PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Pelayan pasien adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung dari petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pasien.
1
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak
mendapat kualitas asuhan yang sama dirumah sakit.
RS.TK. IV.dr. Noesmir Baturaja mempunyai tenaga medis yang terdiri dari dokter
spesialis, dokter sub spesialis, dan dokter umum.
Pelayanan pasien yang diberikan oleh tenaga medis tidak tergantung atas hari-
hari tertentu atau waktu tertentu (hari libur), artinya dokter spesialis/sub spesialis tetap
dapat memberikan pelayanan dan pengobatan pasien.
Untuk tenaga paramedis di RS. TK. IV dr. Noesmir Baturaja mempunyai sistim
kerja shift.
Sistim shift terdiri dari 3 – 24 – 7, artinya 3 shift dalam 24 jam selama 7 hari.
Dalam setiap shift diketuai oleh ketua tim.
Tenaga paramedis pada kamar perawatan Kelas I, Kelas II, HCU terdiri dari 1
orang perawat berkopeten (ketua tim) dan 3 orang perawat pelaksana.
Sedangkan untuk tenaga paramedis untuk kamar perawatan HCU, dan kelas III,
terdiri dari 2 orang perawat berkompeten (ketua tim dan wakil), dan 4 orang perawat
pelaksana.
Semua tenaga paramedis RS.dr. Noesmir Baturaja ada umumnya berijazah DIII
Keperawatan.
2
c. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi psien menentukan alokasi sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pasien.
RS.TK. IV. dr. Noesmir Baturaja mempunyai panduan praktik klinik yang
seragam kepada pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
Panduan praktik klinik pada pasien yang dirawat diruang Kelas I, kelas II, Kelas
III, HCU, seragam sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
3
2.0.CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Tujuan utama rumah sakit adalah memberikan perawatan pasien. Proses perawatan
pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi kesehatan serta dapat
melibatkan jenis perawatan, departemen dan layanan. Integrasi dan koordinasi kegiatan
perawatan pasien akan menghasilkan proses-proses perwatan yang efisien,
penggunaan sumber daya manusiadan lainnya yang efektif, serta kemungkinan kondisi
akhir yang lebih baik. Oleh karena itu pemimpin merupakansarana dan tekhnik untuk
mengintegrasi dan mengkoordinasi perawatan perawatan pasien yang lebih baik
misalnya, perawatan diberikan oleh tim, kunjungan terhadap pasien dilaksanakan oleh
departemen, formulir perencanaan perawatan bersama, rekam medis yang terintegrasi,
manager-manager kasus (Felita et al, 2011)
4
pada peningkatan mutu pelayanan ( frelita, situmorang, & silitonga, 2011: iyer patricia
and camp nancy, 2004).
2.1.REKAM MEDIS
Lahirnya rekam medis berjalan sejajar dengan lahirnya ilmu kedokteran karenanya
sejak Zaman (Paleolithic) lebih kurang 25.000 SM di Spanyol rekam medis telah ada,
tetapi dalam bentuk yang primitif sekali berupa pahatan pada dinding gua.
Imhotep adalah dokter yang pertama menjalankan rekam medis. Hidup di zaman
Piramid 3.000-2.500 SM. Ia adalah pegawai negeri tinggi, Kepala Arsitek Negri serta
penasehat Medis Fira’un, kemudian ia dihormati sebagai medical demiggod seperti
Aesculapius : Ia membuat Papyrus (dokumen ilmu kedokteran kuno yang berisi 43
kasus pembedahan). Papyrus ini selama berabad-abad menghilang dan baru
diketemukan pada abad XIX oleh seorang berkebangsaan Inggris bernama Edwin
Smith, hingga kemudian dinamakan : Edwin Smith Papyrus. Papyrus ini saat ini
disimpan di New York Academy of Medicine, USA.
Kapten Jhon Grant adalah orang yang pertama kali mempelajari Vital Statistik
pada tahun 1661.Ia melakukan penelitian atas Bilis of Mortality (angka Kematian). Pada
abad XVIII Benyamin Franklin dari USA mempelopori berdirinya rumah sakit
Pennsylvania di Philadelpia (1752).Rekam medis sudah ada pada tahun 1873 dan
indeks pasien baru disimpan.
Tahun 1771 Rumah Sakit New York dibuka, pada tahun 1793 register pasien
dikerjakan. Tahun 1862 mulai dicoba menggunakan indeks penyakit.Pada tahun 1914
istilah-istilah kepenyakitan baru dapat diterangkan.
Pada tahun 1801 Rumah Sakit Umum Massacussect di Boston dibuka memiliki
rekam medis dan katalog lengkap.Tahun 1871 mulai diinstruksikan bahwa pasien
dirawat harus dibuat KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien).
5
Tahun 1870-1893 Library Bureu mulai mengerjakan penelitian katalog pasien.
Tahun 1895 -1867 Ny. Grece Whiting Myerors terpilih sebagai Presiden pertama dari
Association of Record Librarian of North America.Ia adalah ahli medical record pertama
di rumah sakit.Pada abad XX rekam medis baru menjadi pusat perhatian secara khusus
pada beberapa rumah sakit, perkumpulan ikatan dokter/rumah sakit di negara- negara
barat.
6
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1960, kepada semua
petugas kesehatan diwajibkan unatuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas
rekam medis.Kemudian pada tahun 1972 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.034/Birhup/1972, ada kejelasan bagi rumah sakit menyangkut kewajiban untuk
menyelenggarakan medical record. Bab I ps 3 menyatakan bahwa guna menunjang
terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka setiap rumah sakit:
7
dalam menjaga keselamatan pasien, karena semua proses pelayanan berawal dan
ditentukan oleh dokter. Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah
pentingnya faktor catatan medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses
pelayanan terhadap pasien direkam secarareal timedan akurat. Sehingga apabila
terjadi sengketa medis rekam medis ini benar benar dapat menjadi alat bukti bagi
rumah sakit bahwa proses pelayanan telah dijalankan dengan benar dan sesuai
prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat pula berfungsi sebagai masukan untuk
memperbaiki proses pelayanan yang ada.
Keselamatan pasien atau “patient safety” merupakan salah satu isu utama dalam
pemberian pelayanan kesehatan. Isu ini dimulai ketika pada tahun 1999 IOM’s (Institute
of Medicine’s) melaporkan tingginya angka kematian dan kerugian ekonomi yang
dikarenakan oleh kesalahan pengobatan di Amerika, hal ini mendorong negara-negara
anggota WHO untuk menyepakati resolusi World Health Assembly pada tahun 2002
sebagai pengakuan atas kebutuhan keselamatan pasien (American Academy of
Pediatric, 2011 dan Aspden et al, 2004). Kesadaran akan pentingnya keselamatan
pasien semakin meningkat dengan dikeluarkannya international patient safety goals
oleh Joint Commission International yang menutut semua departemen rumah sakit
untuk menegakkan keselamatan pasien dan menekan angka kejadian yang
membahayakan pasien yang ditimbulkan oleh tindakan medis maupun tindakan
perawatan lainnya (Joint Commission International, 2013).
Dewasa ini ilmu pengetahuan semakin maju, masyarakat pun semakin cerdas dan
kritis dalam setiap tindakan di bidang medis.Oleh karena itu maka sebagai rumah sakit
yang memberikan pelayanan kesehatan merasa penting untuk memiliki panduan
tentang tindakan invasive dan non invasive. Agar terdapat keseragaman di kalangan
8
petugas rumah sakit dalam melakukan tindakan baik invasive maupun non
invasive.penerapan ceklist keselamatan diluar kamar operasi mulai muncul setelah
kesuksesan surgical safety checklist dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas
terkait pembedahan (Haynes et al, 2009). Ceklist keselamatan ini digunakan untuk
mencegah kejadian yang melibatkan salah pasien, salah lokasi, salah prosedur dan
kesalahan anastesi dalam prosedur yang berisiko tinggi yang dilakukan di luar kamar
operasi seperti di ruang tindakan, unit gawat darurat maupun diatas tempat tidur pasien
(Novello dan Pataki, 2006 ; Farris et al, 2012 ; Browne, 2014). Penerapan ceklist ini
terbukti dapat meningkatkan kesadaran akan keselamatan pasien, kerjasama tim,
meningkatkan komunikasi, kepatuhan terhadap proses, efisiensi tindakan, dan dapat
mengurangi kejadian yang membahayakan dalam penggunaan 1 tahun pertama
(Norton dan Rangel, 2010 ; Koetser et al, 2013 ; Corso et al, 2014).
Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai
antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi pada
prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan.Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide
dari satu pihak kepihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas
ide yang dipertukarkan tersebut.
Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit
sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter.
Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku
pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan
dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa
diterapkan di segala situasi.
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter.Kompetensi komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia,
sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang
9
dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja
tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut.
Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di
hadapan dokter sehingga takut bertanya danbercerita atau mengungkapkan diri.
Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang
harus kita perbaiki.Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga
pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang
dialaminya secara jujur dan jelas.Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi
pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu
yang lama.Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena
petugas, perawat dasn dokter terampil mengenali kebutuhan pasien.Atas dasar
kebutuhan pasien, perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah
kesehatan bersama pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman
komunikasi efektif untuk petugas, perawat dan dokter di RS dr Noesmir untuk
memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada lima hal penting terkait dengan keselamatan rumah dirumah sakit yaitu :
keselamatan pasien, keselamatan petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan, keselamatan lingkungan, keselamatan bisnis rumah sakit.
Pelayanan kesehatan pada dasar adalah menyelamatkan pasien.namun harus
diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan
dirumah sakit menjadi semakin komplek dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan KTD (adverse event) bila tidak dilakukan dengan hati-hati.
Di Indonesia, setelah pada bulan juni s/d Agustus 2006 PERSI,KKPRS,KARS
dan Departemen Kesehatan,bekerja sama dengan Becton Dickinson,melakukan “Road
Show”sosialisasi program Keselamatan Pasien di 12 kota dihadapan total 461 rumah
10
sakit,terlihat bahwa Keselamatan Pasien mulai menjadi prioritas di berbagai rumah
sakit.
Rumah sakit dapat memilih berbagai program Keselamatan Pasien : mulai dari
upaya klasik Keselamatan Pasien seperti meningkatkan program pengendalian infeksi
di rumah sakit dengan program “hand hygiene”, program K3 RS (versi KARS yaitu
Keselamatan Kerja,Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana),Informed Consent,Safe
Blood Transfusion dsb. Namun sebaiknya rumah sakit Menerapkan Keselamatan
pasien dalam lingkup Kerangka Komperhensif (KKPRS) yaitu selain upaya klasik,juga
upaya baru seperti penerapan 7 langkah Keselamatan Pasien, Standar Keselamatan
Pasien.Disamping itu juga upaya diagnostik terhadap laporan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP) dan yang terakhir pemahaman taksonomi / klasifikasi Keselamatan
Pasien.
Salah satu program yang menjadi dasar Keselamatan Pasien adalah menekan /
menurunkan insiden Keselamatan Pasien beserta KTD / KNC. Buku Pedoman
Pelaporan IKP ini dengan tujuan umum : Menurunnya Insiden Keselamatan Pasien
(KTD dan KNC) dan meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, akan
menuntun rumah sakit dalam upaya menyusun Sistem Pelaporan IKP, dengan elemen-
elemen Alur Pelaporan (Bab II), Analisis Matrix Grading Risiko (Bab III)Petunjuk
Pengisian Laporan IKP ( Bab IV), serta format Formulir Laporan IKP baik Internal
maupun External ke KKPRS.
11
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan.Pasien yang dimasukkan kedalam kondisi
risiko tinggi karna umur,kondisi atau kebutuhan yang bersifat kritis,anak dan manula
dimasukkan dalam kelompok risiko tinggi karna mereka sering tidak dapat
menyampaikan pendapatnya ,tidak mengerti proses pelayanan dan tidak dapat ikut
memberi keputusan tentang pelayanan nya .Demikian pula pasien yang ketakutan
,bingung,koma.
Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan sebagian termasuk
yang berisiko tinggi karna memerlukan peralatan kompleks yang diperlukan untuk
pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialysis),sifat pengobatan
(penggunaan darah atau produk darah),Rumah sakit juga melakukan identifikasi risiko
sampingan sebagai akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan ( perlu nya
pencegahan ulcus decubitus ,jatuh,plebitis).
Oleh karna itu kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi
staf untuk memberikan pelayanan kepada pasien ,memberirespon yang
cermat,kompetendan dengan cara seragam.
Dalam hal ini pimpinan Rumah sakit bertanggung jawab sesuai dengan populasi
pasien untuk:
1. Identifikasi pasien yang digolongkan sebagai resiko tinggi
2. Identifikasi pelayanan yang digolongkan sebagai resiko tinggi
3. Melalui proses kolaborasi menetapkan regulasi asuhan
4. Melatif staf untuk melaksanakan regulasi
Regulasi untuk asuhan disesuaikan dengan populasi pasien resiko tinggi dan
pelayanan resiko tinggi yang berguna untuk menurunkan resiko dalam Rumah sakit.
Penting dipahami bahwa prosedur dapat mengidentifikasi :
Bagaimana rencana akan berjalan, termasuk identifikasi perbedaan
populasi anak, dewasa atau pertimbangan khusus lainnya.
Dokumentasi yang dibutuhkan agar tim asuhan dapat bekerja dan
berkomunikasi efektif
Keperluan informed consent
Keperluan monitor pasien
12
Kualifikasi khusus staf yang terlibat dalam proses asuhan
Teknologi medis khusus tersedia dan dapat digunakan
13
8. Pasien populasi rentan, lansia, anak-anak dan pasien beresiko tindak
kekerasan atau di telantarkan
Menurut Umur
a. Usia Bayi - Balita ( 0 – 5 Tahun )
BBLR
o Asfiksia Neonatorum
Ikterus
o Kejang
o Hypotermi
o Hypertermi
o Hypoglikemi
14
3.1 DETEKSI (MENGENALI PERUBAHAN KONDISI PASIEN)
Early warning system adalah suatu system permintaan bantuan untuk mengatasi
masalah kesehatan pasien secara dini. Staf rumah sakit yang tidak bekerja di daerah
pelayanan krisis atau intensif mungkin tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang
cukup untuk mmelakukan asesmen serta mengetahui pasien yang akan masuk dalam
kondisi kritis. Padahal banyak pasien di luar daerah pasien kritis mengalami keadaan
kritis selama di rawat inap. Seringkali pasien memperlihatkan tanda bahaya dini contoh
tanda-tanda vital yang memburuk daan perubahan kecil status neurologis sebelum
mengalami penurunan kondisi klinis yang meluas sehingga mengalami kejadian yang
tidak diharapkan.
Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-dininya
pasien yang kondisinya buruk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung
atau gagal paru sebelumya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di luar kisaran
normal yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk.
Ada 4 macam metode early warning system dalam menangani kondisi pasien :
1. Nilai EWS 0 maka di anjurkan monitoring TTV dan pantau kondisi pasien minimal
satu kali, kemudian catat pada lembar observasi pasien dan ikut petunjuk respon
klinis.
