Anda di halaman 1dari 35

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GRAHA SEHAT MEDIKA

NOMOR 167/1/III/RSGSM_Adm.UK/2018
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DIREKTUR RUMAH SAKIT GRAHA SEHAT MEDIKA

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Graha Sehat
Medika, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi dari
setiap unit pelayanan yang ada;
b. bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan salah unit
pelayanan di Rumah Sakit Graha Sehat Medika,yang harus mendukung
pelayanan rumah sakit secara keseluruhan maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi yang bermutu tinggi.
c. bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan Direktur tentang Kebijakan
pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit Graha Sehat
Medika,sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a, 2 dan 3,
perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Graha Sehat
Medika,.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 1277/MenKes/SK/XI/2001 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Depatemen Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 159 b/MenKes/SK/Per/II/1998 tentang
Rumah Sakit.
4. Undang-undang RI nomor 23 tahun 1992 pasal 59 tentang Kesehatan.
5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 13333/MenKes/SK/XII/1999
tentang Standart Pelayanan Rumah Sakit.
6. Undang-undang No.44 Tahun 2009, pasal, 40 ayat 1 tentang Upaya Peningkatan
Mutu Pelayanan Rumah Sakit
7. Kepmenkes RI 270/Menkes/SK/III/2008 tentang pedoman Managerial Pengendalian
Infeksi RS dan Fasilitas Kesehatan Lainnya.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 631/MENKES/SK/IV/2005
Tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) Di
Rumah Sakit.
9. Keputusan Direktur RS Graha Sehat Medika Nomor 001/01/XI/SK_Dir/2018 tentang
Struktur Organisasi Rumah Sakit Graha Sehat Medika.
MUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RS GRAHA SEHAT MEDIKA TENTANG KEBIJAKAN
PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) RS GRAHA SEHAT
MEDIKA.

KEDUA : Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RS Graha Sehat Medika
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi RS Graha Sehat Medikadilaksanakan oleh Direktur RS Graha
Sehat Medika.
KEEMPAT : Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib mensosialisasikan
keputusan ini ke seluruh karyawan di Pelayanan pencegahan dan pengendalian
infeksi.
KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan Pasuruan
Pada Tanggal 1 Maret 2018
Direktur RS Graha Sehat Medika

dr. Rudy, Sp.OG


NIK. M.1.05.18.001
LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RS GRAHA SEHAT MEDIKA.

Nomor : 167/1/III/RSGSM_Adm.UK/2018
Tentang : Kebijakan Pelayanan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi RS Graha Sehat
Medika

