Anda di halaman 1dari 154

BAB 1

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

1. PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM

Pelayan pasien adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung dari petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pasien.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan langsung dari


petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan memberikan kepuasan
kepada pasien.

Pelayanan adalah sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan


melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukanPelayanan
kesehatan saat ini memiliki paradigma baru yaitu menempatkan pasien sebagai
pelanggan dan menjadi fokus pelayanan, yang berarti kepuasan, keselamatan dan
kenyamanan merupakan hal utama bagi pasien. Harapan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan mencakup pelayanan yang indikatif dan bermutu, diberikan oleh
dokter dengan sikap dan perilaku yang profesional dan bertanggung jawab.Pola
hubungan dokter-pasien juga mengalami perubahan.Dokter sebagai pemberi pelayanan
kesehatan harus menghargai hak-hak pasien, transparan, akuntable, dan
memperhatikan aspek-aspek hukum.
Profesi seorang dokter dan paramedis merupakan tugas mulia bagi kehidupan
manusia dalam bidang kesehatan khususnya,Dengan demikian, seorang dokter dan
paramedis harus mempunyai kompetensi akademik, sehingga setelah selesai
pendidikannya akan memiliki kemampuan melaksanakan praktek sesuai keahliannya,
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

1
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak
mendapat kualitas asuhan yang sama dirumah sakit.

Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam :

a. Penerapan penggunaan regulasi dan Form Asesmen Awal-Asesmen Ulang


,panduan praktik klinis ,alur klinis Terintegrasi ,pedoman manejemen nyeri, dan
regulasi untuk berbagi tindakan antara lain pemberian tranfusi darah dsb.
b. Akses untuk asuhan dan pengobatan serta yang memadai yang diberikan oleh
praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu
tertentu.

RS.TK. IV.dr. Noesmir Baturaja mempunyai tenaga medis yang terdiri dari dokter
spesialis, dokter sub spesialis, dan dokter umum.

Pelayanan pasien yang diberikan oleh tenaga medis tidak tergantung atas hari-
hari tertentu atau waktu tertentu (hari libur), artinya dokter spesialis/sub spesialis tetap
dapat memberikan pelayanan dan pengobatan pasien.

Untuk tenaga paramedis di RS. TK. IV dr. Noesmir Baturaja mempunyai sistim
kerja shift.

Sistim shift terdiri dari 3 – 24 – 7, artinya 3 shift dalam 24 jam selama 7 hari.
Dalam setiap shift diketuai oleh ketua tim.

Tenaga paramedis pada kamar perawatan Kelas I, Kelas II, HCU terdiri dari 1
orang perawat berkopeten (ketua tim) dan 3 orang perawat pelaksana.

Sedangkan untuk tenaga paramedis untuk kamar perawatan HCU, dan kelas III,
terdiri dari 2 orang perawat berkompeten (ketua tim dan wakil), dan 4 orang perawat
pelaksana.

Semua tenaga paramedis RS.dr. Noesmir Baturaja ada umumnya berijazah DIII
Keperawatan.

2
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi psien menentukan alokasi sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pasien.
RS.TK. IV. dr. Noesmir Baturaja mempunyai panduan praktik klinik yang
seragam kepada pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.

Panduan praktik klinik pada pasien yang dirawat diruang Kelas I, kelas II, Kelas
III, HCU, seragam sesuai prosedur yang telah ditetapkan.

Setiap tindakan atau pemeriksaan penunjang yang diberikan kepada pasien


harus sama sesuai dengan kondisi pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien.

Untuk pelayanan yang menggunakan BPJS disesuaikan dengan peraturan yang


berlaku dari pihak BPJS.

d. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anastesi)


sama diseluruh Rumah Sakit.
e. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat diseluruh Rumah Sakit.
RS Tk. IV dr. Noesmir Baturaja merupakan rumah sakit yang mengacu kepada
undang-undang 1945 dan peraturan menteri kesehatan.

Setiap pasien memiliki kebutuhan asuhan keperawatan yang berbeda sesuai


dengan diagnosa penyakitnya.

RS Tk. IV dr. Noesmir Baturaja memberikan asuhan keperawatan kepada pasien


sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang sudah ditetapkan oleh pimpinan
rumah sakit.

3
2.0.CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI

Tujuan utama rumah sakit adalah memberikan perawatan pasien. Proses perawatan
pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi kesehatan serta dapat
melibatkan jenis perawatan, departemen dan layanan. Integrasi dan koordinasi kegiatan
perawatan pasien akan menghasilkan proses-proses perwatan yang efisien,
penggunaan sumber daya manusiadan lainnya yang efektif, serta kemungkinan kondisi
akhir yang lebih baik. Oleh karena itu pemimpin merupakansarana dan tekhnik untuk
mengintegrasi dan mengkoordinasi perawatan perawatan pasien yang lebih baik
misalnya, perawatan diberikan oleh tim, kunjungan terhadap pasien dilaksanakan oleh
departemen, formulir perencanaan perawatan bersama, rekam medis yang terintegrasi,
manager-manager kasus (Felita et al, 2011)

Rekam medis memfasilitasi dan mencerminkan integrasi dan koordinasi perawatan.


Secara khusus, setiap praktisi kesehatan : perawatan, dokter, ahli terapi, ahli gizi dan
profesional kesehatan lainnya mencatat pengamatan, pengobatan, hasil atau
kesimpulan dari pertemuan/diskusi perawatan pasien dalam catatan perkembangan
yang berorientasi masalah dalam bentuk SOAP (IE), dengan formulir yang sama dalam
rekam medis, dengan ini diharapkan dapat meningkatkan komunikasi antar profesional
kesehatan (Frelita situmorang, 2011:iyer patrecia and camp nancy, 2004).
Suatu rencana perawatan tunggal dan integrasi yang mengidentifikasi
perkembangan terukur yang diharapkan oleh masing-masing disiplin adalah lebih baik
dari pada rencana perawatan terpisah yang disusun oleh masing-masing praktisi.
Rencana perawatan pasien harus mencerminkan sarana sasaran perawatan yang khas
utuk masing-masing individu, objektif, dan realitis sehingga nantinya penilaian ulang
dan revisi rencana dapat dilakukan.
Pelayanan yang berfokus pasien membutuhkan dokumentasi integrasi yang
mewajibkan setiap profesi melakukan pencatatan pada dokumen yang sama. Metode
ini diharapkan dapat meningkatkan komunikasi yang efektif antar profesi, pencatatan
dapat dilakukan lebih optimal karena semua profesi menulis pada dokumen yang sama,
meminimalkan mis komunikasi, menurunkan angka kejadian tidak diharapkan dan pada
akhirnya itu semua bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan berdampak

4
pada peningkatan mutu pelayanan ( frelita, situmorang, & silitonga, 2011: iyer patricia
and camp nancy, 2004).

2.1.REKAM MEDIS

Lahirnya rekam medis berjalan sejajar dengan lahirnya ilmu kedokteran karenanya
sejak Zaman (Paleolithic) lebih kurang 25.000 SM di Spanyol rekam medis telah ada,
tetapi dalam bentuk yang primitif sekali berupa pahatan pada dinding gua.

Imhotep adalah dokter yang pertama menjalankan rekam medis. Hidup di zaman
Piramid 3.000-2.500 SM. Ia adalah pegawai negeri tinggi, Kepala Arsitek Negri serta
penasehat Medis Fira’un, kemudian ia dihormati sebagai medical demiggod seperti
Aesculapius : Ia membuat Papyrus (dokumen ilmu kedokteran kuno yang berisi 43
kasus pembedahan). Papyrus ini selama berabad-abad menghilang dan baru
diketemukan pada abad XIX oleh seorang berkebangsaan Inggris bernama Edwin
Smith, hingga kemudian dinamakan : Edwin Smith Papyrus. Papyrus ini saat ini
disimpan di New York Academy of Medicine, USA.

Kapten Jhon Grant adalah orang yang pertama kali mempelajari Vital Statistik
pada tahun 1661.Ia melakukan penelitian atas Bilis of Mortality (angka Kematian). Pada
abad XVIII Benyamin Franklin dari USA mempelopori berdirinya rumah sakit
Pennsylvania di Philadelpia (1752).Rekam medis sudah ada pada tahun 1873 dan
indeks pasien baru disimpan.

Tahun 1771 Rumah Sakit New York dibuka, pada tahun 1793 register pasien
dikerjakan. Tahun 1862 mulai dicoba menggunakan indeks penyakit.Pada tahun 1914
istilah-istilah kepenyakitan baru dapat diterangkan.

Pada tahun 1801 Rumah Sakit Umum Massacussect di Boston dibuka memiliki
rekam medis dan katalog lengkap.Tahun 1871 mulai diinstruksikan bahwa pasien
dirawat harus dibuat KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien).

5
Tahun 1870-1893 Library Bureu mulai mengerjakan penelitian katalog pasien.
Tahun 1895 -1867 Ny. Grece Whiting Myerors terpilih sebagai Presiden pertama dari
Association of Record Librarian of North America.Ia adalah ahli medical record pertama
di rumah sakit.Pada abad XX rekam medis baru menjadi pusat perhatian secara khusus
pada beberapa rumah sakit, perkumpulan ikatan dokter/rumah sakit di negara- negara
barat.

Tahun 1902 American Hospital Association untuk pertama kalinya melakukan


diskusi rekam medis.Tahun 1905 beberapa buah pikiran dokter diberikan untuk
perbaikan rekam medis. Tahun 1905 Dokter George Wilson seorang dokter
kebangsaan Amerika dalam rapat tahunan American Medical Association ke 56
membacakan naskahnya : “Aclinical Chart for The Record of Patient in Small Hospital “
yang kemudian diterbitkan dalam Journal of American Association terbit 23-9-1905. Isi
naskah itu adalah tentang pentingnya nilai medical record yang lengkap isinya demi
kepentingan pasien maupun bagi pihak rumah sakit.

Berikut adalah perkembangan selanjutnya :

1. Tahun 1935 di USA muncul 4 buah sekolah Rekam Medis.


2. Tahun 1955 berkembang menjadi 26 sekolah terdapat 1000 lulusan.
3. Tahun 1948 Inggris membuat 4 sekolah rekam medis.
4. Tahun 1944 Australia membuat sekolah rekam medis oleh seorang ahli RM dari
Amerika yang bernama Ny. Huffman, di Sydney dan Melbourne.

Dengan demikian dunia internasional sudah menyadari bagaimana pentingnya


tulisan-tulisan serta catatan mengenai penyakit seseorang sehingga harus disusun
dengan sebaik-baiknya dan catatan medis inilah yang kita namakan dengan rekam
medis.

Semenjak masa pra kemerdekaan rumah sakit di Indonesia sudah melakukan


kegiatan pencatatan, hanya saja masih belum dilaksanakan dengan penataan baik,
atau mengikuti sistem yang benar, penataan masih tergantung pada selera pimpinan
masing-masing rumah sakit.

6
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1960, kepada semua
petugas kesehatan diwajibkan unatuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas
rekam medis.Kemudian pada tahun 1972 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.034/Birhup/1972, ada kejelasan bagi rumah sakit menyangkut kewajiban untuk
menyelenggarakan medical record. Bab I ps 3 menyatakan bahwa guna menunjang
terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka setiap rumah sakit:

 Mempunyai dan merawat statistik yang up to date.


 Membuat medical record yang berdasarkan ketentuan ketentuan yang telah
ditetapkan.

Maksud dan tujuan dari peraturan-peraturan tersebut adalah agar di institusi


pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, penyelenggaraan rekam medis dapat
berjalan dengan baik.Pada tahun 1972-1989 penyelenggaraan rekam medis belum
berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Maka dengan diberlakukannya Permenkes No.749a menkes/per/XV/tahun 1989


tentang rekam medis / medical record yang merupakan f semua tenaga medis dan para
medis di rumah sakit yang terlibat dalam penyelenggaraan rekam medis harus
melaksanakannya. Dalam pasal 22 sebagai salah satu pasal permenkes No. 749a
tahun 1989 tersebut disebutkan bahwa hal-hal tehnis yang belum diatur dan petunjuk
pelaksanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal sesuai dengan bidang
tugas masing-masing. Sejalan dengan pasal 22 tersebut maka Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik telah menyusun Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Rekam
Medis/Medical Record di Rumah Sakit dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pelayanan Medik No. 78 Tahun 1991 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Rekam Medis di Rumah Sakit.

2.2.PEMBERI PELAYANAN PASIEN

kerjasama tim para pemberi asuhan pasien merupakan prasyarat untuk


mencapai tujuan tersebut, dan dilengkapi dengan komunikasi yang baik. Serta tidak
dapat dipungkiri bahwa peranan dokter sebagai ketua tim sangat besar dan sentral

7
dalam menjaga keselamatan pasien, karena semua proses pelayanan berawal dan
ditentukan oleh dokter. Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah
pentingnya faktor catatan medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses
pelayanan terhadap pasien direkam secarareal timedan akurat. Sehingga apabila
terjadi sengketa medis rekam medis ini benar benar dapat menjadi alat bukti bagi
rumah sakit bahwa proses pelayanan telah dijalankan dengan benar dan sesuai
prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat pula berfungsi sebagai masukan untuk
memperbaiki proses pelayanan yang ada.

Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien(patient care)adalah


asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang dalam standar keselamatan
pasien disebut DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pelayanan.

2.3.TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF

Keselamatan pasien atau “patient safety” merupakan salah satu isu utama dalam
pemberian pelayanan kesehatan. Isu ini dimulai ketika pada tahun 1999 IOM’s (Institute
of Medicine’s) melaporkan tingginya angka kematian dan kerugian ekonomi yang
dikarenakan oleh kesalahan pengobatan di Amerika, hal ini mendorong negara-negara
anggota WHO untuk menyepakati resolusi World Health Assembly pada tahun 2002
sebagai pengakuan atas kebutuhan keselamatan pasien (American Academy of
Pediatric, 2011 dan Aspden et al, 2004). Kesadaran akan pentingnya keselamatan
pasien semakin meningkat dengan dikeluarkannya international patient safety goals
oleh Joint Commission International yang menutut semua departemen rumah sakit
untuk menegakkan keselamatan pasien dan menekan angka kejadian yang
membahayakan pasien yang ditimbulkan oleh tindakan medis maupun tindakan
perawatan lainnya (Joint Commission International, 2013).

Dewasa ini ilmu pengetahuan semakin maju, masyarakat pun semakin cerdas dan
kritis dalam setiap tindakan di bidang medis.Oleh karena itu maka sebagai rumah sakit
yang memberikan pelayanan kesehatan merasa penting untuk memiliki panduan
tentang tindakan invasive dan non invasive. Agar terdapat keseragaman di kalangan

8
petugas rumah sakit dalam melakukan tindakan baik invasive maupun non
invasive.penerapan ceklist keselamatan diluar kamar operasi mulai muncul setelah
kesuksesan surgical safety checklist dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas
terkait pembedahan (Haynes et al, 2009). Ceklist keselamatan ini digunakan untuk
mencegah kejadian yang melibatkan salah pasien, salah lokasi, salah prosedur dan
kesalahan anastesi dalam prosedur yang berisiko tinggi yang dilakukan di luar kamar
operasi seperti di ruang tindakan, unit gawat darurat maupun diatas tempat tidur pasien
(Novello dan Pataki, 2006 ; Farris et al, 2012 ; Browne, 2014). Penerapan ceklist ini
terbukti dapat meningkatkan kesadaran akan keselamatan pasien, kerjasama tim,
meningkatkan komunikasi, kepatuhan terhadap proses, efisiensi tindakan, dan dapat
mengurangi kejadian yang membahayakan dalam penggunaan 1 tahun pertama
(Norton dan Rangel, 2010 ; Koetser et al, 2013 ; Corso et al, 2014).

2.4.PEMBERIAN INFORMASI EDUKASI YANG EFEKTIF

Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai
antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi pada
prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan.Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide
dari satu pihak kepihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas
ide yang dipertukarkan tersebut.

Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit
sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter.
Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku
pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan
dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa
diterapkan di segala situasi.

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter.Kompetensi komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia,
sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang

9
dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja
tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut.

Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di
hadapan dokter sehingga takut bertanya danbercerita atau mengungkapkan diri.
Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang
harus kita perbaiki.Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga
pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang
dialaminya secara jujur dan jelas.Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi
pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.

Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu
yang lama.Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena
petugas, perawat dasn dokter terampil mengenali kebutuhan pasien.Atas dasar
kebutuhan pasien, perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah
kesehatan bersama pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman
komunikasi efektif untuk petugas, perawat dan dokter di RS dr Noesmir untuk
memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.

2.5. KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada lima hal penting terkait dengan keselamatan rumah dirumah sakit yaitu :
keselamatan pasien, keselamatan petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan, keselamatan lingkungan, keselamatan bisnis rumah sakit.
Pelayanan kesehatan pada dasar adalah menyelamatkan pasien.namun harus
diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan
dirumah sakit menjadi semakin komplek dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan KTD (adverse event) bila tidak dilakukan dengan hati-hati.
Di Indonesia, setelah pada bulan juni s/d Agustus 2006 PERSI,KKPRS,KARS
dan Departemen Kesehatan,bekerja sama dengan Becton Dickinson,melakukan “Road
Show”sosialisasi program Keselamatan Pasien di 12 kota dihadapan total 461 rumah

10
sakit,terlihat bahwa Keselamatan Pasien mulai menjadi prioritas di berbagai rumah
sakit.
Rumah sakit dapat memilih berbagai program Keselamatan Pasien : mulai dari
upaya klasik Keselamatan Pasien seperti meningkatkan program pengendalian infeksi
di rumah sakit dengan program “hand hygiene”, program K3 RS (versi KARS yaitu
Keselamatan Kerja,Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana),Informed Consent,Safe
Blood Transfusion dsb. Namun sebaiknya rumah sakit Menerapkan Keselamatan
pasien dalam lingkup Kerangka Komperhensif (KKPRS) yaitu selain upaya klasik,juga
upaya baru seperti penerapan 7 langkah Keselamatan Pasien, Standar Keselamatan
Pasien.Disamping itu juga upaya diagnostik terhadap laporan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP) dan yang terakhir pemahaman taksonomi / klasifikasi Keselamatan
Pasien.
Salah satu program yang menjadi dasar Keselamatan Pasien adalah menekan /
menurunkan insiden Keselamatan Pasien beserta KTD / KNC. Buku Pedoman
Pelaporan IKP ini dengan tujuan umum : Menurunnya Insiden Keselamatan Pasien
(KTD dan KNC) dan meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, akan
menuntun rumah sakit dalam upaya menyusun Sistem Pelaporan IKP, dengan elemen-
elemen Alur Pelaporan (Bab II), Analisis Matrix Grading Risiko (Bab III)Petunjuk
Pengisian Laporan IKP ( Bab IV), serta format Formulir Laporan IKP baik Internal
maupun External ke KKPRS.

3.0.IDENTIFIKASIPASIENDAN PELAYANANRESIKO TINGGI


Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesment pasien risiko ,identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien ,pelaporan dan analisis
insiden kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut nya serta implememtasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risikodan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (kemenkes RI 2011.Risiko adalah peristiwa atau keadaan
yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh negative terhadap rumah
sakit,sumberdaya jasa, pelanggan ,masyarakat,dan lingkungan.

11
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan.Pasien yang dimasukkan kedalam kondisi
risiko tinggi karna umur,kondisi atau kebutuhan yang bersifat kritis,anak dan manula
dimasukkan dalam kelompok risiko tinggi karna mereka sering tidak dapat
menyampaikan pendapatnya ,tidak mengerti proses pelayanan dan tidak dapat ikut
memberi keputusan tentang pelayanan nya .Demikian pula pasien yang ketakutan
,bingung,koma.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan sebagian termasuk
yang berisiko tinggi karna memerlukan peralatan kompleks yang diperlukan untuk
pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialysis),sifat pengobatan
(penggunaan darah atau produk darah),Rumah sakit juga melakukan identifikasi risiko
sampingan sebagai akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan ( perlu nya
pencegahan ulcus decubitus ,jatuh,plebitis).
Oleh karna itu kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi
staf untuk memberikan pelayanan kepada pasien ,memberirespon yang
cermat,kompetendan dengan cara seragam.
Dalam hal ini pimpinan Rumah sakit bertanggung jawab sesuai dengan populasi
pasien untuk:
1. Identifikasi pasien yang digolongkan sebagai resiko tinggi
2. Identifikasi pelayanan yang digolongkan sebagai resiko tinggi
3. Melalui proses kolaborasi menetapkan regulasi asuhan
4. Melatif staf untuk melaksanakan regulasi
Regulasi untuk asuhan disesuaikan dengan populasi pasien resiko tinggi dan
pelayanan resiko tinggi yang berguna untuk menurunkan resiko dalam Rumah sakit.
Penting dipahami bahwa prosedur dapat mengidentifikasi :
 Bagaimana rencana akan berjalan, termasuk identifikasi perbedaan
populasi anak, dewasa atau pertimbangan khusus lainnya.
 Dokumentasi yang dibutuhkan agar tim asuhan dapat bekerja dan
berkomunikasi efektif
 Keperluan informed consent
 Keperluan monitor pasien

12
 Kualifikasi khusus staf yang terlibat dalam proses asuhan
 Teknologi medis khusus tersedia dan dapat digunakan

Menurut kebijakan Rs. Tk IV Dr.Noesmir Baturaja daftar pasien resiko tinggi


dinilai dari diagnose, antara lain :
1. Pasien Emergensi
 HT Krisis
 Kejang Demam
 Stroke
 Dm dengan penurunan kesadaran
 Hipoglikemi
 Jantung
2. Penyakit menular
 TB
 HIV
 Hepatitis
 Varisela
3. Pasien dengan koma
 Stroke hemoragik
 Diabetikum
 Sepsis dengan penurunan kesadaran
4. Pasien dengan alat bantu hidup dasar
 Pasien henti nafas dan henti jantung
5. Pasien immunosupresed
 Hiv
6. Pasien dengan restraint
 Pasien gelisah
 Pasien gangguan jiwa
7. Pasien resiko bunuh diri
 Pasien gangguan jiwa

13
8. Pasien populasi rentan, lansia, anak-anak dan pasien beresiko tindak
kekerasan atau di telantarkan
 Menurut Umur
a. Usia Bayi - Balita ( 0 – 5 Tahun )
 BBLR
o Asfiksia Neonatorum
 Ikterus
o Kejang
o Hypotermi
o Hypertermi
o Hypoglikemi

b. Usia Anak ( 5- 11 Tahun )


 TB pada Anak
 Kejang
 Hypertermi

c. Usia Lansia ( 46 – 65 Tahun )


 Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik,
osteoporosis, osteoarthritis
 Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, angina, cardiac
attack, stroke, anemia, PJK
 Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
 Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal
Ginjal Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
 Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus,
obesitas
 Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
 Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker
 Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun dll.

14
3.1 DETEKSI (MENGENALI PERUBAHAN KONDISI PASIEN)

EARLY WARNING SYSTEM (EWS)

Early warning system adalah suatu system permintaan bantuan untuk mengatasi
masalah kesehatan pasien secara dini. Staf rumah sakit yang tidak bekerja di daerah
pelayanan krisis atau intensif mungkin tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang
cukup untuk mmelakukan asesmen serta mengetahui pasien yang akan masuk dalam
kondisi kritis. Padahal banyak pasien di luar daerah pasien kritis mengalami keadaan
kritis selama di rawat inap. Seringkali pasien memperlihatkan tanda bahaya dini contoh
tanda-tanda vital yang memburuk daan perubahan kecil status neurologis sebelum
mengalami penurunan kondisi klinis yang meluas sehingga mengalami kejadian yang
tidak diharapkan.

Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-dininya
pasien yang kondisinya buruk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung
atau gagal paru sebelumya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di luar kisaran
normal yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk.

Ada 4 macam metode early warning system dalam menangani kondisi pasien :

1. Nilai EWS 0 maka di anjurkan monitoring TTV dan pantau kondisi pasien minimal
satu kali, kemudian catat pada lembar observasi pasien dan ikut petunjuk respon
klinis.
2. Nilai EWS 1-4 (rendah) dilakukan langkah-langkah seperti lapor hasil EWS ke
dokter verifikasi maksimal 1 jam, menentukan frekuensi monitoring perlu di
tambah lalu pantau setiap 4 jam dan catat jika kedepannya di temukan skor
dibawah 1 penanganan ke klinis skor 0 tapi jika diatas 4 lanjutkan ke rugalasi
tahap berikutnya.
3. Nilai EWS 5-6 (medium) pertama laporkan hasil kepada dokter, lakukan verifikasi
30 menit sebelum, pantau setiap 1 jam sampai kondisi membaik dan catat di
integrasi. Jika kondisi menunjukn skor di bawah 5 maka tangani ke klinis skor
rendah tapi kalau menunjukan skor di atas 6 tingkatkan observasi setiap 30
menit

15
4. Nilai EWS di atas 7 lapor hasil ke dokter lakukan verifikasi, lakukan pemeriksaan
dan penangan 15 menit sejak aktifasi EWS, Lapor ke DPJP informasi kondisi
pasien kepada keluarga. Jika keadaan memburuk maka dengan izin DPJP
konsultasikan rawat di High Care Unit.

