji ulang. Misalnya, adanya penurunan tingkat
kesadaran yang tidak disertai lateralisasi bisa diakibatkan oleh adanya peningkatan
tekanan intrakranial, hidrosefalus, demam, keracunan ataupun akibat gangguan metabolik
yang memerlukan penanganan sesegera mungkin.
Pemeriksan neurologi dalam EWS dilakukan dengan cara menilai Alert, Verbal,
Pain atau Unresponsive (AVPU), seperti tercantum pada tabel berikut:

4. SUHU TUBUH

Panas tubuh dihasilkan oleh reaksi kimia akibat metabolisme sel. Peningkatan
suhu tubuh ditimbulkan oleh peningkatan produksi panas tubuh akibat peningkatan
metabolisme sel seperti pada aktivitas fisik, tirotoksikosis, trauma, peradangan, dan
infeksi. Selain itu peningkatan suhu tubuh juga bisa diakibatkan karena gangguan dalam

69
melepaskan panas ke lingkungan sekitar seperti pada abnormalitas kelenjar keringat,
gagal jantung kongestif, atau bila suhu lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
tubuh. Dengan demikian, suhu tubuh bisa menjadi panduan dalam memperkirakan apa
yang terjadi pada pasien.
Pada keadaan normal, suhu tubuh berkisar antara 36° - 38° C, bervariasi dalam 24 jam
dan Parameter ini sudah rutin diukur dan dicatat dalam rekam medis pada grafik
observasi pasien di setiap rumah sakit. Masing-masing parameter akan dikonversikan
dalam bentuk angka, di mana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan pasien
sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera mungkin.
Tujuan penerapan Early Warning Score (EWS) system ini untuk:
-Menilai pasien dengan kondisi akut
- Mendeteksi sejak dini penurunan kondisi klinis pasien selama dalam perawatan di
rumahsakit
- Dimulainya respon klinik yang tepat waktu secara kompeten

Prosedur penilian kondisi pasien Early Warning system (EWS)

1. Perawat mengisikan identitas pasien, tanggal, dan jam observasi


2. Perawat melakukan hand hyginene
3. Perawat mengucapkan salam kepada pasien
4. Perawat menjelaskan bahwa akan dilakukan pengukuran keadaan umum pasien
5. Perawat menilai tingkat kesadaran pasien dengan ketentuan : a. Tuliskan nilai 0
(nol) bila pasien dalam keadaan sadar b. Tuliskan angka 3 (tiga) bila pasien dalam
keadaan Alert (A), Verbal (V) bila pasien berespon terhadap rangsnng verbal, atau
Pain (P) bila pasien berespon terhadap rangsang nyeri
6. Perawat mengukur tekanan darah pasien : a. Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai
tekanan darah sistolik berada pada area wama putih yaitu bila nilai 1 l0-230 b.
Tuliskan ane*a 1 (satu) bila nilai tekanan darah sistolik berada pada area wama
biru yaitu bila nilai I 00- I I0 c. Tuliskan aneka 2 (dua\ bila nilai tekanan darah
srstolik berada pada area wama orange yaitu bila nilai 90-100 d. Tuliskan angka 3
(tiga) bila nilai tekanan darah sistolik berada pada area warna merah yaitu bila nilai
<80 atau > 230
7. Perawat menghitung frekuensi nadi pasien dan mengisikan nilai score sesuai
warna nilai nadi a. Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai nadi berada pada area warna
putih yaitu bila nilai 50 - 90 b. Tuliskan angka 1 (satu) bila nilai nadi berada pada
area wama biru yaitu bila nilai 90-l l0 atau 40-50 c. Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai
nadi berada pada area wama orange yaitu bila nilai I l0-130 d. Tuliskan angka 3
(tiga) bila nilai nadi berada pada area wama merah yaitu bila nilai <40 atau > 130
70
8. Perawat menghitung frekuensi nafas pasien dan mengisikan nilai score sesuai
wama nilai nafas a. Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai frekuensi nafas berada pada
area warna putih yaitu bila nilai 12-20 b. Tuliskan angka 1 (satu) bila nilai frekuensi
nafas berada pada area warna biru yaitu bila nilai 9-l I c. Tuliskan angka 2 (dua)
bila nilai frekuensi nafas berada pada area wama orange yaitu bila rilai 2l-24 d.
Tuliskan angka 3 (tiga) bila nitai fiekuensi nafas berada pada area warna merah
yaitu bila nilai > 25 atau < 8
9. Perawat mengukur suhu pasien dan mengisikan nilai score sesuai warna nilai suhu
a. Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai suhu berada pada area wama putih yaitu bila
nilai 360 - 370 b. Tuliskan angka I (satu) bila nilai suhu berada pada area wama
biru yaitu bila nilai 380 atau < 350 c. Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai suhu berada
pada area wama orange yaitu bila nilai > 390
10. Perawat menambahkan nilai 2 bila pasien rnendapatkan terapi oksigen
11. Perawat menjumlahkan nilai yang didapat dan mengisikannya di kolom jumlah
score 12. Perawat menilai zona wama sesuai dengan kondisi pasien : a. Zona putih
bila total score 0 (nol) b. Zona biru bila total score I - 4 c. Zona orange bila total
score 5 (lima) atau 3 (tiga) dalam satu pararmeter d. Zona merah bila total skor > 7
12. Perawat melakukan pengkajian nyeri dan mengisikannya di score nyeri
13. Perawat mengisikan intake pasien
14. Perawat mengisikan output urine pasien
15. Perawat mengisikan frekuensi observasi sesuai dengan zona wama yang didapat
dari total score EWS : a. Zona putih : minimal setiap 12 jam sekali b. Zona bim :
minimal setiap 4 - 6 jam sekali c. Zona orange : setiap jam sekali d. Zona merah :
monitoring tanda-tanda vital
16. Perawat menigisikan rencana tindak lanjut sesuai dengan zona wzuna yang
didapat dari total score EWS : a. Znna putih: lanjutkan observasi / monitoring
secara rutin b. Zona biru :
17. perawat pelaksana menginformasikan kepada ketua tim untuk melakukan asesmen
selanjutrrya dan membuat keputusan apakah akan meningkatkan fiekuensi
observasi/monitoring atau perbaikan asuhan yang dibutuhkan oleh pasien c. Zona
orange : - Ketua tim (perawat) segera memberikan informasi tentang kondisi pasien
kepada dokterjaga atau DPJP - Dokter jaga atau DPJP melakukan asesmen sesuai
kompetensinya dan menetukan kondisi pasien apakah dalam penyakit akut -
Dokter jaga atau DPJP menf apkan fasilitas monitoring yang lebih canggih d. Zona
merah : - Ketua tim (perawat) melaporkan kepada tim code blue - Tim code blue
71
melakukan asesmen segera - Stabilisasi oleh tim code blue dan pasien di rujuk ke
lntermediate Care atau lntensive Care Perawat membubuhkan paraf dan nama
jelas Perawat melakukan monitoring sesuai dengan score EWS

EWS ini berlaku untuk pasien dewasa saja, kalau


anak ada lagi pediatrik early warning scale

ini lembar EWS untuk observasi pasien untuk menentukan skor EWS

Asuhan yang di berikan berdasarkan jumlah skor EWS

72
3.2.PELAYANAN RESUSITASI

Pelayanan resusitasi diartikan sebagai intervensi klinis pada pasien atau korban
yang mengalami kejadian yang mengancam hidupnya seperti henti jantung dan paru.pada
ssat henti jantung dan paru maka memberikan komprensi pada dada atau bantuan
pernafasan akan berdampak pada hidup atau matinya pasien, setidak tidaknya
menhindari kerusakan jaringan otak.

Resutasi berhasil dengan pasien henti jantung dan parutergantung pada intervensi
seperti secepat cepatnya dilakukan defibrilasi dan bantuan hidup lanjut (code blue).
Pelayanan seperti ini harus tersedia untuk semua pasien selama 24 jam setiap hari,

Sanagt penting untuk dapat memberikan pelayaan intervensi yang kritikal yaitu
tersedia dengan cepat peralatan medis terstandar, obat resusitasi, staf yang baik dan
terlatih untuk resusitasi. Bantuan hidup dasar harus dilakukan secepatnya saat diketahuai
da henti nafasa dan jantung dan proses pemberian bantu hidup kurang dari 5
menit,pelayaan resusitasi tersedia diseluruh area rumah sakit termasuk peralatan medis
dan staf terlatih , berbasis bukti klinis.

Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti
jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai
dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada
pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan
resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan dan siap yang boleh
melakuaknya

2.1.1 Resusitasi dilakukan pada :


Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”

Serangan Adams-Stokes

Hipoksia akut

Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan

Sengatan listrik

Refleks vagal

Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.

2.2.2 Resusitasi tidak dilakukan pada :


Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.

73
Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.

Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1
jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

2.3.3 Pasien di Resusitasi oleh tim Resusitasi ( blue team )


a. Pengertian
1. Blue team merupakan suatu tim yang di bentik oleh rumah sakit dan memiliki tugas
mengenai pasien dalam kondisi gawat darurat di rumah sakit
2. Pasien gawat darurat merupakan pasien yang beraa dalam ancaman kematian dan
memerlukan pertolongan RJP segera.
3. Pasien gawat merupakan pasien yang terancam jiwanya tetapi belum memerlukan
pertolongan RJP.
4. Code blue merupakan kata sandi yang di gunakan untuk menyatakan bahwa
pasien dalam kondisi gawat darurat.
5. Triage merupakan pemilihan kondisi pasien melalui penilaian klinis pasien.
6. Perawat terlatih merupakan perawat yang telah mendapatkan pelatihan RJP atau
blue team.
a. Pengorganisasian.
1. Organisasi
Organisasi blue team terdiri dari:
 Koordinator
Dijabat oleh dokter Anastesi
Tugas : - mengkoordinasi segenap anggota tim.
- Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan kegawatdaruratan
yang dibutuhkan anggota tim
 Penanggung jawab medis.
Dijabat dokter jaga atau dokter ruangan UGD, OK, , Rawat Inap, dan rawat
jalan.
Tugas : - Mengidentifikasi awal atau triage pasien di ruang perawatan.
- Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
- Memimpin dalam pelaksanaan RJP.
- Menentukan sikap selanjutnya.
 Perawat pelaksana
Dijabat perawat (KATIM)
74
Tugas : - bersama dokter penanggung jawab medis mengidentifikasi triage
pasien di ruang perawatan
- Membantu dokter penaggung jawab medis menangani pasien
gawat darurat di ruang perawatan

 Tim resusitasi.
Dijabat oleh perawat terlatih dan dokter jaga
Tugas : - memberi bantuan hidup dasar kepada pasien gawat atau gawat
darurat di ruang perawatan
- Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat di
ruang perawatan .
Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat
penting.Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan
kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian
yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak
ada nafas dan tidak ada nadi. Resusitasi dilakukan 30 : 2.

3.3 .PELAYANAN DARAH

Darah inkompatibel adalah darah resipien yang uji silang serasi memberikan
hasil ketidakcocokan dengan darah donor, dengan demikian darah donor tidak dapat
di tranfusikan.Apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan lanjutan di
Laboratorium Rumah Sakit harus merujuk ke PMI yang mampu melakukan
pemerisaan lanjutan.

Hal-hal yang dapat menyebabkan reaksi inkompatibel antara lain :


1. Kesalahan dalam menetapkan golongan darah.
Kesalahan sering terjadi dalam pemeriksaan golongan darah dengan hasil positif
atau negative palsu, karna:
a) Teknik kerja tidak sesuai SOP
b) Kondisi reagenasia dan sel uji ABO yang tidak memenuhi persyaratan.
c) Masalah pada kondisi sel darah merah specimen yng didapat dari resepien
dengan kondisi :
1) Pasca tranfusi darah dan atau transplantasi susum tulang .
2) Antigen lemah.

