KOMITE PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN
INFEKSI
i
PEDOMAN PELAYANAN KOMITE
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN
INFEKSI
LEMBAR PENGESAHAN
2 Januari 2021
dr. Divi Mardiana Direktur
ii
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT MITRA SEHAT
NOMOR: /Per/Dir/RSMS/I/2021
TENTANG
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG PEDOMAN PELAYANAN
KOMITE PPI DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT MITRA SEHAT
KEDUA : Pedoman Pelayanan Komite PPI Rumah Sakit Mitra Sehat sebagaimana terlampir
dalam peraturan ini.
KETIGA : Pedoman Pelayanan Komite PPI Rumah Sakit Mitra Sehat digunakan dalam tata
laksana kegiatan Komite PPI di Rumah Sakit Mitra Sehat.
KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Situbondo
Pada tanggal : 2 Januari 2021
ii
KATA PENGANTAR
Perlu disadari bahwa kurangnya kualitas dan kuantitas pengendalian infeksi di Rumah Sakit
Mitra Sehat sangat terkait komitmen pimpinanRumah Sakitserta memerlukan dukungan para
klinisi di Rumah Sakit. Infeksi nosokomial pada prinsipnya dapat dicegah, walaupun mungkin
tidak dapat dihilangkan sama sekali.
Pelaksanaan kegiatan Komite PPI perlu diatur dalam suatu acuan pelaksanan kegiatan dalam
bentuk suatu Pedoman. Untuk itu perlu disusun Pedoman Pelayanan Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Mitra Sehat, sehingga diharapkan penyelenggaraan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi diRumah Sakitdapat dilakukan lebih optimal.
Diharapkan adanya masukan untuk penyempurnaan Pedoman Pelayanan Komite Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi ini di kemudian hari.
Untuk itu tim penyusun mengucapkan terima kasih dan harapan agar Pedoman Pelayanan
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini dapat dipergunakan sebagai acuan di Rumah
Sakit Mitra Sehat.
iii
DAFTAR ISI
iv
A. PEMERIKSAAN KESEHATAN KARYAWAN................................................................................................. 37
B. PENGELOLAAN BAHAN DAN BARANG BERBAHAYA.............................................................................37
C. KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA MELAKUKAN MONITORING KEGIATAN :.............................37
D. SANITASI RS............................................................................................................................................................ 37
E. SERTIFIKASI/KALIBRASI SARANA, PRASARANA DAN PERALATAN..............................................37
F. PENGELOLAAN LIMBAH PADAT, CAIR DAN GAS..................................................................................... 37
G. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PPI............................................................................................................... 37
H. PENGUMPULAN, PENGELOLAAN DOKUMENTASI DATA DAN PELAPORAN...............................38
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU................................................................................................... 39
A. STANDAR DAN INDIKATOR MUTU KINERJA KLINIK.............................................................................39
B. FORMULASI DARI INDIKATOR-INDIKATOR.............................................................................................. 39
BAB IX PENUTUP................................................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................. 42
v
Lampiran
Direktur Rumah Sakit Mitra Sehat
Nomor : /Per/Dir/RSMS/I/2021
Tanggal : 2 Januari 2021
BAB IPENDAHULUAN
A. UMUM
1. Pencegahan dan penanggulangan infeksi di Rumah Sakit meliputi upaya pencegahan
dan menekan kejadian infeksi nosokomial ke tingkat serendah-rendahnya dalam batas
mampu dilaksanakan. Pencegahan dan penanggulangan infeksi merupakan salah satu
upaya peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat dengan memakai angka
kejadian infeksi nosokomial sebagai indikator. Infeksi nosokomial dapat terjadi setiap
saat di Rumah Sakit dimana pasien mendapat pelayanan maupun tindakan baik medik
maupun perawatan. Sumber penularan infeksi nosokomial dapat berasal dari kondisi
ruangan/bangunan, peralatan, air, pasien maupun petugas rumah sakit.
2. Sehubungan dengan hal tersebut, maka seluruh unit kerja yang terkait wajib
melaksanakan upaya pencegahan infeksi nosokomial. Unit kerja tersebut adalah Unit
Rawat Inap, Unit Rawat Jalan, Kamar Bedah, Farmasi, Laboratorium, K3-RS, Penanganan
Sterilisasi, Unit Pencucian dan Unit Kebersihan.
3. Upaya pencegahan dan hasil pemeriksaan sarana/peralatan yang terkait dengan infeksi
nosokomial dipantau dan dievaluasi oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
yang dibentuk dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit, disingkat Komite PPI. Agar
seluruh komponen yang terlibat tersebut dapat bekerja maksimal maka Komite PPI
menyusun pedoman kerja sebagai acuan dalam melaksanakan tugas.
4. Dengan adanya pedoman kerja Komite dan SPO PPI, diharapkan upaya pencegahan
infeksi nosokomial dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien, sehingga angka kejadian
infeksi nosokomial dapat ditekan menjadi serendah-rendahnya, dan pada akhirnya
dapat membantu meningkatkan mutu pelayanan.
5. Kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien
dirawat di rumah sakit. Bagi pasien di rumah sakit ia merupakan persoalan serius yang
dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung kematian pasien. Beberapa
kejadian infeksi nosokomial mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi
ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama di rumah sakit. Ini berarti
pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak produktif, disamping pihak
rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih besar.
6. Penyebabnya oleh kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau oleh kuman yang
sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Dari batasan ini dapat
disimpulkan bahwa kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang secara potensial
dapat dicegah atau sebaliknya ia juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah.
7. Infeksi nosokomial merupakan masalah global dan menjangkau paling sedikit sekitar
9% (variasi 3% - 21%) dari lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh
dunia. Angka ini dilaporkan oleh WHO dari hasil surveynya di 14 negara, meliputi
28.861 pasien di 47 rumah sakit yang berada di 4 wilayah (region) WHO pada tahun
1986.
8. Survey WHO ini juga menghasilkan :
a. 18% dari pasien yang terkena infeksi nosokomial menderita lebih dari satu jenis
infeksi nosokomial, terutama pada pasien kronis.
b. Adanya kemiripan tentang jenis infeksi nosokomial dan penyebabnya.
c. Infeksi nosokomial merupakan salah satu infeksi yang sering terjadi di negara-
negara berkembang maupun di negara-negara industri.
d. Sebagian besar masalah dan kendala yang dihadapi berbagai negara untuk
mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi nosokomial tidak jauh berbeda
sehingga strategi dan pelaksanaan pencegahan dan pencegahan dan
1
penanggulangan infeksi dapat disusun untuk diterapkan pada kondisi masing-
masing negara dan rumah sakit.
9. Akibat lain dari kejadian infeksi nosokomial adalah :
a. Lama perawatan (LOS) lebih lama. Di Amerika Serikat sebagai akibat infeksi
nosokomial diperlukan 8 hari tambahan per tempat tidur setiap tahunnya.
b. Bertambahnya biaya operasional rumah sakit dan meningkatnya beban biaya oleh
pasien.
c. Di Amerika Serikat tambahan tersebut mencapai satu juta dolar per tahun di rumah
sakit dengan kapasitas 250 tempat tidur.
d. Selain hal-hal tersebut diatas kejadian infeksi nosokomial akan menganggu pasien
yang memerlukan perawatan (waiting list) serta berkurangnya produktivitas dan
tambahan biaya yang dikeluarkan oleh keluarga pasien.
10. Gambaran infeksi nosokomial di Indonesia hingga saat ini belum begitu jelas mengingat
penanganan secara nasional baru dimulai. Namun mengingat gambaran dan akibat
infeksi nosokomial yang terjadi di Amerika Serikat, tentunya dapat dibayangkan
bagaimana kejadian infeksi nosokomial di Indonesia. Walaupun belum ada angka yang
pasti secara nasional ternyata beberapa rumah sakit telah melaksanakan pencegahan
dan penanggulangan infeksi sejak beberapa tahun yang lalu.
11. Pencegahan dan penanggulangan infeksi untuk infeksi luka operasi (ILO) juga dapat
menurunkan biaya atau penghematan biaya akibat perawatan luka operasi yang lama di
rumah sakit.
12. Sehubungan dengan besarnya masalah dan akibat infeksi nosokomial sebagaimana
dikemukakan di atas, dalam rangka pencegahan dan pengendaliannya maka ditetapkan
sasaran bahwa untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan akan ditingkatkan
pencegahan dan penanggulangan infeksi dan kesehatan lingkungan serta akan
dilaksanakan kegiatan pengendalian dan peningkatan mutu.
13. Sebagaimana salah satu syarat agar rumah sakit dapat melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan infeksi dengan baik dan terarah adalah adanya buku pedoman dalam
pengorganisasian penanggulangan dan cara mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
B. DEFINISI
Pengumpulan data kesehatan secara sistematik, dianalisa dan interpretasikan, kemudian
digunakan untuk perencanaan penerapan dan evaluasi yang sistematik. Analisis dan
interpretasi yang terus menerus dari data kesehatan penting untuk digunakan dalam
perencanaan penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan
masyarakat yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang perlu
mengetahuinya.
Kemampuan pengumpul data untuk mendefinisikan infeksi sebagai nosokomial dan
menentukan letak infeksinya secara konsisten merupakan hal yang sangat penting.
Penggunaan definisi yang seragam merupakan hal yang sangat kritis untuk membandingkan
dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lain atau dengan kumpulan data base (seperti
system NNIS). Suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat hasilnya
didiseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang perlu mengetahuinya.
