Anda di halaman 1dari 33

PANDUAN PELAYANAN PASIEN YANG

SERAGAM
RS GRAHA SEHAT MEDIKA
LEMBAR PENGESAHAN
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GRAHA SEHAT MEDIKA
KOTA PASURUAN
NOMOR 178/1/III/SK_Dir/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN DOKUMEN
PANDUAN PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM

PENGESAHAN DOKUMEN PANDUAN PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM


RUMAH SAKIT GRAHA SEHAT MEDIKA
NAMA KETERANGAN TANGGAL TANDATANGAN

Direktur RS Graha 1.
dr. Rudy, Sp.OG 1 Juli 2019
Sehat Medika

2.
dr. Agil Wijaya Authorized Person 1 Juli 2019

Mike Istianawati, 3.
Ketua Pokja PAP 1 Juli 2019
S.Kep, Ns

Mike Istianawati, Pembuat 1 Juli 2019 4.


S.Kep, Ns Dokumen

i
Daftar Isi

Lembar Pengesahan ...................................................................................................................... i

Daftar Isi ........................................................................................................................................ii

Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Graha Sehat Medika Tentang Panduan Pelayanan Pasien

Yang Seragam...................................................................................................................... 1

Bab I Pendahuluan ....................................................................................................................... 3

Bab II Ruang Lingkup Pelayanan ................................................................................................... 6

Bab III Tatalaksana Pelayanan ................................................................................................... 23

Bab IV penutup .......................................................................................................................... 29

ii
KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT GRAHA SEHAT MEDIKA
NOMOR : 178/1/III/SK_Dir/2018
TENTANG
PANDUAN PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM
DIREKTUR RUMAH SAKIT GRAHA SEHAT MEDIKA

Menimbang : a. Bahwa Rumah Sakit Graha Sehat Medika berkewajiban menyelenggarakan


pelayanan rawat inap yang berkesinambungan yang bermutu dengan fokus
kepada pelanggan dari saat pasien masuk sampai keluar rumah sakit
b. Bahwa pelayanan di Rumah Sakit Graha Sehat Medika dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur tentang Kebijakan Pelayanan
Rumah Sakit Graha Sehat Medika sebagai landasan bagi penyelenggaraan
seluruh pelayanan di Rumah Sakit Graha Sehat Medika
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b,
maka perlu ditetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit Graha Sehat
Medika

Mengingat : 1. Undang-Undang Negara RI Nomor 36 th 2009 tentang Kesehatan


2. Undang-Undang Negara RI Nomor 44 th 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Negara RI Nomor 25 th 2009 tentang Pelayanan Publik
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien.

1
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
PERTAMA : SURAT KEPUTUSAN PANDUAN PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM DI RUMAH
SAKIT GRAHA SEHAT MEDIKA
KEDUA : Memberlakukan Pelayanan Pasien Yang Seragam di Rumah Sakit Graha Sehat
Medika Pasuruan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA : Pemberian Pelayana Pasien Yang Seragam di Rumah Sakit Graha Sehat Medika
Pasuruan dilaksanakan oleh semua unit terkait
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila ada kekeliruan
akan diadakan perbaikan.

Ditetapkan : Pasuruan
Pada Tanggal : 01 Juli 2019
Direktur RS Graha Sehat Medika

dr. Rudy, Sp.OG


NIK. M.1.05.18.001

2
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
NOMOR 178/1/III/SK_Dir/2018
TENTANG
PANDUAN PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM DI RUMAH SAKIT GRAHA SEHAT MEDIKA