75
3) Penyakit leukemia atau keganasan lainya.
4) Kosentrasi serum protein yang tidak normal.
5) Wharton jelly.
6) Kosentrasi subtansi A dan B yang tinggi dalam serum.
7) Anti bodi yang reaktif pada suhu dingin.
d) Masalah pada kondisi serum specimen, yang didapat dari resepien dengan
kondisi:
1) Gumpalan fibrin.
2) Kosentrasi protein yang abnormal.
3) Terdapatnya anti bodi selain anti -A dan anti-B.
4) Bahan pengencer sebagai pengawet sel A dan B mengandung antibody.
5) Kadar imunoglobin yang rendah.
6) Darah bayi usia<4-6 bulan tidak terlihat serum typing.
7) Titer komplemen yang tinggi pada anti –A dan –B
8) Transplantasi dengan ABO berbeda.

Pemeriksaan lanjutan pada ketidakcocokan golongan darah ABO:

1. Pemeriksaan ulang dengan memakai sampel darah yang baru.


Serum harus mengandung komplemen, sehingga anti bodi yang mengikat
komplemen dapat terdektesi
2. Lakukan pemeriksaan darah dengan teknik pre warmed (pemanasan 37℃ )
untuk kasus auto immune haemolitik anemia tipe dingin .
3. Lakukan pemeriksaan DCT.

Uji silang dapat memberikan hasil negative palsu, oleh karna itu:
1. NaCL 0,9% harus bersih, jernih, tidak berwarna dan tidak terkontaminasi
dengan serum.
2. Suhu incubator harus 37℃.
3. Waktu inkubasi harus tepat.
4. Pencucian sel darah merah harus bersih.
5. Hasil negative ahrus di control dengan menggunakan coombscontrolcells.

Uji silang dapat memeberikan hasil positif (ikompatibel) karna:


1. Antibody inkomplit.
2. Autoantibody dalam serum pasien.
76
3. Antibody yang tidak termasuk dalam sietem golongan darah.
4. Tidak ditemukan kelainan immunologi dalam serum.

Langkah lanjutan bila di dapatkan hasil darah inkompatibel:


1. Inkompatibel pada mayor.
Darah donor tidak dapat diberikan pada pasien. Lakukan pemeriksaan
lanjutan skrining dan identifikasi antibody terhadap darah pasien bila
didapatkan ireguler allo antibody yag spesifik pada serum pasien maka
dapat dicarikan darah donor yang tidak melawan antibody yang ada pada
pasien.
2. Inkompetibel pada minor.
Dalam keadaan daruran pasien dapat di berikan darah donor berupa packed
red cells, bila uji silng mayor negative.
3. Pada pasien penderita AHIHA tipe hangat, hasil uji silang serasi selalu
inkompetibel.
Dalam keadaan mendesak dapat diberikan darah donor yang hasil reaksi uji
silang serasinya inkompetibel pada mayor dan minor yang hasil uji reaksinya
lebih lemah di bandingkan reaksi sel darah merah pasien.
Dalam pemberian tranfusi harus hati-hati ada reksi allo antibody yang tidak
terdeteksi dalam pemeriksaan skrining dan identifikasi antibody, oleh karena
itu pemberian tranfusi harus di bawah pengawasan dokter, kadar HB pasien
pasca tranfusi tidak boleh melebihi 8 gr/dl.
4. Pada pasien penderita AIHA tipe dingin tranfusi umumna tidak diperlukan .
Dalam keadaan mendesak tranfusi dapat di berika dengan cara darah
sebelum tranfusi di hangatkan terlebih dahulu, agar sel darah merah donor
tidak di sensitiasi atau di rusak oleh auto antibody penderita, pemberia
tranfusi harus dibawanh pengawasan dokter washed red cells tidak
dianjurkan karna komplemen dalam darah donor tidakaktif lagi setelah
penambahan stabilisator ACD-A.

A. PENGGUNAAN, PEMBERIAN DARAH, DAN KOMPONEN DARAH DAN


PEMBERIAN PERSETUJUAN( INFORMED CONSENT ).
Penggunaan, pemberian darah, dan kompenen darah hanya dilakukan apabila ada
indikasi medic, memakai komponen darah yang di butuhkan dalam jumlah dan waktu
77
yang tepat , penentuan jenis pengolahan darah yag akan di tranfusikan kepada
pasien haruslah atas permintaan dokter yang menangani pasien
denganmemperhatikan rasionalitas pemakain darah .
Apabila dokter telah memberikan indikiasi untuk di tranfusi dan telah dijelaskan
dokter kepada pasien dan keluarga pasien tentang indikasi untuk tranfusi, setelah itu
perawat jaga memberikan lembar persetujuan atau penolak untuk tranfusi ( informed
consent ) kepada pasien / keluarga pasien untuk ditanda tangani sebagai permintaan
bahwa pihak pasien / keluarga setuju atau tidak setuju untuk dilakukan tranfusi.

B. PENGADAAN DARAH

1. UTD memberikan darah secara rutin dan berkala ke bank darah sesuai dengan
permintaan tertulis dari BD PMI.
2. BD PMI harus membuat rencana kebutuhan darah per bulan dan disampaikan
pada UTD.
3. Permintaan tersebut harus memuat data:
a. jumlah darah
b. jenis komponen darah.
c. golongan darah.
4. Permintaan harus ditandatangani oleh kepala bank darah (PMI).

C. INDENTIFIKASI PASIEN DAN PROSEDUR PENYERAHAN DARAH.

1. Petugas pengantar darah dari UTD menyerahkan darah yang aman ke bank
darah,disertai formulir pengirimandarah yang memuat:
- jumlah darah yang dikirim.
- nomor kantong darah.
- jenis komponen darah.
- golongan darah.
- hasil uji saring darah terhadap IMLTD.
- suhu simpan.
- tanggal kadaluarsa.
- Nama pasien
78
- No rekam medis
2. Petugas pengirim darah dari UTD dan petugas penerima darah di BANK DARAH
harus mampu mengenali tanda-tanda fisik darah yang aman.
3. Petugas pengirim darah dari UTD dan petugas penerima darah di bank darah
membuat berita acara serah terima dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
- Perhatikan identitas kantong darah.
- Periksa jumlah ,jenis dan golongan darah sesuai dengan formulir permintaan /
pengiriman.
- Periksa kondisi fisik darah.
- Periksa suhu dan wadah pengiriman darah.
- Nama pasien
- No rekam medis
- Tanggal lahir pasien
- Ditandatangani oleh petugas UTD dan petugas bank darah rumah sakit.
4. Pendistribusian darah untuk pelayanan tranfusi darah di rumah sakit.
a. Permintaan darah dari bangsal RS ke BD PMI harus disertai formulir
permintaan darah yang di tandatangani oleh dokter yang merawat disertai
contoh darah resipien dan terdapat nama pasien, tanggal lahir , nomor rm, dan
golongan darah.
b. Formulir permintaan darah dan contoh darah resepien diserahkan ke BDRS
oleh perawat bangsal.
c. Petugas BD PMI memeriksa kelengkapan formulir permintaan darah dari
bangsal RS dan kondisi contoh darah resepien.
d. Lakukan uji silang serasi darah donor dan pasien sesuai dengan standar yang
berlaku.
e. Petugas BD PMI harus melakukan serah terima dengan petugas ruangan
yang di beri wewenang oleh dokter yang meminta darah.
Pada saat serah terima diruangan petugas ruangan mengcross cek, nama
pasien, tanggal lahir, golongan darah, no rekam medis. Setalah datanya benar
, petugas ruangan mentanda tangani blanko dari PMI.

D. PEMBERIAN DARAH
1. Tranfusi sel darah merah(darah lengkap,darah merah pekat,DMP miskin
leucosit,darah lengkap segar)

79
- Dibawa dari bank darah ke ruangan rawat dengan kotak kemas darah yang
dapat menjaga suhu 4° ± 2℃
- Periksa keadaan kantong darah dan keadaan darah.
- Berikan dalam waktu 30’ setelah dikeluarkan dari refrigerator.
- Tidak perlu di hangatkan
- Tranfusikan tidak lebih dari 4 jam.
2. Tranfusi trombosit
- Dibawa dari bank darah ke ruang rawat inap dengan kotak kemas darah yang
dapat menjaga suhu 22 ° ± 2℃
- Periksa keadaan kantong darah dan keadaan komponen di dalam .
- Berikan segera setelah dikeluarkan dari penyimpanan.
- Tranfusi tidak lebih dari 20 ‘
3. Tranfusi plasma segar beku(FFP)
- Dicairkan di bank darah
- Dibawa dari bank darah ke ruangrawat dengan kotak kemas darah yang dapat
- menyimpansuhu 4° ± 2℃
- Periksa keaadaan kantong darah dan keadaan komponen darah didalamnya
- Berikan segera setelah dicairkan di bank darah.
- Tranfusi tidak lebihdari 20’

a. DOSIS TRANFUSI PADA ANAK


1. Sel darah merah :dosis 10 -15 ml/ kgBB dapat meningkatkan 2 – 3 g/dl
2. Trombosit : dosis 5 – 10 ml /kg BB dapat meningkatkan trombosit 50.000 -
10.000/ul
3. FFP:dosis 10-15 ml /kg BB dapat meningkatkan factor 15 – 20%

b. CARA TRANFUSI DARAH


1. Cocokkan identitas pada formulir penyerahan darah dengan identitas pada kantong
darah.
2. Pengisian lembar informed consent persetujuan atau penolakan transfusi darah
3. Identifikasi pasien dengan benar.
4. Cocokkan identitas pasien dengan identitas pada kantong darah (oleh 2 orang
perawat).
80
5. Gunakan tranfusi set dengan filter standar (170-200 u)
6. Ganti selang tranfusi setiap 24 jam.
7. Pada hawa panas ganti selang tranfusi lebih sering atau setiap pemberian 4
kantong darah bila di tranfusikan kurang dari 12 jam.
8. Pantau pasien tranfusi 15’ pertama kemudian tiap 1 jam.
9. monitoring pada lembar kerja tindakan tranfusi serta identifikasi dan respon
terhadap reaksi transfusi

c. Indikasi pemberian tranfusi darah

1. Kehilangan darah akut,bila 20% -30% total volume darah yang hilang dan
perdarahan masih terus terjadi.

2. Anemia berat.

3. Syock septic.

4. Memberikan plasma dan trombositsebagai tambahan factor pembekuan,

karenakomponen darah spesifik yang lain tidak ada.

5. Tranfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat.

Tranfusi sel darah merah


1. Tranfusi sel darah merah diindikasikan pada kadar HB <7 gr/dl,terutama pada
anemia akut, bila pasien asimtomatik atau ada terapi spesifik lainya yang lebih
tepat, batas kadar HB yang lebih rendah dapat diterima misalnya anemia
hemolitik autoimmune dapat terapi dengan steroid.
2. Tranfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar HB 7-10 gr/dl apabila
ditemukan tanda-tanda hipoksia atau hipoksemia yang ditemukan secara klinis
misalnya penurunan kesadaran dan laboratorium.
3. Tranfusi di lakukan bila kadar HB >10 gr/dl kecuali ada indikasi tertentu misalnya
penyaki yang membutuhkan transport oksigen lebih tinggi contoh penyakit paru
obstruksi kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat.
4. Tranfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia di lakukan pada kadar HB
<11gr/dl bila tidak ada gejala hipoksia batas ini dpat di turunkan hingga 7gr/dl
contoh anemia pada bayi premature jika terdapat penyakit jantung atau paru
81
atau yang sedang membutuhkan sumplementasi oksigen batas untuk
memeberikan tranfusi darah HB <13gr/dl

Tranfusi trombosit.

1. Pengobatan pada perdarahan akibat trombositopenia dengan hitungan trombosit


<50.000/ul atau pada perdarahan mikrovaskuler difus dengan hitungan trobosit
<100.000/ul,
2. Propilaksis dilakukan pada pasien yang menjalani operasi, prosedur invasive
atau setelah tranfusi massif dengan hitungan trombosit <50.000/ul
3. Propilaksis juga diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi trombosit yang
mengalami perdarahan.
a) pada kasus DBD dan KID supaya merujuk pada peñata laksanaan masing-
masing.
b) pada kasus trombositopenia karna penyebab khusus contoh anemia
apalastic, ITP pemberian tranfusi trombosit mengacu pada protocol khusus.