2. Nilai EWS 1-4 (rendah) dilakukan langkah-langkah seperti lapor hasil EWS ke
dokter verifikasi maksimal 1 jam, menentukan frekuensi monitoring perlu di
tambah lalu pantau setiap 4 jam dan catat jika kedepannya di temukan skor
dibawah 1 penanganan ke klinis skor 0 tapi jika diatas 4 lanjutkan ke rugalasi
tahap berikutnya.
3. Nilai EWS 5-6 (medium) pertama laporkan hasil kepada dokter, lakukan verifikasi
30 menit sebelum, pantau setiap 1 jam sampai kondisi membaik dan catat di
integrasi. Jika kondisi menunjukn skor di bawah 5 maka tangani ke klinis skor
rendah tapi kalau menunjukan skor di atas 6 tingkatkan observasi setiap 30
menit
15
4. Nilai EWS di atas 7 lapor hasil ke dokter lakukan verifikasi, lakukan pemeriksaan
dan penangan 15 menit sejak aktifasi EWS, Lapor ke DPJP informasi kondisi
pasien kepada keluarga. Jika keadaan memburuk maka dengan izin DPJP
konsultasikan rawat di High Care Unit.
16
tenaga kesehatan kemudian segera melakukan kompresi dada. Setelah mengaktifkan
bantuan tenaga kesehatan dan melakukan kompresi dada, maka tindakan berikutnya
yang harus dilakukan adalah dengan stregera bisa mendapatkan akses terhadap AED
(automatic external defibrillator), sebuah alat bantu kejut jantung yang dapat membantu
ritme jantung kembali normal. Ketiga mata rantai awal ini dapat membantu
meningkatkan keberhasilan pertolongan dan angka kehidupan pada korban.Perubahan
panduan ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan berarti pada hasil dari tindakan RJP
kompresi dada dan pernapasan buatan dengan RJP kompresi dada saja.
Code blue adalah kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area rumah
sakit.Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Panggilan code
blueharus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac
ataurespiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas)
misalnyapasien yang membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR).
Code Blue Team adalah suatu tim yang terdiri dari dokter dan paramedis
yangdibentuk sebagai tim terlatih yang akan merespon secara cepat setiap panggilan
code blue untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini dilengkapi denganperalatan
dan obat-obatan emergency seperti Dc-shock , peralatan intubasi,suction, oksigen,
ambubag, obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropin)dan tempat untuk menstabilkan
pasien.
Panduan “Resusitasi Jantung Paru” terbaru ini menjadi lebih mudah dilakukan
juga bagi orang awam karena menekankan pada kompresi dada untuk
mempertahankan aliran darah dan oksigen dalam darah tetap mengalir ke jantung dan
otak. Kompresi dada memang cenderung lebih mudah untuk dilakukan, dan setiap
orang dapat melakukannya. Kompresi dada dapat dilakukan dengan meletakkan satu
tangan di atas tangan yang lain dan menekan dengan kuat pada dada korban. Panduan
RJP yang baru ini menekankan bahwa penolong harus berfokus memberikan kompresi
sekuat dan secepat mungkin, 100 kali kompresi dada per menit, dengan kedalaman
kompresi sekitar 5-5,5 cm. Dan, sangat penting untuk tidak bersandar pada dada ketika
melakukan kompresi dada pada korban. Penolong tidak perlu takut dan ragu untuk
melakukan kompresi dada yang dalam karena risiko ketidakberhasilan justru terjadi
ketika kompresi dada yang dilakukan kurang dalam.
Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada semua penderita yang mengalami
gagal jantung atau pada orang yang sudah mengalami kerusakan pernafasan atau
17
sirkulasi yang tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup, melainkan yang mungkin untuk
hidup lama tanpa meninggalkan kelainan di otak.Keberhasilan resusitasi dimungkinkan
oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis.Mati klinis terjadi bila
dua fungsi penting yaitu pernafasan dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika
keadaan ini tidak ditolong akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Resusitasi jantung
paru yang dilakukan setelah penderita mengalami henti nafas dan jantung selama 3
menit, presentasi kembali normal 75 %tanpa gejala sisa. Setelah 4 menit presentasi
menjadi 50 % dan setelah lima menit menjadi 25 %. Maka jelaslah waktu yang sedikit
itu harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.Disamping mati klinis dan
biologis dikenal dengan istilah mati social yaitu keadaan dimana pernafasan dan
sirkulasi terjadi spontan atau secara buatan, namun telah mengalami aktifitas kortikal
yang abnormal.Penderita dalam keadaan sopor atau koma tanpa kemungkinan untuk
sembuh dan dinyatakan dalam keadaan vegetatif.Agar resusitasi dapat berjalan
maksimal tentu saja memerlukan penolong yang cekatan dan terampil.Waktu satu
menit sangat berguna dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita.
18
Kualitas dan keaman an darah maupun produk darah harus dijamin selama proses
penyediaan mulai dari tahap seleksi donor darah sampai penyampaiannya kepada
penderita
19
3.5. PELAYANAN PASIENDENGAN PENYAKIT MENULAR DAN PENURUNAN
DAYA TAHAN (IMMUNOSUPRESED)
Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada sel-
sel fagositik, limfosit B, limfosit T atau komplemen. Imunodefisiensi dapat
diklasifikasikan sebagai kelainan yang primer atau sekunder dan dapat pula dipilah
berdasarkan komponen yang terkena pada sistem imun tersebut adalah sbb :
1. Imunodefisiensi Primer
20
2. Imunodefisiensi Sekunder
Unit Hemodialisis adalah tempat pelayanan hemdialisis yang terdiri dari minimal
+mesin dialisis, didukung dengan unit permurnian air.keadaan gagal ginjal, pasien
membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal untuk memperpanjang dan
mempertahankan kualitas hidup yang optimal.
21
pasien hemodialisis mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi
kardiovaskular.oleh karena itu penanganannya harus dilakukan oleh seorang dokter
yang memilikikualifikasi Subspesialis (konsultan Ginjal hipertensi ) atau oleh dokter
yang memiliki kompetensi dibidang hemodialysis.
Anak amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus
kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia
yang harus dijunjung tinggi.Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi
manusiayangtermuatdalam Undang-Undang
Dasar1945danKonvensPerserikatanBangsa BangsatentangHak-Hak Anak.
22
Salahsatu hak asasi anak adalah jaminanuntukmendapatkan perlindungan yang
sesuai dengannilai-nilaiagama dan kemanusiaan.Jaminan perlindungan
hakasasitersebut sesuai dengannilai-nilai Pancasila dantujuanNegara
sebagaimanatercantumdalamPembukaanUUD 1945.
Hingga saat ini sarana dan uapaya untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap kedudukan, hak, kewajiban dan peran para penyandang cacat telah di atur
dalam undang-undang No.4 tahun 1997 tentang penyandang cacat dan berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah ketenaga kerjaan, pendidikan
nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas dan angkutan jalan.
Kesejahteraan penduduk usia lanjut karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak
memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat (GBHN, 1993).Berbagai upaya telah
dilaksanakan oleh instansi pemerintah diantaranya pelayanan kesehatan, sosial,
ketenagakerjaan dan lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu tingkat
individu lansia, kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sarana
pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), tingkat pertama (sekunder), tingkat
lanjutan, (tersier) untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia.
23
penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun timbul lebih dari 10
juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun kurang
lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penderita baru penyakit kanker
meningkat hamper 20 juta penderita, 84 juta orang di antaranya akan meninggal pada
sepuluh tahun ke depan. Diperkirakan setiap 11 menit ada satu penduduk dunia
meninggal karena kanker dan setiap 3 menit ada satu penderita kanker baru (Jauhari,
2009).
Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara
sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, local
maupun metastatis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya
karena bersifat sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian
melalui infuse, dan sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker
terutama kanker stadium lanjut local (Desen, 2008).
4.PELAYANAN GIZI
24
Masalah gizi di Rumah Sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan.
Kecenderungan peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-related disease)
pada semua kelompok rentan mulai dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, hingga lanjut
usia (Lansia), memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh karena itu
dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk mencapai dan mempertahankan status
gizi yang optimal dan mempercepat penyembuhan.
Pedoman pelayanan gizi rumah sakit hasil revisi, yang tertuang di dalam buku
pedoman ini, merupakan penyempurnaan Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
(PGRS) yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006. Buku ini
telah disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan, ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di bidang gizi, kedokteran, dan kesehatn, dan
standar akreditasi rumah sakit 2012 untuk menjamin keselamatan pasien yang
mengacu pada The Joint Comission Internasioanl (JCI) for Hospital Accreditation.
Sejalan dengan dilaksanakan program akreditasi pelayanan gizi di rumah sakit,di
harapkan pedoman ini dapat menjadi acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan
kegiatan pelayanan gizi yang berkualitas.
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu.Nyeri bersifat subyektif dan sangat besifat
individual.Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisikatau mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang
individu (Mahon, 1994). Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, tindakan
atau pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan maka pasien
diberikan informasi tentang kemungkinan timbul nyeri akibat atau prosedur
pemeriksaan dan pasien diberikan yang tersedia untuk mengatasi nyeri. Setiap
25
individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu, dan setiap individu juga
memilki cara masing-masing untuk mengatasi rasa nyeri yang dirasakan. Oleh karena
itu, sering kali nyeri menganggu hubungan personal mempengaruhi makna kehidupan
klien dalam berinteraksi baik di lingkungan kerja dan sosial. Apabila seseorang
merasakan nyeri maka perilakunya akan berubah. Hal ini dipengaruhi oleh factor-faktor
seperti usia, jenis kelamin, persepsi dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Perawat sebagai tenaga yang professional mempunyai kesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar dan holisticUntuk
menjalankan perannya dengan baik, perawat perlu memiliki keterampilan dalam
mengklarifikasi nilai, konseling dan komunikasi.
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang
terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat
mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau
memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual
dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan
pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga
pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan
kehilangan.Tujuan rumah sakit untuk memberikan asuhan pada akhir kehidupan harus
mempertimbangkan tempat asuhan atau pelayanan yang diberikan (seperti hospice
atau unit asuhan palliatif), tipe pelayanan yang diberikan dan kelompok pasien yang
dilayani. Rumah sakit mengembangkan proses untuk mengelola pelayanan akhir hidup.
Proses tersebut adalah :
1. Memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan asesmen dan dikelola
secara tepat.
2. Memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan hormat dan
respek.
26
3. Melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin sesuai kebutuhan untuk
mengidentifikasi gejala-gejala.
4. Merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-
gejala.
5. Mendidik pasien dan staf tentang pengelolaan gejala-gejala.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional kepada masyarakat
sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang tersedia
b. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna kepada masyarakat
dengan tidak membedakan status sosial, suku, agama, ras, etnis, warna
kulit, cacat mental atau fisik, jenis kelamin, dan orientasi seksual.
2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya karyawan yang produktif, berkomitmen dan mempunyai etos
kerja tinggi
b. Terwujudnya standar pelayanan yang tinggi, dengan menjadikan kedekatan
kepada pasien sebagai prioritas utama
C. SASARAN
Seluruh pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap RS Tk. IV dr. Noesmir Baturaja.
27
D.DEFINISI
Pelayan pasien adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung dari petugas kesehatan pada pasien atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pasien.
2.1.REKAM MEDIS
Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas tidak hanya sekedar
kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai satu sistem
penyelenggaraan rekam medis. Sedangkan kegiatan pencatatannya sendiri hanya
merupakan salah satu kegiatan daripada penyelenggaraan rekam medis.
Penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada
saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medik
pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit dan dilanjutkan
dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan
serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani
permintaan/peminjaman oleh pasien atau untuk keperluan lainnya
28
2.2. PEMBERIAN PELAYANAN PASIEN
DPJP tambahan adalah dokter yang ikut memberikan asuhan medis pada
seorang pasien, yang oleh karena kompleksitas penyakitnya memerlukan perawatan
bersama oleh dari satu orang dokter
1. Tindakan medic adalah suatu tindakan yang di lakukan terhadap pasien berupa
diagnostic atau teraupetik yang di lakukan oleh dokter atau dokter gigi
2. Tindakan invansif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh
3. Tindakan non invasivef adalah pengobatan konservatif yang tidak memerlukan
sayatan kedalam tubuh atau penghapusan jaringan
4. Resiko medic adalah keadaan atau situasi yang tidak di inginkan yangmungkir
setelah di lakukannya tindakan medic oleh dokter
29
pengarahan diri, aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru ( Craven dan
Hirnle, 1996 dalam suliha, 2002).
2.5.KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi :
1. Asesmen risiko.
2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien.
3. Pelaporan dan analisis insiden.
4. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya.
5. Implementasi solusi untuk menimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
Early warning system adalah suatu system permintaan bantuan untuk mengatasi
masalah kesehatan pasien secara dini.
30
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan
sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah
kematian biologis.
Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier
resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan
buatan.Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas,
tetapi masih hidup.
Coma adalah keadaan turunnya kesadaran yang paling berat, dimana klien tidak
bereaksi lagi terhadap rangsang nyeri. Koma terjadi apabila gangguan atau kerusakan
pada pusat kesadaran timbul pada migrain atau talamus. Pada koma masih ada reaksi
dengan gerakan pertahanan primitif, seperti reflek kornea, reflek pupil, dan menarik
tungkai.
31
3.5. PELAYANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan, berpindah dari orang
per orang secara langsung ataupun melalui perantara ditandai dengan munculnya
agent / penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
32
3.8. ASUHAN PASIEN USIA LANJUT , CACAT ,ANAK-ANAK DAN POPULASI
YANG BERESIKO DI SIKSA
4.PELAYANAN GIZI
Tenaga gizi dalam pelayanan gizi rumah sakit adalah profesi gizi yang terdiri dari
Registered Dietisien (RD) dan Teknikal Registered Dietisien (TRD).Registered dietisien
bertanggung jawab terhadap pelayanan asuhan gizi dan pelayanan makanan dan
dietetik, sementara TRD bertanggung jawab membantu RD dalam melakukan asuhan
gizi dan pelayanan makanan serta dietetik serta pelaksanaan kewenangan sesuai
dengan kompetensi.
33
5.PELAYANAN RASA NYERI
1. Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan
bertujuan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
1. Kondisi Terminal
Suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana terjadi
kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi kesehatan
terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikansehingga akan menyebabkan
kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang / mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama
proses penderitaan/sekarat pasien.
2. Pasien Tahap Terminal
Pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin memburuk.
34
BAB II
RUANG LINGKUP
Rawat Inap
Rawat jalan
Farmasi
Gizi
Rawat Inap
Rawat jalan
Farmasi
Gizi
Anastesi
Dokter DPJP
35
2.3. TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF
A. PELAYANAN
1. Setiap tindakan invasif harus dilakukan persetujuan Tindakan Kedokteran
agar tidak muncul gugatan atau tuntutan malpartek medik.
2. Setiap tindakan yang dilakukan harus dicatat didalam rekam medis pasien
(lembar asuhan terintegrasi).