3.2 . PENANGANAN PELAYANAN RESUSITASI


Pelayanan resusitasi diartikan sebagai intervensi klinis pada pasien atau korban
yang mengalami kejadian mengancam hidup seperti henti paru dan jantung. Pada saat
henti jantung atau paru maka pemberian kompresi pada dada atau bantuan pernafasan
akan berdampka pada hidup atau matinya pasien atau setidaknya menghindari
kerusakan jaringan otak.
American Heart Association (AHA) mengeluarkan panduan untuk melakukan
RJP (Resusitasi Jantung Paru) terbaru. Rekomendasi terbaru menunjukkan bahwa
penolong harus lebih berfokus pada kompresi dada ketimbang pernapasan buatan
melalui mulut.Panduan terdahulu (2005) menekankan pada penanganan “ABC”
(Airway, Breathing, Chest Compression) yaitu dengan melakukan pemeriksaan jalan
napas, melakukan pernapasan buatan melalui mulut, kemudian memulai kompresi
dada.Panduan terbaru (2010) yang dikeluarkan oleh AHA lebih menekankan pada
penanganan “CAB” (Chest Compression, Airway, Breathing) yaitu dengan terlebih
dahulu melakukan kompresi dada, memeriksa jalan napas kemudian melakukan
pernapasan buatan.Panduan ini juga mencatat bahwa pernapasan buatan melalui
mulut boleh tidak dilakukan pada kekhawatiran terhadap orang asing dan kurangnya
pelatihan formal. Sebenarnya, seluruh metode ini memiliki tujuan yang sama, yaitu
membuat aliran darah dan oksigen tetap bersirkulasi secepat mungkin.
Pada tahun 2008, AHA menyatakan bahwa penolong tak terlatih atau mereka
yang tidak mau melakukan pernapasan buatan melalui mulut dapat melakukan
kompresi dada hingga bantuan medis datang.Panduan terbaru (2010) dari AHA
menyarankan kompresi dada terlebih dahulu baik bagi penolong terlatih maupun
penolong tidak terlatih.The American Heart Association (AHA) menyarankan, ketika
seorang dewasa ditemukan tidak responsif dan tidak bernapas atau mengalami
kesulitan bernapas, setiap orang yang ada di sekitarnya wajib untuk menghubungi

16
tenaga kesehatan kemudian segera melakukan kompresi dada. Setelah mengaktifkan
bantuan tenaga kesehatan dan melakukan kompresi dada, maka tindakan berikutnya
yang harus dilakukan adalah dengan stregera bisa mendapatkan akses terhadap AED
(automatic external defibrillator), sebuah alat bantu kejut jantung yang dapat membantu
ritme jantung kembali normal. Ketiga mata rantai awal ini dapat membantu
meningkatkan keberhasilan pertolongan dan angka kehidupan pada korban.Perubahan
panduan ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berarti pada hasil dari tindakan RJP
kompresi dada dan pernapasan buatan dengan RJP kompresi dada saja.
Code blue adalah kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area rumah
sakit.Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Panggilan code
blueharus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac
ataurespiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas)
misalnyapasien yang membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR).
Code Blue Team adalah suatu tim yang terdiri dari dokter dan paramedis
yangdibentuk sebagai tim terlatih yang akan merespon secara cepat setiap panggilan
code blue untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini dilengkapi denganperalatan
dan obat-obatan emergency seperti Dc-shock , peralatan intubasi,suction, oksigen,
ambubag, obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin)dan tempat untuk menstabilkan
pasien.
Panduan “Resusitasi Jantung Paru” terbaru ini menjadi lebih mudah dilakukan
juga bagi orang awam karena menekankan pada kompresi dada untuk
mempertahankan aliran darah dan oksigen dalam darah tetap mengalir ke jantung dan
otak. Kompresi dada memang cenderung lebih mudah untuk dilakukan, dan setiap
orang dapat melakukannya. Kompresi dada dapat dilakukan dengan meletakkan satu
tangan di atas tangan yang lain dan menekan dengan kuat pada dada korban. Panduan
RJP yang baru ini menekankan bahwa penolong harus berfokus memberikan kompresi
sekuat dan secepat mungkin, 100 kali kompresi dada per menit, dengan kedalaman
kompresi sekitar 5-5,5 cm. Dan, sangat penting untuk tidak bersandar pada dada ketika
melakukan kompresi dada pada korban. Penolong tidak perlu takut dan ragu untuk
melakukan kompresi dada yang dalam karena risiko ketidakberhasilan justru terjadi
ketika kompresi dada yang dilakukan kurang dalam.
Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada semua penderita yang mengalami
gagal jantung atau pada orang yang sudah mengalami kerusakan pernafasan atau

17
sirkulasi yang tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup, melainkan yang mungkin untuk
hidup lama tanpa meninggalkan kelainan di otak.Keberhasilan resusitasi dimungkinkan
oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis.Mati klinis terjadi bila
dua fungsi penting yaitu pernafasan dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika
keadaan ini tidak ditolong akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Resusitasi jantung
paru yang dilakukan setelah penderita mengalami henti nafas dan jantung selama 3
menit, presentasi kembali normal 75 %tanpa gejala sisa. Setelah 4 menit presentasi
menjadi 50 % dan setelah lima menit menjadi 25 %. Maka jelaslah waktu yang sedikit
itu harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.Disamping mati klinis dan
biologis dikenal dengan istilah mati social yaitu keadaan dimana pernafasan dan
sirkulasi terjadi spontan atau secara buatan, namun telah mengalami aktifitas kortikal
yang abnormal.Penderita dalam keadaan sopor atau koma tanpa kemungkinan untuk
sembuh dan dinyatakan dalam keadaan vegetatif.Agar resusitasi dapat berjalan
maksimal tentu saja memerlukan penolong yang cekatan dan terampil.Waktu satu
menit sangat berguna dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita.

3.3. PELAYANAN PASIEN DENGAN PENGGUNANANPEMBERIANKOMPONEN


DARAH
Tranfusi darah merupakan salah satu pelayanan kesehatan .Penggunaan
darahyang tepat ,rasional dengan pengamanan yang baik sangat bermanfaat untuk
menyelamatkan nyawa dan memperbaiki kesehatan.Tindakan tranfusi darah bukanlah
tindakan medis yang tanpa resiko .Berbagai penyakit menular termasuk HIV,hepatitis
dan lain –lain,dapat di tularkan lewat tranfusi darah Disamping itu komplikasi dalam
bentuk reaksi tranfusi dapat terjadi selama dan sesudah pemberian tranfusidarah.
Oleh karna itu keamanan dan efektivitas tranfusi darah bergantung pada pasokan
darah yang aman, berkesinambungan, terjangkau baik dari sudut jarak maupun biaya
dan merata secara nasional, dan penggunaan klinis darah dan produk darah yang
rasional dan atas indikasi klinis.

18
Kualitas dan keaman an darah maupun produk darah harus dijamin selama proses
penyediaan mulai dari tahap seleksi donor darah sampai penyampaiannya kepada
penderita

3.4. PELAYANAN PASIENMENGGUNAKAN PERALATANBANTUAN HIDUP


DASARATAU KOMA

Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai


dalam praktek sehari-hari. Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang
berada di kedua hemisfer serebridan Ascending Reticular Activating System (ARAS)
Jika terjadi kelainan pada kedua 19embra ini, baik yang melibatkan 19embra anatomi
maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan
berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian
atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral
yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS
tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
subthalamus,19embrane1919mi, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat
kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain 19 embrane 19 19 mitter
kolinergik, monoaminergik dan gammaaminobutyric acid (GABA) Respon gangguan
kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang berpengaruh kepada
19 embra arousal yaitu respon 19 embrane 19 yang merupakan manifestasi
rangkaianinti-inti di batang otak dan serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks
serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua
korteks ini berperan dalamkesadaran akan diri terhadap lingkngan atau input-input
rangsangan sensoris, hal ini disebut jugasebagai awareness. Pada referat ini akan
dibahas mengenai definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunankesadaran,
patofisiologi, diagnosis serta diagnosis penurunan kesadaran akibat 19 embrane 19
danstruktural dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik
umum maupun khusus.

19
3.5. PELAYANAN PASIENDENGAN PENYAKIT MENULAR DAN PENURUNAN
DAYA TAHAN (IMMUNOSUPRESED)

Mikroorganisme dapat hidup di manapun dalam lingkungan kita.Pada manusia


dapat ditemukan pada kulit, saluran pernafasan bagian atas, usus dan organ genital.
Disamping itu mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air dan
udara. Beberapa mikroorganisme lebih 20embrane dari yang lain, atau lebih mungkin
menyebabkan penyakit. Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian
besar jenis virus.Jumlah organisme yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi pada
pejamu / host yang rentan bervariasi sesuai dengan lokasi.Risiko infeksi cukup rendah
ketika organisme kontak dengan kulit yang utuh, dan setiap hari manusia menyentuh
benda dimana terdapat sejumlah organisme dipermukaannya. Risiko infeksi akan
meningkat bila area kontak adalah 20embrane mukosa atau kulit yang tidak utuh. Risiko
infeksi menjadi sangat meningkat ketika mikroorganisme berkontak dengan area tubuh
yang biasanya steril, sehingga masuknya sejumlah kecil organisme saja dapat
menyebabkan penyakit.

Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada sel-
sel fagositik, limfosit B, limfosit T atau komplemen. Imunodefisiensi dapat
diklasifikasikan sebagai kelainan yang primer atau sekunder dan dapat pula dipilah
berdasarkan komponen yang terkena pada sistem imun tersebut adalah sbb :

1. Imunodefisiensi Primer

Imunodefisiensi primer merupakan kelainan langka yang penyebabnya bersifat genetik


dan terutama ditemukan pada bayi serta anak-anak kecil.gejala biasanya timbul pada
awal kehidupan setelah perlindungan oleh antibodi maternal menurun. tanpa terapi,
bayi dan anak-anak yang menderita kelainan ini jarang dapat bertahan hidup sampai
usia dewasa. Kelainan ini dapat mengenai satu atau lebih komponen pada sistem imun.

20
2. Imunodefisiensi Sekunder

Imunodefisiensi sekunder lebih sering menjumpai dibandingkan defisiensi primer dan


kerapkali terjadi sebagai akibat dari proses penyakit yang mendasarnya atau akibat dari
terapi terhadap penyakit ini. Penyebab umum imonodefisiensi sekunder adalah
malnutrisi, stres kronik, luka bakar, uremia, diabetes mellitus, kelainan autoinum
tertentu, kontak dengan obat-obatan serta zat kimia yang imunotoksik. Penyakit AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan imonodefisiensi sekunder yang
paling sering ditemukan. Penderita imonosupresi dan sering disebut sebagai hospes
yang terganggu kekebalannya (immunocompromised host). Intervensi untuk mengatasi
imunodefisiensi sekunder mencakup upaya menghilangkan faktor penyebab, mengatasi
keadaan yang mendasari dan menggunakan prinsip-prinsip pengendalian infeksi yang
nyaman

3.6 PELAYANAN PASIEN DIALISIS

Pasien-pasien dialisis kebanyakan menjalankan terapi ini di rumah sakit. Tetapi,


tidak sedikit dari pasien tersebut yang menjalankan terapi ini di rumah. Terdapat sekitar
354,754 pasien di Amerika yang menjalani terapi dialisis, 325,229 diantaranya
menjalankan terapi hemodialisis di rumah sakit, 2,455 menjalankan terapi hemodialisis
di rumah mereka, dan 26,114 sisanya menjalankan terapi peritoneal dialisis (NKUDIC,
2009).

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunkan


alatkhusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomelurus
yangrendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan
kualitas hidup pasien.

Unit Hemodialisis adalah tempat pelayanan hemdialisis yang terdiri dari minimal
+mesin dialisis, didukung dengan unit permurnian air.keadaan gagal ginjal, pasien
membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal untuk memperpanjang dan
mempertahankan kualitas hidup yang optimal.

21
pasien hemodialisis mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi
kardiovaskular.oleh karena itu penanganannya harus dilakukan oleh seorang dokter
yang memilikikualifikasi Subspesialis (konsultan Ginjal hipertensi ) atau oleh dokter
yang memiliki kompetensi dibidang hemodialysis.

3.7 PELAYANAN PASIEN YANG DIBERIKAN PENGHALANG ( RESTRAINT)

Tingkah laku adalah aksi,reaksi,terhadap perangsangan dari lingkungan.Tingkah


laku dapat mengalami suatu perubahan yg relative menetap. Tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh karakteristik individu dan lingkungannya. Faktor lingkungan memiliki
kekuatan besar dalam menentukan perilaku atau kebiasaan adapun tehnik-tehnik
dalam menangani tingkah pasien yaitu, komunikasi dengan pasien atau keluarga dalam
Tehnik pengendalian fisik merupakan tehnik menahan gerakan pasien dengan cara
mengunci (mengikat) gerakan tangan ataupun kaki pasien sehingga memudahkan
perawatan. Tehnik ini biasanya digunakan pada pasien yang mengalami gangguan
kondisi seperti gangguan kepribadian sehingga tidak mencederai,tidak membahayakan
orang lain,merusak lingkungan dan peralatan dan gaduh gelisah.Tehnik ini biasanya
digunakan pada pasien yang mengalami gangguan kondisi tertentu seperti, gangguan
kepribadian. Tujuan penggunaan tehnik ini adalah untuk mencegah terjadinya luka atau
pun hal-hal yang tidak diinginkan pada pasien ataupun orang lain yang terlibat dalam
perawatan. Manfaat penggunaan tehnik pengendalian fisik (restraint)cadalah supaya
pasien yang mengalami gangguan kepribadian ataupun pasien yang tidak dapat
menjadi kooperatif dapat mendapatkan perawatan dengan baik.

3.8. PELAYANAN PASIEN POPULASI KHUSUS

Anak amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus
kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia
yang harus dijunjung tinggi.Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi
manusiayangtermuatdalam Undang-Undang
Dasar1945danKonvensPerserikatanBangsa BangsatentangHak-Hak Anak.

22
Salahsatu hak asasi anak adalah jaminanuntukmendapatkan perlindungan yang
sesuai dengannilai-nilaiagama dan kemanusiaan.Jaminan perlindungan
hakasasitersebut sesuai dengannilai-nilai Pancasila dantujuanNegara
sebagaimanatercantumdalamPembukaanUUD 1945.
Hingga saat ini sarana dan uapaya untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap kedudukan, hak, kewajiban dan peran para penyandang cacat telah di atur
dalam undang-undang No.4 tahun 1997 tentang penyandang cacat dan berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah ketenaga kerjaan, pendidikan
nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas dan angkutan jalan.

Namun demikian upaya perlindungan saja belum lah memadai dengan


pertimbangan bahwa jumlah penyandang cacat terus meningkat dari waktu kewaktu
dan hal ini memerlukan sarana dan upaya lain terutama dengan penyediaan sarana
untuk memperoleh kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan, khusus dalam meperoleh pelayanan kesehatan.

Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara


dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup
penduduknya. Diperkirakan harapan hidup orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun
pada tahun 2000.

Kesejahteraan penduduk usia lanjut karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak
memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993).Berbagai upaya telah
dilaksanakan oleh instansi pemerintah diantaranya pelayanan kesehatan, sosial,
ketenagakerjaan dan lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingkat
individu lansia, kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sarana
pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), tingkat pertama (sekunder), tingkat
lanjutan, (tersier) untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia.

3.9 PELAYANAN PASIEN KEMOTRAPI

kanker merupakan penyebab kematian ke dua di dunia. Menurut laporan Badan


Kesehatan dunia (WHO) tahun 2003, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus

23
penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun timbul lebih dari 10
juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun kurang
lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita baru penyakit kanker
meningkat hamper 20 juta penderita, 84 juta orang di antaranya akan meninggal pada
sepuluh tahun ke depan. Diperkirakan setiap 11 menit ada satu penduduk dunia
meninggal karena kanker dan setiap 3 menit ada satu penderita kanker baru (Jauhari,
2009).
Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara
sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, local
maupun metastatis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya
karena bersifat sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian
melalui infuse, dan sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker
terutama kanker stadium lanjut local (Desen, 2008).

4.PELAYANAN GIZI

Rumah sakit merupakan suatu organisasi sosial-ekonomi non profit terintegrasi


yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap bagi
masyarakat.Pelayanan kesehatan di rumah sakit lebih menekankan pada pelayanan
yang bersifat kuratif dan rehabilitatif.Dimana obat dan alat kesehatan merupakan salah
satu faktor terpenting sebagai penunjang dalam penyembuhan penderita.

Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan persaingan dalam berbagai


aspek, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi agar mampu
bersaing dengan negara lain. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena
secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara, yang
digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, usia harapan hidup, dan tingkat
pendidikan. Tenaga SDM yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai oleh tingkat
kesehatan dan status gizi yang baik.Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang
bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya perbaikan gizi di
dalam keluarga dan pelayanan gizi pada individu yang karena kondisi kesehatan nya
harus dirawat di suatu sarana pelayanan kesehatan misalnya Rumah Sakit (RS).

24
Masalah gizi di Rumah Sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan.
Kecenderungan peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-related disease)
pada semua kelompok rentan mulai dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, hingga lanjut
usia (Lansia), memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh karena itu
dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk mencapai dan mempertahankan status
gizi yang optimal dan mempercepat penyembuhan.

Pelaksanaan pelayanan gizi di rumah sakit memerlukan sebuah pedoman


sebagai acuan untuk pelayanan mutu yang dapat mempercepat proses penyembuhan
pasien, memperpendek lama hari rawat, dan menghemat biaya perawatan.

Pedoman pelayanan gizi rumah sakit hasil revisi, yang tertuang di dalam buku
pedoman ini, merupakan penyempurnaan Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
(PGRS) yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006. Buku ini
telah disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan, ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di bidang gizi, kedokteran, dan kesehatn, dan
standar akreditasi rumah sakit 2012 untuk menjamin keselamatan pasien yang
mengacu pada The Joint Comission Internasioanl (JCI) for Hospital Accreditation.
Sejalan dengan dilaksanakan program akreditasi pelayanan gizi di rumah sakit,di
harapkan pedoman ini dapat menjadi acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan
kegiatan pelayanan gizi yang berkualitas.

5.PELAYANAN RASA NYERI

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu.Nyeri bersifat subyektif dan sangat besifat
individual.Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisikatau mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang
individu (Mahon, 1994). Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, tindakan
atau pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan maka pasien
diberikan informasi tentang kemungkinan timbul nyeri akibat atau prosedur
pemeriksaan dan pasien diberikan yang tersedia untuk mengatasi nyeri. Setiap

25
individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu, dan setiap individu juga
memilki cara masing-masing untuk mengatasi rasa nyeri yang dirasakan. Oleh karena
itu, sering kali nyeri menganggu hubungan personal mempengaruhi makna kehidupan
klien dalam berinteraksi baik di lingkungan kerja dan sosial. Apabila seseorang
merasakan nyeri maka perilakunya akan berubah. Hal ini dipengaruhi oleh factor-faktor
seperti usia, jenis kelamin, persepsi dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Perawat sebagai tenaga yang professional mempunyai kesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar dan holisticUntuk
menjalankan perannya dengan baik, perawat perlu memiliki keterampilan dalam
mengklarifikasi nilai, konseling dan komunikasi.

6.PASIEN TAHAP TERMINAL

Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang
terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat
mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau
memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual
dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan
pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga
pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan
kehilangan.Tujuan rumah sakit untuk memberikan asuhan pada akhir kehidupan harus
mempertimbangkan tempat asuhan atau pelayanan yang diberikan (seperti hospice
atau unit asuhan palliatif), tipe pelayanan yang diberikan dan kelompok pasien yang
dilayani. Rumah sakit mengembangkan proses untuk mengelola pelayanan akhir hidup.
Proses tersebut adalah :
1. Memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan asesmen dan dikelola
secara tepat.
2. Memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan hormat dan
respek.

26
3. Melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin sesuai kebutuhan untuk
mengidentifikasi gejala-gejala.
4. Merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-
gejala.
5. Mendidik pasien dan staf tentang pengelolaan gejala-gejala.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
a. Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional kepada masyarakat
sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang tersedia
b. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna kepada masyarakat
dengan tidak membedakan status sosial, suku, agama, ras, etnis, warna
kulit, cacat mental atau fisik, jenis kelamin, dan orientasi seksual.

2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya karyawan yang produktif, berkomitmen dan mempunyai etos
kerja tinggi
b. Terwujudnya standar pelayanan yang tinggi, dengan menjadikan kedekatan
kepada pasien sebagai prioritas utama

C. SASARAN

Seluruh pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap RS Tk. IV dr. Noesmir Baturaja.

27
D.DEFINISI

1.PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM

Pelayan pasien adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung dari petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pasien.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan langsung dari


petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan memberikan kepuasan
kepada pasien.

Pelayanan adalah sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan


melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan.

2.0.CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI

Suatu kegiatan yangterdiridari dokter,perawat/bidan, Nutrisionis dan farmasi


dalam menyelenggarakan asuhan yang Terintegrasi dalam satu lokasi rekam medis,
yang dilaksanakan secara kolaborasi Dar imasing-masing profesi.

2.1.REKAM MEDIS

Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas tidak hanya sekedar
kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai satu sistem
penyelenggaraan rekam medis. Sedangkan kegiatan pencatatannya sendiri hanya
merupakan salah satu kegiatan daripada penyelenggaraan rekam medis.
Penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada
saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medik
pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit dan dilanjutkan
dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan
serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani
permintaan/peminjaman oleh pasien atau untuk keperluan lainnya

28
2.2. PEMBERIAN PELAYANAN PASIEN

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan adalah seorang dokter yang bertanggung


jawab atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien sesuai dengan kewenangan
klinis yang diberikan kepadanya

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Utama adalah seorang dokter


penanggung jawab utama atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien yang dirawat
lebih dari 1 orang dokter. 3.

DPJP tambahan adalah dokter yang ikut memberikan asuhan medis pada
seorang pasien, yang oleh karena kompleksitas penyakitnya memerlukan perawatan
bersama oleh dari satu orang dokter

2.3.TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF

1. Tindakan medic adalah suatu tindakan yang di lakukan terhadap pasien berupa
diagnostic atau teraupetik yang di lakukan oleh dokter atau dokter gigi
2. Tindakan invansif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh
3. Tindakan non invasivef adalah pengobatan konservatif yang tidak memerlukan
sayatan kedalam tubuh atau penghapusan jaringan
4. Resiko medic adalah keadaan atau situasi yang tidak di inginkan yangmungkir
setelah di lakukannya tindakan medic oleh dokter

2.4.PEMBERIAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI YANG EFEKTIF

Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada


komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan, standar,
norma, pedoman atau acuan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini, dan
diimplementasikan oleh komunikan. Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan
untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara member dorongan terhadap

29
pengarahan diri, aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru ( Craven dan
Hirnle, 1996 dalam suliha, 2002).

2.5.KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi :

1. Asesmen risiko.
2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien.
3. Pelaporan dan analisis insiden.
4. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya.
5. Implementasi solusi untuk menimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

3.0. PELAYANPASIEN RESIKO TINGGI

Adalahpelayananyang diberikan kepada pasien yang memiliki risiko tinggi karna


memerlukan peralatan komplek, pengobatan penyakit yang mengancam jiwa.sifat
pengobatan agar tepat dan efektif dalam mengurangi risiko terkait.

3.1.PELAYANAN PASIEN EARLY WARNING SYSTEM

Early warning system adalah suatu system permintaan bantuan untuk mengatasi
masalah kesehatan pasien secara dini.

3.2. PENANGANAN RESUSITASI

Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan


organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan
menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999).Tindakan ini merupakan tindakan
kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem
pernafasan dan sistem kardiovaskuler.kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini
dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).

30
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan
sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah
kematian biologis.

Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan
buatan.Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas,
tetapi masih hidup.

3.3. PENANGANAN PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH SERTA


KOMPONEN DARAH

Pelayanan tranfusi darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang terdiri


dari serangkaian kegiatan mulai dari pengerahan dan pelesterian donor,
pengambilan, pengamanan, pengolahan, penyimpanan darah dan tindakan medis
pemberian darah kepada resepien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
Setiap kegiatan pelayanan tranfusi darah harus di kerjakan sesuai
standar karna keselahan yang terjadi pada setiap langkah kegiatan tersebut akan
berakibat fatal bagi resepien, dan juga dapat membahayakan pendonor maupun
petugas kesehatan yang melaksanakan rangkaian kegiatan distribusi darah
sampai ke pasien / resepien harus dilakukan dengan system tertutup dan rantai
dingin yaitu hanya dilakukan oleh petugas dengan menggunakan peralatan
khusus (cool box) dan sesuai standar.

3.4. PELAYANAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN PERALATAN BANTU HIDUP


DASAR ATAU KOMA

Coma adalah keadaan turunnya kesadaran yang paling berat, dimana klien tidak
bereaksi lagi terhadap rangsang nyeri. Koma terjadi apabila gangguan atau kerusakan
pada pusat kesadaran timbul pada migrain atau talamus. Pada koma masih ada reaksi
dengan gerakan pertahanan primitif, seperti reflek kornea, reflek pupil, dan menarik
tungkai.
31
3.5. PELAYANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR

Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan, berpindah dari orang
per orang secara langsung ataupun melalui perantara ditandai dengan munculnya
agent / penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.

3.6 .ASUHAN PASIEN DIALISIS

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunkan


alatkhusus dengan tujuan mengatasi gejala dan tanda akibat laju filtrasi glomelurus
yangrendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan
kualitas hidup pasien.

3.7.ASUHAN PASIEN YANG DI BERIKANPENGHALANG (RESTRAINT)

Tingkah laku adalah aksi,reaksi,terhadap perangsangan dari lingkungan.Tingkah


laku dapat mengalami suatu perubahan yg relative menetap.Tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh karakteristik individu dan lingkungannya.Faktor lingkungan memiliki
kekuatan besar dalam menentukan perilaku atau kebiasaan adapun tehnik-tehnik
dalam menangani tingkah pasien yaitu, komunikasi dengan pasien atau keluarga dalam
Tehnik pengendalian fisik merupakan tehnik menahan gerakan pasien dengan cara
mengunci (mengikat) gerakan tangan ataupun kaki pasien sehingga memudahkan
perawatan.Tehnik ini biasanya digunakan pada pasien yang mengalami gangguan
kondisi seperti gangguan kepribadian sehingga tidak mencederai,tidak
membahayakan orang lain,merusak lingkungan dan peralatan dan gaduh
gelisah.Tehnik ini biasanya digunakan pada pasien yang mengalami gangguan kondisi
tertentu seperti, gangguan kepribadian. Tujuan penggunaan tehnik ini adalah untuk
mencegah terjadinya luka ataupun hal-hal yang tidak diinginkan pada pasien ataupun
orang lain yang terlibat dalam perawatan. Manfaat penggunaan tehnik pengendalian
fisik (restraint) adalah supaya pasien yang mengalami gangguan kepribadian ataupun
pasien yang tidak dapat menjadi kooperatif dapat mendapatkan perawatan dengan baik

32
3.8. ASUHAN PASIEN USIA LANJUT , CACAT ,ANAK-ANAK DAN POPULASI
YANG BERESIKO DI SIKSA

1. Pengertian Perlindungan adalah proses menjaga atau perbuatan untuk


melindungi dari kekerasan fisik oleh pengunjung pasien lain atau staf rumah
sakit.
2. Kekerasan Fisik pada pasien/ pengunjung/ karyawan adalah tindakan fisik yang
dilakukan terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik,
seksual dan psikologi.
3. Kelompok berisiko tinggi yang dimaksud adalah kelompok yang rentan
mendapatkan kekerasan fisik, dan tidak mampu melindungi dirinya sendiri,
antara lain: bayi, anak-anak,remaja,dan lansia, pasien dengan keterbatasan fisik
dan mental, dan KDRT.

3.9 .ASUHAN PASIEN KEMOTHERAPI


Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara
sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, local
maupun metastatis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya
karena bersifat sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian
melalui infuse, dan sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker
terutama kanker stadium lanjut local (Desen, 2008).

4.PELAYANAN GIZI

Tenaga gizi dalam pelayanan gizi rumah sakit adalah profesi gizi yang terdiri dari
Registered Dietisien (RD) dan Teknikal Registered Dietisien (TRD).Registered dietisien
bertanggung jawab terhadap pelayanan asuhan gizi dan pelayanan makanan dan
dietetik, sementara TRD bertanggung jawab membantu RD dalam melakukan asuhan
gizi dan pelayanan makanan serta dietetik serta pelaksanaan kewenangan sesuai
dengan kompetensi.

33
5.PELAYANAN RASA NYERI

1. Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan
bertujuan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.