Tranfusi plasma segar beku ( fresh frozen plasma FFP).

1. Mengganti defesiensi factor koagulasi dan factor inhibitor koagulasi baik yang
didapat atau bawaan bila tidak tersedia kosentrat factor spesifik atau dalm
bentuk kombinasi.
2. Untuk mengobati perdarahan secara cepat akibat gangguan hemotatis yang
mengacam jiwa pada terapi warfarin.
3. Untuk mengobati perdarahan akibat gangguan koagulasi pasca tranfusi massif
atau bypass jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.

2. KOMPONEN DARAH

Pengertian komponen darah adalah Bagian darah yang dipisahkan dengan cara fisik
/mekanik.

Macam –macam komponen darah:

a. Komponen Seluler

1. Darah merah pekat (packed red cells PRC)


82
Darah merah pekat miskin leukosit

1. Trombosit pekat(platelet consentrate)


Trombosit pekat multi donor
Trombosit pekat tunggal
2. Leucosit pekat

b. Komponen non seluler

1.Plasma

Plasma donor tunggal(liquid plasma)

Plasma segar beku (fresh frozen plasma)

DARAH LENGKAP

- Isi utamaeritrosit
- Pada darah lengkap segar tronbosit dan factor pembekuan labil
- Volume tergantung volume kantong darah
- Yangdi pakai 250 ml,350ml,450 ml.
- Suhu simpan 4° ± 2℃
- Lama simpan 21-42 hari
- Guna nya meningkatkan eritrosit
- Seleksi dan layanan darah tranfusi
- *Gol ABO spesifik (cocok serasidengan darah resepien)
- *RH (+) untuk resepien RH (+)
- *RH (-) untuk resepien RH (-)

DARAH MERAH PEKAT

- Isi utama eritrosit


- Volume tergantung pada volume kantong darah yang di pakai 150- 350 ml.
- Gunanya meningkatkan eritrosit volume lebih kecil
- Suhu simpan 4 ° ± 2℃
- Lama simpan 21-42 hari.
- Seleksi dan layanan darah
- *Gol ABO spesifik (cocok serasi dengan darah resepien)
- *RH(+) untuk resepien RH(+)

83
- *RH (-) untuk resepien RH (-)

TROMBOSIT PEKAT

- Isi utama trombosit 5x 1010 dari darah lengkap,a da beberapa leucosit ,eritrosit
,dan sedikit plasma.
- Volume 50 ml dengan cara pemutaran darah lengkap segar,150-400 mldengan
trombaferetis.
- Suhu simpan 22° ± 2℃
- Lama simpan 5 hari.
- Guna nya meningkatkan trombosit
- Seleksi dan layanan darah plasma gol ABO yang ssesuai dengan sel darah
resepien atau sama gol ABO dengan resepien.

LEUCOSIT PEKAT

- Isi utama granulosit


- Suhusimpan 22° ± 2℃
- Lama simpan segera tranfusi
- Gunanya meningkatkan garnulosit
- Seleksi dan layanan darah sel darah merah nya sesuai gol ABO nya dengan
plasma resepien.

PLASMA DONOR TUNGGAL

- Isi utama plasma ,mengandung factor pembekuan stabil dan protein plasma.
- Volume 150-220 ml,tergantung volume kantong yang di pakai
- Ada 2 macam plasma cair dan plasma beku
- Suhu simpan 4° ± 2℃ cair ,beku <-18 c
- Lama simpan 26-47 hari cair, 5 hari beku.
- Guna nya meningkatkan volume darah.
- Seleksi dan layanan darah sesuai gol ABO nya dengan sel darah merah
resepien /sama golABO nya dengan resepien
- Komponen beku di cairkan dengan suhu ≤37℃

84
PLASMA SEGAR BEKU

- Isi utama factor pembekuan labil walaupun mengandung factor pembekuan


stabil dan protein plasma.
- Volume 150-220 ml tergantung volume kantong darah yang di pakai.
- Suhu simpan ≤ −18℃
- Guna nya meningkatkan factor pembekuan labil
- Seleksi dan layanan darah sesuai gol ABO nya dengan sel darah merah
resepien /sama golABO nya denganresepien
- Komponen beku dicairkan dengan suhu ≤ 37℃

E. MONITORING PASIEN

Setelah pasien di lakukan tranfusi perawat jaga melakukan monitoring pasien dimana
monitoring paisen diisi setiap kali melakukan tranfusi dan di evaluasi setiap 1 bulan
sekali untuk melihat berabapa banyak perbandingan dari bulan kebulan pasien
melakukan tranfusi.

Dimana lembar monitoring pasien terdiri dari indetitas pasien :

3. Nama pasien
4. Diagnose
5. Tanggal lahir
6. No rekam medis
7. Dokter dpjp

F. IDENTIFIKASI DAN RESPON TERHADAP REAKSI TRANFUSI


1. Hentikan tranfusi darah untuk sementara,perawat ruangan melapor kepada dokter
tentang reaksi tranfusi yang terjadi.
2. Dokter melakukan penanganan reaksi tranfusi kepada pasien yang mengalami
reaksi tranfusi dan melakukan observasi dan memutuskan apakah tranfusi di
hentikan atau dilanjutkan.
3. Kirim ke BD PMI sisa darah akibat adanya suatu reaksi tranfusi ,beserta label
kantong dan catat gejala – gejala reaksi tranfusi.
4. Bagi petugasLaboratorium berkonsultasi dengan petugas UTD.
5. Lakukan croos matching ulang.
6. Formulir hasil pemeriksaan kemudian dikonsultasikan kepada dokter
85
7. UTD memberi kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan atas analisa
pemeriksaan ulang.
8. Hasil dibuat rangkap 2 untuk dokter dan BD PMI.

3.4 BANTUAN HIDUP DASAR ATAU KOMA

1. Airway (jalan nafas)


Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas.Caranya
ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang
kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke
belakang dapat dihilangkan.Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini. Bila tindakan ini
tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan.

Caranya ialah:

Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,

Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,

Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.

Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak
kepala korban.Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke
samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke
hidung.

2. Breathing (Pernafasan)
Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan
di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan
yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi
korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke
dalam mulut korban dengan kuat.Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil
diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik
selama pernafasan masih belum adekuat.

Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
Gerakan dada waktu membesar dan mengecil

Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang

Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.

86
Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban
mengecil sampai batas habis.

3. Circulation (Sirkulasi buatan)


Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL).Henti jantung (cardiac
arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang
tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat

Sebab-sebab henti jantung :


Afiksi dan hipoksi

Serangan jantung

Syok listrik

Obat-obatan

Reaksi sensitifitas

Kateterasi jantung

Anestesi.

Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam
3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi.Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga,
maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk
pernafasan dan sirkulasi buatan.

Henti jantung diketahui dari :


Hilangnya denyut nadi pada arteri besar

Korban tidak sadar

Korban tampak seperti mati

Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.

Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan
nafas dengan menarik kepala ke belakang.Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru
korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena :

1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan


buatan

2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban

87
3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah
perifer lainnya tidak teraba lagi.

Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi.Bila denyut nadi hilang atau
diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi
jantung luar.Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah
1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah
stabil

3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat
robeknya hati

4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum,
jari-jari jangan menekan iga korban

5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus

6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.

ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi
kemungkinan beberapa hasil,

1. Korban menjadi sadar kembali


2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat
diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya.

3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal
ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).

Dan dalam 9 langkah dengan menggunakan huruf abjad dari A sampai I.


Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari :
 Airway Control : penguasaan jalan nafas.

 (B) Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat.


 (C) Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan
sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi
untuk syok.
88
Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari :

 (D) Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa
menunggu hasil EKG.
 (E) Electrocardioscopy (Cardiography).
 (F) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi).

Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari :

 (G) Gauging : menentukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai
sejauh mana pasien dapat diselamatkan.
 (H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang
baru dan
 ( I )Intensive Care : resusitasi jangka panjang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

 Evaluasi pernafasan pasien tiap 1 menit saat dilakukan RJP BC kombinasi


 Lakukan RJP BC sampai :
o Timbul nafas spontan
o Diambil alih alat/petugas lain
o Dinyatakan meninggal
o Penolong tidak mampu atau sudah 30 menit tidak ada respon
 Kompresi jantung luar dilakukan dengan cara :
 Dewasa
o Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan dengan kejutan bahu
o Penekanan pada daerah sternum 2-5 jari di atas proses xyphoideus
o Kedalaman tekanan 3-5 cm
o Frekuensi penekanan 80-100 kali per menit
 Anak
o Penekanan menggunakan satu pangkal telapak tangan
o Kedalaman tekanan 2 – 3 cm
o Frekuensi penekanan 80 – 100 kali per menit
 Neonatus

89
o Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong
sedangkan tangan kiri memegang lengan atas bayi sambil meraba arteri
brakhialis sebelah kiri
o Jari tangan dan telunjuk tangan penolong menekan dada bayi pada posisi
sejajar putting susu 1 cm ke bawah
o Kedalaman tekanan 1-2 cm
o Perbandingan kompresi jantung dengan begging adalah 3 :

2.5.5 Bantuan Hidup Lanjut

1. Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan
bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung
spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan
tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,

a. Penting, yaitu :
Adrenalin

Sulfat Atropin

Lidokain
b. Berguna, yaitu :
Isoproterenol

Propanolol

Kortikosteroid.

Natrium bikarbonat

Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1


mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit.
Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian
harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas.
Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang
sama.

2. Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 – 1
mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat
meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.
90
3. Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara
meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis
terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri
sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas
sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga
efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi
ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila
perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4
mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).

4. Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat
denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi.Paling berguna dalam mencegah “arrest”
pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada
hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam
interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2
mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.

5. Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk
kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana
ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat
diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.

7. Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon
sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok
kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah
henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan
menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka
digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.

8. EKG
Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan
monitoring.

2.6.6 Keputusan untuk mengakhiri resusitasi :


91
Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis,
tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler
penderita.Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil,
tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks.Keadaan tidak sadar
yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya
menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-
sia.Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas
elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebih sesudah
RJP yang tepat termasuk terapi obat.

3.4.PenatalaksanaanPerawatan pasien coma


Pasien coma dan pasien dengan menggunakan alat bantu kehidupan ( life
support ) di rawat di ruangan intensif (HCU)

a. PerawatanDasar
1) Memenuhikebutuhanzatasam, zatmakanan, dancairan
2) Memelihara kebersihan tubuh
3) Mempertahankan miksi dan defekasi dapat berlangsung secara teratur
4) Mencegah terjadinya infeksi skunder
5) Mencegah terjadinya decubitus
b. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan klien dengan koma:
1) Zat asam : jaga pernafasan tetap leluasa
2) Jika ada sekret di faring, lakukan suction
3) Jika pernafasan masih belum bebas, pasan endotracheal tube
4) Cairan, glukosa, dan elektrolit
5) Untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
elektrolit diberikan sonde/NGT.
6) Kandung kencing
7) Jika terjadi retensi urine pasang kataterisasi. Perhatikan sterilitas dalam
pemasangan kateter, jangan sampai terjadi cistitis.
8) Rectum : BAB 2-3 hari sekali, kalau perlu dilakukan gliserin secara rectal
9) Perawatan mata : beri/ tetesi boorwater 3% setiap pagi
10)Perawatan kulit : beri bedak setelah mandi agar tidak timbul maserasi

PROSES KEPERAWATAN
1. Data yang perlu diketahui:

92
a. Penyakit yang diderita sebelum koma (DM, Hypertensi, ginjal, hepar,
epilepsy)

b. Keluhan sebelum koma (nyeri kepala, pusing, muntah, mual, kejang,


kelemahan pada satu lengan, tungkai)

c. Obat yang diminum sebelum koma (obat tidur, antikoagulasi, insulin, dll)

d. Apakah terdapat sisa-sisa di dekat pasien pada waktu ia jatuh koma,


apakah ada bekas obat pada bibir atau pakaian pasien.

e. Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan-lahan.