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta kasih, tidak
membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka yang lemah dan kurang
mendapat perhatian (option for the poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu layanan,
keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien, keluarga dan
masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Motto dan Budaya Kerja Rumah Sakit Graha
Sehat Medika.
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien (patient
centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan, memenuhi
hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan
edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit pelayanan
tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui kegiatan Plan-Do-
Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah sakit dan melibatkan
berbagai individu.
7. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang muka.
8. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang mampu.
9. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan, mengelola,
dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit pelayanan maupun
visi-misi rumah sakit.
10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan
mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara kondisi
lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
11. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6 (enam) sasaran
Keselamatan Pasien.
12. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara teratur
sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
13. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit.
14. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi dan
ketentuan yang berlaku.
15. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi, standar
prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua peraturan rumah sakit
yang berlaku.
16. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan kepada
masyarakat.
17. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan informasi
secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan kesehatan pasien
serta kinerja rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu.
18. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui rapat rutin
minimal 1 kali dalam satu bulan.
19. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan kepada
manajemen rumah sakit.
20. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh) standar keselamatan
pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
21. Rumah Sakit Graha Sehat Medika saat ini beperan serta dalam program PONEK dan sedang
mempersiapkan untuk melengkapi SDM dan fasilitas PONEK. Terkait PONEK Rumah Sakit Graha
Sehat Medika mengupayakan pelayanan meliputi: penanganan awal / emergency ibu dan bayi
dan pelayanan rujukan kerumah sakit lain yang mampu memberikan pelayanan lebih lanjut.
22. Rumah Sakit Graha Sehat Medika bukan Rumah Sakit yang ditunjuk untuk melakukan pelayanan
pasien dengan HIV/AIDS, sehingga pelayanan yang diselenggarakan Rumah Sakit Graha Sehat
Medika meliputi; pelayanan rujukan HIV ke rumah sakit lain yang di tunjuk melayanai HIV/AIDS,
dan penerapan Universal Precaution.
23. Oleh Karena ketidaktersediaan SDM yakni dokter Spesialis Paru serta keterbatasan fasilitas yang
ada di Rumah Sakit Graha Sehat Medika , maka untuk kasus penanggulangan Tuberkulosa ( TB )
dilakukan di IGD dan kemuadian pasien akan di rujuk ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas
serta sumber daya manusia yang memadai.
24. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di rumah sakit, maka pasien harus dirujuk
ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan pasien / keluarga
25. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
26. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis pasien yang
dilayani.
27. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun eksternal
untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI
a) Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi di
Rumah Sakit, maka RS Graha Sehat Medika melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI).
b) Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Komite Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (KPPI) serta Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI).
Komite PPI RS Graha Sehat Medika bertanggung jawab langsung kepada Direktur. Tim PPI
bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI.
c) Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2011.
d) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional disemua unit
dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
e) Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka RS Graha Sehat
Medika memiliki 1 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu yang bertugas
mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi yang meliputi gugus tugas
perawatan, IPSRS, Farmasi, Gizi, Administrasi, IGD, Laboratorium,.
f) Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and Control
Link Nurse) dan IPCLS (Infection Prevention and Control Link Staf ) sebagai pelaksana
harian/penghubung di unit masing-masing.
2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan sterilisasi, tatalaksana
linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam,pengendalian lingkungan, praktik menyuntik
yang aman, kebersihan pernafasan/etika batuk, perawatan peralatan pasien, penatalaksanaan
linen, program kesehatan karyawan, penempatan pasien. Kewaspadaan standar diterapkan
secara menyeluruh di semua area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi
dan aktivitas pelayanan sesuai Panduan PPI RS Graha Sehat Medika.
3. KEBERSIHAN TANGAN
a) Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
b) Seluruh lingkungan RS Graha Sehat Medika.
c) Indikasi kebersihan tangan secara umum :
 Segera : setelah tiba di tempat kerja
 Sebelum :
1) Kontak langsung dengan pasien
2) Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif
3) Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
4) Mempersiapkan makanan
5) Memberi makan pasien
6) Meninggalkan rumah sakit
 Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi untuk
menghindari kontaminasi silang
 Setelah :
1) Kontak dengan pasien
2) Melepas sarung tangan
3) Melepas alat pelindung diri
4) Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan, urine, keringat
dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan
tubuh, pispot, urinal baik menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan.
5) Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan (batuk/ bersin).
6) Menyentuh lingkungan di sekitar pasien
d) 4 Jenis kebersihan tangan .
 Kebersihan tangan surgical
 Kebersihan tangan Aseptik
 Kebersihan tangan alkohol handrub
 Kebersihan tangan Sosial
e) Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan (WHO):
 Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
 Momen 2 : sebelum tindakan asepsis
 Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
 Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
 Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
f) 6 langkah kebersihan tangan.
g) Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-klinis) di
RS Graha Sehat Medika, yaitu :
 Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)
 Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine 2% (aseptik)
 Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)
 Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik chlorhexidine 4%
(surgical).
h) Kebersihan tangan efektif :
 Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien
 Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi), semua perhiasan
yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus dilepaskan selama bertugas dan
pada saat melakukan kebersihan tangan
 Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu dan cat
kuku
 Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air
 Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan handuk sekali pakai
 Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan terlihat kotor
 Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila tangan tidak
terlihat kotor diantara tindakan
 Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai
 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung tangan
 Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya.
 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang
i) Sediakan di setiap ruangan / bagian :
 Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :
1) Wastafel dengan air yang mengalir.
2) Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan 3) : poli rawat
jalan, ICU, kamar bayi, IGD (area non tindakan), ruang keperawatan, unit penunjang
medik (radiologi,laboratorium klinik)
3) Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar bedah, VK
4) Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi kebersihan tangan
momen 1,4,5), toilet, dapur.
5) Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasien di area kritis
(UGD, kamar bayi, ruang observasi VK, kamar bedah), setiap pintu masuk kamar
pasien,meja trolly tindakan.
 Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
1) Wastafel dengan air yang mengalir.
2) Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
3) Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3): sanitasi, kamar cuci,
kamar jenazah, CSSD.
4) Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk petugas /
pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar jenazah, area dimana fasilitas
kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir tidak tersedia / jauh letaknya.
j) Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :
 Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan : Petugas klinis setiap 2 minggu
sekali (ruang keperawatan, IGD, OK, rawat jalan, kamar bayi, VK, Gizi) .
 Dengan memperhatikan 4,5,6 kebersihan tangan sebelum kontak dengan pasien (Momen
1 menurut WHO).
1) Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi, dapur, IPSRS, sanitasi,
kamar jenazah) : sesuai indikasi kebersihan tangan secara umum.
2) Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun nonklinis dengan
sasaran 30 % dari jumlah masing-masing profesi (Dokter,Perawat dan Gizi).
k) Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan
pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.
l) Setiap petugas di RS Graha Sehat Medikawajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang
diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan
melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan.
m) Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas (dokter perawat, fisioterapi, gizi)
setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada setiap minggu ke 2. Setiap minggu ke 2 hari
selasa seluruh karyawan bebas assesoris tangan.
4. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat inap yang suspek
atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara transmisi kontak, droplet atau airbone.
Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien,
mempersingkat waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket perlindungan petugas ;
tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural
maupun mekanikal tatalaksana penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri.
a) Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi yang
melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien yang rentan
terhadap infeksi nosokomial ( imuno supressed )
b) Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk selanjutnya
dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
c) Rumah Sakit berencana untuk saat ini menyiapkan ruang tekanan negatif , namun saat ini
kita menyiapkan ruang kohort untuk perawatan pasien airbone disease, dengan exhoused
dan pertukaran udara 12 kali per jam, yang terpisah dari pasien non infeksi dan khususnya
terpisah dari pasien dengan kondisi imunocompromise.
d) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi
sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau
droplet atau airbone atau kombinasinya.
e) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin dan
bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
f) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum dengan
menggunakan bahan desinfektan.
g) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah pasien
yang tidak menular.
h) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan APD,
kebersihan tangan, etika batuk.
i) Adanya pengaturan alur penyakit menular.
5. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)
Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi airbone,
dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit TB,
MDR dan XDR-TB (Multiple Extend Drug Resistance TB).
a) Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh
petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan memakai
masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk ≥ 2 minggu atau batuk darah )
b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan
memakai masker bedah
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis
d) segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga mengurangi waktu
pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
e) Semua pasien dengan suspek TB dan pasien TB hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk
selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
f) Semua pasien dengan suspek TB dan pasien TB ditempatkan di ruang isolasi dan petugas
medis menggunakan masker N-95 dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien
tersebut.
g) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus mengenakan
masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
h) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi petugas
kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan.

6. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya oleh Komite PPI RS bersama K3
RS, instalasi farmasi dan bagian logistik RS.
a) APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu
mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan medik sehingga
tepat, efektif dan efisien.
b) APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi.
c) Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
d) APD yang lain disediakan melalui unit Bagian Umum.
e) Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker bedah rangkap 2.
f) Tim PPI melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai bahan dalam
evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.
7. SURVEILANS INFEKSI RS (IRS)
Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse –perawat
pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat penghubung pengendali infeksi)
untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit infeksi target sesuai Pedoman
Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit endemis di rumah sakit. Target surveilans
yaitu : Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi Daerah Operasi (IDO), Infeksi Luka
Infus (ILI) pada pasien berisiko.
Melakukan surveilens PPIRS
a) Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Komite PPI
RS di bawah koordinator. Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk tujuan pengendalian,
manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa(KLB)
b) Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI. Sasaran angka IRS
dievaluasi setiap 3 tahun.
c) Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan pertimbangan Komite PPI RS
pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka IRS melalui surveilans.
Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan
berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan
tertentu diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran kejadian
yang berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama lintas
unit/satuan kerja oleh Komite PPI RS.
d) Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur Medik dan Keperawatan setiap
bulan.
e) Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (ILI, ISK, IDO) adalah
sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilans infeksi RS. Kultur mikrobiologi dilakukan
pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah sakit (HAIs).
8. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA
a) Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan indikasi
(profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi mikroba, sehingga
untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi tersebut bekerja
sama dengan KFT.
b) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
 Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
 Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
 Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
 Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
 Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
c) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek yang ditimbulkan
9. STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI
Di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian
(termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan, pengemasan, labeling, indikatorisasi,
sterilisasi, penyimpanan, distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluai proses serta
kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD)
yang saat ini berada di IKO
a) Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat. Sterilisasi dilakukan
untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan untuk alat semi
kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non kritikal.
b) Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
c) memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah,
waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien. Unit
kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptik di RS sesuai
rekomendasi Komite PPI RS Graha Sehat Medika melalui instalasi farmasi.
d) Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggung jawab menyusun panduan dan
prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta
kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPI RS.
e) Unit CSSD memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit menggunakan form.
10. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single use yang dire-use).
Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat Medis Sekali Pakai
dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS.
a) AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan
efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien.
b) AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya
c) Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses pencatatan
dan pengawasan mutu di bagian CSSD
d) AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan fungsi
dari alat / bahan.
e) Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS.
f) Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
g) Adanya form daftar monitoring alat single use yang dire-use.
11. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RS
Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu, penyehatan ruang
dan bangunan, pemantauan higiene sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi
permukaan/udara/lantai, pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah
padat medis/non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Sub Bagian
Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan Komite PPI RS, sehingga
aman bagi lingkungan.
a) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
 Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
 Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuk limbah
infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam untuk limbah non medis / domestika.
 Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
 Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
 Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
 dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yang terlindungi
binatang atau serangga.
b) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan tusukan (
safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
c) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “
d) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.Pengangkutan dilakukan 2 kali.
Apabila harus menggunakan lift harus dengan lift tersendiri/RAM.
e) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat pengelolaan
sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak ketiga
f) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan khusus,
masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila perlu helm
g) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan desinfektan ,
cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk
mencapai efektivitas yang tinggi.

