Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN

PASIEN TAHAP TERMINAL

PANDU
RUMAH SAKIT GRAHA MEDIKA
JL. KH. Abdullah Bin Nuh No.2
Cilendek Barat, Bogor Barat
Kota Bogor
ARUMAH SAKIT GRAHA MEDIKA
JL. KH Abdullah Bin Nuh No. 2, kel. Cilendek Barat, Kec. Bogor Barat, Kota. Bogor 16112
No. Tlpn (0251) 8367170 I Email : rsgrahamedika88@gmail.com

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GRAHA MEDIKA


NOMOR:
047/DIR/SK/RSGM/VIII/2019
TENTANG
PANDUAN PASIEN TAHAP TERMINAL
RUMAH SAKIT GRAHA MEDIKA

Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan pasien safety Rumah
Sakit Graha Medika kepada masyarakat,maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan pasien yang bermutu dan memadai baik dari segi kualitas maupun
kuantitas.
b. Bahwa agar pelayanan Rumah Sakit Graha Medika dapat terlaksana dengan
baik, perlu adanya keputusan direktur tentang panduan pasien tahap terminal
Rumah Sakit Graha Medika sebagai landasan bagi penyelenggaraan
pelayanan pasien tahap terminal Rumah Sakit Graha Medika.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu ditetapkan dengan keputusan direktur Rumah Sakit Graha
Medika tentang penetapan panduanpasientahapterminal di Rumah Sakit
Graha Medika Kota Bogor.
1. Undang – undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Mengingat: Negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia nomor5063).
2 Undang – undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
3. Negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia nomor 4431).
4. Keputusan Menteri Kesehatan RInomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
5. Keputusan PT Muhammad Medika Abadi nomor 001/DIR.PTMMA/II/2019
tentang Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) Rumah Sakit Graha
Medika
6. Keputusan PT Muhammad Medika Abadi nomor 002/DIR.PTMMA/II/2019
7. tentang pengangkatan direktur Rumah Sakit Graha Medika
Keputusan PT Muhammad Medika Abadi nomor 003/DIR.PTMMA/II/2019
tentang Keputusan Internal Rumah Sakit( Hospital By Laws ) Rumah Sakit
Graha Medika

Memutuskan
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GRAHA MEDIKA TENTANG
PANDUAN PASIEN TAHAP TERMINAL RUMAH SAKIT GRAHA
MEDIKA
KEDUA : Panduan pasien tahap terminal di Rumah Sakit Graha Medika sebagaimana
dimaksud diktum kesatu terlampir dalam keputusan ini.
KETIGA : Panduan ini menjadi acuan bagi Rumah Sakit Graha Medika untuk
melaksanakan pelayanan pasien tahap terminal Rumah Sakit Graha Medika.
KEEMPAT : Keputusan tentang panduan pasien tahap terminal ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di: Bogor


Pada Tanggal: 10 Agustus 2019
Direktur

dr. Ratna Dyah Mutiarani,M.Kes


KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah bagi Allah Subhanahuwata’ala, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
Ridho dan Petunjuk – Nya, sehingga Panduan Pasien Tahap Terminal ini dapat selesaikan dan dapat
diterbitkan.

Panduan ini dibuat untuk menjadi panduan kerja bagi semua staf dalam melakukan Panduan Tahap
Terminal di Rumah Sakit Graha Medika .

Dalam panduan ini antara lain berisi tentang tatalaksana Panduan Pasien Tahap Terminal Untuk
peningkatan mutu pelayanan diperlukan pengembangan kebijakan, pedoman, panduan dan prosedur.
Untuk tujuan tersebut panduan ini akan kami evaluasi setidaknya setiap 2 tahun sekali. Masukan,
kritik dan saran yang konstruktif untuk pengembangan panduan ini sangat kami harapkan dari para
pembaca.