2. Klinis

a. Frekuensi dan ritme nadi


b. Pengukuran tekanan darah
c. Pengukuran suhu tubuh
d. Bau pernfasan pasien (aceton, alkohol)
e. Warna dan permukaann kulit ikterik, cyanotic, apa ada bekas suntikan.
f. Apakah ada luka-luka karena trauma
g. Selaput mulut dan bibir (apakah terdapat darah atau bekas dari racun
h. Turgor kulit (dehidrasi)
i. Kepala : - Apakah keluar darah, liquor dari telinga, hidung, mulut.
- Apakah terdapat haematoma di sekitar mata.
- Apakah terdapat suatu impresi fraktur.
j. Leher : - Apakah terdapat fraktur Cervical vertebra kalau tidak ada fraktur
baru boleh diperiksa ada kaku kuduk/tidak.
k. Thorax : jantung dan paru
l. Abdomen : periksa hepar , ginjal, kandung kemih.

3. Pemeriksaan Neurologis:
Pemeriksaan khusus pada pasien koma yaitu dengan:
a. Pemeriksaan kesadaran Gasgow Coma Scala (GCS)
b. Pemeriksaan laboratorium : fungsi hepar, ginjal,dan elektrolit
c. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses di batang otak.

93
4. Diagnosa Keperawatan:

a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan lesi pusat pernafasan, ditandai


dengan:

 Nafas cheyne stokes, kusmaul, sianosis, RR/HR (naik), sekret banyak


(hemodinamik tidak stabil).
Tujuan : Pola nafas normal + efektif
Kriteria : - Irama pernafasan teratur
- RR = 16-24 x/menit
 - HR = 60-100 x/menit
- T = 110-130/70-90 mmHg.
Rencana perawatan:
1). Atur posisi miring ke satu sisi
Rasional:
- Untuk mencegah aspirasi
- Untuk mencegah sumbatan jalan nafas.
2). Pantau irama pernafasan
Rasional:
- Untuk mengetahui keefektifan nafas
- Untuk mengetahui letak proses di otak
3). Lakukan isap lendir sesuai kondisi
Rasional: - Untuk melancarkan jalan nafas.
4). Pantau hemodinamik
Rasional: Perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan
untukmengestimasi adanya kenaikan intrakranial, perdarahan atau bahkan
keadaan syok yang dapat mempengaruhi gangguan pernafasan.
 5). Pantau sistem pernafasan (RR, suara nafas, ekspansi dada, warna kulit)
Rasional:
- Untuk mengetahui letak proses di otak
- Bunyi nafas yang abnormal (Ronchi) dapat menandakan adanya sesuatu
yang menghambat pertukaran gas.
- Ekspansi dada menggambarkan daya kembang paru.

94
 6). Kolaborasi dokter untuk:
- Pemberian O2
- Foto thorax

Rasional:
- Untuk koreksi kekurangan O2
- Untuk mengetahui keadaan paru
- Untuk mengetahui oksigenasi .

b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran darah


(perdarahan, edema otak, spasme cerebral), ditandai dengan:
- Daerah perifer dingin/berkeringat
- Pengisian kapiler lebih 5 menit
- Tekanan darah turun, HR naik, nadi kecil, kesadaran menurun.
- Urine kurang 1 cc/kg/jam.
- Terjadi kelumpuhan.
Tujuan : Perfusi jaringan baik
Kriteria : - Perifer hangat
- Pengisian kapiler 2-3 menit
- Hemodinamik stabil, T : 110-130/70-90 mmHg
- N : 60-100 x/menit teraba besar.
- Urine 1 cc – 2cc/ kg/jam
- Composmentis
Rencana tindakan:
1). Pantau daerah perifer, warna kulit dan capileary reffil dan produk urine.
Rasional: Vasokonstriksi merupakan respon simpatis dari rendahnya volume
sirkulasi.
2). Pantau tekanan darah, nadi dan irama jantung
Rasional: Karena hipotensi dan hipoxia dapat menyebabkan disritmia.

3). Pantau tingkat kesadaran dengan GCS


Rasional: Perubahan tingkat kesadaran menandakan tidak adekutnya perfusi
cerebral dan dengan GCS kita dapat menilai tingkat kesadaran dengan lebih
akurat dan sistematis.
4). Kolaborasi dokter untuk: - Obat vasidilatator.
5). Catat/kaji pasien terhadap obat.
95
Rasional: Setiap oabt mempunyai dampak yang dapat merugikan pasien
kemunkinan peningkatan dosis.

c. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan kerusakn pusat syaraf


sensorik, ditandai dengan:
- Pasien tidak dapat menerima rangsngan dari luar (rasa sakit, pendengaran,
penglihatan)
Tujuan : Gangguan persepsi sensorik dapat diatasi.
Kriteria : - Pasien dapat menerima rangsang dengan baik (rasa sakit,
penglihatan, pendengaran).
Rencana tindakan:
1). Pantau daerah perifer, warna kulit dan capileary reffil dan produk urine.
Rasional: Kita dapat mengetahui derajat dan proses gangguan di susunan syaraf
pusat melalui pengkajian neurologis (rangsang sensorik).
2). Beri sentuhan dalam memberikan perawatan.
Rasional: Untuk menetukan kebutuhan psikologis pasien.

3). Kolaborasi dengan dokter


a. Untuk pemberian obat-obat sesuai penyebab dan gejala yang ada.
Rasional: untuk koreksi keadaan.
b. Pemeriksaan Lab: elektrolit.

4). Pantau respon obat:


Rasional: Setiap obat mempunyai dampak yang dapat merugikan pasien
kemungkinan peningkatan dosis.

d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan


fungsi vital (ginjal, hepar, oatk), ditandai dengan:
- Urine kurang 1 cc/jam/kg, kulit dingin turgor jelek, nilai serum elektrolit abnormal.
Tujuan : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi.
Kriteria : - Produksi urine 1-2 cc/kg/jam. Kulit hangat, turgor kulit baik elektrolit
serum normal.
Rencana tindakan:
1). Pantau intake dan output.
Rasional: Untuk mendapatkan cairan yang seimbang
96
2). Pantau irama jantung
Rasional: Kelainan elektrolit dapat mengakibatkan disritmia.
3). Pantau elektrolit, ureum, creatinin.
Rasional: Untuk mengetahui kondisi dan mengoreksi dengan segera karena
tersebut diatas bisa memperberat atau membuat koma.
4). Kolaborasi dokter untuk:
a. Pemeriksaan, elektrolit darah, ureum, creatinin LFT, secara teratur.
Rasional: Untuk mengevaluasi hasil tindakan dan pengobatan.
b. Pemberian cairan yang cukup, elektrolit dan kalorinya.
Rasional: Untuk koreksi kekurangan.
c. Pemasangan d. cath.
Rasional: Untuk pemantauan produk urine secara akurat.

e.Gangguan pola makan berhubungan dengan kesadaran yang menurun, ditandai


dengan nilai GCS rendah < 11-12.
Tujuan : Agar nutrisi terpenuhi.
Kriteria : - BB tidak turun bahkan naik.
- Tonus otot kenyal, turgor baik.
Rencana tindakan:
1). Pantau fungsi pengecapan pencernaan.
Rasional: Pada pasien koma sering terjadi gangguan pencernan (perdarahan
lambung, peristaltic usus turun).
2). Pantau pemasukan cairan/makanan sonde.
Rasional: Untuk evaluasi status nutrisi.
3). Timbang berat badan 1 x/hari.
Rasional: Berat badan dapat menggambarkan status nutrisi.
4). Hidangkan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional: Untuk menambah kenyamanan
5). Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk
a. Pemasangan NGT.
Rasional: Untuk pemberian nutrisi sonde.
b. Pemeriksaan gula darah secara teratur.
Rasional: Untuk mengetahui metabolisme tubuh.
c. Pemberian Total Parenteral Nutrition (TPN)

97
Rasional: Apabila nutrisi per oral tidak bisa (perdarahan langsung) maka nutrisi di
berikan lewat parenteral.

f. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan penurunan


tingkat kesadaran, ditandai dengan: pasien GCS < 12
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi.
Kriteria : - Pasien tampak bersih.
- Kebutuhan nutrisi, eliminasi, kebersihan diri terjaga.
Rencana tindakan:
1). Bantu pemenuhan kebutuhan pasien.
Rasional: Pasien memang tidak mampu melakukan sendiri, oleh karena
penurunan kesadarannya.
2). Bisikan ke telinga pasien setiap kita akan melakukan tindakan.
Rasional: Diharapkan pasien masih mampu mendengar sehingga selain ada
kontak dan terpenuhinya kebutuhan psikologis pasien.

3.5. PELAYANAN PASIEN PENYAKIT MENULAR DAN PENURUAN DAYA


TAHAN ( IMMUNO-SUPRESSED )

Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat
perawatan pasien rawat inap perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh, ekskresi dan sekresi dari
seluruh pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta
barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung
tangan. Ganti sarung tangan antara pasien
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang
pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi urinal, pispot dan
peralatan lainnya
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah
dibersihkan dan didisinfeksi benar.

98
Strategi pencegahan penularan dan penuruan daya tahan.

1. Kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
a. mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan air mengalir bila tangan terlihat
kotor atau terkontaminasi dengan bahan-bahan protein.
b. Dekontaminasi tangan dengan handrub berbais alkohol secara rutin jika tangan
tidak terlihat kotor
2. Alat pelindung diri ( APD ) meliputi sarung tangan, masker, kaca mata, topi, gaun
pelindung, apron, pelindung kaki
a. Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan
b. Pakai sarung tangan double bila akan melakukan tindakan kepada pasien
hepatitis
c. Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
a. Tangani peralatan pasien yang terkena darah cairan tubuh, sekresi, ekskresi
dengan benar sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju
terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan
peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui cara yang benar dan
peralatan yang dipakai ulang diproses dengan benar
b. Penanganan, transport dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi, dengan prosedur yang benar untuk mencegah kulit, mukus
membran terekspos dan terkontaminasi linen sehingga mencegah transfer
mikroba ke pasien lain, petugas dan lingkungan.
4. Pengelolaan limbah
a. Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran tertutup
b. Pembakaran untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus mikroorganismenya
c. Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak disentuh lagi
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit
Pembersihan lingkungan semua tempat di mana pelayanan yang disediakan untuk
pasien harus dibersihkan setiap hari.Permukaan tersebut juga harus dibersihkan
bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
6. Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan

99
a. Rutin menjalankan kewaspadaan standar, memakai APD yang sesuai
b. Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
c. Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam
Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat menangani jarum
yang dipakai setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat
membuang jarum
7. Penempatan pasien
Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas
misal: varicella, contoh lsin penyakit HIV AIDS, TBC dan HEPATITIS harus berada
diruangan isolasi.
8. Hygiene respirasi / etika batuk
Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi untuk
mencegah transmisi pathogen dalam droplet. Etika batuk diterapkan kepada
pasien,petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus menutup
mulut dan hidung saat batuk atau bersin, pakai tissu, sapu tangan, masker
kain/medis bila tersedia, buang ketempat sampah, lakukan cuci tangan.
9. Praktek menyuntik yang aman
Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi
 Rumah sakit ini belum memiliki pelayanan IMMUNO-SUPRESSED

3.6.ASUHAN PASIEN DIALISIS


Pemberian asuhan keperawatan dalam penanganan pasien dialysis adalah :
 pasien masuk keruangan poli rawat jalan atau ugd pasien diberikan petolongan
pertama, setalah itu pasien dirujuk kerumah sakit yang telah memiliki pelayanan
dialysis.
 Rumah sakit ini belum memiliki pelayanan dialisis .

