PANDUAN
PASIEN RISIKO TINGGI
1
BAB I
PENDAHULUA
N
Pasien risiko tinggi adalah pasien dengan kasus emergensi, pasien yang di lakukan
resusitasi, pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup dasar atau yang koma,
pasien dengan pasien emergency, pasien coma, pasien dengan alat bantuan hidup,
pasien resiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan penyakit jantung, hipertensi stroke dan
diabetes, pasien dengan resiko bunuh diri.
2. Pasien yang dilakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah pasien yang
2
mengalami henti nafas (Apnue) dan henti jantung (cardiac arrest).
3
3. Pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup dasar atau yang koma,
contohnya :
a) Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
b) Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta
adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan
c) Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
4
BAB II
RUANG LINGKUP
Setiap berkas rekam medis pasien di RS. Bhayangkara Mataram memuat data
identifikasi pasien untuk proses pelayanan Kesehatan hingga dapat berjalan dengan
baik. Identifikasi pasien yang berisiko tinggi digolongkan berdasarkan kondisi atau
kebutuhan pasien yang bersifat kritis. Pasien resiko tinggi di RS. Bhayangkara
Mataram dapat dilihat berdasarkan kondisi yang dialami pasien seperti:
1. Pasien yang mengalami cedera berat atau mengacam jiwa pasien dan memerlukan
transpot segera misalnya :
a. Gagal nafas
b. Cederatorako-abdominal
c. Cedera kepala atau maksilo-fasialberat
d. Shok atau pendarahan berat
e. Luka bakar berat.
2. Pasien yang mengalami cedera yang dipastikan tidak mengancam jiwa dalam
waktu dekat, dapat ditunda hingga beberapa jam, misalnya
a. Cedera abdomen tanpashok
b. Cedera dada tanpa gangguan respirasi
c. Fraktur mayor tanpa shok
d. Cedera kepala atau tulang belakang tanpa gangguan kesadaran
e. Luka bakar ringan.
3. Pasien yang mengalami cedera yang tidak memerlukan stabilisasi segera:
a. Cederaj aringanl unak
b. Fraktur dan dislokasi ekstremitas
c. Cedera maksilo-fasialtanpa gangguan jalan nafas
d. Gawat darurat psikologis.
4. Pasien yang meninggal atau cedera fatal yang tidak bisa memungkinkan untuk
resusitasi.
5
B. Kebijakan yang di tetapkan Pimpinan RS. Bhayangkara Mataram Dalam
Mengidentifikasi Pasien Risiko Tinggi
6
BAB III
TATA LAKSANA
7
5. Tim dokter akan memberikan tindakan penunjuang sebagai alat bantu penyelamat
pasien, jika pasien dalam keadaan gawat ataupun kritis.
8
b. Kondisi atau kebutuhan yang bersifat kritis (kasus emergency)
c. Pasien ketakutan, bingung,gelisah,coma karena mereka tidak mampu
memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan
efisien
d. Kelompok yang rentan mendapatkan kekerasan fisik dan tidak mampu
melindungi dirinya (bayi, anak, lansia, mereka yang cacat)
e. Pasien dengan immune-suppressed
f. Pasien yang mendapat terapi obat yang mempunyai efek membahayakan
baginya.
2. Identifikasi risiko sampingan :
a. Pencegahan pasien jatuh
b. Intervensi pencegahan pasien jatuh (pasang clip kuning)
c. Pasang pagar pengaman dan kunci tempat tidur
d. Edukasi pencegahan risiko jatuh.
3. Manajemen risiko jatuh
a. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
b. Sediakan pencahayaan yang cukup
c. Alas kaki anti licin
d. Berikan instruksi kepada pasien untuk memanggil petugas jika ingin turun dari
tempat tidur
e. Beri penjelasan mengenai sistm pemanggilan perawat keruangan
f. Bel panggilan berada dekat jangkauan ,terlihat,serta pasien mengetahui letak
dan cara penggunaannya.
g. Lampu tidur berada dalam jangkauan ,terlihat ,serta pasien mengetahui letak dan
cara penggunaannya
h. Pertimbangkan untuk menggunakan pendamping pada pasien dengan gangguan
kognitif.
i. Sediakan lingkungan yang aman (rapi,tidak licin,kabel-kabel terikat dengan rapi,
jalur berjalan bersih, dari benda-benda yang tidak perlu.
j. Barang- barang pribadi berada dekat jangkauan
k. Posisikan tempat tidur serendah mungkin dengan roda terkunci
l. Setiap 1-3 jam ,tawarkan bantuan untuk kekamar mandi ,dan perawatan lain
termasuk menawarkan minum dan memastikan pasien hangat dan nyaman.
m.Lakukan mobilisasi secepat dan sesering mungkin (sesuai kondisi pasien)
n. Konsultasikan dengan tim manajemen jatuh dan farmasi ,(tinjau ulang medikasi).
