LAHAT, 2019
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Pelayanan pasien adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung dari petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pasien.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan langsung dari petugas
kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan memberikan kepuasan kepada
pasien.
RS Tk. IV 02.07.02 Lahat mempunyai tenaga medis yang terdiri dari dokter
spesialis, dokter sub spesialis, dan dokter umum.
Pelayanan pasien yang diberikan oleh tenaga medis tidak tergantung atas hari-hari
tertentu atau waktu tertentu (hari libur), artinya dokter spesialis/sub spesialis tetap dapat
memberikan pelayanan dan pengobatan pasien.
Untuk tenaga paramedis di RS Tk. IV 02.07.02 Lahat mempunyai sistim kerja shift.
Sistim shift terdiri dari 3 – 24 – 7, artinya 3 shift dalam 24 jam selama 7 hari. Dalam
setiap shift diketuai oleh ketua tim.
Tenaga paramedis pada kamar perawatan Kelas I, Kelas II, terdiri dari 1 orang
perawat berkompeten (ketua tim) dan 3 orang perawat pelaksana.
Sedangkan untuk tenaga paramedis untuk kamar perawatan, dan kelas III, terdiri
dari 2 orang perawat berkompeten (ketua tim dan wakil), dan 4 orang perawat pelaksana.
Semua tenaga paramedis RS Tk. IV 02.07.02 Lahat pada umumnya berijazah DIII
Keperawatan.
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi psien menentukan alokasi sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
RS Tk. IV 02.07.02 Lahat mempunyai panduan praktik klinik yang seragam kepada
pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
Panduan praktik klinik pada pasien yang dirawat diruang Kelas I, kelas II, Kelas III,
seragam sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Setiap tindakan atau pemeriksaan penunjang yang diberikan kepada pasien harus
sama sesuai dengan kondisi pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien.
d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anastesi) sama
diseluruh Rumah Sakit.
3
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat diseluruh Rumah Sakit.
RS Tk. IV 02.07.02 Lahat merupakan rumah sakit yang mengacu kepada undang-
undang 1945 dan peraturan menteri kesehatan.
Tujuan utama rumah sakit adalah memberikan perawatan pasien. Proses perawatan
pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi kesehatan serta dapat melibatkan
jenis perawatan, departemen dan layanan. Integrasi dan koordinasi kegiatan perawatan
pasien akan menghasilkan proses-proses perawatan yang efisien, penggunaan sumber
daya manusia dan lainnya yang efektif, serta kemungkinan kondisi akhir yang lebih baik.
Oleh karena itu pemimpin merupakan sarana dan tekhnik untuk mengintegrasi dan
mengkoordinasi perawatan perawatan pasien yang lebih baik misalnya, perawatan
diberikan oleh tim, kunjungan terhadap pasien dilaksanakan oleh departemen, formulir
perencanaan perawatan bersama, rekam medis yang terintegrasi, manager-manager
kasus (Felita et al, 2011)
4
individu, objektif, dan realitis sehingga nantinya penilaian ulang dan revisi rencana dapat
dilakukan.
Pelayanan yang berfokus pasien membutuhkan dokumentasi integrasi yang
mewajibkan setiap profesi melakukan pencatatan pada dokumen yang sama. Metode ini
diharapkan dapat meningkatkan komunikasi yang efektif antar profesi, pencatatan dapat
dilakukan lebih optimal karena semua profesi menulis pada dokumen yang sama,
meminimalkan mis komunikasi, menurunkan angka kejadian tidak diharapkan dan pada
akhirnya itu semua bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan berdampak
pada peningkatan mutu pelayanan ( frelita, situmorang, & silitonga, 2011: iyer patricia and
camp nancy, 2004).
2.1.REKAM MEDIS
Lahirnya rekam medis berjalan sejajar dengan lahirnya ilmu kedokteran karenanya
sejak Zaman (Paleolithic) lebih kurang 25.000 SM di Spanyol rekam medis telah ada,
tetapi dalam bentuk yang primitif sekali berupa pahatan pada dinding gua.
Imhotep adalah dokter yang pertama menjalankan rekam medis. Hidup di zaman
Piramid 3.000-2.500 SM. Ia adalah pegawai negeri tinggi, Kepala Arsitek Negri serta
penasehat Medis Fira’un, kemudian ia dihormati sebagai medical demiggod seperti
Aesculapius : Ia membuat Papyrus (dokumen ilmu kedokteran kuno yang berisi 43 kasus
pembedahan). Papyrus ini selama berabad-abad menghilang dan baru diketemukan pada
abad XIX oleh seorang berkebangsaan Inggris bernama Edwin Smith, hingga kemudian
dinamakan : Edwin Smith Papyrus. Papyrus ini saat ini disimpan di New York Academy of
Medicine, USA.
Kapten Jhon Grant adalah orang yang pertama kali mempelajari Vital Statistik pada
tahun 1661.Ia melakukan penelitian atas Bilis of Mortality (angka Kematian). Pada abad
XVIII Benyamin Franklin dari USA mempelopori berdirinya rumah sakit Pennsylvania di
Philadelpia (1752).Rekam medis sudah ada pada tahun 1873 dan indeks pasien baru
disimpan.
Tahun 1771 Rumah Sakit New York dibuka, pada tahun 1793 register pasien
dikerjakan. Tahun 1862 mulai dicoba menggunakan indeks penyakit.Pada tahun 1914
istilah-istilah kepenyakitan baru dapat diterangkan.
5
Pada tahun 1801 Rumah Sakit Umum Massacussect di Boston dibuka memiliki
rekam medis dan katalog lengkap.Tahun 1871 mulai diinstruksikan bahwa pasien dirawat
harus dibuat KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien).
6
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1960, kepada semua
petugas kesehatan diwajibkan unatuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas
rekam medis.Kemudian pada tahun 1972 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.034/Birhup/1972, ada kejelasan bagi rumah sakit menyangkut kewajiban untuk
menyelenggarakan medical record. Bab I pasal 3 menyatakan bahwa guna menunjang
terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka setiap rumah sakit:
Kerjasama tim para pemberi asuhan pasien merupakan prasyarat untuk mencapai
tujuan tersebut, dan dilengkapi dengan komunikasi yang baik. Serta tidak dapat dipungkiri
bahwa peranan dokter sebagai ketua tim sangat besar dan sentral dalam menjaga
keselamatan pasien, karena semua proses pelayanan berawal dan ditentukan oleh
dokter. Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah pentingnya faktor
catatan medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses pelayanan terhadap pasien
direkam secara real time dan akurat. Sehingga apabila terjadi sengketa medis rekam
7
medis ini benar benar dapat menjadi alat bukti bagi rumah sakit bahwa proses pelayanan
telah dijalankan dengan benar dan sesuai prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat
pula berfungsi sebagai masukan untuk memperbaiki proses pelayanan yang ada.
Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien(patient care)adalah asuhan
medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang dalam standar keselamatan pasien
disebut DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pasien.
Keselamatan pasien atau “patient safety” merupakan salah satu isu utama dalam
pemberian pelayanan kesehatan. Isu ini dimulai ketika pada tahun 1999 IOM’s (Institute of
Medicine’s) melaporkan tingginya angka kematian dan kerugian ekonomi yang
dikarenakan oleh kesalahan pengobatan di Amerika, hal ini mendorong negara-negara
anggota WHO untuk menyepakati resolusi World Health Assembly pada tahun 2002
sebagai pengakuan atas kebutuhan keselamatan pasien (American Academy of Pediatric,
2011 dan Aspden et al, 2004). Kesadaran akan pentingnya keselamatan pasien semakin
meningkat dengan dikeluarkannya international patient safety goals oleh Joint
Commission International yang menutut semua departemen rumah sakit untuk
menegakkan keselamatan pasien dan menekan angka kejadian yang membahayakan
pasien yang ditimbulkan oleh tindakan medis maupun tindakan perawatan lainnya (Joint
Commission International, 2013).
Dewasa ini ilmu pengetahuan semakin maju, masyarakat pun semakin cerdas dan
kritis dalam setiap tindakan di bidang medis.Oleh karena itu maka sebagai rumah sakit
yang memberikan pelayanan kesehatan merasa penting untuk memiliki panduan tentang
tindakan invasive dan non invasive. Agar terdapat keseragaman di kalangan petugas
rumah sakit dalam melakukan tindakan baik invasive maupun non invasive.penerapan
ceklist keselamatan diluar kamar operasi mulai muncul setelah kesuksesan surgical safety
checklist dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas terkait pembedahan (Haynes et al,
2009). Ceklist keselamatan ini digunakan untuk mencegah kejadian yang melibatkan
salah pasien, salah lokasi, salah prosedur dan kesalahan anastesi dalam prosedur yang
berisiko tinggi yang dilakukan di luar kamar operasi seperti di ruang tindakan, unit gawat
darurat maupun diatas tempat tidur pasien (Novello dan Pataki, 2006 ; Farris et al, 2012 ;
Browne, 2014). Penerapan ceklist ini terbukti dapat meningkatkan kesadaran akan
keselamatan pasien, kerjasama tim, meningkatkan komunikasi, kepatuhan terhadap
8
proses, efisiensi tindakan, dan dapat mengurangi kejadian yang membahayakan dalam
penggunaan 1 tahun pertama (Norton dan Rangel, 2010 ; Koetser et al, 2013 ; Corso et
al, 2014).
Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai
antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi pada
prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan.Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari
satu pihak kepihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide
yang dipertukarkan tersebut.
Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit
sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter.
Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien
yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter
harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa diterapkan di
segala situasi.
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter.Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan
dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian dokter
merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya,
sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan
keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan
tindakan lebih lanjut.
Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di
hadapan dokter sehingga takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri.
Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus
kita perbaiki.Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga pasien
tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya
secara jujur dan jelas.Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam
pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.
9
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu
yang lama.Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena
petugas, perawat dan dokter terampil mengenali kebutuhan pasien.Atas dasar kebutuhan
pasien, perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan
bersama pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman komunikasi efektif
untuk petugas, perawat dan dokter di RS Tk IV 02.07.02 Lahat untuk memudahkan
berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada lima hal penting terkait dengan keselamatan rumah dirumah sakit yaitu : keselamatan
pasien, keselamatan petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan,
keselamatan lingkungan, keselamatan bisnis rumah sakit.
Pelayanan kesehatan pada dasar adalah menyelamatkan pasien.Namun harus
diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan dirumah
sakit menjadi semakin komplek dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan
/KTD (adverse event) bila tidak dilakukan dengan hati-hati.
Di Indonesia, setelah pada bulan juni s/d Agustus 2006 PERSI,KKPRS,KARS dan
Departemen Kesehatan,bekerja sama dengan Becton Dickinson,melakukan “Road
Show”sosialisasi program Keselamatan Pasien di 12 kota dihadapan total 461 rumah
sakit,terlihat bahwa Keselamatan Pasien mulai menjadi prioritas di berbagai rumah sakit.
Rumah sakit dapat memilih berbagai program Keselamatan Pasien : mulai dari
upaya klasik Keselamatan Pasien seperti meningkatkan program pengendalian infeksi di
rumah sakit dengan program “hand hygiene”, program K3 RS (versi KARS yaitu
Keselamatan Kerja,Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana),Informed Consent,Safe
Blood Transfusion dsb. Namun sebaiknya rumah sakit Menerapkan Keselamatan pasien
dalam lingkup Kerangka Komperhensif (KKPRS) yaitu selain upaya klasik,juga upaya
baru seperti penerapan 7 langkah Keselamatan Pasien, Standar Keselamatan
Pasien.Disamping itu juga upaya diagnostik terhadap laporan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP) dan yang terakhir pemahaman taksonomi / klasifikasi Keselamatan Pasien.
Salah satu program yang menjadi dasar Keselamatan Pasien adalah menekan /
menurunkan insiden Keselamatan Pasien beserta KTD / KNC. Buku Pedoman Pelaporan
IKP ini dengan tujuan umum : Menurunnya Insiden Keselamatan Pasien (KTD dan KNC)
dan meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, akan menuntun rumah sakit
dalam upaya menyusun Sistem Pelaporan IKP, dengan elemen-elemen Alur Pelaporan
10
(Bab II), Analisis Matrix Grading Risiko (Bab III)Petunjuk Pengisian Laporan IKP ( Bab IV),
serta format Formulir Laporan IKP baik Internal maupun External ke KKPRS.
11
Regulasi untuk asuhan disesuaikan dengan populasi pasien resiko tinggi dan
pelayanan resiko tinggi yang berguna untuk menurunkan resiko dalam Rumah sakit.
Penting dipahami bahwa prosedur dapat mengidentifikasi :
Menurut kebijakan Rumah Sakit Tk IV 02.07.02 Lahat daftar pasien resiko tinggi dinilai
dari diagnose, antara lain :
1. Pasien Emergensi
HT Krisis
Kejang Demam
Stroke
Dm dengan penurunan kesadaran
Hipoglikemi
Jantung
2. Penyakit menular
TB
Hepatitis
Varisela
3. Pasien dengan koma
Stroke hemoragik
Diabetikum
Sepsis dengan penurunan kesadaran
4. Pasien dengan alat bantu hidup dasar
Pasien henti nafas dan henti jantung
5. Pasien dengan restraint
Pasien gelisah
Pasien gangguan jiwa
12
6. Pasien resiko bunuh diri
Pasien gangguan jiwa
7. Pasien populasi rentan, lansia, anak-anak dan pasien beresiko tindak
kekerasan atau di telantarkan
Menurut Umur
a. Usia Bayi - Balita ( 0 – 5 Tahun )
BBLR
Bblr dari berat ≥ 800 gram
Asfiksia Neonatorum
-Asfiksia ringan (Afgar skor 7-8)
-Asfiksia Sedang (Afgar skor 4-6)
-Asfiksia Berat (Afgar skor 0-3)
Ikterus
-Kejang
-Hypotermi
-Hypertermi
-Hypoglikemi
13
Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun dll.
