Anda di halaman 1dari 31

PEMERINTAH KABUPATEN SIMALUNGUN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN


Jl. Radjamin Purba, SH Telepon (0622) 7076032

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN


KABUPATEN SIMALUNGUN
NOMOR: 800.045 /186/ 331 / 2022
TENTANG
PANDUAN PASIEN TERMINAL
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN
SIMALUNGUN
Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan sebagai institusi
yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan harus mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu untuk mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya;
b. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit
diperlukan adanya buku Panduan Pasien Terminal di Rumah Sakit
Umum Daerah Perdagangan yang ditetapkan dalam Surat
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan

Mengingat : 1. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009


tentang Kesehatan;
2. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
3. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004
tentang Praktek Kedokteran;
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1165
A/MENKES/SK/X/2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah
Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan no 290/MENKES/Per/III/ tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
6. Surat Keputusan Pimpinan Bupati Simalungun
No.188.45/3101/27.3/2022 tentang Pengangkatan Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : PERATURAN DIREKTUR TENTANG PANDUAN PASIEN


TERMINAL
Pasal 1
Panduan Pasien Terminal di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan digunakan untuk panduan
bagi perawatan pasien terminal di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan

Pasal 2
Pada kondisi pasien terminal perilaku dokter, perawat, petugas kesehatan yang lain, di Rumah
Sakit Umum Daerah Perdagangan harus diupayakan memahami dan mendukung pemenuhan
kebutuhan unik pasien pada kondisi terminal( memberikan respon pada hal psikologis, emosional,
spiritual, dan budaya dari pasien dan keluarganya)

Pasal 3
1) Pasien yang mengalami kondisi terminal dan atau keluarganya dilakukan asesmen dan
asesmen ulang untuk mengetahui beberapa gejala kondisi dan dilakukan evaluasi
2) Tata laksana penetapan pasien kondisi terminal dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab
Pasien (DPJP).
3) Pemberian edukasi tentang kondisi terminal dan manfaat resusitasi kepada pasien dan atau
keluarga pasien dilakukan oleh DPJP
4) Tindakan yang memerlukan persetujuan pasien/ keluarga/ wali sah pasien didokumentasikan
pada lembar informed consent.
5) Dokumentasi pelayanan pasien tahap terminal terdapat pada formulir asuhan keperawatan
pada pasien tahap terminal dan disimpan dalam Dokumen Rekam Medis (DRM) pasien.

Pasal 4
1) Seluruh kegiatan pelayanan yang disebutkan akan diatur lebih lanjut dalam Panduan Pasien
Terminal sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Direktur ini.
2) Peraturan Direktur ini berlaku mulai tanggal ditetapkan

Ditetapkan di : Perdagangan
Pada Tanggal : 23 Maret 2022
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan
Direktur,

dr. Lidya Rayawati Saragih, M.Kes


NIP : 197009242007012003
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PERDAGANGAN
NOMOR:
800.045 /186.1/ 331 / 2022
TENTANG PANDUAN
PASIEN TERMINAL

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada orang dewasa
maupun anak setiap tahunnya terus meningkat. Sedangkan, pelayanan kesehatan saat ini
belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut,
terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan
tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah
fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga
mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
keluarganya.
Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin. Pada
perawatan pasien dalam kondisi terminal menekankan pentingnya integrasi perawatan lebih
dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik. Pasien dalam tahap
terminal dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif
atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual
dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian.
Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota
keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.
Sangat penting diketahui untuk kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara
menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang
menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat seperti
memberikan perhatian yang lebih terhadap pasien sehingga pasien dan keluarga dan ikhlas
dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.
Untuk meningkatkan pelayanan akan kebutuhan yang unik ini rumah sakit diperlakuan suatu
Panduan. Buku panduan tersebut diharapkan dapat menjadi pegangan atau acuan dalam
memberikan pelayanan terhadap pasien tahap terminal secara komprehensip dan juga terhadap
pasien dalam kondisi sakaratul maut.

B. PENGERTIAN
1. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana
terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi kesehatan
terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan kematian
dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk memperpanjang atau
mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama proses penderitaan atau
sekarat pasien
2. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin
memburuk
3. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat
maupun sakit.
4. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi
(jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel.
5. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan neuron otak
yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal,
paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
6. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan serebelum.
7. Alat Bantu Napas (Ventilator) adalah alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
8. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup.
9. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup.
10. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup (Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan hidup (Witholding life
support).
11. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin
dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary)
terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan
informasi yang cukup (informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
12. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada resipien.
13. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau mempertahankan
kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan
terhadap pasien dan keluarga pasien.

2. Tujuan Khusus
a. Menghargai nilai yang dianut oleh pasien, agama dan preferensi budaya.
b. Mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam aspek pelayanan kesehatan.
c. Memberikan respon pada hal psikologis, emosional, spiritual, dan budaya dari pasien
dan keluarganya.
d. Menghilangkan/ mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi.
e. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna.
f. Membantu klien menerima rasa kehilangan.
g. Membantu kenyamanan fisik “ Mempertahankan harapan”.

D. SASARAN
1. Pihak Internal Sasaran internal dalam hal ini adalah petugas medis maupun non medis
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan yang menangani pasien.
2. Pihak Eksternal Sasaran eksternal dalam hal ini adalah pasien dan keluarga pasien
BAB II
DASAR TEORI
A. PERMASALAHAN PASIEN TAHAP TERMINAL
Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis,
maupun sosial-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara
lain :
1. Problem Oksigenisasi adalah respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan
cheynestokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental, agitasi-gelisah, tekanan
darah menurun, hipoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.
2. Problem Eliminasi adalah Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltik,kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi,
inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit
(misalnya: Ca Colon), retensiurin, inkontinensia urin terjadi akibat penurunan
kesadaran atau kondisi penyakit (misalnya: trauma medulla spinalis), oliguri terjadi
seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit (misalnya: gagal ginjal).
3. Problem Nutrisi dan Cairan adalah asupan makanan dan cairan menurun, peristaltik
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecahpecah, lidah kering
dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan
menurun.
4. Problem suhu adalah ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
5. Problem Sensori adalah Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat
mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun,
kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi
menurun.
6. Problem nyeri adalah ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan.
7. Problem Kulit dan Mobilitas adalah seringkali tirah baring lama menimbulkan
masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
8. Masalah Psikologis adalah klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami
banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
kontrol diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi/barrier komunikasi.
9. Perubahan Sosial-Spiritual : klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian
sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-
orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan,
dikucilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi
lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan,
kehilangan orang yang dicintai.
B. TAHAP PENERIMAAN KENYATAAN MENJELANG AJAL
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying)
dalam 5 tahap, yaitu:
1. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti:“Seharusnya tidak
terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”.
Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu
(biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).