Infeksi nosokomial didefinisikan sebagai suatu kondisi lokal atau sistemik:
1. Sebagai akibat dari reaksi tubuh terhadap adanya kuman infeksius atau toksinnya.
2. Yang tidak ada atau tidak dalam masa inkubasi pada waktu masuk rumah sakit.
Beberapa prinsip dasar yang penting dalam definisi infeksi nosokomial adalah:
1. Informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya,
sebaiknya, merupakan kombinasi dari hasil pemeriksaan klinis dan hasil tes
laboratorium atau tes-tes lainnya.
a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung pada lokasi infeksi pada
pasien atau dari sumber-sumber data yang lain, seperti status pasien.
2
b. Bukti laboratorium berupa hasil biakan, test deteksi antigen atau antibody, atau
visualisasi mikroskopik.
c. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik yang lain, seperti sinar-x,
ultrasound, CT scan, MRI, prosedur endoskopik, biopsi atau aspirasi jarum.
d. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya berbeda dengan
dewasa diberlakukan kriteria khusus.
2. Diagnosis infeksi oleh dokter atau ahli bedah, yang didapat dari observasi langsung
waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan prosedur diagnosa lainnya, atau juga
dari pemeriksaan klinis merupakan kriteria yang dapat diterima, terkecuali terdapat
bukti kuat yang tidak mendukung. Untuk lokasi-lokasi tertentu diagnosis klinis dari
dokter tanpa data-data pendukung harus disertai dengan pemberian antimikroba untuk
memenuhi kriteria tersebut.
3. Terdapat dua keadaan khusus dimana infeksi dianggap merupakan nosokomial, bila:
a. Infeksi yang didapat di rumah sakit tetapi baru tampak setelah keluar rumah sakit.
b. Infeksi pada neonatus sebagai akibat keluarnya janin melewati jalan lahir.
4. Ada juga keadaan khusus dimana infeksi dianggap bukan nosokomial bila:
a. Infeksi yang ada hubungannya dengan penyulit atau kelanjutan dari infeksi yang
sudah ada pada waktu masuk rumah sakit, terkecuali kuman atau gejala-gejala jelas
merupakan suatu infeksi baru.
b. Pada anak, infeksi yang diketahui atau dibuktikan menular lewat plasenta (mis,
toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, atau syphilis) dan timbul sebelum 48 jam
setelah kelahiran.
5. Terdapat juga dua keadaan yang dianggap bukan infeksi bila :
a. Kolonisasi, yaitu adanya kuman (pada kulit, mukosa, luka terbuka, atau dalam
ekskresi atau sekresi) yang tidak menimbulkan tanda-tanda klinis adanya infeksi.
b. Inflamasi (peradangan), yaitu keadaan sebagai akibat reaksi jaringan terhadap
cedera (injury) atau stimulasi oleh zat-zat non-infeksius seperti bahan kimia.
Definisi-definisi di bawah diambil dari NNIS Manual, terdiri atas 13 tempat utama dan 48
tempat spesifik infeksi sesuai dengan kriteria-kriterianya, disusun berurutan mulai yang
paling sering terjadi dirumah sakit (Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Luka Operasi,
pneumonia, dan primer aliran darah) diikuti infeksi di tempat-tempat lain yang disusun
secara alfabet sesuai dengan kategori tempat umum infeksi (misal: bone and joint infection,
Central Nervous System Infection).
D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pedoman pencegahan dan penanggulangan infeksi, dengan tata urut sebagai
berikut:
1. Bab I : Pendahuluan
2. Bab II : Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan
3. Bab III : Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
4. Bab IV : Sarana dan Prasarana
5. Bab V : Kegiatan
6. Bab VI : dan Pelaporan
7. Bab VII : Evaluasi dan Peningkatan Mutu
8. Bab VIII : Penutup
3
E. DASAR
1. Undang – Undang Pokok Kesehatan No.23 Tahun 1992.
2. Pedoman Pencegahan dan penanggulangan infeksi di Rumah Sakit, Depkes RI - Dirjen
Pelayanan Medik Spesifik 2001.
4
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. KUALIFIKASI KETENAGAAN.
Jenis ketenagaan KOMITE PPI :
No Jenis tenaga Pendidikan Sertifikat Jumlah
formal
1 Dokter Dokter Umum Workshop PPI 1
2 IPCN D-3 IPCN Dasar 1/100 TT
3 Perawat D-3 Training PPI 1
4 Sanitasi linen SMA Training PPI 1
5 Ahli gizi D-3 Training PPI 1
6 Farmasi S-1, Apoteker Training PPI 1
7 Laboratorium D-3 Training 1
PPIPlebotomy
B. URAIAN TUGAS :
1. Direktur
a. Membentuk Komite PPI dengan surat keputusan
b. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan
upya PPI
c. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
d. Menentukan kebijakan PPI
e. Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari panitia PPIRS
f. Dapat menutup suatu unit perawatan /instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari PPIRS.
g. Mengesahkan SPO untuk PPIRS.
2. IPCO Ketua Komite PPI
a. Kriteria IPCO ;
1) Ahli atau dokter yang berminat dalam PPI
2) Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
3) Memiliki kemampuan leadership.
b. Tugas IPCO sbb;
1) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi.
2) Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens.
3) Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi
antibiotika.
4) Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan
deteksi dini KLB.
5) Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi.
6) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan lain dalam merawat pasien.
3. IPCN
a. Kriteria IPCN :
1) Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi pelatihan PPI
2) Memiliki komitmen di bidang PPI
3) Memiliki pengalaman sebagai kepala Ruangan atau setara.
5
4) Memiliki kemampuan leadership,inovatif dan confident
5) Bekerja purna waktu.
b. Uraian tugas :
1) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi
diruang perawatan.
2) Memonitor pelaksanaan PPI,penerapan SPO,kepatuhan petugas dalam
menjalankan kewaspaan isolasi.
3) Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.
4) Melaksanakan pelatihan PPIRS.
5) Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI
memperbaiki kesalahan.
6) Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas .
7) Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan konsultasi PPI
8) audit. PPI termasuk pentalaksanaan limbah,laundry,Gizi dengan menggunakan
daftar tilik.
9) Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibió tica yang rasional.
10) Membuat laporan surveilens.
11) Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.
12) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
aman penggunaannya.
13) Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.
14) Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan SDM PPIRS.
15) Menerima laporan dari KOMITE PPIdan membuat laporan kepada direktur.
16) Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap
tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
17) Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
18) Menyusun dan mentapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
19) Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.
20) Membuat SPO PPI
21) Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.
4. IPCLN
a. Kriteria IPCLN :
1) Perawat dengan pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikasi PPI.
2) Memiliki komitmen di bidang PPI
3) Memiliki kemampuan leadership
b. Tugas IPCLN :
1) Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diruang
perawatan kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien pulang.
2) Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.
3) Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi
4) Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap
tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
5) Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
6) Bekerja sama dengan KOMITE PPI dalam melakukan investigasi masalah KLB
(HAIs).
7) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.
8) Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit .
5. Tugas Anggota laboratorium
a. Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan tentang materi laboratoruim yang
berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial kepada petugas laborat.
b. Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien
c. Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai SPO
6
d. Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia pengendali infeksi nosokomial.
6. Tugas Anggota sub unit laundry:
a. Memisahkan linen infeksius dan non infeksius
b. Melaksanakan pemeriksaan swab linen bersih.
c. Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai aturan.
d. Memantau kegiatan hand higiene diruang linen.
7. Tugas Anggota Gizi :
a. Memantau kegiatan hand higiene diruang gizi.
b. Membantu pelaksanaan pemeriksaan bahan makanan dan swab petugas gisi.
c. Memantau penggunaan bahan desinfektan gizi.
8. Tugas Anggota UPSRS :
a. Memantau pelaksanaan hand higiene petugas IPSRS.
b. Memantau penggunaan bahan desinfektan.
c. Membantu mempersiapkan uji air bersih,limbah dan kuman diruang tertentu.
d. Memantau proses pembakaran incenerator.
e. Menyiapkan bahan2 hasil pemeriksaan laboratorium
9. Tugas anggota unit farmasi
a. Melaporkan Apabila Ada Kejadian Pajanan.
b. Bertanggung jawab kepada ketua komite PPI dan berkoordinasi dengan unit terkait
lainnya dalam penerapan PPI
c. Memberikan masukan pada pedoman maupun kebijakan terkait PPI.
10. Tugas house keeping(CS)
a. Melaporkan Apabila Ada Kejadian Pajanan.
b. Bertanggung jawab kepada ketua komite PPI dan berkoordinasi dengan unit terkait
lainnya dalam penerapan PPI
c. Memberikan masukan pada pedoman maupun kebijakan terkait PPI.
C. DISTRIBUSI TENAGA
Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara komprehensif dari
setiap unit pelayanan di rumah sakit : IGD, Klinik rawat jalan, Unit Rawat inap, Sekretariat,
Akuntansi, IPSRS, Gizi, Linen, Unit Farmasi, Unit Laborat, Unit Kamar Operasi, UPI, House
keeping (CS).
