Anda di halaman 1dari 37

1

KATA PENGANTAR

OM SWASTIASTU,

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena atas Asung Kerta WaranugrahaNya sampai saat
ini kita diberikan kesehatan dan kekuatan sehingga dapat melaksanakan
tugas dengan baik.

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan


asuhan kepada pasien yang merupakan kunci untuk keselamatan pasien.
Keselamatan Pasien (Patient Safety) menjadi standar utama, mengingat
keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di
RumahSakit. Berdasarkan standar Keselamatan Pasien (Patient Safety)
tersebutdiatas, salah satu sasaran keselamatan pasien adalah Meningkatkan
Komunikasi yang Efektif. .

Pedoman Komunikasi Efektif ini disusun sebagai acuan dalam


memberikan arah yang jelas dalam melaksanakan komunikasi baik dengan
komunitas, pasien dan keluarga, antar tingkat di RS, maupun antar staf
klinis, terutama Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Dalam pedoman ini
digambarkan bentuk, jenis, maupun metode yang digunakan dalam
komunikasi yang efektif.

Dalam penyusunan Pedoman Komunikasi Efektif ini sangat jauh dari


sempurna, oleh karena itu, masukan dan perbaikan sangat diperlukan
untuk hal-hal yang penting dan yang perlu dituangkan dalam pedoman ini.
Terima Kasih

OM SANTI, SANTI, SANTI OM

2
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BULELENG
N
NOMOR : 445/184.604/2018

TENTANG
PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF
PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BULELENG

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BULELENG,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan pada


Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng
salah satunya adalah melalui pelaksanaan kegiatan
keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Buleleng;
b. bahwa untuk menjamin pelaksanaan sasaran
keselamatan pasien diperlukan adanya Pedoman
Komunikasi Efektif sebagai acuan dalam penerapan
program keselamatan pasien;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud huruf a dan b, maka perlu menetapkan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Buleleng tentang Pedoman Komunikasi
Efektif di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Buleleng;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 Tahun 2008 tentang
Rekam Medis;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 004 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis
Promosi Kesehatan Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun 2017
tentang Akreditasi Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018
Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban
Pasien;
8. Keputusan Menteri Kesehatan No.
1114/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah;
3
9. Keputusan Menteri Kesehatan No.
1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan nasional
Promosi Kesehatan;
10. Konsil Kedokteran Indonesia, 2016, Komunikasi
Efektif Dokter-Pasien;
11. Surat Edaran Dirjen Pelayanan Medik Nomor
YM.01.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan
Kewajiban Pasien;

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
KESATU : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Buleleng tentang Pedoman Komunikasi Efektif
pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng;
KEDUA : Pedoman Komunikasi Efektif sebagaimana dimaksud
diktum KESATU, tercantum dalam Lampiran Keputusan
ini;
KETIGA : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya keputusan
ini dibebankan pada anggaran yang relevan pada Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng;
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Singaraja
Pada tanggal 26 April 2018

4
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN BULELENG
NOMOR : 445/184.604/2018
TANGGAL : 26 APRIL 2018
TENTANG : PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF PADA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN
BULELENG

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ................................................................................... i
Keputusan Direktur RSUD Kab. Buleleng............................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................... 1
1.3 Ruang Lingkup .......................................................................... 2
1.4 Batasan Operasional .................................................................. 2
1.5 Landasan Hukum ...................................................................... 2
BAB II KOMUNIKASI EFEKTIF .................................................................... 4
2.1 Pengertian ................................................................................. 4
2.2 Klasifikasi Komunikasi .............................................................. 4
2.3 Jenis Komunikasi ...................................................................... 5
2.4 Unsur Komunikasi .................................................................... 7
2.5 Teknik Komunikasi.................................................................... 9
2.6 Hambatan dalam Komunikasi.................................................... 9
2.7 Informasi dan Edukasi Kesehatan ............................................. 10
2.8 Komunikasi efektif Dokter-Pasien .............................................. 11
BAB III TATA LAKSANAN KOMUNIKASI EFEKTIF ....................................... 12
3.1 Komunikasi dengan Masyarakat ................................................ 12
3.2 Komunikasi Kepada Pasien dan Keluarga .................................. 12
3.3 Komunikasi Antar Staf Klinis ..................................................... 22
3.4 Komunikasi Antar Tingkat di Rumah Sakit ................................ 27
BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 32

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Paradigma standar Akreditasi baru diaplikasikan pada pelayanan
kesehatan berfokus kepada pasien. Keselamatan Pasien (Patient Safety)
menjadi standar utama, mengingat keselamatan pasien merupakan
masalah yang perlu ditangani segera di Rumah Sakit. Penilaian
keselamatan pasien harus sesuai dengan Standar Keselamatan Pasien
yang wajib diterapkan di Rumah Sakit dan penilaiannya dilakukan dengan
menggunakan instrument Akreditasi Rumah Sakit. Berdasarkan standar
Keselamatan Pasien (Patient Safety) tersebut diatas, salah satu sasaran
keselamatan pasien adalah “Meningkatkan Komunikasi yang Efektif”.
Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai Keselamatan
Pasien.
Memberikan asuhan pasien merupakan upaya yang kompleks dan
sangat bergantung pada komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut
adalah kepada dan dengan komunitas, pasien dan keluarganya, serta
antarstaf klinis, terutama Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Kegagalan
dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar masalah yang paling
sering menyebabkan insiden keselamatan pasien. Komunikasi dapat efektif
apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh
pengirim pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan/komunikan, dan tidak ada hambatan
untuk hal itu. Komunikasi efektif sebagai dasar untuk memberikan
edukasi kepada pasien dan keluarga agar mereka memahami kondisi
kesehatannya sehingga pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan
yang diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan
tentang asuhannya.
Edukasi kepada pasien dan keluarga diberikan oleh staf klinis terutama
PPA yang sudah terlatih (dokter, perawat, nutrisionis, apoteker, dll.).
Mengingat banyak profesi yang terlibat dalam edukasi pasien dan
keluarganya maka perlu koordinasi kegiatan dan fokus pada kebutuhan
edukasi pasien. Edukasi paling efektif apabila sesuai dengan pilihan
pembelajaran yang tepat dan mempertimbangkan agama, nilai budaya,
juga kemampuan membaca serta bahasa. Edukasi akan berdampak positif
bila diberikan selama proses asuhan.
Selain edukasi, informasi-informasi asuhan juga diberikan kepada
masyararakat seperti jenis layanan yang dimiliki, serta bagaimana akses
ke pelayanan emergensi bila dibutuhkan. Komunikasi yang efektif juga
diperlukan intern RS (antar tingkat di RS) demi kelancaran pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh RS.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tercapainya komunikasi yang efektif dalam rangka
meningkatkan akses masyarakat ke Rumah Sakit, meningkatkan
komunikas yang efektif dengan pasien dan keluarga, antar staf klinis,
dan antar tingkat di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tata laksana komunikasi dengan masyarakat;
b. Mengetahui tata laksana komunikasi kepada pasien dan
keluarga;
c. Mengetahui tata laksana komunikasi antar staf klinis;

6
d. Mengatahui tata laksana komunikasi antar tingkat di rumah
sakit

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup pedoman komunikasi efektif ini terdiri dari:
1. Komunikasi rumah sakit dengan masyarakat
2. Komunikasi rumah sakit kepada pasien dan keluarga
3. Komunikasi antar staf klinis
4. Komunikasi antar tingkat di rumah sakit

1.4 Batasan Operasional


1. Masyarakat adalah sekumpulan orang dalam suatu wilayah
tertentu
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di
Rumah Sakit.
3. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah staf klinis profesional
yang langsung memberikan asuhan kepada pasien, misalnya staf
medis, keperawatan, farmasi, gizi, staf psikologi klinis, dan petugas
lainnya, serta memiliki kompetensi dan kewenangan
4. Informed consent adalah pernyataan sepihak pasien atau yang sah
mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi, setelah menerima informasi yang
cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan.
5. Keluarga adalah individu dengan peran penting dalam hidup
pasien, mungkin termasuk orang yang tidak berhubungan secara
hukum dengan pasien yang membantu kelancaran asuhan.
6. Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan secara tepat
waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga
dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman)
7. DNR (Do Not Resucitate) adalah permintaan untuk tidak dilakukan
tindakan resusitasi oleh dokter dan atau perawat yaitu penolakan
terhadap tindakan resusitasi jantung paru ketika permasalahan
darurat pada jantung pasien atau terjadinya henti nafas pada
pasien.
8. Perpindahan atau transfer pasien adalah memindahkan pasien dan
kelengkapan dokumentasinya ke unit lain sebagai pengelola pasien
berikutnya.

1.5 Landasan Hukum


Landasan hukum penyusunan pedoman komunikasi efektif ini
meliputi:
12. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
Tahun 2008 tentang Rekam Medis;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 004 tahun
2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 Tentang
Keselamatan Pasien;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun 2017 tentang
Akreditasi Rumah Sakit;

7
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 Tentang
Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien;
19. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1114/Menkes/SK/VIII/2004
tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah;
20. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1193/Menkes/SK/X/2004
tentang Kebijakan nasional Promosi Kesehatan;
21. Konsil Kedokteran Indonesia, 2016, Komunikasi Efektif Dokter-
Pasien;
22. Surat Edaran Dirjen Pelayanan Medik Nomor YM.01.04.3.5.2504
tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien.