Early warning system adalah suatu system permintaan bantuan untuk mengatasi
masalah kesehatan pasien secara dini. Staf rumah sakit yang tidak bekerja di daerah
pelayanan krisis atau intensif mungkin tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang
cukup untuk mmelakukan asesmen serta mengetahui pasien yang akan masuk dalam
kondisi kritis. Padahal banyak pasien di luar daerah pasien kritis mengalami keadaan kritis
selama di rawat inap. Seringkali pasien memperlihatkan tanda bahaya dini contoh tanda-
tanda vital yang memburuk daan perubahan kecil status neurologis sebelum mengalami
penurunan kondisi klinis yang meluas sehingga mengalami kejadian yang tidak
diharapkan.
Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-dininya
pasien yang kondisinya buruk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung
atau gagal paru sebelumya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di luar kisaran normal
yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk.
Ada 4 macam metode early warning system dalam menangani kondisi pasien :
1. Nilai EWS 0 maka di anjurkan monitoring TTV dan pantau kondisi pasien minimal
satu kali, kemudian catat pada lembar observasi pasien dan ikut petunjuk respon
klinis.
2. Nilai EWS 1-4 (rendah) dilakukan langkah-langkah seperti lapor hasil EWS ke
dokter verifikasi maksimal 1 jam, menentukan frekuensi monitoring perlu di tambah
lalu pantau setiap 4 jam dan catat jika kedepannya di temukan skor dibawah 1
penanganan ke klinis skor 0 tapi jika diatas 4 lanjutkan ke rugalasi tahap
berikutnya.
3. Nilai EWS 5-6 (medium) pertama laporkan hasil kepada dokter, lakukan verifikasi
30 menit sebelum, pantau setiap 1 jam sampai kondisi membaik dan catat di
integrasi. Jika kondisi menunjukn skor di bawah 5 maka tangani ke klinis skor
rendah tapi kalau menunjukan skor di atas 6 tingkatkan observasi setiap 30 menit
14
4. Nilai EWS di atas 7 lapor hasil ke dokter lakukan verifikasi, lakukan pemeriksaan
dan penanganan 15 menit sejak aktivasi EWS, Lapor ke DPJP informasi kondisi
pasien kepada keluarga. Jika keadaan memburuk maka dengan izin DPJP
konsultasikan rawat di ICU/ rujuk.
15
bantu kejut jantung yang dapat membantu ritme jantung kembali normal. Ketiga mata
rantai awal ini dapat membantu meningkatkan keberhasilan pertolongan dan angka
kehidupan pada korban.Perubahan panduan ini mengacu pada penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berarti
pada hasil dari tindakan RJP kompresi dada dan pernapasan buatan dengan RJP
kompresi dada saja.
Code blue adalah kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area rumah
sakit.Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Panggilan code blue
harus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau
respiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas) misalnya pasien
yang membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR).
Code Blue Team adalah suatu tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang
dibentuk sebagai tim terlatih yang akan merespon secara cepat setiap panggilan code
blue untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini dilengkapi dengan peralatan dan
obat-obatan emergency seperti Dc-shock , peralatan intubasi,suction, oksigen, ambubag,
obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin) dan tempat untuk menstabilkan pasien.
Panduan “Resusitasi Jantung Paru” terbaru ini menjadi lebih mudah dilakukan juga
bagi orang awam karena menekankan pada kompresi dada untuk mempertahankan aliran
darah dan oksigen dalam darah tetap mengalir ke jantung dan otak. Kompresi dada
memang cenderung lebih mudah untuk dilakukan, dan setiap orang dapat melakukannya.
Kompresi dada dapat dilakukan dengan meletakkan satu tangan di atas tangan yang lain
dan menekan dengan kuat pada dada korban. Panduan RJP yang baru ini menekankan
bahwa penolong harus berfokus memberikan kompresi sekuat dan secepat mungkin, 100
kali kompresi dada per menit, dengan kedalaman kompresi sekitar 5-5,5 cm. Dan, sangat
penting untuk tidak bersandar pada dada ketika melakukan kompresi dada pada korban.
Penolong tidak perlu takut dan ragu untuk melakukan kompresi dada yang dalam karena
risiko ketidakberhasilan justru terjadi ketika kompresi dada yang dilakukan kurang dalam.
Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada semua penderita yang mengalami
gagal jantung atau pada orang yang sudah mengalami kerusakan pernafasan atau
sirkulasi yang tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup, melainkan yang mungkin untuk
hidup lama tanpa meninggalkan kelainan di otak.Keberhasilan resusitasi dimungkinkan
oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis.Mati klinis terjadi bila dua
fungsi penting yaitu pernafasan dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini
tidak ditolong akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Resusitasi jantung paru yang
dilakukan setelah penderita mengalami henti nafas dan jantung selama 3 menit,
16
presentasi kembali normal 75 % tanpa gejala sisa. Setelah 4 menit presentasi menjadi 50
% dan setelah lima menit menjadi 25 %. Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus dapat
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.Disamping mati klinis dan biologis dikenal dengan
istilah mati social yaitu keadaan dimana pernafasan dan sirkulasi terjadi spontan atau
secara buatan, namun telah mengalami aktifitas kortikal yang abnormal.Penderita dalam
keadaan sopor atau koma tanpa kemungkinan untuk sembuh dan dinyatakan dalam
keadaan vegetatif.Agar resusitasi dapat berjalan maksimal tentu saja memerlukan
penolong yang cekatan dan terampil.Waktu satu menit sangat berguna dalam
memberikan pertolongan pertama pada penderita.
Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada sel-
sel fagositik, limfosit B, limfosit T atau komplemen. Imunodefisiensi dapat diklasifikasikan
18
sebagai kelainan yang primer atau sekunder dan dapat pula dipilah berdasarkan
komponen yang terkena pada sistem imun tersebut adalah sbb :
1. Imunodefisiensi Primer
2. Imunodefisiensi Sekunder
Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomelurus yang
rendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup
pasien.
19
Unit Hemodialisis adalah tempat pelayanan hemodialisis yang terdiri dari minimal
+mesin dialisis, didukung dengan unit permurnian air. Keadaan gagal ginjal, pasien
membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal untuk memperpanjang dan mempertahankan
kualitas hidup yang optimal.
Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai
manusia yang harus dijunjung tinggi.Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi
manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvens Perserikatan
Bangsa Bangsa tentang Hak-Hak Anak.
20
Salah satu hak asasi anak adalah jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang
sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan.Jaminan perlindungan hak asasi
tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tujuan Negara sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945.
Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
kedudukan, hak, kewajiban dan peran para penyandang cacat telah di atur dalam
undang-undang No.4 tahun 1997 tentang penyandang cacat dan berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur masalah ketenaga kerjaan, pendidikan nasional,
kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas dan angkutan jalan.
Kesejahteraan penduduk usia lanjut karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak
memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993).Berbagai upaya telah
dilaksanakan oleh instansi pemerintah diantaranya pelayanan kesehatan, sosial,
ketenagakerjaan dan lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingkat
individu lansia, kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sarana
pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), tingkat pertama (sekunder), tingkat lanjutan,
(tersier) untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia.
21
20 juta penderita, 84 juta orang di antaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke
depan. Diperkirakan setiap 11 menit ada satu penduduk dunia meninggal karena kanker
dan setiap 3 menit ada satu penderita kanker baru (Jauhari, 2009).
Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara
sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, local maupun
metastatis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya karena bersifat
sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian melalui infus, dan
sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker stadium
lanjut local (Desen, 2008).
4.PELAYANAN GIZI
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan persaingan dalam berbagai aspek,
diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar mampu bersaing
dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara
langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara, yang digambarkan melalui
pertumbuhan ekonomi, usia harapan hidup, dan tingkat pendidikan. Tenaga SDM yang
berkualitas tinggi hanya dapat dicapai oleh tingkat kesehatan dan status gizi yang
baik.Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan status
gizi masyarakat melalui upaya perbaikan gizi di dalam keluarga dan pelayanan gizi pada
individu yang karena kondisi kesehatan nya harus dirawat di suatu sarana pelayanan
kesehatan misalnya Rumah Sakit (RS).
Masalah gizi di Rumah Sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan. Kecenderungan
peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-related disease) pada semua
kelompok rentan mulai dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, hingga lanjut usia (Lansia),
memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh karena itu dibutuhkan pelayanan
22
gizi yang bermutu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal dan
mempercepat penyembuhan.
Pedoman pelayanan gizi rumah sakit hasil revisi, yang tertuang di dalam buku
pedoman ini, merupakan penyempurnaan Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
(PGRS) yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006. Buku ini telah
disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan, ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) di bidang gizi, kedokteran, dan kesehatn, dan standar akreditasi
rumah sakit 2012 untuk menjamin keselamatan pasien yang mengacu pada The Joint
Comission Internasioanl (JCI) for Hospital Accreditation. Sejalan dengan dilaksanakan
program akreditasi pelayanan gizi di rumah sakit,di harapkan pedoman ini dapat menjadi
acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan kegiatan pelayanan gizi yang berkualitas.
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu.Nyeri bersifat subyektif dan sangat besifat
individual.Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik atau mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang
individu (Mahon, 1994).Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, tindakan
atau pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan maka pasien
diberikan informasi tentang kemungkinan timbul nyeri akibat atau prosedur pemeriksaan
dan pasien diberikan yang tersedia untuk mengatasi nyeri. Setiap individu pernah
mengalami nyeri dalam tingkat tertentu, dan setiap individu juga memilki cara masing-
masing untuk mengatasi rasa nyeri yang dirasakan. Oleh karena itu, sering kali nyeri
menganggu hubungan personal mempengaruhi makna kehidupan klien dalam
berinteraksi baik di lingkungan kerja dan sosial. Apabila seseorang merasakan nyeri
maka perilakunya akan berubah. Hal ini dipengaruhi oleh factor-faktor seperti usia, jenis
kelamin, persepsi dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Perawat sebagai tenaga yang professional mempunyai kesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar dan holistic.Untuk
23
menjalankan perannya dengan baik, perawat perlu memiliki keterampilan dalam
mengklarifikasi nilai, konseling dan komunikasi.
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang
terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat
mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau
memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual
dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan pemberi
pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga pasien yang
sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.Tujuan rumah sakit
untuk memberikan asuhan pada akhir kehidupan harus mempertimbangkan tempat
asuhan atau pelayanan yang diberikan (seperti hospice atau unit asuhan palliatif), tipe
pelayanan yang diberikan dan kelompok pasien yang dilayani. Rumah sakit
mengembangkan proses untuk mengelola pelayanan akhir hidup. Proses tersebut adalah
:
1. Memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan asesmen dan dikelola secara
tepat.
2. Memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan hormat dan
respek.
3. Melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin sesuai kebutuhan untuk
mengidentifikasi gejala-gejala.
4. Merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-gejala.
5. Mendidik pasien dan staf tentang pengelolaan gejala-gejala.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional kepada masyarakat
sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang tersedia
b. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna kepada masyarakat
dengan tidak membedakan status sosial, suku, agama, ras, etnis, warna kulit,
cacat mental atau fisik, jenis kelamin, dan orientasi seksual.
24
2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya karyawan yang produktif, berkomitmen dan mempunyai etos kerja
tinggi
b. Terwujudnya standar pelayanan yang tinggi, dengan menjadikan kedekatan
kepada pasien sebagai prioritas utama
C. SASARAN
Seluruh pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap RS Tk. IV 02.07.02 Lahat.
D.DEFINISI
Pelayan pasien adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung dari petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pasien.
2.1.REKAM MEDIS
Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas tidak hanya sekedar
kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai satu sistem
penyelenggaraan rekam medis. Sedangkan kegiatan pencatatannya sendiri hanya
25
merupakan salah satu kegiatan daripada penyelenggaraan rekam medis.
Penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada
saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medik pasien
selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit dan dilanjutkan dengan
penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta
pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan/peminjaman
oleh pasien atau untuk keperluan lainnya
Dokter Penanggung Jawab Pasien adalah seorang dokter yang bertanggung jawab
atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien sesuai dengan kewenangan klinis yang
diberikan kepadanya
DPJP tambahan adalah dokter yang ikut memberikan asuhan medis pada seorang
pasien, yang oleh karena kompleksitas penyakitnya memerlukan perawatan bersama
oleh dari satu orang dokter
1. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang di lakukan terhadap pasien berupa
diagnostik atau teraupetik yang di lakukan oleh dokter atau dokter gigi
2. Tindakan invansif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh
3. Tindakan non invasif adalah pengobatan konservatif yang tidak memerlukan
sayatan kedalam tubuh atau penghapusan jaringan
4. Resiko medik adalah keadaan atau situasi yang tidak di inginkan yang mungkin
terjadi setelah di lakukannya tindakan medik oleh dokter
26
diimplementasikan oleh komunikan. Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk
mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara member dorongan terhadap pengarahan
diri, aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru ( Craven dan Hirnle, 1996 dalam
suliha, 2002).