2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal
yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada
diri klien, seperti:“Mengapa hal ini terjadi dengan diriku kemarahan-kemarahan
tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan pasien,
seperti:keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang merawatnya.

3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan
kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.Pada pasien yang sedang
dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata:“Ya Tuhan, jangan dulu
saya mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.

4. Kemurungan/Depresion
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.

5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian.Fase ini sangat
membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana
yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga
terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya.

C. TIPE PERJALANAN MENJELANG KEMATIAN


Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat
dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada
pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit
kronik dan telah berjalan lama.
D. TINGKAT KESADARAN PASIEN DAN KELUARGA TERHADAP KEMATIAN
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih
untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan
keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat
lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan
dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan
sebagainya.
2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi Pada fase ini memberikan
kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi
walaupun merupakan beban yang berat baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka Pada situasi ini, pasien dan orang-
orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk
mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.Keadaan ini memberikan kesempatan
kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak
semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

E. PERUBAHAN FISIK MENJELANG KEMATIAN


1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Sianosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan. Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat
sebelum kematian, kadangkadang pasien tetap sadar sampai meninggal.
Pendengaran merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.

F. TANDA-TANDA KLINIS SAAT AKAN MENINGGAL


1. Pupil mata melebar.
2. Tidak mampu untuk bergerak.
3. Kehilangan reflek.
4. Nadi cepat dan kecil.
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6. Tekanan darah sangat rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
G. TANDA-TANDA MENINGGAL SECARA KLINIS
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahanperubahan
nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan
beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.

H. MATI BATANG OTAK


1. Pengertian Mati Batang Otak
Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan serebelum.
2. Tanda-tanda Mati Batang
Otak Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak adalah koma, hilangnya
seluruh reflex batang otak, dan apneu.
3. Cara Penetapan Mati Batang Otak
Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal berikut:
a. Evaluasi kasus koma
b. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
c. Penilaian klinis awal refleks batang otak
d. Periode interval observasi
1) sampai dengan usia 2 bulan,periode interval observasi 48 jam
2) usia lebih dari 2 bulan sampai dengan 1 tahun, periode interval observasi 24
jam
3) usia lebih dari 1 tahun sampai dengan kurang dari 18 tahun, periode interval
observasi 12 jam
4) usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
e. Penilaian klinis ulang reflex batang otak
f. Tes apneu
g. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi
h. Persiapan akomodasi yang sesuai
i. Sertifikasi kematian batang otak
j. Penghentian penyokong kardiorespirasi

BAB III
TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN TERMINAL
A. TATA LAKSANA PENETAPAN PASIEN KONDISI TERMINAL
Penetapan pasien kondisi terminal dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
Langkah-langkah dokter DPJP dalam menentukan pasien kondisi terminal adalah sebagai
berikut :
1. Dokter DPJP melakukan hand hygine ketika masuk keruang perawatan pasien dan
melakukan identifikasi pasien.
2. Dokter DPJP melihat kondisi pasien dan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi pasien.
3. Dokter DPJP setelah melakukan visite pasien dan melakukan pemeriksaan, kemudian atas
pertimbangan medis menetapkan bahwa pasien tersebut dalam kondisi terminal.
4. Dokter DPJP dapat berkonsultasi dengan spesialis lain apabila diperlukan pertimbangan
mengenai penetapan kondisi terminal pada pasien.
5. Dokter DPJP memberitahukan kepada perawat atau bidan yang menangani pasien
mengenai hal tersebut dan ditulis di CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

B. EDUKASI KONDISI TERMINAL DAN MANFAAT RESUSITASI KEPADA PASIEN


DAN ATAU KELUARGA PASIEN OLEH DPJP
1. DPJP menjelaskan terhadap pasien dan keluarga tentang kondisi pasien tersebut sesuai
dengan prosedur penyampaian berita/kabar buruk kepada pasien atau keluarga pasien
2. DPJP menanyakan kepada pasien dan keluarga apakah ada hal-hal yang perlu ditanyakan
atau ada keinginan dari pasien dan keluarga pasien tentang keadaannya
3. DPJP menjelaskan prognosis pasien kepada pasien dan keluarga dan edukasi tentang
manfaat dan resiko dilakukan tindakan resusitasi kepada pasien
4. Pasien dan keluarga memberikan keputusan dan mendokumentasikannya melalui
persetujuan tindakan resusitasi atau penolakan (Do Not Resusitasion) dalam infom
consent