8
BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF

2.1 Pengertian
Komunikasi berasal dan bahasa Latin communis yang artinya
bersama. Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai suatu proses
penyampaian pikiran atau informasi (pesan) dari satu pihak ke pihak lain
dengan menggunakan suatu media. Menurut ahli kamus bahasa,
komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai
kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama
terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan
oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara
lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran
informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda
atau tingkah laku. Secara umum, komunikasi efektif adalah penerimaan
pesan oleh penerima pesan, sesuai dengan yang dikirimkan oleh pemberi
pesan, kemudian penerima pesan memberikan respon yang positif sesuai
dengan yang diharapkan.

2.2 Klasifikasi Komonikasi


Berdasarkan kepada Penerima pesan atau komunikan, komunikasi
diklasifikasikan menjadi:
1. Komunikasi Intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam dirikomunikator
sendiri antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal
merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam
pemrosesan sinibolik dan pesan-pesan. Seorang individu menjadi
pengirim sekaligus Penerima pesan, memberikan umpan balik bagi
dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara
komunikator dan komunikan; antara seorang tenaga medis dengan
teman sejawat atau antara seorang tenaga medis dengan pasien
3. Komunikasi Kelompok
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok.
Komunikasi tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang
lainnya, komunikasi juga dilakukan dengan sekelompok orang yang
disebut dengan komunikasi kelompok. Menurut Inichael Burgoon,
komunikasi kelompok adalah interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, diniana anggota-
anggotanya dapat mengingat karaktenistik pribadi anggota-anggotanya
yang lain secara tepat, inisalnya organisasi profesi, kelompok remaja dan
kelompok-kelompok sejenisnya. Komunikasi dapat dalam bentuk diskusi,
rapat dan sebagainya.
4. Komunikasi Publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di
depan umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat
berupa suatu informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini memerlukan
ketrampilan komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan
secara efektif dan efisien.
5. Komunikasi Organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau
antar organisasi baik secara formal maupun informal. Komunikasi
organisasi pada urnumnya membahas tentang struktur dan fungsi
organisasi serta hubungan antarmanusia.

9
6. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang
tersebar di suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada
pesan komunikan yang sama.

2.3 Jenis Komunikasi


Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu kornunikasi
tertulis, komunikasi verbal, komunikasi non-verbal, komunikasi satu arah
dan komunikasi dua arah.

1. Komunikasi Tertulis
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik
manual maupun melalui media seperti email, surat, media cetak
lainnya. Prinsip-prinsip komunikasi tertulis, yaitu: lengkap, ringkas,
konkrit, jelas, sopan, dan benar .
Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan
perkembangan pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan
lainnya yang memiliki fungsi sebagai berikut:
 Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.
 Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang
telah diarsipkan.
 Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien.
 Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
 Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat
perintah, surat pengangkatan, Standar Prosedur Operasional (SPO).
Keuntungan komunikasi tertulis;
 Adanya dokumen tertulis
 Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
 Dapat menyampaikan ide yang rumit
 Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
 Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
 Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan
 Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
 Untuk penelitian dan bukti di pengadilan

2. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang disampaikan secara
lisan. Kormunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana
komunikasi seperti telepon. Kelebihan dan komunikasi ini terletak pada
keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka sehingga
umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari
pihak komunikan.
Komunikasi verbal ini harus rnernperhatikan arti denotative dan
konotatif, kosa kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan
serta waktu dan kesesuaian. Jenis komunikasi ini sering digunakan
dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal pertukaran informasi secara
verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi ini
biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal:
a. Memahami arti denotative dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan
atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Contohnya adalah kata

10
kritis. Secara denotatif, kritis berarti cerdas, tetapi perawat
menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang
mendekati kematian.
Ketika berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus berhati-
hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalahartikan
terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi kesehatannya
dan saat terapi.
b. Kosa kata mudah dipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan
kosa kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis,
berperan penting dalam komumkasi verbal. Banyak istilah teknis
yang digunakan oleh tenaga medis di rumah sakit, misalnya istilah
auskultasi, akan lebih mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan
dengan meuggunakan kosa kata “mendengarkan”.
c. Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi
atau nada. Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi
menunjukkan bahwa orang tersebut sedang marah. Sebaliknya
seseorang yang berbicara dengan nada riang menunjukkan bahwa
orang tersebut sedang bergembira. Petugas dan tenaga medis
rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang menunjukkan
perhatian dan ketulusan kepada pasien.
d. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, ringkas dan maksudnya
dapat diterima dengan jelas. Semakin sedikit kata-kata yang
digunakan semakin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.
Komunikasi dapat diterima dengan jelas apabila penyampaiannya
dengan berbicara secara lambat dan pengucapan vokalnya dengan
jelas. Selain itu, komunikator harus tetap memperhatikan tingkat
pengetahuan komunikan.
e. Selaan dan tempo bicara
Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa komunikator sedang menyembunyikan
sesuatu. Hal ini harus diperhatikan oleh petugas dan tenaga medis
di rumah sakit, jangan sampai pasien menjadi curiga karena selaan
yang lama dan pengalihan yang cepat. Selaan dapat dilakukan
untuk menekankan pada hal tertentu, misalnya memberi waktu
kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang
akan dikatakan sebelum mengucapkannya.
f. Ketepatan waktu dan relevansi
Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa
hasil sesuai dengan yang diharapkan misalnya, bila pasien sedang
menangis kesakitan, bukan waktunya untuk tenaga medis
menjelaskan resiko operasi. Oleh karena itu petugas dan tenaga
medis harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi.
Relevansi atau kesesuaian materi kornunikasi juga merupakan
faktor penting untuk diperhatikan. Komunikasi akan efektif apabila
topik pembicaraan berkenaan dengan masalah yang dihadapi oleh
komunikan. Komunikasi verbal akan lebih bermanfaat jika pesan
yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

11
g. Humor
Dugan (1989) danPurba (2003) mengatakan bahwa tertawa dapat
mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress
dan dapat meningkatkan keberhasilan tenaga medis dalam
memberikan dukungan emosional terhadap pasien. Sullivan dan
Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor
merangsang produksi catecholainines dan hormone yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap
rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan
dan humor dapat digunakan untuk menutupi rasa takut dan tidak
enak atau ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan
pasien.

3. Komunikasi Non Verbal


Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata. Komunikasi ini adalah cara yang paling
meyakinkan untuk rnenyampaikan pesan kepada orang lain. Tenaga medis
perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan oleh
pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan
karena pesan non verbal dapat memperkuat pesan yang disampaikan
secara verbal, misalnya, menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh,
ekspresi wajah, kontak mata, simbol-simbol serta cara berbicara seperti
intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya berbicara.

Komunikasi non verbal meliputi beberapa hal sebagai berikut:


a. Metakomunikasi
Suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan
antara komunikator dan komunikan disebut metakomunikasi
misalnya, tersenyum meskipun hati kecewa atau marah.
Metakomunikasi dapat dilihat dari:
 Penampilan fisik
Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian
dalam komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik, cara
berpakaian dan cara berhias akan menunjukkan kepribadian
seseorang. Tenaga medis yang memperhatikan penampilan diri
dapat menampilkan citra profesionalisme yang positif.
 Nada suaraatau intonasi bicara
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang
disampaikan oleh seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu,
pengendalian emosi merupakan faktor yang sangat penting
dalamberkomunikasi.
 Ekspresi wajah
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi
wajar. Sakit, susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya
dapat diketahui dan ekspresi wajah. Ekspresi wajah sering
digunakan sebagai dasar dalam menentukan pendapat seseorang
ketika berkomunikasi tatap muka.