2.5.KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi :
1. Asesmen risiko.
2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien.
3. Pelaporan dan analisis insiden.
4. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya.
5. Implementasi solusi untuk menimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
Adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang memiliki risiko tinggi karena
memerlukan peralatan komplek, pengobatan penyakit yang mengancam jiwa.Sifat
pengobatan agar tepat dan efektif dalam mengurangi risiko terkait.
Early warning system adalah suatu system permintaan bantuan untuk mengatasi
masalah kesehatan pasien secara dini.
27
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan
sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian
biologis.
Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan
buatan.Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi
masih hidup.
Pelayanan tranfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang terdiri dari
serangkaian kegiatan mulai dari pengerahan dan pelestarian donor, pengambilan,
pengamanan, pengolahan, penyimpanan darah dan tindakan medis pemberian
darah kepada resepien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
Setiap kegiatan pelayanan tranfusi darah harus di kerjakan sesuai
standar karena kesalahan yang terjadi pada setiap langkah kegiatan tersebut akan
berakibat fatal bagi resepien, dan juga dapat membahayakan pendonor maupun
petugas kesehatan yang melaksanakan rangkaian kegiatan distribusi darah sampai
ke pasien / resepien harus dilakukan dengan system tertutup dan rantai dingin yaitu
hanya dilakukan oleh petugas dengan menggunakan peralatan khusus (cool box)
dan sesuai standar.
Coma adalah keadaan turunnya kesadaran yang paling berat, dimana klien tidak
bereaksi lagi terhadap rangsang nyeri. Koma terjadi apabila gangguan atau kerusakan
pada pusat kesadaran timbul pada migrain atau talamus. Pada koma masih ada reaksi
dengan gerakan pertahanan primitif, seperti reflek kornea, reflek pupil, dan menarik
tungkai.
28
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan, berpindah dari orang per
orang secara langsung ataupun melalui perantara ditandai dengan munculnya agent /
penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomelurus yang
rendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup
pasien.
3.8. ASUHAN PASIEN USIA LANJUT , CACAT ,ANAK-ANAK DAN POPULASI YANG
BERESIKO DI SIKSA
4.PELAYANAN GIZI
Tenaga gizi dalam pelayanan gizi rumah sakit adalah profesi gizi yang terdiri dari
Registered Dietisien (RD) dan Teknikal Registered Dietisien (TRD).Registered dietisien
bertanggung jawab terhadap pelayanan asuhan gizi dan pelayanan makanan dan dietetik,
sementara TRD bertanggung jawab membantu RD dalam melakukan asuhan gizi dan
pelayanan makanan serta dietetik serta pelaksanaan kewenangan sesuai dengan
kompetensi.
1. Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan
bertujuan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
1. Kondisi Terminal
Suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana terjadi
kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi kesehatan
30
terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan
kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang / mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama
proses penderitaan/sekarat pasien.
2. Pasien Tahap Terminal
Pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin memburuk.
31
BAB II
RUANG LINGKUP
Rawat Inap
Rawat jalan
Farmasi
Gizi
Rawat Inap
Rawat jalan
Farmasi
Gizi
Anastesi
Dokter DPJP
A. PELAYANAN
1. Setiap tindakan invasif harus dilakukan persetujuan Tindakan Kedokteran
agar tidak muncul gugatan atau tuntutan malpraktek medik.
2. Setiap tindakan yang dilakukan harus dicatat didalam rekam medis pasien
(lembar asuhan terintegrasi).
3. Setiap hasil tindakan invasif harus dicatat dalam rekam medis pasien
(lembar asuhan terintegrasi).
32
4. Tidak semua tindakan invasif dilakukan oleh dokter spesialis dan dokter
umum, terdapat daftar tindakan invasif yang dapat didelegasikan kepada
tenaga kesehatan yang lain (perawat, perawat gigi).
1. Persiapan Pra-bedah
2. Persiapan Bedah terdiri dari:
a. Pre Operasi :
ii. Sign-in
iii. Time-out
b. Intra operasi
c. Post Operasi
i. Sign –Out (Periode sebelum pasien meninggalkan ruang bedah)
3. Persiapan Pasca-Bedah
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Asuhan keperawatan pre-operasi
2. Asuhan keperawatan intra operasi
3. Asuhan keperawatan post operasi
Semua tindakan non invasive yang dilakukan oleh tenaga medis atau pun
non medis dilakukan pencatatan di catatan pelayanan pasien terintegrasi (cppt)
yang berdasarkan standar prosedur operasional (SPO) di setiap tindakan dan
selalu di informasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pasien baik itu
hal yang baik atau yang tidak menyenangkan pada pasien tentang kondisi pasien.
a. UGD
b. Instalasi Rawat Inap
a. UGD
b. OK
c. instalasi rawat inap
d. instalasi rawat jalan
a. laboratorium
b. instalasi rawat inap
3.4 .Pelayanan Pasien Yang Menggunakan Peralatan Hidup Dasar Atau Coma
a. UGD
b. instalasi rawat inap
a. UGD
b. instalasi rawat inap ( ruang isolasi)
34
3.6 Asuhan Pasien Dialisis
a. UGD
b. Instalasi Rawat Inap
Panduan ini diterapkan kepada semua pasien/ pengunjung/ karyawan selama berada
dalam rumah sakit.
1. Pelaksanaan panduan ini adalah semua karyawan yang bekerja dirumah sakit
(medis ataupun non medis).
2. Semua pasien/ pengunjung/ karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama berada dirumah
sakit.
3. Setiap pasien/ pengunjung/ karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
menggunakan tanda pengenal berupa gelang identifikasi pasien, kartu
pengunjung atau name tag karyawan.
4. Tujuan utama tanda identifikasi ini adalah untuk mengidentifikasi pemakainya.
5. Gelang identifikasi pasien/ kartu pengunjung/ name tag karyawan ini digunakan
pada proses untuk adanya pasien/ pengunjung/ karyawan masuk dalam rumah
sakit.
35
3. Penyelenggaraan makanan
4. Penelitian dan pengembangan gizi
36
Contoh apabila terjadinya false emergency yaitu: kurangnya
pengarahan dari tenaga kesehatan mengenai alur UGD, pasien datang
hanya untuk chek-up, pasien datang hanya melakukan control terkait
masalah yang telah di tangani.
ASPEK KEPERAWATAN
Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik
yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskan meninggal dunia atau
mati. Seseorang dinyatakan meninggal / mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti,
kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit,
dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang
ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati. Respon pasien dalam kondisi
terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami,
sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal. Menurut
Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian, yaitu :
1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parah dan dia
tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan mekanis pertahanan yang acap kali
38
ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita
mengejutkan tentang keadaan dirinya.
2. Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah
dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan
kemarahan.Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-
cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah.Umumnya pemberi
pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi dari
frustasi yang dialaminya.Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah pengertian,
bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh karena
kemarahannya.
3. Bargaining ( fase tawar menawar )
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit lebih
lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-macam
hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban
kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk
melayaniMu."
4. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.Penderita merasa
putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan.
5. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia
alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat. Mereka mulai kehilangan
kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan
persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami
berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain:
a. Problem oksigenisasi.
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perife rmenurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi sekret, nadi ireguler.
b. Problem eliminasi.
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet serat
dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa
39
terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi
urin, Inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake
cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
c. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen,
kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak,
mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
d. Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
e. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun.Penglihatan kabur, pendengaran berkurang,
sensasi menurun.
f. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena,
pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan.
g. Problem kulit dan mobilitas
Sering kali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien
terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
h. Masalah psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa.
PERAWATAN PALIATIF
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of
death.Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan
sosial.Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien sangat
penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan sembuh,sehingga
mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang diakhir kehidupan pasien
tersebut.
ASPEK MEDIS
40
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung mungkin
masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan.Akan tetapi banyak
pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO) sebagai pengganti MO dalam
penentuan mati.Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup
terhadap pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilema terutama
bagi keluarga pasien karena mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya
penyembuhan dan hanya akan menambah penderitaan pasien. Keluarga
menginginkan sebuah proses di mana berbagai intervensi medis (misalnya pemakaian
ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan
meninggal akibat penyakit yang mendasarinya. Ketika keluarga/ wali meminta dokter
menghentikan bantuan hidup(withdrowing life support) atau menunda bantuanhidup
(withholding lifesupport ) terhadap pasien tersebut, maka dokter harus
menghormatipilihan tersebut. Pada situasi tersebut, dokter memiliki legalitas dimata
hukumdengan syarat sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan
hidupdilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada keluargapasien
tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan keputusankeluarga/ wali tertulis
dalam informed consent
41
BAB III
TATA LAKSANA
42
informasi tentang hasil asuhan dan pengobatan baik yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan sesuai dengan prosedur
B. Penegakan Diagnosa
1. Setelah selesai melakukan assesmen pasien maka tenaga medis menegakkan
diagnosa berdasarkan tanda dan gejala yang abnormal dari hasil pemeriksaan
yang ditulis dalam rekam medis yang sudah disediakan.
2. Tenaga perawat menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
menyimpang dari normal dari informasi yang diterima dari pasien dengan kaidah
patologi, etiologi dan sistem yang ditulis dalam rekam medis yang sudah
disediakan.
3. Tenaga bidan menentukan diagnosa kebidanan berdasarkan data yang
menyimpang dari normal dari data informasi berupa keluhan pasien dengan kaidah
Gravida, partus ke dan anak ke ,serta ditambah dengan penyakit penyerta yang
ditulis dalam rekam medis yang sudah disediakan.
43
2. Perawat/bidan mengisi perencana asuhan berasal dari analisa yang direncanakan
dalam asuhan perawatan mandiri ditambah dengan kolaborasi dan koordinasi.
3. Nutrisionis menyusun perencanaan dari hasil assesmen dan instruksi medis
tentang nilai gizi yang harus diberikan kepada pasien.
4. Farmasi menyusun perencanaan berdasarkan assesmen dan intruksi medis dalam
pemberian obat.
5. Dalam pengisian perencanaan sebaiknya menggunakan kalimat perintah.
6. Perencanaan lanjutan tim mengisi pada masing-masing profesi :dokter mengisi
instruksi kemudian diisi apa yang direncanakan, untuk perawat/bidan, nutrionis dan
farmasi diawali menulis R (rencana)baru isi perencanaan lanjutannya.
Hasil dari evaluasi perencanaan dan implementasi yang sudah dilakukan oleh
masing-masing profesi dan ditanyakan kembali kepada pasien dan keluarga pasien
tentang keluhan yang dirasakan sebagai data subyektif dan diperiksa baik fisik maupun
penunjang diagnostic sebagai data obyektif kemudian tim mendiskusikan.
1. Dokter Penanggung Jawab bersama tim profesi perawat, nutrionis dan farmasi
mendiskusikan hasil perkembangan atas tindakan yang sudah dilakukan.
2. Hasil diskusi ditulis dalam rekam medis dapat berupa asuhan dihentikan atau
dilanjutkan dengan dibuatkan perencanaan baru.
a. Pasien baru
Setiap pasien baru diterima di registrasi dan akan diwawancarai oleh petugas atau
Menunjukkan KTP/SIM/PASPOR guna mendapatkan data identitas yang akurat dan
kemudian akan ditulis diberkas rekam medis dan di entry pada komputer. Setiap pasien
44
baru akan memperoleh nomor pasien yang juga akan dicetak pada kartu pasien atau
kartu Indeks Berobat sebagai kartu pengenal, yang harus dibawa pada setiap kunjungan
berikutnya di RS. baik sebagai pasien berobat jalan maupun sebagai pasien rawat inap.
Pasien baru dengan berkas rekam medisnya akan dikirim ke poliklinik sesuai dengan
yang dikehendaki pasien. Setelah mendapat pelayanan yang cukup dari poliklinik, ada
beberapa kemungkinan dari setiap pasien :
Untuk pasien yang harus dirawat, dokter yang merujuk membuat Admission Note yang
berisi alasan pasien harus dirawat inap, bisa berupa diagnosa, tindakan medis, ataupun
tindakan penunjang lainnya. Jika pasien yang harus dirawat rekam medisnya akan dikirim
keruang perawatan.
b. Pasien lama
Pasien lama datang ke Admission dan akan diwawancarai oleh petugas, guna
mendapatkan informasi nomor rekam medis, dan tujuan berobat. Pasien ini dapat
dibedakan :
Baik pasien dengan perjanjian maupun pasien yang datang tanpa perjanjian , akan
mendapat pelayanan di registrasi.
Pasien datang dengan perjanjian akan langsung dipersilahkan menuju poliklinik yang
dimaksud karena rekam medisnya telah disiapkan oleh petugas.