C. TATA LAKSANA ASESMEN PASIEN TERMINAL


1. Asesmen pasien terminal dilakukan setelah DPJP menetapkan kondisi pasien dalam tahap
terminal.
2. Perawat mengkaji gejala kegawatan, nyeri, status psikologis dan spiritual pasien dan
keluarga, kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan bagi pasien, keluarga dan
pemberi pelayanan, faktor resiko bagi keluarga yang ditinggalkan , serta reaksi
pasien/keluarga atas penyakitnya sehingga dapat menentukan asuhan atau bantuan yang
akan diberikan kepada pasien dan keluarga.
3. Asesmen pasien tahap terminal meliputi :
a. Gejala seperti mau muntah dan kesulitan bernafas. Pasien dapat mengalami kegawatan
pernafasan seperti Khusmol, Dispnoe,ataupun apnoe. Pasien dalam tahap terminal
akan mengalami penurunan tonus otot sehingga dapat menimbulkan mual, sulit
menelan, penurunan gerakan tubuh, dan incontinensia. Nyeri kadang dirasakan oleh
pasien tahap terminal.
Perlambatan sirkulasi dapat menimbulkan tekanan darah turun, gelisah, kulit dingin,
serta sianosis pada ekstremitas.
b. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan membangkitkan gejala fisik. Gejala-
gejala fisik dapat ditimbulkan oleh karena aktifitas fisik misalnya pindah posisi baring.
c. Manajemen gejala saat ini dan respon pasien. Gejala dan respon pasien dapat menjadi
masalah keperawatan yang nantinya harus dilakukan asuhan dengan sebaik-baiknya.
d. Orientasi spiritual pasien dan keluarga Perlu ditanyakan apakah pasien dan keluarga
menginginkan pendampingan secara spiritual.
e. Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa, rasa bersalah
atau pengampunan. Dalam kondisi pasien tahap terminal kadang-kadang pasien dan
keluarga membutuhkan pelayanan kerohanian, support mental dan bimbingan doadoa.
f. Status psikologis pasien dan keluarga. Pada kondisi ini pasien atau keluarga mungkin
membutuhkan kehadiran keluarga yang lain. Pasien atau keluarga hendaknya dapat
menentukan perawatan selanjutnya, apakah di rumah sakit atau di rumah. Bila
perawatan dirumah apakah lingkungan sudah disiapkan, apakah ada yang bisa
merawat, apakah perlu difasilitasi oleh rumah sakit ?
g. Reaksi pasien atas penyakitnya Pada kondisi pasien tahap terminal ada yang
menyangkal,marah,sedih,maupun rasa bersalah takut
h. Reaksi keluarga atas penyakitnya Hal ini perlu dikaji untuk memudahkan dalam
memberikan bantuan emosional.
i. Kebutuhan dukungan atau kelonggaran / penundaan pelayanan bagi pasien, keluarga
atau pemberi layanan lain. Saat pasien atau keluarga membutuhkan dukungan dari
keluarga yang lain mungkin akan membutuhkan perlakuan khusus, misalnya keluarga
atau orang yang dikehendaki oleh pasien dapat berkunjung diluar jam kunjung.
j. Apakah ada kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain. Pasien dan keluarga
harus mengetahui tentang kemungkinan ada atau tidaknya alternatif perawatan atau
tindakan serta rujukan ke tingkat pelayanan lain untuk memperbaiki kondisi pasien.
k. Faktor resiko bagi keluarga yang ditinggalkan Pada keluarga juga perlu dilakukan
pengkajian tentang faktor resiko yang ada
l. Pasien dan keluarga dilibatkan dalam pengambilan keputusan
m. Perawat mengkomunikasikan hasil asesmen kepada DPJP

D. TATA LAKSANA BANTUAN EMOSIONAL


1. Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau harapannya, dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
2. Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah.
Dokter/Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih merupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan
rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman
3. Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong
pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak
masuk akal.
4. Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk
dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5. Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-
temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu
dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

E. TATA LAKSANA BANTUAN MEMENUHI KEBUTUHAN FISIOLOGIS


1. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya
dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan sebagainya.
2. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan sakit terminal,
seperti morphin, heroin, dan lainya. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat
toleransi nyeri yang dirasakan pasien.
Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah menurun. Manajemen nyeri
pada pasien dengan kondisi terminal merupakan salah satu prioritas yang harus dicapai.
Manajemen nyeri diatur di dalam panduan tersendiri, namun secara garis besar, yang
dilakukan adalah:
- Assessmen nyeri
- Pelaporan hasil assessmen nyeri pada DPJP
- Tindak lanjut hasil assessmen nyeri berupa penatalaksanaan nyeri.
- Evaluasi hasil penatalaksanaan nyeri
- Pelaporan ulang kepada DPJP tentang hasil evaluasi nyeri post penatalaksanaan.
Pada prinsipnya, tenaga kesehatan harus menghargai persepsi nyeri masingmasing pasien
yang berbeda-beda, dan dapat merespon hal tersebut dengan baik, sehingga nyeri pasien
dapat terkurangi.
3. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran
sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi pasien
yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen
4. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun
dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan) untuk mencegah decubitus
dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong
tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun
5. Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan
anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian
makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang,
terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan,
kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
6. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi.
Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang
duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah
sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
7. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara
dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.

F. TATA LAKSANA BANTUAN MEMENUHI KEBUTUHAN SOSIAL


Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan
kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
1. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan pasien dan
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga
lain
2. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi
3. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman
terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri dan merapikan
diri
4. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain
dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu membacanya.

G. TATA LAKSANA BANTUAN MEMENUHI KEBUTUHAN SPIRITUAL


Kebutuhan spiritual pada pasien kondisi terminal harus diperhatikan. Rumah Sakit Umum
Daerah Perdagangan menyediakan prosedur yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan spiritual pasien pada kondisi terminal, yaitu:
1. Prosedur Rutin
Prosedur rutin pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kondisi terminal dilakukan dengan
cara melakukan kunjungan kerohanian rutin oleh petugas kerohanian rumah sakit minimal
satu kali dalam sehari untuk pasien muslim. Sementara untuk pasien non muslim hal
tersebut dapat ditawarkan terlebih dahulu kepada pasien atau keluarga, untuk kemudian
pelaksanaannya diserahkan kepada rumah sakit karena sudah berkerjasama dengan
DEPARTEMEN AGAMA KABUPATEN SIMALUNGUN yang dapat memberikan
pelayanan kerohanian sesuai dengan kepercayaan atau agama yang dianut pasien tersebut.
2. Prosedur Non Rutin
Prosedur non rutin pada pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kondisi terminal meliputi
pelayanan kerohanian khusus yang sifatnya insidentil, misalnya: memberikan
pendampingan pada saat kondisi sakaratul maut. Keyakinan spiritual mencakup praktek
ibadah sesuai dengan keyakinannya/ ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan
keluarga harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive terhadap kebutuhan ritual
pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang
kematian dapat terpenuhi.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Proses monitoring pelayanan pada pasien tahap terminal yaitu dengan memonitor langsung
petugas saat menangani pasien tahap terminal dan dengan melihat kelengkapan formulir asuhan
keperawatan pada pasien tahap terminal. Evaluasi dilakukan secara berkala, setiap 3 (tiga) bulan
sekali.
BAB V
DOKUMENTASI
1. Dokumentasi pelayanan pasien tahap terminal pada penentuan kondisi terminal ditentukan
oleh DPJP pasien setelah dilakukan pemeriksaan dan melihat kondisi pasien
2. DPJP menyampaikan kondisi terminal tersebut kepada perawat/bidan sehingga selanjutnya
dapat dilakukan assesmen oleh perawat dengan acuan form ASSESMEN PASIEN
TERMINAL
3. Edukasi yang dilakukan oleh DPJP tentang kondisi pasien tahap terminal terhadap pasien dan
keluarga didokumentasikan dalam bentuk tanda tangan baik pasien maupun keluarga di
lembar Edukasi Terintregasi
4. Kebutuhan kerohanian pada pasien terminal diberikan apabila pasien atau keluarga
memberikan permintaan dan nanti mengisi formulir pelayanan kerohanian yang nanti
selanjutnya akan dilakukan oleh petugas bimbingan rohani sesuai prosedur dan kepercayaan
yang diharapkan di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan.
5. Asuhan Gizi pada pasien tahap terminal DPJP mengajukan sesuai dengan kondisi dan hasil
pemeriksaan ditulis dalam form permintaan diet ( meliputi bentuk dan jenis diet)
memperhatikan indikasi pemberian atau kondisi penyakit pasien ,sehingga ahli gizi dapat
memberi diet sesuai permintaan DPJP. Ahli gizi melakukan evaluasi permintaan diet dan
apabila diperlukan konseling maka ahli gizi memberikan edukasi terhadap pasien maupun
keluarga.
6. Tindakan Keperawatan dalam sehari-hari pada pasien tahap terminal dicatat perawat di
Catatan Tindakan Keperawatan
7. Setiap dilakukan Assesmen ulang dapat dituliskan didalam lembar CPPT (Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi.
BAB VI
PENUTUP
Buku panduan pelayanan pasien tahap terminal disusun untuk di jadikan sebagai acuan dalam
pelaksanaan pelayanan tahap terminal. Dengan adanya buku panduan ini diharapkan semua pihak
yang terkait dapat melaksanakan dengan baik sesuai dengan prosedur yang diharapkan oleh
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan

Ditetapkan di : Perdagangan
Pada Tanggal : 23 Maret 2022
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan
Direktur,

dr. Lidya Rayawati Saragih, M.Kes


NIP : 197009242007012003
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PERDAGANGAN

PANDUAN PELAYANAN AKHIR


KEHIDUPAN

RSUD PERDAGANGAN-KABUPATEN SIMALUNGUN


JLN. RADJAMIN PURBA, SH PERDAGANGAN
0622 7296012,  21184
Email : rumahsakitperdagangan@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
E. LATAR BELAKANG
Jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada orang dewasa
maupun anak setiap tahunnya terus meningkat. Sedangkan, pelayanan kesehatan saat ini
belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut,
terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan
tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah
fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga
mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
keluarganya.
Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin. Pada
perawatan pasien dalam kondisi terminal menekankan pentingnya integrasi perawatan lebih
dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik. Pasien dalam tahap
terminal dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif
atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual
dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian.
Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota
keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.
Sangat penting diketahui untuk kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara
menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang
menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat seperti
memberikan perhatian yang lebih terhadap pasien sehingga pasien dan keluarga dan ikhlas
dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.
Untuk meningkatkan pelayanan akan kebutuhan yang unik ini rumah sakit diperlakuan suatu
Panduan. Buku panduan tersebut diharapkan dapat menjadi pegangan atau acuan dalam
memberikan pelayanan terhadap pasien tahap terminal secara komprehensip dan juga terhadap
pasien dalam kondisi sakaratul maut.

F. PENGERTIAN
14. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit dimana
terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi kesehatan
terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan kematian
dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk memperpanjang atau
mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama proses penderitaan atau
sekarat pasien
15. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin
memburuk
16. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan sehat
maupun sakit.
17. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi
(jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel.
18. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan neuron otak
yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal,
paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
19. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan serebelum.
20. Alat Bantu Napas (Ventilator) adalah alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
21. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup.
22. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup.
23. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup (Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan hidup (Witholding life
support).
24. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin
dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary)
terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan
informasi yang cukup (informed) tentang kedokteran yang dimaksud.
25. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada resipien.
26. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau mempertahankan
kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.

G. TUJUAN
3. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan
terhadap pasien dan keluarga pasien.

4. Tujuan Khusus
h. Menghargai nilai yang dianut oleh pasien, agama dan preferensi budaya.
i. Mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam aspek pelayanan kesehatan.
j. Memberikan respon pada hal psikologis, emosional, spiritual, dan budaya dari pasien
dan keluarganya.
k. Menghilangkan/ mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi.
l. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna.
m. Membantu klien menerima rasa kehilangan.
n. Membantu kenyamanan fisik “ Mempertahankan harapan”.

H. SASARAN
3. Pihak Internal Sasaran internal dalam hal ini adalah petugas medis maupun non medis
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan yang menangani pasien.
4. Pihak Eksternal Sasaran eksternal dalam hal ini adalah pasien dan keluarga pasien
BAB II
DASAR TEORI
I. PERMASALAHAN PASIEN TAHAP TERMINAL
Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis,
maupun sosial-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara
lain :
10. Problem Oksigenisasi adalah respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan
cheynestokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental, agitasi-gelisah, tekanan
darah menurun, hipoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.
11. Problem Eliminasi adalah Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltik,kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi,
inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit
(misalnya: Ca Colon), retensiurin, inkontinensia urin terjadi akibat penurunan
kesadaran atau kondisi penyakit (misalnya: trauma medulla spinalis), oliguri terjadi
seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit (misalnya: gagal ginjal).
12. Problem Nutrisi dan Cairan adalah asupan makanan dan cairan menurun, peristaltik
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecahpecah, lidah kering
dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan
menurun.
13. Problem suhu adalah ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
14. Problem Sensori adalah Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat
mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun,
kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi
menurun.
15. Problem nyeri adalah ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan.
16. Problem Kulit dan Mobilitas adalah seringkali tirah baring lama menimbulkan
masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
17. Masalah Psikologis adalah klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami
banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
kontrol diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi/barrier komunikasi.
18. Perubahan Sosial-Spiritual : klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian
sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-
orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan,
dikucilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi
lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan,
kehilangan orang yang dicintai.

J. TAHAP PENERIMAAN KENYATAAN MENJELANG AJAL


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying)
dalam 5 tahap, yaitu:
6. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti:“Seharusnya tidak
terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”.
Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu
(biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).

7. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal
yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada
diri klien, seperti:“Mengapa hal ini terjadi dengan diriku kemarahan-kemarahan
tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan pasien,
seperti:keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang merawatnya.

8. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan
kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.Pada pasien yang sedang
dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata:“Ya Tuhan, jangan dulu
saya mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.

9. Kemurungan/Depresion
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.

10. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian.Fase ini sangat
membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana
yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga
terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya.

K. TIPE PERJALANAN MENJELANG KEMATIAN


Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
5. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat
dari fase akut ke kronik.
6. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
7. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada
pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
8. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit
kronik dan telah berjalan lama.

L. TINGKAT KESADARAN PASIEN DAN KELUARGA TERHADAP KEMATIAN


Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
4. Closed Awareness/Tidak Mengerti Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih
untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan
keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat
lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan
dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan
sebagainya.
5. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi Pada fase ini memberikan
kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi
walaupun merupakan beban yang berat baginya.
6. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka Pada situasi ini, pasien dan orang-
orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk
mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.Keadaan ini memberikan kesempatan
kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak
semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

M. PERUBAHAN FISIK MENJELANG KEMATIAN


5. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
f. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
g. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
h. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dan lainnya.
i. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
j. Gerakan tubuh yang terbatas.
6. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
d. Kemunduran dalam sensasi.
e. Sianosis pada daerah ekstermitas.
f. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
7. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
d. Nadi lambat dan lemah.
e. Tekanan darah turun.
f. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
8. Gangguan Sensori
c. Penglihatan kabur.
d. Gangguan penciuman dan perabaan. Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat
sebelum kematian, kadangkadang pasien tetap sadar sampai meninggal.
Pendengaran merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.

N. TANDA-TANDA KLINIS SAAT AKAN MENINGGAL


8. Pupil mata melebar.
9. Tidak mampu untuk bergerak.
10. Kehilangan reflek.
11. Nadi cepat dan kecil.
12. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
13. Tekanan darah sangat rendah
14. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

O. TANDA-TANDA MENINGGAL SECARA KLINIS


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahanperubahan
nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan
beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
5. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
6. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
7. Tidak ada reflek.
8. Gambaran mendatar pada EKG.

P. MATI BATANG OTAK


4. Pengertian Mati Batang Otak
Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
saraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan serebelum.
5. Tanda-tanda Mati Batang
Otak Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak adalah koma, hilangnya
seluruh reflex batang otak, dan apneu.
6. Cara Penetapan Mati Batang Otak
Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal berikut:
k. Evaluasi kasus koma
l. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
m. Penilaian klinis awal refleks batang otak
n. Periode interval observasi
5) sampai dengan usia 2 bulan,periode interval observasi 48 jam
6) usia lebih dari 2 bulan sampai dengan 1 tahun, periode interval observasi 24
jam
7) usia lebih dari 1 tahun sampai dengan kurang dari 18 tahun, periode interval
observasi 12 jam
8) usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
o. Penilaian klinis ulang reflex batang otak
p. Tes apneu
q. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi
r. Persiapan akomodasi yang sesuai
s. Sertifikasi kematian batang otak
t. Penghentian penyokong kardiorespirasi

BAB III
TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN TERMINAL
H. TATA LAKSANA PENETAPAN PASIEN KONDISI TERMINAL
Penetapan pasien kondisi terminal dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
Langkah-langkah dokter DPJP dalam menentukan pasien kondisi terminal adalah sebagai
berikut :
6. Dokter DPJP melakukan hand hygine ketika masuk keruang perawatan pasien dan
melakukan identifikasi pasien.
7. Dokter DPJP melihat kondisi pasien dan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi pasien.
8. Dokter DPJP setelah melakukan visite pasien dan melakukan pemeriksaan, kemudian atas
pertimbangan medis menetapkan bahwa pasien tersebut dalam kondisi terminal.
9. Dokter DPJP dapat berkonsultasi dengan spesialis lain apabila diperlukan pertimbangan
mengenai penetapan kondisi terminal pada pasien.
10. Dokter DPJP memberitahukan kepada perawat atau bidan yang menangani pasien
mengenai hal tersebut dan ditulis di CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

I. EDUKASI KONDISI TERMINAL DAN MANFAAT RESUSITASI KEPADA PASIEN


DAN ATAU KELUARGA PASIEN OLEH DPJP
5. DPJP menjelaskan terhadap pasien dan keluarga tentang kondisi pasien tersebut sesuai
dengan prosedur penyampaian berita/kabar buruk kepada pasien atau keluarga pasien
6. DPJP menanyakan kepada pasien dan keluarga apakah ada hal-hal yang perlu ditanyakan
atau ada keinginan dari pasien dan keluarga pasien tentang keadaannya
7. DPJP menjelaskan prognosis pasien kepada pasien dan keluarga dan edukasi tentang
manfaat dan resiko dilakukan tindakan resusitasi kepada pasien
8. Pasien dan keluarga memberikan keputusan dan mendokumentasikannya melalui
persetujuan tindakan resusitasi atau penolakan (Do Not Resusitasion) dalam infom
consent