PANDUAN PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM


RUMAH SAKIT GRAHA SEHAT MEDIKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pelayanan Pasien adalah hal penting yang terdapat di rumah sakit , pasien dengan
masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat kualitas asuhan
yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yang setingkat, Rumah
sakit adalah organisasi yang berkiprah dalam bidang jasa pelayanan kesehatan perorangan.
Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak jenis
keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non profesi. Dalam menjalankan
kegiatannya rumah sakit menyadari bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam
bentuk bermacam macam asuhan yang merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang
terintegrasi dengan para profesional di bidang pelayanan kesehatan. Dengan adanya pedoman
ini diharapkan rumah sakit dapat menerapkan model pelayanan yang akan membangun suatu
kontinuitas pelayanan, menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang
tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan
dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatnya mutu asuhan pasien dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Setiap pasien yang datang kerumah
sakit harus dijamin aksesnya untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan, terjamin pula
kontinuitas pelayanan yang didapat, serta mendapatkan pelayanan yang terkoordinasi dan
terintegrasi dari berbagai asuhan dari para profesional pemberi asuhan pasien. Sehingga
3
dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang efektif, efisien dan menjamin keselamatan pasien,
yang akhirnya bermuara pada kepuasan pasien dan pemenuhan hak pasien. Beberapa hal
penting yang harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali dengan baik kebutuhan pasien
yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit, mengatur pemberian pelayanan yang efisien
kepada pasien, dan melakukan rujukan ke pelayanan yang tepat baik di dalam maupun keluar
rumah sakit serta mengatur pemulangan pasien yang tepat ke rumah.
Rumah Sakit Bermutu, adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan melalui
penyelenggaraan pelayanan secara paripurna pada unit unit gawat darurat, rawat jalan, rawat
inap, ruang tindakan dan ruang perawatan khusus. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan
oleh berbagai kelompok profesi. Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada
pasien di rumah sakit adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis
keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang rutin dan pasti selalu
berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya profesional lain yang berfungsi
melakukan asuhan penunjang berupa analis laboratorium, penata rontgen, fisioterapis. Secara
garis besar ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya rumah sakit yaitu, kelompok
medis memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok keperawatan memberikan pelayanan
asuhan keperawatan, serta kelompok keteknisian medis yang memberikan pelayanan
penunjang medis, dan akhirnya adalah kelompok administrasi yang memberikan pelayanan
administrasi manajemen.

1.2. TUJUAN
Membrikan pelayanan yang maksimal

1.3. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup Pelayanan pasien yaitu seluruh pelayanan yang berhubungan secara langsung
maupun tidak langsung dengan pasien. Pelayanan tersebut terdiri dari :
1.3.1. Pelayanan medis
A. Pelayanan rawat inap
B. Pelayanan rawat jalan
C. Instalasi gawat darurat
4
D. Poliklinik THT
E. Poliklinik penyakit dalam
F. Poliklinik anak
G. Poliklinik bedah tulang
H. Poliklinik gigi
I. Pelayanan kamar bedah
J. Instalasi farmasi
K. Instalansi rekam medis
1.3.2. Pelayanan non medis
A. Bagian kebersihan
B. Bagain laundry
C. Bagian dapur

1.4. LANDASAN HUKUM


1.4.1. SK Direktur RS Graha Sehat Medika No...../SK-DIR/PP.RSGSM/II/2019 tentang kebijakan
pelayanan pasien
1.4.2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
1.4.3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
1.4.4. Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
1.4.5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1691/Menkes/Per/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
1.4.6. Panduan Nasional Keselamatan Pasien tahun 2006