Pasien yang datang tidak dengan perjanjian (atas kemauan sendiri),Mengambil nomor
antrian sesuai jaminan pelayanan yang akan digunakan dan mempersiapkan persyaratan
yang dibutuhkan. menunjukan nomor rekam medis dan tujuan berobat, pasien
45
dipersilahkan menunggu poliklinik yang dimaksud, sementara rekam medisnya dimintakan
oleh petugas registrasi ke bagian penyimpanan berkas rekam medis. Setelah rekam
medisnya dikirim ke poliklinik, pasien akan mendapat pelayanan di poliklinik dimaksud.
Berbeda dengan prosedur pelayanan pasien baru dan pasien lama yang biasa, disini
pasien ditolong terlebih dahulu baru penyelesaian administrasinya, meliputi pendaftaran
pasien baik baru maupun ulang seperti pasien datang tidak dengan perjanjian.Di
RS.pendaftaran pasien darurat gawat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat untuk pasien
baru maupun pasien lama. Setelah mendapat pelayanan yang cukup, ada beberapa
kemungkinan dari setiap pasien
1. Pasien yang sudah diseleksi dan membawa surat pengantar untuk dirawat dapat
langsung daftar Rawat Inap ke petugas admission dengan memilih ruang rawat
dahulu sesuai yang diinginkan.Jika Pasien mempinyai jaminan pembiayayaan
sendiri,pasien mendapatkan jatah kamar sesuai tarif yang diberikan oleh pihak
asuransi tersebut.
2. Jika pasien tidak sadar atau lupa alamat ayau identitasnya,dapat di data sesuai
nama dan tempat dimana dia ditemukan jika nama nama pasien tidak
teridentifikasi,dapat menggunakan nama dengan sebutan,MR atau MRS “X”
3. Petugas rekam medis mendaftar pasien sesuai nomor rekam medis pasien. Jika
pasien lupa membawa kartu berobat,petugas rekam medis dapat mencrinya
melalui bantuan KIUP,dan jika sudah diemukan,dicocokkan dengan alamat
pasien,atau kelahiran pasien.
4. Bagi pasien yang pernah berobat/dirawat maka rekam medisnya segera dikirim ke
Instalasi Gawat Darurat yang bersangkutan dan tetap memakai nomor yang telah
dimilikinya.
5. Bagi pasien yang belum pernah dirawat atau berobat di RS. maka diberikan nomor
rekam medis baru.
46
2. Pelayanan Pendaftaran Rawat Inap (Admission).
– Pasien yang tidak urgen, penundaan perawatan pasien tersebut tidak akan menambah
penyakitnya.
– Pasien yang urgen, tetapi tidak darurat gawat, dapat dimasukkan ke dalam daftar
tunggu.
– Pasien gawat darurat (emergency), langsung dirawat.
Untuk memperlancar tugas-tugas bagian lain yang erat hubungannya dengan proses
penerimaan pasien, aturan penerimaan pasien perlu ditetapkan.
47
Instruksi yang jelas harus diketahui oleh setiap petugas yang bekerja dalam proses
penerimaan dan pemulangan pasien.
Semua pasien yang menderita segala macam penyakit, selama ruangan dan
fasilitas yang memadai tersedia dapat diterima di RS.
Sedapat mungkin pasien diterima di Admission pada waktu yang telah ditetapkan,
kecuali untuk kasus gawat darurat dapat diterima setiap saat.
Tanpa diagnosa yang tercantum dalam surat permintaan dirawat, pasien tidak
dapat diterima.
Sedapat mungkin tanda tangan persetujuan untuk tindakan operasi dan
sebagainya (apabila dilakukan ) dilaksanakan sebelum pasien dirawat.
Ada surat rekomendasi dari dokter yang mempunyai wewenang untuk merawat
pasien di rumah sakit.
Dikirim oleh dokter poliklinik.
Dikirim oleh dokter Instalasi Gawat Darurat.
Pasien darurat gawat perlu diprioritaskan.
1. Pasien yang sudah memenuhi syarat atau peraturan untuk dirawat, Perawat
Membuatkan Admision Note yang minimal berisi :
o Labeling nama dan momor rkam medis pasien
o Umur
o Diagnosa pasien
o Dokter DPJP
o Ruangan yang diperlukan
o Tambahan alat yang dibutuhkan pasien
2. Apabila ruangan sudah tersedia :
o Memberi tahu keluarga pasien ternsedianya ruang rawat yang dibutuhkan
o Pada saat mendaftar dia akan mendapat penerangan tentang :
Kapan dapat masuk
Bagaimana cara pembayaran serta tarif-tarifnya.
48
Peraturan selama pasien dirawat.
3. Di tulis oleh petugas admission di dalam buku register pendaftaran pasien rawat
inap dan dilengkapi dengan lembar ringkasn keluar masuk,perlengkapan
asdministrasi lainnya,dan stiker labeling untuk pditempel di gelang pasien
4. Jika pasien pernah berobat ke poliklinik atau pernah dirawat sebelumnya maka
petugas Admission mendaftar sesuai nomor rekam medis pasien dan mengambil
rekam medis pasien di ruang filling dan mengantarnya ke Instalasi Gawat Darurat
5. Selesai proses administrasi dan admission petugas memberitahukan petugas
instalasi Gawat darurat,jika kamar sudah disiapkan,pasien dapat segera diantar ke
kamar
Prosedur selama pasien di ruang perawatan yang berkaitan dengan rekam medis
antara lain :
1. Pada waktu pasien tiba di ruang perawatan dan diterima oleh perawat pasien diberi
tanda pengenal melalui identitas yang tertempel pada gelang pasien
2. Perawat menambah formulir-formulir yang diperlukan oleh dokter maupun perawat
sendiri
3. Selama perawatan, perawat mencatat semua data perawatan yang diberikan dari
mulai saat pasien tiba di ruang sampai pasien tersebut pulang, dipindahkan atau
meninggal yang di rekap dalam sensus harian rawat inap
B. Penentuan DPJP ;
49
1. Penentuan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit
(baik rawat jalan, UGD maupun rawat inap) dengan mempergunakan cap
stempel pada berkas rekam medis pasien.
2. Cap stempel “ DPJP Dr ...... “ untuk pasien yang dirawat oleh seorang dokter.
3. Cap stempel “ DPJP UTAMA Dr ......” untuk pasien yang dirawat bersama
beberapa dokter.
E. Rawat Bersama :
1. Seorang DPJP hanya memberikan pelayanan sesuai bidang /disiplin dan
kompetensinya saja. Bila ditemukan penyakit yang memerlukan penanganan
multi disiplin, maka perlu dilakukan rawat bersama.
2. DPJP awal akan melakukan konsultasi kepada dokter pada disiplin lain sesuai
kebutuhan.
3. Segera ditentukan siapa yang menjadi DPJP Utama dengan beberapa cara
antara lain;
a. Penyakit yang terberat, atau
b. penyakit yang memerlukan tindakan segera atau
c. dokter yang pertama mengelola pasien.
Dalam hal rawat bersama harus ada pertemuan bersama antara DPJP yang
mengelola pasien dan keputusan rapat dicatat dalam berkas rekam medis.
50
Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi pelayanan, DPJP utama dapat saja
beralih dengan pertimbangan seperti diatas, atau atas keinginan pasien/keluarga
atau keputusan Komite medis.
Perubahan DPJP Utama ini harus dicatat dalam berkas rekam medis dan ditentukan
sejak kapan berlakunya.
H. DPJP Utama di OK
Adalah dokter operator yang melakukan operasi dan bertanggung jawab atas
seluruh kegiatan pembedahan, sedangkan dokter anestesi sebagai DPJP tambahan.
Dalam melaksanakan tugas mengikuti SOP masing-masing, akan tetapi semua
harus mengikuti prosedur Save Surgery check list (sign in, time out dan sign out)
serta dicatat dalam berkas rekam medis.
P ( Planning ) : di isi dengan rencana target yang terukur yang akan dilakukan
pada pasienjuga berupa instruksi / pemberian terapi,pemeriksaan
penunjang,instruksi konsultasi termasuk pasca bedah dan instruksi tindakan /
prosedurSetelah melakukan pencatatan dilanjutkan dengan membubuhkan
nama jelas dan tanda tangan pada kolom ke 4.
53
a. Dokter mempelajari rekam medis pasien yang mencakup identifikasi pasien
,pemahaman diagnosa dan prosedur bedah/medic yang akan dilakukan
b. Doket menganamnesis pasien untuk mengetahui riwayat pasien ,termaksud
pengalaman operasi serta kebiasaan
c. Dokter melakukan pemeriksaan fisik melakukan
inspeksi,palpasi,perkusi,auskultasi
d. Dokter mempelajari hasil pemeriksaan penunjangan medic
e. Dokter menentukan rencana operasi yang akan di lakukan
f. Dokter menginformasikan kepada pasien/keluarga tentang prosedur,manfaat dan
resiko tindakan operasi.
g. Bila pasien dan keluarga setuju dilakukam tindakan,dokter bedah mengkonsulkan
kepada spesialis lain yang terkait.
4.Bila tidak perlu dilakukannya tindakan pembedahan,maka dokter konsulen akan mengisi
lembar konsultasi dan konsul selesai
6.Bila tindakan pembedahan disetujui maka ,dokter bedah (DPJP) dan Konsulen
melengkapi status permintaan pemeriksaan lanjut.
10.Dokter anastesi meminta dan mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang
di perlukan untuk tindakan anastesi
11.Dokter anastesi menentukan obat-obatan dan tehnik yang di perlukan untuk tindakan
anastesi
12.Dokter anastesi menjelaskan tentang kondisi pasien kepada pasien dan keluarga
,meliputi diagnosa kerja,rencana tindakan dan factor penyulit anastesi serta
kemungkinan komplikasi intra maupun paska anastesi
13.Dokter anastesi mengisi form ceklis assesmen anastesi dan menandatangani blangko
terkait dengan anastesi
16. Dokter memberikan instruksi untuk di lakukan pemeriksaan penunjang antara lain ;
Darah lengkap,BSS,HIV,Ureum,kratinin,HBSAg,CTBT
EKG
Rontgen
USG
Semu hasil yang di terima dari laboratorium maupun radiologi berkas di simpan di
rekam medis pasien.
55
17.Petugasmeminta pasien agar melepas protease seperti gigi palsu,kaca mata,dan
perhiasan
25.Pasien siap di antar kekamar operasi sesuai dengan jadwal yang telah dilakukan
B.PERSIAPAN BEDAH
1.Persiapan pre-Operasi
a.Sing-in
b.time-out
Seluruh tim yang ikut dalam pembedahan tersebut memperkenalkan nama dan
tugasnya
56
Tim anastesi mengkonfirmasi ulang nama pasien,prosedur dan daerah insisi
yang akan di lakukan
Tim anastesi mengidentifikasi ulang apakah obat profilaksis sudah di berikan
60 menit sebelumnya
Untuk operator harus mengantisipasi kejadian-kejadian kritis yaitu :
-operator harus sigap menghadapikeadan kritis atau kejadian luar biasa pada
pasien
-operator harus bisa cepat dan tepat dalam menanggani kejadian tersebut
-operator harus punya langkah-langkah untuk mengatasi perdarahan yang
terjadi
57
o Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta rasa percaya
terhadap peran petugas dalam membantu mereka.
o Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien ( termasuk adanya
keterbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam mematuhi menejemen pengobatan).
o Mendapatkan data yang akurat tentang obat – obat yang digunakan pasien termasuk obat non
resep.
o Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya, pendidikan dan
tingkat ekonomi pasien/ keluarga
o Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang berkaitan
dengan perawatan pasien :
a. Assesment pendidikan pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan pengobatan, Penggunaan obat obatan yang aman:
kemungkinan nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat tertentu
contoh : obat tetes dan obat inhaler. Cara penyimpanan berapa lama obat harus dipakai
dan ditebus lagi, apa yang harus dilakukan terjadinya efek samping yang akan
dialami dan Bagaimana cara mencegah ataumeminimalkannya, meminta
pasien atau keluargauntuk melaporkan apa yang dirasakan pasien selama
menggunakannya.
c. Pendidikan kesehatan Manajemen nyeri
d. Pendidikan kesehatan diet
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit
g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)
Proses komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan
dengan kondisi kesehatannya. Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi,
petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini
didapatkan dari RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi. Tahap Cara penyampaian
informasi dan edukasi yang efektif.Setelah melalui tahap asesmen pasien, di
temukan :
58
Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan
tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet.
Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi
medical information.
VERIFIKASI
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali edukasi yang telah diberikan.Pertanyaannya adalah: “ Dari materi
edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan
pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang
telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi
yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang. Dengan
diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien
mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien.