J. TATA LAKSANA ASESMEN PASIEN TERMINAL


4. Asesmen pasien terminal dilakukan setelah DPJP menetapkan kondisi pasien dalam tahap
terminal.
5. Perawat mengkaji gejala kegawatan, nyeri, status psikologis dan spiritual pasien dan
keluarga, kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan bagi pasien, keluarga dan
pemberi pelayanan, faktor resiko bagi keluarga yang ditinggalkan , serta reaksi
pasien/keluarga atas penyakitnya sehingga dapat menentukan asuhan atau bantuan yang
akan diberikan kepada pasien dan keluarga.
6. Asesmen pasien tahap terminal meliputi :
n. Gejala seperti mau muntah dan kesulitan bernafas. Pasien dapat mengalami kegawatan
pernafasan seperti Khusmol, Dispnoe,ataupun apnoe. Pasien dalam tahap terminal
akan mengalami penurunan tonus otot sehingga dapat menimbulkan mual, sulit
menelan, penurunan gerakan tubuh, dan incontinensia. Nyeri kadang dirasakan oleh
pasien tahap terminal.
Perlambatan sirkulasi dapat menimbulkan tekanan darah turun, gelisah, kulit dingin,
serta sianosis pada ekstremitas.
o. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan membangkitkan gejala fisik. Gejala-
gejala fisik dapat ditimbulkan oleh karena aktifitas fisik misalnya pindah posisi baring.
p. Manajemen gejala saat ini dan respon pasien. Gejala dan respon pasien dapat menjadi
masalah keperawatan yang nantinya harus dilakukan asuhan dengan sebaik-baiknya.
q. Orientasi spiritual pasien dan keluarga Perlu ditanyakan apakah pasien dan keluarga
menginginkan pendampingan secara spiritual.
r. Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa, rasa bersalah
atau pengampunan. Dalam kondisi pasien tahap terminal kadang-kadang pasien dan
keluarga membutuhkan pelayanan kerohanian, support mental dan bimbingan doadoa.
s. Status psikologis pasien dan keluarga. Pada kondisi ini pasien atau keluarga mungkin
membutuhkan kehadiran keluarga yang lain. Pasien atau keluarga hendaknya dapat
menentukan perawatan selanjutnya, apakah di rumah sakit atau di rumah. Bila
perawatan dirumah apakah lingkungan sudah disiapkan, apakah ada yang bisa
merawat, apakah perlu difasilitasi oleh rumah sakit ?
t. Reaksi pasien atas penyakitnya Pada kondisi pasien tahap terminal ada yang
menyangkal,marah,sedih,maupun rasa bersalah takut
u. Reaksi keluarga atas penyakitnya Hal ini perlu dikaji untuk memudahkan dalam
memberikan bantuan emosional.
v. Kebutuhan dukungan atau kelonggaran / penundaan pelayanan bagi pasien, keluarga
atau pemberi layanan lain. Saat pasien atau keluarga membutuhkan dukungan dari
keluarga yang lain mungkin akan membutuhkan perlakuan khusus, misalnya keluarga
atau orang yang dikehendaki oleh pasien dapat berkunjung diluar jam kunjung.
w. Apakah ada kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain. Pasien dan keluarga
harus mengetahui tentang kemungkinan ada atau tidaknya alternatif perawatan atau
tindakan serta rujukan ke tingkat pelayanan lain untuk memperbaiki kondisi pasien.
x. Faktor resiko bagi keluarga yang ditinggalkan Pada keluarga juga perlu dilakukan
pengkajian tentang faktor resiko yang ada
y. Pasien dan keluarga dilibatkan dalam pengambilan keputusan
z. Perawat mengkomunikasikan hasil asesmen kepada DPJP

K. TATA LAKSANA BANTUAN EMOSIONAL


6. Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau harapannya, dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
7. Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah.
Dokter/Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih merupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan
rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman
8. Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong
pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak
masuk akal.
9. Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk
dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
10. Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-
temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu
dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

L. TATA LAKSANA BANTUAN MEMENUHI KEBUTUHAN FISIOLOGIS


8. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya
dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan sebagainya.
9. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan sakit terminal,
seperti morphin, heroin, dan lainya. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat
toleransi nyeri yang dirasakan pasien.
Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah menurun. Manajemen nyeri
pada pasien dengan kondisi terminal merupakan salah satu prioritas yang harus dicapai.
Manajemen nyeri diatur di dalam panduan tersendiri, namun secara garis besar, yang
dilakukan adalah:
- Assessmen nyeri
- Pelaporan hasil assessmen nyeri pada DPJP
- Tindak lanjut hasil assessmen nyeri berupa penatalaksanaan nyeri.
- Evaluasi hasil penatalaksanaan nyeri
- Pelaporan ulang kepada DPJP tentang hasil evaluasi nyeri post penatalaksanaan.
Pada prinsipnya, tenaga kesehatan harus menghargai persepsi nyeri masingmasing pasien
yang berbeda-beda, dan dapat merespon hal tersebut dengan baik, sehingga nyeri pasien
dapat terkurangi.
10. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran
sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi pasien
yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen
11. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun
dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan) untuk mencegah decubitus
dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong
tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun
12. Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan
anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian
makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang,
terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan,
kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
13. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi.
Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang
duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah
sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
14. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara
dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.

M. TATA LAKSANA BANTUAN MEMENUHI KEBUTUHAN SOSIAL


Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan
kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
5. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan pasien dan
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga
lain
6. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi
7. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman
terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri dan merapikan
diri
8. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain
dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu membacanya.

N. TATA LAKSANA BANTUAN MEMENUHI KEBUTUHAN SPIRITUAL


Kebutuhan spiritual pada pasien kondisi terminal harus diperhatikan. Rumah Sakit Umum
Daerah Perdagangan menyediakan prosedur yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan spiritual pasien pada kondisi terminal, yaitu:
3. Prosedur Rutin
Prosedur rutin pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kondisi terminal dilakukan dengan
cara melakukan kunjungan kerohanian rutin oleh petugas kerohanian rumah sakit minimal
satu kali dalam sehari untuk pasien muslim. Sementara untuk pasien non muslim hal
tersebut dapat ditawarkan terlebih dahulu kepada pasien atau keluarga, untuk kemudian
pelaksanaannya diserahkan kepada rumah sakit karena sudah berkerjasama dengan
DEPARTEMEN AGAMA KABUPATEN SIMALUNGUN yang dapat memberikan
pelayanan kerohanian sesuai dengan kepercayaan atau agama yang dianut pasien tersebut.
4. Prosedur Non Rutin
Prosedur non rutin pada pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kondisi terminal meliputi
pelayanan kerohanian khusus yang sifatnya insidentil, misalnya: memberikan
pendampingan pada saat kondisi sakaratul maut. Keyakinan spiritual mencakup praktek
ibadah sesuai dengan keyakinannya/ ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan
keluarga harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive terhadap kebutuhan ritual
pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang
kematian dapat terpenuhi.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Proses monitoring pelayanan pada pasien tahap terminal yaitu dengan memonitor langsung
petugas saat menangani pasien tahap terminal dan dengan melihat kelengkapan formulir asuhan
keperawatan pada pasien tahap terminal. Evaluasi dilakukan secara berkala, setiap 3 (tiga) bulan
sekali.
BAB V
DOKUMENTASI
8. Dokumentasi pelayanan pasien tahap terminal pada penentuan kondisi terminal ditentukan
oleh DPJP pasien setelah dilakukan pemeriksaan dan melihat kondisi pasien
9. DPJP menyampaikan kondisi terminal tersebut kepada perawat/bidan sehingga selanjutnya
dapat dilakukan assesmen oleh perawat dengan acuan form ASSESMEN PASIEN
TERMINAL
10. Edukasi yang dilakukan oleh DPJP tentang kondisi pasien tahap terminal terhadap pasien dan
keluarga didokumentasikan dalam bentuk tanda tangan baik pasien maupun keluarga di
lembar Edukasi Terintregasi
11. Kebutuhan kerohanian pada pasien terminal diberikan apabila pasien atau keluarga
memberikan permintaan dan nanti mengisi formulir pelayanan kerohanian yang nanti
selanjutnya akan dilakukan oleh petugas bimbingan rohani sesuai prosedur dan kepercayaan
yang diharapkan di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan.
12. Asuhan Gizi pada pasien tahap terminal DPJP mengajukan sesuai dengan kondisi dan hasil
pemeriksaan ditulis dalam form permintaan diet ( meliputi bentuk dan jenis diet)
memperhatikan indikasi pemberian atau kondisi penyakit pasien ,sehingga ahli gizi dapat
memberi diet sesuai permintaan DPJP. Ahli gizi melakukan evaluasi permintaan diet dan
apabila diperlukan konseling maka ahli gizi memberikan edukasi terhadap pasien maupun
keluarga.
13. Tindakan Keperawatan dalam sehari-hari pada pasien tahap terminal dicatat perawat di
Catatan Tindakan Keperawatan
14. Setiap dilakukan Assesmen ulang dapat dituliskan didalam lembar CPPT (Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi.
BAB VI
PENUTUP
Buku panduan pelayanan pasien tahap terminal disusun untuk di jadikan sebagai acuan dalam
pelaksanaan pelayanan tahap terminal. Dengan adanya buku panduan ini diharapkan semua pihak
yang terkait dapat melaksanakan dengan baik sesuai dengan prosedur yang diharapkan oleh
Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan
.