5
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN

2.1. PEMBERIAN PELAYANAN UNTUK SEMUA PASIEN


Pelayanan berfokus pasien adalah asuhan yang menghormati dan responsif terhadap
pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai pasien
menjadi panduan bagi semua keputusan klinis. Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di
suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik,
memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Ada beberapa aktivitas tertentu yang
bersifat dasar bagi pelayanan pasien. Untuk semua disiplin yang memberikan pelayanan pasien,
aktivitas ini termasuk :
A. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing pasien;
B. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien;
C. Modifikasi asuhan pasien bila perlu;
D. Penuntasan asuhan pasien; dan
E. Perencanaan tindak lanjut.
Banyak praktisi kesehatan yaitu dokter, perawat, apoteker, nutrisionis, terapis
rehabilitasi, dan praktisi pelayanan kesehatan lain melaksanakan aktivitas tersebut. Masing-
masing praktisi pelayanan kesehatan mempunyai peran yang jelas dalam asuhan pasien. Peran
tersebut ditentukan oleh lisensi; kredensial; sertifikat; undang-undang dan peraturan;
ketrampilan (skill) khusus individu, pengetahuan, pengalaman, juga kebijakan rumah sakit atau
uraian tugas. Sebagian pelayanan bisa dilaksanakan oleh pasien, keluarganya, atau pembantu
pelaksana asuhan lainnya yang terlatih.
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak
mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip “kualitas
asuhan yang setingkat” mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan
pasien. Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada
berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang menghasilkan pelayanan yang
seragam. Sebagai tambahan, pimpinan harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan
tingkat kualitas asuhan yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan
6
dan prosedur tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku yang
membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif. Asuhan pasien yang
seragam terefleksi sebagai berikut dalam:
A. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas kemampuan
pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
B. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan oleh praktisi yang
kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu.
C. Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
D. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia) sama di
seluruh rumah sakit.
E. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan keperawatan
yang setingkat diseluruh rumah sakit.
F. Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya yang efisien dan
sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang sama untuk asuhan di seluruh rumah
sakit.
Semua proses asuhan pasien oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus dicatat
dalam berkas rekam medis pasien secara runtut sesuai dengan perjalanan asuhan yang dialami
pasien di RS, mulai dari Assesmen Awal sampai pada Resume Pulang. Pencatatan dalam berkas
rekam medis mengikuti kaidah Problem Oriented Medical record (POMR) yaitu dengan pola S
(subyektif, keterangan/keluhan pasien), O (objektif, fakta yang ditemukan pada pasien melalui
pemeriksaan fisik dan penunjang), A (analisis, merupakan kesimpulan/diagnose yang dibuat
berdasarkan S dan O) dan P (plan, rencana asuhan yang akan diterapkan pada pasien).

2.2. PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN PELAYANAN RISIKO TINGGI
2.2.1. Pengertian
Pelayanan pasien dengan risiko tinggi merupakan pelayanan pasien dengan peralatan
bhd, penyakit menular atau imunosuppressed, peralatan dialysis, peralatan pengikat
atau restraint, ketergantungan bantuan dan pengobatan kemoterapi.

7
2.2.2. Kebijakan
Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi
karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia
umumnya dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat
menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut
memberi keputusan tentang asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung
atau koma tidak mampu memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara
cepat dan efisien. Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian
termasuk yang berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang
diperlukan untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat
pengobatan (penggunaan darah atau produk darah), potensi yang membahayakan
pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi (misalnya kemoterapi).
Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat,
kompeten dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :
A. Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah
sakit;
B. Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan dan
prosedur yang sesuai;
C. Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan
prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko
tinggi dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka dimasukkan
dalam daftar prosedur. Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan
sebagai akibat dari suatu prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan
trombosis vena dalam, ulkus dekubitus dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka dapat
dicegah dengan cara melakukan pelatihan staf dan mengembangkan kebijakan dan
prosedur yang sesuai. Yang termasuk pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi:
A. pasien gawat darurat
8
B. pelayanan resusitasi di seluruh unit rumah sakit
C. pemberian darah dan produk darah.
D. pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma.
E. pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya menurun .
F. pasien dialisis (cuci darah)
G. penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi pengekang /
penghalang.
H. pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang berisiko
diperlakukan kasar/ kejam.
I. pasien yang mendapat kemoterapi atau terapi lain yang berisiko tinggi.

2.3. MAKANAN DAN TERAPI NUTRISI


2.3.1. Pengertian
Nutrisi adalah makanan yang dikonsumsi untuk bertahan hidup, tumbuh, berkembang
dan sebagai sumber energi untuk beraktivitas. Seluruh nutrisi yang dibutuhkan tubuh
terdapat dalam makanan. Terapi nutrisi itu sendiri diperlukan untuk mengembalikan
keseimbangan fungsi tubuh yang terganggu akibat kekurangan nutrisi.