2.4 Unsur Komunikasi


1. Sumber Informasi (Source)
Sumber (pengirim pesan) adalah orang yang menyampaikan
pemikiran atau informasi yang dimilikinya kepada orang lain
(penerima pesan). Pengirim pesan bertanggung jawab dalam
menerjemahkan pemikiran atau informasinya menjadi sesuatu yang
berarti, dapat berupa pesan verbal, non verbal dan tulisan atau
kombinasi dan ketiganya.
12
Pengirim pesan (komunikator) yang baik adalah komunikator yang
menguasai materi, pengetahuannya luas tentang informasi yang
disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
2. Pesan atau informasi (Message)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pesan komunikasi
adalah:
Tingkat kepentingan informasi
• Sifat pesan
• Kemungkinan pelaksanaannya
• Tingkat kepastian dan kebenaran pesan
• Kondisi pada saat pesan diterima
• Penerirna pesan
• Cara penyampaian pesan
3. Saluran (Channel)
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali
komunikasi berlangsung melalui hanya satusaluran, biasanya
menggunakan dua, tiga atau empat saluran yang berbeda secara
simultan.
Contoh:
Dalam interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan
(saluran suara), tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan
menerima isyarat inisecara visual (saluran visual). Kita juga
memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran olfaktori) dan
seringkali kita saling menyentuh (saluran taktil). Media fisik yang
sering digunakan di rumah sakit adalah telepon, brosur, surat
edaran, memo, internet , royal news, dll.
4. Penerima pesan (Receiver)
Penerima pesan adalah orang yang menermia pesan dan sumber
informasi (komunikator). Penerima pesan akan menerjemahkan
pesan (decoding) berdasarkan pada batasan pengertian yang
dimilikinya. Dengan demikian dapat saja terjadi kesenjangan
antara yang dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang dimengerti
oleh penerima pesan yang disebabkan oleh adanya kernungkinan
hadirnya ganguan/hambatan. Hambatan ini bisa karena perbedaan
sudut pandang, pengetahuan atau pengalaman, perbedaan budaya,
masalah bahasa dan lainnya.
Pada saat menyampaikan pesan, pengirim pesan (komunikator)
harus memastikan apakah pesan telah diterima dengan baik atau
tidak. Sementara penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan
diterima dengan baik dan memberikan umpan balik (feedback)
kepada pengirim pesan.
5. Umpan balik
Umpan balik merupakan tanggapan komunikan terhadap pesan
yang diberikan oleh komunikator. Umpan balik dapat berupa
tanggapan verbal atau nonverbal dan sangat penting sekali sebagai
proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dalam
menginterpretasikan pesan.
Pada saat penerirna pesan melakukan proses umpan balik,
pengirim pesan (komunikator) yang baik harus memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a. Cara berbicara
Komunikator harus menguasai cara berbicara termasuk cara
bertanya (mengerti waktu penggunaan pertanyaan tertutup dan
terbuka), menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.

13
b. Mendengar
Komunikator harus mendengarkan dengan baik umpan balik
dan Penerima pesan tanpa memotong pembicaraannya.
c. Cara mengamati
Komunikator harus bisa mengamati cara berbicara komunikan
inisalnya bahasa non verbal yang digunakan di balik ungkapan
kataatau kaliniatnya, gerakan tubuhnya.
d. Menjaga sikap
Komunikator harus menjaga sikap selaina berkomunikasi
dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak mengganggu
komunikasi dan untuk rnenghindari kesalahpaham dalam
mengartikan gerak tubuh yang dilakukan oleh komunikator.

6. Gangguan
Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau
mengurangi kemampuan kita untuk mengirim dan menerima
pesan.
Gangguan komunikasi ini meliputi:
a. Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau
menyengat, udara panas dan lain-lain;
b. Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan lain-
lain.

2.5 Teknik Komunikasi


Berdasarkan teknik berkomunikasi yang dilakukan komunikator, teknik
komunikasi antara lain:
1. Komunikasi informatif
Komunikasi informatif memberikan keterangan-keterangan,
kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan
sendiri
2. Komunikasi persuasif
Komunikasi persuasif berisikan bujukan, yaitu membangkitkan
pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang disampaikan
akan memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah
kehendak sendiri. Perubahan tersebut diterima atas kesadaran
sendiri
3. Komunikasi koersif
Komunikasi koersif yaitu penyampaian pesan yang bersifat
memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak
terlaksana. Koersif dapat berbentuk perintah-perintah, instruksi
dan sebagainya.

2.6 Hambatan dalam komunikasi


Beberapa hambatan dalam berkomunikasi antara lain:
1. Hambatan Fisik
Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat
pendengaran (tuna rungu), tuna netra, tuna wicara atau pasien
sudah lanjut usia (lansia). Selain hambatan intern, gangguan fisik
dari luar individu antara lain gangguan alat komunikasi, dan
sebagainya.
2. Hambatan Semantik
Hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa, baik
bahasa yang digunakan oleh komunikator, maupun komunikan.

14
3. Hambatan Fisikologis
Hambatan psikologis merupakan hambatan-hambatan karena
adanya unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia.
4. Hambatan dari Proses Komunikasi
a. Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan
disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal
ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional.
b. Hambatan dalam penyandian/simbol
Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak
jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang
dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau
bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
c. Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan
media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik
sehingga tidak dapat mendengarkan pesan.
d. Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam
menafsirkan sandi oleh si penerima
e. Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian
pada saat menerima /mendengarkan pesan, sikap prasangka
tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.
f. Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan
tidak menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan
interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.

2.7 Informasi dan Edukasi Kesehatan


Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang komunikator
kepada komunikan. Informasi diberikan untuk meningkatkan
pengetahuan penerima pesan. Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan
didalam rumah sakit adalah :
1. Jam pelayanan
2. Pelayanan yang tersedia
3. Cara mendapatkan pelayanan
4. Sumber alternatif mengenai asuhan
5. Tarif pelayanan
6. Tata tertib, hak dan kewajiban pasien/keluarga
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui Customer Service, Admission,
dan Website.
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan
faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya
meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya kembali penyakit
dan memulihkan penyakit. Dengan memberikan edukasi, diharapkan
adanya perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting
dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha
pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Dapat disimpulkan
bahwa edukasi kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya
yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk
kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan mengupayakan
perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh
positf terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Komunikasi
yang bersifat Edukasi antara lain
1. Edukasi tentang obat
2. Edukasi tentang penyakit
3. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
4. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk
meningkatkan kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit

15
5. Edukasi tentang Gizi
Pemberian edukasi dan informasi diberikan oleh semua Profesional
Pemberi Asuhan (PPA) Edukasi dapat diberikan kepada siapa saja yang
berada di lingkungan Rumah Sakit yaitu pasien dan keluarga, serta
pengunjung. Dalam pemberian materi atau pesan yang akan diberikan
kepada sasaran harus disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan pasien
keluarga dan masyarakat, sehingga dapat dirasakan langsung
manfaatnya.

2.8 Komunikasi efektif Dokter- Pasien


Dalam hubungan dokter dengan pasien, perlu dibangun hubungan
saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian
akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing.
Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan
memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat
membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan
memberi obat yang tepat bagi pasien. Komunikasi yang baik dan
berlangsung dalam kedudukan setara (tidak superior-inferior) sangat
diperlukan agar pasien mau/dapat menceritakan sakit/keluhan yang
dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu
mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang
rencana tindakan selanjutnya.
Dalam hubungan dokter-pasien, baik dokter maupun pasien dapat
berperan sebagai sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan
secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa
yang dirasakan atau menjawab pertanyaan dokter sesuai
pengetahuannya. Sementara dokter sebagai pengirim pesan, berperan
pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan
terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi, serta dampak dari
dilakukan atau tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian
ini, dokter bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa
yang disampaikan. Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi
dan memperhatikan setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa
yang dimaksud oleh pasien, dokter sesekali perlu membuat pertanyaan
atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan
pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil
peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter
perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami
pesan yang telah disampaikannya.
Pada dasarnya, komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan
sudut pandang pasien maupun dokter menjadi suatu hubungan dokter-
pasien yang sejajar dan saling bekerjasama untuk menyelesaikan
masalah kesehatan pasien. Tujuan komunikasi maka yang relevan
dengan profesi dokter adalah: 1. Memfasilitasi terciptanya pencapaian
tujuan kedua pihak (dokter dan pasien; 2. Membantu pengembangan
rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk kepentingan pasien
dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan finansial; 3.
Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah
kesehatan pasien; 4. Membimbing pasien sampai pada pengertian yang
sebenarnya tentang penyakit/masalah yang dihadapinya. 5. Membantu
mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau hal-
hal yang telah disetujui pasien.
Dalam komunikasi dokter-pasien diperlukan kemampuan
berempati, yaitu upaya menolong pasien dengan pengertian terhadap apa
yang pasien butuhkan. Menghormati dan menghargai pasien adalah
sikap yang diharapkan dari dokter dalam berkomunikasi dengan pasien,

16
siapa pun dia, berapa pun umurnya, tanpa memerhatikan status
sosialekonominya. Bersikap adil dalam memberikan pelayanan medis
adalah dasar pengembangan komunikasi efektif dan menghindarkan diri
dari perlakuan diskriminatif terhadap pasien.