59
3.0 MENGIDENTIFIKASI PASIEN BERISIKO TINGGI
1. Menurut kebijakan Rs. Tk IV 02.07.02 Lahat daftar pasien resiko tinggi dinilai dari
diagnose, antara lain :
8. Pasien Emergensi
HT Krisis
Kejang Demam
Stroke
Dm dengan penurunan kesadaran
Hipoglikemi
Jantung
9. Penyakit menular
TB
Hepatitis
Varisela
10. Pasien dengan koma
Stroke hemoragik
Diabetikum
Sepsis dengan penurunan kesadaran
11. Pasien dengan alat bantu hidup dasar
Pasien henti nafas dan henti jantung
12. Pasien dengan restraint
Pasien gelisah
Pasien gangguan jiwa
13. Pasien resiko bunuh diri
Pasien gangguan jiwa
14. Pasien populasi rentan, lansia, anak-anak dan pasien beresiko tindak
kekerasan atau di telantarkan
Menurut Umur
d. Usia Bayi - Balita ( 0 – 5 Tahun )
BBLR
Bblr dari berat ≥ 800 gram
60
Asfiksia Neonatorum
-Asfiksia ringan (Afgar skor 7-8)
-Asfiksia Sedang (Afgar skor 4-6)
-Asfiksia Berat (Afgar skor 0-3)
Ikterus
-Kejang
-Hypotermi
-Hypertermi
-Hypoglikemi
2. Pelayanan resusitasi
3. Pelayanan Darah
61
4. Pelayanan pasien koma
62
14. Untuk pasien yang risiko cedera kepala (misalnya pasien dalam terapi antikoagulan
gangguan kejang berat ,riwayat jatuh mengenai kepala),pertimbangkan
penggunaan perlindungan kepala.
15. Penggunaan toilet duduk .
16. Secara aktif ,libatkan pasien dan keluarga dalam program pencegahan jatuh.
17. Berikan intruksi kepada pasien sebelum memulai aktivitas
18. Penggunaan alat bantu sesuai dengan kebutuhan pasien.
19. Meminimalisir gangguan /distraksi.
20. Periksa ujung anti selip pada tongkat dan walker.
21. Intruksikan pada pasien untuk menggunakan pegangan.
22. Lakukan evaluasi oleh tim interdisiplin.
.Pencegahan plebitis
1. Tentukan lokasi pemasangan ,sesuaikan dengan keperluan rencana pengobatan
2. Lakukan tindakan aseptic dan anti septic.
3. Lakukan pergantian tempat dan peralatan infuse tiap 72 jam .
4. Lakukan aseptic dressing bila kondisi kotor.
5. Perhatikan laju pemberian cairan
6. Lakukan inspeksi visual tempat penyuntikan,bila terdapat tanda” nyeri,eritema
segera ganti posisi pemasangan infuse.
64
Pasien yang memerlukan dan menggunakan peralatan khusus harus dilakukan
informed consent terlebih dahulu,pasien berhak bersedia atau menolak
penggunaan alat khusus.
Pasien yang bersedia menggunakan peralatan khusus harus dilakukan
pemantauan dan pengawasan berupa pencatatan dan pelaporan.
Staf rumah sakit yang tidak bekerja di daerah pelayanan krisis atau intensif mungkin
tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang cukup untuk mmelakukan asesmen
serta mengetahui pasien yang akan masuk dalam kondisi kritis. Padahal banyak pasien
di luar daerah pasien kritis mengalami keadaan kritis selama di rawat inap. Seringkali
pasien memperlihatkan tanda bahaya dini contoh tanda-tanda vital yang memburuk
daan perubahan kecil status neurologis sebelum mengalami penurunan kondisi klinis
yang meluas sehingga mengalami kejadian yang tidak diharapkan.
Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-dininya
pasien yang kondisinya buruk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung
atau gagal paru sebelumya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di luar kisaran
normal yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk.
Penerapan EWS membuat staf mampu mengiudentifikasi keadaan pasien
memburuk sedini-dininya dan bila perlu mencari bantuaan staf yang kompeten.
Dengan demikian, hasil asuhan akan lebih baik.
EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan keadaan pasien melalui
pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologi pasien.System ini
merupakan konsep pendekatan proaktif untuk meningkatkan keselamatan pasien dan
hasil klinis pasien yang lebih baik dengan standarisasi pendekatan asesmen dan
menetapkan skoring parameter fisiologis yang sederhana.
65
Ketika seorang pasien mendadak sakit dan datang ke rumah sakit, atau kondisi
memburuk tiba-tiba selama di rumah sakit, maka waktu adalah penting dan respon
klinis yang cepat dan efisien diperlukan untuk optimalisasi hasil klinis yang
diharapkan.Bukti saat ini menunjukkan bahwa tiga serangkai yaitu 1) deteksi dini, 2)
ketepatan waktu merespon, dan 3) kompetensi respon klinis, sangat penting untuk
menentukan hasil klinis yang diharapkan.
2) Definisi yang jelas tentang ketepatan urgensi dan skala respon klinis yang diperlukan,
disesuaikan dengan beratnya penyakit.
1) Tingkat kesadaran
66
2) Respirasi/ Pernapasan,
3) Saturasi oksigen,
4) Oksigen tambahan (non-rebreathing mask, rebreathing mask, nasal kanula)
5) Suhu
6) Denyut nadi,
7) Tekanan darah sistolik
EWS dilakukan terhadap semua pasien pada asesmen awal dengan kondisi
penyakit akut dan pemantauan secara berkala pada semua pasien yang mempunyai
risiko tinggi berkembang menjadi sakit kritis selama berada di rumah sakit.
Penilaian EWS juga dilakukan terhadap pasien yang akan dipindahkan dari ruang
rawat ke ruang rawat lainnya, dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Bila didapati nilai
yang memungkinkan untuk pengamatan EWS lebih lanjut (pemicu aktivasi respon klinik)
maka keputusan untuk memindahkan pasien bisa dipertimbangkan lagi.
Dengan mencatat EWS secara teratur, kecenderungan respon klinis pasien dapat
ditelusuri untuk deteksi dini potensi penurunan kondis klinis pasien dan memberikan
pemicu untuk eskalasi respon klinis lebih lanjut. Selain itu, pencatatan trend EWS akan
memberikan gambaran pemulihan kondisi pasien, sehingga dapat memfasilitasi
penurunan frekuensi dan intensitas monitoring pasien sampai akhirnya pasien
direncanakan discharge.
67
EWS digunakan sebagai alat bantu dalam asesmen klinis, bukan sebagai
pengganti pertimbangan klinis yang kompeten. EWS tidak digunakan pada anak usia
kurang dari 16 tahun dan wanita hamil, karena respon fisiologi kondisi penyakit akut dapat
dimodifikasi pada pasien anak dan wanita hamil.
1. PERNAPASAN
Pola pernapasan yang demikian akan diikuti oleh hipoksemia. Saturasi oksigen
yang rendah pada keadaan hipoksemia ini bisa dideteksi dengan pulse oxymetri. Namun,
pengukuran pulse oxymetri bisa menjadi tidak akurat pada pasien yang hipovolemia,
hipotensi ataupun hipotermi.
Parameter pernapasan yang dipantau dalam EWS ini adalah frekuensi pernapasan
dan saturasi oksigen. Selain itu, nilai bobot 2 harus ditambahkan untuk setiap pasien yang
membutuhkan tambahan oksigen ( pemberian oksigen melalui maskeratau nasal kanula ).
68
perlu dipantau adalah frekuensi denyut nadi, keteraturan denyut, isi/volume denyut dan
apakah denyut tersebut simetris di masing-masing sisi tubuh. Pada pasien dengan
hipovolemia ataupun dengan curah jantung yang rendah akan dijumpai denyut nadi yang
lemah dan tidak teratur. Frekuensi denyut yang tidak teratur biasanya dijumpai pada
gangguan irama jantung seperti fibrilasi atrium yang bisa sangat membahayakan.
Denyut yang paradoksikal dengan pernapasan (pulsus paradoxus) akan ditemui
pada kasus hipovolemia, perikarditis, tamponade jantung, asma dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK). Sementara pada pasien dengan gangguan katup / sekat jantung
akan dijumpai denyut nadi yang teraba bergetar (thrill).
3. NEUROLOGI
Gangguan neurologi pasien bisa terjadi akibat akibat iskemia, kerusakan struktur
otak atau kerusakan akibat metabolik ataupun infeksi. Identifikasi terhadap gangguan
neurologi yang ada sangat berguna dalam penanganan pasien selanjutnya untuk
meminimalkan kerusakan otak sekunder.
Pemeriksaan neurologi yang dilakukan serial akan sangat membantu dalam
penanganan pasien. Setiap perubahan yang ditemukan dalam pemeriksaan merupakan
indikator yang sensitif dan harus dikaji ulang. Misalnya, adanya penurunan tingkat
kesadaran yang tidak disertai lateralisasi bisa diakibatkan oleh adanya peningkatan
tekanan intrakranial, hidrosefalus, demam, keracunan ataupun akibat gangguan metabolik
yang memerlukan penanganan sesegera mungkin.
Pemeriksan neurologi dalam EWS dilakukan dengan cara menilai Alert, Verbal,
Pain atau Unresponsive (AVPU), seperti tercantum pada tabel berikut:
4. SUHU TUBUH
Panas tubuh dihasilkan oleh reaksi kimia akibat metabolisme sel. Peningkatan
suhu tubuh ditimbulkan oleh peningkatan produksi panas tubuh akibat peningkatan
metabolisme sel seperti pada aktivitas fisik, tirotoksikosis, trauma, peradangan, dan
infeksi. Selain itu peningkatan suhu tubuh juga bisa diakibatkan karena gangguan dalam
69
melepaskan panas ke lingkungan sekitar seperti pada abnormalitas kelenjar keringat,
gagal jantung kongestif, atau bila suhu lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
tubuh. Dengan demikian, suhu tubuh bisa menjadi panduan dalam memperkirakan apa
yang terjadi pada pasien.
Pada keadaan normal, suhu tubuh berkisar antara 36° - 38° C, bervariasi dalam 24 jam
dan Parameter ini sudah rutin diukur dan dicatat dalam rekam medis pada grafik
observasi pasien di setiap rumah sakit. Masing-masing parameter akan dikonversikan
dalam bentuk angka, di mana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan pasien
sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera mungkin.
Tujuan penerapan Early Warning Score (EWS) system ini untuk:
-Menilai pasien dengan kondisi akut
- Mendeteksi sejak dini penurunan kondisi klinis pasien selama dalam perawatan di
rumahsakit
- Dimulainya respon klinik yang tepat waktu secara kompeten
ini lembar EWS untuk observasi pasien untuk menentukan skor EWS
72
3.2.PELAYANAN RESUSITASI
Pelayanan resusitasi diartikan sebagai intervensi klinis pada pasien atau korban
yang mengalami kejadian yang mengancam hidupnya seperti henti jantung dan paru.pada
ssat henti jantung dan paru maka memberikan komprensi pada dada atau bantuan
pernafasan akan berdampak pada hidup atau matinya pasien, setidak tidaknya
menhindari kerusakan jaringan otak.
Resutasi berhasil dengan pasien henti jantung dan parutergantung pada intervensi
seperti secepat cepatnya dilakukan defibrilasi dan bantuan hidup lanjut (code blue).
Pelayanan seperti ini harus tersedia untuk semua pasien selama 24 jam setiap hari,
Sanagt penting untuk dapat memberikan pelayaan intervensi yang kritikal yaitu
tersedia dengan cepat peralatan medis terstandar, obat resusitasi, staf yang baik dan
terlatih untuk resusitasi. Bantuan hidup dasar harus dilakukan secepatnya saat diketahuai
da henti nafasa dan jantung dan proses pemberian bantu hidup kurang dari 5
menit,pelayaan resusitasi tersedia diseluruh area rumah sakit termasuk peralatan medis
dan staf terlatih , berbasis bukti klinis.
Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti
jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai
dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada
pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan
resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan dan siap yang boleh
melakuaknya
Serangan Adams-Stokes
Hipoksia akut
Sengatan listrik
Refleks vagal
Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.
73
Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1
jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Tim resusitasi.
Dijabat oleh perawat terlatih dan dokter jaga
Tugas : - memberi bantuan hidup dasar kepada pasien gawat atau gawat
darurat di ruang perawatan
- Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat di
ruang perawatan .
Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat
penting.Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan
kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian
yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak
ada nafas dan tidak ada nadi. Resusitasi dilakukan 30 : 2.
Darah inkompatibel adalah darah resipien yang uji silang serasi memberikan
hasil ketidakcocokan dengan darah donor, dengan demikian darah donor tidak dapat
di tranfusikan.Apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan lanjutan di
Laboratorium Rumah Sakit harus merujuk ke PMI yang mampu melakukan
pemerisaan lanjutan.
75
3) Penyakit leukemia atau keganasan lainya.
4) Kosentrasi serum protein yang tidak normal.
5) Wharton jelly.
6) Kosentrasi subtansi A dan B yang tinggi dalam serum.
7) Anti bodi yang reaktif pada suhu dingin.
d) Masalah pada kondisi serum specimen, yang didapat dari resepien dengan
kondisi:
1) Gumpalan fibrin.
2) Kosentrasi protein yang abnormal.
3) Terdapatnya anti bodi selain anti -A dan anti-B.
4) Bahan pengencer sebagai pengawet sel A dan B mengandung antibody.
5) Kadar imunoglobin yang rendah.
6) Darah bayi usia<4-6 bulan tidak terlihat serum typing.
7) Titer komplemen yang tinggi pada anti –A dan –B
8) Transplantasi dengan ABO berbeda.
Uji silang dapat memberikan hasil negative palsu, oleh karna itu:
1. NaCL 0,9% harus bersih, jernih, tidak berwarna dan tidak terkontaminasi
dengan serum.