2.3.2. Kebijakan
Makanan dan nutrisi yang memadai penting bagi kondisi kesehatan dan proses
pemulihan pasien. Makanan yang sesuai dengan umur pasien, budaya pasien dan
preferensi diet, rencana pelayanan, harus tersedia secara rutin. Pasien berpartisipasi
dalam perencanaan dan seleksi makanan, dan keluarga pasien dapat, bila sesuai,
berpartisipasi dalam menyediakan makanan, konsisten dengan budaya, agama, dan
tradisi dan praktik lain. Berdasarkan asesmen kebutuhan pasien dan rencana asuhan,
DPJP atau pemberi pelayanan lainnya yang kompeten memesan makanan atau nutrien
lain yang sesuai bagi pasien. Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan
pasien, mereka diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang atau kontra indikasi
dengan kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat
9
dengan makanan. Bila mungkin, pasien ditawarkan berbagai macam makanan yang
konsisten dengan status gizinya.
Pada asesmen awal, pasien diperiksa untuk mengidentifikasi adanya risiko
nutrisional. Pasien ini akan dikonsulkan ke nutrisionis untuk asesmen lebih lanjut. Bila
ternyata ada risiko nutrisional, dibuat rencana terapi gizi. Tingkat kemajuan pasien
dimonitor dan dicatat dalam rekam medisnya. Dokter, perawat dan ahli diet dan kalau
perlu keluarga pasien, bekerjasama merencanakan dan memberikan terapi gizi. Hal
yang harus dipenuhi oleh rumah sakit terkait nutrisi pasien adalah :
A. Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler
B. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan
makanan dan dicatat.
C. Pesanan didasarkan atas status gizi, latar belakang agama dan budaya serta
kebutuhan pasien
D. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi dan
pelayanannya
E. Bila keluarga menyediakan makanan, mereka diberikan edukasi tentang
pembatasan diet pasien
F. Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan
G. Makanan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan
H. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik
I. Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai permintaan
khusus pasien terkait waktu.
J. Praktik penanganan memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku
K. Pasien, termasuk pasien anak dan balita yang pada asesmen berada pada risiko
nutrisional, mendapat terapi gizi.
L. Suatu proses kerjasama dipakai untuk merencanakan, memberikan dan memonitor
terapi gizi.
M. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
N. Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalam rekam medisnya.

10
2.4. PENGELOLAAN PELAYANAN RASA NYERI
2.4.1 Pengertian
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP),nyeri adalah suatu
pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul tanpa adanya injuri
(Ardinata, 2007). Nyeri post operasi adalah nyeri yang dirasakan akibat dari hasil
pembedahan. Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri post operasi berbeda beda.Lokasi
pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh
pasien. Nyeri pasca operasi tidak hanya terjadi setelah operasi besar, tetapi juga
setelah operasi kecil. Selain faktor fisiologis, nyeri juga dipengaruhi oleh rasa takut atau
kecemasan mengenai operasi (dimensi afektif), yang dapat meningkatkan persepsi
individu terhadap intensitas nyeri (dimensi sensorik). Meskipun semua pasien post
operasi mengalami sensasi rasa nyeri, ada perbedaan dalam ekspresi atau reaksi nyeri
(dimensi perilaku), latar belakang budaya (dimensi sosiokultural) (Suza, 2007). Individu
yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk
menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk menghilangkan
nyeri atau mengembalikan kenyamanan. Perawat tidak dapat melihat atau merasakan
nyeri yang klien rasakan. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang
mengalami nyeri yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang identik pada
seorang individu (Potter & Perry, 2006).

2.4.2. Kebijakan
A. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan
waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008).
1. Nyeri berdasarkan tempatnya:
a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit, mukosa.
b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
11
c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh didaerah
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya:
a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
c. Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang,
kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya
a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas.
b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola nyeri
ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari
nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula pola nyeri kronis yang terus-
menerus terasa makin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun
telah diberikan pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.