6.PASIEN TAHAP TERMINAL

1. Kondisi Terminal
Suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana terjadi
kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi kesehatan
terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikansehingga akan menyebabkan
kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang / mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama
proses penderitaan/sekarat pasien.
2. Pasien Tahap Terminal
Pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin memburuk.

34
BAB II

RUANG LINGKUP

1.PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM

 Rawat Inap
 Rawat jalan
 Farmasi
 Gizi

2.0 .CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI

 Rawat Inap
 Rawat jalan
 Farmasi
 Gizi
 Anastesi
 Dokter DPJP

2.1.PERENCANAAN DAN PENULISAN DI REKAM MEDIS

Seluruh managemen rekam medis dan admission dan registrasi RS Tk IV


Dr.Noesmir baturaja.

2.2.PEMBERI PELAYANAN PASIEN


Panduan ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi : UGD,
Rawat Jalan, Ruang Perawatan, Ruang Tindakan (OK ) dan sarana penunjang medis

35
2.3. TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF

A. PELAYANAN
1. Setiap tindakan invasif harus dilakukan persetujuan Tindakan Kedokteran
agar tidak muncul gugatan atau tuntutan malpartek medik.
2. Setiap tindakan yang dilakukan harus dicatat didalam rekam medis pasien
(lembar asuhan terintegrasi).
3. Setiap hasil tindakan invasif harus dicatat dalam rekam medis pasien
(lembar asuhan terintegrasi).
4. Tidak semua tindakan invasif dilakukan oleh doketr spesialis dan dokter
umum, terdapat daftar tindakan invasif yang dapat didelegasikan kepada
tenaga kesehatan yang lain (perawat, perawat gigi).
B. PERSIAPAN TINDAKAN INVASIF RUMAH SAKIT Dr.NOESMIR
1. Persiapan Pra-bedah
2. Persiapan Bedah terdiri dari:
a. Pre Operasi :
ii. Sign-in
iii. Time-out
b. Intra operasi
c. Post Operasi
i. Sign –Out (Periode sebelum pasien meninggalkan ruang bedah)
3. Persiapan Pasca-Bedah

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Asuhan keperawatan pre-operasi
2. Asuhan keperawatan intra operasi
3. Asuhan keperawatan post operasi

36
D.PERSIAPAN TINDAKAN NON INVASIF RUMAH SAKIT Dr.Noesmir

Semua tindakan non invasive yang dilakukan oleh tenaga medis atau pun
non medis dilakukan pencatatan di catatan pelayanan pasien terintegrasi
(cppt)yang berdasarkan standar prosedur operasional (SPO)di setiap tindakan
dan selalu di informasika segala sesuatu yang berhubungan denganpasien baik
itu hal yang baik atau yang tidak menyenangkanpada pasien tentang kondisi
pasien.

2.4.PEMBERIAN KOMUNIKASIH DAN EDUKASIH YANG EFEKTIF

1. Panduan Pemberian informasi dan edukasi ini diterapkan kepada:


 Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah sakit kepada
pelanggan.
 Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasiendankeluarganya.
 Semua karyawan saat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
pasien.

2. Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas


laboratorium, petugas informasi, pelaksana PKRS, semua karyawan.

3.0. RUANG LINGKUP PELAYANAN RISIKO TINGGI :


a.UGD
b.HCU
c.OK
d.instalasi.Rawat inap
e.Laboratorium

3.1.Ruang Lingkup Pelayanan Pasien Early Warning System :

a.UGD

b. HCU

c. Instalasi Rawat Inap

37
3.2. Penanganan Penanganan Resusitasi

a.UGD

b.OK

c.lCU

c.instalasi rawat inap

d. instalasi rawat jalan

3.3.Ruanglingkup Penanganan,Penggunaan Dan Pemberian Darah Serta


Komponen Darah

a. laboratorium

3.4 .Pelayanan Pasien Yang Menggunakan Peralatan Hidup Dasar Atau Coma

a.UGD

b.lCU

c.instalasi rawat inap

3.5. Pelyanan Pasien Dengan Penyakit Menular Dan Immunosupresed

a. instalasi rawat inap ( ruang isolasi)

3.6 Asuhan Pasien Dialisis

a. Intalasi Rawat Jalan

b. UGD

3.7.PELAYANAN PASIEN YANG DIBERIKAN PENGHALANG ( RESTRAINT )

a.UGD

b.Rawat Inap

38
3.8. PELAYANAN PASIEN DENGAN OPULASI KHUSUS

Panduan ini diterapkan kepada semua pasien/ pengunjung/ karyawan selama berada
dalam rumah sakit.

1. Pelaksanaan panduan ini adalah semua karyawan yang bekerja dirumah sakit
(medis ataupun non medis).
2. Semua pasien/ pengunjung/ karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama berada
dirumah sakit.
3. Setiap pasien/ pengunjung/ karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
menggunakan tanda pengenal berupa gelang identifikasi pasien, kartu
pengunjung atau name tag karyawan.
4. Tujuan utama tanda identifikasi ini adalah untuk mengidentifikasi pemakainya.
5. Gelang identifikasi pasien/ kartu pengunjung/ name tag karyawan ini digunakan
pada proses untuk adanya pasien/ pengunjung/ karyawan masuk dalam rumah
sakit.

3.9 PELAYANAN PASIEN KEMOTRAPI

a. Intalasi Rawat Jalan


b. UGD

4.PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT MELIPUTI :

1. Pelayanan gizi rawat jalan


2. Pelayanan gizi rawat inap
3. Penyelenggaraan makanan
4. Penelitian dan pengembangan gizi

39
5.PELAYANAN RASA NYERI
A. Ruang lingkup unit gawat darurat Rs Tk IV 02.07.05 dr. Noesmir Baturaja
meliputi:
1. True emergency (gawat darurat) adalah kondisi yang ditetapkan secara
klinis yang memerlukan pemeriksaan medis sesegera mungkin. Kondisi
tersebut berkisar dari yang memerlukan perawatan luas secara segera
dan masuk ke rumah sakit untuk orang-orang deengan masalah
diagnostic dan mungkin atau tidak mungkin memerlukan pengakuan
setelah work-up dan observasi. Untuk menilai dan menentukan tingkat
urgensi masalah kesehatan yang di hadapi pasien maka di
selenggarakan triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling
ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat
pelayanan kesehatan dikerjakan oleh perawat melalui standing order
yang disusun oleh tempat terkait/ rumah sakit. True emergency diberikan
kepada pasien yang hidupnya terancam dan telah di diagnose seperti:
cidera kepala, fraktur, gangguan pernafasan, dll.
2. False emergency ( tidak gawat darurat ) adalah pasien yang tidak dalam
keadaan gawat dan darurat yang berkunjung ke UGD untuk
mendapatkan pelayanan pengobatan (Oktami, 2013), karena banyaknya
factor yang menyebabkan hal tersebut terjadi seperti:
 Tidak tersedianya berbagai sarana kesehatan lain yang setiap
saat dapat dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan rawat
jalan terutama pada hari-hari libur.
 Makin banyak penderita yang menghemat, tidak berkunjung dulu
ke dokter atau ke klinik, karena menurut penilaian mereka dokter
atau klinik juga nantinya akan merujuk mereka. Makin banyak
dokter yang lebih senang merujuk penderita ke UGD dari pada
melakukan tindakan medis di tempat praktek pribadi.
 Pengaruh kebijakan asuransi kesehatan, yang hanya
menanggung biaya perawatan rawat jalan apabila
diselenggarakan oleh UGD.

40
Contoh apabila terjadinya false emergency yaitu: kurangnya
pengarahan dari tenaga kesehatan mengenai alur UGD, pasien
datang hanya untuk chek-up, pasien datang hanya melakukan control
terkait masalah yang telah di tangani.

3. a. Pasien gawat darurat


pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
Biasanya dilambangkan dengan label merah AMI ( Acut Miokart
Infark), krisis hipertensi, aritmia, abortus, injury paru, gagal ginjal
akut, keracunan, gagal nafas, emboli paru, PPOM.

b. Pasien gawat tidak darurat

pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan


tindakan darurat. Biasanya dilambangkan dengan label biru.
Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir, fraktur berat (fraktur
tengkorak), sickle cell, pasien datang dengan diare kronis karena
AIDS, gonorrhea, demam berdarah, malaria, flu babi, flu burung,
muntah darah.

c.Pasien darurat tidak gawat


Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya. Biasanya di
lambangkan dengan label kuning misalnya pasien: frakktur amino
tertutup, combutio (luka bakar) tingkat II & III <25%, trauma thorak,
trauma bola mata, dislokasi tulang, cidera abdomen tanpa shock,
luka sayat dangkal, sistitis, otitis media.
a. Pasien tidak gawat tidak darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Biasanya
dilambangkan dengan label hijau, misalnya: pasien batuk, pilek,
demam, di gigit serangga, bisul, selulitis, diare akut, dan sakit gigi.

41
B. Ruang lingkup rawat jalan
Ruang lingkup pelayanan rawat jalan RS TK IV 02.07.05 dr. Noesmir Baturaja
meliputi
1. Poli Bedah
2. Poli Anak
3. Poli Penyakit dalam
4. Poli Syaraf
5. Poli BKIA
6. Poli Gigi
7. Poli Kulit Kelamin
C. Ruang rawat inap
Ruang lingkup pelayanan rawat inap RS TK IV 02.07.05 Dr. Noesmir Baturaja
meliputi:
1. Ruang rawat inap pasien penyakit dalam
2. Ruang rawat inap pasien bedah
3. Ruang rawat inap Hight Care Unit (HCU)
4. Ruang rawat inap anak dan neonatus
5. Ruang rawat inap kebidanan
6. Ruang rawat inap khusus (VIP)
7. Ruang rawat inap penyakit menular (ISOLASI)

6.PasienTahap Terminal

 ASPEK KEPERAWATAN
Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik
yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskan meninggal dunia
atau mati. Seseorang dinyatakan meninggal / mati apabila fungsi jantung dan paru
berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam
beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita
kehilangan fungsi yang ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati. Respon
pasien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis,
sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga

42
berbeda.Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal. Menurut Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian,
yaitu :
1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parahdan dia
tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran danbahkan mungkin
mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakanmekanis pertahanan yang acap
kali ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita
mengejutkan tentang keadaan dirinya.
2. Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah
dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan
kemarahan.Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan
mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah.Umumnya
pemberi pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi
dari frustasi yang dialaminya.Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah
pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung
oleh karena kemarahannya.
3. Bargaining ( fase tawar menawar )
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit
lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-
macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan
keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku
untuk melayaniMu."
4. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.Penderita
merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan.
5. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia
alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat

43
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat. Mereka mulai kehilangan
kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan
persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien dalam kondisi terminal akan
mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun sosio-spiritual,
antara lain:
a. Problem oksigenisasi.
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perife rmenurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi sekret, nadi ireguler.
b. Problem eliminasi.
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet
serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca
Colon), retens iurin, Inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran
atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
c. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan
menurun.
d. Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
e. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun.Penglihatan kabur, pendengaran berkurang,
sensasi menurun.
f. Problem nyeri

44
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena,
pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan.
g. Problem kulit dan mobilitas
Sering kali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga
pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
h. Masalah psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa.

 PERAWATAN PALIATIF
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of
death.Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan
sosial.Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien
sangatpenting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan
sembuh,sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang
diakhirkehidupan pasien tersebut.

 ASPEK MEDIS
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung
mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan.Akan
tetapi banyak pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO) sebagai
pengganti MO dalam penentuan mati.Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang berguna
memberi bantuan hidup terhadap pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali
menimbulkan dilema terutama bagi keluarga pasien karena mereka menyadari
bahwa tindakan tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya akan menambah
penderitaan pasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai
intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien
dengan harapan bahwa pasien akan meninggal akibat penyakit yang mendasarinya.

45
Ketika keluarga/ wali meminta dokter menghentikan bantuan hidup(withdrowing life
support) atau menunda bantuanhidup (withholding lifesupport ) terhadap pasien
tersebut, maka dokter harus menghormatipilihan tersebut. Pada situasi tersebut,
dokter memiliki legalitas dimata hukumdengan syarat sebelum keputusan
penghentian atau penundaan bantuan hidupdilaksanakan, tim dokter telah
memberikan informasi kepada keluargapasien tentang kondisi terminal pasien dan
pertimbangan keputusankeluarga/ wali tertulis dalam informed consent

46
BAB III
TATA LAKSANA

1.PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM


a.Semua pasien yang akan berobat atau periksa di RS.Noesmir baturaja
harusmendaftar di admisi atau di tempat pendaftaran pasien dan teregistrasi.
b.Setiap pasien yang Masuk Rumah Sakit (MRS) atau yang
membutuhkanpelayanan rawat inap harus mendaftar di Tempat Pendaftaran
PasienRawat Inap (TPPRI) dan Petugas TPPRI mengentry data pasien sesuai
prosedur.Setiap pasien baru akan dilakukan pengumpulan informasi oleh Pemberi
Asuhan (Dokter / Perawat / Bidan / petugas kesehatan lain) yaitudengan anamnese,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dansebagainya.Pemberi Asuhan akan
melakukan analisis informasi dan selanjutnyamenyusun rencana pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan pasien secara terintegrasi.Setiap pasien yang dirawat berhak
mendapatkan asuhan pelayanansesuai dengan Standar Pelayanan
f.Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP), perawat dan pemberi pelayanan kesehatan laindalam waktu 24 jam
sesudah pasien masuk rawat inap (MRS) dalamdidokumentasikan dalam format yang
sudah disediakan..Pada kondisi emergency, dimana pasien memerlukan pemeriksaan
segera maka visite dokter bisa dilakukan diluar jam yang tersebut di atas
i.Rencana asuhan pasien harus individual dan berdasarkan dataassesmen awal
pasien
j.Setiap pasien tanpa terkecuali berhak mendapatkan asuhan medis,asuhan
keperawatan dan asuhan gizi sesuai prosedur
k.Rencana asuhan pasien dicatat dalam rekam medis pasien dalam
CPPT(catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi) dalam bentuk kemajuanterukur oleh
pemberi pelayanan sesuai format SOAP (Subyektif Obyektif Assesment Planning)
l.Setiap pemberian asuhan oleh PPA (Profesi Pemberi Asuhan) harustertulis
atau ada validasi dalam rekam medis jika perintah diberikan melalui telepon.Jika DPJP
tidak ada di tempat / berhalangan maka wewenangnya bisadidelegasikan ke dokter

47
jagan.Semua permintaan pemeriksaan diagnostik imaging (Radiologi) danpemeriksaan
laboratorium klinik harus tertulis dalam formulir yangsudah ada termasuk indikasi
klinisnya oleh dokter.Semua tindakan yang sudah dilakukan kepada pasien harus
tercatatdalam rekam medis dan dientrikan .Setiap pasien dan keluarga berhak
mendapatkan informasi tentang hasilasuhan dan pengobatan baik yang diharapkan
maupun yang tidakdiharapkan sesuai dengan prosedur

2. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI


A. Anamnesa/Pengkajian
1. Tenaga medis mengisi assesmen pasien dimulai dari keluhaan saat ini dengan
kaidah pemeriksaan fisik, data sosial budaya dan spiritual serta hasil penunjang
diagnostik.
2. Bila tenaga medis belum lengkap dalam mengisi assesmen pasien dapat
dilakukan oleh tenaga perawat dan bidan yang harus selesai 24 jam pertama
atau sebaliknya bila belum lengkap oleh tenaga perawat dan bidan dapat
ditambahkan oleh tenaga medis perawat dan bidan.
3. Anamnesa ulang untuk tim mengisi pada masing-masing kolom rekam medis:
untuk dokter, perawat, bidan, dan fisioterpis mengisi pada kolom profesi sesuai
dengan profesinya dengan format SOAP. Sedangkan ahli gizi dengan format
ADIME dan petugas apoteker dengan format IAR.

B. Penegakan Diagnosa
1. Setelah selesai melakukan assesmen pasien maka tenaga medis menegakkan
diagnosa berdasarkan tanda dan gejala yang abnormal dari hasil pemeriksaan
yang ditulis dalam rekam medis yang sudah disediakan.
2. Tenaga perawat menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
menyimpang dari normal dari informasi yang diterima dari pasien dengan kaidah
patologi, etiologi dan sistem yang ditulis dalam rekam medis yang sudah
disediakan.
3. Tenaga bidan menentukan diagnosa kebidanan berdasarkan data yang
menyimpang dari normal dari data informasi berupa keluhan pasien dengan

48
kaidah Grafida, partus ke dan anak ke ,serta ditambah dengan penyakit penyerta
yang ditulis dalam rekam medis yang sudah disediakan.

C. Perencanaan dalam asuhan


Perencanaan asuhan ditulis dalam kolom perencanaan yang terintegrasi dari
beberapa tim profesi yaitu medis, perawat/bidan, gizi dan farmasi.
1. Dokter mengisi perencanaan therapy dalam bentuk intruksi
2. Perawat/bidan mengisi perencana asuhan berasal dari analisa yang
direncanakan dalam asuhan perawatan mandiri ditambah dengan kolaborasi dan
koordinasi.
3. Nutrisionis menyusun perencanaan dari hasil assesmen dan instruksi medis
tentang nilai gizi yang harus diberikan kepada pasien.
4. Farmasi menyusun perencanaan berdasarkan assesmen dan intruksi medis
dalam pemberian obat.
5. Dalam pengisian perencanaan sebaik nya menggunakan kalimat perintah.
6. Perencanaan lanjutan tim mengisi pada masing-masing profesi :dokter
mengisiinstruksi kemudian diisi apa yang direncanakan, untuk perawat/bidan,
nutrionis dan farmasi diawali menulis R (rencana)baru isi perencanaan
lanjutannya.

Hasil dari evaluasi perencanaan dan implementasi yang sudah dilakukan oleh
masing-masing profesi dan ditanyakan kembalike pada pasien dan keluarga pasien
tentang keluhan yang dirasakan sebagai data subyektif dan diperiksa baik fisik
maupun penunjang diagnostic sebagai data obyektif kemudian tim mendiskusikan.
1. Dokter Penanggung Jawab bersama tim profesi perawat, nutrionis dan farmasi
mendiskusikan hasil perkembangan atas tindakan yang sudah dilakukan.
2. Hasil diskusi ditulis dalam rekam medis dapat berupa asuhan dihentikan atau
dilanjutkan dengan dibuatkan perencanaan baru.

49
D. Memberikan informasi perkembangan keadaan pasien kepada pasien dan
keluarga
Tim memberikan informasi tentang perkembangan pasien tersebut baik pada
pasien maupun pada keluarga, dilakukan bisa sambal visite atau dipanggil keluarga
pasiennya pada ruangan tertentu bila informasi perlu dirahasiakan pada pasien.

2.1.PERENCANAAN DAN PENULISAN DI REKAM MEDIS

1.Pelayanan Pendaftaran Rawat Jalan (Registrasi).

a. Pasien baru

Setiap pasien baru diterima di registrasi dan akan diwawancarai oleh petugas atau
Menunjukkan KTP/SIM/PASPOR guna mendapatkan data identitas yang akurat dan
kemudian akan ditulis diberkas rekam medis dan di entry pada komputer. Setiap pasien
baru akan memperoleh nomor pasien yang juga akan dicetak pada kartu pasien atau
kartu Indeks Berobat sebagai kartu pengenal, yang harus dibawa pada setiap
kunjungan berikutnya di RS. baik sebagai pasien berobat jalan maupun sebagai pasien
rawat inap. Pasien baru dengan berkas rekam medisnya akan dikirim ke poliklinik
sesuai dengan yang dikehendaki pasien. Setelah mendapat pelayanan yang cukup dari
poliklinik, ada beberapa kemungkinan dari setiap pasien :

 Pasien boleh langsung pulang atau


 Pasien diberi kartu perjanjian/kartu kembali kontrol oleh petugas poliklinik untuk
datang kembali pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan. Kepada pasien
yang diminta datang kembali, harus lapor kembali ke Admission.
 Pasien dirujuk/dikirim ke rumah sakit lain.
 Pasien harus dirawat.

Untuk pasien yang harus dirawat, dokter yang merujuk membuat Admission Note
yang berisi alasan pasien harus dirawat inap, bisa berupa diagnosa, tindakan medis,
ataupun tindakan penunjang lainnya. Jika pasien yang harus dirawat rekam medisnya
akan dikirim keruang perawatan.

50
b. Pasien lama

Pasien lama datang ke Admission dan akan diwawancarai oleh petugas, guna
mendapatkan informasi nomor rekam medis, dan tujuan berobat. Pasien ini dapat
dibedakan :

 Pasien yang datang dengan perjanjian


 Pasien yang datang tidak dengan perjanjian (atas kemauan sendiri)

Baik pasien dengan perjanjian maupun pasien yang datang tanpa perjanjian , akan
mendapat pelayanan di registrasi.

Pasien datang dengan perjanjian akan langsung dipersilahkan menuju poliklinik


yang dimaksud karena rekam medisnya telah disiapkan oleh petugas.
Pasien yang datang tidak dengan perjanjian (atas kemauan sendiri),Mengambil nomor
antrian sesuai jaminan pelayanan yang akan digunakan dan mempersiapkan
persyaratan yang dibutuhkan. menunjukan nomor rekam medis dan tujuan berobat,
pasien dipersilahkan menunggu poliklinik yang dimaksud, sementara rekam medisnya
dimintakan oleh petugas registrasi ke bagian penyimpanan berkas rekam medis.
Setelah rekam medisnya dikirim ke poliklinik, pasien akan mendapat pelayanan di
poliklinik dimaksud.

c. Pasien Darurat Gawat

Berbeda dengan prosedur pelayanan pasien baru dan pasien lama yang biasa,
disini pasien ditolong terlebih dahulu baru penyelesaian administrasinya, meliputi
pendaftaran pasien baik baru maupun ulang seperti pasien datang tidak dengan
perjanjian.Di RS.pendaftaran pasien darurat gawat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat
untuk pasien baru maupun pasien lama. Setelah mendapat pelayanan yang cukup, ada
beberapa kemungkinan dari setiap pasien

51
 Pasien bisa langsung pulang.
 Pasien dirujuk/dikirim ke rumah sakit lain.
 Pasien harus dirawat.

1. Pasien yang sudah diseleksi dan membawa surat pengantar untuk dirawat dapat
langsung daftar Rawat Inap ke petugas admission dengan memilih ruang rawat
dahulu sesuai yang diinginkan.Jika Pasien mempinyai jaminan pembiayayaan
sendiri,pasien mendapatkan jatah kamar sesuai tarif yang diberikan oleh pihak
asuransi tersebut.
2. Jika pasien tidak sadar atau lupa alamat ayau identitasnya,dapat di data sesuai
nama dan tempat dimana dia ditemukan jika nama nama pasien tidak
teridentifikasi,dapat menggunakan nama dengan sebutan,MR atau MRS “X”
3. Petugas rekam medis mendaftar pasien sesuai nomor rekam medis pasien. Jika
pasien lupa membawa kartu berobat,petugas rekam medis dapat mencrinya
melalui bantuan KIUP,dan jika sudah diemukan,dicocokkan dengan alamat
pasien,atau kelahiran pasien.
4. Bagi pasien yang pernah berobat/dirawat maka rekam medisnya segera dikirim
ke Instalasi Gawat Darurat yang bersangkutan dan tetap memakai nomor yang
telah dimilikinya.
5. Bagi pasien yang belum pernah dirawat atau berobat di RS. maka diberikan
nomor rekam medis baru.

2. Pelayanan Pendaftaran Rawat Inap (Admission).

Penerimaan pasien rawat inap dilakukan di Admission. Tata cara penerimaan


pasien rawat inap harus wajar sesuai dengan keperluannya. Pasien yang memerlukan
perawatan,dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

– Pasien yang tidak urgen, penundaan perawatan pasien tersebut tidak akan
menambah penyakitnya.

52
– Pasien yang urgen, tetapi tidak darurat gawat, dapat dimasukkan ke dalam daftar
tunggu.
– Pasien gawat darurat (emergency), langsung dirawat.

Pembinaan dan pelaksanaan pekerjaan penerimaan pasien dengan baik


menciptakan tanggapan yang baik dari pasien-pasien yang baru masuk, menjamin
kelancaran dan kelengkapan catatan-catatan serta menghemat waktu dan tenaga.
Untuk lancarnya proses penerimaan pasien 4 hal berikut ini perlu diperhatikan, yaitu :

 Petugas yang kompeten.


 Cara penerimaan pasien yang tegas dan jelas (clear cut ).
 Ruang kerja yang menyenangkan.
 Lokasi yang tepat dari bagian penerimaan pasien.

Untuk memperlancar tugas-tugas bagian lain yang erat hubungannya dengan


proses penerimaan pasien, aturan penerimaan pasien perlu ditetapkan.

Aturan yang baik harus memenuhi hal-hal berikut :

 Bagian penerimaan pasien bertanggung jawab sepenuhnya mengenai


pencatatan seluruh informasi yang berkenaan dengan diterimanya seorang
pasien di RS.
 Bagian penerimaan pasien harus segera memberitahukan ke Instalasi terkait
setelah diterimanya seorang pasien dan setelah melalui pemeriksaan disetujui
untuk dirawat,dan telah selesai di lakukan admission rawat inap.
 Semua bagian harus memberitahukan bagian penerimaan pasien, apabila
sorang pasien akan melengkapi persyaratan administrasi.
 Membuat catatan yang lengkap, terbaca dan seragam harus disimpan oleh
semua bagian selama pasien dirawat.
 Instruksi yang jelas harus diketahui oleh setiap petugas yang bekerja dalam
proses penerimaan dan pemulangan pasien.

53
Ketentuan Umum Penerimaan Pasien Rawat Inap

 Semua pasien yang menderita segala macam penyakit, selama ruangan dan
fasilitas yang memadai tersedia dapat diterima di RS.
 Sedapat mungkin pasien diterima di Admission pada waktu yang telah
ditetapkan, kecuali untuk kasus gawat darurat dapat diterima setiap saat.
 Tanpa diagnosa yang tercantum dalam surat permintaan dirawat, pasien tidak
dapat diterima.
 Sedapat mungkin tanda tangan persetujuan untuk tindakan operasi dan
sebagainya (apabila dilakukan ) dilaksanakan sebelum pasien dirawat.

Pasien dapat diterima, apabila :

 Ada surat rekomendasi dari dokter yang mempunyai wewenang untuk merawat
pasien di rumah sakit.
 Dikirim oleh dokter poliklinik.
 Dikirim oleh dokter Instalasi Gawat Darurat.
 Pasien darurat gawat perlu diprioritaskan.