3. Setiap hasil tindakan invasif harus dicatat dalam rekam medis pasien
(lembar asuhan terintegrasi).
4. Tidak semua tindakan invasif dilakukan oleh doketr spesialis dan dokter
umum, terdapat daftar tindakan invasif yang dapat didelegasikan kepada
tenaga kesehatan yang lain (perawat, perawat gigi).
B. PERSIAPAN TINDAKAN INVASIF RUMAH SAKIT Dr.NOESMIR
1. Persiapan Pra-bedah
2. Persiapan Bedah terdiri dari:
a. Pre Operasi :
ii. Sign-in
iii. Time-out
b. Intra operasi
c. Post Operasi
i. Sign –Out (Periode sebelum pasien meninggalkan ruang bedah)
3. Persiapan Pasca-Bedah
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Asuhan keperawatan pre-operasi
2. Asuhan keperawatan intra operasi
3. Asuhan keperawatan post operasi
36
D.PERSIAPAN TINDAKAN NON INVASIF RUMAH SAKIT Dr.Noesmir
Semua tindakan non invasive yang dilakukan oleh tenaga medis atau pun
non medis dilakukan pencatatan di catatan pelayanan pasien terintegrasi
(cppt)yang berdasarkan standar prosedur operasional (SPO)di setiap tindakan
dan selalu di informasika segala sesuatu yang berhubungan denganpasien baik
itu hal yang baik atau yang tidak menyenangkanpada pasien tentang kondisi
pasien.
a.UGD
b. HCU
37
3.2. Penanganan Penanganan Resusitasi
a.UGD
b.OK
c.lCU
a. laboratorium
3.4 .Pelayanan Pasien Yang Menggunakan Peralatan Hidup Dasar Atau Coma
a.UGD
b.lCU
b. UGD
a.UGD
b.Rawat Inap
38
3.8. PELAYANAN PASIEN DENGAN OPULASI KHUSUS
Panduan ini diterapkan kepada semua pasien/ pengunjung/ karyawan selama berada
dalam rumah sakit.
1. Pelaksanaan panduan ini adalah semua karyawan yang bekerja dirumah sakit
(medis ataupun non medis).
2. Semua pasien/ pengunjung/ karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama berada
dirumah sakit.
3. Setiap pasien/ pengunjung/ karyawan yang berada dalam rumah sakit harus
menggunakan tanda pengenal berupa gelang identifikasi pasien, kartu
pengunjung atau name tag karyawan.
4. Tujuan utama tanda identifikasi ini adalah untuk mengidentifikasi pemakainya.
5. Gelang identifikasi pasien/ kartu pengunjung/ name tag karyawan ini digunakan
pada proses untuk adanya pasien/ pengunjung/ karyawan masuk dalam rumah
sakit.
39
5.PELAYANAN RASA NYERI
A. Ruang lingkup unit gawat darurat Rs Tk IV 02.07.05 dr. Noesmir Baturaja
meliputi:
1. True emergency (gawat darurat) adalah kondisi yang ditetapkan secara
klinis yang memerlukan pemeriksaan medis sesegera mungkin. Kondisi
tersebut berkisar dari yang memerlukan perawatan luas secara segera
dan masuk ke rumah sakit untuk orang-orang deengan masalah
diagnostic dan mungkin atau tidak mungkin memerlukan pengakuan
setelah work-up dan observasi. Untuk menilai dan menentukan tingkat
urgensi masalah kesehatan yang di hadapi pasien maka di
selenggarakan triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling
ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat
pelayanan kesehatan dikerjakan oleh perawat melalui standing order
yang disusun oleh tempat terkait/ rumah sakit. True emergency diberikan
kepada pasien yang hidupnya terancam dan telah di diagnose seperti:
cidera kepala, fraktur, gangguan pernafasan, dll.
2. False emergency ( tidak gawat darurat ) adalah pasien yang tidak dalam
keadaan gawat dan darurat yang berkunjung ke UGD untuk
mendapatkan pelayanan pengobatan (Oktami, 2013), karena banyaknya
factor yang menyebabkan hal tersebut terjadi seperti:
Tidak tersedianya berbagai sarana kesehatan lain yang setiap
saat dapat dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan rawat
jalan terutama pada hari-hari libur.
Makin banyak penderita yang menghemat, tidak berkunjung dulu
ke dokter atau ke klinik, karena menurut penilaian mereka dokter
atau klinik juga nantinya akan merujuk mereka. Makin banyak
dokter yang lebih senang merujuk penderita ke UGD dari pada
melakukan tindakan medis di tempat praktek pribadi.
Pengaruh kebijakan asuransi kesehatan, yang hanya
menanggung biaya perawatan rawat jalan apabila
diselenggarakan oleh UGD.
40
Contoh apabila terjadinya false emergency yaitu: kurangnya
pengarahan dari tenaga kesehatan mengenai alur UGD, pasien
datang hanya untuk chek-up, pasien datang hanya melakukan control
terkait masalah yang telah di tangani.
41
B. Ruang lingkup rawat jalan
Ruang lingkup pelayanan rawat jalan RS TK IV 02.07.05 dr. Noesmir Baturaja
meliputi
1. Poli Bedah
2. Poli Anak
3. Poli Penyakit dalam
4. Poli Syaraf
5. Poli BKIA
6. Poli Gigi
7. Poli Kulit Kelamin
C. Ruang rawat inap
Ruang lingkup pelayanan rawat inap RS TK IV 02.07.05 Dr. Noesmir Baturaja
meliputi:
1. Ruang rawat inap pasien penyakit dalam
2. Ruang rawat inap pasien bedah
3. Ruang rawat inap Hight Care Unit (HCU)
4. Ruang rawat inap anak dan neonatus
5. Ruang rawat inap kebidanan
6. Ruang rawat inap khusus (VIP)
7. Ruang rawat inap penyakit menular (ISOLASI)
6.PasienTahap Terminal
ASPEK KEPERAWATAN
Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik
yang aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskan meninggal dunia
atau mati. Seseorang dinyatakan meninggal / mati apabila fungsi jantung dan paru
berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam
beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita
kehilangan fungsi yang ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati. Respon
pasien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis,
sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
42
berbeda.Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal. Menurut Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian,
yaitu :
1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parahdan dia
tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran danbahkan mungkin
mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakanmekanis pertahanan yang acap
kali ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita
mengejutkan tentang keadaan dirinya.
2. Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah
dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan
kemarahan.Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan
mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah.Umumnya
pemberi pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi
dari frustasi yang dialaminya.Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah
pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung
oleh karena kemarahannya.
3. Bargaining ( fase tawar menawar )
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit
lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-
macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan
keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku
untuk melayaniMu."
4. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.Penderita
merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan.
5. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia
alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat
43
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat. Mereka mulai kehilangan
kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan
persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien dalam kondisi terminal akan
mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun sosio-spiritual,
antara lain:
a. Problem oksigenisasi.
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perife rmenurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi sekret, nadi ireguler.
b. Problem eliminasi.
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet
serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca
Colon), retens iurin, Inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran
atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
c. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan
menurun.
d. Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
e. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun.Penglihatan kabur, pendengaran berkurang,
sensasi menurun.
f. Problem nyeri
44
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena,
pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan.
g. Problem kulit dan mobilitas
Sering kali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga
pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
h. Masalah psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa.
PERAWATAN PALIATIF
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of
death.Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan
sosial.Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien
sangatpenting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan
sembuh,sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang
diakhirkehidupan pasien tersebut.
ASPEK MEDIS
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung
mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan.Akan
tetapi banyak pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO) sebagai
pengganti MO dalam penentuan mati.Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang berguna
memberi bantuan hidup terhadap pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali
menimbulkan dilema terutama bagi keluarga pasien karena mereka menyadari
bahwa tindakan tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya akan menambah
penderitaan pasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai
intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien
dengan harapan bahwa pasien akan meninggal akibat penyakit yang mendasarinya.
45
Ketika keluarga/ wali meminta dokter menghentikan bantuan hidup(withdrowing life
support) atau menunda bantuanhidup (withholding lifesupport ) terhadap pasien
tersebut, maka dokter harus menghormatipilihan tersebut. Pada situasi tersebut,
dokter memiliki legalitas dimata hukumdengan syarat sebelum keputusan
penghentian atau penundaan bantuan hidupdilaksanakan, tim dokter telah
memberikan informasi kepada keluargapasien tentang kondisi terminal pasien dan
pertimbangan keputusankeluarga/ wali tertulis dalam informed consent
46
BAB III
TATA LAKSANA
47
jagan.Semua permintaan pemeriksaan diagnostik imaging (Radiologi) danpemeriksaan
laboratorium klinik harus tertulis dalam formulir yangsudah ada termasuk indikasi
klinisnya oleh dokter.Semua tindakan yang sudah dilakukan kepada pasien harus
tercatatdalam rekam medis dan dientrikan .Setiap pasien dan keluarga berhak
mendapatkan informasi tentang hasilasuhan dan pengobatan baik yang diharapkan
maupun yang tidakdiharapkan sesuai dengan prosedur
B. Penegakan Diagnosa
1. Setelah selesai melakukan assesmen pasien maka tenaga medis menegakkan
diagnosa berdasarkan tanda dan gejala yang abnormal dari hasil pemeriksaan
yang ditulis dalam rekam medis yang sudah disediakan.
2. Tenaga perawat menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
menyimpang dari normal dari informasi yang diterima dari pasien dengan kaidah
patologi, etiologi dan sistem yang ditulis dalam rekam medis yang sudah
disediakan.
3. Tenaga bidan menentukan diagnosa kebidanan berdasarkan data yang
menyimpang dari normal dari data informasi berupa keluhan pasien dengan
48
kaidah Grafida, partus ke dan anak ke ,serta ditambah dengan penyakit penyerta
yang ditulis dalam rekam medis yang sudah disediakan.
Hasil dari evaluasi perencanaan dan implementasi yang sudah dilakukan oleh
masing-masing profesi dan ditanyakan kembalike pada pasien dan keluarga pasien
tentang keluhan yang dirasakan sebagai data subyektif dan diperiksa baik fisik
maupun penunjang diagnostic sebagai data obyektif kemudian tim mendiskusikan.
1. Dokter Penanggung Jawab bersama tim profesi perawat, nutrionis dan farmasi
mendiskusikan hasil perkembangan atas tindakan yang sudah dilakukan.
2. Hasil diskusi ditulis dalam rekam medis dapat berupa asuhan dihentikan atau
dilanjutkan dengan dibuatkan perencanaan baru.
49
D. Memberikan informasi perkembangan keadaan pasien kepada pasien dan
keluarga
Tim memberikan informasi tentang perkembangan pasien tersebut baik pada
pasien maupun pada keluarga, dilakukan bisa sambal visite atau dipanggil keluarga
pasiennya pada ruangan tertentu bila informasi perlu dirahasiakan pada pasien.
a. Pasien baru
Setiap pasien baru diterima di registrasi dan akan diwawancarai oleh petugas atau
Menunjukkan KTP/SIM/PASPOR guna mendapatkan data identitas yang akurat dan
kemudian akan ditulis diberkas rekam medis dan di entry pada komputer. Setiap pasien
baru akan memperoleh nomor pasien yang juga akan dicetak pada kartu pasien atau
kartu Indeks Berobat sebagai kartu pengenal, yang harus dibawa pada setiap
kunjungan berikutnya di RS. baik sebagai pasien berobat jalan maupun sebagai pasien
rawat inap. Pasien baru dengan berkas rekam medisnya akan dikirim ke poliklinik
sesuai dengan yang dikehendaki pasien. Setelah mendapat pelayanan yang cukup dari
poliklinik, ada beberapa kemungkinan dari setiap pasien :
Untuk pasien yang harus dirawat, dokter yang merujuk membuat Admission Note
yang berisi alasan pasien harus dirawat inap, bisa berupa diagnosa, tindakan medis,
ataupun tindakan penunjang lainnya. Jika pasien yang harus dirawat rekam medisnya
akan dikirim keruang perawatan.
50
b. Pasien lama
Pasien lama datang ke Admission dan akan diwawancarai oleh petugas, guna
mendapatkan informasi nomor rekam medis, dan tujuan berobat. Pasien ini dapat
dibedakan :
Baik pasien dengan perjanjian maupun pasien yang datang tanpa perjanjian , akan
mendapat pelayanan di registrasi.
Berbeda dengan prosedur pelayanan pasien baru dan pasien lama yang biasa,
disini pasien ditolong terlebih dahulu baru penyelesaian administrasinya, meliputi
pendaftaran pasien baik baru maupun ulang seperti pasien datang tidak dengan
perjanjian.Di RS.pendaftaran pasien darurat gawat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat
untuk pasien baru maupun pasien lama. Setelah mendapat pelayanan yang cukup, ada
beberapa kemungkinan dari setiap pasien
51
Pasien bisa langsung pulang.
Pasien dirujuk/dikirim ke rumah sakit lain.
Pasien harus dirawat.
1. Pasien yang sudah diseleksi dan membawa surat pengantar untuk dirawat dapat
langsung daftar Rawat Inap ke petugas admission dengan memilih ruang rawat
dahulu sesuai yang diinginkan.Jika Pasien mempinyai jaminan pembiayayaan
sendiri,pasien mendapatkan jatah kamar sesuai tarif yang diberikan oleh pihak
asuransi tersebut.
2. Jika pasien tidak sadar atau lupa alamat ayau identitasnya,dapat di data sesuai
nama dan tempat dimana dia ditemukan jika nama nama pasien tidak
teridentifikasi,dapat menggunakan nama dengan sebutan,MR atau MRS “X”
3. Petugas rekam medis mendaftar pasien sesuai nomor rekam medis pasien. Jika
pasien lupa membawa kartu berobat,petugas rekam medis dapat mencrinya
melalui bantuan KIUP,dan jika sudah diemukan,dicocokkan dengan alamat
pasien,atau kelahiran pasien.
4. Bagi pasien yang pernah berobat/dirawat maka rekam medisnya segera dikirim
ke Instalasi Gawat Darurat yang bersangkutan dan tetap memakai nomor yang
telah dimilikinya.
5. Bagi pasien yang belum pernah dirawat atau berobat di RS. maka diberikan
nomor rekam medis baru.
– Pasien yang tidak urgen, penundaan perawatan pasien tersebut tidak akan
menambah penyakitnya.
52
– Pasien yang urgen, tetapi tidak darurat gawat, dapat dimasukkan ke dalam daftar
tunggu.
– Pasien gawat darurat (emergency), langsung dirawat.
53
Ketentuan Umum Penerimaan Pasien Rawat Inap
Semua pasien yang menderita segala macam penyakit, selama ruangan dan
fasilitas yang memadai tersedia dapat diterima di RS.
Sedapat mungkin pasien diterima di Admission pada waktu yang telah
ditetapkan, kecuali untuk kasus gawat darurat dapat diterima setiap saat.
Tanpa diagnosa yang tercantum dalam surat permintaan dirawat, pasien tidak
dapat diterima.
Sedapat mungkin tanda tangan persetujuan untuk tindakan operasi dan
sebagainya (apabila dilakukan ) dilaksanakan sebelum pasien dirawat.