12
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis
Nyeri akut Nyeri kronis
1. Waktu kurang dari enam bulan 1. Waktu lebih dari enam bulan
2. Daerah nyeri terlokalisasi 2. Daerah nyeri menyebar
3. Nyeri terasa tajam seperti 3. Nyeri terasa tumpul seperti
ditusuk, disayat, dicubit. ngilu, linu.
4. Respon sistem saraf simpatis : 4. Respon sistem saraf
takikardi, peningkatan respirasi, parasimpatis : penurunan
peningkatan tekanan darah, tekanan darah, bradikardia,
pucat, lembab, berkeringat, dan kulit kering, panas, dan pupil
dilatasi pupil. konstriksi.
5. Penampilan klien tampak cemas, 5. Penampilan klien tampak
gelisah, dan terjadi ketegangan depresi dan menarik diri.
otot.
B. Penyebab Rasa Nyeri
Penyebab rasa nyeri menurut Asmadi (2008) antara lain:
1. Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma,
peradangan, gangguan sirkulasi darah. Trauma mekanik menimbulkan nyeri
karena ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan,
gesekan, ataupun luka. Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf
reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin. Trauma elektrik dapat
menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor
rasa nyeri. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
2. Psikis: Trauma psikologis
Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan akibat
trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.

13
C. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter & Perry (2006) adalah:
1. Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami
nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.
Kemampuan klien lansia untuk menginterpretasikan nyeri dapat mengalami
komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar
yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama.
2. Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi
jenis kelamin. Misalnya, menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus
berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama.
3. Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang
diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi
terhadap nyeri.
4. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
perhatian maka rasa cemas dapat menimbulkan suatu masalah
penatalaksanaan nyeri yang serius. Nyeri yang tidak cepat hilang akan
menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.
5. Pengalaman sebelumnya, pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti
bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa
yang akan datang.
6. Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Nyeri
seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang
lelap dibandingkan pada akhir hari yang melelahkan.

14
D. Strategi Penatalaksanaan Nyeri
Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik secara farmakologis maupun secara
nonfarmakologis.
1. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis yaitu kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgesik dan anestesi. Analgesik merupakan metode yang
umum untuk mengatasi nyeri. Anestesi lokal dan regional, anestesi lokal
adalah suatu keadaan hilangnya sensasi pada lokalisasi bagian tubuh.
Analgesia Epidural adalah suatu anestesia lokal dan terapi yang efektif untuk
menangani nyeri pascaoperasi akut, nyeri persalian dan melahirkan, dan nyeri
kronik, khususnya yang berhubungan dengan kanker (Potter & Perry, 2006).
2. Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis
Metode pereda nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko yang sangat
rendah. Metode ini diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang
berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri terdiri
dari beberapa teknik diantaranya adalah:
a. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan
demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).
b. Relaksasi
Teknik relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka yang dipercaya
dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang
mendukung rasa nyeri (Tamsuri, 2007). Teknik relaksasi dapat dilakukan
dengan cara melakukan teknik relaksasi napas.
Teknik relaksasi adalah suatu bentuk tindakan keperawatan yang mana
perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan napas
dalam untuk mengurangi nyeri. Pasien dapat memejamkan matanya dan
bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat
15
dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap
inhalasi (“hirup, dua, tiga) dan ekshalasi (hembuskan, dua, tiga). Pada saat
perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitung
dengan keras bersama pasien pada awalnya.

Ada tiga hal yang utama yang diperlukan dalam relaksasi yaitu posisi
yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien
diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal
bantal menyokong leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik
(misal tangan dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran
pasien dianjurkan pelan-pelan memandang sekeliling ruangan.Untuk
melestarikan muka, pasien dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan
geraham bawah kendor (Priharjo, 2002).