7
BAB III SARANA DAN PRASARANA
A. SARANA
Sesuaidengan tugas dan wewenangnya, Komite PPI dapat menyediakan sarana sebagai
berikut:
1. Informasi tentang hasil kegiatan pencegahan dan penanggulangan infeksi.
2. Data kejadian, hasil surveilans infeksi nosokomial unit perawatan.
3. Program/kegiatan pencegahan dan penanggulangan infeksi.
4. Pedoman pencegahan dan penanggulangan infeksi.
5. SOP PPI, Buku Petunjuk teknis PPI 2002.
6. Pedoman Unit Kamar Operasi.
7. Pedoman Unit K3. RS. Sanitasi Amdal Rumah Sakit.
8. Pedoman Pelayanan Sentral Sterilisasi Rumah Sakit.
9. Pedoman Pelayanan dan Pemeliharaan Linen.
10. Pedoman yang berhubungan dengan pencegahan infeksi nosokomial.
Sarana yang berperan utama dalam pencegahan dan penanggulangan infeksi meliputi
seluruh unit kerja yang terkait:
1. Seluruh unit rawat inap dan rawat jalan dengan program/upaya pencegahan infeksi
nosokomial yang dilakukan masing-masing unit kerja.
2. Pelayanan Sentral sterilisasi sebagai unit kerja yang bertanggung jawab
menyelenggarakan dan mengelola pelayanan alat/bahan yang dapat dibuat steril
dengan pedoman/prosedur yang ada.
3. Unit K3. RS dengan berbagai sarana pendukungnya sebagai unit kerja yang bertanggung
jawab mengelola kebersihan/kesehatan lingkungan.
4. Pedoman/ketentuan tertulis mengenai penanganan limbah rumah sakit mulai dari
pembuangan sampah sampai dengan pemusnahannya dengan memperhatikan
pengamanan diri petugas dan terhadap lingkungannya.
5. Pelayanan pemilihan linen sebagai unit kerja yang bertanggung jawab
menyelenggarakan dan mengelola linen.
6. Pemeliharaan dan perbaikan mesin pendingin secara berkala sesuai ketentuan
dilaksanakan oleh instalasi pemeliharan sarana bekerjasama dengan pihak jasa ketiga.
7. Unit Farmasi, laboratorium dan kepanitiaan yang mengurus pedoman
pengaturan/penggunaan antibiotik, antiseptik dan desinfektan.
8. Kualitas air sesuai standar air minum, air bersih keperluan rumah sakit dan
peresediaan yang cukup.
9. Kalibrasi mesin sterilisasi dilakukan secara berkala.
B. PERALATAN
Peralatan diperlukan untuk mendukung proses kegiatan agar dapat berjlan lancar, sehingga
jangkauan pelayanan Komite PPI dapat tercapai. Peralatan Komite PPI yang ideal meliputi
sarana dan prasarana yaitu:
1. Ruangan kerja yang representatif dan lengkap dengan peralatan tulis dan kantor
termasuk komputer dengan software yang mendukung.
2. Buku-buku pengetahuan tentang infeksi rumah sakit, dan lain-lain yang ada kaitannya
sebagai referensi.
3. Formulir-formulir pencegahan dan penanggulangan infeksi.
4. Laporan surveilans infeksi nosokomial.
5. Almari untuk menyimpan buku-buku, formulir, laporan PPI.
6. Meja tulis dan alat-alat tulis.
C. DANA
8
1. Pembiayaan operasional Komite PPI adalah dari anggaran operasional RS yang disusun
dan ditetapkan pada setiap tahun anggaran.
2. Rencana anggaran tahunan diusulkan ke Direktur.
9
BAB IV TATA LAKSANA
A. BATASAN-BATASAN
1. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit. Suatu infeksi
didapat di rumah sakit apabila :
a. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak merasa inkubasi
infeksi tersebut atau,
b. Inkubasi terjadi 2 – 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit atau,
c. Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari
mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama
tetapi lokasi infeksi berbeda.
2. Pencegahan dan penanggulangan infeksi adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka
kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit.
3. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus menerus terhadap
timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial pada suatu peristiwa yang menyebabkan
peningkatan atau penurunan resiko tersebut.
4. Kejadian Luar Biasa adalah kejadian yang menarik perhatian umum dan mungkin
menimbulkan kehebohan/ketakutan di kalangan masyarakat, atau menurut
pengamatan epidemiologis dianggap adanya peningkatan yang berarti dari kejadian
kesakitan/kematian akibat penyakit tersebut.
5. Suatu kejadian di rumah sakit dapat disebut Kejadian Luar Biasa (KLB) bila
proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan,
dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang
sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih, atau terdapat satu kejadian pada keadaan dimana sebelumnya tidak
pernah ada.
B. KEBIJAKAN
Cakupan kegiatan pencegahan dan penanggulangan infeksi termasuk ketentuan/peraturan:
1. Pelayanan sterilisasi sebagai unit kerja yang bertanggung jawab menyelenggarakan dan
mengelola pelayanan alat/bahan yang dapat dibuat steril, dimulai dari perencanaan
penerimaan, pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses sterilisasi, penyimpanan
termasuk pencatatan dan pelaporan tentang penyaluran semua barang ke seluruh unit
kerja.
2. Pelayanan sterilisasi dipimpin oleh seorang kepala pelayanan (Kaur Sterilisasi),
bertanggung jawab menyusun pedoman dan prosedur kerja pelayanan sterilisasi di
disahkan dengan penetapan Direktur Rumah Sakit.
3. Tujuan pelayanan sterilisasi ialah melaksanakan /mengawasi proses sterilisasi dan
mencegah terjadinya infeksi silang terhadap pasien maupun petugas rumah sakit.
4. Kegiatan pelayanan sterilisasi dilaksanakan berdasarkan pedoman dan prosedur kerja
yang berlaku.
5. Monitoring mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan dengan cara pemberian indikator
pada instrumen, pemantauan kualitas alat dengan kalibrasi dan pemeriksaan
mikrobiologi.
6. Pelaksanaan pelayanan pencucian sebagai unit kerja yang bertanggung jawab
menyelenggarakan dan mengelola linen, mencakup kegiatan perencanaan, penerimaan,
penyimpanan, distribusi dan pencatatan.
7. Ketentuan penyimpanan linen siap pakai, tersedia dalam jumlah cukup, tersimpan rapi,
terhindar dari kelembaban dan kontraminasi.
8. Membudayakan penggunaan antibiotika secara rasional sebagai upaya meningkatkan
mutu pelayanan sesuai dengan fungsi rumah sakit.
10
9. Kebijakan penggunaan antibiotik meliputi tata cara, pemantauan, penilaian dan
pengadaan antibiotika.
10. Perencanaan dan pengadaan antibiotika dilaksanakan oleh Departemen Farmasi yang
mengacu pada formularium Rumah Sakit .
11. Pemeliharaan kebersihan dan desinfeksi tempat kerja pelayanan linen dilaksanakan
sesuai jadwal, termasuk salah satu dan prosedur kerja pelayanan pencucian.
12. Kebijakan pemakaian desinfektan dan antiseptik meliputi desinfeksi tangan secara
higienik, bedah dan pra bedah serta penggunaan preparat antiseptik untuk instrument,
kulit dan mikosa.
13. Kebijakan desain bangunan Rumah sakit mengikuti persyaratan kesehatan lingkungan
Rumah sakit yang meliputi lingkungan bangunan, konstruksi bangunan rumah Sakit,
Ruang bangunan, kualitas udara ruang, pencahayaan, penghawaan, kebisingan, fasilitas
sanitasi rumah sakit, jumlah tempat tidur, lantai dan dinding.
14. Komite K3 Rumah Sakit dan Bagian Pemeliharaan Material (Bag. Harmat) serta Bagian
Urusan Dalam (Bag. Urdal) sebagai unit kerja yang bertanggung jawab mengelola
kebersihan/kesehatan lingkungan dan pertamanan dengan sarana pendukungnya,
disahkan dengan Surat Penetapan Direktur Rumah Sakit.
15. Pedoman ketentuan tertulis mengenai penanganan limbah RS, mulai dari pembuangan
sampai dengan pemusnahannya dengan memperhatikan pengamanan diri petugas
terhadap lingkungan.
16. Pemeliharaan dan perbaikan mesin pendingin secara berkala diselenggarakan Bagian
Harmat bekerja sama dengan pihak jasa ketiga.
17. Pemeliharaan meliputi perbaikan rutin, penggantian spare part yang rusak serta
pemeriksaan kualitas udara dengan pemeriksaan mikrobiologi terhadap bakteri dan
jamur. Hal ini terutama dilakukan pada ruangan-ruangan khusus seperti kamar bedah,
ICU, perinatologi dan ruang sterilisasi.
18. Pemeriksaan baku mutu sumber air dilaksanakan sesuai program 3 bulan sekali.
Terutama pada unit-unit khusus antara lain kamar bedah, unit sterilisasi, perinatologi,
intensif care unit, sumber air dan bagian gizi.
19. Laporan kegiatan penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan infeksi kepada
Direktur Rumah Sakit dilaksanakan sesuai jadwal.
C. PENCEGAHAN STANDAR
Penerapan Pencegahan Standar saat merawat semua pasien tanpa memandang jenis infeksi.
1. Mencuci tangan segera setelah terjadi kontak dengan cairan tubuh atau terjadi kontak
fisik dengan pasien.
2. Staf diminta mengenakan perlengkapan pelindung diri untuk mencegah paparan oleh
darah dan atau cairan tubuh. Perlengkapan perlindungan yang dimaksud diantaranya :
a. Sarung tangan
1) Dianjurkan menggunakan sarung tangan yang tidak mengandung bahan bubuk
latex.
2) Segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
3) Sarung tangan baru dalam menangani tiap pasien berbeda, demikian juga jika
bekerja dalam ruang lingkup yang berlainan.
b. Google (kacamata)
Gunakan peralatan untuk melindungi mata jika terjadi semprotan atau cipratan
darah atau cairan tubuh:
1) Selama prosedur operasi bedah dianjurkan agar semua staf mengenakan
kacamata.
