Anda di halaman 1dari 13

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAERAH NUSA TENGGARA BARAT


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MATARAM

PANDUAN
PASIEN RISIKO TINGGI

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MATARAM


TAHUN 2019

1
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Pengertian Pasien Risiko Tinggi

Pasien risiko tinggi adalah pasien dengan kasus emergensi, pasien yang di lakukan
resusitasi, pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup dasar atau yang koma,
pasien dengan pasien emergency, pasien coma, pasien dengan alat bantuan hidup,
pasien resiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan penyakit jantung, hipertensi stroke dan
diabetes, pasien dengan resiko bunuh diri.

B. Pasien Risiko Tinggi Dibedakan Berdasarkan Kasus


1. Pasien dengan kasus gawat darurat (emergency), contohnya :

a) Kecelakaan/Ruda Paksa yang bukan kecelakaan kerja, contoh kasus: Trauma


kepala, patah tulang terbuka/tertutup, luka robekan/sayatan pada kulit/otot.
b) Serangan jantung, contoh kasus: henti irama jantung, irama jantung yang
abnormal, nyeri dada akibat penyempitan/penutupan pembuluh darah jantung.
c) Panas tinggi diatas 39°C atau disertai kejang dan demam, contoh kasus:
kejang demam.
d) Perdarahan hebat, contoh diagnosis: Trauma dengan perdarahan hebat,
muntah/berak darah, abortus (keguguran), Demam Berdarah Dengue Grade
dengan komplikasi perdarahan.
e) Muntaber disertai Dehidrasi sedang s/d berat, contoh kasus: Kholera,
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi sedang/berat, mual dan muntah pada ibu
hamil disertai dehidrasi sedang/berat.
f) Sesak Napas, contoh kasus: Asma sedang/berat dalam serangan, infeksi paru
berat.
g) Kehilangan kesadaran, contoh kasus: Ayan/epilepsi, Syok/pingsan akibat
kekurangan cairan, gangguan fungsi jantung, alergi berat, infeksi berat.
h) Nyeri kolik, contoh kasus: kolik abdomen, kolik renal, kolik ureter, kolik uretra.
i) Keadaan gelisah pada penderita gangguan jiwa.

2. Pasien yang dilakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah pasien yang

2
mengalami henti nafas (Apnue) dan henti jantung (cardiac arrest).

3
3. Pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup dasar atau yang koma,
contohnya :

a) Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
b) Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta
adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan
c) Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

d) Pasien dengan keadaan tidak sadar.


e) Pasien yang mengalami gejala sianosis
f) Pasien yang mengalami gejala hipovolemi
g) Pasien yang mengalami gejala perdarahan
h) Pasien yang mengalami gejala anemia berat
i) Selama dan sesudah pembedahan yang dilakukan kepada pasien.
j) Pasien yang mengalami gejala asidosis, dan lain-lain.
4. Pasien yang berisiko disiksa, contohnya :
a) Pasien dengan cacat fisik dan cacat mental.
b) Pasien usia lanjut
c) Pasien bayi dan anak-anak
d) Korban kekerasan dalam rumahtangga (KDRT)
e) Pasien Napi,korban dan tersangka tindak pidana.
5. Pasien resiko tinggi lainnya yaitu pasien penyakit jantung, hipertensi, stroke dan
diabetes.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Identifiksai Pasien Risiko Tinggi

Setiap berkas rekam medis pasien di RS. Bhayangkara Mataram memuat data
identifikasi pasien untuk proses pelayanan Kesehatan hingga dapat berjalan dengan
baik. Identifikasi pasien yang berisiko tinggi digolongkan berdasarkan kondisi atau
kebutuhan pasien yang bersifat kritis. Pasien resiko tinggi di RS. Bhayangkara
Mataram dapat dilihat berdasarkan kondisi yang dialami pasien seperti:

1. Pasien yang mengalami cedera berat atau mengacam jiwa pasien dan memerlukan
transpot segera misalnya :
a. Gagal nafas
b. Cederatorako-abdominal
c. Cedera kepala atau maksilo-fasialberat
d. Shok atau pendarahan berat
e. Luka bakar berat.
2. Pasien yang mengalami cedera yang dipastikan tidak mengancam jiwa dalam
waktu dekat, dapat ditunda hingga beberapa jam, misalnya
a. Cedera abdomen tanpashok
b. Cedera dada tanpa gangguan respirasi
c. Fraktur mayor tanpa shok
d. Cedera kepala atau tulang belakang tanpa gangguan kesadaran
e. Luka bakar ringan.
3. Pasien yang mengalami cedera yang tidak memerlukan stabilisasi segera:
a. Cederaj aringanl unak
b. Fraktur dan dislokasi ekstremitas
c. Cedera maksilo-fasialtanpa gangguan jalan nafas
d. Gawat darurat psikologis.
4. Pasien yang meninggal atau cedera fatal yang tidak bisa memungkinkan untuk
resusitasi.