Menurut Potter & Perry (2006) efek relaksasi antara lain: Penurunan
nadi, tekanan darah, dan pernapasan, penurunan konsumsi oksigen,
penurunan ketegangan otot, peningkatan kesadaran global, kurang
perhatian terhadap stimulus lingkungan, tidak ada perubahan posisi yang
volunteer, perasaan damai dan sejahtera, periode kewaspadaan yang
santai, terjaga, dan dalam.
c. Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif
tertentu (Smeltzer & Bare, 2002)
d. Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis (Smeltzer & Bare,
2002).

16
2.5. PELAYANAN PADA TAHAP TERMINAL (AKHIR HIDUP)
2.5.1. Pengertian
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang
terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat
mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau
memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual
dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian. Keluarga dan
pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga
pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.
A. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit
dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi
kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi
untuk memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan/sekarat pasien.
B. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama
makin memburuk
C. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
D. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti
sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
ireversibel.
E. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan neuron
otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh
jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.
F. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh
isisaraf/neuronal intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan
serebelum.
G. Alat Bantu Napas (Ventilator )adalah alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
17
H. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
I. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
J. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup(Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan hidup
(Witholding life support).
K. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju(consent)
atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas,rasional, tanpa
paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan
terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup(informed) tentang
kedokteran yang dimaksud.
L. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada
resipien.
M. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau mepertahankan
kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.

2.5.2. Tujuan
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus sadar
akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya. Perhatian
terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek asuhan slama
stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit termasuk :
A. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan
keluarga
B. Menyampaikan isu yang sensitive seperti autopsy dan donasi organ
C. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
D. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
E. Memberikan respon pada masalah – masalah psikologis, emosional, spiritual
dan budaya dari asien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan pasien
yang unik pada akhir hidupnya (lihat juga HPK 2.5, Maksud dan Tujuan). Rumah Sakit
18
mengevaluasi mutu asuhan akhir – kehidupan, berdasarkan evaluasi (serta persepsi)
keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan.

2.5.3. Kebijakan
A. Aspek Keperawatan
Masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik yang aktual
dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskankan meninggal dunia atau mati.
Seseorang dinyatakan meninggal/ mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti,
kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa
menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan
fungsi yang ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati. Respon pasien
dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial
yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda.Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien terminal. Menurut Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang
kematian, yaitu :
1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parah dan
dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan
mungkin mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan Mekanis pertahanan
yang acap kali ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama
mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya.
2. Anger ( fase kemarahan )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang
sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya
ketakutan dan kemarahan. Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap
rewel dan mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di
rumah. Umumnya pemberi pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku
pasien sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya.Sebenarnya yang
19
dibutuhkan pasien adalah pengertian,bukan argumentasi-argumentasi dari
orang-orang yang tersinggung oleh karena kemarahannya.
3. Bargaining ( fase tawar menawar ).
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit
lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan
macam-macam hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-
Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan
seluruh hidupku untuk melayaniMu."
4. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita
merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan.
5. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataanyang ia
alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat. Mereka mulai kehilangan
kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan
persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien dalam kondisi terminal akan
mengalami berbagai masalah baikfisik, psikologis, maupun sosio-spiritual,
antara lain:
a. Problem oksigenisasi;
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat,pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perifer menurun, perubahan mental;agitasi-gelisah, tekanan darah
menurun, hypoksia, akumulasi sekret,nadiireguler.
b. Problem eliminasi;
Konstipasi,medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet
serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi,inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (missal Ca
Colon), retensiurin, inkontinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran
atau kondisi penyakit misal trauma medulla spinalis, oliguria terjadi seiring
penurunan intake cairan atau kondisi penyakit misal gagal ginjal.
20
c. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun,peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB,bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah,cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun.
d. Problem suhu
Ekstremitas dingin,kedinginan sehingga harus memakai selimut
e. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat mendekati
kematian,menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun,kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun.Penglihatan
kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
f. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena,
pasien harus selalu didampingi untuk menurunkann kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan
g. Problem kulit dan mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga
pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
h. Masalahpsikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaan marah dan putus asa.

B. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of death.
Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan sosial.Terkait
hal ini, memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien sangat penting agar
keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan sembuh,sehingga mereka akan
memberikan perhatian dan kasih sayang diakhir kehidupan pasien tersebut.

21
C. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung
mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan.Akan
tetapi banyak pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO)sebagai
pengganti MO dalam penentuan mati.Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan
dan teknologi dibidang kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang berguna
memberi bantuan hidup terhadap pasien tahap terminal. Pilihan ini seringkali
menimbulkan dilemma terutama bagi keluarga pasien karena mereka menyadari
bahwa tindakan tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya akan menambah
penderitaan pasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai
intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan kepada
pasien dengan harapan bahwa pasien akan meninggal akibat penyakit
yangmendasarinya. Ketika keluarga/ wali meminta dokter menghentikan bantuan
hidup (withdrowing life support)atau menunda bantuan hidup (withholding life
support )terhadap pasien tersebut, maka dokter harus menghormati pilihan
tersebut. Pada situasi tersebut, dokter memiliki legalitas dimata hukum dengan
syarat sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup
dilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada keluarga pasien
tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan keputusan keluarga / wali
tertulis dalam informed consent.

22
BAB III
TATALAKSANA PELAYANAN

1. Aspek keperawatan
a. Assesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan assesmen yang tepat sebagai berikut :
1) Assmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga
a) Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa
pasien akan segera sembuh.
b) Mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal pasien
dan tidak membicarakannya lagi, kadang – kadang keluarga
menghindari percakapan tentang kematian demi menghindarkan
dari tekanan.
c) Open awareness : keluarga telah mengetahui tentang proses
kematian dan tidak merasa keberatan untuk
mempebincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit. Kesadaran
ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah – masalah, bahkan dapat berpartisipasi
dalam merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau
dokter dapat menyampaikan isu yang sensitive bagi keluarga
seperti autopsi atau donasi organ.

b. Assesmen factor fisik pasien


Pada kondisi terminal atau menjelang ajal pasien dihadapkan pada
berbagai masalah menurunya fisik, perawat harus mampu mengenali
perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal meliputi :
1) Pernafasan (breath)
a) Apakah teratur atau tidak teratur.

23
b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,
stridor, crackles, dll.
c) Apakah terjadi sesak nafas.
d) Apakah ada batuk , bila ada apakah produktif atau tidak.
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah warna, bau, dan
jenisnya.
f) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
2) Kardiovaskuler (blood)
a) Bagaimana irama jantung, apakah regular atau ireguler.
b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan
pucat.
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba,
hilang timbul atau tidak teraba.
d) Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam Cm
H2O.
f) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg.
g) Lain – lainnya bila ada.
3) Persyarafan (brain)
a) Bagaimana ukuran GCS dan total untuk mata, verbal, motorik dan
kesadaran pasien.
b) Berapa ukuran ICP dalam Cm H2O.
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil.
d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemia atau kemerahan.
4) Perkemihan (blader)
a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari.
c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan
bantuan dower kateter.

24
d) Bagaimana produksi urine, berapa jumlah cc/jam, bagaimana
warnannya, bagaimana baunya.
5) Pencernaan (bowel)
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa.
d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
e) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak,
bagaimana konsistensi, warna dan bau feses.
6) Musculoskeletal / Intergumen
a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas.
b) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianosis, kemerahan pucat
atau hiperpigmentasi .
c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apajenis
lukanya.
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan
apajenis frakturnya.
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.

c. Assesmen tingkat nyeri pasien


Lakukan asesmenrasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu,
makasegera lakukan menajemen nyeri yang memadai.

d. Assesmen faktor kultur psikososial


1) Tahap Denial: Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien
danpenerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.