3.7.ASUHAN PASIEN YANG DIBERIKAN PENGHALANG ( RESTRAINT )

Perlindungan pada pasien dari kecelakaan selama pemberian asuhan


keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien akan keselamatan dan rasa
aman selama pemberian asuhan keperawatan.
Restrain di berikan pada;

100
1.Program dari dokter yang merawat
2.Pengikatan dilakukan apabila pasien:
a. Mencederai
b. Membahayakan orang lain
c. Merusak lingkungan dan peralatan
d. Pasien dengan kesadaran menurun disertai gelisah
e. Pasien dengan indikasi gangguan kejiwaan ( gaduh gelisah )
3.Restraint dapat dilakukan secara mekanik dan farmakologi
4.Penggunaan Restrain farmakologis harus diputuskan oleh tim medis
5.Pemasangan restrain mekanik dilakukan oleh perawat jagaberdasarkan
program dokter dan selama pengawasan dilakukan oleh perawat ruangan.

3.8.ASUHAN PASIEN POPULASI KHUSUS

Rumah sakit memberikan pelayanan khusus terhadap pasien usia lanjut, mereka
yang cacat, nak serta populasi yang beresiko disiksa dan resiko tinggi lainnya
termasuk pasien dengan resiko bunu diri .
Berlaku untuk pasien yang merupakan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), Kekerasan pada Anak, mendapat intimidasi/ intervensi dari pihak yang
tidak dikenal.

1. Tatalaksana Identifikasi Pasien.


a. Semua pasien yang merupakan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), kekerasan pada anak, mendapat intimidasi/ intervensi dari pihak
tidak dikenal harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk dalam
lingkungan rumah sakit dengan menggunakan tanda identitas pasien.
b. Pastikan bahwa pasien harus memang terlindungi dari semua ancaman baik
berupa fisik ataupun melalui alat komunikasi.
c. Pastikan pasien memberikan surat pernyataan perlindungan bahwa tidak
akan bertemu dengan siapapun terkecuali dengan persetujuan pasien.
d. Pastikan pengamanan secara ketat pada pasien selama pasien mendapat
perawatan. Jika perlu hubungi pihak yang berwajib untuk kasus Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kekerasan pada Anak, Intervensi/ intimidasi
jika kasus tersebut berlanjut.
e. Tanda identitas hanya boleh dilepas saat pasien keluar / pulang dari
lingkungan rumah sakit.
101
2. Tindakan/prosedur yang membutuhkan identifikasi.
a. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien :
i. Pada saat terjadi serangansecara fisik.
ii. Pada saat terjadi intervensi/ intimidasi via telepon.
b. Para staf Rumah sakit TK. IV dr. dr.02.07.02 Lahat harus mengkonfirmasi
identitas pasien korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
kekerasan pada anak dengan benar dengan menanyakan nama dan tanggal
lahir pasien, kemudian membandingkannya dengan yang tercantum direkam
medis dan gelang pengenal. Jangan menyebutkan nama, tanggal lahir dan
alamat pasien dan meminta pasien untuk mengkonfirmasi dengan jawaban
ya / tidak.
c. Jangan melakukan prosedur apapun jika pasien tidak memakai gelang
identitas pasien. Tanda identitas harus dipakaikan ulang oleh perawat yang
bertugas menangani pasien secara personal sebelum pasien menjalani
suatu prosedur.

A. PENGUNJUNG
1. Tatalaksana Identifikasi pengunjung.
a. Semua pengunjung harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk dalam
lingkungan rumah sakit dengan menggunakan tanda pengenal yang masih
berlaku (KTP, SIM, Paspor).
b. Pastikan pemakaian tanda pengunjung pada pengunjung didaerah dada
(tempat yang mudah terlihat), jelaskan dan pastikan tanda pengunjung
terpasang dengan baik dan nyaman untuk pengunjung.
c. Tanda pengunjung harus diberikan pada semua pengunjung tidak ada
pengecualian dan harus dipakai selama berada dalam lingkungan rumah
sakit.
d. Bagian keamanan atau piket melaksanakan penjagaan khusus terkait
ancaman kekerasan fisik.

102
e. Tanda pengunjung hanya boleh dilepas saat pengunjung keluar/ pulang dari
lingkungan rumah sakit. Tanda pengunjung tersebut hanya boleh dilepas
didepan dan dikembalikan pada pihak rumah sakit dengan menukar tanda
pengenal yang masih berlaku (KTP, SIM, Paspor) yang sudah dititipkan/
ditinggalkan pada saat akan memasuki lingkungan rumah sakit.
f. Lokasi terpencil dan terisolasi dilakukan penjagaan dan pengawasan
dengan kamera CCTV
g. Ruang UGD menerapkan pematasan pengunjung pasien hanya didamping
keluarga atau wali maksimal dua orang.
h. Ruang perawatan menerapkan pembatasan pengunjung maksimal dua
orang untuk mendampingi pasien, pembatasan jam kunjung. Untuk
pendampingan pasien diluar jam besuk identitasnya tercatat dibuku
penunggu pasien disertai dengan tanda pengenal penunggu pasien.
i. Jangan pernah mencoret dan merobek tanda pengunjung.
j. Jika tanda pengunjung rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan tanda
pengunjung yang baru.
k. Jelaskan prosedur tanda pengunjung dan tujuannya kepada pengunjung.
l. Periksa ulang 2 (dua) detail data dibuku laporan sebelum pengunjung
menerima tanda pengunjung.
m. Saat menanyakan identitas pengunjung, selalu gunakan pertanyaan
terbuka, misalnya : “siapa nama anda?” (jangan menggunakan pertanyaan
tertutup seperti “apakah nama anda ibu Siti?”).
n. Jika seorang pengunjung tidak mampu memberitahukan namanya (misalnya
pada pengunjung tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa), verifikasi
identitas pengunjung kepada keluarga/ pengantarnya. Jika mungkin, tanda
pengenal jangan dijadikan satu-satunya bentuk identifikasi sebelum
dilakukan suatu intervensi. Tanya ulang nama dan alamat pengunjung,
kemudian bandingkan dengan jawaban pengunjung dengan data yang
tertulis dibuku laporan.
o. Semua pengunjung menggunakan hanya 1 tanda pengunjung.
p. Pengecekan buku laporan pengunjung dilakukan tiap kali pergantian jaga
shif.
q. Pada kasus pengunjung yang tidak menggunakan tanda pengunjung :
1) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti :
i. Menolak menggunakan tanda pengunjung.
103
ii. Pengunjung melepas tanda pengunjung.
iii. Tanda pengunjung hilang.
2) Tanda pengunjung harus diiformasikan akan resiko yang dapat terjadi
jika tanda pengunjung tidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada
buku laporan petugas shif.

1. Tatalaksana Identifikasi Karyawan.


a. Semua karyawan harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk dalam
lingkungan rumah sakit dengan melalui proses kelulusan masa percobaan.
b. Pastikan pemakaian name tag pada karyawan di daerah dada (tempat yang
mudah terlihat), jelaskan dan pastikan name tag terpasang dengan baik dan
nyaman untuk karyawan. Name tag harus diberikan pada semua karyawan
tidak ada pengecualian dan harus dipakai selama berada dalam lingkungan
rumah sakit.
c. Name tag hanya boleh dilepas saat karyawan keluar/ pulang dari lingkungan
rumah sakit atau dalam kondisi lepas dinas.
d. Jangan pernah mencoret dan merobek name tag.
e. Jika name tag rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan name tag yang
baru oleh unit kepegawaian.
f. Jelaskan prosedur name tag dan tujuannya kepada karyawan.
g. Semua karyawan menggunakan hanya 1 (satu) name tag.
h. Pada kasus karyawan yang tidak menggunakan name tag :
1) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti :
i. Menolak menggunakan name tag.
ii. Karyawan melepas name tag.
iii. Name tag hilang.
2) Name tag harus diinformasikan akan resiko yang dapat terjadi jika name
tag tidak dipakai, alasan karyawan harus dicatat pada buku pelanggaran
disiplin kepegawaian.

2. Tindakan / prosedur yang membutuhkan Name Tag.


a. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan name tag :
i. Pemberian hak karyawan.
ii. Pemberlakuan kewajiban karyawan.
iii. Pada saat terjadi bencana (kebakaran, gempa bumi).
104
iv. Pada saat evakuasi karena terjadinya bencana.
v. Pada saat terjadi kasus pencurian.
b. Para staf Rumah sakit TK.IV dr.Bratanata harus mengkonfirmasi name tag
dengan benar dengan menanyakan nama karyawan tersebut pada unit
Kepegawaian.
c. Jangan melakukan prosedur apapun jika karyawan tidak memakai name tag.
Name tag harus dipastikan diberikan ulang oleh staf unit Kepegawaian yang
bertugas menangani karyawan pada saat karyawan tersebut memulai
pertama kali bekerja di rumah sakit.

B. TATA CARA IDENTITAS


Jenis Identitas
Identitas yang tersedia di Rumah sakit TK. IV dr. 02.07.02 Lahat adalah sebagai
berikut :
1. Gelang identifikasi pasien.
2. Tanda Pengunjung.
3. Name Tag Karyawan.
Melepas Idenfikasi
Pelepasan identifikasi yang tersedia di Rumah sakit TK. IV dr. 02.07.02 Lahat
adalah sebagai berikut :

Pasien.
Sudah tercantum pada buku pedoman identifikasi pasien.

Pengunjung.
Tanda pengunjung hanya dilepas saat pengunjung pulang atau keluar dari rumah
sakit.

Karyawan.
Name tag hanya dilepas pada saat karyawan pulang atau keluar dari rumah sakit
setelah jam dinas

105
3.9.ASUHAN PELAYANAN PASIEN KEMOTRAPI
Pemberian asuhan keperawatan dalam penanganan pasien kemotrapi adalah :
 pasien masuk keruangan poli rawat jalan atau ugd pasien diberikan
petolongan pertama, setalah itu pasien dirujuk kerumah sakit yang telah
memiliki pelayanan kemotrapi.
 Rumah sakit ini belum memiliki pelayanan kemotrapi .

4.PELAYANANMAKANAN DAN TERAPI GIZI


Makanam dan nutrisi dan sesuai sangat penting bagi kesehatan pasien dan
penyembuhan.pilihan makanan disesuaikan dengan usika, budaya, pilihan, rencana,
asuahan, diagnosis pasien termasuk juga anatara lain idet khusus seperti rendah kolestrol
dan deit dm. berdasarkan atas asesemant kebutuhan dan renca asuhan maka dpjp dan
PPA yang kompeten memesan makanan dan nutrisi lain untuk pasien.

Paien berhak mementukan makanan sesuai dengan nilai yang dianut .bila memungkinkan
pasien ditawarkan pilihan makanan yang konsisten dan status gizi.

Jika keluarga pasien atua orang lain mau membawa makanan untuk pasien maka kepda
mereka diberikan edukuasi tentang makanan yang merupakan kontraindikasi terhadap
rencana., kebersihan makanan dan kebutuhan asuahan pasien termasuk informasi terkait
interaksi antara obat dan makanan.makanan yang dibawah oleh keluarga atau orang lain
disimpan dengan benar untuk mencegah kontaminasi.

A. Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit


Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan serangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu, peralatan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran
belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan
makanan, distribusi dan pencatata, serta pelaporan dan evaluasi.

B. TUJUAN
Menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan
dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang oplimal.

106
C. Sarana dan ruang lingkup
Sarana penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien yang rawat inap,
sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga di lakukan penyelenggaraan makanan
bagi karyawan.Ruang lingkup penyelenggaraan makanan rumah salit meliputi produksi
dan distribusi makanan.

D. Alur Penyelenggaraan Makanan

Pelayanan Perencanaan Pengadaan Penerimaan &


makan pasien Menu (1) Bahan (2) Penyimpanan
(7) Bahan (3)

Penyajian
Persiapan &
Makanan di Distribusi Makanan (5) Pengolahan
Ruang (6)
Makanan (4)

Gambar 2. Alur Penyelenggaraan Makanan

E. Bentuk Penyelenggaraan Makanan Di Rumah Sakit


1. Sistem Swakelola
Pada penyelenggaraan makanan RS dengan siestem swakelola instalasi gizi
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan
makanan, dalam sistem swakelola ini, seluruh sumber daya yang diperlukan
(tenaga, dana, metoda, sarana dan prasarana)disediakan oleh pihak RS.