5
B. Kebijakan yang di tetapkan Pimpinan RS. Bhayangkara Mataram Dalam
Mengidentifikasi Pasien Risiko Tinggi

Pimpinan RS. Bhayangkara Mataram akan memberikan suatu kebijakan dalam


menangani pasien risiko tinggi kepada tim dokter/dokter gigi, staf perawat dan staf
keselamatan dalam memberikan pelayanan untuk pasien risikotinggi berdasarkan
kebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit seperti :

1. Pada kelompok pasien yang memerlukan Tindakan bedah segera disiapkan


tatalaksana bedah untuk menyelamatkan nyawa pasien, maka Pimpinan rumah
sakit akan mengeluarkan kebijakan untuk dilakukan oleh tim dokter/dokter gigi dan
perawat dalam Tindakan bedah di IGD. Jika kamar bedah IGD tidak dapat/ tidak
mampu melakukan Tindakan bedah maka tim bedah wajib melaporkan ke Instalasi
kamar bedah agar dipersiapkan operasi cito dan jika rumah sakit tidak dapat
melakukan pembedahan maka petugas IGD wajib merujuk kerumah sakit lain yang
lengkap jika pasien masih dapat bertahan hidup dapat ditangani secepat mungkin.
2. Pada kelompok pasien yang memerlukan perhatian dalam beberapa jam atau hari
kemudian namun tidak darurat, menunggu hingga beberapa jam atau hari maka
Pimpinan rumah sakit akan mengeluarkan kebijakan untuk dilakukan oleh tim
dokter/dokter gigi dan perawat kepada pasien untuk dianjurkan pulang dan Kembali
ke rumah sakit keesokan harinya (misalnya pasien yang mengalami pada patah
sederhana, atau luka jaringan lunak ,multiple).
3. Pada kelompok pasien yang mengalami cedera dan butuh pengobatan P3K dan
berobat jalan sudah cukup, peranan dokter tidak mutlak diperlukan. Contohnya
pada pasien yang mengalami luka lecet atau luka bakar ringan.
4. Pada kelompok yang mengalami cedera berat yang dapat meninggal karena
cederanya, mungkin dalam beberapa jam tau haris elanjutnya (luka bakar luas,
trauma berat, radiasi dosisletal ) atau kemungkinan tidak dapat bertahan hidup
dalam krisi yang mengacam jiwa walaupun diberikan penanganan medis seperti
cardiac arrest, syok berat, cedera kepala atau dada. Maka Pimpinan rumah sakit
akan mengeluarkan kebijakan untuk dilakukan oleh tim dokter/dokter gigi dan
perawat dalam pelayanan pasien yaitu pasien dimasukkan keruangan rawat
dengan pemberian analgetic atau mengurangi penderitaan.

6
BAB III
TATA LAKSANA

A. Tata laksana pada pengkajian pasien resiko tinggi


1. Pada pasien resiko tinggi seharusnya dilakukan dengan tindakan segera dan tepat
waktu. Kemampuan merespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengacam kehidupan pasien atau injuri adalah hal yang terpenting di instalasi
gawat darurat.
2. Tim dokter dan perawat melakukan pengkajian dengan adekuat dan akurat.Intinya
ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses
penanganan pasien.
3. Tim dokter melakukan keputusan berdasarkan pengkajian. Keselamatan dan
perawatan yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat informasi yang
adekuat serta data yang akurat.
4. Tim dokter dan perawat melakuka nintervensi berdasarkan keakuratan dari kondisi
pasien.Tanggung jawab utama seorang perawat adalah mengkaji secara akurat
seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien. Hal tersebut
termasuk terapiutik, prosedur diagnostik dan tugas suatu tempat yang dapat
diterima untuk suatu pengobatan
5. Tercapainya kepuasan pasien dalam pelayanan dengan tugas perawat yang
membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat
menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seorang pasien yang
keadaankritis. Tugas perawat juga memberikan dukungan emosional kepada
pasien dan keluarga pasien.

B. Tata laksana pada pasien resiko tinggi


1. Tim dokter dan staf keperwatan memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada
pasien di ruangan gawat darurat.
2. Tim perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan nafas,
bernafas atau sirkulasi terganggu yang dianggap berisiko tinggi.
3. Pasien yang mengalami kesulitan bernafas atau nyeri dada karena masalah
jantung akan menerima pengobatan pertama dari tim dokter ataupun perawat.
4. Pasien yang memiliki masalah yang mengacam kehidupan akan diberikan
pengobatan langsung oleh tim dokter atau staf keselamatan.