12. PENGELOLAAN LINEN


a) Jenis linen di RS Graha Sehat Medika dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor
infeksius, linen kotor non infeksius
b) Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen yang
berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna hitam dan linen kotor infeksius dengan
kantong linen kuning
c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan desinfeksi
kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan tangan,
penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko selama bekerja
13. PENGELOLAAN MAKANAN
Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan minuman, alat,
lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan.
a) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien, pegawai atau
pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan instalasi gizi agat
terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan
b) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung
dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu penyimpanan disesuaikan
dengan jenis bahan makanan.
c) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses penyiapan
bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene pribadi berupa monitoring
kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Komite K3 RS.
d) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala selama 6 (enam)
bulan sekali
14. PENDIDIKAN dan PELATIHAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI RS
Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh bagian Pendidikan
dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan Komite PPI RS untuk menjamin setiap petugas yang
berada dan bekerja di RS (termasuk peserta didik dan karyawan kontrak) memahami dan mampu
melaksanakan program PPI RS , khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis
transmisi.
a) Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi PPIRS
b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberiakan materi orientasi PPIRS.
c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian SDM bersama
Komite PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar perencanaan program
selanjutnya.
d) Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius.
15. PENDIDIKAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI DIBERIKAN UNTUK SETIAP PASIEN.
Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru masuk, meliputi
kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah.
16. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI di RS
a) Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap kualitas
udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.
b) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus mengutamakan
keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip-prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi .
c) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk Assesment
(ICRA).
d) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS) melakukan pengkajian
risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian pemeliharaan dan K3 RS.
17. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN
a) Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:
 Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk kedalam jaringan tubuh
steril atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen bedah, kateter intravena, kateter jantung.
Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.
 Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan membrana
mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi disarankan namun tidak
mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.
 Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan permukaan kulit
utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat makan, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk
jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah.
b) Disinfeksi lingkungan rumah sakit
 Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
 didisenfeksi dengan detergen netral.
 Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan
desinfektan tingkat menengah.
c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
 Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : creolin
 Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan disinfektan: Lysol 1:100
(permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).
 Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan sabun PH netral
d) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh: menggunakan
disinfektan Chlorine 0.5%
Cairan desinfektan yang digunakan di RS Graha Sehat Medika
NO ISI MERK PENGGUNAAN
1 Ethil alkohol 70 % Aseptic gel Antiseptik kulit

2 Chlorhexidine Glucc. ODEX ONEMED Desinfectan alat-alat dental


Sol. 7,5& v/v dan instrument, pembersih dan
Cetrimide 15/v antiseptik pada perawatan
dan luka bakar.
3 Chlorhexidine 4% One scrub Antiseptik kulit kebersihan
tangan di ruang Operasi
4 Povidone Iodine 10% Bethadine Solotion Antiseptik kulit dan luka
operasi
5 Chlorin Bycline  Disinfektan tumpahan
darah dan cairan tubuh
lainnya.
 penggunaan di kamar
bersalin
 untuk wabah (misal ;C
difficile)
 Multi Drug Resisten
Organisme (Misal MRSA)
6 Gluteraldehyde 3.4% Steranios 2%, Stabimed High level desinfektan
7 Propanol, biphenylol Primasept Antiseptik kulit kamar bedah
2.0 g
8 Ethanol Lysol Low level Disinfeksi
9 Chlorhexidin Aseptan Antiseptik kulit di kamar OK,
digluconate solution HCU, ICU
0.5% + Etylalkohol 70
%
18. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN
a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada
peralatan injeksi dan terapi.
b) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara yang dapat
menjaga syarat aseptik.
c) Multi dose vial digunakan
 Hanya digunakan untuk satu orang pasien
 Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit yang steril
 Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali vial tersebut
hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.
 Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama kali vial
dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.
d) Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama sama untuk
beberapa pasien.
e) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat digunakan
untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
f) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan jarum
baru.
19. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN, KELUARGA dan PENGUNJUNG.
a) Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah kepedulian terhadap
pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
b) Pasien, keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS.
c) Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RS Graha Sehat Medika dikoordinasi
oleh Tim PPIRS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan rawat inap.
d) Masing –masing dari tenaga kesehatan (Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi ,Farmasi dll)
maupun non kesehatan (Pekarya, petugas kebersihan , dll) pasien ,keluarga dan pengunjung
turut ambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
e) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS Graha Sehat Medika harus mentaati
peraturan yang ada di RS Graha Sehat Medika sesuai dengan peraturan tata tertib pasien.
f) Buku Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas lainya
tahun 2011: tentang kebersihan tangan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD ) di
fasilitas kesehatan
g) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Fisioterapi, Pekarya, Gizi
dll) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan
lingkungan pasien.
h) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawab pasien,
keluarga dan pengunjung.
i) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
j) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus menyediakan fasilitas wastafel,tempat
sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien,
keluarga dan pengunjung.

20. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


a) Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, RS Graha Sehat Medikaperlu
mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB.
b) Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di rumah sakit. Selain
untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan untuk mencegah supaya KLB tidak
terulang lagi.
c) Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat dari
surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai analisis, rekomendasi dan tindak lanjut, dan
digunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur rumah sakit, dan bahan komunikasi
dengan bagian yang terkait.
d) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur berdasarkan pertimbangan
Komite PPIRS RS Graha Sehat Medika pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan
peningkatan angka IRS secara signifikan selama 3 bulan berturut-turut. Peningkatan
signifikan angka kejadian IRS pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai
KLB.
e) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh seluruh unsur
yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas
Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harus berkoordinasi secara intensif
dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untuk menangani KLB tersebut.
f) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersama IPCN/IPCO
melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi:
 Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi Rumah
Sakit
 Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi Rumah
Sakit.
 Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang bertanggung jawab
menangani pasien, untuk melakukan verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan
diagnosis IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan investigasi
terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan kemungkinan
penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau
memutuskan rantai penularan.
 Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
1) Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
2) Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi untuk dibiakkan
dan antibiogram.
3) Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaan laboratorium pasien
penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas Bahan Menular”
 Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan klarifikasi-
klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap secara
benar.
g) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite PPIRS menetapkan
status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS.
h) Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan Direktorat Pelayanan Medik,
Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, CSSD, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait
lainnya sesuai kebutuhan.
i) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang telah
ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan perawat ruangan melakukan
langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:
 Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang benar dan
tepat.
 Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain sesuai indikasi.
 Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
 Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang sama-sama
terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan memberikan penanganan
(dipisahkan dengan staf lainnya)
 Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur untuk mengisolasi ruangan atau
mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh infeksi.
 Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
 Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
k) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah diambil
terhadap data atau informasi KLB.
l) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil diatasi.
m) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak ditemukan
kasus baru.
21. PEMERIKSAAN KULTUR dan SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
a) Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi dan sangat tinggi)
b) Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c) Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit.
d) Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang terjadi ili ,ilo.
e) Kultur dilakukan jika ada curiga kasus ILI dan ILO.
22. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED
a) Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan kestabilisasi keadaan umum, bila
sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan yang lain.
b) RS Graha Sehat Medikatidak melakukan perawatan pasien imuncompromised. Apabila
terdapat pasien imunocompromised, maka dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lainnya.
23. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PEMULASARAN JENAZAH
a) Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:
 Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar.
 Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang ingin melihat jenazah
setelah dipindahkan dari ruang perawatan juga harus menerapkan Kewaspadaan
Standar.
 Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD yang sesuai.
b) Perawatan jenazah di kamar jenazah:
 Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar ; melakukan kebersihan
tangan yang benar dan menggunakan APD yang sesuai dengan risiko pajanan sekret /
cairan tubuh pasien.
 Pengawetan jenazah tidak dapat di lakukan oleh Rumah sakit Graha Sehat Medika,
jenazah yang membutuhkan proses pengawetan akan di rujuk ke rumah sakit yang
tersedia fasilitas tersebut (RS Bhayangkara Porong).
 Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan, merapikan rambut,
mendandani, memotong kuku dan mencukur) harus dilakukan dengan menerapkan
Kewaspadaan Standar.
 Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib dilakukan dekontaminasi.
c) Pemeriksaan post-mortem tidak dapat di lakukan oleh Rumah sakit Graha Sehat Medika,
jenazah yang membutuhkan proses pengawetan akan di rujuk ke rumah sakit yang tersedia
fasilitas tersebut (RSUD dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan).
d) Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan Pengelolaan
Kamar Jenazah.
e) Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan
Pengelolaan Kamar Jenazah.
f) Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera mungkin, tidak
melebihi batas waktu 4 jam.
24. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI / RENOVASI RS
a) Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas udara,tingkat
kebisingan .
b) Melakukan edukasi (pemasangan rambu2 atau gambar diarea renovasi) kepada petugas
pengunjung dan pasien.
c) Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan, termasuk
dinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi berisiko tinggi.
d) Makukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area berisiko tinggi sebelum
ruangan digunakan.
25. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BAYI
a) Ruangan / Lingkungan
 Lantai dipel dua kali sehari dengan menggunakan cairan sabun netral
 Ruangan di bongkar satu kali dalam seminggu
 AC dibersihkan setiap satu bulan sekali
 Pemeriksaan air bersih dilakukan setiap 3 bulan sekali
 Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi sakit
 Suhu dan kelembaban kamar bayi sehat : 21 – 24 °C & 45 -60%, sedangkan
 untuk kamar bayi sakit : 22 – 24 °C & 35 – 60 %
 Kulkas obat di check temperaturnya
b) Peralatan
 Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi, dibersihkan setiap hari
dengan kain lembab memakai detergen dan air bersih
 Bak mandi : dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap hari
c) Persyaratan bekerja di kamar bayi
 Petugas
1) Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan / memberi susu bayi,
dari toilet, dll
2) Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi hepatitis & Varicella.
3) Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat bekerja.
4) Perawat yang merawat bayi sehat tidak boleh merawat bayi sakit.
5) Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak mengenai muka bayi saat
memberi susu bayi.
6) Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.
 Ibu yang menyusui di kamar bayi
1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.
2) Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi
3) Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu / keluarga, maka pada botol harus
ditutup, beri label, tanggal dan waktu pengambilan ASI.
 Bayi
1) Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
2) Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir sedangkan bayi dengan
riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan immunisasi pasif.
3) Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum putus tali pusat.
4) Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan tidak ditutup
dengan kassa.
5) Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan dibuka saat diberi
susu.
6) Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan ditempat yang
sudah disediakan.

26. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BERSALIN


a) Pencegahan standar
 Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua prosedur yang
bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk juga kebersihan
peralatan dan lingkungan, pemeriksaan plasenta.
 Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.
 Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung dibuang kedalam
sharp container yang telah tersedia.
 Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong berwarna kuning.
 Staff yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan mereka harus
menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu menggunakan sarung tangan
saat menangani persalinan.
 Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program Vaksinasi Hepatitis B.
 Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus dibuang ke dalam
kantong plastik kuning.
b) Persyaratan bekerja di kamar bersalin
 Petugas kamar bersalin
1) Dokter ganti baju sebelum menolong persalinan.
2) Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle, apron, topi) sebelum
menolong persalinan.
3) Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar bersalin.
4) Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.
 Pasien
1) Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan
2) Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
3) Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri (isolasi)
 Bayi
1) Perawat/bidan yang menerima bayi baru lahir harus menggunakan APD lengkap.
2) Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
3) Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi alkohol 70% pada
ujung tali pusat.
4) Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan air hangat.
c) Lingkungan
 Ruang Bersalin
1) Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap selesai tindakan.
2) Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak ada
tindakan/persalinan.
3) Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan dengan menggunakan
desinfektan chlorine.
4) Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan menggunakan deterjen
netral setiap selesai digunakan.
 Alat dan linen
1) Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya untuk menghilangkan
noda darah (proses dekontaminasi) dan langsung dikirim ke CSSD.
2) Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor, dan lihat
tanggal kadaluarsa.
3) Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya sesuai dengan
keperluaan saat itu.
4) Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu bila terkena darah.
5) Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan.
6) Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan ke dalam kantong
plastik warna kuning.
d) Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui darah –
Hepatitis B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena ibunya positif
terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah yang harus dilakukan :
 Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
 Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi janin maupun
ibu yang tidak perlu.
 Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu dibersihkan.
 Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk imnunisasi
terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
 Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hari-hari sehingga semua darah
menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan dibuang diplastik warna
kuning atau dibersihkan sehingga semua yang mengandung protein terangkat. Segera
setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi bisa ditangani dengan normal, tidak perlu
diambil tindakan pengisolasian.
 Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis B.
27. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH
a) Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada pasien, petugas, teknik
pembedahan, lingkungan, dan peralatan.
b) PPI di Kamar Bedah meliputi :
 Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan menggunakan sabun
antiseptik (chlorhexidin 4 %) dan air mengalir, atau handrub. Kebersihan tangan wajib
diimplementasikan di kamar bedah oleh setiap petugas kamar bedah sesuai dengan
kebijakan kebersihan tangan di RS Graha Sehat Medika.
1) Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas kamar bedah
berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib dilaksanakan (standar WHO)
dan enam langkah prosedur.
2) Kebersihan tangan surgical, menggunakan chlorhexidin 4 %, dengan enam langkah
prosedur dan mencuci sampai siku tangan.
 Alat Pelindung Diri (APD)
1) Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
2) Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
3) Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi darah, cairan tubuh,
sekret, ekskret, bahan/benda terkontaminasi, mukosa, kulit yang tidak utuh, atau
kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
4) Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda.
5) Masker bedah dipakai selama tindakan operasi dan diganti dengan masker baru
pada saat akan operasi berikutnya.
6) Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril
7) Kenakan Gaun steril untuk tindakan operasi
8) Kenakan Gaun bersih tidak steril untuk melindungni kulit dari kontaminasi dan
mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan /merawat pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan cairan tubuh pasien.
9) Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan diganti setiap kali
selesai operasi.
10) Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak bolong bolong.
c) Penanganan peralatan perawatan pasien
 Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat dipergunakandan
dilakukan oleh petugas terlatih.
 Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada penderita TB yang
dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.
d) Pembersihan lingkungan
 Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai dengan pedoman RS
 Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja instrument
dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan menggunakan clorin 0,05 % atau
desinfektan yang lain sesuai kebijakan Rumah Sakit
 Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning kemudian dibakar
di incenerator, benda tajam masuk ke dalam box safety, sampah umum/rumah tangga
(non infeksi) dibuang di TPA.
 Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan sesuai SPO.
e) Pasien
 Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
 Mandi pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi.
 Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera sebelum operasi dengan
menggunakan clipper bukan razor.
 Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum, selama pasien dan
sesudah pasien operasi.
f) Petugas
 Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah
 Memberikan motivasi kepada petugas.
 Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
 Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
 Petugas yang sakit menular dilarang untuk bekerja di kamar bedah.
28. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
a) Petunjuk Umum :
 Hand Hygiene (Kebersihan Tangan)
Kebersihan tangan yang sering merupakan salah satu cara yang paling penting sebagai
ukuran pengendalian infeksi di Rumah sakit. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah
merawat pasien atau menangani peralatan medis yang digunakan oleh pasien. Tangan
juga harus dicuci jika terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien, sebelum melakukan
tindakan invasive, sebelum dan setelah melepas sarung tangan, sebelum memulai kerja
dan setelah tugas kerja selesai, setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.
 Sarung tangan
Untuk melindungi staff ICU, sarung tangan harus digunakan jika akan kontak dengan
cairan tubuh lainnya dan sarung tangan harus dilepas setelah selesai melakukan
perasat untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi silang, kemudian segera lakukan
kebersihan tangan.
 Konsultasi
Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus dapat dijadikan sebagai narasumber
dalam melakukan surveilans dan pengkajian pengendalian infeksi di ICU. Disamping itu