Kegiatan Penyelenggaraan Makanan

1. Peraturan pemberian makanan rumah sakit (PPMRS)

107
Penyusunan penentuan pemberian makanan RS ini berdasarkan :
a. Kebijakan RS setempat
b. Macam konsumen yang dilayani
c. Angka kebutuhan gizi dan kebutuhan gizi untuk diet khusus
d. Standar makan sehati untuk makanan biasa dan diet khusus
e. Penentuan menu dan pola makan
f. Penetapan kelas perawatan
g. Pedoman pelayanan gizi rumah sakit yan berlaku
2. Penyusunan standar bahan makanan rumah sakit
Standar makanan sehari adalah acuan/patokan macam dan jumlah bahan
makanan (berat kotor) seorang perhari, disusun berdasarkan kecukupan gizi
pasien tercantum dalam penuntun diet dan disesuaikan dengan kebijakan rumah
sakit
3. Perencanaan menu
a. Bentuk tim kerja
b. Menetapkan macam menu
c. Menetapkan macam siklus menu
d. Menetapkan pola menu
e. Menetapkan besar porsi
f. Mengumpulkan macam hidangan untuk pagi, siang, dan malam
g. Perencanaan format menu
4. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
a. Pengertian
Adalah Serangkaian kegiatan menetapkan macam, jumlahdan mutu bahan
makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu, dalam rangka
mempersiapkan penyelenggaraan makanan rumah sakit.

b. Tujuan
Tersedianya tefsiran macam dan jumlah bahan makanan dengan spesifikasi
yang di tetapkan, dalam kurun waktu yang di tetapkan untuk pasien rumah akit.
c. Langkah langkah perhitungan kebutuhan bahan makanan :
1) Susun bahan makanan yang diperlukan, lalu golongkan bakan makanan
apakah yang termasuk :
a. Bahan makanan segar
b. Bahan makanan kering
108
2) Hitung kebutuhan bahan makanan satu persatu dengan cara :
a. Tetapkan jumlah konsumen rata-rata yang dilayani
b. Hitung macam dan jumlah kebutuhan bahan makanan dalam 1 siklus
menu.
c. Masukkan perhitungan tersebut kedalam formulir kebutuhan bahan
makanan yang telah dilengkapi dengan spesifikasinya.
5. Perencanaan anggaran bahan makanan
a. Pengertian
Perencanaan anggaran makanan makanan adalah suatu kegiatan penyusunan
biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi pasien dan
karyawan yang di layani.
b. Tujuan
Tersedianya rencana anggaran belanja makanan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan macam dan jumlahbahan makanan bagi
konsumen/pasien yang di layani sesuai dengan standar yang di tetapkan.

c. Langkah perencanaan anggaran bahan makanan :


1) Tetapkan macam dan jumlah pasien
2) Kumpulkan bahan harga makanan dengan melakukan survey pasar,
kemudian tentukan harga rata-rata bahan makanan.
3) Buat pedoman berat bersih bahan makanan yang digunakan dan
dikonversikan ke dalam berat kotor.
4) Hitung indeks harga makan perorang perhari dengan cara mengalikan
berat kotor bahan makanan yang digunakan dengan harga satuan
sesuai pasien yang dilayani.
5) Hitung anggaran belanja setahun (jumlah pasien yang dilayani dalam 1
tahun dikalikan indeks harga makanan).
6) Hasil perhitungan dilaporkan kepada pengambi keputusan ( sesuai
dengan struktur organisasi masing-masing )
7) Rencana anggaran diusulkan secara resmi melalui administrative yang
berlaku.

6. Pengadaan bahan makanan


a. Pengertian

109
Pengadaan bahan makanan meliputi penetapan spesifikasi bahan
makanan.Perhitungan harga makanan, pemesanan dan pembelian bahan
makanan dan melakukan survey pasar.
b. Spesifikasi bahan makan
Spesifikasi bahan makanan adalah standar bahan makanan yang di tetapkan
oleh unit/instalasi gizi sesuai dengan ukuran, bentuk, penampilan dan kualitas
bahan makanan.
Tipe spesifikasi :
1. Spesifikasi teknik
Biaanya digunakan untuk bahan makanan yang dapat diukur secara objektif
dan diukur dengan menggunakan instrument tertentu.Secara khusu
digunakan pada bahan makanan dengan tingkat kualitas tertentu yang
secara nasional sudah ada.

2. Spesifikasi penampilan
Dalam menetapkan spesifikasi bahan makanan haruslah sesederhana,
lengkap dan jelas. Secara garis besar berisi :
a. Nama bahan makanan/produk
b. Ukuran/tipe unit/ container/ kemasan
c. Tingkat kualitas
d. Umur bahan makanan
e. Warna bahan makanan
f. Identifiksi pabrik
g. Masa pakai bahan makanan/ masa kadaluarsa
h. Data isi produk bila dalam satu kemasan
i. Satuan bahan makanan yang di maksud
j. Keterangan khusus lain jika diperlukan
3. Spesifikasi pada kualitas barang yang telah dikeluarkan oleh suatu pabrik
dan telah diketahui oleh pembeli. Misalnya spesifikasi untuk makanan
kaleng.
c. Survey pasar
Adalah kegiatan untuk mencari informasi mengenai harga bahan makanan yang
ada di pasaran, sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagai dasr
perencanaan anggaran bahan makanan. Dari survey tersebut akan diperoleh

110
perkiraan harga bahan makanan yang meliputi harga terebdah, harga tertinggi,
harga tertimbang dan harga perkiraan maksimal.
7. Pemesanan dan pembelian bahan makanan
a. Pemesanan bahan makanan
Pengertian :
Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan (order) bahan
makanan berdasarkan menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani, sesuai
peroide pemesanan yang di tetapkan.
Tujuan :
Tersedianya daftar pemesanan bahan makanan sesuai menu, waktu
pemesanan, standar porsi bahan makanan dan spesifikasi yang ditetapkan.
Persyaratan:
1. Adanya kebijakan rumah sakit tentang prosedur pengadaan bahan
makanan.
2. Tersedianya dana untuk bahan makanan
3. Adanya spesifikasi bahan makanan
4. Adanya menu dan jumnlah bahan makanan yang dibutuhkan selama
periode tertentu.
5. Adanya pemesanan makanan untuk 1 periode menu.
Langkah – langkah pemesanan bahan makanan.
1. Menentukan frekuensi pemesanan bahan makanan segar dan kering
2. Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan dengan cara mengalikan standar
porsi dengan jumlah pasien kali kurun waktu tertentu.

b. Pembelian bahan makanan


Pengertian :
Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian kegiatan penyedia
macam.Jumlah, spesifikasi bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan pasien
sesuai ketentuan atau kebujakan yang berlaku.Pembelian bahan makanan
merupakan prosedur penting untuk memperoleh bahan makana, biasanya
terkait dengan produk yang benar, jumlah yang tepat, waktu yang tepat dan
harga yang benar.
Sistem pembelian bahan makanan yang di lakukan adalah Pembelian langsung
ke pasar ( The Open Market Of Buying).

111
8. Penerimaan bahan makanan
Pengertian
Seuatu kegiatan yang meliputi memeriksa, mencatat, meneliti dan memutuskan
serta melaporkan tentang macam dan jumlah bahan makanan sesuai dengan
pesanan dan spesifikasi yang telah ditetapkan, serta waktu penerimaannya.
Tujuan :
Diterimanya bahan makanan sesuai dengan daftar pesanan, waktu pesan dan
spesifikasi yang ditetapkan.

Prasyarat :
a. Tersedianya daftar pesanan bahan maknan berupa macam dan jumlah bahna
makanan yang akan diterima pada waktu tertentu.
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang ditetapkan.
Langkah penerimaan bahan makanan :

a. Bahan makanan diperiksa sesuai dengan pesanan dan ketentuan spesifikasi


bahan makanan yang dipesan.
b. Bahan makanan dikirim ke gudang penyimpanan sesuai dengan jenis barang
atau dapat langsung ke tempat pengolahan makanan.
9. Penyimpanan dan penyaluran bahan makanan
a. Penyimpanan bahan makanan
Pengertian
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, manyimpan,
memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan bahan makanan kering dan segar
di gudang bahan makanan kering dan dingin/beku.
Tujuan :
Tersedianya bahan makanan yang siap digunakan dalam jumlah dan kualitas
yang tepat sesuai kebutuhan.
Prasyarat:
1. Adanya rtuang penyimpanan bahan makanan makanan kering dan bakan
makanan segar.
2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai peraturan.
3. Tersedianya kartu stok bahan makanan/buku catatan keluar masuknya
bahan makanan.
Langkah penyimpanan bahan makanan :

112
1. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, segera dibawa
ke ruang penyimpanan, gudang atau ruang pendingin.
2. Apabila bahan maknan langsung akan digunakan, setelah ditimbang dan
doperiksa oleh bagian penyimpanan bahan makanan setempat dibawa
ke ruang persiapan bahan makanan.
b. Penyaluran bahan makanan
Pengertian :
Penyaluran bahan makanan adalah tata cara mendistribusikan bahan makanan
berdasarkan permintaan dari unit kerja pengolahan bahan makanan.
Tujuan :
Tersedianya bahan makanan siap pakai dengan jumlah dan kualitas yang tepat
sesuai pesanan dan waktu yang diperlukan.
Prasyarat :
1. Adanya bon permintaan bahan makanan
2. Tersedianya kartu stok/buku catatan keluar masuknya bahan makanan.

10. Persiapan bahan makanan


Pengertian :
Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam mempersiapkan
bahan makanan yang diap diolah (dicuci,memeotong,menyiangi,meracik dsb)
sesuai dengan menu dan jumlah pasien yang dilayani.
Perasyarat :
a. Tersedianya bahan makanan yang akan di persiapkan
b. Tersedianya tempat dan peralatan persiapan
c. Tersedianya prosedur tetap persiapan
d. Tersedianya standar porsi, standar resep, jadwal persiapan dan jumlah
pemasak.
11. Pengolahan bahan makanan
Pengertian
Pengolahan bahan makanan adalah: suatu kegiatan mengolah (memasak) bahan
makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, sehat,berkualitas dan
aman untuk dikonsumsi.
Tujuan :
a. Mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan
b. Meningkatkan nilai cerna
113
c. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan pemanpilan
makanan.
d. Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.

Prasyarat :
a. Tersedianya menu, pedoman menu, dan siklus menu
b. Tersedianya bahan makanan yang yang dimasak
c. Tersedianya peralatan pemasakan bahan makanan
d. Tersedianya aturan dalam menilai hasil pemasakan
e. Tersedianya prosedur tetap pemasakan
f. Tersedianya peraturan penggunaan Bahan Tambahan Pangan

12. Distribusi makanan


Pengertian

Pendistribusian makanan adalah : serangkaian kegiatan penyaluran makanan


sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan dilayani.

Tujuan :

Pasien mendapat makanan sesuai diet dan ketentuan yang berlaku.

Prasyarat :

a. Tersedianya peraturan pemberian makanan rumah sakit.


b. Tersedianya standar porsi yang ditetapkan runah sakit
c. Adanya peraturan pengambilan makanan
d. Adanya daftar permintaan makanan pasien
e. Tersedianya peralatan untuk distribusi makanan dan peralatan makan.
f. Adanya jadwal pendistribusian yang ditetapkan.
Sistem distribusi yang digunakan sangat mempengaruhi makanan yang disajikan,
tergantung pada jenis dan jumlah tenaga, peralatan dan perlengkapan yang ada.
Sistem pendistribusian yang digunakan rumah sakit adalah ’Sentralisasi ’ yaitu
makanan debagi dan disajikan dalam alat makan diruang produksi makanan.
Keuntungan cara sentralisasi
1. Tenaga lebih hemat sehingga lebih hemat biaya

114
2. Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti
3. Makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan sedikit kemungkinan
kesalahan pemberian makanan.
4. Ruang pasien terhindar dari bau masakan dan kebisingan pada waktu
pembagian makanan.
5. Pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat.
Kelemahan cara sentralisasi
1. Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan yang lebih banyak
( tempat harus luas, kereta pemanas mempunyai rak yang luas)
2. Adanay tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta pemeliharaan.
3. Makanan sampai ke pasien sudah agak dingin
4. Makanan mungkin sudah tercampur serta kurang menarik, akibat perjalanan
dari ruangan produksi ke pantry di ruang perawatan.