7
5. Tim dokter akan memberikan tindakan penunjuang sebagai alat bantu penyelamat
pasien, jika pasien dalam keadaan gawat ataupun kritis.

C. Hal – hal yang perlu di perhatikan pada pasien risiko tinggi


1. Pasien masuk kepintu IGD. Perawat harus memulai dengan memperkenalkan diri,
kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian, misalnya
melihat sekilas kearah pasien yang berada dibrankar sebelum mengarahkan
keruangan perawatan yang tepat.
2. Melakukan pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan cepat tidak
lebih dari 5 menit karena pengkajian tidak termasuk pengkajian perawat utama.
3. Tim keperawatan bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area
pengobatan yang tepat, misalnya :
a. Bagian trauma dengan peralatan khusus diruangan khusus
b. Bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah dll.
4. Tim dokter/dokter gigi dan staf keperawatan wajib mengkaji ulang kondisi pasien
sedikitnya sekali setiap 60 menit.
5. Bagi pasien yang dikatagorikan sebagai pasien gawat darurat pengkajian dilakukan
setiap 15 menit sekali/ lebih bila perlu.
6. Setiap pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis.
7. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area
pengobatan, misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada
di area pengobatan minor atau mengalami sesak nafas, sinkop atau diafores.
8. Bila kondisi pasien ketika dating sudah tampak tanda – tanda objektif bahwa pasien
mengalami gangguan pada Airway, Breathing dan Circulation maka pasien
ditangani terlebih dahulu di IGD.
9. Pengkajian awal pasien hanya didasarkan atas data objektif dan subjektif sekunder
dari pihak keluarga, setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian
dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien.

D. Mengidentifikasi pasien berisiko tinggi


1. Identifikasi pasien risiko tinggi menurut:
a. Umur anak dan lansia karena mereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya,tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi
keputusan tentang asuhannya.