2) Ruang pemulihan selama merawat pasien (kalau perlu).
3) Kamar bersalin.
4) Tindakan perawatan
a) Selama mengeluarkan drain tube, menangani intravena (iv), infus set (blood
lines).
11
b) Mengganti balutan.
c) Merawat pasien pasca bedah mulut atau gigi.
d) Endotracheal suction.
e) Merawat pasien dengan batuk berlebih
f) Melakukan prosedur invasif yang steril
c. Apron plastik
Mengenakan apron plastik untuk melindungi baju pribadi dari kontaminasi dengan
darah atau cairan tubuh.
d. Menangani dengan cermat semua benda tajam yang terkontaminasi darah atau
cairan tubuh untuk mencegah luka tertusuk jarum akibat benda tajam lainnya.
Jarum yang telah digunakan tidak perlu ditutup kembali, dibengkokkan atau
dipisahkan dari spuit tapi harus langsung dibuang dalam keranjang benda-benda
tajam yang disediakan.
e. Bila menangani semua prosedur sterilisasi perlu diterapkan teknik aseptik.
f. Semua darah yang sulit dihilangkan atau kain linen basah yang sangat berbahaya
dimasukkan terlebih dulu dalam kantung plastik kuning kemudian dalam kantong
linen kedap air.
g. Masker digunakan untuk melindungi pemakainya saat terpapar kuman dari suatu
penyakit menular yang disebarkan lewat udara.
h. Noda Darah dan Cairan Tubuh – Prinsip Penanganan Noda :
1) Bila ada resiko kontak dengan darah atau cairan tubuh, peralatan pelindung diri
harus dikenakan seperti apron, sarung tangan, dan pelindung mata.
2) Noda darah harus dibersihkan sebelum ruang yang kena noda dibersihkan
(hindari membersihkan noda dengan deterjen atau disinfektan karena akan
memperlebar wilayah yang kena noda).
3) Hindari memberikan aerosol pada benda yang terkena noda.
4) Teliti dulu permukaan yang perlu dibersihkan (misalnya karpet atau permukaan
yang tidak bisa ditembus).
5) Tutup noda dengan kertas toilet untuk menyerap besar noda darah atau cairan
tubuh.
6) Sebagai alternatif, tutupi noda darah dengan bubuk klorin. Gunakan serok dan
wadah untuk membuang bahan yang menyerap noda.
7) Perlakukan sebagai sampah klinis.
8) Bersihkan wilayah noda dengan air hangat dan deterjen.
9) Jika digunakan ember dan pengepel lantai, maka kedua peralatan itu harus
dibersihkan setelah semua prosedur selesai dan disimpan dalam keadaan
kering.
10) Jika noda terjadi pada karpet, maka karpet itu perlu dicuci setelah semua
prosedur di atas selesai dilakukan.
NB : Perlengkapan untuk membersihkan noda darah dan cairan tubuh harus tersedia
di setiap unit klinis dan setiap departemen.
i. Gown dan sarung tangan harus dipakai pada semua prosedur yang bersentuhan
dengan darah dan cairan tubuh lainnya – termasuk juga kebersihan peralatan dan
lingkungan, pemeriksaan plasenta, dsb.
j. Pelindung mata (kacamata) dipakai pada setiap prosedur persalinan dan prosedur
yang menjaga mata dari absorbsi darah yang mungkin saja menyebar kemana-
mana.
k. Semua bahan yang terkena noda darah dan kumal dibuang ke dalam satu tas plastik
untuk mencegah kebocoran dan menjamin identifikasi cepat terhadap isinya.
l. Semua tumpahan darah dan cairan tubuh secara rutin didekontaminasi dengan
suatu cairan klorin 5,000 ppm.
m. Staf yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada (kulit) tangan mereka
harus menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu memakai sarung
tangan saat menangani persalinan.
12
n. Staf yang bekerja di bagian kamar bersalin dianjurkan ikut dalam program vaksinasi
Hepatitis B yang disediakan oleh rumah sakit.
o. Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi darah harus dibuang lewat
pembuangan sampah klinis.
D. PENCEGAHAN TAMBAHAN
1. Pencegahan tambahan diterapkan dalam hubungannya dengan pencegahan standar.
Pencegahan tambahan digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga telah
terinfeksi atau termasuk dalam kelompok penyebab infeksi yang tidak cukup ditangani
dengan menggunakan prosedur pencegahan standar saja.
2. Pencegahan Tambahan dilaksanakan dalam situasi prosedur pencegahan standar dirasa
tidak cukup untuk mencegah infeksi silang. Pelaksanaan pencegahan tambahan ini perlu
dipisahkan dari pasien lain yang memperoleh fasillitas istimewa. Pasien-pasien dengan
infeksi serupa dapat dikelompokkan tersendiri.Pencegahan tambahan ini perlu
dilakukan jika pasien dicurigai atau didiagnosa terkena infeksi yang ditularkan dengan
cara-cara berikut:
a. Penularan lewat saluran pernafasan
1) Terinfeksi kuman yang ditularkan lewat udara seperti Mycobacterium
tuberculosis, cacar air (chicken pox)
2) Terinfeksi kuman yang ditularkan lewat tetesan/percikan seperti campak,
morbillli dan pertusis.
b. Penularan lewat kontak dengan pasien yang kemungkinan menjadi karier/penyebar
infeksi seperti:
1) Luka terbuka atau yang mengeluarkan caian perulen (misalnya organisme yang
multi resisten)
2) Kontaminasi melalui feces karier VRE (Vancomycine Resistan Enterococci)
3) Pasien dengan exfoliative dermatitis.
c. Pencegahan tambahan berikut ini diterapkan pada:
1) Kamar untuk satu orang, fasilitas kamar perlu disendirikan dengan tetap
mempertahankan ventilasi yang sesuai.
2) Pengelompokan pasien bisa dilakukan bila tidak tersedia kamar untuk 1 orang.
3) Penggunaan tambahan peralatan untuk melindungi dari infeksi dapat dilakukan
misalnya semua staf yang merawat pasien di ruang isolasi pernafasan (respitory
isolation) memakai masker yang pas (sebaiknya gunakan filtrasi 1 m untuk
penyakit tuberculosis)
4) Bila perlu dipasang ventilasi khusus misalnya pada ruangan dengan tekanan
udara negatif.
13
F. PENANGANAN INSTRUMEN DAN PERALATAN MEDIS LAINNYA DARI UNIT
KLINIS (PERAWATAN DAN OPD) - TIDAK TERMASUK KAMAR OPERASI
Peralatan yang tidak dibersihkan dan disterilisasi secara memadai dan kemudian digunakan
untuk prosedur invasif maupun non-invasif dapat menjadi sumber potensial terjadinya
infeksi silang dan mereka yang memperoleh patogennya dapat menularkan ke pasien
berikut.
1. Semua peralatan dan perlengkapan hendaknya dikembalikan ke Unit Sterilisasi untuk
dibersihkan dan disterilsasi.
2. Pada tiap departemen disediakan kotak-kotak plastik. Proses membersihkan pada
tingkat departemen dibatasi hanya pada proses awal menghilangkan kotoran-kotoran
yang nampak kasat mata. Saat diterima Unit Sterilisasi semua peralatan perlu dicuci
menyeluruh, dikemas dan disterilisasi. Semua peralatan yang dikembalikan ke Unit
Sterilisasi dalam hal ini termasuk peralatan “critical” dan “non critical” yang dapat
digunakan kembali dan tidak terbatas pada peralatan berikut:
a. Semua peralatan dari bahan metal yang digunakan untuk prosedur invasif.
b. Semua ventilator.
c. Semua peralatan resusitasi dan oksigen (termasuk mouth pieces).
d. Semua masker plastik.
e. Semua ear pieces (digunakan pada pasien rawat jalan).
f. Peralatan perawatan/pemeriksaan gigi (dental instrument).
g. Partus set dan obstetric forceps.
h. Botol suction.
i. Jarum-jarum akupuntur.
j. Peralatan untuk menjahit luka.
k. Peralatan colposcopy.
