Anda di halaman 1dari 12

BAB I

DEFINISI

Pasien atau keluarga terdekat yang membuat keputusan atas nama


pasien, dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan atau
pengobatan yang direncanakan atau tidak meneruskan pelayanan atau
pengobatan setelah kegiatan dimulai. Rumah Sakit melakukan pengkajian
untuk mengetahui alasan pasien keluar Rumah Sakit atas permintaan sendiri,
menolak asuhan medis atau tidak melanjutkan program pengobatan.

Rumah sakit memberitahukan pasien dan keluarganya tentang hak


mereka untuk membuat keputusan, potensi hasil dari keputusan tersebut dan
tanggung jawab mereka berkenaan dengan keputusan tersebut. Pasien dan
keluarganya diberitahu tentang alternatif pelayanan dan pengobatan. Rumah
sakit mengelola pasien rajal dan ranap yang menolak rencana asuhan medis
termasuk keluar Rumah Sakit atas permintaan sendiri dan pasien yg
menghendaki penghentian pengobatan. Pasien dan keluarga pasien
diberikan edukasi tentang resiko medis akibat asuhan medis yang belum
lengkap. Pasien keluar Rumah Sakit atas permintaan sendiri, tetap mengikuti
proses pemulangan pasien

A. DEFINISI OPERASIONAL

1. Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri

Pasien rawat inap yang menurut pernyataan dokter masih


memerlukan rawat inap dan belum diperbolehkan pulang, tetapi
atas permintaan sendiri atau keluarga memutuskan untuk pulang
atau menghentikan rawat inap di rumah sakit.

2. Penolakan Tindakan Kedokteran

a. Penolakan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat


setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
b. Keputusan yang dibuat atas nama pasien atau keluarga
terdekat untuk tidak melanjutkan pelayanan atau pengobatan
yang direncanakan, tidak meneruskan pelayanan atau
pengobatan setelah kegiatan dimulai.
3. Tindakan invasif

1
Tindakan yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan
tubuh pasien.

4. Tindakan Kedokteran yang mengandung resiko tinggi.


Tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu,
dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.

5. Pasien yang kompeten


Pasien dewasa atau bukan anak, menurut peraturan perundang-
undangan atau telah / pernah menikah, tidak terganggu kesadaran
fisiknya mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami
kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan tidak mengalami
penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara
bebas.

6. Dokter dan Dokter Gigi


Dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun
di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang – undangan
7. Keluarga terdekat
Suami atau istri, ayah atau ibu kandung atau orang tua yang sah
anak – anak kandung, saudara - saudara kandung.

8. Wali
Orang-orang yang secara hukum dianggap sah mewakili
kepentingan orang lain yang tidak kompeten (dalam hal ini pasien
yang tidak kompeten).

9. Pengampu
Orang atau badan yang ditetapkan pengadilan sebagai pihak yang
mewakili kepentingan seseorang tertentu (dalam hal ini pasien)
yang dinyatakan berada di bawah pengampuan (curatele).

10. Kompeten
Cakap untuk menerima informasi, memahami, menganalisisnya,
dan menggunakannya dalam membuat persetujuan atau penolakan
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

2
Setelah membaca panduan pengelolaan dan tindak lanjut dari
pasien yang menolak rencana asuhan medis dan berniat keluar
rumah sakit seluruh staf klinis rumah sakit dapat memberitahukan
pasien dan keluragnya tentang hak mereka untuk membuat
keputusan, potensi hasil dari keputusan tersebut dan tanggung
jawab mereka berkenaan dengan keputusan tersebut.

2. Tujuan Khusus
Setelah membaca panduan staf klinis rumah sakit mampu :

a. Mengetahui pasien atau keluarga tidak melanjutkan pelayanan


atau pengobatan yang direncanakan.

b. Mengetahui pasien atau keluarga tidak meneruskan pelayanan


atau pengobatan setelah kegiatan pelayanan kesehatan
diberikan.

c. Menginformasikan kepada pasien dan keluarga tentang hak


pasien untuk membuat keputusan, potensi hasil dari keputusan
dan tanggung jawab pasien / keluarga berkenaan dengan
keputusan tersebut.

d. Menginformasikan kepada pasien atau keluarga tentang


alternative pelayanan dan pengobatan.

e. Menfasilitasi pasien yang menolak tindakan kedokteran dengan


melengkapi surat pernyataan penolakan tindakan kedokteran.

f. Menfasilitasi pasien yang meninggalkan perawatan (cuti


perawatan) dengan melengkapi surat pernyataan meninggalkan
perawatan.

g. Menfasilitasi pasien yang pulang atas permintaan sendiri


dengan melengkapi surat pernyataan pulang atas permintaan
sendiri.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Panduan pengelolaan dan tindak lanjut dari pasien yang menolak rencana
asuhan medis dan berniat keluar rumah sakit digunakan oleh unit-unit
yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, antara lain :

a. Instalasi Gawat Darurat (IGD).


b. Instalasi Rawat Jalan.
c. Instalasi Bedah Sentral (IBS).
d. Instalasi Rawat Inap.
e. Ruang Perawatan Intensive (ICU, PICU dan NICU).