9
o. Untuk pasien yang risiko cedera kepala (misalnya pasien dalam terapi anti
koagulan gangguan kejang berat ,riwayat jatuh mengenai kepala),pertimbangkan
penggunaan perlindungan kepala.
p. Penggunaan toilet duduk .
q. Secara aktif ,libatkan pasien dan keluarga dalam program pencegahan jatuh.
r. Berikan intruksi kepada pasien sebelum memulai aktivitas
s. Penggunaan alat bantu sesuai dengan kebutuhan pasien.
t. Meminimalisir gangguan /distraksi.
u. Periksa ujung anti selip pada tongkat dan walker.
v. Intruksikan pada pasien untuk menggunakan pegangan.
w. Lakukan evaluasi oleh tim inter disiplin.
4. Manajemen setelah kejadian
a. Nilai apakah terdapat cedera akibat jatuh (abrasi, kontusio,
laserasi,fraktur,cedera kepala)
b. Nilai tanda vital.
c. Nilai adanya keterbatasan gerak.
d. Pantau pasien dengan ketat.
e. Laporkan kejadian jatuh kepada perawat yang bertugas dan lengkapi laporan
insidens.
f. Modifikasi rencana keperawatan inter disiplin sesuai dengan kondisi pasien.
5. Pencegahan decubitus
a) Merubah posisi pasien 2 jam sekali;
b) Anjurkan masukan cairan dan nutrisi yany tepat dan adekuat.karna kerusakan
kulit lebih mudah terjadi dan lambat untuk sembuh jika nutrisi pasien buruk.
c) Segera membersihkan feces atau urin dari kulit karna bersifat iriatif terhadap
kulit.
d) Inspeksi daerah decubitus umum terjadi laporkan.
e) Jaga agar kulit tetap kering.
f) Jaga agar linen tetap kering dan bebas kerutan.
g) Beri perhatian khusus pada daerah yang berisiko terjadi decubitus.
h) Masage sekitar daerah kemerahan dengan sering menggunakan lotion.
i) Jangan menggunakan lotion pada kulit yang rusak.
j) Gunakan kain pengalas bila memindahkan pasien tirah baring.
k) Lakukan latihan gerak minimal 2 kali sehari untuk mencegah kontraktur.
l) Gunakan kasur decubitus.
10
6. Pencegahan plebitis
a. Tentukan lokasi pemasangan ,sesuaikan dengan keperluan rencana pengobatan
b. Lakukan tindakan aseptic dan anti septic.
c. Lakukan pergantia ntempat dan peralatan infuse tiap 72 jam .
d. Lakukan aseptic dressing bila kondisikotor.
e. Perhatikan laju pemberian cairan
f.Lakukan inspeksi visual tempat penyuntikan, bila terdapat tanda” nyeri, eritema
segera ganti posisi pemasangan infuse.
E. Membuat perencanaan pelayanan pasien dewasa anak-anak atau keadaan
khusus.
1. Pelayanan terhadap pasien dibedakan menurut kebutuhan pasien.
2. Perencanaaan pelayanan dibuat mulai dari pasien dating sampai pasien pulang.
F. Pendokumentasian pelayanan secara tim untuk bekerja dan berkomunikasi
secara efektif.
Catatan terintegrasi bertujuan untuk pendokumentasian pelayanaan secara tim
serta bekerja sama dan berkomunikasi secara efektif untuk memecahkan masalah
pasien.
G. Melakukan informed consent.
1. Setiap tindakan kedokteran (medis) yang akan dilakukan harus ada informed
consent.
2. Pasien berhak mendapatkan informasi tentang penyakit ,tujuan pengobatan dan
tujuan tindakan yang dilakukan.
H. Persyaratan pemantauan pasien
1. Pasien risiko tinggi wajib mendapatkan pemantauan secar akomprehensif
2. Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana untuk pemantauan pasien.
I. Ketersediaan dan penggunaan alat khusus.
1. Pasien yang memerlukan dan menggunakan peralatan khusus harus dilakukan
informed consent terlebih dahulu, pasien berhak bersedia atau menolak
penggunaan alat khusus.
2. Pasien yang bersedia menggunakan peralatan khusus harus dilakukan
pemantauan dan pengawasan berupa pencatatan dan pelaporan.
11
J. Melakukan pelatihan staf sehingga memiliki keterampilan khusus dalam
melakukan proses asuhan terhadap pasien.
1. Untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia rumah sakit melakukan
pelatihan staf baik secara internal maupun secara eksternal sehingga para staf
memiliki keterampilan khusus dalam melakukan asuhan terhadap pasien.
2. Membuat program pengembangan staf secara berkelanjutan
3. Staf yang bertugas di unit khusus (ICU, PRT dan IGD) harus memiliki keterampilan
khusus dibidangnya.
12
BAB IV
DOKUMENTASI
B. Dokumen pendukung
Sertifikat pelatihan
13