2. Suhu incubator harus 37℃.
3. Waktu inkubasi harus tepat.
4. Pencucian sel darah merah harus bersih.
5. Hasil negative ahrus di control dengan menggunakan coombscontrolcells.
B. PENGADAAN DARAH
1. UTD memberikan darah secara rutin dan berkala ke bank darah sesuai dengan
permintaan tertulis dari BD PMI.
2. BD PMI harus membuat rencana kebutuhan darah per bulan dan disampaikan
pada UTD.
3. Permintaan tersebut harus memuat data:
a. jumlah darah
b. jenis komponen darah.
c. golongan darah.
4. Permintaan harus ditandatangani oleh kepala bank darah (PMI).
1. Petugas pengantar darah dari UTD menyerahkan darah yang aman ke bank
darah,disertai formulir pengirimandarah yang memuat:
- jumlah darah yang dikirim.
- nomor kantong darah.
- jenis komponen darah.
- golongan darah.
- hasil uji saring darah terhadap IMLTD.
- suhu simpan.
- tanggal kadaluarsa.
- Nama pasien
78
- No rekam medis
2. Petugas pengirim darah dari UTD dan petugas penerima darah di BANK DARAH
harus mampu mengenali tanda-tanda fisik darah yang aman.
3. Petugas pengirim darah dari UTD dan petugas penerima darah di bank darah
membuat berita acara serah terima dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
- Perhatikan identitas kantong darah.
- Periksa jumlah ,jenis dan golongan darah sesuai dengan formulir permintaan /
pengiriman.
- Periksa kondisi fisik darah.
- Periksa suhu dan wadah pengiriman darah.
- Nama pasien
- No rekam medis
- Tanggal lahir pasien
- Ditandatangani oleh petugas UTD dan petugas bank darah rumah sakit.
4. Pendistribusian darah untuk pelayanan tranfusi darah di rumah sakit.
a. Permintaan darah dari bangsal RS ke BD PMI harus disertai formulir
permintaan darah yang di tandatangani oleh dokter yang merawat disertai
contoh darah resipien dan terdapat nama pasien, tanggal lahir , nomor rm, dan
golongan darah.
b. Formulir permintaan darah dan contoh darah resepien diserahkan ke BDRS
oleh perawat bangsal.
c. Petugas BD PMI memeriksa kelengkapan formulir permintaan darah dari
bangsal RS dan kondisi contoh darah resepien.
d. Lakukan uji silang serasi darah donor dan pasien sesuai dengan standar yang
berlaku.
e. Petugas BD PMI harus melakukan serah terima dengan petugas ruangan
yang di beri wewenang oleh dokter yang meminta darah.
Pada saat serah terima diruangan petugas ruangan mengcross cek, nama
pasien, tanggal lahir, golongan darah, no rekam medis. Setalah datanya benar
, petugas ruangan mentanda tangani blanko dari PMI.
D. PEMBERIAN DARAH
1. Tranfusi sel darah merah(darah lengkap,darah merah pekat,DMP miskin
leucosit,darah lengkap segar)
79
- Dibawa dari bank darah ke ruangan rawat dengan kotak kemas darah yang
dapat menjaga suhu 4° ± 2℃
- Periksa keadaan kantong darah dan keadaan darah.
- Berikan dalam waktu 30’ setelah dikeluarkan dari refrigerator.
- Tidak perlu di hangatkan
- Tranfusikan tidak lebih dari 4 jam.
2. Tranfusi trombosit
- Dibawa dari bank darah ke ruang rawat inap dengan kotak kemas darah yang
dapat menjaga suhu 22 ° ± 2℃
- Periksa keadaan kantong darah dan keadaan komponen di dalam .
- Berikan segera setelah dikeluarkan dari penyimpanan.
- Tranfusi tidak lebih dari 20 ‘
3. Tranfusi plasma segar beku(FFP)
- Dicairkan di bank darah
- Dibawa dari bank darah ke ruangrawat dengan kotak kemas darah yang dapat
- menyimpansuhu 4° ± 2℃
- Periksa keaadaan kantong darah dan keadaan komponen darah didalamnya
- Berikan segera setelah dicairkan di bank darah.
- Tranfusi tidak lebihdari 20’
1. Kehilangan darah akut,bila 20% -30% total volume darah yang hilang dan
perdarahan masih terus terjadi.
2. Anemia berat.
3. Syock septic.
Tranfusi trombosit.
1. Mengganti defesiensi factor koagulasi dan factor inhibitor koagulasi baik yang
didapat atau bawaan bila tidak tersedia kosentrat factor spesifik atau dalm
bentuk kombinasi.
2. Untuk mengobati perdarahan secara cepat akibat gangguan hemotatis yang
mengacam jiwa pada terapi warfarin.
3. Untuk mengobati perdarahan akibat gangguan koagulasi pasca tranfusi massif
atau bypass jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.
2. KOMPONEN DARAH
Pengertian komponen darah adalah Bagian darah yang dipisahkan dengan cara fisik
/mekanik.
a. Komponen Seluler
1.Plasma
DARAH LENGKAP
- Isi utamaeritrosit
- Pada darah lengkap segar tronbosit dan factor pembekuan labil
- Volume tergantung volume kantong darah
- Yangdi pakai 250 ml,350ml,450 ml.
- Suhu simpan 4° ± 2℃
- Lama simpan 21-42 hari
- Guna nya meningkatkan eritrosit
- Seleksi dan layanan darah tranfusi
- *Gol ABO spesifik (cocok serasidengan darah resepien)
- *RH (+) untuk resepien RH (+)
- *RH (-) untuk resepien RH (-)
83
- *RH (-) untuk resepien RH (-)
TROMBOSIT PEKAT
- Isi utama trombosit 5x 1010 dari darah lengkap,a da beberapa leucosit ,eritrosit
,dan sedikit plasma.
- Volume 50 ml dengan cara pemutaran darah lengkap segar,150-400 mldengan
trombaferetis.
- Suhu simpan 22° ± 2℃
- Lama simpan 5 hari.
- Guna nya meningkatkan trombosit
- Seleksi dan layanan darah plasma gol ABO yang ssesuai dengan sel darah
resepien atau sama gol ABO dengan resepien.
LEUCOSIT PEKAT
- Isi utama plasma ,mengandung factor pembekuan stabil dan protein plasma.
- Volume 150-220 ml,tergantung volume kantong yang di pakai
- Ada 2 macam plasma cair dan plasma beku
- Suhu simpan 4° ± 2℃ cair ,beku <-18 c
- Lama simpan 26-47 hari cair, 5 hari beku.
- Guna nya meningkatkan volume darah.
- Seleksi dan layanan darah sesuai gol ABO nya dengan sel darah merah
resepien /sama golABO nya dengan resepien
- Komponen beku di cairkan dengan suhu ≤37℃
84
PLASMA SEGAR BEKU
E. MONITORING PASIEN
Setelah pasien di lakukan tranfusi perawat jaga melakukan monitoring pasien dimana
monitoring paisen diisi setiap kali melakukan tranfusi dan di evaluasi setiap 1 bulan
sekali untuk melihat berabapa banyak perbandingan dari bulan kebulan pasien
melakukan tranfusi.
3. Nama pasien
4. Diagnose
5. Tanggal lahir
6. No rekam medis
7. Dokter dpjp
Caranya ialah:
Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak
kepala korban.Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke
samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke
hidung.
2. Breathing (Pernafasan)
Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan
di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan
yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi
korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke
dalam mulut korban dengan kuat.Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil
diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik
selama pernafasan masih belum adekuat.
Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
Gerakan dada waktu membesar dan mengecil
Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
86
Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban
mengecil sampai batas habis.
Serangan jantung
Syok listrik
Obat-obatan
Reaksi sensitifitas
Kateterasi jantung
Anestesi.
Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam
3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi.Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga,
maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk
pernafasan dan sirkulasi buatan.
Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan
nafas dengan menarik kepala ke belakang.Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru
korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena :
87
3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah
perifer lainnya tidak teraba lagi.
Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi.Bila denyut nadi hilang atau
diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi
jantung luar.Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah
1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah
stabil
3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat
robeknya hati
4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum,
jari-jari jangan menekan iga korban
5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus
ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi
kemungkinan beberapa hasil,
3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal
ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).
(D) Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa
menunggu hasil EKG.
(E) Electrocardioscopy (Cardiography).
(F) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi).
(G) Gauging : menentukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai
sejauh mana pasien dapat diselamatkan.
(H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang
baru dan
( I )Intensive Care : resusitasi jangka panjang.
89
o Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong
sedangkan tangan kiri memegang lengan atas bayi sambil meraba arteri
brakhialis sebelah kiri
o Jari tangan dan telunjuk tangan penolong menekan dada bayi pada posisi
sejajar putting susu 1 cm ke bawah
o Kedalaman tekanan 1-2 cm
o Perbandingan kompresi jantung dengan begging adalah 3 :
1. Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan
bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung
spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan
tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,
a. Penting, yaitu :
Adrenalin
Sulfat Atropin
Lidokain
b. Berguna, yaitu :
Isoproterenol
Propanolol
Kortikosteroid.
Natrium bikarbonat
2. Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 – 1
mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat
meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.
90
3. Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara
meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis
terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri
sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas
sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga
efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi
ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila
perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4
mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).
4. Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat
denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi.Paling berguna dalam mencegah “arrest”
pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada
hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam
interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2
mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.
5. Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk
kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana
ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat
diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
7. Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon
sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok
kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah
henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan
menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka
digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.
8. EKG
Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan
monitoring.
a. PerawatanDasar
1) Memenuhikebutuhanzatasam, zatmakanan, dancairan
2) Memelihara kebersihan tubuh
3) Mempertahankan miksi dan defekasi dapat berlangsung secara teratur
4) Mencegah terjadinya infeksi skunder
5) Mencegah terjadinya decubitus
b. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan klien dengan koma:
1) Zat asam : jaga pernafasan tetap leluasa
2) Jika ada sekret di faring, lakukan suction
3) Jika pernafasan masih belum bebas, pasan endotracheal tube
4) Cairan, glukosa, dan elektrolit
5) Untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
elektrolit diberikan sonde/NGT.
6) Kandung kencing
7) Jika terjadi retensi urine pasang kataterisasi. Perhatikan sterilitas dalam
pemasangan kateter, jangan sampai terjadi cistitis.
8) Rectum : BAB 2-3 hari sekali, kalau perlu dilakukan gliserin secara rectal
9) Perawatan mata : beri/ tetesi boorwater 3% setiap pagi
10)Perawatan kulit : beri bedak setelah mandi agar tidak timbul maserasi
PROSES KEPERAWATAN
1. Data yang perlu diketahui:
92
a. Penyakit yang diderita sebelum koma (DM, Hypertensi, ginjal, hepar,
epilepsy)
c. Obat yang diminum sebelum koma (obat tidur, antikoagulasi, insulin, dll)
2. Klinis
3. Pemeriksaan Neurologis:
Pemeriksaan khusus pada pasien koma yaitu dengan:
a. Pemeriksaan kesadaran Gasgow Coma Scala (GCS)
b. Pemeriksaan laboratorium : fungsi hepar, ginjal,dan elektrolit
c. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses di batang otak.
93
4. Diagnosa Keperawatan:
94
6). Kolaborasi dokter untuk:
- Pemberian O2
- Foto thorax
Rasional:
- Untuk koreksi kekurangan O2
- Untuk mengetahui keadaan paru
- Untuk mengetahui oksigenasi .
97
Rasional: Apabila nutrisi per oral tidak bisa (perdarahan langsung) maka nutrisi di
berikan lewat parenteral.
Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat
perawatan pasien rawat inap perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh, ekskresi dan sekresi dari
seluruh pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta
barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung
tangan. Ganti sarung tangan antara pasien
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang
pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi urinal, pispot dan
peralatan lainnya
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah
dibersihkan dan didisinfeksi benar.
98
Strategi pencegahan penularan dan penuruan daya tahan.
1. Kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
a. mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan air mengalir bila tangan terlihat
kotor atau terkontaminasi dengan bahan-bahan protein.
b. Dekontaminasi tangan dengan handrub berbais alkohol secara rutin jika tangan
tidak terlihat kotor
2. Alat pelindung diri ( APD ) meliputi sarung tangan, masker, kaca mata, topi, gaun
pelindung, apron, pelindung kaki
a. Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan
b. Pakai sarung tangan double bila akan melakukan tindakan kepada pasien
hepatitis
c. Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
a. Tangani peralatan pasien yang terkena darah cairan tubuh, sekresi, ekskresi
dengan benar sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju
terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan
peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui cara yang benar dan
peralatan yang dipakai ulang diproses dengan benar
b. Penanganan, transport dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi, dengan prosedur yang benar untuk mencegah kulit, mukus
membran terekspos dan terkontaminasi linen sehingga mencegah transfer
mikroba ke pasien lain, petugas dan lingkungan.
4. Pengelolaan limbah
a. Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran tertutup
b. Pembakaran untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus mikroorganismenya
c. Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak disentuh lagi
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit
Pembersihan lingkungan semua tempat di mana pelayanan yang disediakan untuk
pasien harus dibersihkan setiap hari.Permukaan tersebut juga harus dibersihkan
bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
6. Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan
99
a. Rutin menjalankan kewaspadaan standar, memakai APD yang sesuai
b. Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
c. Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam
Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat menangani jarum
yang dipakai setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat
membuang jarum
7. Penempatan pasien
Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas
misal: varicella, contoh lsin penyakit HIV AIDS, TBC dan HEPATITIS harus berada
diruangan isolasi.