14
SKEMA PENANGANAN :
KASUS INFEKSI
PERAWAT PENGENDALI
INFEKSI Umpan balik dan pembahasan situasi
dilakukan bersama manajemen rumah
sakit & dokter spesialis penyakit menular
Mengkaji kejadian luar
yang merupakan perwakilan dari komite
Biasa dan melakukan
pencegahan dan penanggulangan infeksi
Tindakan/strategi
Pencegahan yang perlu
Pelaksanaan rencana
Dokumen & Data/ tindakan
Informasi mengenai KLB
Infeksi disebarluaskan
Dilakukan pengawasan terus
menerus dan evaluasi hingga KLB
teratasi
15
Adalah infeksi yang terjadi pada pasien rawat inap dimana pada waktu masuk tidak
ditemukan adanya infeksi (dalam masa inkubasi). Suatu infeksi dikatakan
nosokomial jika infeksi tersebut terjadi 48 jam atau lebih setelah masuk (dirawat).
d. Infeksi yang Didapat dari Masyarakat :
Setiap infeksi yang dijumpai pada pemeriksaan waktu masuk rumah sakit atau
terjadi kurang dari 48 jam setelah masuk (dirawat).
e. Infeksi Saluran Kemih (ISK):
1) ISK simtomatik
a) Demam lebih dari 380C dalam kesempatan tiga atau lebih dalam periode 48
jam
b) Dysuria dan atau nyeri tekan pada daerah suprapubik yang berhubungan
dengan salah satu berikut ini :
(1) Didapat jumlah organisme pathogen 105 atau lebih per milliliter dalam
urine pada pengambilan sample urine midstream, atau setiap adanya
pertumbuhan organisme yang diperoleh secara aseptik dari pengambilan
urine pada daerah suprapubik
(2) Pyuria disertai dengan jumlah sel darah putih lebih dari 10/ml pada
sample urine yang tidak disentrifuse, atau pyuria dengan jumlah sel
darah putih lebih dari 3 lapang pandang pada urine spesimen yang
disentrifuse
Pada anak < 1 tahun, gejala tersebut di atas disertai salah satu gejala berikut
tanpa penyebab lain:
Hipotermi (<370C)
Bradikardi (<100 x/menit)
Letargi
Muntah
2) ISK Asimtomatik
Infeksi ini tanpa gejala klinis seperti ISK simtomatik. Diagnosa tergantung pada
hasil biakan urine, dengan ketentuan:
a) Pasien pernah memakai kateter dalam 7 hari sebelum hasil biakan urine
(+)/tanpa kateter dengan 2 x biakan urine (+).
b) Biakan urine (+), ditemukan pertumbuhan kuman > 10 5/ml dengan jenis
kuman tidak lebih dari 2 spesies.
c) Ditemukan bakteri pada pewarnaan gram sediment urine tanpa sentrifugasi.
d) Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat.
f. Infeksi Saluran Pernafasan
1) Saluran Pernafasan Bagian Atas
Infeksi klinis pada telinga, hidung dan tenggorokan, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersamaan.
2) Saluran Pernafasan Bagian Bawah
Adanya batuk, nyeri pleuritis, demam disertai kelainan pada paru-parunya, dan
khususnya pada pasien yang mengeluarkan sputum purulen saat masuk, terlepas
dari apakah sudah ada konfirmasi dari hasil sputum kulturnya maupun dari
gambaran film dari photo thoraxnya.
g. Pneumonia
Pemeriksaan Fisik:
1) Ronchi basah dan pekak (dullness)
2) Sputum purulen
3) Isolasi kuman pada biakan dahak
Foto thorax
1) Infiltrat, konsolidasi, efusi pleura
Pada anak < 1 tahun, didapat 2 dari gejala:
1) Apneu
16
2) Takipneu
3) Mengi (wheezing)
4) Ronchi basah
5) Batuk
17
1) Kriteria 1
a) Adanya infeksi dalam darah secara signifikan terjadi dalam waktu 48 jam
setelah dirawat (48 jam setelah dilahirkan jika neonatus) ATAU
2) Kriteria 2
a) Terjadi pada pasien
b) Masuk kembali dalam waktu 10 hari setelah pulang
c) Dalam waktu 30 hari pada pasien yang dilakukan prosedur pembedahan
dengan adanya infeksi dalam darah yang berhubungan dengan infeksi luka
operasi.
d) Yang berhubungan dengan pasien bukan rawat inap (misalnya perawatan
sehari atau pasien rawat jalan)
e) Berhubungan dengan adanya kateter tetap atau
f) Terjadi dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan dimana infeksi
dalam darah berhubungan dengan infeksi luka operasinya atau
g) Terjadi dalam waktu 48 jam pada setiap prosedur medis lainnya (seperti
haemodialisis di rumah, biopsy prestate/cystoskopi di ruang konsultasi ahli
urology)
k. Gastroenteritis
Gejala klinis dari diare, muntah dan sakit perut dimana hal ini timbul setelah pasien
dirawat di rumah sakit dan hal tersebut berhubungan dengan ditemukannya kuman
patogen dalam kultur faeces.
l. Saluran Genitalia Wanita
Adanya cairan purulen pada servikal uteri yang disertai dengan baik kultur positif
dari hapusan servikal uteri maupun manifestasi infeksi sistemik.
1) Protokol Survey Terhadap Infeksi
a) Tujuan :
Survey (pengawas) terhadap infeksi adalah bagian integral program
pencegahan dan penanggulangan infeksi yang efektif. Tujuan pengawasan
adalah mengenai pengumpulan kembali data yang berkaitan dengan infeksi
nosokomial yang akurat dan dapat dipercaya.
b) Pengertian :
Survey dirumuskan sebagai pengamatan sistematik, terus menerus atas
kejadian dan penyebaran penyakit dalam satu kelompok dan atas peristiwa
atau kondisi yang meningkatkan atau menurunkan resiko kejadian penyakit.
Alasan dilakukan survey :
(1) Menetapkan informasi dasar mengenai frekuensi dan tipe infeksi
endemik yang terjadi, sehingga dapat dikenali dan diselidiki jika terjadi
perubahan tingkat kejadian infeksi nosokomial
(2) Penyebaran hasil informasi ke bagian-bagian yang sesuai untuk
mendorong pengurangan tingkat kejadian infeksi. Sebagai akibatnya,
masa tinggal di rumah sakit, penderitaan pasien dan biaya perawatan di
rumah sakit dapat diturunkan
(3) Untuk mengevaluasi efek kebijakan dan prosedur pencegahan yang
dilakukan secara rutin
(4) Hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk memperkuat praktek
pencegahan infeksi. Misalnya meningkatnya kejadian infeksi silang dapat
menjadi pendorong tehnik cuci tangan yang optimal
c) Kegiatan Survey terdiri atas :
(1) Menentukan kejadian-kejadian yang perlu diperiksa
(2) Mengumpulkan data yang berkaitan
(3) Mengkonsolidasikan dan mentabulasi data
(4) Analisis dan interpretasi data
(5) Menyebarluaskan data
d) Unsur-Unsur Kegiatan Survey
18
(1) Pengumpulan Data
Merumuskan jenis kegiatan kejadian yang hendak diteliti. Misalnya
merumuskan luka infeksi dengan purulen discharge (pengeluaran cairan
luka) dengan atau tanpa kultur positif (mengacu pada rumusan atau
definisi sebelumnya).
Data minimum yang diperlukan. Nama, usia, No. MR, unit bangsal, tanggal
masuk, tanggal munculnya infeksi pertama kali, organ tubuh yang terkena
infeksi, organisme yang terkultur dan kepekaan.
Denominator untuk menghitung tingkat kejadian infeksi. Harus diketahui
jumlah pasien yang beresiko. Misalnya tingkat infeksi karena luka operasi,
denominatornya adalah jumlah pasien yang menjalani operasi bedah
dalam waktu tertentu tanpa memandang lama masa rawat inap.
(2) Sumber Data
(a) Nomor RM Pasien
(b) Laporan Patologi
(c) Kunjungan ke ruangan – grafik temperatur, antibiotik dsb
(d) Pengamatan pada pasien
(e) Pembicaraan dengan staf, perawat dan pasien
(3) Mengkonsolidasi dan mentabulasi data :
Menghitung dan mendaftar jumlah infeksi dengan menggunakan tabulasi
tunggal.
(4) Menghitung tingkat kejadian infeksi :
Numerator = jumlah infeksi
Denominator = jumlah pasien beresiko
(5) Analisis :
Membandingkan tingkat kejadian infeksi dalam satuan waktu dengan
memakai perbandingan tingkat infeksi yang baru terjadi dengan yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Penyimpanan dari tingkat baseline
mengidentifikasikan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut.
(6) Interpretasi :
Dari informasi yang ditabulasi dan dianalisis diperoleh makna yang
mungkin bisa bervariasi dari tidak adanya perubahan nyata dalam tingkat
infeksi hingga terdeteksinya kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa
infeksi dalam rumah sakit.
(7) Pelaporan Data :
Data yang ditabulasikan dianalisis dan ditafsirkan perlu disebarluaskan
kepada mereka yang perlu menegtahuinya.
e) Metode Pelaporan Infeksi
(1) Anggota staf keperawatan yang pertama kali melihat infeksi bertanggung
jawab melengkapi rincian pada lembar pemberitahuan infeksi dan
menempatkannya pada kolom pencegahan dan penanggulangan infeksi
(2) Laporan mikrobiologi dari pelayanan patologis
(3) Rekaman atau catatan akan dikaji ulang oleh perawat pengendali infeksi
(4) Karyawan akan memperoleh umpan balik mengenai tingkat infeksi
melalui sub-komite pengendali infeksi
f) Petunjuk Pengisian Lembar Laporan Infeksi
(1) Luka Operasi (ACHS Clinical Indicator 5.1 & 5.2)
(a) Luka awal operasi – gambaran perjalanan operasi
(b) Gejala-gejala – adanya panas badan, tanggal terjadinya, keluhan rasa
sakit pada luka, kemerahan, rasa nyeri bila disentuh, peradangan
pada luka.
(c) Tanggal terjadinya – tanggal pertama diketahui adanya cairan purulen
pada luka operasi
19
(d) Faktor resiko – misalnya usia, adanya infeksi disekitar luka operasi,
adanya penyakit yang diderita seperti: diabetes, operasi yang
berlangsung lebih dari 2 jam, obesitas, adanya faktor penyulit pada
haemostasis.
(e) Pemberian Profilaktik – antibiotik profilaktik, mandi atau dicuci
dengan ciaran antiseptik sebelum operasi.
(f) Klasifikasi luka operasi
Note : Pada waktu menghitung angka infeksi luka operasi, maka semua
pasien yang dilakukan tindakan operasi disebut sebagai denominator dan
semua pasien yang mengalami infeksi luka operasi disebut sebagai
numerator.