PENJELASAN KONDISI TERMINAL PADA PASIEN SADAR


DAN KOMPETEN
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RSUD
PERDAGANGAN SPO/RSUDP/PAP/186.2/2022 0/0 1/2

Tanggal Terbit Disahkan


STANDAR Direktur RSUD Perdagangan
PROSEDUR 23 Maret 2022
OPERASIONAL
( SPO ) dr. Lidya Rayawati Saragih,M.Kes
NIP : 197009242007012003
Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan
pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat
dilakukan perbaikan sehingga akan menyebabkan kematian dalam
PENGERTIAN
rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk memperpanjang
atau mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama proses
penderitaan atau sekarat pasien. Sadar dan kompeten adalah dimana
kondisi seseorang dalam keadaan sadar penuh dan memahami
Agar pasien dan keluarga memahami kondisi terminal yang dialami
TUJUAN
pasien saat itu
peraturan direktur rumah sakit umum daerah perdagangan kabupaten
KEBIJAKAN simalungun nomor: 800.045 /186/ 331 / 2022 tentang panduan pasien
terminal
1. DPJP sebelum masuk ruang pasien melakukan hand hygine
2. Perawat melakukan hand hygine mendampingi DPJP
3. DPJP dengan didampingi perawat masuk ke ruangan pasien yang
dituju
4. DPJP dan perawat mengucapkan salam kepada pasien dan keluarga
“Assalamualaikum Bapak/Ibu,,,,”
5. DPJP menyampaikan maksud dan tujuan kepada pasien dan keluarga
6. DPJP menjelaskan terhadap pasien dan keluarga tentang diagnosis
pasien dan kondisi saat ini pasien dengan prosedur penyampaian
PROSEDUR berita/kabar buruk dan dasar dari penetapan diagnosis
7. DPJP menjelaskan rencana pelayanan/terapi/pengobatan yang akan
dilakukan kepada pasien
8. DPJP menjelaskan kepada pasien dan keluarga resiko terapi/tindakan
yang mungkin terjadi kepada pasien
9. DPJP menjelaskan alternative pengobatan lain yang dapat dijalani
pasien
10. DPJP menjelaskan upaya paliative care yang dapat dilakukan oleh
pasien
11. DPJP menjelaskan prognosis pasien terhadap pasien dan keluarga
.

PENJELASAN KONDISI TERMINAL PADA PASIEN SADAR


DAN KOMPETEN
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RSUD
2/2
PERDAGANGAN SPO/RSUDP/PAP/186.2/2022 0/0

12. DPJP menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentimbangan


medis atas manfaat tindakan resusitasi kepada pasien bila henti nafas
atau henti jantung
13. DPJP menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang konsekuensi
penolakan resusitasi
14. DPJP menanyakan pada pasien dan keluarga apakah ada hal yang perlu
PROSEDUR
ditanyakan tentang kondisi pasien atau ada keinginan tentang
keadaannya
15. DPJP mendokumentasikan penjelasan kondisi terminal pasien dengan
tanda tangan pasien dan pihak keluarga pada formulir pemberian
penjelasan pasien kondisi terminal disertai tanda tangan DPJP dan
perawat jaga
1. Intensive Care Unit
UNIT
2. Instalasi Rawat Inap
TERKAIT 3. Unit Kamar Bersalin
.

TATA LAKSANA PERAWATAN PALIATIF


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

RSUD SPO/RSUDP/PAP/186.3/2022 0/0 1/2


PERDAGANGAN
Tanggal Terbit Disahkan
STANDAR Direktur RSUD Perdagangan
PROSEDUR 23 Maret 2022
OPERASIONAL
( SPO ) dr. Lidya Rayawati Saragih,M.Kes
NIP : 197009242007012003
Perawatan yang diberikan pada pasien dengan penyakit yang tidak
mungkin disembuhkan atau dalam tahap terminal (kanker stadium lanjut,
PENGERTIAN kegagalan organ, penyakit syaraf stdium lanjut, kelainan metabolisme
stadium lanjut, dan HIV/AIDS) yang merupakan respon terhadap masalah
bio-spiko-sosial dan spiritual sehingga dapat memberikan rasa nyaman
dan aman bagi pasien.
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk petugas dalam
TUJUAN
menangani pasien terminal.