Ada surat rekomendasi dari dokter yang mempunyai wewenang untuk merawat
pasien di rumah sakit.
Dikirim oleh dokter poliklinik.
Dikirim oleh dokter Instalasi Gawat Darurat.
Pasien darurat gawat perlu diprioritaskan.
1. Pasien yang sudah memenuhi syarat atau peraturan untuk dirawat, Perawat
Membuatkan Admision Note yang minimal berisi :
o Labeling nama dan momor rkam medis pasien
o Umur
o Diagnosa pasien
o Dokter DPJP
o Ruangan yang diperlukan
o Tambahan alat yang dibutuhkan pasien
2. Apabila ruangan sudah tersedia :
o Memberi tahu keluarga pasien ternsedianya ruang rawat yang dibutuhkan
o Pada saat mendaftar dia akan mendapat penerangan tentang :
Kapan dapat masuk
54
Bagaimana cara pembayaran serta tarif-tarifnya.
Peraturan selama pasien dirawat.
3. Di tulis oleh petugas admission di dalam buku register pendaftaran pasien rawat
inap dan dilengkapi dengan lembar ringkasn keluar masuk,perlengkapan
asdministrasi lainnya,dan stiker labeling untuk pditempel di gelang pasien
4. Jika pasien pernah berobat ke poliklinik atau pernah dirawat sebelumnya maka
petugas Admission mendaftar sesuai nomor rekam medis pasien dan mengambil
rekam medis pasien di ruang filling dan mengantarnya ke Instalasi Gawat
Darurat
5. Selesai proses administrasi dan admission petugas memberitahukan petugas
instalasi Gawat darurat,jika kamar sudah disiapkan,pasien dapat segera diantar
ke kamar
Prosedur selama pasien di ruang perawatan yang berkaitan dengan rekam medis
antara lain :
1. Pada waktu pasien tiba di ruang perawatan dan diterima oleh perawat pasien
diberi tanda pengenal melalui identitas yang tertempel pada gelang pasien
2. Perawat menambah formulir-formulir yang diperlukan oleh dokter maupun
perawat sendiri
3. Selama perawatan, perawat mencatat semua data perawatan yang diberikan
dari mulai saat pasien tiba di ruang sampai pasien tersebut pulang, dipindahkan
atau meninggal yang di rekap dalam sensus harian rawat inap
55
4. Apabila pasien dirawat inap maka DPJP nya adalah dokter spesialis disiplin
yang sesuai.
5. Apabila pasien dirawat bersama oleh lebih dari 1 orang dokter spesialis ,
maka harus ditunjuk seorang sebagai DPJP utama dan yang lain sebagai
DPJP tambahan.
B. Penentuan DPJP ;
1. Penentuan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit
(baik rawat jalan, UGD maupun rawat inap) dengan mempergunakan cap
stempel pada berkas rekam medis pasien.
2. Cap stempel “ DPJP Dr ...... “ untuk pasien yang dirawat oleh seorang dokter.
3. Cap stempel “ DPJP UTAMA Dr ......” untuk pasien yang dirawat bersama
beberapa dokter.
56
E. Rawat Bersama :
1. Seorang DPJP hanya memberikan pelayanan sesuai bidang /disiplin dan
kompetensinya saja. Bila ditemukan penyakit yang memerlukan penanganan
multi disiplin, maka perlu dilakukan rawat bersama.
2. DPJP awal akan melakukan konsultasi kepada dokter pada disiplin lain
sesuai kebutuhan.
3. Segera ditentukan siapa yang menjadi DPJP Utama dengan beberapa cara
antara lain;
a. Penyakit yang terberat, atau
b. penyakit yang memerlukan tindakan segera atau
c. dokter yang pertama mengelola pasien.
Dalam hal rawat bersama harus ada pertemuan bersama antara DPJP yang
mengelola pasien dan keputusan rapat dicatat dalam berkas rekam medis.
H. DPJP Utama di OK
Adalah dokter operator yang melakukan operasi dan bertanggung jawab atas
seluruh kegiatan pembedahan, sedangkan dokter anestesi sebagai DPJP
tambahan. Dalam melaksanakan tugas mengikuti SOP masing-masing, akan
tetapi semua harus mengikuti prosedur Save Surgery check list (sign in, time out
dan sign out) serta dicatat dalam berkas rekam medis.
57
3. Apabila secara tertulis dirasa belum optimal maka harus dilakukan
koordinasi langsung, dengan komunikasi pribadi atau pertemuan/rapat formal
4. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dalam Departemen/
kelompok SMF yang sama dapat ditulis dalam berkas rekam medis, tetapi antar
departemen/kelompok SMF harus menggunakan formulir khusus /lembar
Konsulta
5. Konsultasi bisa biasa, atau segera/cito
6. Dalam keadaan tertentu seperti konsul diatas meja operasi, lembar konsul
bisa menyusul , sebelumnya melalui telepon
7. Konsultasi dari dokter jaga UGD kepada konsulen jaga bisa lisan
pertelepon yang kemudian ditulis dalam berkas rekam medis oleh dokter jaga.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dengan bagian profesi
kesehatan lain (Instalasi gizi, Rehabilitasi Medis, Radiologi, Instalasi Farmasi,
Laboratorium) dilakukan secara lisan dan tertulis.
9. Koordinasi dan transfer informasi DPJP dengan bagian profesi kesehatan
lain dapat diwakilkan oleh dokter jaga yang sedang bertugas.
10. Jika dalam koordinasi didapatkan bahwa kasus pasien tidak dapat
ditangani dan membutuhkan tingkat pelayanan yang lebih tinggi untuk dilakukan
rujukan eksternal maka DPJP dikembalikan pada dokter yang melakukan
konsulan awal.
58
Lokasi penulisan perintah yang seragam di laksanakan di form catataan
perkembangan pasien terintegrasi (CPPT ) pada kolom ke 3 pada rekam medis pasien
(RM 04)
1. Perawat akan melakukan pencatatan setiap kali terjadi kejadian khusus yang
perlu di informasikan pada petugas kesehatan lain.perawat juga akan melakukan
pencatatan perkembangan pasien setiap akhir shif dengan format SOAP
S (Subyektif ) : di isi dengan keluhan pasien saat ini
O ( Obyektif ) : di isi dengan hasil pengkajian ulang yang dilakukan pada
pasien,alat kesehatan yang digunakan oleh pasien,hasil laboratorium dan kesan
radiologi yang perlu di informasikan
A ( Assasement ) : di isi dengan diagnose keperawatan yang belum teratasi
sesuai data pengkajian ulang yang telah dilakukan
P ( Planning ) : di isi dengan rencana keperawatan yang akan dilakukan dan
dapat didelegasikan pada shif yang selanjutnya
Setelah melakukan pencatatan dilanjutkan dengan menulis nama jelas dan
tanda tangan
Khusus penulisan perawat IGD ( perawat akan menulis setiap tindakan yang
diberikan pada pasien sesuai jam dan perawat akan membubuhkan tanda
tanagn dan nama jelas)
2. Anastesi,Apoteker,Analis,Radiographer akan melakukan pencatatan sesuai
standar profesi masing-masing.pencatatan dilakukan untuk menyampaikan
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan perencanaan perawatan pasien
setelah melakukan pencatatan petugas di haruskan menuliskan nama jelas dan
tanda tangan
3. Bila perawat melakukan pelaporan melalui telpon dengan cara SBAR kepada
petugas kesehatan (dokter) dan dokter tersebut memberikan instruksi atau terapi
tambahan maka perawat akan menuliskan instruksi atau terapi tambahan
kemudian menuliskan penerima berita dan pengirim berita.perawat sebagai
penerima berita menuliskan nama jelas dan tanda tangan dan juga mengecap
tanda” READ BACK “ pada form CPPT kolom ke 3 sehingga dalam waktu 24 jam
si pemberi instruksi akan menandatangani dan menuliskan nama jelasnya
59
4. Seluruh kegiatan pemeriksaan,Analisa dan rencana penatalaksanaan dan
perawatan pasien dicatat pada form catatan perkembangan pasien terintegrasi
dan dibaca serta diverifikasi olah DPJP utama dengan membubuhkan stempel
nama,paraf,tanggal dan jam(maksimal dalam waktu 24 jam)
5. Kebutuhan pemeriksaan diagnostik imajing dan laboratorium dilakukan sesuai
dengan indikasi klinis/rasional dan di tulis pada blangko pemeriksaan/tindakan
oleh DPJP atau dokter konsulen,kecuali Untuk pelayanan di IGD ditulis oleh
dokter IGD, dan di unit pelayanan intensif ditulis oleh dokter jaga ruangan atau
dokter penanggung jawab pelayanan intensif.
6. Untuk penulisan resep hanya dilakukan oleh dokter yang memiliki SIP (Surat Izin
Praktek) dan ditulis menggunakan blangko resep yang telah disediakan oleh
rumah sakit.
7. Peresepan obat dengan penanganan khusus yang dilakukan oleh dokter jaga
adalah atas izin dokter penanggung jawab pasien ( DPJP ) dan hanya berlaku
untuk pasien rawat inap serta untuk pemakaian satu hari.
8. Untuk obat Sitostatik, Narkotika / Psikotropika atau obat dengan penanganan
khusus dapat di tulis oleh dokter jaga Rumah Sakit bila dokter DPJP tidak di
tempat.
9. Untuk semua PPA ( Profesional Pemberi Asuhan ) yang telah terkredensial yang
diizinkan menuliskan dan melaksanakan perintah / instruksi
60
2.3. TINDAKAN INVASIF DAN NON INVASIF
61
Bila pasien dan atau keluarga tidak setuju maka konsul dibatalkan dan DPJP
melanjutkan tindakan nya dan melengkapi surat penolakan .
6.bila tindakan pembedahan disetujui maka ,dokter bedah (DPJP) dan Konsulen
melengkapi status permintaan pemeriksaan lanjut.
11.dokter anastesi menentikan obat-obatan dan tehnik yang di perlukan untuk tindakan
anastesi
12.dokter anastesi menjelaskan tentang kondisi pasien kepada pasien dan keluarga
,meliputi dignosa kerja,rencana tindakandan factor penyulit anastesi serta
kemungkinan komplikasi intra maupun paska anastesi
62
Perawat mengajarkan cara melakukan nafas dalam dan batuk efektif
Perawat mengajarkan mobilisasi ringan
Perawat mengajar kan efek dari pembiusan
16. Dokter memberikan instruksi untuk di lakukan pemeriksaan penunjang antara lain ;
Darah lengkap,BSS,HIV,Urium,kratinin,HBSAg,CTBT
EKG
Rontgen
USG
Semu hasil yang di terima dari laboratorium maupun radiologi berkas di simpan
di rekam medis pasien.
25.pasien siap di antar kekamar operasi sesuai dengan jadwal yang telah dilakukan
63
B.PERSIAPAN BEDAH
1.Persiapan pre-Operasi
a.Sing-in
b.time-out
64
-perawat instumentator memastikan semua alat yang akan di pergunakan
dalam kondisi baik dan steril
65
a. Assesment pendidikan pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan pengobatan, Penggunaan obat obatan yang aman:
kemungkinan nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat tertentu
contoh : obat tetes dan obat inhaler. Cara penyimpanan berapa lama obat harus dipakai
dan ditebus lagi, apa yang harus dilakukan terjadinya efek samping yang akan
dialami dan Bagaimana cara mencegah ataumeminimalkannya, meminta
pasien atau keluargauntuk melaporkan apa yang dirasakan pasien selama
menggunakannya.
c. Pendidikan kesehatan Manajemen nyeri
d. Pendidikan kesehatan diet
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit
g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)
Proses komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan
dengan kondisi kesehatannya. Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi,
petugas menilai dulu kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini
didapatkan dari RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif. 2q
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi. Tahap Cara penyampaian
informasi dan edukasi yang efektif.Setelah melalui tahap asesmen pasien, di
temukan :
Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu
dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet
kepada pasien dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
66
Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet.
Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi
medical information.
VERIFIKASI
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah:
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan.Pertanyaannya adalah: “
Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa
pelajari ?”.
Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan
pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi
yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah
dengan tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi
edukasi yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon
atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang. Dengan
diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien
mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien.
67
3.0 MENGIDENTIFIKASI PASIEN BERISIKO TINGGI
68
8. Pasien populasi rentan, lansia, anak-anak dan pasien beresiko tindak kekerasan
atau di telantarkan
Menurut Umur
a. Usia Bayi - Balita ( 0 – 5 Tahun )
BBLR
o Asfiksia Neonatorum
Ikterus
o Kejang
o Hypotermi
o Hypertermi
o Hypoglikemi
69
3.0.1.Identifikasi pelayanan berisiko tinggi menurut:
2. Pelayanan resusitasi
3. Pelayanan Darah
70
6. Lampu tidur berada dalam jangkauan ,terlihat ,serta pasien mengetahui letak dan
cara penggunaannya
7. Pertimbangkan untuk menggunakan pendamping pada pasien dengan gangguan
kognitif.
8. Sediakan lingkungan yang aman(rapi,tidak licin,kabel-kabel terikat dengan
rapi,jalur berjalan bersih,dari benda-benda yang tidak perlu.
9. Barang- barang pribadi berada dekat jangkauan
10. Posisikan tempat tidur serendah mungkin dengan roda terkunci
11. Setiap 1-3 jam ,tawarkan bantuan untuk kekamar mandi ,danperawatan lain
termasuk menawarkan minum dan memastikan pasien hangat dan nyaman.
12. Lakukan mobilisasi secepat dan sesering mungkin (sesuai kondisi pasien)
13. konsultasikan dengan tim manajemen jatuh dan farmasi ,(tinjau ulang medikasi).
14. Untuk pasien yang risiko cedera kepala (misalnya pasien dalam terapi
antikoagulan gangguan kejang berat ,riwayat jatuh mengenai
kepala),pertimbangkan penggunaan perlindungan kepala.
15. Penggunaan toilet duduk .
16. Secara aktif ,libatkan pasien dan keluarga dalam program pencegahan jatuh.
17. Berikan intruksi kepada pasien sebelum memulai aktivitas
18. Penggunaan alat bantu sesuai dengan kebutuhan pasien.
19. Meminimalisir gangguan /distraksi.
20. Periksa ujung anti selip pada tongkat dan walker.
21. Intruksikan pada pasien untuk menggunakan pegangan.
22. Lakukan evaluasi oleh tim interdisiplin.
71
5. Laporkan kejadian jatuh kepada perawat yang bertugas dan lengkapi laporan
insidens.
6. Modifikasi rencana keperawatan interdisiplin sesuai dengan kondisi pasien.
Pencegahan decubitus
.Pencegahan plebitis
1. Tentukan lokasi pemasangan ,sesuaikan dengan keperluan rencana pengobatan
2. Lakukan tindakan aseptic dan anti septic.
3. Lakukan pergantian tempat dan peralatan infuse tiap 72 jam .
4. Lakukan aseptic dressing bila kondisi kotor.
5. Perhatikan laju pemberian cairan
6. Lakukan inspeksi visual tempat penyuntikan,bila terdapat tanda” nyeri,eritema
segera ganti posisi pemasangan infuse.