5.PELAYANAN NYERI
Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, tindakan atau
pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan makan
pasien diberikan informasi tentang kemungkinan timbul nyeri akibat tindakan,
atau prosedur pemeriksaan, dan pasien diketahui pilihan yang tersedia untuk
mengatasi nyeri .apapun yang menjadi sebab timbulnya nyeri jika tidak dapat
diatasi akan berpengaruh secara fisik maupun psikologis. Pasien dnegan nyeri
dilakukan asesemen dan pelayanan untuk mengatsi nyeri yang tepat.

Berdasarkan atas cakupan asuahan yang diberikan maka rumah skait


memeteapkan proses untuk melakukan skrining , asesemen, dan pelayan untuk
mengatasi nyeri.
 Identifikasi pasien untuk rasa nyeri pada asesemen awal dan asesemen
ulang
 Memebrikan informasi kepada pasien bahwa nyeri dapat disebbakan
oleh tindakan atau pemeriksaan.
 Melaksanakan pelayanan untuk mengatasi nyeri terlepas dari mana nyeri
itu berasal.
 Melkaukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga perihal
pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar belakang agama,
budaya, nilai – nilai pasein, dan keluarga.
115
 Melatih PPA tentang asesmen dan pelayaan untuk mengatasi nyeri.

A. Tujuan Penatalaksanaan Nyeri

1. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri


2. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala kronis yang
persisten
3. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri
4. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
B. Strategi Terapi

1. Nyeri Ringan
a. Terapi Nonfarmokologi

Intervensi nonfarmakologis cocok untuk pasien dengan criteria (1) pasien


merasa intervensi tersebut menarik, (2) pasien yang mengekspresikan
kecemasan/ketakutn, (3) pasien yang memperoleh manfaat dari upaya
mengurangi/menghindari terapi obat, atau (4) pasien yang mengalami nyeri ringan
sampai sedang setelah menggunakan terapi farmakologis.

a) Distraksi
Mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain sehingga menurunkan
kewaspadaan dan toleransi terhadap nyeri. Beberapa teknik distraksi antara
lain: (1) nafas lambat, berirama (2) massage and slow, rhythmic breathing (3)
rhythmic singing dan tapping (4) active listening (5) guide imagery.
Jenis-jenis distraksi yakni (1) distraksi visual seperti menonton tv (2) distraksi
auditori seperti music atau humor (3) distraksi taktil seperti menarik nafas dan
mengelus binatang dan (4) distraksi intelektual seperti bermain teka teki silang
atau melakukan hobi.(5) Imajinasi Terbimbing seperti membayangkan hal yang
indah

b) Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.
Teknik relaksasi akan memberikan ibdividu control diri ketika terjadi nyeri, rasa
tidak nyaman, dan emosi pada nyeri. Teknik ini meliputi meditasi, yoga dan

116
tidur, teknik imajinasi, zen dan latihan relaksasi progresif. Teknik relaksasi
terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan atara
lain: relaksasi untuk menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri
atau stress, menurunkan nyeri otot, menolong individu untuk melupakan nyeri,
meningkatkan periode istirahat, meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain, dan
menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri.
Stewart (1976;1959) menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut:
1. Pasien menarik nafas dalam
2. Menahannya di dalam paru
3. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor
dan rasakan betapa nyaman hal tersebut.
4. Pasien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
5. Pasien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-
lahan pada saat ini biarkan telapak kaki rileks. Perawat meminta kepada
pasien mengkonsentrasikan fikiran kepada kakinya yang terasa ringan dan
hangat.
6. Ulangi langkah ke 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut,
punggung, dan kelompok otot-otot lain.
7. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernafas secara perlahan.
Bila nyeri terjadi hebat pasien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.

c) Kompres Air Hangat dan Dingin


Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas
resptor nyeri dan subkutan lain ada tempat cedera dengan menghambat proses
inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah
cedera terjadi.Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan.

b. Terapi Farmakologi
a) Parasetamol
Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik.
Dapat dikombinasika dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang
lebih besar.

117
Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari, untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.

b) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)


Efek analgesic pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan –sedang,
anti piretik.
Kontra indikasi : pasien dengan triad franklin (polip hidung, angioedema, dan
urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
Efek Samping : Gastrointestinal (erosi/ ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
Ketorolak merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral
efektif untuk nyeri sedang – berat bermanfaat jika terdapat kontra indikasi
opioid atau dikombinasikan dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik dan
efek samping opioid. (depresi pernapasan, sedasi, stasis gastrointestinal).
Sangat baik untuk terapi multi – analgetik.

2. Nyeri Sedang
a. Terapi Farmakologi
a) Obat Narkotika dan Obat Anti Inflamasi NSAID

Penggunaan analgesik merupakan metode yang paling umum dalam


mengatasi pada pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat.Ada 3 jenis
analgesic, yakni non narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
analgesic narkotik (opiat).Dan obat tambahan atau koanalgesik.Jenis non
analgesic dan NSAID umumnya menghilangkan nyeri ringan dan sedang,
seperti disminore atau nyeri pasca operasi ringan. Kedua jenis analgesic ini
mengurangi nyeri dengan bekerja di ujung saraf perifer an daerah luka dan
menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah yang luka.
Contoh obat analgesic non narkotik yakni astaminofen, sedangkan NSAID
yakni ibuprofen, narproksen dan indomeasin.

Analgesic opiat umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri sedang


sampai berat, sperti pascaoperasi dan maligna.Bekerja pada system saraf
pusat untuk menghasilkan kombinasi efek yang mendepresik dan
menstimulasi. Efek samping opiate: kantuk, mual,muntah, konstipasi, depresi
pernafasan. Sedangkan jenis adjuvant menghilangkan gejala lain yang terkait
118
dengan nyeri. Contohnya amitriptilin untuk cemas.Hidroksin untuk depresi,
Diazepan untuk muntah, Klorpromazin untuk mual.

b) Tramadol

- Merupakan analgetik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi
OAINS.
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang nyeri kanker,
osteoaethritis, yeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca herpetic, nyeri pasca operasi
- Efek Samping : Pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
- Jalur pemberian : intravena, epidural, rectal, dan oral
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg/hari
Dosis maksimal : 400 mg dalam 24 jam
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk
terhadap pengobatan atau memiliki resiko jatuh.

b. Terapi Fisik
a) Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri meliput
kompres hangat dan dingin.

b) Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang nyeri sehingga dapat membantu
mengatasi episode nyeri akut.

3. Nyeri Berat
Opioid

a. Contoh Opioid yang sering digunakan : MST (morfin), fentanyl injeksi, durogesik
(pentanyl) path, pethidin injeksi.

b. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi

119
c. Adikasi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut

d. Pemberian Oral :

a) sama efektifnya dengan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.


b) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasioral.

f. Injeksi Intramuscular

a) Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.


b) Namun,injeksimenimbulkannyeri
danefektifitaspenyerapannyatidak dapat diandalkan.
c) Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
g. Injeksi Subkutan

h. Injeksi Intravena

a) Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.


b) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-
menerus(melalui infus).
c) Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis
l. Efek Samping

a) Depresi pernafasan, dapat terjadi pada : overdosis, pemberian sedasi


bersamaan (benzodiazepin, antihistamin, antiemetik tertentu), adanya gangguan
elektrolit, hipolemia, uremia, gangguan respirasi dan peningkatan intrakranial.
Obstructive jalan nafas intermitten.
b) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantaudengan
menggunakan skor sedasi, Yaitu

-0 = Sadar Penuh
-1 = Sedasi Ringan, kadang mengantuk,mudah dibangunkan
-2 = Sedasi Sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
dibangunkan
-3 = Sedasi Berat, Samnolen, sukar dibangunkan

120
-4 = Tidur Normal

c) Sistem Saraf Pusat: euphoria, halusinasi, miosis, kekuatan otot. Pemakaian


MAOI : pemeberian petidin dapat menimbulkan koma.
d) Toksisitas metabolik : petididn menimbulkan tremor, kejang. Petidin tidak boleh
digunakan lebih dari 72 jam untuk nyeri pasca bedah. Pemberian morfin kronik :
menimbulkan gangguan fungsi ginjal, pada usia pasien lebih 70 tahun.
e) Efek kardiovaskular : morfin menimbulkan vasolidatasi, petidin menimbulkan
tachycardi
f) Gatrointestinal : menimbulkan mual muntah

C. Alur Tatalaksana Nyeri

Penangangan pasien yang mengalami nyeri dapat dilakukan dengan tiga strategi
yang penatalaksanaannya terdiri :
Pada pasien yang mengalami nyeri penanganannya dapat di lakukan oleh perawat
ruangan masing-masing. Pada pasien dengan nyeri sedang perawat dapat menghubungi
dengan dokter jaga. Pada pasien yang mengalami nyeri berat perawat menghubungi
DPJP untuk menjelaskan situasi pasien pada saat itu dan menyampaikan rencana untuk
menghubungi Tim Nyeri

D. Komunikasi dan edukasi Pasien

1. Teknik Komunikasi Terapeutik

Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan


Sundeen, dalam Ernawati (2009) yaitu:

a. Mendengarkan (lestening)
Mendengar (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik
( Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam
Suryani, (2005).
Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a) Pandang klien ketika sedang bicara
b) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan

121
c) Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan
d) Hindarkan gerakan yang tidak perlu
e) Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik
f) Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).

b. Bertanya

Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk


mengungkapkan perasaan dan pikirannya.

Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:

a). Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)

Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya


perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non
facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan
pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat
mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam
Suryani,(2005).

b) Pertanyaan terbuka atau tertutup

Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan


jawaban yang banyak dari klien.Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu
mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005).

Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan


jawaban yang singkat.

c. Penerimaan

Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang


menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai.Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa
menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan

122
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.

d. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan
mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).

e. Klarifikasi (clarification)

Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d
dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau
klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh
menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan
informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada
perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam
memahami klien.

2. Edukasi Pasien dan Keluarga

Pasien mendapatkan penjelasan mengenai:


a. Kemungkinan penyebab rasa nyerinya
b. Obat yang telah diberikan untuk mengurangi nyeri
c. Metode alternative untuk mengurangi nyeri
d. Skala penilaian nyeri dan kewajibannya untuk melapor bila intensitas nyeri
bertambah sebelum menjadi terlalu parah sehingga lebih mudah ditangani
e. Kemungkinan keterbatasan terapi dan efek samping
Keluarga mendapatkan penjelasan mengenai nyeri dari perawat dapat berupa leaflet dan
audio visual yang telah di sediakan oleh rumah sakit

E. Bagan Alur Tatalaksana Nyeri

123
PASIEN

NYERI

RINGAN SEDANG BERAT

TIM
PERAWAT DR. JAGA
NYERI
RUANAG
6. PELAYANAN DALAM TAHAP TERMINAL
N
Asesmen dan asesmen ulang bersifat individual agar sesuai dengan kebutuhan pasien
dalam tahap tahap terminal dan keluarganya. Asesmen dan asesmen ulang harus dinilai
kondisi pasien seperti :

 Gejala mual dan sulit bernafas


 Factor yang memperparah gejala fisik
 Manajemen gejala sekarang dan respon pasien
 Orientasi spiritual dan keluarga serta terlibat dalam kelompok agama tertentu
 Keprihatian spiritual pasien dan keluarga serepti putus asa, penderitaan, dan rasa
bersalah.
 Status spikologis pasien dan kelurga seperti kekerabtan, kelyakaan perumahan,
pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi, serta reaksi pasien dan keluarga
menghadapi penyakit
 Kebutuhan bantuan atau penundaan pelayanan untuk pasien dan keluara
 Kebutuhan altrenaltif layanan atau tingkat layanan

124
 Fakto resiko bagi yang ditinggal dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi
patologis atau kesedihan .

 ASPEK KEPERAWATAN
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut :

1. Asesmen tingkat pemahaman pasien & keluarga :


a. Closed Awareness
Pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan segera sembuh.
b. Mutual Pretense
Keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak membicarakannya lagi,
Kadang-kadang keluarga menghindari percakapan tentang kematian demi
menghindarkan dari tekanan.

c. Open Awareness
keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan tidak merasa
keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman.Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat
menyampaikan isu yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ.