25
2) Tahap Anger: pasien menyalahkan semua orang, emosi
tidakterkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
3) Tahapan Bargaining: pasien mulai menerima keadaan dan
berusahauntuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang.
4) Tahapan Depresi: Asesmen potensial bunuh diri, gunakan
kalimatterbuka untuk mendapatkan data dari pasien.
5) Tahapan Acceptance: Asesmen keinginan pasien
untukistirahat/menyendiri.

e. Assessment faktor spiritual


Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang
yangdapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien
sedang berada di tahapan bargaining.

2. Aspek medis
a. Intervensi Medis Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yangserius,maka
beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
1) Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti napas
atau henti jantung. RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas dan tidak
menunjukan tanda –tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
2) Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakityang
berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
3) Pemberian Nutrisi
a. Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan makanan
lewat mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan feeding tube untuk
memenuhi nutrisi pasien tersebut.

26
b. Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara
langsung ke dalam pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga kebutuhan
nutrisi pasien
b. Tindakan Dialisis
Tindakan dialysis diberikan pada pasien terminal yang mengalami penurunan fungsi
ginjal, baik yang akut maupun yang Kronik dengan LFG < 15 mL/menit. Pada keadaan ini
fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang
disebut sebagai uremia.

c. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan
pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada saluran pernapasan,
salurankemih,peredaran darah, atau daerah trauma/operasi. Infeksi tersebut
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan masa perawatan,
dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini bersifat
multifaktorial,meliputi penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrier usus,penggunaan
antibiotik spektrum luas, katekolamin, penggunaan preparat darah, atau dari alat
kesehatan yang digunakan (sepertiventilator).
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk hendaknya
diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila dilakukan resusitasi maupun
ventilator.
a. Withdrawing life support dan with holding life support
Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup
(withdrawing life support) dan penundaan bantuan hidup (withholdinglife support)
yang dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat intensif care). Keputusan
withdrawing / withholding adalahkeputusan medis dan etis yang dilakukan oleh 3
(tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi dan 2 (dua)orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah
sakit.Adapun persyaratan withdrawing life support &withholding life support sebagai
berikut :
27
1. Informed Consent Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya
tindakanpenghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding
lifesupport) pada seorang pasien, maka harus mendapat persetujuan keluarga
terdekat pasien.Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga
terdekat pasien harus diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi
Terminal yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan tersebut
diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJP yang bersangkutan
mengenai beberapa hal
2. Diagnosis : Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut.

28
BAB IV
PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di rumah


sakit maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit sangatlah penting. Melalui
kegiatan akreditasi ini diharapkan terjadi penurunan insiden yang tidak diinginkan sehingga
dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit. Program
Keselamatan Pasien merupakan never ending proses, karena itu diperlukan budaya termasuk
motivasi yang cukup tinggi untuk bersedia melaksanakan program keselamatan pasien secara
berkesinambungan dan berkelanjutan.

29
PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM

No.Dokumen No. Revisi Halaman


84.01.04.RI 0 1/1
Ditetapkan oleh,
Direktur RS Graha Sehat Medika

Tanggal terbit
01 Maret 2018

STANDAR PROSEDUR
dr. Rudy, SpOG
OPERASIONAL
NIK. M.1.05.18.001

Adalah asuhan yang menghormati dan responsif terhadap pilihan,


kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai
PENGERTIAN pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis yang memadai, tidak
bergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber
pembiayaan.

TUJUAN Penyediaan pelayanan yang sama di rumah sakit

Surat Keputusan Direktur Utama RS Graha Sehat Medika NOMOR


KEBIJAKAN
178/1/III/SK_Dir/2018 tentang Pelayanan Pasien Yang Seragam
1. Perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap/masing-masing
pasien
2. Pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien
PROSEDUR
3. Modifikasi asuhan pasien bila perlu
4. Penuntasan asuhan pasien
5. Perencanaan tindak lanjut
1. Kamar Operasi
2. Rawat Inap
UNIT TERKAIT
3. Rawat Jalan
4. IGD

Anda mungkin juga menyukai