17
BAB III
TATA LAKSANA KOMUNIKASI EFEKTIF

3.1 Komunikasi Dengan Masyarakat


Rumah Sakit berkomunikasi dengan masyarakat untuk memfasilitasi
akses masyarakat ke pelayanan di rumah sakit dan informasi tentang
pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit.
1. Jenis Informasi
Adapun komunikasi yang bersifat informasi asuhan di dalam rumah
sakit antara lain:
a. Jenis pelayanan yang disediakan;
b. Jam pelayanan;
c. Akses dan proses untuk memperoleh pelayanan;
d. Kualitas pelayanan yang diberikan;
e. Alternatif asuhan pelayanan jika rumah sakit tidak menyediakan
pelayanan tersebut;
f. Tarif pelayanan.
2. Media Komunikasi
Selain memperoleh informasi tersebut di bagian admisi, media
komunikasi yang digunakan antara lain:
a. Website
Alamat website RSUD kabupaten Buleleng adalah
rsud.bulelengkab.go.id
b. Spanduk
 Spanduk himbauan kesehatan yang berkaitan dengan
peringatan hari-hari besar nasional dan internasional,
seperti: peringatan hari kesehatan, hari anak nasional,
HIV/AIDS, dll
 Spanduk pelayanan rumah sakit
 Spanduk kegiatan-kegiatan sosial
 Spanduk himbauan

c. Banner
Banner himbauan kesehatan
d. Baliho
Baliho tentang pelayanan rumah sakit
e. Neon box
 Pelayanan UGD 24 jam
 Jenis pelayanan rumah sakit
f. Iklan Radio
Iklan radio mengenai pelayanan rumah sakit maupun talkshow
dokter
g. Leaflet
 Leaflet mengenai pelayanan rumah sakit
 Leaflet informasi asuhan pelayanan kesehatan
 Leaflet pedoman bagi pasien dan pengunjung
 Leaflet edukasi kesehatan dll

3.2 Komunikasi Kepada Pasien dan Keluarga


Komunikasi antara staf rumah sakit dengan pasien dan keluarga harus
dilakukan secara efektif sehingga pasien dan keluarga memperoleh
informasi lengkap mengenai asuhan dan pelayanan yang disediakan oleh
rumah sakit, serta bagaimana cara mengakses pelayanan tersebut.
Komunikasi ini penting untuk membangun komunikasi yang terbuka dan
terpercaya antara pasien, keluarga, dan rumah sakit. Dengan diberikan

18
edukasi, pasien dan keluarga diharapkan dapat meningkatkan
pengetahun dan keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses dan
pengambilan keputusan asuhan pasien.

1. Persetujuan umum (General Consent)


Persetujuan umum ini diberikan kepada pasien/ keluarga/
penanggungjawab yang akan menerima pelayanan rawat inap. Adapun
informasi yang diberikan antara lain:
a. Hak dan Kewajiban Pasien
Hak dan kewajiban pasien berdasarkan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018
Adapun hak pasien antara lain:
1) Memperoleh informasi mengetai tata tertib dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit;
2) Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban Pasien;
3) Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa
diskriminasi;
4) Memperoleh layanan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
5) Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
6) Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan;
7) Memilih Dokter dan Dokter Gigi serta kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan peraturan sesuai keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
8) Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP)
baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
9) Mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data medisnya;
10) Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosa dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan alternatif tindakan, resiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan, perkiraan biaya
pengobatan;
11) Memberikan persetujuan atau menolah atas tindakan yang
dilakukan oleh Tenaga Kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya;
12) Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
13) Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu Pasien lainnya;
14) Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit;
15) Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah
Sakit terhadap dirinya;
16) Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianut;
17) Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah
Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
18) Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

19
Sedangkan kewajiban pasien antar lain:
1) Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
2) Menggunakan fasilitas Rumah Sakit secara bertanggungjawab;
3) Menghormati hak-hak Pasien lain, pengunjung dan hak tenaga
kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di Rumah Sakit;
4) Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah
kesehatannya;
5) Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan
jaminan kesehatan yang dimilikinya;
6) Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan di Rumah Sakit dan disetujui oleh Pasien yang
bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
7) Menerima segala konsekuansi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan
oleh Tenaga Kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau
masalah kesehatannya; dan
8) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

b. Akses Informasi Kesehatan


Hak akses adalah proses permintaan akses data rekam medis oleh
pihak yang berkepentingan dan punya hak sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku baik secara internal maupun
eksternal. Yang berhak mengakses data rekam medis pasien RSUD
kabupaten Buleleng adalah:
1) Pimpinan RSUD Kabupaten Buleleng;
2) Semua petugas yang turut dan pernah memberikan asuhan
pelayanan kepada pasien;
3) Pasien dan atau orang yang telah diberikan wewenang oleh
pasien untuk mengetahui informasi mengenai rekam medis
pasien;
4) Residen yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinis di RS;
5) Mahasiswa yang melaksanakan praktek di RS;
6) Aparatur penegak hukum, sesuai peraturan perundang-
undangan;
7) Institusi atau lembaga, sesuai peraturan perundang-undangan;
8) Badan atau lembaga yang berkepentingan terhadap penelitian.
c. Kerahasiaan dan Privasi Rekam Medis
Rumah sakit menjamin kerahasiaan dan privasi rekam medis
pasien. Informasi rekam medis bersifat pribadi dan rahasia
sehingga harus dijaga integritas informasi dan keamanannya agar
tidak disalahgunakan. Permintaan informasi oleh pihak ketiga bisa
diberikan apabila ada ijin pengungkapan informasi medis dari
pasien atau wali yang berhak, dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yag berlaku.
d. Keamanan Barang Pribadi
Pasien dan pengunjung harus menjaga keamanan barang milik
probadinya, dan tidak diperkenankan untuk membawa barang
berharga.
e. Pengajuan Keluhan
f. Kewajiban Pembayaran/tarif pelayanan
Pasien dan keluarga yang tidak memiliki asuransi kesehatan
berkewajiban untuk membayar pelayanan yang telah diterimanya

20
sesuai dengan tarif pelayanan yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.
Informasi tersebut diberikan di bagian admisi oleh petugas admisi.
Dan ditandatangani oleh Pasien/keluarga/penanggungjawab
2. Orientasi Pasien Baru Rawat Inap
Apabila pasien telah diputuskan untuk mendapat pelayanan rawat
inap, ketika pertama kali masuk ke ruang rawat inap, perawat
memberikan beberapa informasi kepada pasien dan keluarga antara
lain:
a. Peraturan RS
b. Hak dan Kewajiban Pasien
c. Perawat dan Dokter Penanggungjawab
d. Jam visite dokter
e. Waktu berkunjung
f. Layanan Obat
g. Jadwal Pemberian Makanan Pasien
h. Administrasi dan Pembayaran
i. Penjelasan Pengunaan Gelang identitas pasien antara lain:
 Gelang biru: untuk pasien berjenis kelamin laki-laki
 Gelang pink: untuk pasien berjenis kelamin wanita
 Gelang merah: untuk pasien yang memiliki alergi terhadap
obat
 Gelang kuning: untuk pasien beresiko jatuh
 Gelang ungu: untuk pasien yang menolak resusitasi (DNR)

j. Jenis Fasilitas dan cara penggunaannya


k. Tata tertib penunggu
Tata tertib penunggu pasien di RSUD kabupaten Buleleng antara
lain:
1) Kenakan kartu penunggu pasien selama berada di
lingkungan RS. Bagi penunggu yang tidak dapat
menunjukkan kartu penunggu pasien, tidak diijinkan
menunggu dalam ruang rawat inap;
2) Keluarga pasien bertanggung jawab atas kartu penunggu
pasien, apabila hilang harap lapor kepada perawat ruangan;
3) Pasien yang akan pulang, kartu penunggu pasien wajib
dikembalikan kepada perawat ruangan;
4) Saat visite dokter/pengobatan, penunggu pasien di
persilahkan keluar ruangan, kecuali pasien kondisi khusus
atau kritis;
5) Tidak makan bersama-sama dengan pasien atau makan
makanan sisa pasien;
6) Tidak menggelar tikar pada jam pelayanan;
7) Hindari membawa barang berharga ke RS dan selalu menjaga
barang bawaan;
8) Pada saat dilakukan tindakan medis/keperawatan, penunggu
tidak diperkenankan memasuki ruang perawatan;
9) Turut serta menjaga kebersihan, kenyamanan dan keamanan
lingkungan RS;
l. Layanan pengaduan
Layanan pengaduan/keluhan/kritik/saran dapat melalui kuosioner
yang disediakan di ruang rawat inap, kotak pengaduan, unit
pengaduan masyarakat & pelayanan informasi publik atau SMS ke
nomor 0819 3666 6670.
m. Keadaan darurat / jalur evakuasi

21
n. Larangan merokok bagi pengunjung pasien

3. Pemberian Edukasi Pasien dan Keluarga


a. Assesment kemampuan, kemauan belajar, dan kebutuhan edukasi
Sebelum memberikan edukasi, petugas harus menilai kemampuan,
kemauan belajar, dan kebutuhan edukasi pasien dan keluarga.
Assesmen yang dilakukan antara lain:
1) Seluruh pasien baru dilakukan asessmen dan dicatat pada
Pengkajian Keperawatan termasuk pengkajian terhadap
kebutuhan edukasi;
2) Apabila diperlukan penerjemah, petugas menghubungi
penerjemah yang telah ditetapkan oleh rumah sakit;
3) Lakukan assesment kemampuan dan kemauan belajar pasien
dan keluarga meliputi:
 keyakinan dan nilai pasien dan keluarga;
 kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan;
 hambatan emosional dan motivasi;
 keterbatasan fisik dan kognitif;
 kesediaan pasien untuk menerima informasi
4) Assesment kebutuhan edukasi untuk pasien dan dicatat di
rekam medis pasien;
5) Hasil assesment tersebut digunakan untuk membuat
perencanaan kebutuhan edukasi pasien dan keluarga;

b. Tahap penyampaian informasi


Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif yaitu:
1) Edukasi dilaksanakan sesuai kebutuhan pasien dan keluarga di
seluruh rumah sakit;
2) Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang hak dan
tanggungjawab mereka untuk berpartisipasi pada proses
asuhan;
3) Profesional Pemberi Asuhan (PPA) sudah terampil melakukan
komunikasi efektif,
4) PPA harus menyediakan waktu yang adekuat dalam
memberikan informasi;
5) Bila diperlukan, pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga
diberikan secara kolaboratif oleh PPA terkait;
6) Pada proses pemberian edukasi, staf harus mendorong pasien
dan keluarga untuk bertanya dan memberi pendapat agar dapat
sebagai peserta aktif;
7) Materi komunikasi dan edukasi pasien dan keluarga diberikan
dalam bahasa yang dimengerti;
8) Jika pasien dalam kondisi baik semua, maka proses komunikasi
edukasi bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan edukasinya.
9) Jika pada tahap assesment pasien ditemukan hambatan fisik
(tuna rungu dan tuna wicara), maka komunikasi yang efektif
adalah memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga
sekandung (istri, anak, ayah, ibu atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka
10) Jika pada tahap assesment pasien ditemukan hambatan
emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka
komunikasi yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan
menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak

22
mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi edukator
yang berkaitan dengan informasi dan edukasi diperlukan
11) Jika pasien memerlukan penerjemah, keluarga dilibatkan
dalam pemberian informasi. Untuk pasien berbahasa asing,
rumah sakit juga menyediakan penerjemah sesuai dengan
kebutuhan pasien. Penerjemah berasal dari intern rumah sakit
maupun kerjasama dengan pihak terkait.
12) Informasi verbal diperkuat dengan materi tertulis.

c. Pemberian Edukasi dalam Proses Asuhan Pasien


Pemberian edukasi merupakan bagian penting dalam proses
asuhan kepada pasien. Edukasi difokuskan pada pengetahuan dan
keterampilan spesifik yang dibutuhkan pasien dalam rangka
memberdayakan pasien dalam proses asuhan dengan memahami
diagnosis dan perkembangan kondisi kesehatannya, ikut terlibat
dalam pembuatan keputusan dan berpartisipasi dalam asuhannya,
serta dapat melanjutkan asuhan di rumah.
1) Hasil assesmen diagnosis dan rencana asuhan yang akan
diberikan;
2) Hasil asuhan dan pengobatan termasuk hasil asuhan dan
pengobatan yang tidak diharapkan;
3) Edukasi asuhan lanjutan di rumah;
4) Bila dilakukan tindakan medik yang memerlukan informed
consent, pasien dan keluarga belajar tentang resiko dan
komplikasi yang dapat terjadi untuk dapat memberikan
persetujuan;
5) Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang hak dan
tanggung jawab mereka untuk berpartisipasi pada proses
asuhan

d. Materi Edukasi
Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga terkait dengan
asuhan yang diberikan meliputi:
1) Penggunaan obat-obatan secara efektif dan aman, potensi efek
samping obat, potensi interaksi obat antar obat konvensional,
obat bebas, suplemen atau makanan
2) Keamanan dan efektivitas penggunaan peralatan medis;
3) Diet dan nutrisi yang memadai;
4) Manajemen nyeri;
5) Teknik rehabilitasi;
6) Cara cuci tangan yang aman.

Metode edukasi mempertimbangkan nilai-nilai dan pilihan pasien


dan keluarga, serta memperkenankan interaksi yang memadai
antara pasien-keluarga dan staf klinis agar edukasi terlaksana
dengan efektif. Proses edukasi berlangsung dengan baik bila
menggunakan metode yang tepat dalam proses pemberian edukasi.
Dalam proses edukasi pasien dan keluarga didorong untuk
bertanya/berdiskusi agar dapat berpartisipasi dalam proses
asuhan.
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) memahami kontribusinya
masing-masing dalam pemberian pendidikan pasien, dengan
demikian mereka dapat berkolaborasi lebih efektif. Kolaborasi dapat
membantu menjamin bahwa informasi yang diterima pasien dan
keluarga adalah komprehensif, konsisten, dan efektif. Pemberian

23
informasi kepada pasien dan keluarga tercatat dalam berkas rekam
medis pasien.
Bukti edukasi tercatat dalam Catatan Edukasi Terintegrasi dalam
berkas rekam medis pasien. Pada berkas lengkapi dengan tanggal
diberikan edukasi, metode, durasi, dan lengkapi paraf/nama
edukator serta paraf/nama pasien/keluarga pada saat diberikan
edukasi.

e. Tahap Verifikasi
Pada tahap ini petugas melakukan verifikasi untuk memastikan
pasien dan keluarga dapat memahami materi edukasi yang
diberikan.
1) Apabila pasien dalam kondisi baik dan dapat menerima
informasi dan edukasi, maka verifikasi yang dilakukan adalah
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan
2) Apabila pasien mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya
adalah dengan pihak keluarganya dengan pertanyaan yang
sama “
3) Apabila pasien merupakan difabel (orang dengan kemampuan
yang berbeda), maka verifikasinya dengan pendamping pasien
4) Apabila pasien dan atau keluarga belum memahami materi
edukasi yang diberikan, maka pemberian edukasi dapat
dilakukan kembali sambil mengkaji hambatan yang ada
Bukti verifikasi juga dicatat pada Catatan Edukasi Terintegrasi
pada kolom keterangan dan evaluasi respon.

f. Edukasi asuhan lanjutan


Edukasi asuhan lanjutan diperlukan agar pada saat pulang dari
perawatan RS, pasien dan keluarga mengetahui perawatan lanjutan
yang dilakukan dirumah sesuai dengan kondisi pasien. Informasi
yang diberikan antara lain:
 Jenis ektivitas yang boleh dilakukan
 Alat bantu yang dapat digunakan
 Jadwal kontrol
 Tempo kontrol
 Pemeriksaan penunjang lanjutan
 Pengertian dan pemahaman efek samping obat
 Obat-obatan alternativ
 Pencegahan terhadap kekambuhan
 Tanda dan gejala yang perlu diwaspadai
 Anjuran pola makan
 Batasan makanan yang dikonsumsi
Bukti pemberian edukasi lanjutan dicatat pada Rencana
Pemulangan Pasien (Discharge Planing) yang ditandatangani oleh
perawat dan pasien/keluarga.

4. Informed Consent
Bila dilakukan tindakan medik yang memerlukan persetujuan
tindakan kedokteran (informed consent), pasien dan keluarga belajar
tentang resiko dan komplikasi yang dapat terjadi untuk dapat
memberikan persetujuan. Daftar tindakan yang memerlukan informed
consent antara lain:

24
a. Operasi Urologi:
 ESWL
 Litotripsi
 URS
 BPH
b. Operasi Bedah Digestuf:
 Colonostomy
 Repair perforasi gaster
c. Operasi Bedah Umum:
 Plate & wire fraktur tulang wajah
 Tiroidektomi
 Apendiktomy
 Herniotomy
 Explorasi
 Debridement + jahit luka
 Open biopsi
 Vesikolitotomi
 Sirkumsisi
 Excisi soft tisue tumor
 Pasang thorax drain
 Haemoroidectomy
d. Operasi mata:
 Katarak extrasi
 Evisiasi
 Insisi hordiolum / kalezim
 Exsisi gramiolma
 Explorasi corpus alenium
 Exsisi ptherygium
 Exsisi tumor palpebra
 Rekontruksi palpebra
 Heacting conjutiva, kornea, sclera
e. THT:
 Evakuasi serumen
 Tonsilekctomy
 Polipectomy
f. Anestesia:
 General anastesi
 Anastesi regional dengan spinal block
 Anastesi regional dengan epidural
 Anastesi lokal dengan block perifer
 Pemasangan infuse vena dalam
 Pemasangan vena sentral
 Pemasangan alat bantu napas
g. Bedah orthopedia:
 Orif
 Pemasangan gips dan reposisi
 Debridement
 Pemasangan eksternal fiksasi
 Operasi ganti sendi
 Operasi rekontruksi tulang
 Operasi amputasi
 Pelepasan inplant orif
 Pelepasan implant eksternal fiksasi

25
h. Bedah pediatrik:
 Operasi bibir sumbing
 Luka bakar
 Tumor jinak pada kulit
 Hemangioma
 Hipospadia
 Trasnfusi darah
i. Kebidanan:
 Sectio caesaria
 Histerectomi
 Operasi cysta ovarium
 Operasi kontrasepsi wanita
 Kuretase
 Operasi cysta bartoli
 Tindakan drip oksitosin
 Operasi KET
j. Radiologi:
 Uretro cystografi
 Ct-scan otak dengan kontras
 Ct-scan abdomen dengan kontras
 Ct-scan thorax dengan kontras
 Ct scan sinus paranasal dengan kontras
 Ct-scan vertebra dengan kontras
 Cholesistografi
 BNO + IVP
 Colon in loop
 Topografi
k. Endoskopi:
 Esofage-gastro-duodenoskopi
 Colonoskopi
l. Neuro:
 Lumbal pungsi
 Intervensi nyeri
 Restrain
m. Cardio:
 Pericardiosintesis
 Treadmil
 Cardioversi
 Pemasangan cvc
 Pemberian obat trombolitic
n. Gigi dan mulut:
 Drainase abses dan / incisi abses
 Odontektomi / odontotomi
 Alveolektomi
 Ginggivektomi
 Operkulektomi
 Kuretase ginggivia
 Tindakan prostodonsi
 Pencabutan gigi dengan komplikasi
 Tindakan estetika gigi
o. Penyakit dalam:
 Aspirasi cairan sendi /atrosentesis
 Peritoneal dialisis akut