2. Asesmen faktor fisik pasien


Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada berbagai
masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang
terjadi pada pasien terminal meliputi:

a. Pernafasan ( Breath )
1) Apakah teratur atau tidak teratur,
2) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing, stridor,
crackles, dll,
3) Apakah terjadi sesak napas
4) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak.
125
5) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan jenisnya
6) Apakah memakai ventilasi mekanik ( ventilator ) atau tidak

b. Kardiovaskuler ( Blood )
1) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler.
2) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan pucat.
3) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lema teraba, hilang
timbul atau tidak teraba.
4) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam CmH2O.
6) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,
7) Lain – lain bila ada
c. Persyarafan ( Brain )
1) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan kesadaran
pasien.
2) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O.
3) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil.
4) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan.
5) Lain – lain bila ada.
d. Perkemihan ( Blader )
1) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
2) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
3) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan
dower kateter.
4) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana warnanya,
bagaimana baunya.
e. Pencernaan ( Bowel )
1) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
2) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
3) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
4) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
5) Apakah ada mual atau muntah.
6) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana
konsistensi,warna dan bau dari feses.
f. Muskulo Skeletal / Intergumen
126
1) Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas
2) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan, pucat atau
hiper pigmentasi.
3) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
4) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
lukanya.
6) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
7) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
frakturnya.
8) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.

3. Asesmen tingkat nyeri pasien


Lakukan asesmen rasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu, maka
segera lakukan menajemen nyeri yang memadai.

4. Asesmen faktor kulturopsikososial


a. Tahap Denial
Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien dan penerimaan pasien
terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
b. Tahap Anger
Pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak terkendali, komunikasi ada dan
tiada, orientasi pada diri sendiri.
c. Tahap Bargaining
Pasien mulai menerima keadaan dan berusaha untuk mengulur waktu, rasa
marah sudah berkurang.
d. Tahap Depresi
Asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimat terbuka untuk mendapatkan
data dari pasien.
e. Tahap Acceptance
Asesmen keinginan pasien untuk istirahat/menyendiri.

127
5. Asesmen faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang dapat
membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada
ditahapan bargaining.

Intervensi Keperawatan :
 Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien.
 Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien.
 Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas.
 Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat.
 Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/infeksi kornea.
 Lakukan oral hygiene.
 Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada daerah
penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih untuk
mencegah dekubitus.
 Lakukan manajemen nyeri yang memadai.
 Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa.
 Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga yang
berduka.
 Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap
asuhan pasien, seperti penghentian bantuan hidup (with drawing life
support) atau penundaan bantuan hidup (with holding life support).

Pasien dalam tahap terminal membutuhkan asuhan dengan rasa hormat dan
empati yang terungkap dalam asesmen .untuk melaksanakan ini, staf diberikan
pemahaman tentang kebutuhan pasien yang unik saat dalam tahap
terminal.Kepedulian staf terhadap kenyamanan dan kehormatan pasien harus menjadi
proritas semua aspek asuahn pasien Selma pasein berada pada tahap terminal.

Rumahsakit menetapkan proses untuk mengelola asuhan pasien dalam tahan terminal
.proses ini meliputi
 Intevensi pelayanan pasien untuk mengatasi yeri

128
 Memebrikan pengobatan sesuai dengan gejala dan mempertimbangkan
keinginan pasien dan keluarga
 Menyampaikan secara hati-hati soal sensitive
 Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga
 Mengajak pasien dan kelurga dalam semua aspek asuhan
 Memperihatikan keprihatinan psikologis,emosional,spiritual serta buda pasien
dan keluarga.

 ASPEK MEDIS

1. Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO).
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti
napas atau henti jantung.RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas
dan tidak menunjukan tanda – tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam
medisnya.
b. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator).
Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakit yang
berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
c. Pemberian Nutrisi
1) Feeding Tube
Sering kali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan makanan lewat mulut
langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk memenuhi
nutrisi pasien tersebut
2) Parenteral Nutrition
adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara langsung ke dalam
pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien.
d. Tindakan Dialisis
Tindakan dialisis diberikan pada pasien terminal yang mengalami penurunan fungsi
ginjal, baik yang akut maupun yang kronik dengan LFG < 15 mL/menit.Pada
keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin
dalam tubuh yang disebut sebagai uremia.
129
e. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan
pasien lainnya.Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada saluran pernapasan,
saluran kemih, peredaran darah, atau daerah trauma/operasi. Infeksi tersebut
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan masa
perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab meningkatnya risiko
infeksi ini bersifat multi faktorial, meliputi penurunan fungsi imun, gangguan fungsi
barrier usus, penggunaan antibiotik spektrum luas, katekolamin,
penggunaanpreparat darah, atau dari alat kesehatan yang digunakan (seperti
ventilator).Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk
hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila dilakukan
resusitasi maupun ventilator.

2. With drawing life support & with holding life support


Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing
life support) dan penundaan bantuan hidup (withholdinglife support) yang
dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat intensif care (IRIR dan ROI I ).
Keputusan withdrawing / withholding adalah keputusan medis dan etis yang dilakukan
oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi dan 2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.
Adapun persyaratan with drawing life support &with holding life support sebagai berikut
:
a. Informed Consent
Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan penghentian/penundaan
bantuan hidup (with drawing / with holding lifesupport) pada seorang pasien,
maka harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien. Persetujuan
penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien harus
diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk pernyataan yang
tertuang dalam FormulirPernyataan Pemberian Informasi Kondisi Terminal
yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan tersebut
diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJP yang
bersangkutan mengenai beberapa hal sebagai berikut:
1). Diagnosis :
 Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut

130
 Indikasi dan keadaan klinis pasien yang membutuhkan with drawing /
with holding life support
2). Terapi yang sudah diberikan
3). Prognosis:
 Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
 Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
 Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).

b. Kondisi Terminal
Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan.Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan bantuan
hidup.Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan
terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.

c. Mati Batang Otak ( MBO )


Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang
otak yang ireversibel.Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada terpenuhi,
pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua terapi
dihentikan.Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien
diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan penentuan
MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1(satu)dokter lain yang
ditunjuk oleh komite medis rumah sakit dengan prosedur pengujian MBO sebagai
berikut :
i. Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang menetap
(ireversibel). yaitu:
 Tidak ada respons terhadap cahaya
 Tidak ada refleks kornea
 Tidak ada refleks vestibule-okular
 Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat pada area
somatic
 Tidak ada refleks muntah (gag reflex atau refleks batuk karena
rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan kedalam trakea.
 Tes henti nafas positif.
131
ii. Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakanpositif, tes diulang lagi
25 menit kemudian
iii. Bila tes tetap positif, maka pasien dinyatakan mati walaupun jantung
masih berdenyut, dan ventilator harus segera dihentikan.
iv. Pasien dinyatakan mati ketika batang otak dinyatakan mati dan bukan
sewa Itu mayat dilepas dari ventilator atau jantung berhenti berdenyut.
3. Donasi Organ
Prosedur donasi organ pasien MBO, adalah sebagai berikut:
a. Seseorang yang telah membuat testimoni donasi organ harus memberitahukan
kepada Tim RumahSakit.
b. Ventilator dan terapi diteruskan sampai organ yang dibutuhkan diambil.
c. Khusus pada penentuan MBO untuk donor organ, ketiga dokter yang
menyatakan MBO harus tidak ada sangkut paut dengan tindakan transplantasi.
d. Penentuan MBO untuk donor organ hendaknya segera diberitahukan kepada
tim transplantasi, dan pembedahan dapat dilaksanakansesuai kesepakatan tim
operasiKomunikasi dengan tim transplantasi dilakukan sedini mungkin jika ada
donor organ dari pasien yang dinyatakan MBO.

TANDA – TANDA BAHWA KEMATIAN MUNGKIN DEKAT


a) Mengantuk, meningkatkan tidur, dan / atau unresponsiveness (disebabkan oleh
perubahan dalam metabolisme pasien).
b) Disorientasi waktu, tempat, dan / atau identitas orang yang dicintai; kegelisahan;
visi orang dan tempat-tempat yang tidak hadir; menarik-narik seprai atau pakaian
(disebabkan sebagian oleh perubahan dalam metabolisme pasien).
c) Penurunan sosialisasi dan penarikan (disebabkan oleh penurunan oksigen ke otak,
penurunan aliran darah, dan persiapan mental untuk sekarat).
d) Penurunan kebutuhan untuk makanan dan cairan, dan kehilangan nafsu makan
(yang disebabkan oleh kebutuhan tubuh untuk menghemat energi dan
kemampuannya menurun untuk menggunakan makanan dan cairan dengan baik).
e) Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus (yang disebabkan oleh kelemahan
dari otot-otot di daerah panggul). Lanjutan tanda kematian.
f) Urin berwarna Gelap atau penurunan jumlah urin (yang disebabkan oleh
melambatnya fungsi ginjal dan / atau penurunan asupan cairan).

132
g) Kulit menjadi dingin dengan sentuhan, terutama tangan dan kaki; kulit bisa menjadi
berwarna kebiruan, terutama di bagian bawah tubuh (disebabkan oleh sirkulasi
menurun pada ekstremitas).
h) Berderak atau gemericik suara saat bernapas, yang mungkin keras; bernapas yang
tidak teratur dan dangkal; berkurangnya jumlah napas per menit; bernapas yang
bergantian antara cepat dan lambat (yang disebabkan oleh kemacetan dari
konsumsi menurun cairan, penumpukan produk limbah dalam tubuh, dan / atau
penurunan sirkulasi ke organ).
i) Beralih dari kepala ke arah sumber cahaya (yang disebabkan oleh penurunan
penglihatan).
j) Peningkatan kesulitan mengendalikan rasa sakit (yang disebabkan oleh
perkembangan penyakit).
Gerakan tak terkendali (disebut mioklonus), perubahan denyut jantung, dan hilangnya
refleksdi kaki dan tangan adalah tanda-tanda tambahan yang akhir hidup

133
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pelayanan kesehatan di Indonesia haruslah menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk
diperbaiki kondisi tersebut. Bukan hanya peranan dokter ataupun paramedis dalam
perwujudan hidup sehat melainkan partisipasi semua masyarakat. Harus ada perubahan
dalam upaya untuk hidup sehat.Dokter dan semua elemen dalam dunia kesehatan harus
lebih perduli terhadap masyarakat.

Aspek-apsek sosial haruslah dijunjung tinggi bukan hanya aspek financial yang
mendapatkan porsi perhatian secara lebih.Begitu juga dengan masyarakat harus
bersinergi dengan pelayanan kesehatan tersebut dengan menghargai dan melakukan
respon yang positif terhadap posisi mereka sebagai pelayan mesyarakat. Memang solusi
initerkesan teroris, akan tetapi perlu disadari bahwa perubahan itu tidak bisa dilakukan
secara tiba-tiba. Perubahan membutuhkan proses yang panjang dan melelahkan.

demikian, generalisasi akan kemampuan dokter dan rumah sakit kurang memadai dapat
dihilangkan. Ketika kepercayaan masyarakat akan kapasitas dokter yang ada di Indonesia
dapat dijawab dengan baik oleh dokter itu sendiri maka akan terjalin kerjasama yang
sangat baik antara kedua belah pihak

Ditetapkan di : LAHAT

Pada Tanggal : 2019

Kepala Rumah Sakit TK IV 02.07.02 Lahat

dr.Fauzi Mustakman SpB

Mayor Ckm. NRP 11040000290974

134

Anda mungkin juga menyukai