Prosedur pasien untuk masuk untuk dirawat

1. Pasien yang sudah memenuhi syarat atau peraturan untuk dirawat, Perawat
Membuatkan Admision Note yang minimal berisi :
o Labeling nama dan momor rkam medis pasien
o Umur
o Diagnosa pasien
o Dokter DPJP
o Ruangan yang diperlukan
o Tambahan alat yang dibutuhkan pasien
2. Apabila ruangan sudah tersedia :
o Memberi tahu keluarga pasien ternsedianya ruang rawat yang dibutuhkan
o Pada saat mendaftar dia akan mendapat penerangan tentang :
 Kapan dapat masuk

54
 Bagaimana cara pembayaran serta tarif-tarifnya.
 Peraturan selama pasien dirawat.
3. Di tulis oleh petugas admission di dalam buku register pendaftaran pasien rawat
inap dan dilengkapi dengan lembar ringkasn keluar masuk,perlengkapan
asdministrasi lainnya,dan stiker labeling untuk pditempel di gelang pasien
4. Jika pasien pernah berobat ke poliklinik atau pernah dirawat sebelumnya maka
petugas Admission mendaftar sesuai nomor rekam medis pasien dan mengambil
rekam medis pasien di ruang filling dan mengantarnya ke Instalasi Gawat
Darurat
5. Selesai proses administrasi dan admission petugas memberitahukan petugas
instalasi Gawat darurat,jika kamar sudah disiapkan,pasien dapat segera diantar
ke kamar

Prosedur selama pasien di ruang perawatan yang berkaitan dengan rekam medis
antara lain :

1. Pada waktu pasien tiba di ruang perawatan dan diterima oleh perawat pasien
diberi tanda pengenal melalui identitas yang tertempel pada gelang pasien
2. Perawat menambah formulir-formulir yang diperlukan oleh dokter maupun
perawat sendiri
3. Selama perawatan, perawat mencatat semua data perawatan yang diberikan
dari mulai saat pasien tiba di ruang sampai pasien tersebut pulang, dipindahkan
atau meninggal yang di rekap dalam sensus harian rawat inap

2.2.PEMBERI PELAYANAN PASIEN

A. Pola Operasional DPJP


Kebijakan :
1. Setiap pasien yang berobat di Rumkit Tk. IV 02.07.05 dr. Noesmirharus
memiliki DPJP.
2. Apabila pasien berobat di unit rawat jalan maka DPJP nya adalah dokter
klinik terkait.
3. Apabila pasien berobat di UGD dan tidak dirawat inap, maka DPJP nya
adalah dokter jaga UGD

55
4. Apabila pasien dirawat inap maka DPJP nya adalah dokter spesialis disiplin
yang sesuai.
5. Apabila pasien dirawat bersama oleh lebih dari 1 orang dokter spesialis ,
maka harus ditunjuk seorang sebagai DPJP utama dan yang lain sebagai
DPJP tambahan.

B. Penentuan DPJP ;
1. Penentuan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit
(baik rawat jalan, UGD maupun rawat inap) dengan mempergunakan cap
stempel pada berkas rekam medis pasien.
2. Cap stempel “ DPJP Dr ...... “ untuk pasien yang dirawat oleh seorang dokter.
3. Cap stempel “ DPJP UTAMA Dr ......” untuk pasien yang dirawat bersama
beberapa dokter.

C. Klarifikasi DPJP di Ruang Rawat


Apabila dari UGD maupun rawat jalan DPJP belum ditentukan, maka
petugas ruangan wajib segera melakukan klarifikasi tentang siapa DPJP pasien
tersebut.
Apabila pasien dirawat bersama petugas ruangan juga wajib melakukan klarifikasi
siapa DPJP Utama dan siapa DPJP Tambahannya.

D. Penentuan DPJP bagi pasien baru di ruangan


Pengaturan penetapan DPJP dapat berdasarkan :
a. Jadwal konsulen jaga di UGD atau Ruangan ; konsulen jaga hari itu menjadi
DPJP dari semua pasien masuk pada hari tersebut, kecuali kasus dengan
surat rujukan.
b. Surat rujukan langsung kepada konsulen ; dokter spesialis yang dituju
otomatis menjad DPJP pasien tsb, kecuali dokter yang dituju berhalangan,
maka beralih ke konsulen jaga hari itu.
c. Atas permintaan keluarga ; pasien dan keluarga berhak meminta salah
seorang dokter spesialis untuk menjadi DPJP nya sepanjang sesuai dengan
disiplinnya. Apabila penyakit yang diderita pasien tidak sesuai dengan
disiplin dokter dimaksud, maka diberi penjelasan kepada pasien atau
keluarga, dan bila pasien atau keluarga tetap pada pendiriannya maka dokter
spesialis yang dituju yang akan mengkonsulkan kepada disiplin yang sesuai.
d. Hasil rapat Komite medis pada kasus tertentu ; pada kasus yang sangat
kompleks atau sangat spesifik maka penentuan DPJP berdasarkan rapat
komite medis .

56
E. Rawat Bersama :
1. Seorang DPJP hanya memberikan pelayanan sesuai bidang /disiplin dan
kompetensinya saja. Bila ditemukan penyakit yang memerlukan penanganan
multi disiplin, maka perlu dilakukan rawat bersama.
2. DPJP awal akan melakukan konsultasi kepada dokter pada disiplin lain
sesuai kebutuhan.
3. Segera ditentukan siapa yang menjadi DPJP Utama dengan beberapa cara
antara lain;
a. Penyakit yang terberat, atau
b. penyakit yang memerlukan tindakan segera atau
c. dokter yang pertama mengelola pasien.
Dalam hal rawat bersama harus ada pertemuan bersama antara DPJP yang
mengelola pasien dan keputusan rapat dicatat dalam berkas rekam medis.

F. Perubahan DPJP Utama :


Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi pelayanan, DPJP utama dapat saja
beralih dengan pertimbangan seperti diatas, atau atas keinginan pasien/keluarga
atau keputusan Komite medis.
Perubahan DPJP Utama ini harus dicatat dalam berkas rekam medis dan
ditentukan sejak kapan berlakunya.

G. DPJP pasien rawat ICU


Apabila pasien dirawat di HCU, maka otomatis yang menjadi DPJP Utama
adalah dokter yang memberikan order pindah HCU (DPJP awal pasien).yang
berwenang mengendalikan pengelolaan pasien dengan tetap berkoordinasi
dengan Dokter Penanggung Jawab HCU.

H. DPJP Utama di OK
Adalah dokter operator yang melakukan operasi dan bertanggung jawab atas
seluruh kegiatan pembedahan, sedangkan dokter anestesi sebagai DPJP
tambahan. Dalam melaksanakan tugas mengikuti SOP masing-masing, akan
tetapi semua harus mengikuti prosedur Save Surgery check list (sign in, time out
dan sign out) serta dicatat dalam berkas rekam medis.

I. Pengalihan DPJP di UGD


Pada pelayanan di UGD, dalam memenuhi respons time yang adekwat dan demi
keselamatan pasien , maka apabila konsulen jaga tidak dapat dihubungi dapat
dilakukan pengalihan DPJP kepada konsulen lain yang dapat segera dihubungi.

J. Koordinasi dan Transfer Informasi antar DPJP


1. Koordinasi antar DPJP tentang rencana dan pengelolaan pasien harus
dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan efektif serta selalu berpedoman
pada SPM dan Standar Keselamatan pasien
2. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP harus dilaksanakan secara
tertulis.

57
3. Apabila secara tertulis dirasa belum optimal maka harus dilakukan
koordinasi langsung, dengan komunikasi pribadi atau pertemuan/rapat formal
4. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dalam Departemen/
kelompok SMF yang sama dapat ditulis dalam berkas rekam medis, tetapi antar
departemen/kelompok SMF harus menggunakan formulir khusus /lembar
Konsulta
5. Konsultasi bisa biasa, atau segera/cito
6. Dalam keadaan tertentu seperti konsul diatas meja operasi, lembar konsul
bisa menyusul , sebelumnya melalui telepon
7. Konsultasi dari dokter jaga UGD kepada konsulen jaga bisa lisan
pertelepon yang kemudian ditulis dalam berkas rekam medis oleh dokter jaga.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dengan bagian profesi
kesehatan lain (Instalasi gizi, Rehabilitasi Medis, Radiologi, Instalasi Farmasi,
Laboratorium) dilakukan secara lisan dan tertulis.
9. Koordinasi dan transfer informasi DPJP dengan bagian profesi kesehatan
lain dapat diwakilkan oleh dokter jaga yang sedang bertugas.
10. Jika dalam koordinasi didapatkan bahwa kasus pasien tidak dapat
ditangani dan membutuhkan tingkat pelayanan yang lebih tinggi untuk dilakukan
rujukan eksternal maka DPJP dikembalikan pada dokter yang melakukan
konsulan awal.

K. TATA CARA PEMBERIAN INTRUKSI


1. Dari hasil pemeriksaan,analisa dan penatalaksanaan pasien dokter akan
melakukan pencatatan setiap kali melakukan visite ke pasien dengan format
SOAP
S ( Subyektif ) : di isi dengan keluhan pasien saat ini

O ( Obyektif ) : di isi dengan hasil pengkajian ulang yang dilakukan pada


pasien saat visite

A ( Assasement ): di isi dengan diagnose medis sesuai data pengkajian yang


telah dilakukan

P ( Planning ) : di isi dengan rencana target yang terukur yang akan


dilakukan pada pasienjuga berupa instruksi / pemberian terapi,pemeriksaan
penunjang,instruksi konsultasi termasuk pasca bedah dan instruksi tindakan /
prosedurSetelah melakukan pencatatan dilanjutkan dengan membubuhkan
nama jelas dan tanda tangan pada kolom ke 4.

58
Lokasi penulisan perintah yang seragam di laksanakan di form catataan
perkembangan pasien terintegrasi (CPPT ) pada kolom ke 3 pada rekam medis pasien
(RM 04)
1. Perawat akan melakukan pencatatan setiap kali terjadi kejadian khusus yang
perlu di informasikan pada petugas kesehatan lain.perawat juga akan melakukan
pencatatan perkembangan pasien setiap akhir shif dengan format SOAP
S (Subyektif ) : di isi dengan keluhan pasien saat ini
O ( Obyektif ) : di isi dengan hasil pengkajian ulang yang dilakukan pada
pasien,alat kesehatan yang digunakan oleh pasien,hasil laboratorium dan kesan
radiologi yang perlu di informasikan
A ( Assasement ) : di isi dengan diagnose keperawatan yang belum teratasi
sesuai data pengkajian ulang yang telah dilakukan
P ( Planning ) : di isi dengan rencana keperawatan yang akan dilakukan dan
dapat didelegasikan pada shif yang selanjutnya
Setelah melakukan pencatatan dilanjutkan dengan menulis nama jelas dan
tanda tangan
Khusus penulisan perawat IGD ( perawat akan menulis setiap tindakan yang
diberikan pada pasien sesuai jam dan perawat akan membubuhkan tanda
tanagn dan nama jelas)
2. Anastesi,Apoteker,Analis,Radiographer akan melakukan pencatatan sesuai
standar profesi masing-masing.pencatatan dilakukan untuk menyampaikan
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan perencanaan perawatan pasien
setelah melakukan pencatatan petugas di haruskan menuliskan nama jelas dan
tanda tangan
3. Bila perawat melakukan pelaporan melalui telpon dengan cara SBAR kepada
petugas kesehatan (dokter) dan dokter tersebut memberikan instruksi atau terapi
tambahan maka perawat akan menuliskan instruksi atau terapi tambahan
kemudian menuliskan penerima berita dan pengirim berita.perawat sebagai
penerima berita menuliskan nama jelas dan tanda tangan dan juga mengecap
tanda” READ BACK “ pada form CPPT kolom ke 3 sehingga dalam waktu 24 jam
si pemberi instruksi akan menandatangani dan menuliskan nama jelasnya

59
4. Seluruh kegiatan pemeriksaan,Analisa dan rencana penatalaksanaan dan
perawatan pasien dicatat pada form catatan perkembangan pasien terintegrasi
dan dibaca serta diverifikasi olah DPJP utama dengan membubuhkan stempel
nama,paraf,tanggal dan jam(maksimal dalam waktu 24 jam)
5. Kebutuhan pemeriksaan diagnostik imajing dan laboratorium dilakukan sesuai
dengan indikasi klinis/rasional dan di tulis pada blangko pemeriksaan/tindakan
oleh DPJP atau dokter konsulen,kecuali Untuk pelayanan di IGD ditulis oleh
dokter IGD, dan di unit pelayanan intensif ditulis oleh dokter jaga ruangan atau
dokter penanggung jawab pelayanan intensif.
6. Untuk penulisan resep hanya dilakukan oleh dokter yang memiliki SIP (Surat Izin
Praktek) dan ditulis menggunakan blangko resep yang telah disediakan oleh
rumah sakit.
7. Peresepan obat dengan penanganan khusus yang dilakukan oleh dokter jaga
adalah atas izin dokter penanggung jawab pasien ( DPJP ) dan hanya berlaku
untuk pasien rawat inap serta untuk pemakaian satu hari.
8. Untuk obat Sitostatik, Narkotika / Psikotropika atau obat dengan penanganan
khusus dapat di tulis oleh dokter jaga Rumah Sakit bila dokter DPJP tidak di
tempat.
9. Untuk semua PPA ( Profesional Pemberi Asuhan ) yang telah terkredensial yang
diizinkan menuliskan dan melaksanakan perintah / instruksi

60
2.3. TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF

1.PERSIAPAN TINDAKAN INVASIF RUMAH SAKIT Dr.Noesmir Baturaja


A.PERSIAPAN PRA-BEDAH
a. Dokter mempelajarirekam medis pasien yang mencakup identifikasi pasien
,pemahaman diagnosa dan prosedur bedah/medic yang akan dilakukan
b. Doket menganamnesispasien untuk mengetahui riwayat pasien ,termaksud
pengalaman operasi serta kebiasaan
c. Dokter melakukan pemeriksaan fisik melakukan
inspaksi,palpasi,perkusi,auskultasi
d. Dokter mempelajari hasil pemeriksaan penunjangan medic
e. Dokter menentukan rencanaoperasi yang akan di lakukan
f. Dokter menginformasikan kepada pasien/keluarga tentang prosedur,manfaat
dan resiko tindakan operasi.
g. Bila pasien dan keluarga setuju dilakukam tindakan,dokter bedah
mengkonsulkan kepada spesialis lain yang terkait.

2.DPJP Menentukan Dokter konsulen dan menghubungi dokter tersebut serta


menjelaskan secara lisan mengapa diperlukan konsul permintaan konsul ini juga
dapat dilakukan melalui perawat.

3.dokter konsulun melakukan pemeriksaan dan evaluasi

4.bila tidak perlu dilakukannya tindakan pembedahan,maka dokter konsulen akan


mengisi lembar konsultasi dan konsul selesai

5.bila perlu dilakukan tindakan pembedahan:

 Dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dan bersama-sama dengan dokter


konsulen berbicara dengan pasien dan atau anggota keluarganya untuk
memberikan penjelasan mengapa perlunya konsultasi dan tujuannya
 Bila pasien dan atau keluarganya setuju maka konsuldilanjutkan dan melengkapi
informen concernt

61
 Bila pasien dan atau keluarga tidak setuju maka konsul dibatalkan dan DPJP
melanjutkan tindakan nya dan melengkapi surat penolakan .

6.bila tindakan pembedahan disetujui maka ,dokter bedah (DPJP) dan Konsulen
melengkapi status permintaan pemeriksaan lanjut.

7.perawat (ruang rawat inap.UGD,Poliklinik,dan instalasi kebidaan )menghubungi


dokter anastesi

8.dokter anastesi melakukan kunjungan pra anastesi

9.dokter anastesi membuat rencana pengelolaan anastesi meliputi ;

 Dokter melakukan identifikasi pasien


 Dokter melakukan wawancaradan pemeriksaan tanda-tanda vital
 Dokter menanyakan riwayat penyakit,alergi,kebiasaan riwayat anestesi terdahulu
,pengobatan saat ini.
 Dokter menilai status fisik pasien

10.dokter anastesi meminta dan mempelajarihasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi


yang di perlukan untuk tindakan anastesi

11.dokter anastesi menentikan obat-obatan dan tehnik yang di perlukan untuk tindakan
anastesi

12.dokter anastesi menjelaskan tentang kondisi pasien kepada pasien dan keluarga
,meliputi dignosa kerja,rencana tindakandan factor penyulit anastesi serta
kemungkinan komplikasi intra maupun paska anastesi

13.dokter anastesi mengisi form ceklis assesmen anastesi dan menandatangani


blangko terkait dengan anastesi

14.perawat ruangan memberikansurat persetujuan (informed consent) untuk dilakukan


tindakan invasive (indakan pembedahan)setelah mendapatan penjelasan dari DPJP

15.perawat ruangan memberikan konseling tentang ;

62
 Perawat mengajarkan cara melakukan nafas dalam dan batuk efektif
 Perawat mengajarkan mobilisasi ringan
 Perawat mengajar kan efek dari pembiusan

16. Dokter memberikan instruksi untuk di lakukan pemeriksaan penunjang antara lain ;

 Darah lengkap,BSS,HIV,Urium,kratinin,HBSAg,CTBT
 EKG
 Rontgen
 USG
Semu hasil yang di terima dari laboratorium maupun radiologi berkas di simpan
di rekam medis pasien.

17.Petugasmeminta pasien agar melepas protease seperti gigi palsu,kaca mata,dan


perhiasan

18.petugas melakukan Persian kulit/cukur

19.perawat melakukan klisma/menggunakan obat supostorial pencahar(pled enema)

20.perawat menginstruksikan pasien agar berpuasa selama minimal 6 jam (tergantung


jenis tindakan invasive yang akan di lakukan )

21.perawat melakukan pemasangan dower cateter

22.perawat melakukan pemasangan infuse

23.perawat melakukan injeksi antibiotic 1 jam sebelum tindakan operasi

24.perawat mengukur TTV (tanda-tanda vital) harus dalam rentan normal

25.pasien siap di antar kekamar operasi sesuai dengan jadwal yang telah dilakukan

63
B.PERSIAPAN BEDAH

1.Persiapan pre-Operasi

a.Sing-in

 Tim anastesi mengkomfirmasi ulang identitas,lokasi dan informen condent


 Tim anastesi memastikan lokasi operasi sudah di tandai
 Tim anastesi memastikan apakah mesin dan alat-alat sudah lengkap dan
siap
 Tim anastesi memastikan apakan pulse oxymetri telah terpasang pada
pasien dan berfungsi dengan baik
 Tim anastesi mengidentifikasi ulang apakah pasien ada riwayat alergi dan
kesulitan bernafas.
 Tim anastesi mengidentifikasi apakah ada resiko perdarahan

b.time-out

 Seluruh tim yang ikut dalam pembedahan tersebut memperkenalkan nama


dan tugasnya
 Tim anastesi mengkonfirmasiulang nama pasien,prosedurdan daerah insisi
yang akan di lakukan
 Tim anastesi mengidentifikasi ulang apakah obat profilaksis sudah di berikan
60 menit sebelumnya
 Untuk operator harus mengantisipasi kejadian-kejadian kritis yaitu :
-operator harus sigap menghadapikeadan kritis atau kejadian luar biasa
pada pasien
-operator harus bisa cepat dan tepat dalam menanggani kejadian tersebut
-operator harus punya langkah-langkah untuk mengatasi perdarahan yang
terjadi

 tim anastesi mengidentifikasi apakah pasien membutuhkan peralatan khusus


 unyuk perawat harus mengantisipasi kejadian-kejadian kritis yaitu :

64
-perawat instumentator memastikan semua alat yang akan di pergunakan
dalam kondisi baik dan steril

2.4.PEMBERIAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI YANG EFEKTIF

o Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang


informasi yang akan di sampaikan, memiliki rasa empati dan ketrampilan
berkomunikasi secara efektif.
o Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka dan berjalan
secara interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan pada saat pasien dirawat,
akan pulang atau ketika datang kembali untuk berobat
o Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat pasien/keluarga
merasanyaman dan bebas, antara lain :
a. Dilakukan dalam ruang yang dapat menjamin privacy.
b. Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien untuk kenyamanan
mereka.
c. Penempatan meja, kursi atau barang barang lain hendaknya tidak
menghambat komunikasi.
d. Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi
o Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka pemberian
informasi dan edukasi dapat disampaikan kepada keluarga/pendamping pasien.
o Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta rasa
percaya terhadap peran petugas dalam membantu mereka.
o Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien ( termasuk
adanyaketerbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam mematuhi menejemn
pengobatan).
o Mendapatkan data yang akurat tentang obat – obat yang digunakan pasien termasuk obat
non resep.
o Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya, pendidikan dan
tingkat ekonomi pasien/ keluarga
o Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang berkaitan
dengan perawatan pasien :

65
a. Assesment pendidikan pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan pengobatan, Penggunaan obat obatan yang aman:
kemungkinan nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat tertentu
contoh : obat tetes dan obat inhaler. Cara penyimpanan berapa lama obat harus dipakai
dan ditebus lagi, apa yang harus dilakukan terjadinya efek samping yang akan
dialami dan Bagaimana cara mencegah ataumeminimalkannya, meminta
pasien atau keluargauntuk melaporkan apa yang dirasakan pasien selama
menggunakannya.
c. Pendidikan kesehatan Manajemen nyeri
d. Pendidikan kesehatan diet
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit
g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)

Proses komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan
dengan kondisi kesehatannya. Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi,
petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini
didapatkan dari RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif. 2q
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi. Tahap Cara penyampaian
informasi dan edukasi yang efektif.Setelah melalui tahap asesmen pasien, di
temukan :
 Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
 Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu
dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet
kepada pasien dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.

66
 Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet.
Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi
medical information.

VERIFIKASI
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah:
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan.Pertanyaannya adalah: “
Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa
pelajari ?”.
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan
pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi
yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
 Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah
dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi
edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon
atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang. Dengan
diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien
mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien.

67
3.0 MENGIDENTIFIKASI PASIEN BERISIKO TINGGI

3.0.0.Identifikasi pasien risiko tinggi menurut:

Menurut kebijakan Rs. Tk IV Dr.Noesmir Baturaja daftar pasien resiko tinggi


dinilai dari diagnose, antara lain :
1. Pasien Emergensi
 HT Krisis
 Kejang Demam
 Stroke
 Dm dengan penurunan kesadaran
 Hipoglikemi
 Jantung
2. Penyakit menular
 TB
 HIV
 Hepatitis
 Varisela
3. Pasien dengan koma
 Stroke hemoragik
 Diabetikum
 Sepsis dengan penurunan kesadaran
4. Pasien dengan alat bantu hidup dasar
 Pasien henti nafas dan henti jantung
5. Pasien immunosupresed
 Hiv
6. Pasien dengan restraint
 Pasien gelisah
 Pasien gangguan jiwa
7. Pasien resiko bunuh diri
 Pasien gangguan jiwa

68
8. Pasien populasi rentan, lansia, anak-anak dan pasien beresiko tindak kekerasan
atau di telantarkan
 Menurut Umur
a. Usia Bayi - Balita ( 0 – 5 Tahun )
 BBLR
o Asfiksia Neonatorum
 Ikterus
o Kejang
o Hypotermi
o Hypertermi
o Hypoglikemi

b. Usia Anak ( 5- 11 Tahun )


 TB pada Anak
 Kejang
 Hypertermi

c. Usia Lansia ( 46 – 65 Tahun )


 Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik,
osteoporosis, osteoarthritis
 Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, angina, cardiac
attack, stroke, anemia, PJK
 Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
 Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal
Ginjal Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
 Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus,
obesitas
 Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
 Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker
 Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun dll.

69
3.0.1.Identifikasi pelayanan berisiko tinggi menurut:

1. Pelayanan early warning system (deteksi perubahan kondisi pasien)

2. Pelayanan resusitasi

3. Pelayanan Darah

4. Pelayanan pasien koma

5. Pelayanan system penyakit menular dan immunosupresed

6. pelayanan pasien dialisis

7. pelayanan pasien restrain

8. pelayanan pasien populasi khusus

9 pelayanan pasien kemoterapi

3.0.2.Identifikasi risiko sampingan :

 Pencegahan pasien jatuh


Intervensi pencegahan pasien jatuh (pasang clip kuning)
Pasang pagar pengaman dan kunci tempat tidur
Edukasi pencegahan risiko jatuh.

A. Manajemen risiko jatuh


1. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
2. Sediakan pencahayaan yang cukup
3. Alas kaki anti licin
4. Berikan instruksi kepada pasien untuk memanggil petugas jika ingin turun dari
tempat tidur
5. Beri penjelasan mengenai sistm pemanggilan perawat ke ruangan

70
6. Lampu tidur berada dalam jangkauan ,terlihat ,serta pasien mengetahui letak dan
cara penggunaannya
7. Pertimbangkan untuk menggunakan pendamping pada pasien dengan gangguan
kognitif.
8. Sediakan lingkungan yang aman(rapi,tidak licin,kabel-kabel terikat dengan
rapi,jalur berjalan bersih,dari benda-benda yang tidak perlu.
9. Barang- barang pribadi berada dekat jangkauan
10. Posisikan tempat tidur serendah mungkin dengan roda terkunci
11. Setiap 1-3 jam ,tawarkan bantuan untuk kekamar mandi ,danperawatan lain
termasuk menawarkan minum dan memastikan pasien hangat dan nyaman.
12. Lakukan mobilisasi secepat dan sesering mungkin (sesuai kondisi pasien)
13. konsultasikan dengan tim manajemen jatuh dan farmasi ,(tinjau ulang medikasi).
14. Untuk pasien yang risiko cedera kepala (misalnya pasien dalam terapi
antikoagulan gangguan kejang berat ,riwayat jatuh mengenai
kepala),pertimbangkan penggunaan perlindungan kepala.
15. Penggunaan toilet duduk .
16. Secara aktif ,libatkan pasien dan keluarga dalam program pencegahan jatuh.
17. Berikan intruksi kepada pasien sebelum memulai aktivitas
18. Penggunaan alat bantu sesuai dengan kebutuhan pasien.
19. Meminimalisir gangguan /distraksi.
20. Periksa ujung anti selip pada tongkat dan walker.
21. Intruksikan pada pasien untuk menggunakan pegangan.
22. Lakukan evaluasi oleh tim interdisiplin.

B. Manajemen setelah kejadian


1. Nilai apakah terdapat cedera akibat jatuh (abrasi,kontusio,laserasi,fraktur,cedera
kepala)
2. Nilai tanda vital.
3. Nilai adanya keterbatasan gerak.
4. Pantau pasien dengan ketat.

71
5. Laporkan kejadian jatuh kepada perawat yang bertugas dan lengkapi laporan
insidens.
6. Modifikasi rencana keperawatan interdisiplin sesuai dengan kondisi pasien.

 Pencegahan decubitus

1. Merubah posisi pasien 2 jam sekali;


2. Anjurkan masukan cairan dan nutrisi yany tepat dan adekuat.karna kerusakan
kulit lebih mudah terjadi dan lambat untuk sembuh jika nutrisi pasien buruk.
3. segera membersihkan feces atau urin dari kulit karna bersifat iriatif terhadap
kulit.
4. Inspeksi daerah decubitus umum terjadi laporkan.
5. Jaga agar kulit tetap kering.
6. Jaga agar linen tetap kering dan bebas kerutan.
7. Beri perhatian khusus pada daerah yang berisiko terjadi decubitus.
8. Masage sekitar daerah kemerahan dengan sering menggunakan lotion.
9. Jangan menggunakan lotion pada kulit yang rusak.
10. Gunakan kain pengalas bila memindahkan pasien tirah baring.
11. Lakukan latihan gerak minimal 2 kali sehari untuk mencegah kontraktur.
12. Gunakan kasur decubitus.