Tindakan pembedahan didefinisikan sebagai tindakan yang termasuk
dalam prosedur terapeutik dimana terdapat suatu luka yang nampak
yang mungkin dapat dilakukan tanpa dengan bantuan instrumen khusus
pada periode pasca operasi.
Jadi semua prosedur endoskopi tidak termasuk dalam prosedur intra
cavity seperti melalui :
Per oral
Aural
Nasal operasi
Urethral
Vaginal
Anal
20
(f) Kemungkinan tempat terdapatnya – berhubungan dengan waktu
terjadinya dari gejala yang timbul dan posedur invasive yang
dilakukan, hasil kultur kuman. Baik endosgenous maupun yang di
dapat dari rumah sakit.
(3) Phlebitis
(a) Lamanya pemberian terapi IV
(b) Alasan pemberian terapi – hydrasi obat intravena
(c) Berat ringannya – kemerah-merahan, adanya pus di sekitar tusukan,
cellulitis
(d) Pengobatan
(4) Infeksi Pada Neonatus
(a) Tanggal lahirnya
(b) Tipe kelahirannya
(c) Jelaskan perawatan segera setelah lahir
(d) Jelaskan pengeluaran/lesi yang timbul
(e) Hasil mikrobiologi & kultur
(f) Pengobatan
(g) Faktor predisposisi
(5) Bacteremia
(a) Gejala-gejalanya
(b) Tanggal terjadinya (sebelum atau setelah masuk) – merujuk pada
definisi
(c) Faktor predisposisi
(d) Pengobatan
(e) Hasilnya
Data yang diperoleh harus memenuhi ACHS Clinical Indicator No.5.3
1) Jumlah pasien dengan bacteremia
2) Jumlah yang pulang dalam periode penelitian
21
f. Jika dokter bedah meminta rambut kepala disishkan maka rambut perlu dijepit atau
diberi krim depilatory (bukan dicukur) sesaat sebelum operasi. Meningkatnya
resiko berkaitan dengan pencukuran rambut selama ini dianggap akan
menimbulkan perlukaan mikro pada kulit yang kemudian memberikan kesempatan
bakteri untuk berkembang biak.
g. Jika pasien memiliki luka bakar, kena potong, tergores atau gatal-gatal sebelum
operasi pembedahan, maka dokter bedahnya perlu diberitahu karena mungkin
operasinya perlu ditunda
h. Jika pasien masuk ruang operasi pada pagi sebelum operasi sebaiknya pasien sudah
membersihkan seluruh badan dengan produk antibakteri. Beberapa rumah sakit
mungkin melakukan persiapan tertentu pada kulit sebelum operasi di ruang praktek
dokter.
3. Saran-Saran Lain untuk Mencegah Terjadinya Luka pada Area yang Dioperasi
a. Pastikan pasien menerima makanan (gizi) yang baik sebelum dan setelah operasi
untuk meningkatkan kesembuhan luka operasi.
b. Masa tinggal di rumah sakit harus di jaga seminimum mungkin
c. Diabetes perlu dikontrol dengan baik
d. Penggunaan nikotin akan menunda kesembuhan luka dan meningkatkan resiko
infeksi (meskipun penelitian belum menunjukkan hasil jelas akan hal ini)
22
5. Pencegahan Standar
a. Tujuan :
Sesuai dengan konsep “Tindakan Pencegahan Standard”, maka semua darah dan
cairan tubuh dianggap berpotensi menyebebkan infeksi. Atas alasan ini, perlu ada
tindakan tertentu saat membersihkan semua bagian atau bidang dalam lingkup
rumah sakit.
b. Isi Kebijakan :
1) Sarung tangan sekali pakai dikenakan tiap kali melakukan kegiatan kebersihan
terutama bila terdapat tetesan cairan tubuh (misalnya darah, feces, urine)
2) Benda-benda tajam tidak boleh dipungut oleh anggota staf tapi dilaporakan ke
pimpinan unit.
3) Jangan membersihkan di ruang yang Anda tidak bisa melihat selalu gunakan
peralatan.
4) Sarung tangan tebal harus dikenakan saat menangani semua kantong-kantong
sampah. Semua luka karena tertusuk jarum atau pisau dan sebagainya harus
dilaporkan segera pada Koordinator Pengendali Infeksi.
5) Para staf diminta berpartisipasi dalam program imunisasi Hepatitis B yang
dilakukan rumah sakit.
6) Adalah penting untuk mengenakan alat pelindung mata. Alat ini perlu tersedia
pada tiap trolley kebersihan untuk digunakan selama prosedur tindakan dimana
mungkin terjadi semprtan atau cipratan saat melakukan kebersihan, misalnya
cipratan saat membersihkan mesin atau membersihkan toilet.
6. Instruksi Untuk Membersihkan Peralatan
a. Tujuan :
Memastikan bahwa kegiatan membersihkan, bahan kimia pembersih, peralatan dan
perawatan peralatan kebersihan ditangni secara konsisten sehingga mencegah
resiko infeksi silang yang berkaitan dengan standard kebersihan.
b. Equipmen Pembersih Dan Pemeliharaan
Seharusnya semua peralatan kebersihan diberi kode warna sebagai berikut :
1) Hijau – dapur
2) Putih/kuning – kamar operasi
3) Merah – daerah basah
4) Biru – daerah umum
c. Pelaksanaan Kebersihan
1) Semua permukaan yang dibersihkan dalam rumah sakit harus berlangsung dari
bagian atas ke bawah.
2) Semua kegiatan damp dusting harus dilakukan dengan menggunakan ember
kecil air panas dan deterjen serta kain bersih. Cara semprotkan dan menggosok
tidak dianjurkan karena alasan-alasan berikut :
a) Surfactant dalam larutan tidak benar-benar teraktifkan oleh air panas,
larutan itu selalu dingin
b) Kain-kain lap tidak benar-benar terbilas oleh karena itu mikroba organisme
atau kotoran berpindah dari satu sisi ke sisi lain.
c) Menyemprot larutan sebetulnya malah membuat mikro organisme dan
larutan menjadi bersifat aerosol. Suatu produk bila disemprotkan akan
terhirup anggota staf ini adalah bahaya K-3 bagi staf.
Tidak dianjurkan menyapu lantai menggunakan sapu dan mengeringkan debu
menggunakan fluffy dusters atau pengepel lantai bertangkai antistastik.
23
Sesuai dengan konsep Pencegahan Standar maka perlu diasumsikan bahwa semua
darah dan cairan tubuh secara potensial menimbulkan infeksi. Untuk alasan ini perlu
dilakukan perawatan khusus saat membersihkan semua wilayah dalam rumah sakit.
2. PRINSIP– PRINSIP MEMBERSIHKAN RUANG BEDAH
a. Cara membersihkan dan peralatan yang digunakan tidak berbeda dari yang
digunakan dalam membersihkan bagian-bagian dalam rumah sakit yang kurang
beresiko tinggi. Kalau pun ada perbedaan dalam membersihkan maka itu dalam hal
frekuensi atau tingkat keseringan membersihkan.
b. Lantai ruang bedah harus dibersihkan beberapa kali sehari. Biasakan
membersihkan sesuai jadwal. Membersihkan tembok berbeda dari membersihkan
lantai. Tembok yang nampak bersih beban mikrobanya atau kandungan mikrobanya
sangat kecil dan sulit dibuang. Tembok harus segera dibersihkan jika tampak kotor
tapi bila tembok bersih maka membersihkannya tidak perlu terlalu sering, misalnya
1 – 3 bulan bulan sekali.
c. Lampu ruang bedah tidak perlu diberi minyak seperti jaman dulu tapi perlu dilap
bersih dan bebas debu tiap pagi hari.
d. Semua kain, pel, sikat dan ember harus benar-benar bersih dan kering sebelum
digunakan. Sebaiknya kepala pel bertangkai yang dapat dilepaskan, dicuci tiap kali
habis digunakan.
e. Larutan yang digunakan untuk membersihkan secara umum harus dibuat tepat
sebelum digunakan, untuk memastikan bahwa dalam membersihkan itu digunakan
bahan pembersih dengan konsentrasi larutan yang tepat. Pilihan bahan pembersih
ditentukan oleh kemampuan membersihkan, residu dan biaya yang minim.
24
d. Setiap proses penanganan sampah klinis harus :
1) Tangani sampah seaman mungkin dengan memperhatikan keamanan dan
kesehatan kerja.
a) Ubah sifat sampah untuk membuatnya menjadi tidak dikenali.
b) Kurangi volume sampah semaksimal mungkin.
c) Gunakan proses kontrol otomatis yang bisa mengontrol terus menerus,
mencatat dan menutup secara otomatis.
2) Cara penanganan atau pembuangan (atau keduanya) sampah klinis dan sampah
terkait adalah :
a) Membakar sampah dengan menggunakan mesin incinerator.
b) Menghancurkan (dengan memakai disinfektan dalam gelombang mikro,
bahan kimia atau pemanasan kering).
c) Membasahi dan memanaskan kering.
d) Pengawasan tempat pembuangan.