7.
72
B.Membuat perencanaan pelayanan pasien dewasa anak-anak atau keadaan
khusus.
73
G.Melakukan pelatihan staf sehingga memiliki keterampilan khusus dalam
melakukan proses asuhanterhadap pasien.
Staf rumah sakit yang tidak bekerja di daerah pelayanan krisis atau intensif
mungkin tidak memiliki pengetahuan dan pelatihan yang cukup untuk mmelakukan
asesmen serta mengetahui pasien yang akan masuk dalam kondisi kritis. Padahal
banyak pasien di luar daerah pasien kritis mengalami keadaan kritis selama di rawat
inap. Seringkali pasien memperlihatkan tanda bahaya dini contoh tanda-tanda vital
yang memburuk daan perubahan kecil status neurologis sebelum mengalami
penurunan kondisi klinis yang meluas sehingga mengalami kejadian yang tidak
diharapkan.
Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-dininya
pasien yang kondisinya buruk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal
jantung atau gagal paru sebelumya memperlihatkan tanda-tanda fisiologis di luar
kisaran normal yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk.
74
EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan keadaan pasien melalui
pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologi pasien. System
ini merupakan konsep pendekatan proaktif untuk meningkatkan keselamatan
pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik dengan standarisasi pendekatan
asesmen dan menetapkan skoring parameter fisiologis yang sederhana.
Ketika seorang pasien mendadak sakit dan datang ke rumah sakit, atau kondisi
memburuk tiba-tiba selama di rumah sakit, maka waktu adalah penting dan respon
klinis yang cepat dan efisien diperlukan untuk optimalisasi hasil klinis yang
diharapkan. Bukti saat ini menunjukkan bahwa tiga serangkai yaitu 1) deteksi dini,
2) ketepatan waktu merespon, dan 3) kompetensi respon klinis, sangat penting
untuk menentukan hasil klinis yang diharapkan.
75
2) Definisi yang jelas tentang ketepatan urgensi dan skala respon klinis yang
diperlukan, disesuaikan dengan beratnya penyakit.
1) Tingkat kesadaran
2) Respirasi/ Pernapasan,
3) Saturasi oksigen,
4) Oksigen tambahan (non-rebreathing mask, rebreathing mask, nasal kanula)
5) Suhu
6) Denyut nadi,
7) Tekanan darah sistolik
EWS dilakukan terhadap semua pasien pada asesmen awal dengan kondisi
penyakit akut dan pemantauan secara berkala pada semua pasien yang mempunyai
risiko tinggi berkembang menjadi sakit kritis selama berada di rumah sakit.
76
• Pemantauan rutin pada semua pasien, minimal 1 kali dalam satu shift dinas perawat
• Pada pasien di Dialysis Unit dan Rawat jalan lainnya yang akan dirawat inap untuk
menentukan ruang perawatan
• Pasien yang akan dipindahkan dari Siloam Hospitals ke rumah sakit lainnya
Penilaian EWS juga dilakukan terhadap pasien yang akan dipindahkan dari
ruang rawat ke ruang rawat lainnya, dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Bila
didapati nilai yang memungkinkan untuk pengamatan EWS lebih lanjut (pemicu aktivasi
respon klinik) maka keputusan untuk memindahkan pasien bisa dipertimbangkan lagi.
EWS digunakan sebagai alat bantu dalam asesmen klinis, bukan sebagai
pengganti pertimbangan klinis yang kompeten. EWS tidak digunakan pada anak usia
kurang dari 16 tahun dan wanita hamil, karena respon fisiologi kondisi penyakit akut
dapat dimodifikasi pada pasien anak dan wanita hamil.
1. PERNAPASAN
77
Frekuensi pernapasan sangat penting untuk diperhatikan, karena setiap
gangguan di tubuh (nyeri, gelisah, penyakit paru, gangguan metabolik, infeksi dan
obstruksi jalan napas) akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen yang akan
ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi pernapasan.
Pola pernapasan yang demikian akan diikuti oleh hipoksemia. Saturasi oksigen
yang rendah pada keadaan hipoksemia ini bisa dideteksi dengan pulse oxymetri.
Namun, pengukuran pulse oxymetri bisa menjadi tidak akurat pada pasien yang
hipovolemia, hipotensi ataupun hipotermi.
Parameter pernapasan yang dipantau dalam EWS ini adalah frekuensi
pernapasan dan saturasi oksigen. Selain itu, nilai bobot 2 harus ditambahkan untuk
setiap pasien yang membutuhkan tambahan oksigen ( pemberian oksigen melalui
maskeratau nasal kanula ).
78
sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang terasa lemah, ireguler hampir dapat
dipastikan bahwa pengukuran tekanan darahnya menunjukkan nilai rendah. Sehingga
dengan demikian tekanan darah yang rendah merupakan tanda lambat dari adanya
gangguan sistem kardiovaskuler yang tidak bisa terkompensasi oleh auto regulasi
tubuh. Namun sebaliknya, tekanan darah tinggi bukan merupakan pertanda bahwa
sirkulasi pasien adalah baik. Tekanan darah tinggi menandakan adanya konstriksi
pembuluh darah yang bisa merupakan akibat dari kompensasi awal tubuh saat
hipovolemia, adanya penyempitan dan kekakuan pembuluh darah (aterosklerosis
ataupun pre / eklampsia, dll). Tekanan darah yang sangat tinggi akan meningkatkan
risiko terjadinya stroke hemoragik yang bisa berakibat fatal.
3. NEUROLOGI
Gangguan neurologi pasien bisa terjadi akibat akibat iskemia, kerusakan struktur
otak atau kerusakan akibat metabolik ataupun infeksi. Identifikasi terhadap gangguan
neurologi yang ada sangat berguna dalam penanganan pasien selanjutnya untuk
meminimalkan kerusakan otak sekunder.
Pemeriksaan neurologi yang dilakukan serial akan sangat membantu dalam
penanganan pasien. Setiap perubahan yang ditemukan dalam pemeriksaan merupakan
indikator yang sensitif dan harus dikaji ulang. Misalnya, adanya penurunan tingkat
kesadaran yang tidak disertai lateralisasi bisa diakibatkan oleh adanya peningkatan
tekanan intrakranial, hidrosefalus, demam, keracunan ataupun akibat gangguan
metabolik yang memerlukan penanganan sesegera mungkin.
Pemeriksan neurologi dalam EWS dilakukan dengan cara menilai Alert, Verbal,
Pain atau Unresponsive (AVPU), seperti tercantum pada tabel berikut:
4. SUHU TUBUH
Panas tubuh dihasilkan oleh reaksi kimia akibat metabolisme sel. Peningkatan
suhu tubuh ditimbulkan oleh peningkatan produksi panas tubuh akibat peningkatan
metabolisme sel seperti pada aktivitas fisik, tirotoksikosis, trauma, peradangan, dan
infeksi. Selain itu peningkatan suhu tubuh juga bisa diakibatkan karena gangguan
dalam melepaskan panas ke lingkungan sekitar seperti pada abnormalitas kelenjar
keringat, gagal jantung kongestif, atau bila suhu lingkungan lebih tinggi dibandingkan
dengan suhu tubuh. Dengan demikian, suhu tubuh bisa menjadi panduan dalam
memperkirakan apa yang terjadi pada pasien.
Pada keadaan normal, suhu tubuh berkisar antara 36° - 38° C, bervariasi dalam 24 jam
dan Parameter ini sudah rutin diukur dan dicatat dalam rekam medis pada grafik
observasi pasien di setiap rumah sakit. Masing-masing parameter akan dikonversikan
79
dalam bentuk angka, di mana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan
pasien sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera
mungkin.
Tujuan penerapan Early Warning Score (EWS) system ini untuk:
-Menilai pasien dengan kondisi akut
- Mendeteksi sejak dini penurunan kondisi klinis pasien selama dalam perawatan di
rumahsakit
- Dimulainya respon klinik yang tepat waktu secara kompeten
80
nafas berada pada area wama orange yaitu bila rilai 2l-24 d. Tuliskan angka 3 (tiga) bila
nitai fiekuensi nafas berada pada area warna merah yaitu bila nilai > 25 atau < 8
9. Perawat mengukur suhu pasien dan mengisikan nilai score sesuai warna nilai suhu a.
Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai suhu berada pada area wama putih yaitu bila nilai 360 -
370 b. Tuliskan angka I (satu) bila nilai suhu berada pada area wama biru yaitu bila nilai
380 atau < 350 c. Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai suhu berada pada area wama orange
yaitu bila nilai > 390
10. Perawat menambahkan nilai 2 bila pasien rnendapatkan terapi oksigen
11. Perawat menjumlahkan nilai yang didapat dan mengisikannya di kolom jumlah score 12.
Perawat menilai zona wama sesuai dengan kondisi pasien : a. Zona putih bila total
score 0 (nol) b. Zona biru bila total score I - 4 c. Zona orange bila total score 5 (lima)
atau 3 (tiga) dalam satu pararmeter d. Zona merah bila total skor > 7
12. Perawat melakukan pengkajian nyeri dan mengisikannya di score nyeri
13. Perawat mengisikan intake pasien
14. Perawat mengisikan output urine pasien
15. Perawat mengisikan frekuensi observasi sesuai dengan zona wama yang didapat dari
total score EWS : a. Zona putih : minimal setiap 12 jam sekali b. Zona bim : minimal
setiap 4 - 6 jam sekali c. Zona orange : setiap jam sekali d. Zona merah : monitoring
tanda-tanda vital
16. Perawat menigisikan rencana tindak lanjut sesuai dengan zona wzuna yang didapat dari
total score EWS : a. Znna putih: lanjutkan observasi / monitoring secara rutin b. Zona
biru :
17. perawat pelaksana menginformasikan kepada ketua tim untuk melakukan asesmen
selanjutrrya dan membuat keputusan apakah akan meningkatkan fiekuensi
observasi/monitoring atau perbaikan asuhan yang dibutuhkan oleh pasien c. Zona
orange : - Ketua tim (perawat) segera memberikan informasi tentang kondisi pasien
kepada dokterjaga atau DPJP - Dokter jaga atau DPJP melakukan asesmen sesuai
kompetensinya dan menetukan kondisi pasien apakah dalam penyakit akut - Dokter jaga
atau DPJP menf apkan fasilitas monitoring yang lebih canggih d. Zona merah : - Ketua
tim (perawat) melaporkan kepada tim code blue - Tim code blue melakukan asesmen
segera - Stabilisasi oleh tim code blue dan pasien di rujuk ke lntermediate Care atau
lntensive Care Perawat membubuhkan paraf dan nama jelas Perawat melakukan
monitoring sesuai dengan score EWS
81
EWS ini berlaku untuk pasien dewasa saja, kalau
anak ada lagi pediatrik earli warning scale
ini lembar EWS untuk observasi pasien untuk menentukan skor EWS
82
3.2.PELAYANAN RESUSITASI
Pelayanan resusitasi diartikan sebagai intervensi klinis pada pasien atau korban
yang mengalami kejadian yang mengancam hidupnya seperti henti jantung dan
paru.pada ssat henti jantung dan paru maka memberikan komprensi pada dada atau
bantuan pernafasan akan berdampak pada hidup atau matinya pasien, setidak tidaknya
menhindari kerusakan jaringan otak.
Sanagt penting untuk dapat memberikan pelayaan intervensi yang kritikal yaitu
tersedia dengan cepat peralatan medis terstandar, obat resusitasi, staf yang baik dan
terlatih untuk resusitasi. Bantuan hidup dasar harus dilakukan secepatnya saat
diketahuai da henti nafasa dan jantung dan proses pemberian bantu hidup kurang dari
5 menit,pelayaan resusitasi tersedia diseluruh area rumah sakit termasuk peralatan
medis dan staf terlatih , berbasis bukti klinis.
Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti
jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu
dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan
tidak ada pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara
lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan dan siap yang
boleh melakuaknya
Serangan Adams-Stokes
Hipoksia akut
Sengatan listrik
83
Refleks vagal
Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.
Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ –
1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
84
Penanggung jawab medis.
Dijabat dokter jaga atau dokter ruangan UGD,HCU, OK, , Rawat Inap, dan
rawat jalan.
Tugas : - Mengidentifikasi awal atau triage pasien di runag perawatan.
- Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
- Memimpin dalam pelaksanaan RJP.
- Menentukan sikap selanjutnya.
Perawat pelaksana
Dijabat perawat (KATIM)
Tugas : - bersama dokter penanggung jawab medis mengidentifikasi
triage pasien di ruang perawatan
- Membantu dokter penaggung jawab medis menangani pasien
gawat darurat di ruang perawatan
Tim resusitasi.
Dijabat oleh perawat terlatih dan dokter jaga
Tugas : - memberi bantuan hidup dasar kepada pasien gawat atau gawat
darurat di ruang perawatan
- Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat
di ruang perawatan .
Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat
penting.Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan
kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian
yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons,
tidak ada nafas dan tidak ada nadi. Resusitasi dilakukan 30 : 2.
85
3.3 . PELAYANAN DARAH
Darah inkompatibel adalah darah resipien yang uji silang serasi memberikan
hasil ketidakcocokan dengan darah donor, dengan demikian darah donor tidak
dapat di tranfusikan.Apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan lanjutan di
Laboratorium Rumah Sakit harus merujuk ke PMI yang mampu melakukan
pemerisaan lanjutan.
86
6) Darah bayi usia<4-6 bulan tidak terlihat serum typing.
7) Titer komplemen yang tinggi pada anti –A dan –B
8) Transplantasi dengan ABO berbeda.
Uji silang dapat memberikan hasil negative palsu, oleh karna itu:
1. NaCL 0,9% harus bersih, jernih, tidak berwarna dan tidak terkontaminasi
dengan serum.
2. Suhu incubator harus 37℃.
3. Waktu inkubasi harus tepat.
4. Pencucian sel darah merah harus bersih.
5. Hasil negative ahrus di control dengan menggunakan coombscontrolcells.
87
dapat dicarikan darah donor yang tidak melawan antibody yang ada pada
pasien.
2. Inkompetibel pada minor.
Dalam keadaan daruran pasien dapat di berikan darah donor berupa
packed red cells, bila uji silng mayor negative.
3. Pada pasien penderita AHIHA tipe hangat, hasil uji silang serasi
selalu inkompetibel.
Dalam keadaan mendesak dapat diberikan darah donor yang hasil reaksi
uji silang serasinya inkompetibel pada mayor dan minor yang hasil uji
reaksinya lebih lemah di bandingkan reaksi sel darah merah pasien.
Dalam pemberian tranfusi harus hati-hati ada reksi allo antibody yang
tidak terdeteksi dalam pemeriksaan skrining dan identifikasi antibody, oleh
karena itu pemberian tranfusi harus di bawah pengawasan dokter, kadar
HB pasien pasca tranfusi tidak boleh melebihi 8 gr/dl.