Penyusun
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR RS GRAHA
MEDIKA
NOMOR 047/DIR/SK/RSGM/VIII/2019
TENTANG
PANDUAN PASIEN TAHAP TERMINAL

BAB I
DEFINISI

A. Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan lagi bagi
si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu
kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan
merupakan suatu kehilangan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Sebagai arahan bagi perawatan pasien terminal di rumah sakit
2. Tujuan khusus:
a) Terlaksananya perawatan pasien terminal yang bermutu sesuai standar yang berlaku di
rumah sakit
b) Tersusunnya panduan pasien terminal
c) Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
d) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

BAB II
RUANG LINGKUP

5
Panduan pasien tahap terminal merupakan salah satu bagian terpenting bagaimana Rumah Sakit
Graha Medika memberikan pelayanan yang komprenehsif kepada seluruh pasien yang dirawat di
Rumah Sakit. Disinilah, bentuk pelayanan yang kompleks dan holistic dijalankan, bukan hanya
semata sebuah pelayanan yang berfokus kepada sebuah kesembuhan (secara umum) tetapi pasien
dengan kondisi terminal atau menjelang ajal (kematian) diberikan sebuah persiapan.

Hal ini tentunya berlaku pada seluruh pasien tahap terminal dengan kasus yang ada di Rumah Sakit
Graha Medika yang dilakukan perawatan. Dengan adanya ini, diharapkan mampu memberikan sebuah
pelayanan menyeluruh bio – psiko – sosial pada pasien menjelang kematiannya.

BAB III
TATA LAKSANA
Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang hidup pasien yang sekarat sampai
teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ binatang, percobaan mengakhiri hidup lebih
awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara medis.

6
Di antara hal-halyang ekstrim tersebut ada banyak masalah seperti memulai atau menghentikan
perawatan yang dapat memperpanjang hidup, perawatan pasien dengan penyakit stadium terminal
serta kelayakan dan penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut.
Dua masalah yang pantas mendapat perhatian khusus: euthanasia dan bantuan bunuh diri.
1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelasdimaksudkan untuk
mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemenberikut: subjek tersebut
adalah orang yang kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan
yang secara sukarela meminta hidupnya diakhiri; agenmengetahui tentang kondisi pasien
dan menginginkan kematian dan melakukan tindakan dengan niat utama mengakhiri
hidup orang tersebut; dan tindakan dilakukan dengan belas kasih dan tanpa tujuan pribadi.
2. Bantuan Bunuh Diri
Adalah berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang pengetahuan atau alat
atau keduanya yang diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk konseling
mengenai obat dosis letal, meresepkan obat dosis letal, atau memberikannnya. Euthanasia
dan bunuh diri dengan bantuan sering dianggap sama secara moral, walaupun antara
keduanya ada perbedaan yang jauh secara praktek maupun dalam hal yuridiksi legal.
Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan secara definisi harus dibedakan dengan
menunda atau menghentikan perawatan medis yang tidak diinginkan, sia-sia atau tidak
tepat at ketentuan perawatan paliatif, bahkan jika tindakan-tindakan tersebut dapat
memperpendek hidup.

Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebgai akibat dari rasa sakit atau
penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih memilih mati dari pada
meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi, banyak pasien menganggap
mereka mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak memperoleh bantuan untuk mati.

Dokter dianggap sebagai instrumen kematian yang paling tepat karena mereka
mempunyai pengetahuan medis dan akses kepada obat-obatan yang sesuai untuk
mendapatkan kematian yang cepat dan tanpa rasa sakit. Tentunya dokter akan merasa
enggan memenuhi permintaan tersebut karena merupakan tindakan yang ilegal di
sebagian besar negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik kedokteran. Larangan
tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dan telahdinyatakan kembali oleh
WMA dalam Declaration on Euthanasia:
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seorang pasien dengan segera,
tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga dekatnya yangmemintanya.
Hal ini tetap saja tidak mencegah dokter dari kewajibannya menghormati keinginan
pasien untuk membiarkan proses kematian alami dalamkeadaan sakit tahap terminal.

Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter tidak
dapatmelakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa pada stadium
lanjut dan dimana tindakan kuratif tidak tepat. Pada tahun-tahun terakhir telah terjadi
kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif untuk mengurangi rasa sakit dan
penderitaan serta meningkatkan kualitas hidup.

Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan
penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek dala pengobatan

7
paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah kontrol rasa sakit. Semua dokter yang
merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai cukup ketrampilan dalam
masalah ini, dan jika mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari ahli
pengobatan paliatif. Dan di atas semuanya itu, dokter tidak boleh membiarkan pasien
sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak
mungkin disembuhkan.

Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis kepada pasien,


wakil pasein dalam mengambil keputusan, dan juga dokter. Kemungkinan
memperpanjang hidup dengan memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi, prosedur
radiologi, dan perawatan intensif memerlukan keputusan mengenai kapan memulai
tindakan tersebut dan kapan menghentikannya jika tidak berhasil.

Seperti dibahas di atas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien yang
kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun jika
penolakan itu dapat”....dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin
disembuhkan.”menyebabkan kematian. Setiap orang berbeda dalam menanggapi
kematian; beberapa akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak
peduli seberapapun sakit dan menderitanya; sedang yang lain sangat ingin mati sehingga
menolak bahkan tindakan yang sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup
seperti antibiotik untuk pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan setiap usaha
untuk memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang perawatan yang ada serta
kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan pasien apakah
akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.

Pengambilan keputusan di akhir kehidupan untuk pasien yang tidak kompeten


memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas mengungkapkan
keinginannya sebelumnya seperti menggunakan bantuan hidup lanjut, keputusan akan
lebih mudah walaupun bantuan seperti itu kadang sangat samar-samar dan harus
diinterpretasikan berdasarkan kondisi aktual pasien. Jika pasien tidak menyatakan
keinginannnya dengan jelas, wakil pasien dalam mengambil keputusan harus
menggunakan kriteria-kriteria lain untuk keputusan perawatan yaitu kepentingan terbaik
pasien.

A. Type-type Perjalanan Menjelang Kematian


Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari
fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi
penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada
pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik
dan telah berjalan lama.
B. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:

8
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perutkembung,
obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Sianosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang pasien tetap
sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum
meninggal.
C. Tanda-tanda klinis saat meninggal
1. Pupil mata melebar.
2. Tidak mampu untuk bergerak.
3. Kehilangan reflek.
4. Nadi cepat dan kecil.
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6. Tekanan darah sangat rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
D. Tanda-tanda meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi,
respirasi dan tekanan darah.Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa
petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.
E. Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang
diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat
menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya.
Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan
pulang, dan sebagainya.
2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang
bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka

9
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang
menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat
akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.
F. Bantuan yang dapat Diberikan
1. Bantuan Emosional
1) Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
2) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah.
Dokter/Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan
rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
3) Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong
pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang
tidak masuk akal.
4) Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu
duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari
pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-
temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu
dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
1) Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan sebagainya.
2) Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin, dan lainya. Pemberian obat ini diberikan sesuai
dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik diberikan
Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan, karena kondisi sistem
sirkulasi sudah menurun
3) Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran
sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi pasien
yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen
4) Bergerak

10
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak, seperti:
turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan ) untuk mencegah
decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk
menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun
5) Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta
pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot
yang berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan klien sebelum
diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
6) Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi.
Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang
duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada
daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep
7) Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara
dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan
kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
1) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan pasien
dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota
keluarga lain
2) Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi
3) Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-
teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri dan
merapikan diri
4) Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain
dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu membacanya.
4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
1) Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana
pasien selanjutnya menjelang kematian
2) Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama dalam hal
untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya.
3) Membantudan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan keyakinanya/ ritual harus
diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga harus mampu memberikan ketenangan
melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive
terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan
spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
G. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit/sakit yang tidak
mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.

11
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial
yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit
kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau
sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang
hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon
terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama
pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol
terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang
diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.

BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi dalam melakukan pelayanan pada pasien tahap terminal, harus ditulis dalam catatan
rekam medis terintegrasi. Sehingga proses penerapan asuhannya pun akan lebih berorientasi kepada
bagaimana pasien disiapkan untuk menjemput kematiannya dengan tenang dan aman, nyaman dan
dikurangi dari rasa nyeri.
Dokumentasi yang jelas dan rinci, tentunya akan membantu seluruh disiplin tenaga kesehatan untuk
memberikan pelayanan yang menitik beratkan kepada sebuah pelayanan menyeluruh bio – psiko –
social pasien di akhir hidupnya.

12

Anda mungkin juga menyukai