3) Para kontraktor harus mencari informasi dari pembuat aturan mengenai
masalah pembuangan karena tidak semua proses penanganan sampah sesuai
dengan tiap kategori sampah.
e. Penanganan Sampah Klinis
JENIS CARA PEMBUANGAN
1. Benda-benda tajam, - Jarum tidak boleh dibengkokkan untuk ditutup lagi,
yaitu jarum, tabung dipatahkan atau dipisahkan dari spuitnya setelah
suntik, pisau bedah, silet digunakan.
yang telah digunakan - Buang secara teratur dalam wadah atau tempat yang
dan benda tajam lain tahan terhadap tusukan jarum atau benda tajam lain.
yang terkontaminasi. Wadah atau tempat ini harus sesuai dengan AS 4031 –
( tempat yang tidak dapat digunakan lagi ) atau AS.NZ
4261 ( tempat yang dapat digunakan kembali).
- Tempat sampah itu harus diletakkan secara tepat pada
ketinggian antara 1,1 dan 1,3 meter sehingga dapat
dilihat dengan mudah saat dibuka.
- Wadah itu harus berada trolley dan atau terpajang di
tembok.
- Wadah itu tidak boleh diletakkan langsung diatas lantai
karena bisa terjangkau anak-anak.
- Bila wadah itu penuh dengan peralatan tajam bekas
pakai perlu ditutup dan dibuang ke tempat pengumpulan
sampah atau pembuangan sampah.
- Benda atau peralatan tajam dibuang setelah ada
pernyataan persetujuan yang mengatur cara
pembuangan.
- Gunting khusus perlu disediakan di ruang peralatan
kotor untuk memudahkan memotong bagian tajam dari
iv set.
NB : Jika suatu benda tidak sengaja masuk dalam wadah
atau tempat peralatan tajam, jangan berusaha
mengambilnya. Tutup dan plester wadah itu dan beri
identitas. Hubungi Koordinator Pencegahan dan
penanggulangan infeksi.
2. Termasuk bahan atau - Tempatkan dalam wadah kuning atau kantong yang
larutan yang teraliri menunjukkan simbol internasional warna hitam bahaya
oleh darah. Urine dan biologi.
faeces hanya jika nyata-
nyata terkontaminasi - Saat kantong atau keranjang sampah yang penuh itu
darah. dibuang dan dibawa ke tempat pembuangan atau
25
JENIS CARA PEMBUANGAN
pengumpulan sampah.
- Sampah klinis dibuang setelah ada pernyataan persetujuan
yang mengatur cara pembuangan.
3. Sampah jaringan/ - Semua jaringan tubuh perlu diberi tempat atau wadah,
patologis diberi label dan dikirim ke bagian patologi untuk
pemeriksaan. Pembuangan melalui pelayanan di bagian
patologi.
- Setelah diperiksa plasenta dimasukkan ke dalam kantong
plastik kuning dengan tanda bahan berbahaya (biohazard)
dan dibuang dengan cara dibakar.
- Bagian tubuh yang dapat diidentifikasi yang tidak dikirim
ke bagian patologi perlu dimasukkan dalam kantong plastik
kuning dan dibuang seperti cara membuang plasenta.
4. Sampah Cytotoxic - Tempatkan dalam wadah ungu yang ada simbol telophase
dan ditandai sebagai sampah cytotoxic.
- Semua sampah cytotoxic dibuang dengan cara dibakar.
5. Sampah Umum - Semua sampah yang tidak termasuk dalam kategori
tersebut diatas dibuang dalam kantong sampah plastik
warna hitam.
- Bila penuh, kantong itu ditutup rapat dan dibuang ke
area pembuangan sampah umum.
- Pembuangannya melalui tempat pembuangan (dipendam
di tanah).
26
4. Linen yang telah dimasukkan ke dalam kantong plastik, harus dilepas dan disimpan
hati-hati, anggota staff perlu mengenakan peralatan pelindung diri. Linen tersebut harus
dicuci terpisah.
5. Item yang sangat kotor harus dicuci terpisah dari item lainnya, contohnya linen yang
dimasukkan dalam kantong ganda (rangkap dua), kain lap pembersih, kain pel dan
sebagainya.
6. Mesin cuci harus dibersihkan dengan seksama setelah dipakai mencuci item yang sangat
kotor --- gunakan disinfektan berbahan dasar klorin.
7. Mendisinfeksi Linen:
Dianjurkan memakai thermal disinfeksi. Suhu air harus antara 65° - 71° C (65° C untuk
selama 10 menit, 71° C selama 3 menit). Proses ini perlu diawasi secara teratur.
Prosedur pengeringan dan penyetrikaan selanjutnya meningkatkan proses disinfeksi.
8. Setelah dikeringkan dan disetrika, linen segera dimasukkan dalam tempat penyimpanan
untuk mencegah kontaminasi.
27
Makanan Peralatan Penanganan Makanan
dingin secara tidak bisa dibersihkan. dan kontaminasi silang
memadai. Penyiapan alat makan bila tangan tidak segera
Pendinginan makanan yang tidak dibersihkan dicuci.
panas secara perlahan- dengan benar. Tidak menutup luka
lahan atau tidak Peralatan makan seperti kena potong atau iris
memadai. pemotong daging dan atau lesi pada tangan
Kontaminasi silang atau sikat-sikat untuk cetakan dengan sarung tangan
tetesan makanan mentah kue yang tidak tahan air akan
kedalam makanan dibersihkan dengan menyebabkan
matang : karena benar. kontaminasi silang.
pemisahan yang buruk Mangkok, peralatan Tidak memakai sarung
dan makanan tidak masak yang tidak tangan saat menangani
ditutup. dibersihkan menjadi makanan yang tidak
Menggunakan makanan tempat berkumpulnya dipanasi lagi akan
mentah beresiko tinggi cairan dan kotoran. membuat makanan
dalam minuman, Membersihkan peralatan terkontaminasi dengan
mayonnaise dan kain-kain lap, pel, tea mikroba endogen.
sebagainya, misalnya towels dapat Tidak memakai topi dan
menggunakan telur menyebabkan penutup janggut akan
mentah. kontaminasi silang jika membuat makanan
tidak dilakukan dengan kemasukan rambut.
benar. Bekerja di dapur pada
Kardus, kantong-kantong saat staf tersebut sedang
hessian dan jerami mengalami diare dan
membawa tanah, muntah-muntah atau
mikroba dan serangga ke gangguan pernafasan
dalam dapur. akan secara potensial
membuat makanan
terkontaminasi.
Fasilitas mencuci tangan
yang tidak memadai
akan membuat orang
tidak terdorong mencuci
tangan dengan benar
5. PencegahanStandar
Semua darah dan cairan tubuh lain harus diperlakukan sebagai sumber infeksi yang
potensial. Untuk hal ini sarung tangan harus dikenakan oleh staf bagian gizi saat
menangani piring dan cangkir serta peralatan makan yang habis dipakai. Peralatan yang
kotor harus terlebih dulu ditempatkan langsung dalam bak cuci piring untuk disanitasi.
Staf yang memiliki luka atau lecet-lecet pada tangannya harus dipastikan agar yang
bersangkutan telah mengenakan plester kedap air untuk lesi yang dimiliki, yang bersifat
tahan air – selain itu harus mengenakan sarung tangan setiap saat.
6. Petunjuk Perlindungan Terhadap Makanan
Agar tetap hidup dan berkembang biak bakteri memerlukan kondisi sebagai berukut :
a) Nutrisi
b) Air
c) Suhu yang tepat – bakteri akan menggandakan diri pada suhu antara 5 0 C – 600C.
d) Nilai Ph
e) Waktu
f) Tersedianya oksigen
28
Secara alamiah, semua makanan mengandung nutrisi dan air. Oleh karena itu untuk
mencegah pertumbuhan bakteri, orang yang menangani makanan harus mengendalikan
suhu makanan. Bakteri yang secara normal dapat dijumpai pada makanan tertentu tidak
dapat tumbuh dan menggandakan diri jika makanan didinginkan dibawah 4 0C atau
dipanaskan diatas 600C.
7. Petunjuk Pelaksanaan :
29
KEBIJAKAN
RINCIAN PELAKSANAAN
TERKAIT
Penyimpanan Semua makanan yang cepat membusuk
yang sekarang tidak sedang diolah
harus disimpan pada suhu dibawah 50C.
30
KEBIJAKAN
RINCIAN PELAKSANAAN
TERKAIT
pada suhu ini selama 2 menit. Catat
suhu makanan sebelum disajikan.
Mendinginkan 1. Makanan matang harus
makanan panas didinginkan dari suhu 600C ke
suhu 210C dalam dua jam dan dari
suhu 200C ke suhu 50C atau kurang
dalam waktu kurang dari 4 jam.
Oleh karena itu, makanan harus
didinginkan dibawah 50C dalam
waktu 6 jam.
2. Mendinginkan sup dan bubur
memerlukan pengawasan suhu
yang ketat selama proses
pendinginan. Untuk dapat
melakukan hal ini dengan baik dan
aman, makanan perlu dimasukkan
dalam wadah-wadah kecil karena
hal ini dapat mempercepat proses
pendinginan selain juga dapat
memastikan bahwa makanan tidak
perlu dimasukkan dalam lemari es.
Jika dimasukkan dalam lemari es
akan menambah suhu internal
dalam makanan dan membuat
makanan secara potensial
berbahaya atau beresiko.
3. Makanan yang sudah siap perlu
diperiksa suhunya untuk
memastikan bahwa suhu yang
diperlukan terpenuhi selama
proses dan sebelum dimasukkan
dalam lemari es.
Memanaskan ulang Makanan harus dipanaskan lagi pada
makanan suhu awal 750C secepat mungkin dan
suhu harus dijaga sedemikian selama
dua menit. Kuah dari daging harus
tetap jernih. Sup dan bubur yang
hendak dipanaskan harus direbus
kembali selama 5 menit. Proses
memanaskan kembali harus
diselesaikan dalam satu jam setelah
dimulai.