8. Hygiene respirasi / etika batuk
Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi untuk
mencegah transmisi pathogen dalam droplet. Etika batuk diterapkan kepada
pasien,petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus menutup
mulut dan hidung saat batuk atau bersin, pakai tissu, sapu tangan, masker
kain/medis bila tersedia, buang ketempat sampah, lakukan cuci tangan.
9. Praktek menyuntik yang aman
Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi
Rumah sakit ini belum memiliki pelayanan IMMUNO-SUPRESSED
100
1.Program dari dokter yang merawat
2.Pengikatan dilakukan apabila pasien:
a. Mencederai
b. Membahayakan orang lain
c. Merusak lingkungan dan peralatan
d. Pasien dengan kesadaran menurun disertai gelisah
e. Pasien dengan indikasi gangguan kejiwaan ( gaduh gelisah )
3.Restraint dapat dilakukan secara mekanik dan farmakologi
4.Penggunaan Restrain farmakologis harus diputuskan oleh tim medis
5.Pemasangan restrain mekanik dilakukan oleh perawat jagaberdasarkan
program dokter dan selama pengawasan dilakukan oleh perawat ruangan.
Rumah sakit memberikan pelayanan khusus terhadap pasien usia lanjut, mereka
yang cacat, nak serta populasi yang beresiko disiksa dan resiko tinggi lainnya
termasuk pasien dengan resiko bunu diri .
Berlaku untuk pasien yang merupakan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), Kekerasan pada Anak, mendapat intimidasi/ intervensi dari pihak yang
tidak dikenal.
A. PENGUNJUNG
1. Tatalaksana Identifikasi pengunjung.
a. Semua pengunjung harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk dalam
lingkungan rumah sakit dengan menggunakan tanda pengenal yang masih
berlaku (KTP, SIM, Paspor).
b. Pastikan pemakaian tanda pengunjung pada pengunjung didaerah dada
(tempat yang mudah terlihat), jelaskan dan pastikan tanda pengunjung
terpasang dengan baik dan nyaman untuk pengunjung.
c. Tanda pengunjung harus diberikan pada semua pengunjung tidak ada
pengecualian dan harus dipakai selama berada dalam lingkungan rumah
sakit.
d. Bagian keamanan atau piket melaksanakan penjagaan khusus terkait
ancaman kekerasan fisik.
102
e. Tanda pengunjung hanya boleh dilepas saat pengunjung keluar/ pulang dari
lingkungan rumah sakit. Tanda pengunjung tersebut hanya boleh dilepas
didepan dan dikembalikan pada pihak rumah sakit dengan menukar tanda
pengenal yang masih berlaku (KTP, SIM, Paspor) yang sudah dititipkan/
ditinggalkan pada saat akan memasuki lingkungan rumah sakit.
f. Lokasi terpencil dan terisolasi dilakukan penjagaan dan pengawasan
dengan kamera CCTV
g. Ruang UGD menerapkan pematasan pengunjung pasien hanya didamping
keluarga atau wali maksimal dua orang.
h. Ruang perawatan menerapkan pembatasan pengunjung maksimal dua
orang untuk mendampingi pasien, pembatasan jam kunjung. Untuk
pendampingan pasien diluar jam besuk identitasnya tercatat dibuku
penunggu pasien disertai dengan tanda pengenal penunggu pasien.
i. Jangan pernah mencoret dan merobek tanda pengunjung.
j. Jika tanda pengunjung rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan tanda
pengunjung yang baru.
k. Jelaskan prosedur tanda pengunjung dan tujuannya kepada pengunjung.
l. Periksa ulang 2 (dua) detail data dibuku laporan sebelum pengunjung
menerima tanda pengunjung.
m. Saat menanyakan identitas pengunjung, selalu gunakan pertanyaan
terbuka, misalnya : “siapa nama anda?” (jangan menggunakan pertanyaan
tertutup seperti “apakah nama anda ibu Siti?”).
n. Jika seorang pengunjung tidak mampu memberitahukan namanya (misalnya
pada pengunjung tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa), verifikasi
identitas pengunjung kepada keluarga/ pengantarnya. Jika mungkin, tanda
pengenal jangan dijadikan satu-satunya bentuk identifikasi sebelum
dilakukan suatu intervensi. Tanya ulang nama dan alamat pengunjung,
kemudian bandingkan dengan jawaban pengunjung dengan data yang
tertulis dibuku laporan.
o. Semua pengunjung menggunakan hanya 1 tanda pengunjung.
p. Pengecekan buku laporan pengunjung dilakukan tiap kali pergantian jaga
shif.
q. Pada kasus pengunjung yang tidak menggunakan tanda pengunjung :
1) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti :
i. Menolak menggunakan tanda pengunjung.
103
ii. Pengunjung melepas tanda pengunjung.
iii. Tanda pengunjung hilang.
2) Tanda pengunjung harus diiformasikan akan resiko yang dapat terjadi
jika tanda pengunjung tidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada
buku laporan petugas shif.
Pasien.
Sudah tercantum pada buku pedoman identifikasi pasien.
Pengunjung.
Tanda pengunjung hanya dilepas saat pengunjung pulang atau keluar dari rumah
sakit.
Karyawan.
Name tag hanya dilepas pada saat karyawan pulang atau keluar dari rumah sakit
setelah jam dinas
105
3.9.ASUHAN PELAYANAN PASIEN KEMOTRAPI
Pemberian asuhan keperawatan dalam penanganan pasien kemotrapi adalah :
pasien masuk keruangan poli rawat jalan atau ugd pasien diberikan
petolongan pertama, setalah itu pasien dirujuk kerumah sakit yang telah
memiliki pelayanan kemotrapi.
Rumah sakit ini belum memiliki pelayanan kemotrapi .
Paien berhak mementukan makanan sesuai dengan nilai yang dianut .bila memungkinkan
pasien ditawarkan pilihan makanan yang konsisten dan status gizi.
Jika keluarga pasien atua orang lain mau membawa makanan untuk pasien maka kepda
mereka diberikan edukuasi tentang makanan yang merupakan kontraindikasi terhadap
rencana., kebersihan makanan dan kebutuhan asuahan pasien termasuk informasi terkait
interaksi antara obat dan makanan.makanan yang dibawah oleh keluarga atau orang lain
disimpan dengan benar untuk mencegah kontaminasi.
B. TUJUAN
Menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan
dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang oplimal.
106
C. Sarana dan ruang lingkup
Sarana penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien yang rawat inap,
sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga di lakukan penyelenggaraan makanan
bagi karyawan.Ruang lingkup penyelenggaraan makanan rumah salit meliputi produksi
dan distribusi makanan.
Penyajian
Persiapan &
Makanan di Distribusi Makanan (5) Pengolahan
Ruang (6)
Makanan (4)
107
Penyusunan penentuan pemberian makanan RS ini berdasarkan :
a. Kebijakan RS setempat
b. Macam konsumen yang dilayani
c. Angka kebutuhan gizi dan kebutuhan gizi untuk diet khusus
d. Standar makan sehati untuk makanan biasa dan diet khusus
e. Penentuan menu dan pola makan
f. Penetapan kelas perawatan
g. Pedoman pelayanan gizi rumah sakit yan berlaku
2. Penyusunan standar bahan makanan rumah sakit
Standar makanan sehari adalah acuan/patokan macam dan jumlah bahan
makanan (berat kotor) seorang perhari, disusun berdasarkan kecukupan gizi
pasien tercantum dalam penuntun diet dan disesuaikan dengan kebijakan rumah
sakit
3. Perencanaan menu
a. Bentuk tim kerja
b. Menetapkan macam menu
c. Menetapkan macam siklus menu
d. Menetapkan pola menu
e. Menetapkan besar porsi
f. Mengumpulkan macam hidangan untuk pagi, siang, dan malam
g. Perencanaan format menu
4. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
a. Pengertian
Adalah Serangkaian kegiatan menetapkan macam, jumlahdan mutu bahan
makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu, dalam rangka
mempersiapkan penyelenggaraan makanan rumah sakit.
b. Tujuan
Tersedianya tefsiran macam dan jumlah bahan makanan dengan spesifikasi
yang di tetapkan, dalam kurun waktu yang di tetapkan untuk pasien rumah akit.
c. Langkah langkah perhitungan kebutuhan bahan makanan :
1) Susun bahan makanan yang diperlukan, lalu golongkan bakan makanan
apakah yang termasuk :
a. Bahan makanan segar
b. Bahan makanan kering
108
2) Hitung kebutuhan bahan makanan satu persatu dengan cara :
a. Tetapkan jumlah konsumen rata-rata yang dilayani
b. Hitung macam dan jumlah kebutuhan bahan makanan dalam 1 siklus
menu.
c. Masukkan perhitungan tersebut kedalam formulir kebutuhan bahan
makanan yang telah dilengkapi dengan spesifikasinya.
5. Perencanaan anggaran bahan makanan
a. Pengertian
Perencanaan anggaran makanan makanan adalah suatu kegiatan penyusunan
biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi pasien dan
karyawan yang di layani.
b. Tujuan
Tersedianya rencana anggaran belanja makanan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan macam dan jumlahbahan makanan bagi
konsumen/pasien yang di layani sesuai dengan standar yang di tetapkan.
109
Pengadaan bahan makanan meliputi penetapan spesifikasi bahan
makanan.Perhitungan harga makanan, pemesanan dan pembelian bahan
makanan dan melakukan survey pasar.
b. Spesifikasi bahan makan
Spesifikasi bahan makanan adalah standar bahan makanan yang di tetapkan
oleh unit/instalasi gizi sesuai dengan ukuran, bentuk, penampilan dan kualitas
bahan makanan.
Tipe spesifikasi :
1. Spesifikasi teknik
Biaanya digunakan untuk bahan makanan yang dapat diukur secara objektif
dan diukur dengan menggunakan instrument tertentu.Secara khusu
digunakan pada bahan makanan dengan tingkat kualitas tertentu yang
secara nasional sudah ada.
2. Spesifikasi penampilan
Dalam menetapkan spesifikasi bahan makanan haruslah sesederhana,
lengkap dan jelas. Secara garis besar berisi :
a. Nama bahan makanan/produk
b. Ukuran/tipe unit/ container/ kemasan
c. Tingkat kualitas
d. Umur bahan makanan
e. Warna bahan makanan
f. Identifiksi pabrik
g. Masa pakai bahan makanan/ masa kadaluarsa
h. Data isi produk bila dalam satu kemasan
i. Satuan bahan makanan yang di maksud
j. Keterangan khusus lain jika diperlukan
3. Spesifikasi pada kualitas barang yang telah dikeluarkan oleh suatu pabrik
dan telah diketahui oleh pembeli. Misalnya spesifikasi untuk makanan
kaleng.
c. Survey pasar
Adalah kegiatan untuk mencari informasi mengenai harga bahan makanan yang
ada di pasaran, sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagai dasr
perencanaan anggaran bahan makanan. Dari survey tersebut akan diperoleh
110
perkiraan harga bahan makanan yang meliputi harga terebdah, harga tertinggi,
harga tertimbang dan harga perkiraan maksimal.
7. Pemesanan dan pembelian bahan makanan
a. Pemesanan bahan makanan
Pengertian :
Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan (order) bahan
makanan berdasarkan menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani, sesuai
peroide pemesanan yang di tetapkan.
Tujuan :
Tersedianya daftar pemesanan bahan makanan sesuai menu, waktu
pemesanan, standar porsi bahan makanan dan spesifikasi yang ditetapkan.
Persyaratan:
1. Adanya kebijakan rumah sakit tentang prosedur pengadaan bahan
makanan.
2. Tersedianya dana untuk bahan makanan
3. Adanya spesifikasi bahan makanan
4. Adanya menu dan jumnlah bahan makanan yang dibutuhkan selama
periode tertentu.
5. Adanya pemesanan makanan untuk 1 periode menu.
Langkah – langkah pemesanan bahan makanan.
1. Menentukan frekuensi pemesanan bahan makanan segar dan kering
2. Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan dengan cara mengalikan standar
porsi dengan jumlah pasien kali kurun waktu tertentu.
111
8. Penerimaan bahan makanan
Pengertian
Seuatu kegiatan yang meliputi memeriksa, mencatat, meneliti dan memutuskan
serta melaporkan tentang macam dan jumlah bahan makanan sesuai dengan
pesanan dan spesifikasi yang telah ditetapkan, serta waktu penerimaannya.
Tujuan :
Diterimanya bahan makanan sesuai dengan daftar pesanan, waktu pesan dan
spesifikasi yang ditetapkan.
Prasyarat :
a. Tersedianya daftar pesanan bahan maknan berupa macam dan jumlah bahna
makanan yang akan diterima pada waktu tertentu.
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang ditetapkan.
Langkah penerimaan bahan makanan :
112
1. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, segera dibawa
ke ruang penyimpanan, gudang atau ruang pendingin.
2. Apabila bahan maknan langsung akan digunakan, setelah ditimbang dan
doperiksa oleh bagian penyimpanan bahan makanan setempat dibawa
ke ruang persiapan bahan makanan.
b. Penyaluran bahan makanan
Pengertian :
Penyaluran bahan makanan adalah tata cara mendistribusikan bahan makanan
berdasarkan permintaan dari unit kerja pengolahan bahan makanan.