26
 Peritoneal dialisis mandiri
 Pleurodesis / pungsi cairan pleura

p. Rehabilitasi medik:
 Injeksi botolium toxin /phenol (khusus untuk kondisi
spastisitas)
 Injeksi intraartikular
 Spray & streth
 Taping & straping

5. Komunikasi pasien terminal


Keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal
sehat tidak ada harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh. Pasien
memerlukan mendapat ketenangan dalam proses menuju kematian.
Assesment dilakukan untuk pasien terminal, dan lakukan asuhan
yang diperlukan. Informasikan kondisi pasien kepada keluarga dan
kemungkinan terburuk yang bias terjadi. Pasien juga berhak untuk
kebutuhan jasmani seperti menghilangkan rasa nyeri, dan juga
pemenuhan kebutuhan emosi berupa menenangkan pasien,
mendampingi pasien, dan memberikan kesempatan kepada keluarga
untuk mendampingi.

6. Audio Central
Audio central terpasang tersebar dan dapat didengar di hampir
seluruh tempat di Rumah Sakit. Informasi yang disampaikan adalah
informasi umum seperti: hak dan kewajiban pasien; tata tertib
penunggu pasien; visi dan misi rumah sakit; dan himbauan penting
lainnya.

3.3 Komunikasi Antar Staf Klinis


Informasi asuhan pasien dan hasil asuhan dikomunikasikan antarstaf
klinis selama bekerja dalam sif atau antarsif. Komunikasi dan pertukaran
di antara dan antar staf klinis selama bekerja dalam sif atau antar sif
penting untuk optimalnya proses asuhan. Informasi kondisi pasien
antarstaf klinis termasuk PPA berdasar atas proses yang sedang berjalan
atau pada saat penting tertentu dalam proses asuhan ditulis dalam
rekam medis. Informasi dapat dikomunikasikan dengan cara lisan,
tertulis, maupun elektronik.
1. Komunikasi SBAR dan TBK
Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, antar
pemberi pelayanan menggunakan teknik SBAR. SBAR merupakan
suatu teknik komunikasi yang dipergunakan untuk pelaporan kondisi
pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Dengan
teknis SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai
kondisi pasien lebih informatif dan terstruktur. Empat (4) unsur SBAR
antara lain:
a. Situation
Menjelaskan kondisi terkini yang terjadi pada pasien
b. Background
Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi
pasien saat ini
c. Assesment
Hasil pengkajian kondisi pasien saat ini
d. Recomendation
Apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini

27
Teknik komunikasi lewat telepon menggunakan teknik komunikasi
TBK (Tulis, Baca, Konfirmasi). Tujuan menggunakan teknik agar tidak
ada kesalahan dalam menerima pesan/instruksi.
a. T : Tulis pesan yang disampaikan oleh pemberi pesan pada lembar
catatan perkembangan pasien terintegrasi
b. B : Bacakan kembali pesan yang telah ditulis kepada pemberi
pesan. Untuk instruksi pemberian obat yang termasuk NORUM
(Nama Obat Rupa Ucapan Mirip)/LASA (Look Alike Sound Alike)
dilakukan pengejaan dengan alphabeth yang telah ditentukan.
Selesai membacakan pesan, penerima mengingatkan pemberi pesan
untuk melakukan konfirmasi.
c. K : Konfrmasi instruksi atau hasil kritis oleh pemberi instruksi/
yang menyampaikan hasil pemeriksaan. Catat tanggal dan jam
instruksi diberikan, kemudian ditandatangani oleh pemberi dan
penerima instruksi dalam waktu 1 x 24 jam. Pemberi instruksi
memverifikasi instruksi yang sudah diberikan dengan memberikan
stampel dan tanda tangannya pada form Catatan Perkembangan
Pasein terintegrasi (CPPT). Pengejaan yang dilakukan sesuai dengan
alphabeth internasional yang telah ditentukan antara lain:
Karakter Kode Alfabet Karakter Kode Alfabet

A Alfa N November

B Bravo 0 Oscar

C Charlie P Papa

D Delta Q Quebec

E Echo R Romeo

F Foxtrot S Sierra

G Golf T Tango

H Hotel U Uniform

I India V Victor

J Juliet W Whiskey

K Kilo X Xray

L Lima Y Yankee

M Mike Z Zulu

2. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)


Catatan perkembangan pasien terintegrasi bertujuan untuk mencatat
perkembangan pasien. Dalam catatan perkembangan terdapat tepi
untuk dokter dan tepi untuk tenaga kesehatan lainnya. Dokter
mengisi perkembangan pasien pada tepi untuk dokter. Perawat
mencatat perkembangan pasien pada tepi untuk tenaga kesehatan
lainnya dengan menggunakan metode SBAR. Apabila pasien

28
memerlukan asuhan dari Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya,
PPA tersebut juga menulis perkembangan pasien pada tepi tenaga
kesehatan lainnya.

3. Transfer Pasien
Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan
keruang perawatan / ruang tindakan lain didalam rumah sakit (intra
rumah sakit) atau memindahkan pasien pasien dari satu rumah sakit
ke rumah sakit lain (antar rumah sakit). Transfer pasien dilakukan
secara aman dengan menggutamakan keselamatan pasien. Petugas
yang melakukan transfer disesuaikan dengan status/derajat
kesehatan pasien. Ketika melakukan transfer, informasi yang
disampaikan adalah informasi klinis meliputi Situation, Background,
Assesment, dan recomendation. Informasi ditulis dalam blangko rekam
medis serah terima antar ruangan yang kemudian ditandatangai
bersama ketika pasien sudah sampai di ruangan yang dituju.

4. Serah terima pasien


Serah terima pasien sering disebut dengan timbang terima, operan
atau over hand. Serah terima adalah suatu cara dalam menyampaikan
dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan
pasien. Serah terima atau operan dilaksanakan ketika pertukaran
shift jaga, dimana terjadi pertukaran informasi yang memungkin
adanya komunikasi dua arah antara perawat yang shift sebelumnya
kepada perawat shift yang datang. Serah terima pasien harus
dilakukan seefektif mungkin secara singkat, jelas, lengkap, akurat,
sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna.
Dalam penerapannya, dilakukan serah terima kepada masing-masing
penanggung jawab:
a. Serah terima dilaksanakan setiap penggantian shift/operan
b. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan serah
terima dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan
tentang masalah keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah
dan belum dilaksanakan, serta hal-hal penting lainnya yang perlu
dilimpahkan.
c. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang
lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian
diserahterimakan kepada perawat yang berikutnya
d. Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah:
1) Identitas klien dan diagnosa medic
2) Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul
3) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan
4) Intervensi kolaborasi dan dependen
5) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam
kegiatan selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan
laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya, persiapan untuk
konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan secara
rutin.
e. Perawat yang melakukan serah terima saat melakukan klarifikasi,
tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang
kurang jelas.
f. Lama serah terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit
kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang
lengkap dan rinci.

29
g. Timbang terima tercatat pada Catatan Perkembangan Terintegrasi
untuk setiap sift dengan ditandatangani oleh dua petugas dengan
sift yang berbeda.

Timbang terima juga dilaksanakan oleh dokter jaga. Timbang terima


dokter jaga adalah suatu kegiatan operan jaga antara dokter yang telah
bertugas kepada dokter yang akan menggantikan jaga pada shiff
berikutnya. Dokter pengganti harus datang 15 menit sebelum timbang
terima, dan Dokter yang bertugas tidak diperkenankan meninggalkan
tugas sebelum dokter pengganti datang. Dokter melaporkan kondisi –
kondisi pasien tertentu atau hal penting lainnya yang perlu
ditindaklanjuti oleh dokter jaga pengganti

5. Ringkasan pulang pasien rawat jalan


Pasien dengan diagnosis kompleks dan atau yang membutuhkan
asuhan kompleks (misalnya, pasien yang datang beberapa kali dengan
masalah kompleks, menjalani tindakan beberapa kali, datang di
beberapa unit klinis, dan sebagainya) harus dibuat ringkasannya. Hal
tersebut disebabkan karena kemungkinan dapat bertambahnya
diagnosis, obat, perkembangan riwayat penyakit, serta temuan pada
pemeriksaan fisik. Hal tersebut untuk menjamin terselenggaranya
penanganan pasien secara berkelanjutan. Setelah pasien di periksa
oleh DPJP maka selanjutnya DPJP melengkapi resume klinis rawat
jalan yang berisi tentang
a. Diagnosis yang penting
b. Alergi terhadap obat
c. Medikamentosa yang sedang diberikan
d. Riwayat prosedur pembedahan dan perawatan di rumah sakit

6. Ringkasan Pasien Pulang Rawat Inap


Ringkasan pasien pulang rawat inap merupakan ringkasan mengenai
tindakan/pelayanan medis yang diterima pasien selama dirawat inap
dan dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang. Setelah pasien
dinyatakan boleh pulang oleh DPJP maka selanjutnya DPJP
melengkapi resume klinis rawat inap yang berisi tentang:
a. Alasan MRS, diagnosis dan penyakit penyertanya;
b. Kelaianan fisik yang ditemukan;
c. Prosedur diagnostic dan pengobatan yang telah diberikan
d. Kondisi pasien saat pulang;
e. Instruksi tindak lanjut/control.
Ringkasan pasien dicatat pada berkas rekam medis pasien.