Peraturan direktur rumah sakit umum daerah perdagangan kabupaten


KEBIJAKAN simalungun nomor: 800.045 /186/ 331 / 2022 tentang panduan pasien
terminal
1. Asuhan Keperawatan yang diberikan menggunakan pendekatan proses
keperawatan:
a. Pengkajian
Data yang di kumpulkan melalui wawancara diperoleh dari pasien,
keluarga dan caregiver. Kesiapan keluarga dan caregiver dalam
merawat anggota keluarga yang sakit termasuk fasilitas yang di
perlukan di rumah dan adanya layanan rujukan yang terdekat.
Pengkajian pasien paliatif kanker meliputi pengkajian pemenuhan
kebutuhan pasien dan kesiapan keluarga dalam menerima proses
kehilangan yang akan terjadi (kematian).
b. Merumuskan Diagnosis Keperawatan.
PROSEDUR Masalah yang terjadi pada pasien paliatif kanker sangat kompleks
meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual, seperti gangguan
psikologis, nyeri, adanya luka kanker, gangguan nutrisi, gangguan
mobilisasi sampai pada masalah kenyataan yang harus di hadapi
pasien yaitu proses kematian dan masalah terhadap keluarga yang
akan di tinggalkannya.
c. Rencana tindakan
Mengacu kepada keluhan pasien dan masalah menjelang akhir
kehidupan. Kriteria di sesuaikan dengan kondisi pasien secara
objektif dan menyiapkan pasien dan keluarga saat kematian dan
pada saat fase berduka
d. Tindakan Keperawatan
.

TATA LAKSANA PERAWATAN PALIATIF


No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

RSUD SPO/RSUDP/PAP/186.3/2022 0/0 2/2


PERDAGANGAN
Tindakan keperawatan pada pasien terminal, bertujuan
meningkatkan quality of life sehingga pasien dapat menghadapi
kematiannya dalam keadaan bebas nyeri, bebas sesak dan dalam
keadaan beriman serta adanya penerimaan keluarga
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap tindakan perawatan yang telah di
lakukan :
1) Penerimaan keluarga
2) Pelaksanaan pesan-pesan pasien sebelum meninggal
3) Proses berduka keluarga
2. Intervensi Keperawatan pada pasien dalam keadaan terminal:
a. Sebelum kematian (fase persiapan)
1) Diskusikan dengan keluarga, apakah pasien akan meninggal di
rumah, rumah sakit, hospice referral, do not resusitation (DNR)
PROSEDUR 2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain pada saat pasien
mengeluh tidak nyaman dengan kondisi fisiknya (dyspnea,
nyeri, fatigue) dan emosional (depresi, dependency)
3) Dengarkan keluhan pasien pada saat pasien tersebut
menunjukkan bahwa belum terselesaikan yang akan
menghambat kematian
4) Anjurkan anggota keluarga untuk berbicara dengan pasien,
dengan kalimat yang merefleksikan perasaan cinta dan kasih
sayang.
5) Support keluarga untuk menunjukkan kasih saying kepada
pasien, menyentuh pasien, dan membiarkan mereka tahu
bahwa mereka akan di tinggal.
6) Bicarakan dengan keluarga tentang kematian.
b. Ketika kematian terjadi
Selama proses Dying, perawat harus menenangkan keluarga dan
merawat jenazah pasien.

UNIT 1. Unit Rawat Jalan


2. Unit Rawat Inap
TERKAIT
3. Unit Gawat Darurat
.

TATALAKSANA DNR
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

RSUD SPO/RSUDP/PAP/196.2/2022 0/0 1/2


PERDAGANGAN
Tanggal Terbit Disahkan
STANDAR Direktur RSUD Perdagangan
PROSEDUR 23 Maret 2022
OPERASIONAL
( SPO ) dr. Lidya Rayawati Saragih,M.Kes
NIP : 197009242007012003
DNR atau Do No Resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan
PENGERTIAN
tenaga medis untuk tidak melakukan RJP
1. Tujuan Umum sebagai acuan rumah sakit mengenai DNR atau Do Not
Resuscitate yang diminta oleh pasien dan atau keluarganya.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan Do Not
TUJUAN Resuscitate (DNR) tidak disalahartikan atau salah dalam
interpretasinya.
b) Untuk memastikan terjadinya komunikasi, pencatatan, dan
terstandarisasi tentang pengambilan keputusan Do Not
Resuscitate (DNR).

Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan nomor:


KEBIJAKAN 800.045/196/331/ 2022 tentang Kebijakan panduan penolakan resusitasi
atau do not resuscitate (dnr)
1. Penetapan kondisi terminal Ada beberapa kondisi pasien dimana
tindakan resusitasi biasanya memberikan kemungkinan 0 % untuk
sukses, misal pada kondisi klinis dibawah ini ;
a) persistent vegetative state;
b) syok septik;
c) stroke akut;
d) kanker metastasis (stadium 4);
e) pneumonia berat
2. Edukasi oleh DPJP Edukasi oleh DPJP dengan memberikan
penjelasan kepada pasien dan atau keluarga yang menolak mengenai
PROSEDUR beberapa hal, yaitu :
a) manfaat tindakan resusitasi;
b) konsekuensi yang akan dihadapi jika penolakan disetujui;
c) tanggung jawab keluarga jika yang meminta penolakan tersebut
adalah keluarga;
d) alternatif yang mungkin dapat dilakukan.
3. Pernyataan oleh pasien & keluarga
a) jika keputusan pasien atau keluarga tetap menolak setelah
diberikan penjelasan maka pasien dan atau keluarganya mengisi
surat pernyataan penolakan tindakan;
.

TATALAKSANA DNR
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :

RSUD SPO/RSUDP/PAP/196.2/2022 0/0 2/2


PERDAGANGAN
b) penandatanganan dilakukan oleh pihak pasien dan atau keluarga,
serta pihak rumah sakit ditambah dengan saksi – saksi. Saksi yang
bertandatangan dari pihak pasien merupakan saksi yang memiliki
hubungan keluarga dekat dengan pasien
PROSEDUR c) penandatanganan dilakukan diatas materai senilai enam ribu
rupiah;
d) surat pernyataan tersebut disimpan di dalam rekam medis pasien
yang bersangkutan sebagai bukti bahwa pasien menolak untuk
dilakukan tindakan.

1. Unit Gawat Darurat


UNIT 2. Unit Rawat Inap ( Mawar, Kenanga, Lantai 4, KIA )
TERKAIT 3. Intensive Care Unit ( ICU )
4. PONEK

Anda mungkin juga menyukai