 .Pencegahan plebitis
1. Tentukan lokasi pemasangan ,sesuaikan dengan keperluan rencana pengobatan
2. Lakukan tindakan aseptic dan anti septic.
3. Lakukan pergantian tempat dan peralatan infuse tiap 72 jam .
4. Lakukan aseptic dressing bila kondisi kotor.
5. Perhatikan laju pemberian cairan
6. Lakukan inspeksi visual tempat penyuntikan,bila terdapat tanda” nyeri,eritema
segera ganti posisi pemasangan infuse.
7.

72
B.Membuat perencanaan pelayanan pasien dewasa anak-anak atau keadaan
khusus.

 Pelayanan terhadap pasien dibedakan menurut kebutuhan pasien.


 Perencanaaan pelayanan dibuat mulai dari pasien datang sampai pasien pulang.

C.Pendokumentasian pelayanan secara tim untuk bekerja dan berkomunikasi


secara efektif.

 Catatan terintegrasi bertujuan untuk pendokumentasian pelayanaan secara tim


serta bekerja sama dan berkomunikasi secara efektif untuk memecahkan
masalah pasien.

D.Melakukan informed consent.

 Setiap tindakan kedokteran (medis)yang akan dilakukan harus ada informed


consent.
 Pasien berhak mendapatkan informasi tentang penyakit ,tujuan pengobatan dan
tujuan tindakan yang dilakukan.
E.Persyaratan pemantauan pasien

 Pasien risiko tinggi wajib mendapatkan pemantauan secara komprehensif


 Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana untuk pemantauan pasien.

F.Ketersediaan danpenggunaan alat khusus.

 Pasien yang memerlukan dan menggunakan peralatan khusus harus dilakukan


informed consent terlebih dahulu,pasien berhak bersedia atau menolak
penggunaan alat khusus.
 Pasien yang bersedia menggunakan peralatan khusus harus dilakukan
pemantauan dan pengawasan berupa pencatatan dan pelaporan.

73
G.Melakukan pelatihan staf sehingga memiliki keterampilan khusus dalam
melakukan proses asuhanterhadap pasien.

 Untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia rumah sakit melakukan


pelatihan staf baik secara internalmaupun secara eksternal sehingga para staf
memiliki keterampilan khusus dalam melakukan asuhan terhadap pasien.
 Membuat program pengembangan staf secara berkelanjutan
 Staf yang bertugas di unit khusus(HCU) harus memiliki keterampilan khusus
dibidang nya

1.1 PELAYANAN EARLY WARNING SYSTEM

Staf rumah sakit yang tidak bekerja di daerah pelayanan krisis atau intensif
mungkin tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang cukup untuk mmelakukan
asesmen serta mengetahui pasien yang akan masuk dalam kondisi kritis. Padahal
banyak pasien di luar daerah pasien kritis mengalami keadaan kritis selama di rawat
inap. Seringkali pasien memperlihatkan tanda bahaya dini contoh tanda-tanda vital
yang memburuk daan perubahan kecil status neurologis sebelum mengalami
penurunan kondisi klinis yang meluas sehingga mengalami kejadian yang tidak
diharapkan.

Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-dininya
pasien yang kondisinya buruk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal
jantung atau gagal paru sebelumya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di luar
kisaran normal yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk.

Penerapan EWS membuat staf mampu mengiudentifikasi keadaan pasien


memburuk sedini-dininya dan bila perlu mencari bantuaan staf yang kompeten.
Dengan demikian, hasil asuhan akan lebih baik.

74
EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan keadaan pasien melalui
pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologi pasien. System
ini merupakan konsep pendekatan proaktif untuk meningkatkan keselamatan
pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik dengan standarisasi pendekatan
asesmen dan menetapkan skoring parameter fisiologis yang sederhana.
Ketika seorang pasien mendadak sakit dan datang ke rumah sakit, atau kondisi
memburuk tiba-tiba selama di rumah sakit, maka waktu adalah penting dan respon
klinis yang cepat dan efisien diperlukan untuk optimalisasi hasil klinis yang
diharapkan. Bukti saat ini menunjukkan bahwa tiga serangkai yaitu 1) deteksi dini,
2) ketepatan waktu merespon, dan 3) kompetensi respon klinis, sangat penting
untuk menentukan hasil klinis yang diharapkan.

EWS sistem menggunakan pendekatan sederhana berdasarkan dua persyaratan utama


yaitu:
1) Metode yang sistematis untuk mengukur parameter fisiologis sederhana pada semua
pasien untuk memungkinkan identifikasi awal pasien yang mengalami penyakit akut
atau kondisi perburukan, dan

75
2) Definisi yang jelas tentang ketepatan urgensi dan skala respon klinis yang
diperlukan, disesuaikan dengan beratnya penyakit.

Format penilaian EWS dilakukan berdasarkan pengamatan status fisiologi pasien.


Pengamatan ini merupakan pengamatan yang bisa dilakukan oleh perawat, dokter
ataupun tenaga terlatih lainnya. Parameter yang dinilai dalam EWS mencakup 7 (tujuh)
parameter yaitu :

1) Tingkat kesadaran
2) Respirasi/ Pernapasan,
3) Saturasi oksigen,
4) Oksigen tambahan (non-rebreathing mask, rebreathing mask, nasal kanula)
5) Suhu
6) Denyut nadi,
7) Tekanan darah sistolik

EWS dilakukan terhadap semua pasien pada asesmen awal dengan kondisi
penyakit akut dan pemantauan secara berkala pada semua pasien yang mempunyai
risiko tinggi berkembang menjadi sakit kritis selama berada di rumah sakit.

Pasien-pasien tersebut adalah :


• Pasien yang keadaan umumnya dinilai tidak nyaman (uneasy feeling),
• Pasien yang datang ke unit gawat darurat,
• Pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil,
• Pasien yang baru dipindahkan dari ruang rawat intensif ke bangsal rawat inap.
• Pasien yang akan dipindahkan dari ruang rawat ke ruang rawat lainnya,
• Pasien paska operasi dalam 24 jam pertama sesuai dengan ketentuan
penatalaksanaan pasien paska operasi.
• Pasien dengan penyakit kronis,
• Pasien yang perkembangan penyakitnya tidak menunjukkan perbaikan.

76
• Pemantauan rutin pada semua pasien, minimal 1 kali dalam satu shift dinas perawat
• Pada pasien di Dialysis Unit dan Rawat jalan lainnya yang akan dirawat inap untuk
menentukan ruang perawatan
• Pasien yang akan dipindahkan dari Siloam Hospitals ke rumah sakit lainnya

Penilaian EWS juga dilakukan terhadap pasien yang akan dipindahkan dari
ruang rawat ke ruang rawat lainnya, dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Bila
didapati nilai yang memungkinkan untuk pengamatan EWS lebih lanjut (pemicu aktivasi
respon klinik) maka keputusan untuk memindahkan pasien bisa dipertimbangkan lagi.

Dengan mencatat EWS secara teratur, kecenderungan respon klinis pasien


dapat ditelusuri untuk deteksi dini potensi penurunan kondis klinis pasien dan
memberikan pemicu untuk eskalasi respon klinis lebih lanjut. Selain itu, pencatatan
trend EWS akan memberikan gambaran pemulihan kondisi pasien, sehingga dapat
memfasilitasi penurunan frekuensi dan intensitas monitoring pasien sampai akhirnya
pasien direncanakan discharge.

EWS digunakan sebagai alat bantu dalam asesmen klinis, bukan sebagai
pengganti pertimbangan klinis yang kompeten. EWS tidak digunakan pada anak usia
kurang dari 16 tahun dan wanita hamil, karena respon fisiologi kondisi penyakit akut
dapat dimodifikasi pada pasien anak dan wanita hamil.

1. PERNAPASAN

Pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah menilai sistem pernapasan pasien


meliputi jalan napas, pernapasan pasien, dan kebutuhan oksigen tambahan. Jalan
napas pasien harus dipastikan bersih dan tidak tersumbat. Bila didapati pernapasan
yang berbunyi, maka dapat dipastikan bahwa terdapat sumbatan pada jalan napas
pasien. Frekuensi pernapasan, pola pernapasan dan adanya pemakaian otot bantu
pernapasan dapat menunjukkan adanya distres pernapasan ataupun obstruksi jalan
napas.

77
Frekuensi pernapasan sangat penting untuk diperhatikan, karena setiap
gangguan di tubuh (nyeri, gelisah, penyakit paru, gangguan metabolik, infeksi dan
obstruksi jalan napas) akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen yang akan
ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi pernapasan.

Pola pernapasan akan sangat membantu dalam mengidentifikasi adanya


abnormalitas pada pasien. Pola pernapasan yang cepat dan dalam (Kussmaul)
merupakan gambaran pernapasan pada gangguan asidosis metabolik berat. Pola
pernapasan periodik (Cheyene-Stokes) menggambarkan adanya gangguan pada
batang otak atau adanya gangguan fungsi jantung.

Pola pernapasan yang demikian akan diikuti oleh hipoksemia. Saturasi oksigen
yang rendah pada keadaan hipoksemia ini bisa dideteksi dengan pulse oxymetri.
Namun, pengukuran pulse oxymetri bisa menjadi tidak akurat pada pasien yang
hipovolemia, hipotensi ataupun hipotermi.
Parameter pernapasan yang dipantau dalam EWS ini adalah frekuensi
pernapasan dan saturasi oksigen. Selain itu, nilai bobot 2 harus ditambahkan untuk
setiap pasien yang membutuhkan tambahan oksigen ( pemberian oksigen melalui
maskeratau nasal kanula ).

2. SIRKULASI (DENYUT NADI DAN TEKANAN DARAH SISTOLIK )

Pemeriksaan berikutnya setelah pernapasan adalah pemeriksaan sirkulasi.


Sirkulasi yang tidak adekuat bisa disebabkan secara primer oleh adanya gangguan
sistem kardiovaskular, ataupun secara sekunder akibat adanya gangguan metabolik
seperti pada sepsis, hipoksia ataupun pengaruh obat-obatan.
Pemantauan pertama pada sistem sirkulasi adalah pemantauan denyut nadi.
Yang perlu dipantau adalah frekuensi denyut nadi, keteraturan denyut, isi/volume
denyut dan apakah denyut tersebut simetris di masing-masing sisi tubuh. Pada pasien
dengan hipovolemia ataupun dengan curah jantung yang rendah akan dijumpai denyut
nadi yang lemah dan tidak teratur. Frekuensi denyut yang tidak teratur biasanya
dijumpai pada gangguan irama jantung seperti fibrilasi atrium yang bisa sangat
membahayakan.
Denyut yang paradoksikal dengan pernapasan (pulsus paradoxus) akan ditemui
pada kasus hipovolemia, perikarditis, tamponade jantung, asma dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK). Sementara pada pasien dengan gangguan katup / sekat
jantung akan dijumpai denyut nadi yang teraba bergetar (thrill).

Tekanan darah merupakan turunan dari fungsi kardiovaskuler. Pemantauan


tekanan darah harus dilakukan setelah pemantauan denyut nadi. Pada gangguan

78
sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang terasa lemah, ireguler hampir dapat
dipastikan bahwa pengukuran tekanan darahnya menunjukkan nilai rendah. Sehingga
dengan demikian tekanan darah yang rendah merupakan tanda lambat dari adanya
gangguan sistem kardiovaskuler yang tidak bisa terkompensasi oleh auto regulasi
tubuh. Namun sebaliknya, tekanan darah tinggi bukan merupakan pertanda bahwa
sirkulasi pasien adalah baik. Tekanan darah tinggi menandakan adanya konstriksi
pembuluh darah yang bisa merupakan akibat dari kompensasi awal tubuh saat
hipovolemia, adanya penyempitan dan kekakuan pembuluh darah (aterosklerosis
ataupun pre / eklampsia, dll). Tekanan darah yang sangat tinggi akan meningkatkan
risiko terjadinya stroke hemoragik yang bisa berakibat fatal.

3. NEUROLOGI

Gangguan neurologi pasien bisa terjadi akibat akibat iskemia, kerusakan struktur
otak atau kerusakan akibat metabolik ataupun infeksi. Identifikasi terhadap gangguan
neurologi yang ada sangat berguna dalam penanganan pasien selanjutnya untuk
meminimalkan kerusakan otak sekunder.
Pemeriksaan neurologi yang dilakukan serial akan sangat membantu dalam
penanganan pasien. Setiap perubahan yang ditemukan dalam pemeriksaan merupakan
indikator yang sensitif dan harus dikaji ulang. Misalnya, adanya penurunan tingkat
kesadaran yang tidak disertai lateralisasi bisa diakibatkan oleh adanya peningkatan
tekanan intrakranial, hidrosefalus, demam, keracunan ataupun akibat gangguan
metabolik yang memerlukan penanganan sesegera mungkin.
Pemeriksan neurologi dalam EWS dilakukan dengan cara menilai Alert, Verbal,
Pain atau Unresponsive (AVPU), seperti tercantum pada tabel berikut:

4. SUHU TUBUH

Panas tubuh dihasilkan oleh reaksi kimia akibat metabolisme sel. Peningkatan
suhu tubuh ditimbulkan oleh peningkatan produksi panas tubuh akibat peningkatan
metabolisme sel seperti pada aktivitas fisik, tirotoksikosis, trauma, peradangan, dan
infeksi. Selain itu peningkatan suhu tubuh juga bisa diakibatkan karena gangguan
dalam melepaskan panas ke lingkungan sekitar seperti pada abnormalitas kelenjar
keringat, gagal jantung kongestif, atau bila suhu lingkungan lebih tinggi dibandingkan
dengan suhu tubuh. Dengan demikian, suhu tubuh bisa menjadi panduan dalam
memperkirakan apa yang terjadi pada pasien.
Pada keadaan normal, suhu tubuh berkisar antara 36° - 38° C, bervariasi dalam 24 jam
dan Parameter ini sudah rutin diukur dan dicatat dalam rekam medis pada grafik
observasi pasien di setiap rumah sakit. Masing-masing parameter akan dikonversikan

79
dalam bentuk angka, di mana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan
pasien sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera
mungkin.
Tujuan penerapan Early Warning Score (EWS) system ini untuk:
-Menilai pasien dengan kondisi akut
- Mendeteksi sejak dini penurunan kondisi klinis pasien selama dalam perawatan di
rumahsakit
- Dimulainya respon klinik yang tepat waktu secara kompeten

Prosedur penilian kondisi pasien Early Warning system (EWS)

1. Perawat mengisikan identitas pasien, tanggal, dan jam observasi


2. Perawat melakukan hand hyginene
3. Perawat mengucapkan salam kepada pasien
4. Perawat menjelaskan bahwa akan dilakukan pengukuran keadaan umum pasien
5. Perawat menilai tingkat kesadaran pasien dengan ketentuan : a. Tuliskan nilai 0 (nol)
bila pasien dalam keadaan sadar b. Tuliskan angka 3 (tiga) bila pasien dalam keadaan
Alert (A), Verbal (V) bila pasien berespon terhadap rangsnng verbal, atau Pain (P) bila
pasien berespon terhadap rangsang nyeri
6. Perawat mengukur tekanan darah pasien : a. Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai tekanan
darah sistolik berada pada area wama putih yaitu bila nilai 1 l0-230 b. Tuliskan ane*a 1
(satu) bila nilai tekanan darah sistolik berada pada area wama biru yaitu bila nilai I 00- I
I0 c. Tuliskan aneka 2 (dua\ bila nilai tekanan darah srstolik berada pada area wama
orange yaitu bila nilai 90-100 d. Tuliskan angka 3 (tiga) bila nilai tekanan darah sistolik
berada pada area warna merah yaitu bila nilai <80 atau > 230
7. Perawat menghitung frekuensi nadi pasien dan mengisikan nilai score sesuai warna nilai
nadi a. Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai nadi berada pada area warna putih yaitu bila nilai
50 - 90 b. Tuliskan angka 1 (satu) bila nilai nadi berada pada area wama biru yaitu bila
nilai 90-l l0 atau 40-50 c. Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai nadi berada pada area wama
orange yaitu bila nilai I l0-130 d. Tuliskan angka 3 (tiga) bila nilai nadi berada pada area
wama merah yaitu bila nilai <40 atau > 130
8. Perawat menghitung frekuensi nafas pasien dan mengisikan nilai score sesuai wama
nilai nafas a. Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai frekuensi nafas berada pada area warna
putih yaitu bila nilai 12-20 b. Tuliskan angka 1 (satu) bila nilai frekuensi nafas berada
pada area warna biru yaitu bila nilai 9-l I c. Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai frekuensi

80
nafas berada pada area wama orange yaitu bila rilai 2l-24 d. Tuliskan angka 3 (tiga) bila
nitai fiekuensi nafas berada pada area warna merah yaitu bila nilai > 25 atau < 8
9. Perawat mengukur suhu pasien dan mengisikan nilai score sesuai warna nilai suhu a.
Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai suhu berada pada area wama putih yaitu bila nilai 360 -
370 b. Tuliskan angka I (satu) bila nilai suhu berada pada area wama biru yaitu bila nilai
380 atau < 350 c. Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai suhu berada pada area wama orange
yaitu bila nilai > 390
10. Perawat menambahkan nilai 2 bila pasien rnendapatkan terapi oksigen
11. Perawat menjumlahkan nilai yang didapat dan mengisikannya di kolom jumlah score 12.
Perawat menilai zona wama sesuai dengan kondisi pasien : a. Zona putih bila total
score 0 (nol) b. Zona biru bila total score I - 4 c. Zona orange bila total score 5 (lima)
atau 3 (tiga) dalam satu pararmeter d. Zona merah bila total skor > 7
12. Perawat melakukan pengkajian nyeri dan mengisikannya di score nyeri
13. Perawat mengisikan intake pasien
14. Perawat mengisikan output urine pasien
15. Perawat mengisikan frekuensi observasi sesuai dengan zona wama yang didapat dari
total score EWS : a. Zona putih : minimal setiap 12 jam sekali b. Zona bim : minimal
setiap 4 - 6 jam sekali c. Zona orange : setiap jam sekali d. Zona merah : monitoring
tanda-tanda vital
16. Perawat menigisikan rencana tindak lanjut sesuai dengan zona wzuna yang didapat dari
total score EWS : a. Znna putih: lanjutkan observasi / monitoring secara rutin b. Zona
biru :
17. perawat pelaksana menginformasikan kepada ketua tim untuk melakukan asesmen
selanjutrrya dan membuat keputusan apakah akan meningkatkan fiekuensi
observasi/monitoring atau perbaikan asuhan yang dibutuhkan oleh pasien c. Zona
orange : - Ketua tim (perawat) segera memberikan informasi tentang kondisi pasien
kepada dokterjaga atau DPJP - Dokter jaga atau DPJP melakukan asesmen sesuai
kompetensinya dan menetukan kondisi pasien apakah dalam penyakit akut - Dokter jaga
atau DPJP menf apkan fasilitas monitoring yang lebih canggih d. Zona merah : - Ketua
tim (perawat) melaporkan kepada tim code blue - Tim code blue melakukan asesmen
segera - Stabilisasi oleh tim code blue dan pasien di rujuk ke lntermediate Care atau
lntensive Care Perawat membubuhkan paraf dan nama jelas Perawat melakukan
monitoring sesuai dengan score EWS

81
EWS ini berlaku untuk pasien dewasa saja, kalau
anak ada lagi pediatrik earli warning scale

ini lembar EWS untuk observasi pasien untuk menentukan skor EWS

Asuhan yang di berikan berdasarkan jumlah skor EWS

82
3.2.PELAYANAN RESUSITASI

Pelayanan resusitasi diartikan sebagai intervensi klinis pada pasien atau korban
yang mengalami kejadian yang mengancam hidupnya seperti henti jantung dan
paru.pada ssat henti jantung dan paru maka memberikan komprensi pada dada atau
bantuan pernafasan akan berdampak pada hidup atau matinya pasien, setidak tidaknya
menhindari kerusakan jaringan otak.

Resutasi berhasil dengan pasien henti jantung dan parutergantung pada


intervensi seperti secepat cepatnya dilakukan defibrilasi dan bantuan hidup lanjut (code
blue). Pelayanan seperti ini harus tersedia untuk semua pasien selama 24 jam setiap
hari,

Sanagt penting untuk dapat memberikan pelayaan intervensi yang kritikal yaitu
tersedia dengan cepat peralatan medis terstandar, obat resusitasi, staf yang baik dan
terlatih untuk resusitasi. Bantuan hidup dasar harus dilakukan secepatnya saat
diketahuai da henti nafasa dan jantung dan proses pemberian bantu hidup kurang dari
5 menit,pelayaan resusitasi tersedia diseluruh area rumah sakit termasuk peralatan
medis dan staf terlatih , berbasis bukti klinis.

Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti
jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu
dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan
tidak ada pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara
lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan dan siap yang
boleh melakuaknya

2.1.1 Resusitasi dilakukan pada :


Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”

Serangan Adams-Stokes

Hipoksia akut

Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan

Sengatan listrik

83
Refleks vagal

Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.

2.2.2 Resusitasi tidak dilakukan pada :


Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang
berat.

Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.

Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ –
1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

2.3.3 Pasien di Resusitasi oleh tim Resusitasi ( blue team )


a. Pengertian
1. Blue team merupakan suatu tim yang di bentik oleh rumah sakit dan memiliki
tugas mengenai pasien dalam kondisi gawat darurat di rumah sakit
2. Pasien gawat darurat merupakan pasien yang beraa dalam ancaman kematian
dan memerlukan pertolongan RJP segera.
3. Pasien gawat merupakan pasien yang terancam jiwanya tetapi belum
memerlukan pertolongan RJP.
4. Code blue merupakan kata sandi yang di gunakan untuk menyatakan bahwa
pasien dalam kondisi gawat darurat.
5. Triage merupakan pemilihan kondisi pasien melalui penilaian klinis pasien.
6. Perawat terlatih merupakan perawat yang telah mendapatkan pelatihan RJP
atau blue team.
a. Pengorganisasian.
1. Organisasi
Organisasi blue team terdiri dari:
 Koordinator
Dijabat oleh dokter Anastesi
Tugas : - mengkoordinasi segenap anggota tim.
- Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan
kegawatdaruratan yang dibutuhkan anggota tim

84
 Penanggung jawab medis.
Dijabat dokter jaga atau dokter ruangan UGD,HCU, OK, , Rawat Inap, dan
rawat jalan.
Tugas : - Mengidentifikasi awal atau triage pasien di runag perawatan.
- Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
- Memimpin dalam pelaksanaan RJP.
- Menentukan sikap selanjutnya.
 Perawat pelaksana
Dijabat perawat (KATIM)
Tugas : - bersama dokter penanggung jawab medis mengidentifikasi
triage pasien di ruang perawatan
- Membantu dokter penaggung jawab medis menangani pasien
gawat darurat di ruang perawatan

 Tim resusitasi.
Dijabat oleh perawat terlatih dan dokter jaga
Tugas : - memberi bantuan hidup dasar kepada pasien gawat atau gawat
darurat di ruang perawatan
- Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat
di ruang perawatan .
Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat
penting.Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan
kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian
yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons,
tidak ada nafas dan tidak ada nadi. Resusitasi dilakukan 30 : 2.

85
3.3 . PELAYANAN DARAH

Darah inkompatibel adalah darah resipien yang uji silang serasi memberikan
hasil ketidakcocokan dengan darah donor, dengan demikian darah donor tidak
dapat di tranfusikan.Apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan lanjutan di
Laboratorium Rumah Sakit harus merujuk ke PMI yang mampu melakukan
pemerisaan lanjutan.

Hal-hal yang dapat menyebabkan reaksi inkompatibel antara lain :


1. Kesalahan dalam menetapkan golongan darah.
Kesalahan sering terjadi dalam pemeriksaan golongan darah dengan hasil
positif atau negative palsu, karna:
a) Teknik kerja tidak sesuai SOP
b) Kondisi reagenasia dan sel uji ABO yang tidak memenuhi
persyaratan.
c) Masalah pada kondisi sel darah merah specimen yng didapat dari resepien
dengan kondisi :
1) Pasca tranfusi darah dan atau transplantasi susum tulang .
2) Antigen lemah.
3) Penyakit leukemia atau keganasan lainya.
4) Kosentrasi serum protein yang tidak normal.
5) Wharton jelly.
6) Kosentrasi subtansi A dan B yang tinggi dalam serum.
7) Anti bodi yang reaktif pada suhu dingin.
d) Masalah pada kondisi serum specimen, yang didapat dari resepien dengan
kondisi:
1) Gumpalan fibrin.
2) Kosentrasi protein yang abnormal.
3) Terdapatnya anti bodi selain anti -A dan anti-B.
4) Bahan pengencer sebagai pengawet sel A dan B mengandung
antibody.
5) Kadar imunoglobin yang rendah.

86
6) Darah bayi usia<4-6 bulan tidak terlihat serum typing.
7) Titer komplemen yang tinggi pada anti –A dan –B
8) Transplantasi dengan ABO berbeda.

Pemeriksaan lanjutan pada ketidakcocokan golongan darah ABO:

1. Pemeriksaan ulang dengan memakai sampel darah yang baru.


Serum harus mengandung komplemen, sehingga anti bodi yang mengikat
komplemen dapat terdektesi
2. Lakukan pemeriksaan darah dengan teknik pre warmed (pemanasan 37℃ )
untuk kasus auto immune haemolitik anemia tipe dingin .
3. Lakukan pemeriksaan DCT.

Uji silang dapat memberikan hasil negative palsu, oleh karna itu:
1. NaCL 0,9% harus bersih, jernih, tidak berwarna dan tidak terkontaminasi
dengan serum.
2. Suhu incubator harus 37℃.
3. Waktu inkubasi harus tepat.
4. Pencucian sel darah merah harus bersih.
5. Hasil negative ahrus di control dengan menggunakan coombscontrolcells.

Uji silang dapat memeberikan hasil positif (ikompatibel) karna:


1. Antibody inkomplit.
2. Autoantibody dalam serum pasien.
3. Antibody yang tidak termasuk dalam sietem golongan darah.
4. Tidak ditemukan kelainan immunologi dalam serum.