tim PPI juga harus menetapkan dan melakukan monitoring terhadap prosedur
sterilisasi dan desinfeksi terhadap peralatan yang digunakan di ICU, juga terhadap
penanganan bila terjadi luka tertusuk jarum.
b) Prosedur Invasive
 Jika prosedur invasive digunakan sebagai pilihan untuk menyelamatkan jiwa pasien dan
sangat bermanfaat dalam penanganan pasien, maka prosedur pengendalian infeksi
sebagaimana dijelaskan di atas dapat diabaikan.
 Prosedur invasive harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik. Teknik aseptik
harus diterapkan untuk semua prosedur invasive dan penggantian balutan perlu
memakai sarung tangan steril. Dalam situasi emergency dimana prosedur yang
dilakukan tidak cukup baik dalam teknik aseptik, maka seperti penggantian kateter
urine, IV kateter yang mungkin dapat terkontaminasi maka sebaiknya diganti setelah
kondisi pasien stabil.
 Kanulasi pembuluh darah
Bagian yang dipasang kanulasi merupakan tempat masuknya mikroorganisme ke dalam
jaringan subkutan dan sirkulasi darah yang sangat potensial. Oleh karena itu staff yang
akan melakukan pemasangan kanulasi harus terlebih dahulu melakukan kebersihan
tangan dan memakai sarung tangan serta tindakan mendisinfeksi kulit sebelum
pemasangan kanulasi.
 Kanulasi vena sentral
Pemasangan kanulasi vena sentral harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik
termasuk memakai sarung tangan steril, melakukan persiapan kulit yang akan ditusuk
dengan antiseptik dan memasang doek steril pada area yang telah disiapkan. Cari
bagian yang mempunyai risiko yang rendah sepertisubclavicula, internal jugularis.
 Penggantian kanulasi
Kanulasi intravena harus diganti secara reguler ( 72 jam). Khusus bayi, kanulasi
umbilical kateter dipasang dengan teknik steril menggunakan jas operasi, sarung
tangan steril, masker dan doek steril. Penggantian posisi kanulasi umbilical kateter
dilakukan tidak melebihi 5 – 7 hari.
c) Peralatan
Tingkat sterilitas yang benar, desinfektan dan dekontaminasi harus dilakukan pada semua
perlatan yang akan digunakan. Setiap pasien harus mempunyai peralatan sendiri-sendiri
dan bisa dipakai ulang atau menggunakan alat yang sekali pakai.
 Item sekali pakai
Item yang sekali pakai seperti peralatan airway yang kontak langsung dengan saluran
pernafasan seperti ETT dan airway, canule suction dimana dari manufakturnya telah
diberi label sekali pakai, maka tidak boleh dipakai ulang atau didaur ulang.
 Item yang dapat dipakai ulang
Item yang dapat dipakai ulang harus dilakukan dekontaminasi dan disinfeksi yang benar
sebelum digunakan kembali dan apabila prosedur yang akan dilakukan melibatkan
bagian tubuh yang steril, maka peralatan tersebut harus dalam keadaan steril.
d) Suplai
 Area penyimpanan
Item yang bersih dan steril tidak boleh disimpan dalam area yang sama.Lokasi atau
ruangan terpisah harus digunakan untuk area bersih dan kotor.
 Item steril
Semua item yang telah steril harus disimpan di area yang bersih dan kering. Jika
bungkusan steril mengalami kerusakan atau bocor, maka kemasan tersebut dinyatakan
tidak steril lagi dan item didalamnya tidak boleh digunakan. Pengecekan item steril
pada stok steril harus dilakukan secara reguler. Semua item steril harus dicek keutuhan
kemasannya sebelum digunakan (dibuka).
e) Pengelolaan Linen
 Linen kotor adalah merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme yang signifikan
linen kotor saat penggantian linen (oleh karena itu penggantian linen tidak boleh
dilakukan dengan mengibaskan linen ke udara).
 Linen disimpan di tempat yang bersih, kering dan tertutup untuk mencegah
kontaminasi kuman dari udara. Jika linen bersih tidak jadi digunakan, maka tidak boleh
disimpan di area penyimpanan stok linen ruangan, tetapi harus dikembalikan ke
laundry untuk dicuci ulang.
 Tidak boleh meletakkan linen kotor di lantai, di kursi atau di meja. Linen kotor
dimasukkan ke dalam kantong plastik trolly linen kotor yang telah tersedia. Trolly linen
yang digunakan untuk mengangkut linen kotor tidak boleh digunakan untuk membawa
linen bersih.
f) Obat-obatan
 Obat-obatan harus disiapkan dengan menggunakan teknik tanpa sentuhan, obat-obat
parenteral harus disiapkan secara aseptik menggunakan spuit dan jarum steril. Cairan
intravena dan cairan irigasi steril harus diberi label tanggal, waktu dibuka dan dibuang
setelah 24 jam (jika setelah dibuka dan tidak digunakan lagi).
 Antibiotika : Adanya kebijakan penggunaan antibiotika di rumah sakit akan lebih
rasional dalam pemberiannya dan merupakan keputusan yang dapat diterima secara
hukum dibandingkan mereka yang tidak mempunyai kebijakan tentang pemberiaan
antibiotika yang benar.
 Pemberian multi dose: Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka penggunaan
vial untuk multi dose dan ampul untuk pasien lebih dari satu sangat tidak dianjurkan
diterapkan di RSI Masyithoh Bangil, oleh karena itu isi vial atau ampul hanya digunakan
oleh satu pasien saja dengan alternatif lainnya yaitu dengan memisahkan isi vial ke
dalam beberapa spuit steril, beri tanggal dan jam buka vial pada spuit dan disimpan
dalam lemari pendingin obat untuk selama 24 jam.
g) Faktor Pasien dan Petugas
 Isolasi
Setiap pasien yang dicurigai atau dinyatakan mempunyai penyakit menular, maka harus
ditempatkan terpisah dari pasien lain (kamar isolasi).
 Hygiene
Pasien yang dirawat di ICU secara rutin harus dilakukan personal hygiene dengan baik.
Dengan melakukan personal hygiene yang baik akan mencegah terjadinya infeksi silang
dan memberikan kesegaran dan mengurangi stres bagi pasien.
 Petugas
Semua staff yang bertugas di ICU harus memakai seragam yang bersih. Staf ICU tidak
diperbolehkan memakai perhiasan termasuk cincin kawin saat mereka tugas, hal ini
karena potensial menyebarkan kuman atau mengakibatkan kolonisasi kuman. Staf yang
diketahui mengidap penyakit menular baik melalui pembuluh darah maupun melalui
udara harus berobat dan melaporkan ke supervisor.
h) Pengendalian Lingkungan
 Penanganan sampah
1) Semua pembuangan sampah harus mengikuti tatacara penanganan dan
pembuangan sampah harus sesuai dengan kategori sampah (klinis dan non klinis)
2) Jarum bekas dan benda tajam lainnya harus dibuang ke dalam tempat yang telah
disediakan (sharp container).
3) Bekas balutan yang terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh harus dibuang ke
dalam kantong sampah warna kuning.
 Suhu dan kelembapan udara
Pengecekan suhu dan kelembapan udara harus dilakukan setiap hari.
 House Keeping
1) Pembersihan harian : lantai harus dibersihkan setiap hari dengan
1. menggunakan kain pel dan desinfektan, dilakukan 2x sehari atau
2. sewaktu-waktu.
2) Pembongkaran : dilakukan 1 bulan sekali atau melihat jumlah pasien
29. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI POLI KLINIK GIGI
a) Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui :
 Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi
 Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
 Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang terluka maupun
utuh atau mukosa
 Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.
b) Semua pasien yang datang harus dianggap carrier dari mikroorganisme patogen.
 Evaluasi pasien : mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap
 Perlindungan diri :
1) Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien,
hindari kontak dengan mata, hidung, mulut dan rambut serta hindari memegang
luka atau abrasi.
2) Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester kedap air.
3) Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah merawat pasien dengan
chlorhexidine 2 %.
 Dokter gigi memakai baju praktek yang bersih dan berlengan pendek.
 Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan :
1) Sarung tangan : sarung tangan lateks bersih digunakan pada saat memeriksa pasien
tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan, sarung tangan steril digunakan pada
saat melakukan tindakan bedah, sarung tangan rumah tangga digunkan pada saat
membersihkan alat/permukaan kerja atau bila menggunakan bahan kimia.
2) Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris
3) yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang gigi.
4) Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan
atas maupun bawah.