4. Pada pasien penderita AIHA tipe dingin tranfusi umumna tidak diperlukan .
Dalam keadaan mendesak tranfusi dapat di berika dengan cara darah
sebelum tranfusi di hangatkan terlebih dahulu, agar sel darah merah donor
tidak di sensitiasi atau di rusak oleh auto antibody penderita, pemberia
tranfusi harus dibawanh pengawasan dokter washed red cells tidak
dianjurkan karna komplemen dalam darah donor tidakaktif lagi setelah
penambahan stabilisator ACD-A.
88
Apabila dokter telah memberikan indikiasi untuk di tranfusi dan telah dijelaskan
dokter kepada pasien dan keluarga pasien tentang indikasi untuk tranfusi, setelah
itu perawat jaga memberikan lembar persetujuan atau penolak untuk tranfusi (
informed consent ) kepada pasien / keluarga pasien untuk ditanda tangani sebagai
permintaan bahwa pihak pasien / keluarga setuju atau tidak setuju untuk dilakukan
tranfusi.
B. PENGADAANDARAH
1. UTD memberikan darah secara rutin dan berkala ke bank darah sesuai dengan
permintaan tertulis dari BD PMI.
2. BD PMI harus membuat rencana kebutuhan darah per bulan dandisampaikan
pada UTD.
3. Permintaan tersebut harus memuat data:
a. jumlah darah
b. jenis komponen darah.
c. golongan darah.
4. Permintaan harus ditandatangani oleh kepala bank darah (PMI).
1. Petugas pengantar darah dari UTD menyerahkan darah yang aman ke bank
darah,disertai formulir pengirimandarah yang memuat:
- jumlah darah yang dikirim.
- nomor kantong darah.
- jenis komponen darah.
- golongan darah.
- hasil uji saring darah terhadap IMLTD.
- suhu simpan.
89
- tanggal kadaluarsa.
- Nama pasien
- No rekam medis
2. Petugas pengirim darah dari UTD dan petugas penerima darah di BANK
DARAH harus mampu mengenali tanda-tanda fisik darah yang aman.
3. Petugas pengirim darah dari UTD dan petugas penerima darah di bank darah
membuat berita acara serah terima dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
- Perhatikan identitas kantong darah.
- Periksa jumlah ,jenis dan golongan darah sesuai dengan formulir permintaan
/ pengiriman.
- Periksa kondisi fisik darah.
- Periksa suhu dan wadah pengiriman darah.
- Nama pasien
- No rekam medis
- Tanggal lahir pasien
- Ditandatangani oleh petugas UTD dan petugas bank darah rumah sakit.
4. Pendistribusian darah untuk pelayanan tranfusi darah di rumah sakit.
a. Permintaan darah dari bangsal RS ke BD PMI harus disertai formulir
permintaan darah yang di tandatangani oleh dokter yang merawat disertai
contoh darah resipien dan terdapat nama pasien, tanggal lahir , nomor rm,
dan golongan darah.
b. Formulir permintaan darah dan contoh darah resepien diserahkan ke BDRS
oleh perawat bangsal.
c. Petugas BD PMI memeriksa kelengkapan formulir permintaan darah dari
bangsal RS dan kondisi contoh darah resepien.
d. Lakukan uji silang serasi darah donor dan pasien sesuai dengan standar
yang berlaku.
e. Petugas BD PMI harus melakukan serah terima dengan petugas ruangan
yang di beri wewenang oleh dokter yang meminta darah.
90
Pada saat serah terima diruangan petugas ruangan mengcross cek, nama
pasien, tanggal lahir, golongan darah, no rekam medis. Setalah datanya
benar , petugas ruangan mentanda tangani blanko dari PMI.
D. PEMBERIAN DARAH
1. Tranfusi sel darah merah(darah lengkap,darah merah pekat,DMP miskin
leucosit,darah lengkap segar)
- Dibawa dari bank darah ke ruangan rawat dengan kotak kemas darah yang
dapat menjaga suhu 4° ± 2℃
- Periksa keadaan kantong darah dan keadaan darah.
- Berikan dalam waktu 30’ setelah dikeluarkan dari refrigerator.
- Tidak perlu di hangatkan
- Tranfusikan tidak lebih dari 4 jam.
2. Tranfusi trombosit
- Dibawa dari bank darah ke ruang rawat inap dengan kotak kemas darah
yang dapat menjaga suhu 22 ° ± 2℃
- Periksa keadaan kantong darah dan keadaan komponen di dalam .
- Berikan segera setelah dikeluarkan dari penyimpanan.
- Tranfusi tidak lebih dari 20 ‘
3. Tranfusi plasma segar beku(FFP)
- Dicairkan di bank darah
- Dibawa dari bank darah ke ruangrawat dengan kotak kemas darah yang
dapat
- menyimpansuhu 4° ± 2℃
- Periksa keaadaan kantong darah dan keadaan komponen darah didalamnya
- Berikan segera setelah dicairkan di bank darah.
- Tranfusi tidak lebihdari 20’
91
DOSISTRANFUSI PADA ANAK
1. Sel darah merah :dosis 10 -15 ml/ kgBB dapat meningkatkan 2 – 3 g/dl
2. Trombosit : dosis 5 – 10 ml /kg BB dapat meningkatkan trombosit 50.000 -
10.000/ul
3. FFP:dosis 10-15 ml /kg BB dapat meningkatkan factor 15 – 20%
Indikasipemberiantranfusidarah
1. Kehilangan darah akut,bila 20% -30% total volume darah yang hilang dan perdarahan
masih terus terjadi.
2.Anemia berat.
3. Syock septic.
92
karena komponen darah spesifik yang lain tidak ada.
Tranfusi trombosit.
93
a) pada kasus DBD dan KID supaya merujuk pada peñata laksanaan
masing-masing.
b) pada kasus trombositopenia karna penyebab khusus contoh anemia
apalastic, ITP pemberian tranfusi trombosit mengacu pada protocol
khusus.
1. Mengganti defesiensi factor koagulasi dan factor inhibitor koagulasi baik yang
didapat atau bawaan bila tidak tersedia kosentrat factor spesifik atau dalm
bentuk kombinasi.
2. Untuk mengobati perdarahan secara cepat akibat gangguan hemotatis yang
mengacam jiwa pada terapi warfarin.
3. Untuk mengobati perdarahan akibat gangguan koagulasi pasca tranfusi massif
atau bypass jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.
KOMPONEN DARAH
Pengertian komponen darah adalah Bagian darah yang dipisahkan dengan cara fisik
/mekanik.
a. Komponen Seluler
1.Plasma
94
Plasma donor tunggal(liquid plasma)
DARAH LENGKAP
- Isi utamaeritrosit
- Pada darah lengkap segar tronbosit dan factor pembekuan labil
- Volume tergantung volume kantong darah
- Yangdi pakai 250 ml,350ml,450 ml.
- Suhu simpan 4° ± 2℃
- Lama simpan 21-42 hari
- Guna nya meningkatkan eritrosit
- Seleksi dan layanan darah tranfusi
- *Gol ABO spesifik (cocok serasidengan darah resepien)
- *RH (+) untuk resepien RH (+)
- *RH (-) untuk resepien RH (-)
95
TROMBOSIT PEKAT
LEUCOSIT PEKAT
- Isi utama plasma ,mengandung factor pembekuan stabil dan protein plasma.
- Volume 150-220 ml,tergantung volume kantong yang di pakai
- Ada 2 macam plasma cair dan plasma beku
- Suhu simpan 4° ± 2℃ cair ,beku <-18 c
- Lama simpan 26-47 hari cair, 5 hari beku.
- Guna nya meningkatkan volume darah.
- Seleksi dan layanan darah sesuai gol ABO nya dengan sel darah merah
resepien /sama golABO nya dengan resepien
- Komponen beku di cairkan dengan suhu ≤37℃
96
PLASMA SEGAR BEKU
E. MONITORING PASIEN
Nama pasien
Diagnose
Tanggal lahir
No rekam medis
Dokter dpjp
97
3. Kirim ke BD PMI sisa darah akibat adanya suatu reaksi tranfusi ,beserta label
kantong dan catat gejala – gejala reaksi tranfusi.
4. Bagi petugasLaboratorium berkonsultasi dengan petugas UTD.
5. Lakukan croos matching ulang.
6. Formulir hasil pemeriksaan kemudian dikonsultasikan kepada dokter
7. UTD memberi kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan atas analisa
pemeriksaan ulang.
8. Hasil dibuat rangkap 2 untuk dokter dan BD PMI.
Caranya ialah:
Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian
puncak kepala korban.Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah
ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau
mulut ke hidung.
2. Breathing (Pernafasan)
Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan satu
tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke
belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk)
sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam
98
kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat.Ekspirasi korban
adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini
diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.
Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
Gerakan dada waktu membesar dan mengecil
Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban
mengecil sampai batas habis.
Serangan jantung
Syok listrik
Obat-obatan
Reaksi sensitifitas
Kateterasi jantung
Anestesi.
Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan
nafas dengan menarik kepala ke belakang.Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru
korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena :
Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi.Bila denyut nadi hilang atau
diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi
jantung luar.Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah
1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah
stabil
3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat
robeknya hati
4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum,
jari-jari jangan menekan iga korban
5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak
terputus
100
ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi
kemungkinan beberapa hasil,
3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal
ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).
(D) Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa
menunggu hasil EKG.
(E) Electrocardioscopy (Cardiography).
(F) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi).
(G) Gauging : menentukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai
sejauh mana pasien dapat diselamatkan.
(H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak
yang baru dan
( I )Intensive Care : resusitasi jangka panjang.
101
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
102
2.5.5 Bantuan Hidup Lanjut
1. Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan
bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung
spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan
tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,
a. Penting, yaitu :
Adrenalin
Sulfat Atropin
Lidokain
b. Berguna, yaitu :
Isoproterenol
Propanolol
Kortikosteroid.
Natrium bikarbonat
2. Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 –
1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat
meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.
3. Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara
meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis
terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan
103
arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan
iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang
berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode
takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa
diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak
lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).
4. Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan
mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi.Paling berguna dalam
mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard,
terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus
dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total
tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang
membutuhkan dosis lebih besar.
5. Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk
kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana
ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv,
dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
7. Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon
sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok
kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak
setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan
menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka
digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.
8. EKG
Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan
monitoring.
104
2.6.6 Keputusan untuk mengakhiri resusitasi :
a. PerawatanDasar
1) Memenuhikebutuhanzatasam, zatmakanan, dancairan
2) Memelihara kebersihan tubuh
3) Mempertahankan miksi dan defekasi dapat berlangsung secara teratur
4) Mencegah terjadinya infeksi skunder
5) Mencegah terjadinya decubitus
b. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan klien dengan koma:
1) Zat asam : jaga pernafasan tetap leluasa
2) Jika ada sekret di faring, lakukan suction
3) Jika pernafasan masih belum bebas, pasan endotracheal tube
4) Cairan, glukosa, dan elektrolit
5) Untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
elektrolit diberikan sonde/NGT.
6) Kandung kencing
7) Jika terjadi retensi urine pasang kataterisasi. Perhatikan sterilitas dalam
pemasangan kateter, jangan sampai terjadi cistitis.
8) Rectum : BAB 2-3 hari sekali, kalau perlu dilakukan gliserin secara rectal
105
9) Perawatan mata : beri/ tetesi boorwater 3% setiap pagi
10)Perawatan kulit : beri bedak setelah mandi agar tidak timbul maserasi
PROSES KEPERAWATAN
1. Data yang perlu diketahui:
c. Obat yang diminum sebelum koma (obat tidur, antikoagulasi, insulin, dll)
2. Klinis
106
k. Thorax : jantung dan paru
l. Abdomen : periksa hepar , ginjal, kandung kemih.
3. Pemeriksaan Neurologis:
Pemeriksaan khusus pada pasien koma yaitu dengan:
a. Pemeriksaan kesadaran Gasgow Coma Scala (GCS)
b. Pemeriksaan laboratorium : fungsi hepar, ginjal,dan elektrolit
c. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses di batang otak.
4. Diagnosa Keperawatan:
107
4). Pantau hemodinamik
Rasional: Perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan
untukmengestimasi adanya kenaikan intrakranial, perdarahan atau bahkan
keadaan syok yang dapat mempengaruhi gangguan pernafasan.
5). Pantau sistem pernafasan (RR, suara nafas, ekspansi dada, warna kulit)
Rasional:
- Untuk mengetahui letak proses di otak
- Bunyi nafas yang abnormal (Ronchi) dapat menandakan adanya sesuatu
yang menghambat pertukaran gas.
- Ekspansi dada menggambarkan daya kembang paru.
6). Kolaborasi dokter untuk:
- Pemberian O2
- Foto thorax
Rasional:
- Untuk koreksi kekurangan O2
- Untuk mengetahui keadaan paru
- Untuk mengetahui oksigenasi .
108
- Composmentis
Rencana tindakan:
1). Pantau daerah perifer, warna kulit dan capileary reffil dan produk urine.
Rasional: Vasokonstriksi merupakan respon simpatis dari rendahnya volume
sirkulasi.
2). Pantau tekanan darah, nadi dan irama jantung
Rasional: Karena hipotensi dan hipoxia dapat menyebabkan disritmia.
109
3). Kolaborasi dengan dokter
a. Untuk pemberian obat-obat sesuai penyebab dan gejala yang ada.
Rasional: untuk koreksi keadaan.
b. Pemeriksaan Lab: elektrolit.
110
e.Gangguan pola makan berhubungan dengan kesadaran yang menurun,
ditandai dengan nilai GCS rendah < 11-12.
Tujuan : Agar nutrisi terpenuhi.
Kriteria : - BB tidak turun bahkan naik.
- Tonus otot kenyal, turgor baik.
Rencana tindakan:
1). Pantau fungsi pengecapan pencernaan.
Rasional: Pada pasien koma sering terjadi gangguan pencernan (perdarahan
lambung, peristaltic usus turun).
2). Pantau pemasukan cairan/makanan sonde.
Rasional: Untuk evaluasi status nutrisi.
3). Timbang berat badan 1 x/hari.
Rasional: Berat badan dapat menggambarkan status nutrisi.
4). Hidangkan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional: Untuk menambah kenyamanan
5). Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk
a. Pemasangan NGT.
Rasional: Untuk pemberian nutrisi sonde.
b. Pemeriksaan gula darah secara teratur.
Rasional: Untuk mengetahui metabolisme tubuh.
c. Pemberian Total Parenteral Nutrition (TPN)
Rasional: Apabila nutrisi per oral tidak bisa (perdarahan langsung) maka nutrisi
di berikan lewat parenteral.
111
Rasional: Pasien memang tidak mampu melakukan sendiri, oleh karena
penurunan kesadarannya.
2). Bisikan ke telinga pasien setiap kita akan melakukan tindakan.
Rasional: Diharapkan pasien masih mampu mendengar sehingga selain ada
kontak dan terpenuhinya kebutuhan psikologis pasien.
Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat
perawatan pasien rawat inap perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh, ekskresi dan sekresi
dari seluruh pasien
2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu
lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan
infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh
serta barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas
sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang
pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi urinal, pispot dan
peralatan lainnya
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah
dibersihkan dan didisinfeksi benar.
1. Kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
112
a. mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan air mengalir bila tangan terlihat
kotor atau terkontaminasi dengan bahan-bahan protein.
b. Dekontaminasi tangan dengan handrub berbais alkohol secara rutin jika
tangan tidak terlihat kotor
2. Alat pelindung diri ( APD ) meliputi sarung tangan, masker, kaca mata, topi, gaun
pelindung, apron, pelindung kaki
a. Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan
b. Pakai sarung tangan double bila akan melakukan tindakan kepada pasien
hepatitis
c. Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan
3. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
a. Tangani peralatan pasien yang terkena darah cairan tubuh, sekresi, ekskresi
dengan benar sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju
terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke pasien lain dan lingkungan.
Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui cara yang
benar dan peralatan yang dipakai ulang diproses dengan benar
b. Penanganan, transport dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi, dengan prosedur yang benar untuk mencegah kulit, mukus
membran terekspos dan terkontaminasi linen sehingga mencegah transfer
mikroba ke pasien lain, petugas dan lingkungan.
4. Pengelolaan limbah
a. Menuangkan cairan atau limbah basah ke sistem pembuangan kotoran
tertutup
b. Pembakaran untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus
mikroorganismenya
c. Mengubur limbah terkontaminasi agar tidak disentuh lagi
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit
113
Pembersihan lingkungan semua tempat di mana pelayanan yang disediakan
untuk pasien harus dibersihkan setiap hari.Permukaan tersebut juga harus
dibersihkan bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
6. Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan
a. Rutin menjalankan kewaspadaan standar, memakai APD yang sesuai
b. Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
c. Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam
Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat menangani jarum
yang dipakai setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat
membuang jarum
7. Penempatan pasien
Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas
misal: varicella, contoh lsin penyakit HIV AIDS, TBC dan HEPATITIS harus
berada diruangan isolasi.
8. Hygiene respirasi / etika batuk
Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi untuk
mencegah transmisi pathogen dalam droplet. Etika batuk diterapkan kepada
pasien,petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus menutup
mulut dan hidung saat batuk atau bersin, pakai tissu, sapu tangan, masker
kain/medis bila tersedia, buang ketempat sampah, lakukan cuci tangan.
9. Praktek menyuntik yang aman
Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi
114
3.7.ASUHAN PASIEN YANG DIBERIKAN PENGHALANG ( RESTRAINT )
Rumah sakit memberikan pelayanan khusus terhadap pasien usia lanjut, mereka
yang cacat, nak serta populasi yang beresiko disiksa dan resiko tinggi lainnya
termasuk pasien dengan resiko bunu diri .
Berlaku untuk pasien yang merupakan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT), Kekerasan pada Anak, mendapat intimidasi/ intervensi dari pihak yang
tidak dikenal.
115
b. Pastikan bahwa pasien harus memang terlindungi dari semua ancaman
baik berupa fisik ataupun melalui alat komunikasi.
c. Pastikan pasien memberikan surat pernyataan perlindungan bahwa tidak
akan bertemu dengan siapapun terkecuali dengan persetujuan pasien.
d. Pastikan pengamanan secara ketat pada pasien selama pasien mendapat
perawatan. Jika perlu hubungi pihak yang berwajib untuk kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kekerasan pada Anak,
Intervensi/ intimidasi jika kasus tersebut berlanjut.
e. Tanda identitas hanya boleh dilepas saat pasien keluar / pulang dari
lingkungan rumah sakit.
116
A. PENGUNJUNG
1. Tatalaksana Identifikasi pengunjung.
a. Semua pengunjung harus diidentifikasi dengan benar sebelum masuk
dalam lingkungan rumah sakit dengan menggunakan tanda pengenal
yang masih berlaku (KTP, SIM, Paspor).
b. Pastikan pemakaian tanda pengunjung pada pengunjung didaerah dada
(tempat yang mudah terlihat), jelaskan dan pastikan tanda pengunjung
terpasang dengan baik dan nyaman untuk pengunjung.
c. Tanda pengunjung harus diberikan pada semua pengunjung tidak ada
pengecualian dan harus dipakai selama berada dalam lingkungan rumah
sakit.
d. Bagian keamanan atau piket melaksanakan penjagaan khusus terkait
ancaman kekerasan fisik.
e. Tanda pengunjung hanya boleh dilepas saat pengunjung keluar/ pulang
dari lingkungan rumah sakit. Tanda pengunjung tersebut hanya boleh
dilepas didepan dan dikembalikan pada pihak rumah sakit dengan
menukar tanda pengenal yang masih berlaku (KTP, SIM, Paspor) yang
sudah dititipkan/ ditinggalkan pada saat akan memasuki lingkungan
rumah sakit.
f. Lokasi terpencil dan terisolasi dilakukan penjagaan dan pengawasan
dengan kamera CCTV
g. Ruang UGD menerapkan pematasan pengunjung pasien hanya
didamping keluarga atau wali maksimal dua orang.
h. Ruang perawatan menerapkan pembatasan pengunjung maksimal dua
orang untuk mendampingi pasien, pembatasan jam kunjung. Untuk
pendampingan pasien diluar jam besuk identitasnya tercatat dibuku
penunggu pasien disertai dengan tanda pengenal penunggu pasien.
i. Jangan pernah mencoret dan merobek tanda pengunjung.
j. Jika tanda pengunjung rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan
tanda pengunjung yang baru.
k. Jelaskan prosedur tanda pengunjung dan tujuannya kepada pengunjung.
117
l. Periksa ulang 2 (dua) detail data dibuku laporan sebelum pengunjung
menerima tanda pengunjung.
m. Saat menanyakan identitas pengunjung, selalu gunakan pertanyaan
terbuka, misalnya : “siapa nama anda?” (jangan menggunakan
pertanyaan tertutup seperti “apakah nama anda ibu Siti?”).
n. Jika seorang pengunjung tidak mampu memberitahukan namanya
(misalnya pada pengunjung tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa),
verifikasi identitas pengunjung kepada keluarga/ pengantarnya. Jika
mungkin, tanda pengenal jangan dijadikan satu-satunya bentuk identifikasi
sebelum dilakukan suatu intervensi. Tanya ulang nama dan alamat
pengunjung, kemudian bandingkan dengan jawaban pengunjung dengan
data yang tertulis dibuku laporan.
o. Semua pengunjung menggunakan hanya 1 tanda pengunjung.
p. Pengecekan buku laporan pengunjung dilakukan tiap kali pergantian jaga
shif.
q. Pada kasus pengunjung yang tidak menggunakan tanda pengunjung :
1) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti :
i. Menolak menggunakan tanda pengunjung.
ii. Pengunjung melepas tanda pengunjung.
iii. Tanda pengunjung hilang.
2) Tanda pengunjung harus diiformasikan akan resiko yang dapat terjadi
jika tanda pengunjung tidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada
buku laporan petugas shif.
118
karyawan tidak ada pengecualian dan harus dipakai selama berada dalam
lingkungan rumah sakit.
c. Name tag hanya boleh dilepas saat karyawan keluar/ pulang dari
lingkungan rumah sakit atau dalam kondisi lepas dinas.
d. Jangan pernah mencoret dan merobek name tag.
e. Jika name tag rusak dan tidak dapat dipakai, segera berikan name tag
yang baru oleh unit kepegawaian.
f. Jelaskan prosedur name tag dan tujuannya kepada karyawan.
g. Semua karyawan menggunakan hanya 1 (satu) name tag.
h. Pada kasus karyawan yang tidak menggunakan name tag :
1) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti :
i. Menolak menggunakan name tag.
ii. Karyawan melepas name tag.
iii. Name tag hilang.
2) Name tag harus diinformasikan akan resiko yang dapat terjadi jika
name tag tidak dipakai, alasan karyawan harus dicatat pada buku
pelanggaran disiplin kepegawaian.
119
Kepegawaian yang bertugas menangani karyawan pada saat karyawan
tersebut memulai pertama kali bekerja di rumah sakit.
Pasien.
Sudah tercantum pada buku pedoman identifikasi pasien.
Pengunjung.
Tanda pengunjung hanya dilepas saat pengunjung pulang atau keluar dari
rumah sakit.
Karyawan.
Name tag hanya dilepas pada saat karyawan pulang atau keluar dari rumah sakit
setelah jam dinas
120
4.PELAYANAN MAKANAN DAN TERAPI GIZI
Makanam dan nutrisi dan sesuai sangat penting bagi kesehatan pasien dan
penyembuhan.pilihan makanan disesuaikan dengan usika, budaya, pilihan, rencana,
asuahan, diagnosis pasien termasuk juga anatara lain idet khusus seperti rendah
kolestrol dan deit dm. berdasarkan atas asesemant kebutuhan dan renca asuhan maka
dpjp dan PPA yang kompeten memesan makanan dan nutrisi lain untuk pasien.
Paien berhak mementukan makanan sesuai dengan nilai yang dianut .bila
memungkinkan pasien ditawarkan pilihan makanan yang konsisten dan status gizi.
Jika keluarga pasien atua orang lain mau membawa makanan untuk pasien maka
kepda mereka diberikan edukuasi tentang makanan yang merupakan kontraindikasi
terhadap rencana., kebersihan makanan dan kebutuhan asuahan pasien termasuk
informasi terkait interaksi antara obat dan makanan.makanan yang dibawah oleh
keluarga atau orang lain disimpan dengan benar untuk mencegah kontaminasi.
B. TUJUAN
Menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan
dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang oplimal.
121
C. Sarana dan ruang lingkup
Sarana penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien yang rawat
inap, sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga di lakukan penyelenggaraan
makanan bagi karyawan.Ruang lingkup penyelenggaraan makanan rumah salit
meliputi produksi dan distribusi makanan.
Penyajian
Persiapan &
Makanan di Distribusi Makanan (5) Pengolahan
Ruang (6)
Makanan (4)
122
Kegiatan Penyelenggaraan Makanan
b. Tujuan
123
Tersedianya tefsiran macam dan jumlah bahan makanan dengan spesifikasi
yang di tetapkan, dalam kurun waktu yang di tetapkan untuk pasien rumah
akit.
c. Langkah langkah perhitungan kebutuhan bahan makanan :
1) Susun bahan makanan yang diperlukan, lalu golongkan bakan
makanan apakah yang termasuk :
a. Bahan makanan segar
b. Bahan makanan kering
2) Hitung kebutuhan bahan makanan satu persatu dengan cara :
a. Tetapkan jumlah konsumen rata-rata yang dilayani
b. Hitung macam dan jumlah kebutuhan bahan makanan dalam 1
siklus menu.
c. Masukkan perhitungan tersebut kedalam formulir kebutuhan bahan
makanan yang telah dilengkapi dengan spesifikasinya.
5. Perencanaan anggaran bahan makanan
a. Pengertian
Perencanaan anggaran makanan makanan adalah suatu kegiatan
penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi
pasien dan karyawan yang di layani.
b. Tujuan
Tersedianya rencana anggaran belanja makanan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan macam dan jumlahbahan makanan bagi
konsumen/pasien yang di layani sesuai dengan standar yang di tetapkan.
124
4) Hitung indeks harga makan perorang perhari dengan cara
mengalikan berat kotor bahan makanan yang digunakan dengan
harga satuan sesuai pasien yang dilayani.
5) Hitung anggaran belanja setahun (jumlah pasien yang dilayani dalam
1 tahun dikalikan indeks harga makanan).
6) Hasil perhitungan dilaporkan kepada pengambi keputusan ( sesuai
dengan struktur organisasi masing-masing )
7) Rencana anggaran diusulkan secara resmi melalui administrative
yang berlaku.
2. Spesifikasi penampilan
Dalam menetapkan spesifikasi bahan makanan haruslah sesederhana,
lengkap dan jelas. Secara garis besar berisi :
a. Nama bahan makanan/produk
b. Ukuran/tipe unit/ container/ kemasan
125
c. Tingkat kualitas
d. Umur bahan makanan
e. Warna bahan makanan
f. Identifiksi pabrik
g. Masa pakai bahan makanan/ masa kadaluarsa
h. Data isi produk bila dalam satu kemasan
i. Satuan bahan makanan yang di maksud
j. Keterangan khusus lain jika diperlukan
3. Spesifikasi pada kualitas barang yang telah dikeluarkan oleh suatu pabrik
dan telah diketahui oleh pembeli. Misalnya spesifikasi untuk makanan
kaleng.
c. Survey pasar
Adalah kegiatan untuk mencari informasi mengenai harga bahan makanan
yang ada di pasaran, sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagai
dasr perencanaan anggaran bahan makanan. Dari survey tersebut akan
diperoleh perkiraan harga bahan makanan yang meliputi harga terebdah,
harga tertinggi, harga tertimbang dan harga perkiraan maksimal.
7. Pemesanan dan pembelian bahan makanan
a. Pemesanan bahan makanan
Pengertian :
Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan (order) bahan
makanan berdasarkan menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani,
sesuai peroide pemesanan yang di tetapkan.
Tujuan :
Tersedianya daftar pemesanan bahan makanan sesuai menu, waktu
pemesanan, standar porsi bahan makanan dan spesifikasi yang ditetapkan.
Persyaratan:
1. Adanya kebijakan rumah sakit tentang prosedur pengadaan bahan
makanan.
2. Tersedianya dana untuk bahan makanan
3. Adanya spesifikasi bahan makanan
126
4. Adanya menu dan jumnlah bahan makanan yang dibutuhkan selama
periode tertentu.
5. Adanya pemesanan makanan untuk 1 periode menu.
Langkah – langkah pemesanan bahan makanan.
1. Menentukan frekuensi pemesanan bahan makanan segar dan kering
2. Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan dengan cara mengalikan standar
porsi dengan jumlah pasien kali kurun waktu tertentu.
Prasyarat :
a. Tersedianya daftar pesanan bahan maknan berupa macam dan jumlah
bahna makanan yang akan diterima pada waktu tertentu.
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang ditetapkan.
127
Langkah penerimaan bahan makanan :
128
Penyaluran bahan makanan adalah tata cara mendistribusikan bahan
makanan berdasarkan permintaan dari unit kerja pengolahan bahan
makanan.
Tujuan :
Tersedianya bahan makanan siap pakai dengan jumlah dan kualitas yang
tepat sesuai pesanan dan waktu yang diperlukan.
Prasyarat :
1. Adanya bon permintaan bahan makanan
2. Tersedianya kartu stok/buku catatan keluar masuknya bahan makanan.
129
d. Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.
Prasyarat :
a. Tersedianya menu, pedoman menu, dan siklus menu
b. Tersedianya bahan makanan yang yang dimasak
c. Tersedianya peralatan pemasakan bahan makanan
d. Tersedianya aturan dalam menilai hasil pemasakan
e. Tersedianya prosedur tetap pemasakan
f. Tersedianya peraturan penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Tujuan :
Prasyarat :
130
Keuntungtan cara sentralisasi
1. Tenaga lebih hemat sehingga lebih hemat biaya
2. Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti
3. Makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan sedikit
kemungkinan kesalahan pemberian makanan.
4. Ruang pasien terhindar dari bau masakan dan kebisingan pada waktu
pembagian makanan.
5. Pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat.
Kelemahan cara sentralisasi
1. Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan yang lebih
banyak ( tempat harus luas, kereta pemanas mempunyai rak yang luas)
2. Adanay tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta pemeliharaan.
3. Makanan sampai ke pasien sudah agak dingin
4. Makanan mungkin sudah tercampur serta kurang menarik, akibat perjalanan
dari ruangan produksi ke pantry di ruang perawatan.
5.PELAYANAN NYERI
Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, tindakan atau
pemeriksaan yang dilakukan. Sebagai bagian dari rencana asuhan makan
pasien diberikan informasi tentang kemungkinan timbul nyeri akibat tindakan,
atau prosedur pemeriksaan, dan pasien diketahui pilihan yang tersedia untuk
mengatasi nyeri .apapun yang menjadi sebab timbulnya nyeri jika tidak dapat
diatasi akan berpengaruh secara fisik maupun psikologis. Pasien dnegan
nyeri dilakukan asesemen dan pelayanan untuk mengatsi nyeri yang tepat.
131
Memebrikan informasi kepada pasien bahwa nyeri dapat disebbakan
oleh tindakan atau pemeriksaan.
Melaksanakan pelayanan untuk mengatasi nyeri terlepas dari mana
nyeri itu berasal.
Melkaukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga
perihal pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar belakang
agama, budaya, nilai – nilai pasein, dan keluarga.
Melatih PPA tentang asesmen dan pelayaan untuk mengatasi nyeri.
1. Nyeri Ringan
a. Terapi Nonfarmokologi
a) Distraksi
Mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain sehingga menurunkan
kewaspadaan dan toleransi terhadap nyeri. Beberapa teknik distraksi antara
lain: (1) nafas lambat, berirama (2) massage and slow, rhythmic breathing (3)
rhythmic singing dan tapping (4) active listening (5) guide imagery.
132
Jenis-jenis distraksi yakni (1) distraksi visual seperti menonton tv (2) distraksi
auditori seperti music atau humor (3) distraksi taktil seperti menarik nafas dan
mengelus binatang dan (4) distraksi intelektual seperti bermain teka teki
silang atau melakukan hobi.(5) Imajinasi Terbimbing seperti membayangkan
hal yang indah
b) Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress. Teknik relaksasi akan memberikan ibdividu control diri ketika terjadi
nyeri, rasa tidak nyaman, dan emosi pada nyeri. Teknik ini meliputi meditasi,
yoga dan tidur, teknik imajinasi, zen dan latihan relaksasi progresif. Teknik
relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa
keuntungan atara lain: relaksasi untuk menurunkan ansietas yang
berhubungan dengan nyeri atau stress, menurunkan nyeri otot, menolong
individu untuk melupakan nyeri, meningkatkan periode istirahat,
meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain, dan menurunkan perasaan tak
berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri.
Stewart (1976;1959) menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut:
1. Pasien menarik nafas dalam
2. Menahannya di dalam paru
3. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi
kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut.
4. Pasien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
5. Pasien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-
lahan pada saat ini biarkan telapak kaki rileks. Perawat meminta kepada
pasien mengkonsentrasikan fikiran kepada kakinya yang terasa ringan
dan hangat.
6. Ulangi langkah ke 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut,
punggung, dan kelompok otot-otot lain.
133
7. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernafas secara
perlahan. Bila nyeri terjadi hebat pasien dapat bernafas secara dangkal
dan cepat.
b. Terapi Farmakologi
a) Parasetamol
Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik.
Dapat dikombinasika dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang
lebih besar.
Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari, untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
134
dan efek samping opioid. (depresi pernapasan, sedasi, stasis
gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi – analgetik.
2. Nyeri Sedang
a. Terapi Farmakologi
a) Obat Narkotika dan Obat Anti Inflamasi NSAID
b) Tramadol
- Merupakan analgetik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi
OAINS.
135
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang nyeri kanker,
osteoaethritis, yeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca herpetic, nyeri pasca operasi
- Efek Samping : Pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
- Jalur pemberian : intravena, epidural, rectal, dan oral
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg/hari
Dosis maksimal : 400 mg dalam 24 jam
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi,
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi
yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki resiko jatuh.
b. Terapi Fisik
a) Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri meliput
kompres hangat dan dingin.
b) Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang nyeri sehingga dapat membantu
mengatasi episode nyeri akut.
3. Nyeri Berat
Opioid
a. Contoh Opioid yang sering digunakan : MST (morfin), fentanyl injeksi, durogesik
(pentanyl) path, pethidin injeksi.
d. Pemberian Oral :
136
a) sama efektifnya dengan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.
b) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasioral.
f. Injeksi Intramuscular
h. Injeksi Intravena
-0 = Sadar Penuh
-1 = Sedasi Ringan, kadang mengantuk,mudah dibangunkan
-2 = Sedasi Sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
dibangunkan
137
-3 = Sedasi Berat, Samnolen, sukar dibangunkan
-4 = Tidur Normal
Penangangan pasien yang mengalami nyeri dapat dilakukan dengan tiga strategi
yang penatalaksanaannya terdiri :
Pada pasien yang mengalami nyeri penanganannya dapat di lakukan oleh perawat
ruangan masing-masing. Pada pasien dengan nyeri sedang perawat dapat
menghubungi dengan dokter jaga. Pada pasien yang mengalami nyeri berat perawat
menghubungi DPJP untuk menjelaskan situasi pasien pada saat itu dan menyampaikan
rencana untuk menghubungi Tim Nyeri
a. Mendengarkan (lestening)
Mendengar (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik ( Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan
138
informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima ,
Hubson, S dalam Suryani, (2005).
Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
a) Pandang klien ketika sedang bicara
b) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan
c) Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
atau tangan
d) Hindarkan gerakan yang tidak perlu
e) Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik
f) Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).
b. Bertanya
139
perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong
dalam Suryani, (2005).
c. Penerimaan
d. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien
dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien
dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).
e. Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d
dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar
atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak
lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi
perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak
boleh menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama
klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien
sangat penting dalam memahami klien.
140
2. Edukasi Pasien dan Keluarga
PASIEN
NYERI
TIM
PERAWAT DR. JAGA
NYERI
RUANAG
N 141
6. PELAYANAN DALAM TAHAP TERMINAL
Asesmen dan asesmen ulang bersifat individual agar sesuai dengan kebutuhan pasien
dalam tahap tahap terminal dan keluarganya. Asesmen dan asesmen ulang harus
dinilai kondisi pasien seperti :
ASPEK KEPERAWATAN
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut :
142
Pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan segera sembuh.
b. Mutual Pretense
Keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak membicarakannya
lagi, Kadang-kadang keluarga menghindari percakapan tentang kematian
demi menghindarkan dari tekanan.
c. Open Awareness
keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan tidak merasa
keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman.Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat
menyampaikan isu yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ.
a. Pernafasan ( Breath )
1) Apakah teratur atau tidak teratur,
2) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing, stridor,
crackles, dll,
3) Apakah terjadi sesak napas
4) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak.
5) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan jenisnya
6) Apakah memakai ventilasi mekanik ( ventilator ) atau tidak
b. Kardiovaskuler ( Blood )
1) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler.
143
2) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan
pucat.
3) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lema teraba, hilang
timbul atau tidak teraba.
4) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam CmH2O.
6) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,
7) Lain – lain bila ada
c. Persyarafan ( Brain )
1) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan kesadaran
pasien.
2) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O.
3) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil.
4) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan.
5) Lain – lain bila ada.
d. Perkemihan ( Blader )
1) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
2) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
3) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan
dower kateter.
4) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana warnanya,
bagaimana baunya.
e. Pencernaan ( Bowel )
1) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
2) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
3) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
4) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
5) Apakah ada mual atau muntah.
6) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana
konsistensi,warna dan bau dari feses.
f. Muskulo Skeletal / Intergumen
144
1) Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas
2) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan, pucat atau
hiper pigmentasi.
3) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
4) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
5) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
lukanya.
6) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
7) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
frakturnya.
8) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.
145
5. Asesmen faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang dapat
membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada
ditahapan bargaining.
Intervensi Keperawatan :
Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien.
Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien.
Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas.
Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/infeksi kornea.
Lakukan oral hygiene.
Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada
daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih untuk
mencegah dekubitus.
Lakukan manajemen nyeri yang memadai.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa.
Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga yang
berduka.
Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
terhadap asuhan pasien, seperti penghentian bantuan hidup (with
drawing life support) atau penundaan bantuan hidup (with holding life
support).
146
Pasien dalam tahap terminal membutuhakan asuhan dengan rasa hormat dan
empati yang terungkap dalam asesmen . untuk melaksanakan ini, staf diberikan
pemahaman tentang kebutuhan pasie yang unik saat dalam tahap terminal.
Kepedulian staf terhadap kenyamanan dan kehormatan pasien harus menjadi
proritas semua aspek asuahn pasien Selma pasein berada pada tahap terminal.
ASPEK MEDIS
1. Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO).
147
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti
napas atau henti jantung.RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas
dan tidak menunjukan tanda – tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam
medisnya.
c. Pemberian Nutrisi
1) Feeding Tube
Sering kali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan makanan lewat
mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk
memenuhi nutrisi pasien tersebut
2) Parenteral Nutrition
adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara langsung ke dalam
pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien.
d. Tindakan Dialisis
Tindakan dialisis diberikan pada pasien terminal yang mengalami penurunan
fungsi ginjal, baik yang akut maupun yang kronik dengan LFG < 15
mL/menit.Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi
akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai uremia.
e. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya.Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada
saluran pernapasan, saluran kemih, peredaran darah, atau daerah
trauma/operasi. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan
148
mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan.
Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multi faktorial, meliputi
penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrier usus, penggunaan antibiotik
spektrum luas, katekolamin, penggunaanpreparat darah, atau dari alat
kesehatan yang digunakan (seperti ventilator).Pasien menderita penyakit
terminal dengan prognose yang buruk hendaknya diinformasikan lebih dini untuk
menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun ventilator.
a. Informed Consent
Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan
penghentian/penundaan bantuan hidup (with drawing / with holding
lifesupport) pada seorang pasien, maka harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan
hidup oleh keluarga terdekat pasien harus diberikan secara tertulis (written
consent) dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam
FormulirPernyataan Pemberian Informasi Kondisi Terminal yang
disimpan dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan tersebut diberikan
setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJP yang bersangkutan
mengenai beberapa hal sebagai berikut:
1). Diagnosis :
149
Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut
Indikasi dan keadaan klinis pasien yang membutuhkan with drawing /
with holding life support
2). Terapi yang sudah diberikan
3). Prognosis:
Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
b. Kondisi Terminal
Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan.Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan
bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan
tindakan terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
150
Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat pada area
somatic
Tidak ada refleks muntah (gag reflex atau refleks batuk karena
rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan kedalam trakea.
Tes henti nafas positif.
ii. Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakanpositif, tes diulang
lagi 25 menit kemudian
iii. Bila tes tetap positif, maka pasien dinyatakan mati walaupun jantung
masih berdenyut, dan ventilator harus segera dihentikan.
iv. Pasien dinyatakan mati ketika batang otak dinyatakan mati dan bukan
sewa Itu mayat dilepas dari ventilator atau jantung berhenti berdenyut.
3. Donasi Organ
Prosedur donasi organ pasien MBO, adalah sebagai berikut:
a. Seseorang yang telah membuat testimoni donasi organ harus
memberitahukan kepada Tim RumahSakit.
b. Ventilator dan terapi diteruskan sampai organ yang dibutuhkan diambil.
c. Khusus pada penentuan MBO untuk donor organ, ketiga dokter yang
menyatakan MBO harus tidak ada sangkut paut dengan tindakan
transplantasi.
d. Penentuan MBO untuk donor organ hendaknya segera diberitahukan kepada
tim transplantasi, dan pembedahan dapat dilaksanakansesuai kesepakatan
tim operasiKomunikasi dengan tim transplantasi dilakukan sedini mungkin jika
ada donor organ dari pasien yang dinyatakan MBO.
151
c) Penurunan sosialisasi dan penarikan (disebabkan oleh penurunan oksigen ke
otak, penurunan aliran darah, dan persiapan mental untuk sekarat).
d) Penurunan kebutuhan untuk makanan dan cairan, dan kehilangan nafsu makan
(yang disebabkan oleh kebutuhan tubuh untuk menghemat energi dan
kemampuannya menurun untuk menggunakan makanan dan cairan dengan
baik).
e) Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus (yang disebabkan oleh kelemahan
dari otot-otot di daerah panggul). Lanjutan tanda kematian.
f) Urin berwarna Gelap atau penurunan jumlah urin (yang disebabkan oleh
melambatnya fungsi ginjal dan / atau penurunan asupan cairan).
g) Kulit menjadi dingin dengan sentuhan, terutama tangan dan kaki; kulit bisa
menjadi berwarna kebiruan, terutama di bagian bawah tubuh (disebabkan oleh
sirkulasi menurun pada ekstremitas).
h) Berderak atau gemericik suara saat bernapas, yang mungkin keras; bernapas
yang tidak teratur dan dangkal; berkurangnya jumlah napas per menit; bernapas
yang bergantian antara cepat dan lambat (yang disebabkan oleh kemacetan dari
konsumsi menurun cairan, penumpukan produk limbah dalam tubuh, dan / atau
penurunan sirkulasi ke organ).
i) Beralih dari kepala ke arah sumber cahaya (yang disebabkan oleh penurunan
penglihatan).
j) Peningkatan kesulitan mengendalikan rasa sakit (yang disebabkan oleh
perkembangan penyakit).
Gerakan tak terkendali (disebut mioklonus), perubahan denyut jantung, dan hilangnya
refleksdi kaki dan tangan adalah tanda-tanda tambahan yang akhir hidup
152
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pelayanan kesehatan di Indonesia haruslah menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk
diperbaiki kondisi tersebut. Bukan hanya peranan dokter ataupun paramedis dalam
perwujudan hidup sehat melainkan partisipasi semua masyarakat. Harus ada
perubahan dalam upaya untuk hidup sehat. Dokter dan semua elemen dalam dunia
kesehatan harus lebih perduli terhadap masyarakat.
Aspek-apsek sosial haruslah dijunjung tinggi bukan hanya aspek financial yang
mendapatkan porsi perhatian secara lebih. Begitu juga dengan masyarakat harus
bersinergi dengan pelayanan kesehatan tersebut dengan menghargai dan melakukan
respon yang positif terhadap posisi mereka sebagai pelayan mesyarakat. Memang
solusi initerkesan teroris, akan tetapi perlu disadari bahwa perubahan itu tidak bisa
dilakukan secara tiba-tiba. Perubahan membutuhkan proses yang panjang dan
melelahkan.
demikian, generalisasi akan kemampuan dokter dan rumah sakit kurang memadai
dapat dihilangkan. Ketika kepercayaan masyarakat akan kapasitas dokter yang ada di
Indonesia dapat dijawab dengan baik oleh dokter itu sendiri maka akan terjalin
kerjasama yang sangat baik antara kedua belah pihak
Ditetapkan di : Baturaja
153
154