Panaskan kembali dalam jumlah
kecil
Aduk makanan untuk mempercepat
proses pemanasan. Gunakan
microwave jika mungkin.
Semua makanan bervitamin perlu
dipanaskan pada suhu minimal 750 C
secepat mungkin. Pasien yang
menerima makanan dengan tekstur
31
KEBIJAKAN
RINCIAN PELAKSANAAN
TERKAIT
yang telah diubah dilayani lebih
dahulu.
32
KEBIJAKAN
RINCIAN PELAKSANAAN
TERKAIT
memastikan bahwa barang-barang
yang retak, terbakar atau rusak tidak
digunakan lagi.
4. Semua peralatan yang disimpan
untuk menyiapkan makanan perlu
diletakkan dalam posisi terbalik
untuk mencegah pengumpulan
kotoran dan / atau partikel
makanan.
Q. KEGIATAN LAIN
1. Menyusun SOP PPI.
2. Melakukan koordinasi dengan unit kerja terkait, menetapkan upaya/program
pencegahan infeksi nosokomial unit kerja.
3. Memantau pelaksanaan :
a. Surveilans infksi nosokomial secara aktif dan terus menerus pada Px rawat inap (IV,
ILO, ISK).
b. Pelaksanaan kewaspadaan universal.
c. Sterilisasi.
4. Memantau pelaksanaan upaya pencegahan infeksi nosokomial dan evaluasi hasil
pemeriksaan sarana / peralatan yang berkaitan dengan infeksi nosokomial di unit kerja
bila perlu ditindak lanjuti.
5. Melaksanakan pengembangan dan pendidikan PPI bagi staf PPI dan staf RS yang lain, di
dalam maupun diluar Rumah Sakit.
6. Menyebarluaskan informasi hal-hal yang berkaitan dengan infeksi nosokomial, melalui
program sosialisasi dan orientasi PPI kepada karyawan baru Rumah Sakit.
7. Melaksanakan pertemuan berkala rapat kerja sesuai jadwal yang telah disepakati :
a. Komite PPI
b. Pelaksana Harian PPI unit kerja.
c. Komite PPI dengan komite Medik.
8. Menyusun rencana anggaran, program dan kegiatan Komite PPI sesuai tahun anggaran
Rumah Sakit.
9. Membuat kesepakatan tentang pedoman penggunaan antibiotik melalui kerjasama
dengan unit laboratorium dan panitia Farmasi dan Terapi.
10. Menyusun pedoman penggunaan antiseptik & desinfektan melalui kerjasama dengan
unit Farmasi.
11. Menyusun laporan kegiatan Komite PPI kepada Direktur Rumah Sakit melalui komite
medik sesuai jadwal.
12. Seluruh kegiatan tentang sterilisasi di sentralkan ke unit sterilisasi di OK.
R. SASARAN
Yang dimaksud dengan sasaran di sini adalah seluruh satuan kerja baik unit maupun
pelayanan yang terkait dengan infeksi RS. Meliputi :
1. Ruang rawat inap
2. Unit Rawat Jalan
a. Unit Rawat jalan spesialis dan umum.
b. Instalasi Gawat darurat
3. Unit Kamar Operasi
4. Sub-unit Laboratorium
5. Unit Farmasi.
33
6. Pelayanan sentral farmasi
7. Komite K-3 Rumkital
8. Laundry/Pencucian
9. Unit radiology
Unit kerja seperti tersebut diatas, bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit
untuk itu masing-masing unit/pelayanan tersebut mempunyai pedoman kerja
tersendiri, upaya/prsedur pencegahan infeksi nosokomial menjadi salah satu dalam
cakupan kegiatannya.
34
BAB V LOGISTIK
35
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
G. SISTEMPENCATATANDANPELAPORAN
1. Laporan kejadian luar biasa(KLB)
2. Laporan hasil surveilance
3. Tindak lanjut dari pelaporan:
a. Tingkat risiko rendah dan moderat: investigasi sederhana oleh bagian/unit yang
terkait insiden (5W:what,who,where,when,why).
b. Tingkat risiko tinggi dan ekstrim:Root Cause Analysis (RCA)yang dikoordinasi oleh
Komite PPI.
4. Komite PPIRS melakukan rekapitulasi laporan angka infeksi pasien dan analisisnya
setiap tiga bulan kepada direksi RS
H. PENERAPANINDIKATOR PPI.
1. Komite PPIRS menetapkan indicator kinerja berdasarkan atas pertimbangan high risk,
high impact, high volume,prone problem.
2. Komite PPIRS menjelaskan definisi operasional, frekuensi pengumpulan data, periode
analisis, cara perhitungan, sumber data, target dan penanggung jawab.
3. Komite PPIRS bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan kesinambungan
penerapan indicator pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit.
36
4. Komite PPIRS bertanggung jawab dalam proses pengumpulan data, analisis dan
memberikan masukan kepada Direksi berdasarkan pengkajian tersebut.
5. Indikator dikumpulkan dan dianalisis setiap bulan. Setiap tiga bulan indicator dianalisis
dan difeed backkan kepada unit terkait.
6. Jumlah indicator keselamatan pasien perlu ditinjau ulang setiap 3 tahun sekali
I. ANALISIS AKARMASALAH
1. Dalam rangka meningkatkan mutu dan upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi,RS menerapkan metode root cause analysis (RCA) atau analisa akar masalah,
yaitu suatu kegiatan investigasi terstruktur yang bertujuan untuk melakukan
identifikasi penyebab masalah dasar dan untuk menentukan tindakan agar kejadian
yang sama tidak terulang kembali.
2. Agar penemuan akar masalah dan pemecahan masalah mengarah pada sesuatu yang
benar, maka perlu dibentuk tim RCA yang berunsurkan: dokter yang mempunyai
kemampuan dalam melakukan RCA, unsure keperawatan, dan SDM lain yang terkait
dengan jenis insiden keselamatan pasien yang terjadi.
3. Dalam melakukan RCA langkah langkah yang diambil adalah membentuk tim RCA,
observasi lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi pustaka, melakukan asesmen
dan diskusi untuk menentukan factor kontribusi dan akar masalah.
4. Hasil temuan dari RCA ditindaklanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar kejadian yang
sama tidak terulang kembali.
37
BAB VII KESELAMATAN KERJA
D. SANITASI RS
1. Penatalaksanaan Ergonomi
2. Pencahayaan
3. Pengawaan dan pengaturan udara
4. Monitoring Suhu dan kelembaban tiap pergantian sift dan dicatat di dalam lembar
observasi pada unit tertentu.
5. Dilakukan kultur bahan steril serta dinding dan area nol kamar operasi
6. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman serta penyimpanan bahan
makanan
7. Penyehatan air, dilakukan uji baku mutu air
8. Penyehatan tempat pencucian, alur di unit loundry
38
a. Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.
b. Pelatihan penanggulangan bencana.
c. Simulasi penanggulangan bencana
d. Pelatihan penggunaan APD
e. Pelatihan surveilens
f. Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi
g. Pelatihan pemadaman api dengan APAR.
h. Pelatihan bagi regu pemadam
i. Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran
j. Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.
k. Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.
2. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau Intansi lain
bagi personil K3.
3. Upaya promotif dan edukasi
a. Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan.
b. Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya
c. Surveilens
1) Phlebitis
2) ILO
3) ISK
4) Kepatuhan kebersihan tangan.
d. Upaya promotif PPI :
1) Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau wastafel
2) Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
3) Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya .
4) Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek
5) Pemasangan gambar etika batuk
e. Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi .
1) Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di sub unit sterilisasi
2) Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi
f. Pembuatan ruang kohort :
1) Kohort kontak infeksi
2) Kohort droplet infeksi
3) Kohort air borne infeksi
4) Kohort imunosupresif
g. Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.
39
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
41
BAB IX PENUTUP
Pedoman kerja Komite PPI telah disusun dan ditetapkan sebagai acuan dan pedoman bagi staff
dan anggota Komite PPI dalam melaksanakan pencegahan dan penanggulangan infeksi.
Pedoman ini merupakan pokok-pokok pemikiran yang perlu dijabarkan/dikembangkan, agar
dapat dijadikan pegangan oleh semua petugas unit kerja yang terkait.
Guna mewujudkan maksud tersebut pedoman dilengkapi dengan SOP PPI, dengan harapan unit
kerja dapat melaksanakan sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan.
Hal ini akan menunjang upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi Rumah Sakit pada
umumnya, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pelayanan, pengurangan hari perawatan
serta sarana dan biaya rumah sakit.
Tidak kalah pentingnya adalah pengendalian penggunaan obat antibiotik sesuai standar / jenis
antibiotik yang digunakan di Rumah Sakit. Hal ini mengingat adanya resistensi obat antibiotika
yang makin meningkat, diharapkan dengan adanya kebijakan obat antibiotika akan terjadi
penurunan angka resistensi kuman secara nyata.
Pedoman dapat diperbaiki sesuai kebutuhan dan perkembangan di. Untuk itu diharapkan
partisipasi semua pihak bagi penyempurnaannya. Harapan kami semoga pedoman ini dapat
menjadi salah satu sarana bagi Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan kinerja layanan
melalui kinerja Komite PPI.
Semoga Tuhan senantiasa memberkati dan menyertai pelayanan kita.
42
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI: Dirjend Pelayanan Medik Spesifik 2001. Pedoman Pencegahan dan penanggulangan
infeksi di Rumah Sakit.
43