c) Sterilisasi instrumen :
 Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik,
darah dan saliva
 Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi
 Proses sterilisasi dilakukan di CSSD
 Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus instrumen hanya boleh
dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus
disterilkan ulang.
d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen, ujung alat
three way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar, sandaran kepala dengan
plastik, alumunium foil sekali pakai untuk tiap pasien.
e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, penutup
permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam tempat sampah
infeksius sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel dimasukkan ke dalam
tempat sampah benda tajam.
f) Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokteran gigi, efektif mereduksi jumlah oral
mikroorganisme rongga mulut
30. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)
a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit) maupun eksternal
(dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik / bukti ilmiah yang
diakui).
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking eksternal).
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah sakit lokal /
nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional yang terbukti memiliki
praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi secara tertulis
dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan laporan surveilans
tahunan (benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikan dalam
rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.
31. RISK MANAGEMENT PPI
a) Setiap gugus tugas melakukan pengkajian risk PPI di masing-masing ruangan.
b) Pengkajian didasarkan pada management risk.
c) Dilakukan analisis risk management PPI oleh IPCN bersama komite PPI.
d) Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja PPIRS panti rahayu.
e) Risk PPI juga terkait kejadian KLB

Pasuruan, 1 Maret 2018


Ketua Komite PPI
RS Graha Sehat Medika

(dr. Ratna Suryati Halim)

Anda mungkin juga menyukai