7. Early Warning System (EWS)


Early Warning System adalah sistem yang digunakan untuk
mengetahui perburukan kondisi pasien melalui pengukuran tanda-
tanda vital. Langkah-langkah melaksanakan Early Warning System
adalah:
a. Perawat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) dan
kesadaran pasien
b. Hasil pemeriksaan dianalisis dengan memberikan skor setiap
hasil TTV dan tingkat kesadatran/prilaku pasien sesuai dengan
tabel berikut:
Skor/Param 3 2 1 0 1 2 3
eter
Frekuensi <8 8 9-11 12-20 2 21- ≥30
napas 29

30
Skor/Param 3 2 1 0 1 2 3
eter
(menit)
Frekuensi <40 40-50 51- 101- 111- ≥130
nadi (menit) 100 110 129
Tekanan <70 71- 81-100 101- 160- 200- >220
Darah 80 159 199 220
(mmHg)
Tingkat Com Stup Samnol Comp Apati Acutc
kesadaran a or en os s onfus
mentis iAcut
state
s/
deliri
um
Suhu (°C) <35° 35,05- 36,05- 38,05 >38,5
C 36°C 38°C - °C
38,5°
C

c. Hasil pada masing-masing parameter dijumlahkan kemudian


dikategorikan sebagai berikut:
1) Hijau : 0-1
Pasien dalam kondisi stabil
2) Kuning : 2-3
Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/PJ
Shift. Jika Skor pasien akurat maka perawat Katim harus
menentukan tindakan terhadap kondisi pasien dan
melakukan pengkajian ulang setiap 2 jam oleh perawat
pelaksana. Pastikan kondisi pasien tercatat di catatan
perkembangan pasien
3) Orange : 4-5
Pengkajian ulang harus dilakukan oleh perawat Katim/PJ
Shift dan diketahui oleh dokter jaga. Dokter jaga harus
melaporkan ke DPJP dan memberikan instruksi
tatalaksana pada pasien tersebut. Perawat pelaksana
harus memonitor tanda vital setiap jam
4) Merah :6
Aktifkan code blue. Perawat menelpon pesawat 183 untuk
mengaktifkan blue code dengan menerangkan ruangan,
jenis kelamin, dan umur pasien. Petugas terkait akan
menginformasikan code blue melalui audio central. TMRC
melakukan tatalaksana kegawatan pada pasien, dokter
jaga/DPJP diharuskan hadir disamping pasien dan
berkolaborasi untuk menentukan rencana perawatan
pasien selanjutnya. Perawat pelaksana harus memonitor
tanda vital setiap jam (15 menit, 30 menit, 60 menit)

8. Informasi mengenai nilai kritis


Hasil kritis adalah hasil pemeriksaan laboratorium yang harus segera
dilaporkan oleh pihak laboratorium kepada dokter penanggungjawab
pasien agar dapat diambil tindakan segera guna mengatasi
keadaan/penyakitnya. Pelaporan hasil kritis pemeriksaan laboratorium
merupakan bagian dari keselamatan pasien.
a. Tata laksana pelaporan hasil kritis Laboratorium

31
1) Petugas laboratorium menghubungi perawat penangungjawab
pasien melalui telepon dan memberitahukan hasil
pemeriksaan pasien yang menunjukkan nilai kritis segera
setelah hasil kritis diketahui
2) Setiap Proses pelaporan menggunakan teknik komunikasi
SBAR. Dan proses penyampaian hasil lewat telepon dilakukan
dengan TBK.
3) Petugas laboratorium yang melapor menulis laporan hasil nilai
kritis di buku pelaporan nilai kritis. Petugas laboratorium juga
mencatat nama perawat penerima telepon, tanggal dan waktu
menelpon.
4) Hasil pemeriksaan laboratorium nilai kritis segera diambil di
instalasi laboratorium oleh perawat. Hasil nilai kritis
ditandatangani oleg dokter penanggung jawab dalam waktu
1x24 jam.

9. Komunikasi pasien DNR (do not resuscitate)


DNR (do not resuscitate) adalah permintaan untuk tidak dilakukan
tindakan resusitasi oleh dokter dan atau perawat yaitu penolakan
terhadap tindakan resusitasi jantung paru ketika terjadi
permasalahan darurat pada jantung pasien atau terjadinya henti nafas
pada pasien. Permintaan DNR akan ditanggapi jika terdapat bukti
legal yang berisi permintaan pasien untuk tidak melakukan resusitasi
(DNR) dan pasien telah dipasang gelang dengan penanda DNR (gelang
ungu atau label segitiga ungu pada cover les pasien)

10. Pendelegasian jika DPJP berhalangan


Pendelegasian Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJD) jika DPJD
tersebut berhalangan hadir karena satu kepentingan sehingga
digantikan oleh dokter spesialis dengan kompetensi yang sama atau
oleh Kepala Instalasi tempat pasien dirawat.

11. Rujukan Pasien


Pasien dirujuk ke rumah sakit lain untuk mendapatkan perawatan
lebih lanjut dan membantu memenuhi kebutuhan kesehatan pasien
yang berkesinambungan. DPJP/dokter menginformasikan alasan
pasien dirujuk untuk kemudian mendapat persetujuan, dan mengisi
form rujukan. Dalam proses merujuk, pasien perlu pendampingan
dari tenaga kesehatan, agar pasien mendapat pengawasan dan
observasi terus menerus saat proses merujuk hingga sampai ke
rumah sakit lain yang dituju. Penunjukan pendamping ditentukan
oleh dokter yang merawat/DPJP sesuai dengan kondisi pasien/tingkat
kegawatan. Ketika melakukan transfer/rujukan, informasi yang
disampaikan adalah informasi klinis meliputi Situation, Background,
Assesment, dan recomendation.

3.4 Komunikasi Antar Tingkat di Rumah Sakit


Dalam tingkatan rumah sakit diperlukan adanya komunikasi yang
efektif, yaitu komunikasiantarkelompok profesional, antarunit struktural,
antara profesional danmanajemen, juga profesional dengan organisasi di
luar. Komunikasi yang efektif penting untuk dilakukan untuk melakukan
koordinasi serta integrasi asuhan pasien.Pengembangan
koordinasilayanan klinik yang baik diperoleh karena ada pengertian dari
setiap unit pelayananuntuk berkolaborasi menyusun kebijakan dan
prosedur.

32
1. Media Komunikasi
Media komunikasi yang digunakan untuk berkoordinasi antar tingkat
di rumah sakit antara lain:
a. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
Dalam Sistem Infomasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) juga
dapat diperoleh informasi antara lain:
 E-Library
 Peraturan perundang-undangan
 Regulasi RS
 Pelaporan Indikator Mutu
 Surveilans infeksi
 Tarif RS
 Website PMKP

b. Surat Edaran
Surat edaran adalah surat resmi yang ditandatangani oleh Direktur
Rumah sakit yang berisi mengenai himbauan atau pemberitahuan,
atau permintaan/permohonan.

c. Telp/PABX
Untuk melaksanakan komunikasi yang efektif di rumah sakit maka
rumah sakit menggunakan perangkat switching berupa sentral
telepon otomatis yang mempunyai fungsi menghubungkan antara
beberapa tempat. Perangkat ini di sebut PABX (Private Automatic
Branch Exchange).
1) PABX memberikan dua layanan yaitu :
 Komunikasi Internal adalah komunikasi yang dilakukan
dengan ruang lingkup PABX saja tanpa bantuan pihak lain,
atau biasa disebut interkom.
 Komunikasi Eksternal adalah komunikasi yang dilakukan
extention
2) PABX dengan menggunakan bantuan pihak lain seperti atau
operator telekomunikasi lain, contohnya adalah proses
penerimaan telepon (incoming call) dan melakukan panggilan
keluar (outgoing call)
3) Secara umum PABX berfungsi untuk menyediakan sambungan
telepon internal dan sebagai by pass jika akan melakukan
telepon keluar (outgoing call) dan by pass jika datang panggilan
masuk (incoming call). Penggunaan telepon intern di rumah sakit
bertujuan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar
bagian yang digunakan untuk kepentingan pelayanan kepada
pasien maupun antar petugas pelayanan di rumah sakit. Di
rumah sakit memiliki 187 jaringan telepon intern yang
terpasang dan dapat digunakan sebagai alat komunikasi intern
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng.