Langkah lanjutan bila di dapatkan hasil darah inkompatibel:


1. Inkompatibel pada mayor.
Darah donor tidak dapat diberikan pada pasien. Lakukan pemeriksaan
lanjutan skrining dan identifikasi antibody terhadap darah pasien bila
didapatkan ireguler allo antibody yag spesifik pada serum pasien maka

87
dapat dicarikan darah donor yang tidak melawan antibody yang ada pada
pasien.
2. Inkompetibel pada minor.
Dalam keadaan daruran pasien dapat di berikan darah donor berupa
packed red cells, bila uji silng mayor negative.
3. Pada pasien penderita AHIHA tipe hangat, hasil uji silang serasi
selalu inkompetibel.
Dalam keadaan mendesak dapat diberikan darah donor yang hasil reaksi
uji silang serasinya inkompetibel pada mayor dan minor yang hasil uji
reaksinya lebih lemah di bandingkan reaksi sel darah merah pasien.
Dalam pemberian tranfusi harus hati-hati ada reksi allo antibody yang
tidak terdeteksi dalam pemeriksaan skrining dan identifikasi antibody, oleh
karena itu pemberian tranfusi harus di bawah pengawasan dokter, kadar
HB pasien pasca tranfusi tidak boleh melebihi 8 gr/dl.
4. Pada pasien penderita AIHA tipe dingin tranfusi umumna tidak diperlukan .
Dalam keadaan mendesak tranfusi dapat di berika dengan cara darah
sebelum tranfusi di hangatkan terlebih dahulu, agar sel darah merah donor
tidak di sensitiasi atau di rusak oleh auto antibody penderita, pemberia
tranfusi harus dibawanh pengawasan dokter washed red cells tidak
dianjurkan karna komplemen dalam darah donor tidakaktif lagi setelah
penambahan stabilisator ACD-A.

A. PENGGUNAAN, PEMBERIAN DARAH, DAN KOMPONEN DARAH DAN


PEMBERIAN PERSETUJUAN( INFORMED CONSENT ).
Penggunaan, pemberian darah, dan kompenen darah hanya dilakukan apabila
ada indikasi medic, memakai komponen darah yang di butuhkan dalam jumlah dan
waktu yang tepat , penentuan jenis pengolahan darah yag akan di tranfusikan
kepada pasien haruslah atas permintaan dokter yang menangani pasien
denganmemperhatikan rasionalitas pemakain darah .

88
Apabila dokter telah memberikan indikiasi untuk di tranfusi dan telah dijelaskan
dokter kepada pasien dan keluarga pasien tentang indikasi untuk tranfusi, setelah
itu perawat jaga memberikan lembar persetujuan atau penolak untuk tranfusi (
informed consent ) kepada pasien / keluarga pasien untuk ditanda tangani sebagai
permintaan bahwa pihak pasien / keluarga setuju atau tidak setuju untuk dilakukan
tranfusi.

B. PENGADAANDARAH

1. UTD memberikan darah secara rutin dan berkala ke bank darah sesuai dengan
permintaan tertulis dari BD PMI.
2. BD PMI harus membuat rencana kebutuhan darah per bulan dandisampaikan
pada UTD.
3. Permintaan tersebut harus memuat data:
a. jumlah darah
b. jenis komponen darah.
c. golongan darah.
4. Permintaan harus ditandatangani oleh kepala bank darah (PMI).

C. INDENTIFIKASI PASIEN DAN PROSEDUR PENYERAHAN DARAH.

1. Petugas pengantar darah dari UTD menyerahkan darah yang aman ke bank
darah,disertai formulir pengirimandarah yang memuat:
- jumlah darah yang dikirim.
- nomor kantong darah.
- jenis komponen darah.
- golongan darah.
- hasil uji saring darah terhadap IMLTD.
- suhu simpan.

89
- tanggal kadaluarsa.
- Nama pasien
- No rekam medis
2. Petugas pengirim darah dari UTD dan petugas penerima darah di BANK
DARAH harus mampu mengenali tanda-tanda fisik darah yang aman.
3. Petugas pengirim darah dari UTD dan petugas penerima darah di bank darah
membuat berita acara serah terima dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
- Perhatikan identitas kantong darah.
- Periksa jumlah ,jenis dan golongan darah sesuai dengan formulir permintaan
/ pengiriman.
- Periksa kondisi fisik darah.
- Periksa suhu dan wadah pengiriman darah.
- Nama pasien
- No rekam medis
- Tanggal lahir pasien
- Ditandatangani oleh petugas UTD dan petugas bank darah rumah sakit.
4. Pendistribusian darah untuk pelayanan tranfusi darah di rumah sakit.
a. Permintaan darah dari bangsal RS ke BD PMI harus disertai formulir
permintaan darah yang di tandatangani oleh dokter yang merawat disertai
contoh darah resipien dan terdapat nama pasien, tanggal lahir , nomor rm,
dan golongan darah.
b. Formulir permintaan darah dan contoh darah resepien diserahkan ke BDRS
oleh perawat bangsal.
c. Petugas BD PMI memeriksa kelengkapan formulir permintaan darah dari
bangsal RS dan kondisi contoh darah resepien.
d. Lakukan uji silang serasi darah donor dan pasien sesuai dengan standar
yang berlaku.
e. Petugas BD PMI harus melakukan serah terima dengan petugas ruangan
yang di beri wewenang oleh dokter yang meminta darah.

90
Pada saat serah terima diruangan petugas ruangan mengcross cek, nama
pasien, tanggal lahir, golongan darah, no rekam medis. Setalah datanya
benar , petugas ruangan mentanda tangani blanko dari PMI.

D. PEMBERIAN DARAH
1. Tranfusi sel darah merah(darah lengkap,darah merah pekat,DMP miskin
leucosit,darah lengkap segar)
- Dibawa dari bank darah ke ruangan rawat dengan kotak kemas darah yang
dapat menjaga suhu 4° ± 2℃
- Periksa keadaan kantong darah dan keadaan darah.
- Berikan dalam waktu 30’ setelah dikeluarkan dari refrigerator.
- Tidak perlu di hangatkan
- Tranfusikan tidak lebih dari 4 jam.
2. Tranfusi trombosit
- Dibawa dari bank darah ke ruang rawat inap dengan kotak kemas darah
yang dapat menjaga suhu 22 ° ± 2℃
- Periksa keadaan kantong darah dan keadaan komponen di dalam .
- Berikan segera setelah dikeluarkan dari penyimpanan.
- Tranfusi tidak lebih dari 20 ‘
3. Tranfusi plasma segar beku(FFP)
- Dicairkan di bank darah
- Dibawa dari bank darah ke ruangrawat dengan kotak kemas darah yang
dapat
- menyimpansuhu 4° ± 2℃
- Periksa keaadaan kantong darah dan keadaan komponen darah didalamnya
- Berikan segera setelah dicairkan di bank darah.
- Tranfusi tidak lebihdari 20’

91
DOSISTRANFUSI PADA ANAK

1. Sel darah merah :dosis 10 -15 ml/ kgBB dapat meningkatkan 2 – 3 g/dl
2. Trombosit : dosis 5 – 10 ml /kg BB dapat meningkatkan trombosit 50.000 -
10.000/ul
3. FFP:dosis 10-15 ml /kg BB dapat meningkatkan factor 15 – 20%

CARA TRANFUSI DARAH

1. Cocokkan identitas pada formulir penyerahan darah dengan identitas pada


kantong darah.
2. Pengisian lembar informed consent persetujuan atau penolakan transfusi darah
3. Identifikasi pasien dengan benar.
4. Cocokkan identitas pasien dengan identitas pada kantong darah (oleh 2 orang
perawat).
5. Gunakan tranfusi set dengan filter standar (170-200 u)
6. Ganti selang tranfusi setiap 24 jam.
7. Pada hawa panas ganti selang tranfusi lebih sering atau setiap pemberian 4
kantong darah bila di tranfusikan kurang dari 12 jam.
8. Pantau pasien tranfusi 15’ pertama kemudian tiap 1 jam.
9. monitoring pada lembar kerja tindakan tranfusi serta identifikasi dan respon
terhadap reaksi transfusi

 Indikasipemberiantranfusidarah

1. Kehilangan darah akut,bila 20% -30% total volume darah yang hilang dan perdarahan
masih terus terjadi.

2.Anemia berat.

3. Syock septic.

4.Memberikan plasma dan trombositsebagai tambahan factor pembekuan,

92
karena komponen darah spesifik yang lain tidak ada.

5.Tranfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat.

Tranfusi sel darah merah


1. Tranfusi sel darah merah diindikasikan pada kadar HB <7 gr/dl,terutama pada
anemia akut, bila pasien asimtomatik atau ada terapi spesifik lainya yang lebih
tepat, batas kadar HB yang lebih rendah dapat diterima misalnya anemia
hemolitik autoimmune dapat terapi dengan steroid.
2. Tranfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar HB 7-10 gr/dl apabila
ditemukan tanda-tanda hipoksia atau hipoksemia yang ditemukan secara klinis
misalnya penurunan kesadaran dan laboratorium.
3. Tranfusi di lakukan bila kadar HB >10 gr/dl kecuali ada indikasi tertentu
misalnya penyaki yang membutuhkan transport oksigen lebih tinggi contoh
penyakit paru obstruksi kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat.
4. Tranfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia di lakukan pada kadar HB
<11gr/dl bila tidak ada gejala hipoksia batas ini dpat di turunkan hingga 7gr/dl
contoh anemia pada bayi premature jika terdapat penyakit jantung atau paru
atau yang sedang membutuhkan sumplementasi oksigen batas untuk
memeberikan tranfusi darah HB <13gr/dl

Tranfusi trombosit.

1. Pengobatan pada perdarahan akibat trombositopenia dengan hitungan


trombosit <50.000/ul atau pada perdarahan mikrovaskuler difus dengan
hitungan trobosit <100.000/ul,
2. Propilaksis dilakukan pada pasien yang menjalani operasi, prosedur invasive
atau setelah tranfusi massif dengan hitungan trombosit <50.000/ul
3. Propilaksis juga diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi trombosit
yang mengalami perdarahan.

93
a) pada kasus DBD dan KID supaya merujuk pada peñata laksanaan
masing-masing.
b) pada kasus trombositopenia karna penyebab khusus contoh anemia
apalastic, ITP pemberian tranfusi trombosit mengacu pada protocol
khusus.

Tranfusi plasma segar beku ( fresh frozen plasma FFP).

1. Mengganti defesiensi factor koagulasi dan factor inhibitor koagulasi baik yang
didapat atau bawaan bila tidak tersedia kosentrat factor spesifik atau dalm
bentuk kombinasi.
2. Untuk mengobati perdarahan secara cepat akibat gangguan hemotatis yang
mengacam jiwa pada terapi warfarin.
3. Untuk mengobati perdarahan akibat gangguan koagulasi pasca tranfusi massif
atau bypass jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.

 KOMPONEN DARAH

Pengertian komponen darah adalah Bagian darah yang dipisahkan dengan cara fisik
/mekanik.

Macam –macam komponen darah:

a. Komponen Seluler

1. Darah merah pekat (packed red cells PRC)

Darah merah pekat miskin leukosit

1. Trombosit pekat(platelet consentrate)


Trombosit pekat multi donor
Trombosit pekat tunggal
2. Leucosit pekat

b. Komponen non seluler

1.Plasma

94
Plasma donor tunggal(liquid plasma)

Plasma segar beku (fresh frozen plasma)

DARAH LENGKAP

- Isi utamaeritrosit
- Pada darah lengkap segar tronbosit dan factor pembekuan labil
- Volume tergantung volume kantong darah
- Yangdi pakai 250 ml,350ml,450 ml.
- Suhu simpan 4° ± 2℃
- Lama simpan 21-42 hari
- Guna nya meningkatkan eritrosit
- Seleksi dan layanan darah tranfusi
- *Gol ABO spesifik (cocok serasidengan darah resepien)
- *RH (+) untuk resepien RH (+)
- *RH (-) untuk resepien RH (-)

DARAH MERAH PEKAT

- Isi utama eritrosit


- Volume tergantung pada volume kantong darah yang di pakai 150- 350 ml.
- Gunanya meningkatkan eritrosit volume lebih kecil
- Suhu simpan 4 ° ± 2℃
- Lama simpan 21-42 hari.
- Seleksi dan layanan darah
- *Gol ABO spesifik (cocok serasi dengan darah resepien)
- *RH(+) untuk resepien RH(+)
- *RH (-) untuk resepien RH (-)

95
TROMBOSIT PEKAT

- Isi utama trombosit 5x 10 10 dari darah lengkap,a da beberapa leucosit


,eritrosit ,dan sedikit plasma.
- Volume 50 ml dengan cara pemutaran darah lengkap segar,150-400
mldengan trombaferetis.
- Suhu simpan 22° ± 2℃
- Lama simpan 5 hari.
- Guna nya meningkatkan trombosit
- Seleksi dan layanan darah plasma gol ABO yang ssesuai dengan sel darah
resepien atau sama gol ABO dengan resepien.

LEUCOSIT PEKAT

- Isi utama granulosit


- Suhusimpan 22° ± 2℃
- Lama simpan segera tranfusi
- Gunanya meningkatkan garnulosit
- Seleksi dan layanan darah sel darah merah nya sesuai gol ABO nya dengan
plasma resepien.

PLASMA DONOR TUNGGAL

- Isi utama plasma ,mengandung factor pembekuan stabil dan protein plasma.
- Volume 150-220 ml,tergantung volume kantong yang di pakai
- Ada 2 macam plasma cair dan plasma beku
- Suhu simpan 4° ± 2℃ cair ,beku <-18 c
- Lama simpan 26-47 hari cair, 5 hari beku.
- Guna nya meningkatkan volume darah.
- Seleksi dan layanan darah sesuai gol ABO nya dengan sel darah merah
resepien /sama golABO nya dengan resepien
- Komponen beku di cairkan dengan suhu ≤37℃

96
PLASMA SEGAR BEKU

- Isi utama factor pembekuan labil walaupun mengandung factor pembekuan


stabil dan protein plasma.
- Volume 150-220 ml tergantung volume kantong darah yang di pakai.
- Suhu simpan ≤ −18℃
- Guna nya meningkatkan factor pembekuan labil
- Seleksi dan layanan darah sesuai gol ABO nya dengan sel darah merah
resepien /sama golABO nya denganresepien
- Komponen beku dicairkan dengan suhu ≤ 37℃

E. MONITORING PASIEN

Setelah pasien di lakukan tranfusi perawat jaga melakukan monitoring pasien


dimana monitoring paisen diisi setiap kali melakukan tranfusi dan di evaluasi setiap
1 bulan sekali untuk melihat berabapa banyak perbandingan dari bulan kebulan
pasien melakukan tranfusi.

Dimana lembar monitoring pasien terdiri dari indetitas pasien :

 Nama pasien
 Diagnose
 Tanggal lahir
 No rekam medis
 Dokter dpjp

F. IDENTIFIKASI DAN RESPON TERHADAP REAKSI TRANFUSI


1. Hentikan tranfusi darah untuk sementara,perawat ruangan melapor kepada
dokter tentang reaksi tranfusi yang terjadi.
2. Dokter melakukan penanganan reaksi tranfusi kepada pasien yang mengalami
reaksi tranfusi dan melakukan observasi dan memutuskan apakah tranfusi di
hentikan atau dilanjutkan.

97
3. Kirim ke BD PMI sisa darah akibat adanya suatu reaksi tranfusi ,beserta label
kantong dan catat gejala – gejala reaksi tranfusi.
4. Bagi petugasLaboratorium berkonsultasi dengan petugas UTD.
5. Lakukan croos matching ulang.
6. Formulir hasil pemeriksaan kemudian dikonsultasikan kepada dokter
7. UTD memberi kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan atas analisa
pemeriksaan ulang.
8. Hasil dibuat rangkap 2 untuk dokter dan BD PMI.

3.4 BANTUAN HIDUP DASAR ATAU KOMA

1. Airway (jalan nafas)


Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas.Caranya
ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang
kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke
belakang dapat dihilangkan.Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini. Bila tindakan
ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan.

Caranya ialah:

Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,

Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,

Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.

Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian
puncak kepala korban.Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah
ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau
mulut ke hidung.

2. Breathing (Pernafasan)
Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan satu
tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke
belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk)
sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam

98
kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat.Ekspirasi korban
adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini
diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.

Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
Gerakan dada waktu membesar dan mengecil

Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang

Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.

Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban
mengecil sampai batas habis.

3. Circulation (Sirkulasi buatan)


Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL).Henti jantung (cardiac
arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang
yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat

Sebab-sebab henti jantung :


Afiksi dan hipoksi

Serangan jantung

Syok listrik

Obat-obatan

Reaksi sensitifitas

Kateterasi jantung

Anestesi.

Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan


dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi.Bila terjadi henti jantung yang tidak
terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera
dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan.

Henti jantung diketahui dari :


Hilangnya denyut nadi pada arteri besar

Korban tidak sadar


99
Korban tampak seperti mati

Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.

Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan
nafas dengan menarik kepala ke belakang.Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru
korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena :

1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan


buatan

2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban

3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun


daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.

Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi.Bila denyut nadi hilang atau
diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi
jantung luar.Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah
1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah
stabil

3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat
robeknya hati

4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum,
jari-jari jangan menekan iga korban

5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak
terputus

6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.

100
ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi
kemungkinan beberapa hasil,

1. Korban menjadi sadar kembali


2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang
terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul
pelaksanaannya.

3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal
ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).

Dan dalam 9 langkah dengan menggunakan huruf abjad dari A sampai I.


Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari :
 Airway Control : penguasaan jalan nafas.

 (B) Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat.


 (C) Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan
sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi
untuk syok.

Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari :

 (D) Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa
menunggu hasil EKG.
 (E) Electrocardioscopy (Cardiography).
 (F) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi).

Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari :

 (G) Gauging : menentukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai
sejauh mana pasien dapat diselamatkan.
 (H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak
yang baru dan
 ( I )Intensive Care : resusitasi jangka panjang.

101
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

 Evaluasi pernafasan pasien tiap 1 menit saat dilakukan RJP BC kombinasi


 Lakukan RJP BC sampai :
o Timbul nafas spontan
o Diambil alih alat/petugas lain
o Dinyatakan meninggal
o Penolong tidak mampu atau sudah 30 menit tidak ada respon
 Kompresi jantung luar dilakukan dengan cara :
 Dewasa
o Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangan dengan kejutan
bahu
o Penekanan pada daerah sternum 2-5 jari di atas proses xyphoideus
o Kedalaman tekanan 3-5 cm
o Frekuensi penekanan 80-100 kali per menit
 Anak
o Penekanan menggunakan satu pangkal telapak tangan
o Kedalaman tekanan 2 – 3 cm
o Frekuensi penekanan 80 – 100 kali per menit
 Neonatus
o Punggung bayi diletakkan pada lengan bawah kiri penolong
sedangkan tangan kiri memegang lengan atas bayi sambil meraba arteri
brakhialis sebelah kiri
o Jari tangan dan telunjuk tangan penolong menekan dada bayi pada posisi
sejajar putting susu 1 cm ke bawah
o Kedalaman tekanan 1-2 cm
o Perbandingan kompresi jantung dengan begging adalah 3 : 1

102
2.5.5 Bantuan Hidup Lanjut

1. Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan
bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung
spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan
tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,

a. Penting, yaitu :
Adrenalin

Sulfat Atropin

Lidokain
b. Berguna, yaitu :
Isoproterenol

Propanolol

Kortikosteroid.

Natrium bikarbonat

Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1


mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit.
Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai,
pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan
hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian
dengan dosis yang sama.

2. Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 –
1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat
meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.

3. Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara
meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis
terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan

103
arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan
iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang
berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode
takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa
diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak
lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).

4. Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan
mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi.Paling berguna dalam
mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard,
terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus
dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total
tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang
membutuhkan dosis lebih besar.

5. Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk
kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana
ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv,
dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.

7. Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon
sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok
kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak
setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan
menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka
digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.

8. EKG
Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan
monitoring.

104
2.6.6 Keputusan untuk mengakhiri resusitasi :

Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah


medis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler
penderita.Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil,
tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks.Keadaan tidak sadar
yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya
menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-
sia.Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas
elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebih sesudah
RJP yang tepat termasuk terapi obat.

3.4.PenatalaksanaanPerawatan pasien coma


Pasien coma dan pasien dengan menggunakan alat bantu kehidupan ( life
support ) di rawat di ruangan intensif (HCU)

a. PerawatanDasar
1) Memenuhikebutuhanzatasam, zatmakanan, dancairan
2) Memelihara kebersihan tubuh
3) Mempertahankan miksi dan defekasi dapat berlangsung secara teratur
4) Mencegah terjadinya infeksi skunder
5) Mencegah terjadinya decubitus
b. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan klien dengan koma:
1) Zat asam : jaga pernafasan tetap leluasa
2) Jika ada sekret di faring, lakukan suction
3) Jika pernafasan masih belum bebas, pasan endotracheal tube
4) Cairan, glukosa, dan elektrolit
5) Untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
elektrolit diberikan sonde/NGT.
6) Kandung kencing
7) Jika terjadi retensi urine pasang kataterisasi. Perhatikan sterilitas dalam
pemasangan kateter, jangan sampai terjadi cistitis.
8) Rectum : BAB 2-3 hari sekali, kalau perlu dilakukan gliserin secara rectal

105
9) Perawatan mata : beri/ tetesi boorwater 3% setiap pagi
10)Perawatan kulit : beri bedak setelah mandi agar tidak timbul maserasi

PROSES KEPERAWATAN
1. Data yang perlu diketahui:

a. Penyakit yang diderita sebelum koma (DM, Hypertensi, ginjal, hepar,


epilepsy)

b. Keluhan sebelum koma (nyeri kepala, pusing, muntah, mual, kejang,


kelemahan pada satu lengan, tungkai)

c. Obat yang diminum sebelum koma (obat tidur, antikoagulasi, insulin, dll)

d. Apakah terdapat sisa-sisa di dekat pasien pada waktu ia jatuh koma,


apakah ada bekas obat pada bibir atau pakaian pasien.

e. Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan-lahan.

2. Klinis

a. Frekuensi dan ritme nadi


b. Pengukuran tekanan darah
c. Pengukuran suhu tubuh
d. Bau pernfasan pasien (aceton, alkohol)
e. Warna dan permukaann kulit ikterik, cyanotic, apa ada bekas suntikan.
f. Apakah ada luka-luka karena trauma
g. Selaput mulut dan bibir (apakah terdapat darah atau bekas dari racun
h. Turgor kulit (dehidrasi)
i. Kepala : - Apakah keluar darah, liquor dari telinga, hidung, mulut.
- Apakah terdapat haematoma di sekitar mata.
- Apakah terdapat suatu impresi fraktur.
j. Leher : - Apakah terdapat fraktur Cervical vertebra kalau tidak ada fraktur
baru boleh diperiksa ada kaku kuduk/tidak.

106
k. Thorax : jantung dan paru
l. Abdomen : periksa hepar , ginjal, kandung kemih.

3. Pemeriksaan Neurologis:
Pemeriksaan khusus pada pasien koma yaitu dengan:
a. Pemeriksaan kesadaran Gasgow Coma Scala (GCS)
b. Pemeriksaan laboratorium : fungsi hepar, ginjal,dan elektrolit
c. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses di batang otak.

4. Diagnosa Keperawatan:

a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan lesi pusat pernafasan,


ditandai dengan:

 Nafas cheyne stokes, kusmaul, sianosis, RR/HR (naik), sekret banyak


(hemodinamik tidak stabil).
Tujuan : Pola nafas normal + efektif
Kriteria : - Irama pernafasan teratur
- RR = 16-24 x/menit
 - HR = 60-100 x/menit
- T = 110-130/70-90 mmHg.
Rencana perawatan:
1). Atur posisi miring ke satu sisi
Rasional:
- Untuk mencegah aspirasi
- Untuk mencegah sumbatan jalan nafas.
2). Pantau irama pernafasan
Rasional:
- Untuk mengetahui keefektifan nafas
- Untuk mengetahui letak proses di otak
3). Lakukan isap lendir sesuai kondisi
Rasional: - Untuk melancarkan jalan nafas.

107
4). Pantau hemodinamik
Rasional: Perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan
untukmengestimasi adanya kenaikan intrakranial, perdarahan atau bahkan
keadaan syok yang dapat mempengaruhi gangguan pernafasan.
 5). Pantau sistem pernafasan (RR, suara nafas, ekspansi dada, warna kulit)
Rasional:
- Untuk mengetahui letak proses di otak
- Bunyi nafas yang abnormal (Ronchi) dapat menandakan adanya sesuatu
yang menghambat pertukaran gas.
- Ekspansi dada menggambarkan daya kembang paru.
 6). Kolaborasi dokter untuk:
- Pemberian O2
- Foto thorax

Rasional:
- Untuk koreksi kekurangan O2
- Untuk mengetahui keadaan paru
- Untuk mengetahui oksigenasi .

b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran darah


(perdarahan, edema otak, spasme cerebral), ditandai dengan:
- Daerah perifer dingin/berkeringat
- Pengisian kapiler lebih 5 menit
- Tekanan darah turun, HR naik, nadi kecil, kesadaran menurun.
- Urine kurang 1 cc/kg/jam.
- Terjadi kelumpuhan.
Tujuan : Perfusi jaringan baik
Kriteria : - Perifer hangat
- Pengisian kapiler 2-3 menit
- Hemodinamik stabil, T : 110-130/70-90 mmHg
- N : 60-100 x/menit teraba besar.
- Urine 1 cc – 2cc/ kg/jam

108
- Composmentis
Rencana tindakan:
1). Pantau daerah perifer, warna kulit dan capileary reffil dan produk urine.
Rasional: Vasokonstriksi merupakan respon simpatis dari rendahnya volume
sirkulasi.
2). Pantau tekanan darah, nadi dan irama jantung
Rasional: Karena hipotensi dan hipoxia dapat menyebabkan disritmia.

3). Pantau tingkat kesadaran dengan GCS


Rasional: Perubahan tingkat kesadaran menandakan tidak adekutnya perfusi
cerebral dan dengan GCS kita dapat menilai tingkat kesadaran dengan lebih
akurat dan sistematis.
4). Kolaborasi dokter untuk: - Obat vasidilatator.
5). Catat/kaji pasien terhadap obat.
Rasional: Setiap oabt mempunyai dampak yang dapat merugikan pasien
kemunkinan peningkatan dosis.

c. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan kerusakn pusat syaraf


sensorik, ditandai dengan:
- Pasien tidak dapat menerima rangsngan dari luar (rasa sakit, pendengaran,
penglihatan)
Tujuan : Gangguan persepsi sensorik dapat diatasi.
Kriteria : - Pasien dapat menerima rangsang dengan baik (rasa sakit,
penglihatan, pendengaran).
Rencana tindakan:
1). Pantau daerah perifer, warna kulit dan capileary reffil dan produk urine.
Rasional: Kita dapat mengetahui derajat dan proses gangguan di susunan
syaraf pusat melalui pengkajian neurologis (rangsang sensorik).
2). Beri sentuhan dalam memberikan perawatan.
Rasional: Untuk menetukan kebutuhan psikologis pasien.

109
3). Kolaborasi dengan dokter
a. Untuk pemberian obat-obat sesuai penyebab dan gejala yang ada.
Rasional: untuk koreksi keadaan.
b. Pemeriksaan Lab: elektrolit.