Tujuan :
Tersedianya bahan makanan siap pakai dengan jumlah dan kualitas yang tepat
sesuai pesanan dan waktu yang diperlukan.
Prasyarat :
1. Adanya bon permintaan bahan makanan
2. Tersedianya kartu stok/buku catatan keluar masuknya bahan makanan.
Prasyarat :
a. Tersedianya menu, pedoman menu, dan siklus menu
b. Tersedianya bahan makanan yang yang dimasak
c. Tersedianya peralatan pemasakan bahan makanan
d. Tersedianya aturan dalam menilai hasil pemasakan
e. Tersedianya prosedur tetap pemasakan
f. Tersedianya peraturan penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Tujuan :
Prasyarat :
114
2. Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti
3. Makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan sedikit kemungkinan
kesalahan pemberian makanan.
4. Ruang pasien terhindar dari bau masakan dan kebisingan pada waktu
pembagian makanan.
5. Pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat.
Kelemahan cara sentralisasi
1. Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan yang lebih banyak
( tempat harus luas, kereta pemanas mempunyai rak yang luas)
2. Adanay tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta pemeliharaan.
3. Makanan sampai ke pasien sudah agak dingin
4. Makanan mungkin sudah tercampur serta kurang menarik, akibat perjalanan
dari ruangan produksi ke pantry di ruang perawatan.
5.PELAYANAN NYERI
Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, tindakan atau
pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan makan
pasien diberikan informasi tentang kemungkinan timbul nyeri akibat tindakan,
atau prosedur pemeriksaan, dan pasien diketahui pilihan yang tersedia untuk
mengatasi nyeri .apapun yang menjadi sebab timbulnya nyeri jika tidak dapat
diatasi akan berpengaruh secara fisik maupun psikologis. Pasien dnegan nyeri
dilakukan asesemen dan pelayanan untuk mengatsi nyeri yang tepat.
1. Nyeri Ringan
a. Terapi Nonfarmokologi
a) Distraksi
Mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain sehingga menurunkan
kewaspadaan dan toleransi terhadap nyeri. Beberapa teknik distraksi antara
lain: (1) nafas lambat, berirama (2) massage and slow, rhythmic breathing (3)
rhythmic singing dan tapping (4) active listening (5) guide imagery.
Jenis-jenis distraksi yakni (1) distraksi visual seperti menonton tv (2) distraksi
auditori seperti music atau humor (3) distraksi taktil seperti menarik nafas dan
mengelus binatang dan (4) distraksi intelektual seperti bermain teka teki silang
atau melakukan hobi.(5) Imajinasi Terbimbing seperti membayangkan hal yang
indah
b) Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.
Teknik relaksasi akan memberikan ibdividu control diri ketika terjadi nyeri, rasa
tidak nyaman, dan emosi pada nyeri. Teknik ini meliputi meditasi, yoga dan
116
tidur, teknik imajinasi, zen dan latihan relaksasi progresif. Teknik relaksasi
terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan atara
lain: relaksasi untuk menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri
atau stress, menurunkan nyeri otot, menolong individu untuk melupakan nyeri,
meningkatkan periode istirahat, meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain, dan
menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri.
Stewart (1976;1959) menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut:
1. Pasien menarik nafas dalam
2. Menahannya di dalam paru
3. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor
dan rasakan betapa nyaman hal tersebut.
4. Pasien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
5. Pasien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-
lahan pada saat ini biarkan telapak kaki rileks. Perawat meminta kepada
pasien mengkonsentrasikan fikiran kepada kakinya yang terasa ringan dan
hangat.
6. Ulangi langkah ke 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut,
punggung, dan kelompok otot-otot lain.
7. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernafas secara perlahan.
Bila nyeri terjadi hebat pasien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
b. Terapi Farmakologi
a) Parasetamol
Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik.
Dapat dikombinasika dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang
lebih besar.
117
Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari, untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
2. Nyeri Sedang
a. Terapi Farmakologi
a) Obat Narkotika dan Obat Anti Inflamasi NSAID
b) Tramadol
- Merupakan analgetik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi
OAINS.
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang nyeri kanker,
osteoaethritis, yeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca herpetic, nyeri pasca operasi
- Efek Samping : Pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
- Jalur pemberian : intravena, epidural, rectal, dan oral
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg/hari
Dosis maksimal : 400 mg dalam 24 jam
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk
terhadap pengobatan atau memiliki resiko jatuh.
b. Terapi Fisik
a) Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri meliput
kompres hangat dan dingin.
b) Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang nyeri sehingga dapat membantu
mengatasi episode nyeri akut.
3. Nyeri Berat
Opioid
a. Contoh Opioid yang sering digunakan : MST (morfin), fentanyl injeksi, durogesik
(pentanyl) path, pethidin injeksi.
119
c. Adikasi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut
d. Pemberian Oral :
f. Injeksi Intramuscular
h. Injeksi Intravena
-0 = Sadar Penuh
-1 = Sedasi Ringan, kadang mengantuk,mudah dibangunkan
-2 = Sedasi Sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
dibangunkan
-3 = Sedasi Berat, Samnolen, sukar dibangunkan
120
-4 = Tidur Normal
Penangangan pasien yang mengalami nyeri dapat dilakukan dengan tiga strategi
yang penatalaksanaannya terdiri :
Pada pasien yang mengalami nyeri penanganannya dapat di lakukan oleh perawat
ruangan masing-masing. Pada pasien dengan nyeri sedang perawat dapat menghubungi
dengan dokter jaga. Pada pasien yang mengalami nyeri berat perawat menghubungi
DPJP untuk menjelaskan situasi pasien pada saat itu dan menyampaikan rencana untuk
menghubungi Tim Nyeri
a. Mendengarkan (lestening)
Mendengar (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik
( Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam
Suryani, (2005).
Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a) Pandang klien ketika sedang bicara
b) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
121
c) Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan
d) Hindarkan gerakan yang tidak perlu
e) Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik
f) Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).
b. Bertanya
c. Penerimaan
122
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
d. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan
mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).
e. Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d
dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau
klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh
menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan
informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada
perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam
memahami klien.
123
PASIEN
NYERI
TIM
PERAWAT DR. JAGA
NYERI
RUANAG
6. PELAYANAN DALAM TAHAP TERMINAL
N
Asesmen dan asesmen ulang bersifat individual agar sesuai dengan kebutuhan pasien
dalam tahap tahap terminal dan keluarganya. Asesmen dan asesmen ulang harus dinilai
kondisi pasien seperti :
124
Fakto resiko bagi yang ditinggal dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi
patologis atau kesedihan .
ASPEK KEPERAWATAN
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut :
c. Open Awareness
keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan tidak merasa
keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman.Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat
menyampaikan isu yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ.
a. Pernafasan ( Breath )
1) Apakah teratur atau tidak teratur,
2) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing, stridor,
crackles, dll,
3) Apakah terjadi sesak napas
4) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak.
125
5) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan jenisnya
6) Apakah memakai ventilasi mekanik ( ventilator ) atau tidak
b. Kardiovaskuler ( Blood )
1) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler.
2) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan pucat.
3) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lema teraba, hilang
timbul atau tidak teraba.
4) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam CmH2O.
6) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,
7) Lain – lain bila ada
c. Persyarafan ( Brain )
1) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan kesadaran
pasien.
2) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O.
3) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil.
4) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan.
5) Lain – lain bila ada.
d. Perkemihan ( Blader )
1) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
2) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
3) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan
dower kateter.
4) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana warnanya,
bagaimana baunya.
e. Pencernaan ( Bowel )
1) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
2) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
3) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
4) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
5) Apakah ada mual atau muntah.
6) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana
konsistensi,warna dan bau dari feses.
f. Muskulo Skeletal / Intergumen
126
1) Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas
2) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan, pucat atau
hiper pigmentasi.
3) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
4) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
lukanya.
6) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
7) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
frakturnya.
8) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.
127
5. Asesmen faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang dapat
membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada
ditahapan bargaining.
Intervensi Keperawatan :
Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien.
Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien.
Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas.
Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/infeksi kornea.
Lakukan oral hygiene.
Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada daerah
penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih untuk
mencegah dekubitus.
Lakukan manajemen nyeri yang memadai.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa.
Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga yang
berduka.
Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap
asuhan pasien, seperti penghentian bantuan hidup (with drawing life
support) atau penundaan bantuan hidup (with holding life support).
Pasien dalam tahap terminal membutuhkan asuhan dengan rasa hormat dan
empati yang terungkap dalam asesmen .untuk melaksanakan ini, staf diberikan
pemahaman tentang kebutuhan pasien yang unik saat dalam tahap
terminal.Kepedulian staf terhadap kenyamanan dan kehormatan pasien harus menjadi
proritas semua aspek asuahn pasien Selma pasein berada pada tahap terminal.
Rumahsakit menetapkan proses untuk mengelola asuhan pasien dalam tahan terminal
.proses ini meliputi
Intevensi pelayanan pasien untuk mengatasi yeri
128
Memebrikan pengobatan sesuai dengan gejala dan mempertimbangkan
keinginan pasien dan keluarga
Menyampaikan secara hati-hati soal sensitive
Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga
Mengajak pasien dan kelurga dalam semua aspek asuhan
Memperihatikan keprihatinan psikologis,emosional,spiritual serta buda pasien
dan keluarga.
ASPEK MEDIS
1. Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO).
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti
napas atau henti jantung.RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas
dan tidak menunjukan tanda – tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam
medisnya.
b. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator).
Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakit yang
berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
c. Pemberian Nutrisi
1) Feeding Tube
Sering kali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan makanan lewat mulut
langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk memenuhi
nutrisi pasien tersebut
2) Parenteral Nutrition
adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara langsung ke dalam
pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien.
d. Tindakan Dialisis
Tindakan dialisis diberikan pada pasien terminal yang mengalami penurunan fungsi
ginjal, baik yang akut maupun yang kronik dengan LFG < 15 mL/menit.Pada
keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin
dalam tubuh yang disebut sebagai uremia.
129
e. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan
pasien lainnya.Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada saluran pernapasan,
saluran kemih, peredaran darah, atau daerah trauma/operasi. Infeksi tersebut
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan masa
perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab meningkatnya risiko
infeksi ini bersifat multi faktorial, meliputi penurunan fungsi imun, gangguan fungsi
barrier usus, penggunaan antibiotik spektrum luas, katekolamin,
penggunaanpreparat darah, atau dari alat kesehatan yang digunakan (seperti
ventilator).Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk
hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila dilakukan
resusitasi maupun ventilator.
130
Indikasi dan keadaan klinis pasien yang membutuhkan with drawing /
with holding life support
2). Terapi yang sudah diberikan
3). Prognosis:
Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
b. Kondisi Terminal
Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan.Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan bantuan
hidup.Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan
terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
132
g) Kulit menjadi dingin dengan sentuhan, terutama tangan dan kaki; kulit bisa menjadi
berwarna kebiruan, terutama di bagian bawah tubuh (disebabkan oleh sirkulasi
menurun pada ekstremitas).
h) Berderak atau gemericik suara saat bernapas, yang mungkin keras; bernapas yang
tidak teratur dan dangkal; berkurangnya jumlah napas per menit; bernapas yang
bergantian antara cepat dan lambat (yang disebabkan oleh kemacetan dari
konsumsi menurun cairan, penumpukan produk limbah dalam tubuh, dan / atau
penurunan sirkulasi ke organ).
i) Beralih dari kepala ke arah sumber cahaya (yang disebabkan oleh penurunan
penglihatan).
j) Peningkatan kesulitan mengendalikan rasa sakit (yang disebabkan oleh
perkembangan penyakit).
Gerakan tak terkendali (disebut mioklonus), perubahan denyut jantung, dan hilangnya
refleksdi kaki dan tangan adalah tanda-tanda tambahan yang akhir hidup
133
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pelayanan kesehatan di Indonesia haruslah menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk
diperbaiki kondisi tersebut. Bukan hanya peranan dokter ataupun paramedis dalam
perwujudan hidup sehat melainkan partisipasi semua masyarakat. Harus ada perubahan
dalam upaya untuk hidup sehat.Dokter dan semua elemen dalam dunia kesehatan harus
lebih perduli terhadap masyarakat.
Aspek-apsek sosial haruslah dijunjung tinggi bukan hanya aspek financial yang
mendapatkan porsi perhatian secara lebih.Begitu juga dengan masyarakat harus
bersinergi dengan pelayanan kesehatan tersebut dengan menghargai dan melakukan
respon yang positif terhadap posisi mereka sebagai pelayan mesyarakat. Memang solusi
initerkesan teroris, akan tetapi perlu disadari bahwa perubahan itu tidak bisa dilakukan
secara tiba-tiba. Perubahan membutuhkan proses yang panjang dan melelahkan.
demikian, generalisasi akan kemampuan dokter dan rumah sakit kurang memadai dapat
dihilangkan. Ketika kepercayaan masyarakat akan kapasitas dokter yang ada di Indonesia
dapat dijawab dengan baik oleh dokter itu sendiri maka akan terjalin kerjasama yang
sangat baik antara kedua belah pihak
Ditetapkan di : LAHAT
134