8
b. Kondisi atau kebutuhan yang bersifat kritis (kasus emergency)
c. Pasien ketakutan, bingung,gelisah,coma karena mereka tidak mampu
memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan
efisien
d. Kelompok yang rentan mendapatkan kekerasan fisik dan tidak mampu
melindungi dirinya (bayi, anak, lansia, mereka yang cacat)
e. Pasien dengan immune-suppressed
f. Pasien yang mendapat terapi obat yang mempunyai efek membahayakan
baginya.
2. Identifikasi risiko sampingan :
a. Pencegahan pasien jatuh
b. Intervensi pencegahan pasien jatuh (pasang clip kuning)
c. Pasang pagar pengaman dan kunci tempat tidur
d. Edukasi pencegahan risiko jatuh.
3. Manajemen risiko jatuh
a. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
b. Sediakan pencahayaan yang cukup
c. Alas kaki anti licin
d. Berikan instruksi kepada pasien untuk memanggil petugas jika ingin turun dari
tempat tidur
e. Beri penjelasan mengenai sistm pemanggilan perawat keruangan
f. Bel panggilan berada dekat jangkauan ,terlihat,serta pasien mengetahui letak
dan cara penggunaannya.
g. Lampu tidur berada dalam jangkauan ,terlihat ,serta pasien mengetahui letak dan
cara penggunaannya
h. Pertimbangkan untuk menggunakan pendamping pada pasien dengan gangguan
kognitif.
i. Sediakan lingkungan yang aman (rapi,tidak licin,kabel-kabel terikat dengan rapi,
jalur berjalan bersih, dari benda-benda yang tidak perlu.
j. Barang- barang pribadi berada dekat jangkauan
k. Posisikan tempat tidur serendah mungkin dengan roda terkunci
l. Setiap 1-3 jam ,tawarkan bantuan untuk kekamar mandi ,dan perawatan lain
termasuk menawarkan minum dan memastikan pasien hangat dan nyaman.
m.Lakukan mobilisasi secepat dan sesering mungkin (sesuai kondisi pasien)
n. Konsultasikan dengan tim manajemen jatuh dan farmasi ,(tinjau ulang medikasi).
9
o. Untuk pasien yang risiko cedera kepala (misalnya pasien dalam terapi anti
koagulan gangguan kejang berat ,riwayat jatuh mengenai kepala),pertimbangkan
penggunaan perlindungan kepala.
p. Penggunaan toilet duduk .
q. Secara aktif ,libatkan pasien dan keluarga dalam program pencegahan jatuh.
r. Berikan intruksi kepada pasien sebelum memulai aktivitas
s. Penggunaan alat bantu sesuai dengan kebutuhan pasien.
t. Meminimalisir gangguan /distraksi.
u. Periksa ujung anti selip pada tongkat dan walker.
v. Intruksikan pada pasien untuk menggunakan pegangan.
w. Lakukan evaluasi oleh tim inter disiplin.
4. Manajemen setelah kejadian
a. Nilai apakah terdapat cedera akibat jatuh (abrasi, kontusio,
laserasi,fraktur,cedera kepala)
b. Nilai tanda vital.
c. Nilai adanya keterbatasan gerak.
d. Pantau pasien dengan ketat.
e. Laporkan kejadian jatuh kepada perawat yang bertugas dan lengkapi laporan
insidens.
f. Modifikasi rencana keperawatan inter disiplin sesuai dengan kondisi pasien.
5. Pencegahan decubitus
a) Merubah posisi pasien 2 jam sekali;
b) Anjurkan masukan cairan dan nutrisi yany tepat dan adekuat.karna kerusakan
kulit lebih mudah terjadi dan lambat untuk sembuh jika nutrisi pasien buruk.
c) Segera membersihkan feces atau urin dari kulit karna bersifat iriatif terhadap
kulit.
d) Inspeksi daerah decubitus umum terjadi laporkan.
e) Jaga agar kulit tetap kering.
f) Jaga agar linen tetap kering dan bebas kerutan.
g) Beri perhatian khusus pada daerah yang berisiko terjadi decubitus.
h) Masage sekitar daerah kemerahan dengan sering menggunakan lotion.
i) Jangan menggunakan lotion pada kulit yang rusak.
j) Gunakan kain pengalas bila memindahkan pasien tirah baring.
k) Lakukan latihan gerak minimal 2 kali sehari untuk mencegah kontraktur.
l) Gunakan kasur decubitus.
10
6. Pencegahan plebitis
a. Tentukan lokasi pemasangan ,sesuaikan dengan keperluan rencana pengobatan
b. Lakukan tindakan aseptic dan anti septic.
c. Lakukan pergantia ntempat dan peralatan infuse tiap 72 jam .
d. Lakukan aseptic dressing bila kondisikotor.
e. Perhatikan laju pemberian cairan
f.Lakukan inspeksi visual tempat penyuntikan, bila terdapat tanda” nyeri, eritema
segera ganti posisi pemasangan infuse.
E. Membuat perencanaan pelayanan pasien dewasa anak-anak atau keadaan
khusus.
1. Pelayanan terhadap pasien dibedakan menurut kebutuhan pasien.
2. Perencanaaan pelayanan dibuat mulai dari pasien dating sampai pasien pulang.
F. Pendokumentasian pelayanan secara tim untuk bekerja dan berkomunikasi
secara efektif.
Catatan terintegrasi bertujuan untuk pendokumentasian pelayanaan secara tim
serta bekerja sama dan berkomunikasi secara efektif untuk memecahkan masalah
pasien.
G. Melakukan informed consent.
1. Setiap tindakan kedokteran (medis) yang akan dilakukan harus ada informed
consent.
2. Pasien berhak mendapatkan informasi tentang penyakit ,tujuan pengobatan dan
tujuan tindakan yang dilakukan.
H. Persyaratan pemantauan pasien
1. Pasien risiko tinggi wajib mendapatkan pemantauan secar akomprehensif
2. Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana untuk pemantauan pasien.
I. Ketersediaan dan penggunaan alat khusus.
1. Pasien yang memerlukan dan menggunakan peralatan khusus harus dilakukan
informed consent terlebih dahulu, pasien berhak bersedia atau menolak
penggunaan alat khusus.
2. Pasien yang bersedia menggunakan peralatan khusus harus dilakukan
pemantauan dan pengawasan berupa pencatatan dan pelaporan.

11
J. Melakukan pelatihan staf sehingga memiliki keterampilan khusus dalam
melakukan proses asuhan terhadap pasien.
1. Untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia rumah sakit melakukan
pelatihan staf baik secara internal maupun secara eksternal sehingga para staf
memiliki keterampilan khusus dalam melakukan asuhan terhadap pasien.
2. Membuat program pengembangan staf secara berkelanjutan
3. Staf yang bertugas di unit khusus (ICU, PRT dan IGD) harus memiliki keterampilan
khusus dibidangnya.

12
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Bukti tertulis kegiatan /rekam kegiatan.


1. Daftar pelayanan pasien yang berisiko tinggi.
2. Catatan terintegrasi

B. Dokumen pendukung
 Sertifikat pelatihan

MATARAM, AGUSTUS 2019


KARUMKIT BHAYANGKARA MATARAM

dr. I KOMANG TRESNA, SpOG.(K).,MARS


AKBP NRP 70060448

13

Anda mungkin juga menyukai