4). Pantau respon obat:


Rasional: Setiap obat mempunyai dampak yang dapat merugikan pasien
kemungkinan peningkatan dosis.

d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


penurunan fungsi vital (ginjal, hepar, oatk), ditandai dengan:
- Urine kurang 1 cc/jam/kg, kulit dingin turgor jelek, nilai serum elektrolit
abnormal.
Tujuan : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi.
Kriteria : - Produksi urine 1-2 cc/kg/jam. Kulit hangat, turgor kulit baik elektrolit
serum normal.
Rencana tindakan:
1). Pantau intake dan output.
Rasional: Untuk mendapatkan cairan yang seimbang
2). Pantau irama jantung
Rasional: Kelainan elektrolit dapat mengakibatkan disritmia.
3). Pantau elektrolit, ureum, creatinin.
Rasional: Untuk mengetahui kondisi dan mengoreksi dengan segera karena
tersebut diatas bisa memperberat atau membuat koma.
4). Kolaborasi dokter untuk:
a. Pemeriksaan, elektrolit darah, ureum, creatinin LFT, secara teratur.
Rasional: Untuk mengevaluasi hasil tindakan dan pengobatan.
b. Pemberian cairan yang cukup, elektrolit dan kalorinya.
Rasional: Untuk koreksi kekurangan.
c. Pemasangan d. cath.
Rasional: Untuk pemantauan produk urine secara akurat.

110
e.Gangguan pola makan berhubungan dengan kesadaran yang menurun,
ditandai dengan nilai GCS rendah < 11-12.
Tujuan : Agar nutrisi terpenuhi.
Kriteria : - BB tidak turun bahkan naik.
- Tonus otot kenyal, turgor baik.
Rencana tindakan:
1). Pantau fungsi pengecapan pencernaan.
Rasional: Pada pasien koma sering terjadi gangguan pencernan (perdarahan
lambung, peristaltic usus turun).
2). Pantau pemasukan cairan/makanan sonde.
Rasional: Untuk evaluasi status nutrisi.
3). Timbang berat badan 1 x/hari.
Rasional: Berat badan dapat menggambarkan status nutrisi.
4). Hidangkan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional: Untuk menambah kenyamanan
5). Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk
a. Pemasangan NGT.
Rasional: Untuk pemberian nutrisi sonde.
b. Pemeriksaan gula darah secara teratur.
Rasional: Untuk mengetahui metabolisme tubuh.
c. Pemberian Total Parenteral Nutrition (TPN)
Rasional: Apabila nutrisi per oral tidak bisa (perdarahan langsung) maka nutrisi
di berikan lewat parenteral.

f. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan penurunan


tingkat kesadaran, ditandai dengan: pasien GCS < 12
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi.
Kriteria : - Pasien tampak bersih.
- Kebutuhan nutrisi, eliminasi, kebersihan diri terjaga.
Rencana tindakan:
1). Bantu pemenuhan kebutuhan pasien.

111
Rasional: Pasien memang tidak mampu melakukan sendiri, oleh karena
penurunan kesadarannya.
2). Bisikan ke telinga pasien setiap kita akan melakukan tindakan.
Rasional: Diharapkan pasien masih mampu mendengar sehingga selain ada
kontak dan terpenuhinya kebutuhan psikologis pasien.

3.5. PELAYANAN PASIEN PENYAKIT MENULAR DAN PENURUAN DAYA


TAHAN ( IMMUNO-SUPRESSED )

Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat
perawatan pasien rawat inap perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh, ekskresi dan sekresi
dari seluruh pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu
lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan
infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh
serta barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas
sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang
pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi urinal, pispot dan
peralatan lainnya
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah
dibersihkan dan didisinfeksi benar.

Strategi pencegahan penularan dan penuruan daya tahan.

1. Kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien

112
a. mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan air mengalir bila tangan terlihat
kotor atau terkontaminasi dengan bahan-bahan protein.
b. Dekontaminasi tangan dengan handrub berbais alkohol secara rutin jika
tangan tidak terlihat kotor
2. Alat pelindung diri ( APD ) meliputi sarung tangan, masker, kaca mata, topi, gaun
pelindung, apron, pelindung kaki
a. Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan
b. Pakai sarung tangan double bila akan melakukan tindakan kepada pasien
hepatitis
c. Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
a. Tangani peralatan pasien yang terkena darah cairan tubuh, sekresi, ekskresi
dengan benar sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju
terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke pasien lain dan lingkungan.
Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui cara yang
benar dan peralatan yang dipakai ulang diproses dengan benar
b. Penanganan, transport dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi, dengan prosedur yang benar untuk mencegah kulit, mukus
membran terekspos dan terkontaminasi linen sehingga mencegah transfer
mikroba ke pasien lain, petugas dan lingkungan.
4. Pengelolaan limbah
a. Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran
tertutup
b. Pembakaran untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus
mikroorganismenya
c. Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak disentuh lagi
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit

113
Pembersihan lingkungan semua tempat di mana pelayanan yang disediakan
untuk pasien harus dibersihkan setiap hari.Permukaan tersebut juga harus
dibersihkan bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
6. Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan
a. Rutin menjalankan kewaspadaan standar, memakai APD yang sesuai
b. Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
c. Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam
Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat menangani jarum
yang dipakai setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat
membuang jarum
7. Penempatan pasien
Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas
misal: varicella, contoh lsin penyakit HIV AIDS, TBC dan HEPATITIS harus
berada diruangan isolasi.
8. Hygiene respirasi / etika batuk
Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi untuk
mencegah transmisi pathogen dalam droplet. Etika batuk diterapkan kepada
pasien,petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus menutup
mulut dan hidung saat batuk atau bersin, pakai tissu, sapu tangan, masker
kain/medis bila tersedia, buang ketempat sampah, lakukan cuci tangan.
9. Praktek menyuntik yang aman
Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi

3.6.ASUHAN PASIEN DIALISIS


Pemberian asuhan keperawatan dalam penanganan pasien dialysis adalah :
 pasien masuk keruangan poli rawat jalan atau ugd pasien diberikan petolongan
pertama, setalah itu pasien dirujuk kerumah sakit yang telah memiliki pelayanan
dialysis.
 Rumah sakit ini belum memiliki pelayanan dialisis .

114
3.7.ASUHAN PASIEN YANG DIBERIKAN PENGHALANG ( RESTRAINT )

Perlindungan pada pasien dari kecelakaan selama pemberian asuhan


keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien akan keselamatan dan rasa
aman selama pemberian asuhan keperawatan.
Restrain di berikan pada;
1.Program dari dokter yang merawat
2.Pengikatan dilakukan apabila pasien:
a. Mencederai
b. Membahayakan orang lain
c. Merusak lingkungan dan peralatan
d. Pasien dengan kesadaran menurun disertai gelisah
e. Pasien dengan indikasi gangguan kejiwaan ( gaduh gelisah )
3.Restraint dapat dilakukan secara mekanik dan farmakologi
4.Penggunaan Restrain farmakologis harus diputuskan oleh tim medis
5.Pemasangan restrain mekanik dilakukan oleh perawat jagaberdasarkan
program dokter dan selama pengawasan dilakukan oleh perawat ruangan.

3.8.ASUHAN PASIEN POPULASI KHUSUS

Rumah sakit memberikan pelayanan khusus terhadap pasien usia lanjut, mereka
yang cacat, nak serta populasi yang beresiko disiksa dan resiko tinggi lainnya
termasuk pasien dengan resiko bunu diri .
Berlaku untuk pasien yang merupakan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), Kekerasan pada Anak, mendapat intimidasi/ intervensi dari pihak yang
tidak dikenal.

1. Tatalaksana Identifikasi Pasien.


a. Semua pasien yang merupakan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), kekerasan pada anak, mendapat intimidasi/ intervensi dari pihak
tidak dikenal harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk dalam
lingkungan rumah sakit dengan menggunakan tanda identitas pasien.

115
b. Pastikan bahwa pasien harus memang terlindungi dari semua ancaman
baik berupa fisik ataupun melalui alat komunikasi.
c. Pastikan pasien memberikan surat pernyataan perlindungan bahwa tidak
akan bertemu dengan siapapun terkecuali dengan persetujuan pasien.
d. Pastikan pengamanan secara ketat pada pasien selama pasien mendapat
perawatan. Jika perlu hubungi pihak yang berwajib untuk kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kekerasan pada Anak,
Intervensi/ intimidasi jika kasus tersebut berlanjut.
e. Tanda identitas hanya boleh dilepas saat pasien keluar / pulang dari
lingkungan rumah sakit.

2. Tindakan/prosedur yang membutuhkan identifikasi.


a. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien :
i. Pada saat terjadi serangansecara fisik.
ii. Pada saat terjadi intervensi/ intimidasi via telepon.
b. Para staf Rumah sakit TK. IV dr. dr.Noesmir baturaja harus
mengkonfirmasi identitas pasien korban Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT), kekerasan pada anak dengan benar dengan
menanyakan nama dan tanggal lahir pasien, kemudian
membandingkannya dengan yang tercantum direkam medis dan gelang
pengenal. Jangan menyebutkan nama, tanggal lahir dan alamat pasien
dan meminta pasien untuk mengkonfirmasi dengan jawaban ya / tidak.
c. Jangan melakukan prosedur apapun jika pasien tidak memakai gelang
identitas pasien. Tanda identitas harus dipakaikan ulang oleh perawat
yang bertugas menangani pasien secara personal sebelum pasien
menjalani suatu prosedur.

116
A. PENGUNJUNG
1. Tatalaksana Identifikasi pengunjung.
a. Semua pengunjung harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk
dalam lingkungan rumah sakit dengan menggunakan tanda pengenal
yang masih berlaku (KTP, SIM, Paspor).
b. Pastikan pemakaian tanda pengunjung pada pengunjung didaerah dada
(tempat yang mudah terlihat), jelaskan dan pastikan tanda pengunjung
terpasang dengan baik dan nyaman untuk pengunjung.
c. Tanda pengunjung harus diberikan pada semua pengunjung tidak ada
pengecualian dan harus dipakai selama berada dalam lingkungan rumah
sakit.
d. Bagian keamanan atau piket melaksanakan penjagaan khusus terkait
ancaman kekerasan fisik.
e. Tanda pengunjung hanya boleh dilepas saat pengunjung keluar/ pulang
dari lingkungan rumah sakit. Tanda pengunjung tersebut hanya boleh
dilepas didepan dan dikembalikan pada pihak rumah sakit dengan
menukar tanda pengenal yang masih berlaku (KTP, SIM, Paspor) yang
sudah dititipkan/ ditinggalkan pada saat akan memasuki lingkungan
rumah sakit.
f. Lokasi terpencil dan terisolasi dilakukan penjagaan dan pengawasan
dengan kamera CCTV
g. Ruang UGD menerapkan pematasan pengunjung pasien hanya
didamping keluarga atau wali maksimal dua orang.
h. Ruang perawatan menerapkan pembatasan pengunjung maksimal dua
orang untuk mendampingi pasien, pembatasan jam kunjung. Untuk
pendampingan pasien diluar jam besuk identitasnya tercatat dibuku
penunggu pasien disertai dengan tanda pengenal penunggu pasien.
i. Jangan pernah mencoret dan merobek tanda pengunjung.
j. Jika tanda pengunjung rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan
tanda pengunjung yang baru.
k. Jelaskan prosedur tanda pengunjung dan tujuannya kepada pengunjung.

117
l. Periksa ulang 2 (dua) detail data dibuku laporan sebelum pengunjung
menerima tanda pengunjung.
m. Saat menanyakan identitas pengunjung, selalu gunakan pertanyaan
terbuka, misalnya : “siapa nama anda?” (jangan menggunakan
pertanyaan tertutup seperti “apakah nama anda ibu Siti?”).
n. Jika seorang pengunjung tidak mampu memberitahukan namanya
(misalnya pada pengunjung tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa),
verifikasi identitas pengunjung kepada keluarga/ pengantarnya. Jika
mungkin, tanda pengenal jangan dijadikan satu-satunya bentuk identifikasi
sebelum dilakukan suatu intervensi. Tanya ulang nama dan alamat
pengunjung, kemudian bandingkan dengan jawaban pengunjung dengan
data yang tertulis dibuku laporan.
o. Semua pengunjung menggunakan hanya 1 tanda pengunjung.
p. Pengecekan buku laporan pengunjung dilakukan tiap kali pergantian jaga
shif.
q. Pada kasus pengunjung yang tidak menggunakan tanda pengunjung :
1) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti :
i. Menolak menggunakan tanda pengunjung.
ii. Pengunjung melepas tanda pengunjung.
iii. Tanda pengunjung hilang.
2) Tanda pengunjung harus diiformasikan akan resiko yang dapat terjadi
jika tanda pengunjung tidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada
buku laporan petugas shif.

1. Tatalaksana Identifikasi Karyawan.


a. Semua karyawan harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk dalam
lingkungan rumah sakit dengan melalui proses kelulusan masa
percobaan.
b. Pastikan pemakaian name tag pada karyawan di daerah dada (tempat
yang mudah terlihat), jelaskan dan pastikan name tag terpasang dengan
baik dan nyaman untuk karyawan. Name tag harus diberikan pada semua

118
karyawan tidak ada pengecualian dan harus dipakai selama berada dalam
lingkungan rumah sakit.
c. Name tag hanya boleh dilepas saat karyawan keluar/ pulang dari
lingkungan rumah sakit atau dalam kondisi lepas dinas.
d. Jangan pernah mencoret dan merobek name tag.
e. Jika name tag rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan name tag
yang baru oleh unit kepegawaian.
f. Jelaskan prosedur name tag dan tujuannya kepada karyawan.
g. Semua karyawan menggunakan hanya 1 (satu) name tag.
h. Pada kasus karyawan yang tidak menggunakan name tag :
1) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti :
i. Menolak menggunakan name tag.
ii. Karyawan melepas name tag.
iii. Name tag hilang.
2) Name tag harus diinformasikan akan resiko yang dapat terjadi jika
name tag tidak dipakai, alasan karyawan harus dicatat pada buku
pelanggaran disiplin kepegawaian.

2. Tindakan / prosedur yang membutuhkan Name Tag.


a. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan name tag :
i. Pemberian hak karyawan.
ii. Pemberlakuan kewajiban karyawan.
iii. Pada saat terjadi bencana (kebakaran, gempa bumi).
iv. Pada saat evakuasi karena terjadinya bencana.
v. Pada saat terjadi kasus pencurian.
b. Para staf Rumah sakit TK.IV dr.Bratanata harus mengkonfirmasi name tag
dengan benar dengan menanyakan nama karyawan tersebut pada unit
Kepegawaian.
c. Jangan melakukan prosedur apapun jika karyawan tidak memakai name
tag. Name tag harus dipastikan diberikan ulang oleh staf unit

119
Kepegawaian yang bertugas menangani karyawan pada saat karyawan
tersebut memulai pertama kali bekerja di rumah sakit.

B. TATA CARA IDENTITAS


Jenis Identitas
Identitas yang tersedia di Rumah sakit TK. IV dr. Noesmir Baturaja adalah
sebagai berikut :
1. Gelang identifikasi pasien.
2. Tanda Pengunjung.
3. Name Tag Karyawan.
Melepas Idenfikasi
Pelepasan identifikasi yang tersedia di Rumah sakit TK. IV dr. Noesmir Baturaja
adalah sebagai berikut :

Pasien.
Sudah tercantum pada buku pedoman identifikasi pasien.

Pengunjung.
Tanda pengunjung hanya dilepas saat pengunjung pulang atau keluar dari
rumah sakit.

Karyawan.
Name tag hanya dilepas pada saat karyawan pulang atau keluar dari rumah sakit
setelah jam dinas

3.9.ASUHAN PELAYANAN PASIEN KEMOTRAPI


Pemberian asuhan keperawatan dalam penanganan pasien kemotrapi adalah :
 pasien masuk keruangan poli rawat jalan atau ugd pasien diberikan
petolongan pertama, setalah itu pasien dirujuk kerumah sakit yang telah
memiliki pelayanan kemotrapi.
 Rumah sakit ini belum memiliki pelayanan kemotrapi .

120
4.PELAYANAN MAKANAN DAN TERAPI GIZI
Makanam dan nutrisi dan sesuai sangat penting bagi kesehatan pasien dan
penyembuhan.pilihan makanan disesuaikan dengan usika, budaya, pilihan, rencana,
asuahan, diagnosis pasien termasuk juga anatara lain idet khusus seperti rendah
kolestrol dan deit dm. berdasarkan atas asesemant kebutuhan dan renca asuhan maka
dpjp dan PPA yang kompeten memesan makanan dan nutrisi lain untuk pasien.

Paien berhak mementukan makanan sesuai dengan nilai yang dianut .bila
memungkinkan pasien ditawarkan pilihan makanan yang konsisten dan status gizi.

Jika keluarga pasien atua orang lain mau membawa makanan untuk pasien maka
kepda mereka diberikan edukuasi tentang makanan yang merupakan kontraindikasi
terhadap rencana., kebersihan makanan dan kebutuhan asuahan pasien termasuk
informasi terkait interaksi antara obat dan makanan.makanan yang dibawah oleh
keluarga atau orang lain disimpan dengan benar untuk mencegah kontaminasi.

A. Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit


Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan serangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu, peralatan kebutuhan bahan makanan, perencanaan
anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan,
pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatata, serta pelaporan dan evaluasi.

B. TUJUAN
Menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan
dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang oplimal.

121
C. Sarana dan ruang lingkup
Sarana penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien yang rawat
inap, sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga di lakukan penyelenggaraan
makanan bagi karyawan.Ruang lingkup penyelenggaraan makanan rumah salit
meliputi produksi dan distribusi makanan.

D. Alur Penyelenggaraan Makanan

Pelayanan Perencanaan Pengadaan Penerimaan &


makan pasien Menu (1) Bahan (2) Penyimpanan
(7) Bahan (3)

Penyajian
Persiapan &
Makanan di Distribusi Makanan (5) Pengolahan
Ruang (6)
Makanan (4)

Gambar 2. Alur Penyelenggaraan Makanan

E. Bentuk Penyelenggaraan Makanan Di Rumah Sakit


1. Sistem Swakelola
Pada penyelenggaraan makanan RS dengan siestem swakelola instalasi gizi
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan
makanan, dalam sistem swakelola ini, seluruh sumber daya yang diperlukan
(tenaga, dana, metoda, sarana dan prasarana)disediakan oleh pihak RS.

122
Kegiatan Penyelenggaraan Makanan

1. Peraturan pemberian makanan rumah sakit (PPMRS)


Penyusunan penentuan pemberian makanan RS ini berdasarkan :
a. Kebijakan RS setempat
b. Macam konsumen yang dilayani
c. Angka kebutuhan gizi dan kebutuhan gizi untuk diet khusus
d. Standar makan sehati untuk makanan biasa dan diet khusus
e. Penentuan menu dan pola makan
f. Penetapan kelas perawatan
g. Pedoman pelayanan gizi rumah sakit yan berlaku
2. Penyusunan standar bahan makanan rumah sakit
Standar makanan sehari adalah acuan/patokan macam dan jumlah bahan
makanan (berat kotor) seorang perhari, disusun berdasarkan kecukupan gizi
pasien tercantum dalam penuntun diet dan disesuaikan dengan kebijakan rumah
sakit
3. Perencanaan menu
a. Bentuk tim kerja
b. Menetapkan macam menu
c. Menetapkan macam siklus menu
d. Menetapkan pola menu
e. Menetapkan besar porsi
f. Mengumpulkan macam hidangan untuk pagi, siang, dan malam
g. Perencanaan format menu
4. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
a. Pengertian
Adalah Serangkaian kegiatan menetapkan macam, jumlahdan mutu bahan
makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu, dalam rangka
mempersiapkan penyelenggaraan makanan rumah sakit.

b. Tujuan

123
Tersedianya tefsiran macam dan jumlah bahan makanan dengan spesifikasi
yang di tetapkan, dalam kurun waktu yang di tetapkan untuk pasien rumah
akit.
c. Langkah langkah perhitungan kebutuhan bahan makanan :
1) Susun bahan makanan yang diperlukan, lalu golongkan bakan
makanan apakah yang termasuk :
a. Bahan makanan segar
b. Bahan makanan kering
2) Hitung kebutuhan bahan makanan satu persatu dengan cara :
a. Tetapkan jumlah konsumen rata-rata yang dilayani
b. Hitung macam dan jumlah kebutuhan bahan makanan dalam 1
siklus menu.
c. Masukkan perhitungan tersebut kedalam formulir kebutuhan bahan
makanan yang telah dilengkapi dengan spesifikasinya.
5. Perencanaan anggaran bahan makanan
a. Pengertian
Perencanaan anggaran makanan makanan adalah suatu kegiatan
penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi
pasien dan karyawan yang di layani.
b. Tujuan
Tersedianya rencana anggaran belanja makanan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan macam dan jumlahbahan makanan bagi
konsumen/pasien yang di layani sesuai dengan standar yang di tetapkan.

c. Langkah perencanaan anggaran bahan makanan :


1) Tetapkan macam dan jumlah pasien
2) Kumpulkan bahan harga makanan dengan melakukan survey pasar,
kemudian tentukan harga rata-rata bahan makanan.
3) Buat pedoman berat bersih bahan makanan yang digunakan dan
dikonversikan ke dalam berat kotor.

124
4) Hitung indeks harga makan perorang perhari dengan cara
mengalikan berat kotor bahan makanan yang digunakan dengan
harga satuan sesuai pasien yang dilayani.
5) Hitung anggaran belanja setahun (jumlah pasien yang dilayani dalam
1 tahun dikalikan indeks harga makanan).
6) Hasil perhitungan dilaporkan kepada pengambi keputusan ( sesuai
dengan struktur organisasi masing-masing )
7) Rencana anggaran diusulkan secara resmi melalui administrative
yang berlaku.

6. Pengadaan bahan makanan


a. Pengertian
Pengadaan bahan makanan meliputi penetapan spesifikasi bahan
makanan.Perhitungan harga makanan, pemesanan dan pembelian bahan
makanan dan melakukan survey pasar.
b. Spesifikasi bahan makan
Spesifikasi bahan makanan adalah standar bahan makanan yang di tetapkan
oleh unit/instalasi gizi sesuai dengan ukuran, bentuk, penampilan dan kualitas
bahan makanan.
Tipe spesifikasi :
1. Spesifikasi teknik
Biaanya digunakan untuk bahan makanan yang dapat diukur secara
objektif dan diukur dengan menggunakan instrument tertentu.Secara
khusu digunakan pada bahan makanan dengan tingkat kualitas tertentu
yang secara nasional sudah ada.

2. Spesifikasi penampilan
Dalam menetapkan spesifikasi bahan makanan haruslah sesederhana,
lengkap dan jelas. Secara garis besar berisi :
a. Nama bahan makanan/produk
b. Ukuran/tipe unit/ container/ kemasan

125
c. Tingkat kualitas
d. Umur bahan makanan
e. Warna bahan makanan
f. Identifiksi pabrik
g. Masa pakai bahan makanan/ masa kadaluarsa
h. Data isi produk bila dalam satu kemasan
i. Satuan bahan makanan yang di maksud
j. Keterangan khusus lain jika diperlukan
3. Spesifikasi pada kualitas barang yang telah dikeluarkan oleh suatu pabrik
dan telah diketahui oleh pembeli. Misalnya spesifikasi untuk makanan
kaleng.
c. Survey pasar
Adalah kegiatan untuk mencari informasi mengenai harga bahan makanan
yang ada di pasaran, sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagai
dasr perencanaan anggaran bahan makanan. Dari survey tersebut akan
diperoleh perkiraan harga bahan makanan yang meliputi harga terebdah,
harga tertinggi, harga tertimbang dan harga perkiraan maksimal.
7. Pemesanan dan pembelian bahan makanan
a. Pemesanan bahan makanan
Pengertian :
Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan (order) bahan
makanan berdasarkan menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani,
sesuai peroide pemesanan yang di tetapkan.
Tujuan :
Tersedianya daftar pemesanan bahan makanan sesuai menu, waktu
pemesanan, standar porsi bahan makanan dan spesifikasi yang ditetapkan.
Persyaratan:
1. Adanya kebijakan rumah sakit tentang prosedur pengadaan bahan
makanan.
2. Tersedianya dana untuk bahan makanan
3. Adanya spesifikasi bahan makanan

126
4. Adanya menu dan jumnlah bahan makanan yang dibutuhkan selama
periode tertentu.
5. Adanya pemesanan makanan untuk 1 periode menu.
Langkah – langkah pemesanan bahan makanan.
1. Menentukan frekuensi pemesanan bahan makanan segar dan kering
2. Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan dengan cara mengalikan standar
porsi dengan jumlah pasien kali kurun waktu tertentu.

b. Pembelian bahan makanan


Pengertian :
Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian kegiatan penyedia
macam.Jumlah, spesifikasi bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan
pasien sesuai ketentuan atau kebujakan yang berlaku.Pembelian bahan
makanan merupakan prosedur penting untuk memperoleh bahan makana,
biasanya terkait dengan produk yang benar, jumlah yang tepat, waktu yang
tepat dan harga yang benar.
Sistem pembelian bahan makanan yang di lakukan adalah Pembelian
langsung ke pasar ( The Open Market Of Buying).
8. Penerimaan bahan makanan
Pengertian
Seuatu kegiatan yang meliputi memeriksa, mencatat, meneliti dan memutuskan
serta melaporkan tentang macam dan jumlah bahan makanan sesuai dengan
pesanan dan spesifikasi yang telah ditetapkan, serta waktu penerimaannya.
Tujuan :
Diterimanya bahan makanan sesuai dengan daftar pesanan, waktu pesan dan
spesifikasi yang ditetapkan.

Prasyarat :
a. Tersedianya daftar pesanan bahan maknan berupa macam dan jumlah
bahna makanan yang akan diterima pada waktu tertentu.
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang ditetapkan.

127
Langkah penerimaan bahan makanan :

a. Bahan makanan diperiksa sesuai dengan pesanan dan ketentuan spesifikasi


bahan makanan yang dipesan.
b. Bahan makanan dikirim ke gudang penyimpanan sesuai dengan jenis barang
atau dapat langsung ke tempat pengolahan makanan.
9. Penyimpanan dan penyaluran bahan makanan
a. Penyimpanan bahan makanan
Pengertian
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, manyimpan,
memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan bahan makanan kering dan
segar di gudang bahan makanan kering dan dingin/beku.
Tujuan :
Tersedianya bahan makanan yang siap digunakan dalam jumlah dan kualitas
yang tepat sesuai kebutuhan.
Prasyarat:
1. Adanya rtuang penyimpanan bahan makanan makanan kering dan bakan
makanan segar.
2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai
peraturan.
3. Tersedianya kartu stok bahan makanan/buku catatan keluar masuknya
bahan makanan.
Langkah penyimpanan bahan makanan :
1. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, segera
dibawa ke ruang penyimpanan, gudang atau ruang pendingin.
2. Apabila bahan maknan langsung akan digunakan, setelah ditimbang
dan doperiksa oleh bagian penyimpanan bahan makanan setempat
dibawa ke ruang persiapan bahan makanan.
b. Penyaluran bahan makanan
Pengertian :

128
Penyaluran bahan makanan adalah tata cara mendistribusikan bahan
makanan berdasarkan permintaan dari unit kerja pengolahan bahan
makanan.
Tujuan :
Tersedianya bahan makanan siap pakai dengan jumlah dan kualitas yang
tepat sesuai pesanan dan waktu yang diperlukan.
Prasyarat :
1. Adanya bon permintaan bahan makanan
2. Tersedianya kartu stok/buku catatan keluar masuknya bahan makanan.