2. Informasi Urgent
Informasi yang urgent, yang harus disampaikan tepat waktu dan
akurat ke seluruh RS diinformasikan melalui audio central. Audio
central terpasang tersebar dan dapat didengar di hampir seluruh
tempat di Rumah Sakit. Informasi yang disampaikan termasuk
komunikasi keadaan urgent seperti code blue, code red, code black,
dan perintah evakuasi.

33
a. Code red, code black dan perintah evaluasi
Apabila pada unit pelayanan/unit kerja ditemui adanya
kebakaran, perkelahian, dan diperlukan adanya perintah
evakuasi, unit pelayanan/unit kerja tersebut menghubungi
petugas informasi di pesawat telepon 183 untuk segera
menginformasikannya lewat audio central. Informasi yang
disampaikan adalah: kebakaran dengan menginformasikan code
red; perkelahian dengan code black; dan perintah evakuasi.
Informasi disampaikan lengkap dengan tempat kejadian.
b. Code blue
Apabila ada pasien yang memerlukan resusitasi, petugas
menghubungi nomor pesawat telepon 515 untuk segera
menginformasikannya lewat audio central, dengan dengan
mengaktifkan code blue. Untuk informasi code blue juga
menyertakan jenis kelamin, umur pasien, serta unit pelayanan
pasien dirawat.
c. Informasi lainnya yang akan diumumkan melalui audio central
harus dengan persetujuan Kasubag SIMRS, Pemasaran dan
Humas

3. Rapat/Pertemuan
Dalam mengembangkan komunikasi dan koordinasi yang baik, rumah
sakit melaksanakan pertemuan di setiap tingkat rumah sakit.
a. Rapat Manajemen Struktural
1) Rapat yang dipimpin oleh direktur atau yang berwenang yang
mewakili direktur yaitu wakil direktur dan/atau kepala bagian
terkait;
2) Setiap hari Kamis, Pkl. 09.00 Wita Sampai dengan Pkl. 12.00
Wita;
3) Dihadiri oleh Direktur, Para Wakil Direktur, Para Kepala Bagian,
Para Kepala Sub Bagian, Ka. IPSRS, Ka. PMKP, Ka, ULP, Ka.
HPS, Ka. SPI dan peserta lain yang ditunjuk;
4) Tempat Rapat koordinasi adalah ruang pertemuan (aula) Wijaya
Kusuma I RSUD Kabupaten Buleleng;
5) Materi meliputi pelaksanaan serta pembahasan yang terjadi di
lingkup Manajemen.
b. Rapat Koordinasi Bagian Manajemen dengan Bagian Pelayanan dan
Bagian Keuangan
1) Rapat yang dipimpin oleh direktur atau yang berwenang yang
mewakili direktur yaitu wakil direktur terkait;
2) Jadwal Pelaksanaan pada setiap bulan minggu pertama Pkl.
09.00 Wita sampai dengan Pkl. 12.00 Wita.
3) Dihadiri oleh seluruh direktur, para wakil direktur, para kabag,
para kasubag, Para Ka. Instalasi, Ka. PPHP, Ka. PMKP, Ka. ULP,
Ka. HPS, Ka. SPI, dan peserta lain yang ditunjuk;
4) Tempat rapat-rapat koordinasi adalah ruang pertemuan (aula)
Wijaya Kusuma I RSUD Kabupaten Buleleng;
5) Materi meliputi Pelaksanaan masing-masing koordinator, serta
membahas permasalahan yang terjadi di masing-masing wadir
terkait.
c. Rapat Unit
1) Rapat yang dipimpin oleh direktur atau yang berwenang yang
mewakili direktur yaitu wakil direktur dan/atau kepala bagian
terkait;

34
2) Jadwal pelaksanaannya pada setiap bulan minggu pertama Pkl.
09.00 Wita sampai dengan Pkl. 12.00 Wita.
3) Dihadiri oleh direktur atau yang berwenang yang mewakili
direktur;
4) Tempat rapat-rapat Unit adalah ruang pertemuan (aula) Wijaya
Kusuma I RSUD Kabupaten Buleleng;
5) Materi meliputi Pelaksanaan masing-masing koordinator, serta
membahas permasalahan yang terjadi di masing-masing unit.
d. Rapat Kepala Ruang Pelayanan
1) Rapat yang dipimpin oleh direktur atau yang berwenang yang
mewakili direktur yaitu wakil direktur dan/atau kepala bagian
terkait;
2) Jadwal pelaksanaannya pada setiap bulan minggu kedua Pkl.
09.00 Wita sampai dengan Pkl. 12.00 Wita;
3) Dihadiri oleh direktur atau yang berwenang yang mewakili
direktur seluruh dan seluruh kepala ruang pelayanan;
4) Tempat rapat-rapat Unit adalah ruang pertemuan (aula) Wijaya
Kusuma I RSUD Kabupaten Buleleng;
5) Materi meliputi Pelaksanaan masing-masing ruang pelayanan,
serta membahas permasalahan yang terjadi di masing-masing
ruang pelayanan.

e. Rapat Instalasi
1) Rapat yang dipimpin oleh direktur atau yang berwenang yang
mewakili direktur yaitu wakil direktur dan/atau kepala instalasi
terkait;
2) Jadwal pelaksanaannya pada setiap bulan minggu kedua Pkl.
09.00 Wita sampai dengan Pkl. 12.00 Wita;
3) Dihadiri oleh direktur atau yang berwenang yang mewakili
direktur dan seluruh instalasi;
4) Tempat rapat-rapat Unit adalah ruang pertemuan (aula) Wijaya
Kusuma I RSUD Kabupaten Buleleng;
5) Materi meliputi Pelaksanaan masing-masing instalasi, serta
membahas permasalahan yang terjadi di masing-masing
instalasi.
f. Rapat Bagian Pelayanan Keperawatan dan Komite Keperawatan
1) Rapat yang dipimpin oleh ketua komite keperawatan/Kabag
Pelayanan Keperawatan dan atau yang ditunjuk mewakilinya;
2) Jadwal pelaksanaannya pada setiap bulan pada minggu ketiga
Pkl. 08.00 Wita sampai dengan Pkl. 11.00 Wita.
3) Dihadiri oleh direktur atau yang berwenang yang mewakili
direktur dan kepala bagian keperawatan;
4) Tempat rapat-rapat Unit adalah ruang pertemuan (aula) Wijaya
Kusuma I RSUD Kabupaten Buleleng;
5) Materi meliputi Pelaksanaan masing-masing ruang pelayanan
keperawatan, serta membahas permasalahan yang terjadi di
masing-masing ruang pelayanan keperawatan.
g. Rapat Bagian Pelayanan Medik dan Komite Medik (morning report)
1) Rapat yang dipimpin oleh direktur atau yang berwenang yang
mewakili direktur yaitu wakil direktur dan/atau ketua komdik;
2) Jadwal pelaksanaannya pada setiap hari Rabu Pkl. 07.30 Wita
sampai dengan Pkl. 09.00 Wita;
3) Dihadiri oleh direktur atau yang berwenang yang mewakili
direktur dan/atau ketua komite medik;
4) Tempat rapat-rapat Unit adalah ruang pertemuan (aula) Wijaya
Kusuma I RSUD Kabupaten Buleleng;

35
5) Materi meliputi pelaksanaan pelayanan medik, serta membahas
permasalahan yang terjadi di masing-masing pelayanan medik.
h. Rapat/Pertemuan dengan Peserta dari Luar RSUD Kab. Buleleng:
1) Rapat yang dipimpin oleh direktur atau yang berwenang yang
mewakili direktur yaitu wakil direktur dan/atau petugas yang
ditunjuk oleh pimpinan;
2) Jadwal pelaksanaannya sesuai waktu kesepakatan;
3) Dihadiri oleh direktur atau yang berwenang yang mewakili
direktur dan/atau petugas yang ditunjuk oleh pimpinan;
4) Tempat rapat adalah ruang pertemuan (aula) Wijaya Kusuma
I/II dan atau aula Seruni RSUD Kabupaten Buleleng;
5) Materi sesuai dengan topik undangan.

36
BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan standar Keselamatan Pasien (Patient Safety), salah satu


sasaran keselamatan pasien adalah “Meningkatkan Komunikasi yang
Efektif”. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai
Keselamatan Pasien. Memberikan asuhan pasien merupakan upaya yang
kompleks dan sangat bergantung pada komunikasi dari informasi.
Komunikasi tersebut adalah kepada dan dengan komunitas, pasien dan
keluarganya, serta antarstaf klinis, terutama Profesional Pemberi Asuhan
(PPA). Komunikasi efektif sebagai dasar untuk memberikan edukasi
kepada pasien dan keluarga agar mereka memahami kondisi kesehatannya
sehingga pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan
dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhannya.
Selain edukasi, informasi-informasi asuhan juga diberikan kepada
masyararakat seperti jenis layanan yang dimiliki, serta bagaimana akses
ke pelayanan emergensi bila dibutuhkan. Komunikasi yang efektif juga
diperlukan intern RS (antar tingkat di RS) demi kelancaran pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh RS.

37

Anda mungkin juga menyukai