10. Persiapan bahan makanan


Pengertian :
Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam mempersiapkan
bahan makanan yang diap diolah (dicuci,memeotong,menyiangi,meracik dsb)
sesuai dengan menu dan jumlah pasien yang dilayani.
Perasyarat :
a. Tersedianya bahan makanan yang akan di persiapkan
b. Tersedianya tempat dan peralatan persiapan
c. Tersedianya prosedur tetap persiapan
d. Tersedianya standar porsi, standar resep, jadwal persiapan dan jumlah
pemasak.
11. Pengolahan bahan makanan
Pengertian
Pengolahan bahan makanan adalah: suatu kegiatan mengolah (memasak)
bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, sehat,berkualitas
dan aman untuk dikonsumsi.
Tujuan :
a. Mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan
b. Meningkatkan nilai cerna
c. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan
pemanpilan makanan.

129
d. Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.

Prasyarat :
a. Tersedianya menu, pedoman menu, dan siklus menu
b. Tersedianya bahan makanan yang yang dimasak
c. Tersedianya peralatan pemasakan bahan makanan
d. Tersedianya aturan dalam menilai hasil pemasakan
e. Tersedianya prosedur tetap pemasakan
f. Tersedianya peraturan penggunaan Bahan Tambahan Pangan

12. Distribusi makanan


Pengertian

Pendistribusian makanan adalah : serangkaian kegiatan penyaluran makanan


sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan dilayani.

Tujuan :

Pasien mendapat makanan sesuai diet dan ketentuan yang berlaku.

Prasyarat :

a. Tersedianya peraturan pemberian makanan rumah sakit.


b. Tersedianya standar porsi yang ditetapkan runah sakit
c. Adanya peraturan pengambilan makanan
d. Adanya daftar permintaan makanan pasien
e. Tersedianya peralatan untuk distribusi makanan dan peralatan makan.
f. Adanya jadwal pendistribusian yang ditetapkan.
Sistem distribusi yang digunakan sangat mempengaruhi makanan yang
disajikan, tergantung pada jenis dan jumlah tenaga, peralatan dan perlengkapan
yang ada.
Sistem pendistribusian yang digunakan rumah sakit adalah ’Sentralisasi ’ yaitu
makanan debagi dan disajikan dalam alat makan diruang produksi makanan.

130
Keuntungtan cara sentralisasi
1. Tenaga lebih hemat sehingga lebih hemat biaya
2. Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti
3. Makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan sedikit
kemungkinan kesalahan pemberian makanan.
4. Ruang pasien terhindar dari bau masakan dan kebisingan pada waktu
pembagian makanan.
5. Pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat.
Kelemahan cara sentralisasi
1. Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan yang lebih
banyak ( tempat harus luas, kereta pemanas mempunyai rak yang luas)
2. Adanay tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta pemeliharaan.
3. Makanan sampai ke pasien sudah agak dingin
4. Makanan mungkin sudah tercampur serta kurang menarik, akibat perjalanan
dari ruangan produksi ke pantry di ruang perawatan.

5.PELAYANAN NYERI
Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, tindakan atau
pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan makan
pasien diberikan informasi tentang kemungkinan timbul nyeri akibat tindakan,
atau prosedur pemeriksaan, dan pasien diketahui pilihan yang tersedia untuk
mengatasi nyeri .apapun yang menjadi sebab timbulnya nyeri jika tidak dapat
diatasi akan berpengaruh secara fisik maupun psikologis. Pasien dnegan
nyeri dilakukan asesemen dan pelayanan untuk mengatsi nyeri yang tepat.

Berdasarkan atas cakupan asuahan yang diberikan maka rumah skait


memeteapkan proses untuk melakukan skrining , asesemen, dan pelayan
untuk mengatasi nyeri.
 Identifikasi pasien untuk rasa nyeri pada asesemen awal dan
asesemen ulang

131
 Memebrikan informasi kepada pasien bahwa nyeri dapat disebbakan
oleh tindakan atau pemeriksaan.
 Melaksanakan pelayanan untuk mengatasi nyeri terlepas dari mana
nyeri itu berasal.
 Melkaukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga
perihal pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar belakang
agama, budaya, nilai – nilai pasein, dan keluarga.
 Melatih PPA tentang asesmen dan pelayaan untuk mengatasi nyeri.

A. Tujuan Penatalaksanaan Nyeri

1. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri


2. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala kronis yang
persisten
3. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri
4. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
B. Strategi Terapi

1. Nyeri Ringan
a. Terapi Nonfarmokologi

Intervensi nonfarmakologis cocok untuk pasien dengan criteria (1) pasien


merasa intervensi tersebut menarik, (2) pasien yang mengekspresikan
kecemasan/ketakutn, (3) pasien yang memperoleh manfaat dari upaya
mengurangi/menghindari terapi obat, atau (4) pasien yang mengalami nyeri
ringan sampai sedang setelah menggunakan terapi farmakologis.

a) Distraksi
Mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain sehingga menurunkan
kewaspadaan dan toleransi terhadap nyeri. Beberapa teknik distraksi antara
lain: (1) nafas lambat, berirama (2) massage and slow, rhythmic breathing (3)
rhythmic singing dan tapping (4) active listening (5) guide imagery.
132
Jenis-jenis distraksi yakni (1) distraksi visual seperti menonton tv (2) distraksi
auditori seperti music atau humor (3) distraksi taktil seperti menarik nafas dan
mengelus binatang dan (4) distraksi intelektual seperti bermain teka teki
silang atau melakukan hobi.(5) Imajinasi Terbimbing seperti membayangkan
hal yang indah

b) Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress. Teknik relaksasi akan memberikan ibdividu control diri ketika terjadi
nyeri, rasa tidak nyaman, dan emosi pada nyeri. Teknik ini meliputi meditasi,
yoga dan tidur, teknik imajinasi, zen dan latihan relaksasi progresif. Teknik
relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa
keuntungan atara lain: relaksasi untuk menurunkan ansietas yang
berhubungan dengan nyeri atau stress, menurunkan nyeri otot, menolong
individu untuk melupakan nyeri, meningkatkan periode istirahat,
meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain, dan menurunkan perasaan tak
berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri.
Stewart (1976;1959) menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut:
1. Pasien menarik nafas dalam
2. Menahannya di dalam paru
3. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi
kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut.
4. Pasien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
5. Pasien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-
lahan pada saat ini biarkan telapak kaki rileks. Perawat meminta kepada
pasien mengkonsentrasikan fikiran kepada kakinya yang terasa ringan
dan hangat.
6. Ulangi langkah ke 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut,
punggung, dan kelompok otot-otot lain.

133
7. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernafas secara
perlahan. Bila nyeri terjadi hebat pasien dapat bernafas secara dangkal
dan cepat.

c) Kompres Air Hangat dan Dingin


Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas
resptor nyeri dan subkutan lain ada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera
segera setelah cedera terjadi.Penggunaan panas mempunyai keuntungan
meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.

b. Terapi Farmakologi
a) Parasetamol
Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik.
Dapat dikombinasika dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang
lebih besar.
Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari, untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.

b) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)


Efek analgesic pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan –sedang,
anti piretik.
Kontra indikasi : pasien dengan triad franklin (polip hidung, angioedema, dan
urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
Efek Samping : Gastrointestinal (erosi/ ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
Ketorolak merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral
efektif untuk nyeri sedang – berat bermanfaat jika terdapat kontra indikasi
opioid atau dikombinasikan dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik

134
dan efek samping opioid. (depresi pernapasan, sedasi, stasis
gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi – analgetik.

2. Nyeri Sedang
a. Terapi Farmakologi
a) Obat Narkotika dan Obat Anti Inflamasi NSAID

Penggunaan analgesik merupakan metode yang paling umum dalam


mengatasi pada pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat.Ada 3 jenis
analgesic, yakni non narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
analgesic narkotik (opiat).Dan obat tambahan atau koanalgesik.Jenis non
analgesic dan NSAID umumnya menghilangkan nyeri ringan dan sedang,
seperti disminore atau nyeri pasca operasi ringan. Kedua jenis analgesic ini
mengurangi nyeri dengan bekerja di ujung saraf perifer an daerah luka dan
menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah yang luka.
Contoh obat analgesic non narkotik yakni astaminofen, sedangkan NSAID
yakni ibuprofen, narproksen dan indomeasin.

Analgesic opiat umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri sedang


sampai berat, sperti pascaoperasi dan maligna.Bekerja pada system saraf
pusat untuk menghasilkan kombinasi efek yang mendepresik dan
menstimulasi. Efek samping opiate: kantuk, mual,muntah, konstipasi,
depresi pernafasan. Sedangkan jenis adjuvant menghilangkan gejala lain
yang terkait dengan nyeri. Contohnya amitriptilin untuk cemas.Hidroksin
untuk depresi, Diazepan untuk muntah, Klorpromazin untuk mual.

b) Tramadol

- Merupakan analgetik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi
OAINS.

135
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang nyeri kanker,
osteoaethritis, yeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca herpetic, nyeri pasca operasi
- Efek Samping : Pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
- Jalur pemberian : intravena, epidural, rectal, dan oral
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg/hari
Dosis maksimal : 400 mg dalam 24 jam
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi,
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi
yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki resiko jatuh.

b. Terapi Fisik
a) Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri meliput
kompres hangat dan dingin.

b) Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang nyeri sehingga dapat membantu
mengatasi episode nyeri akut.

3. Nyeri Berat
Opioid

a. Contoh Opioid yang sering digunakan : MST (morfin), fentanyl injeksi, durogesik
(pentanyl) path, pethidin injeksi.

b. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi

c. Adikasi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk


penatalaksanaan nyeri akut

d. Pemberian Oral :

136
a) sama efektifnya dengan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.
b) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasioral.

f. Injeksi Intramuscular

a) Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.


b) Namun,injeksimenimbulkannyeri
danefektifitaspenyerapannyatidak dapat diandalkan.
c) Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
g. Injeksi Subkutan

h. Injeksi Intravena

a) Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.


b) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-
menerus(melalui infus).
c) Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak
sesuai dosis
l. Efek Samping

a) Depresi pernafasan, dapat terjadi pada : overdosis, pemberian sedasi


bersamaan (benzodiazepin, antihistamin, antiemetik tertentu), adanya
gangguan elektrolit, hipolemia, uremia, gangguan respirasi dan peningkatan
intrakranial. Obstructive jalan nafas intermitten.
b) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantaudengan
menggunakan skor sedasi, Yaitu

-0 = Sadar Penuh
-1 = Sedasi Ringan, kadang mengantuk,mudah dibangunkan
-2 = Sedasi Sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
dibangunkan

137
-3 = Sedasi Berat, Samnolen, sukar dibangunkan
-4 = Tidur Normal

c) Sistem Saraf Pusat: euphoria, halusinasi, miosis, kekuatan otot. Pemakaian


MAOI : pemeberian petidin dapat menimbulkan koma.
d) Toksisitas metabolik : petididn menimbulkan tremor, kejang. Petidin tidak
boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk nyeri pasca bedah. Pemberian
morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal, pada usia pasien lebih
70 tahun.
e) Efek kardiovaskular : morfin menimbulkan vasolidatasi, petidin menimbulkan
tachycardi
f) Gatrointestinal : menimbulkan mual muntah

C. Alur Tatalaksana Nyeri

Penangangan pasien yang mengalami nyeri dapat dilakukan dengan tiga strategi
yang penatalaksanaannya terdiri :
Pada pasien yang mengalami nyeri penanganannya dapat di lakukan oleh perawat
ruangan masing-masing. Pada pasien dengan nyeri sedang perawat dapat
menghubungi dengan dokter jaga. Pada pasien yang mengalami nyeri berat perawat
menghubungi DPJP untuk menjelaskan situasi pasien pada saat itu dan menyampaikan
rencana untuk menghubungi Tim Nyeri

D. Komunikasi dan edukasi Pasien

1. Teknik Komunikasi Terapeutik

Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan


Sundeen, dalam Ernawati (2009) yaitu:

a. Mendengarkan (lestening)
Mendengar (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik ( Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan
138
informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima ,
Hubson, S dalam Suryani, (2005).
Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a) Pandang klien ketika sedang bicara
b) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan
c) Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
atau tangan
d) Hindarkan gerakan yang tidak perlu
e) Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik
f) Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).

b. Bertanya

Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk


mengungkapkan perasaan dan pikirannya.

Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:

a). Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)

Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya


perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif
(non facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan,
bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald,
D dalam Suryani,(2005).

b) Pertanyaan terbuka atau tertutup

Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat


membutuhkan jawaban yang banyak dari klien.Dengan pertanyaan terbuka,

139
perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong
dalam Suryani, (2005).

Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat


membutuhkan jawaban yang singkat.

c. Penerimaan

Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang


menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai.Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa
menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.

d. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien
dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien
dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).

e. Klarifikasi (clarification)

Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d
dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar
atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak
lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi
perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak
boleh menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama
klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien
sangat penting dalam memahami klien.

140
2. Edukasi Pasien dan Keluarga

Pasien mendapatkan penjelasan mengenai:


a. Kemungkinan penyebab rasa nyerinya
b. Obat yang telah diberikan untuk mengurangi nyeri
c. Metode alternative untuk mengurangi nyeri
d. Skala penilaian nyeri dan kewajibannya untuk melapor bila intensitas nyeri
bertambah sebelum menjadi terlalu parah sehingga lebih mudah ditangani
e. Kemungkinan keterbatasan terapi dan efek samping
Keluarga mendapatkan penjelasan mengenai nyeri dari perawat dapat berupa leaflet
dan audio visual yang telah di sediakan oleh rumah sakit

E. Bagan Alur Tatalaksana Nyeri

PASIEN

NYERI

RINGAN SEDANG BERAT

TIM
PERAWAT DR. JAGA
NYERI
RUANAG
N 141
6. PELAYANAN DALAM TAHAP TERMINAL

Asesmen dan asesmen ulang bersifat individual agar sesuai dengan kebutuhan pasien
dalam tahap tahap terminal dan keluarganya. Asesmen dan asesmen ulang harus
dinilai kondisi pasien seperti :

 Gejala mual dan sulit bernafas


 Factor yang memperparah gejala fisik
 Manajemen gejala sekarang dan respon pasien
 Orientasi spiritual dan keluarga serta terlibat dalam kelompok agama tertentu
 Keprihatian spiritual pasien dan keluarga serepti putus asa, penderitaan, dan
rasa bersalah.
 Status spikologis pasien dan kelurga seperti kekerabtan, kelyakaan perumahan,
pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi, serta reaksi pasien dan keluarga
menghadapi penyakit
 Kebutuhan bantuan atau penundaan pelayanan untuk pasien dan keluara
 Kebutuhan altrenaltif layanan atau tingkat layanan
 Fakto resiko bagi yang ditinggal dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi
patologis atau kesedihan .

 ASPEK KEPERAWATAN
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut :

1. Asesmen tingkat pemahaman pasien & keluarga :


a. Closed Awareness

142
Pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan segera sembuh.
b. Mutual Pretense
Keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak membicarakannya
lagi, Kadang-kadang keluarga menghindari percakapan tentang kematian
demi menghindarkan dari tekanan.

c. Open Awareness
keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan tidak merasa
keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman.Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat
menyampaikan isu yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ.

2. Asesmen faktor fisik pasien


Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada berbagai
masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali perubahan fisik
yang terjadi pada pasien terminal meliputi:

a. Pernafasan ( Breath )
1) Apakah teratur atau tidak teratur,
2) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing, stridor,
crackles, dll,
3) Apakah terjadi sesak napas
4) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak.
5) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan jenisnya
6) Apakah memakai ventilasi mekanik ( ventilator ) atau tidak

b. Kardiovaskuler ( Blood )
1) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler.

143
2) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan
pucat.
3) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lema teraba, hilang
timbul atau tidak teraba.
4) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam CmH2O.
6) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,
7) Lain – lain bila ada
c. Persyarafan ( Brain )
1) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan kesadaran
pasien.
2) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O.
3) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil.
4) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan.
5) Lain – lain bila ada.
d. Perkemihan ( Blader )
1) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
2) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
3) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan
dower kateter.
4) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana warnanya,
bagaimana baunya.
e. Pencernaan ( Bowel )
1) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
2) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
3) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
4) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
5) Apakah ada mual atau muntah.
6) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana
konsistensi,warna dan bau dari feses.
f. Muskulo Skeletal / Intergumen

144
1) Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas
2) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan, pucat atau
hiper pigmentasi.
3) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
4) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
lukanya.
6) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
7) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
frakturnya.
8) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.

3. Asesmen tingkat nyeri pasien


Lakukan asesmen rasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu, maka
segera lakukan menajemen nyeri yang memadai.

4. Asesmen faktor kulturopsikososial


a. Tahap Denial
Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien dan penerimaan pasien
terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
b. Tahap Anger
Pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak terkendali, komunikasi ada
dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
c. Tahap Bargaining
Pasien mulai menerima keadaan dan berusaha untuk mengulur waktu, rasa
marah sudah berkurang.
d. Tahap Depresi
Asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimat terbuka untuk mendapatkan
data dari pasien.
e. Tahap Acceptance
Asesmen keinginan pasien untuk istirahat/menyendiri.

145
5. Asesmen faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang dapat
membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada
ditahapan bargaining.

Intervensi Keperawatan :
 Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien.
 Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien.
 Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas.
 Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat.
 Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/infeksi kornea.
 Lakukan oral hygiene.
 Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada
daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih untuk
mencegah dekubitus.
 Lakukan manajemen nyeri yang memadai.
 Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa.
 Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga yang
berduka.
 Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
terhadap asuhan pasien, seperti penghentian bantuan hidup (with
drawing life support) atau penundaan bantuan hidup (with holding life
support).

146
Pasien dalam tahap terminal membutuhakan asuhan dengan rasa hormat dan
empati yang terungkap dalam asesmen . untuk melaksanakan ini, staf diberikan
pemahaman tentang kebutuhan pasie yang unik saat dalam tahap terminal.
Kepedulian staf terhadap kenyamanan dan kehormatan pasien harus menjadi
proritas semua aspek asuahn pasien Selma pasein berada pada tahap terminal.

Rumahsakit menetapkan proses untuk mengelola asuhan pasien dalam tahan


terminal .proses ini meliputi
 Intevensi pelayanan pasieb untuk mengatasi yeri
 Memebrikan pengobatan sesuai dengan gejala dan mempertimbangkan
keinginan pasien dan keluarga
 Menyampaikan secara hati-hati soal sensitive
 Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga
 Mengajak pasien dan kelurga dalam semua aspek asuhan
 Memperihatikan keprihatinan psikologis,emosional,spiritual serta buda pasien
dan keluarga.

 ASPEK MEDIS

1. Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO).

147
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti
napas atau henti jantung.RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas
dan tidak menunjukan tanda – tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam
medisnya.

b. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator).


Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakit yang
berpotensi atau menyebabkan gagal napas.

c. Pemberian Nutrisi
1) Feeding Tube
Sering kali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan makanan lewat
mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk
memenuhi nutrisi pasien tersebut
2) Parenteral Nutrition
adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara langsung ke dalam
pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien.

d. Tindakan Dialisis
Tindakan dialisis diberikan pada pasien terminal yang mengalami penurunan
fungsi ginjal, baik yang akut maupun yang kronik dengan LFG < 15
mL/menit.Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi
akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai uremia.

e. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya.Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada
saluran pernapasan, saluran kemih, peredaran darah, atau daerah
trauma/operasi. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan

148
mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan.
Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multi faktorial, meliputi
penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrier usus, penggunaan antibiotik
spektrum luas, katekolamin, penggunaanpreparat darah, atau dari alat
kesehatan yang digunakan (seperti ventilator).Pasien menderita penyakit
terminal dengan prognose yang buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk
menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun ventilator.

2. With drawing life support & with holding life support


Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing
life support) dan penundaan bantuan hidup (withholdinglife support) yang
dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat intensif care (IRIR dan ROI I ).
Keputusan withdrawing / withholding adalah keputusan medis dan etis yang
dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain
yang memiliki kompetensi dan 2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite
medis rumah sakit.
Adapun persyaratan with drawing life support &with holding life support sebagai
berikut :

a. Informed Consent
Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan
penghentian/penundaan bantuan hidup (with drawing / with holding
lifesupport) pada seorang pasien, maka harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan
hidup oleh keluarga terdekat pasien harus diberikan secara tertulis (written
consent) dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam
FormulirPernyataan Pemberian Informasi Kondisi Terminal yang
disimpan dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan tersebut diberikan
setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJP yang bersangkutan
mengenai beberapa hal sebagai berikut:
1). Diagnosis :

149
 Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut
 Indikasi dan keadaan klinis pasien yang membutuhkan with drawing /
with holding life support
2). Terapi yang sudah diberikan
3). Prognosis:
 Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
 Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
 Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).

b. Kondisi Terminal
Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan.Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan
bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan
tindakan terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.

c. Mati Batang Otak ( MBO )


Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi
batang otak yang ireversibel.Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada
terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua terapi
dihentikan.Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien
diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan penentuan
MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1(satu)dokter
lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit dengan prosedur pengujian
MBO sebagai berikut :
i. Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang
menetap (ireversibel). yaitu:
 Tidak ada respons terhadap cahaya
 Tidak ada refleks kornea
 Tidak ada refleks vestibule-okular

150
 Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat pada area
somatic
 Tidak ada refleks muntah (gag reflex atau refleks batuk karena
rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan kedalam trakea.
 Tes henti nafas positif.

ii. Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakanpositif, tes diulang
lagi 25 menit kemudian
iii. Bila tes tetap positif, maka pasien dinyatakan mati walaupun jantung
masih berdenyut, dan ventilator harus segera dihentikan.
iv. Pasien dinyatakan mati ketika batang otak dinyatakan mati dan bukan
sewa Itu mayat dilepas dari ventilator atau jantung berhenti berdenyut.
3. Donasi Organ
Prosedur donasi organ pasien MBO, adalah sebagai berikut:
a. Seseorang yang telah membuat testimoni donasi organ harus
memberitahukan kepada Tim RumahSakit.
b. Ventilator dan terapi diteruskan sampai organ yang dibutuhkan diambil.
c. Khusus pada penentuan MBO untuk donor organ, ketiga dokter yang
menyatakan MBO harus tidak ada sangkut paut dengan tindakan
transplantasi.
d. Penentuan MBO untuk donor organ hendaknya segera diberitahukan kepada
tim transplantasi, dan pembedahan dapat dilaksanakansesuai kesepakatan
tim operasiKomunikasi dengan tim transplantasi dilakukan sedini mungkin jika
ada donor organ dari pasien yang dinyatakan MBO.

TANDA – TANDA BAHWA KEMATIAN MUNGKIN DEKAT


a) Mengantuk, meningkatkan tidur, dan / atau unresponsiveness (disebabkan oleh
perubahan dalam metabolisme pasien).
b) Disorientasi waktu, tempat, dan / atau identitas orang yang dicintai; kegelisahan;
visi orang dan tempat-tempat yang tidak hadir; menarik-narik seprai atau pakaian
(disebabkan sebagian oleh perubahan dalam metabolisme pasien).

151
c) Penurunan sosialisasi dan penarikan (disebabkan oleh penurunan oksigen ke
otak, penurunan aliran darah, dan persiapan mental untuk sekarat).
d) Penurunan kebutuhan untuk makanan dan cairan, dan kehilangan nafsu makan
(yang disebabkan oleh kebutuhan tubuh untuk menghemat energi dan
kemampuannya menurun untuk menggunakan makanan dan cairan dengan
baik).
e) Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus (yang disebabkan oleh kelemahan
dari otot-otot di daerah panggul). Lanjutan tanda kematian.
f) Urin berwarna Gelap atau penurunan jumlah urin (yang disebabkan oleh
melambatnya fungsi ginjal dan / atau penurunan asupan cairan).
g) Kulit menjadi dingin dengan sentuhan, terutama tangan dan kaki; kulit bisa
menjadi berwarna kebiruan, terutama di bagian bawah tubuh (disebabkan oleh
sirkulasi menurun pada ekstremitas).
h) Berderak atau gemericik suara saat bernapas, yang mungkin keras; bernapas
yang tidak teratur dan dangkal; berkurangnya jumlah napas per menit; bernapas
yang bergantian antara cepat dan lambat (yang disebabkan oleh kemacetan dari
konsumsi menurun cairan, penumpukan produk limbah dalam tubuh, dan / atau
penurunan sirkulasi ke organ).
i) Beralih dari kepala ke arah sumber cahaya (yang disebabkan oleh penurunan
penglihatan).
j) Peningkatan kesulitan mengendalikan rasa sakit (yang disebabkan oleh
perkembangan penyakit).
Gerakan tak terkendali (disebut mioklonus), perubahan denyut jantung, dan hilangnya
refleksdi kaki dan tangan adalah tanda-tanda tambahan yang akhir hidup

152
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pelayanan kesehatan di Indonesia haruslah menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk
diperbaiki kondisi tersebut. Bukan hanya peranan dokter ataupun paramedis dalam
perwujudan hidup sehat melainkan partisipasi semua masyarakat. Harus ada
perubahan dalam upaya untuk hidup sehat. Dokter dan semua elemen dalam dunia
kesehatan harus lebih perduli terhadap masyarakat.

Aspek-apsek sosial haruslah dijunjung tinggi bukan hanya aspek financial yang
mendapatkan porsi perhatian secara lebih. Begitu juga dengan masyarakat harus
bersinergi dengan pelayanan kesehatan tersebut dengan menghargai dan melakukan
respon yang positif terhadap posisi mereka sebagai pelayan mesyarakat. Memang
solusi initerkesan teroris, akan tetapi perlu disadari bahwa perubahan itu tidak bisa
dilakukan secara tiba-tiba. Perubahan membutuhkan proses yang panjang dan
melelahkan.

demikian, generalisasi akan kemampuan dokter dan rumah sakit kurang memadai
dapat dihilangkan. Ketika kepercayaan masyarakat akan kapasitas dokter yang ada di
Indonesia dapat dijawab dengan baik oleh dokter itu sendiri maka akan terjalin
kerjasama yang sangat baik antara kedua belah pihak

Ditetapkan di : Baturaja

pada Tanggal : 2018

Kepala Rumah Sakit Tk. IV 02.07.05

dr. Noesmir Baturaja,

dr. Hengki Irawan, M Biomed., Sp.An

Mayor Ckm. NRP 11040005570178

153
154

Anda mungkin juga menyukai