2. Setiap pasien yang menolak asuhan medis dan tindakan kedokteran


membuat surat pernyataan secara tertulis dan dimasukkan dalam rekam
medis pasien.

4
BAB III
TATALAKSANA

A. TATALAKSANA PENOLAKAN PEMERIKSAAN /TINDAKAN KEDOKTERAN

1. Dokter melakukan 3S (senyum salam sapa) dan memperkenalkan diri kepada


pasien atau keluarga pasien.
2. Dokter menjelaskan tindakan kedokteran secara langsung kepada pasien
dan/atau keluarga terdekat, penjelasan tentang tindakan kedokteran sekurang-
kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
3. Dokter memberikan penjelasan secara lengkap dengan bahasa yang mudah
dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman
pasien / keluarga.
4. Dokter menjelaskan bahwa tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi
harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien atau
keluarga terdekat pasien.
5. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam resiko tinggi dapat diberikan
dengan persetujuan lisan.
6. Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan / atau
mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
7. Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien atau
salah satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya.
8. Dokter atau dokter gigi yang menjelaskan tindakan kedokteran mencatat dan
mendokumentasikan dalam berkas rekam medis dengan mencantumkan
tanggal, waktu, nama dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima
penjelasan.

5
9. Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai penjelasan, tersebut dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan penjelasan, maka
dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga
terdekat dengan didampingi oleh tenaga kesehatan lain misal perawat sebagai
saksi.
10. Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk
memberikan penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus
didelegasikan kepada dokter atau dokter gigi lain yang kompeten.
11. Tenaga kesehatan tertentu seperti perawat dapat membantu memberikan
penjelasan sesuai dengan kewenangannya.
12. Tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien.
13. Pasien atau keluarga dapat membatalkan atau menarik kembali persetujuan
tindakan kedokteran sebelum dimulainya tindakan.
14. Dokter mengecek kembali apakah pasien telah mengerti informasi tentang
keadaan pasien, tindakan atau pengobatan, serta semua kemungkinan efek
sampingnya.
15. Jika sudah memahaminya pasien atau keluarga dapat membatalan persetujuan
tindakan kedokteran secara tertulis.
16. Pasien dan keluarga bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari
pembatalan persetujuan tindakan kedokteran
17. Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung
gugat hukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan
kedokteran yang mengakibatkan kerugian pada pasien.
18. Tindakan penghentian / penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding life
support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat
pasien.
19. Persetujuan penghentian / penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat
pasien diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter yang
bersangkutan.

6
20. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga
terdekat setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan.
21. Penolakan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis.
22. Akibat penolakan tindakan kedokteran menjadi tanggung jawab pasien.
23. Pasien atau keluarga pasien yang menolak tindakan kedokteran, walaupun
sudah dijelaskan ulang oleh dokter wajib mengisi dengan lengkap surat
pernyataan penolakan tindakan kedokteran sebagai bukti sudah memahami
akibat dan keonsekuensinya bagi pasien.
24. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter dan pasien.

7
B. TATALAKSANA PENUNDAAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN
(PERMINTAAN PASIEN)

1. Dokter melakukan 3S (senyum salam sapa) dan memperkenalkan diri kepada


pasien atau keluarga pasien.
2. Dokter menjelaskan tindakan kedokteran secara langsung kepada pasien
dan/atau keluarga terdekat, penjelasan tentang tindakan kedokteran sekurang-
kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
3. Dokter memberikan penjelasan secara lengkap dengan bahasa yang mudah
dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman
pasien / keluarga.
4. Dokter menjelaskan bahwa tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi
harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien atau
keluarga terdekat pasien.
5. Pasien atau keluarga meminta penundaan persetujuan tindakan kedokteran
(permintaa pasien) dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota keluarga
yang masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu pelaksanaan.
7. Dokter menjelaskan konsekuensi penundaan tindakan kedokteran dan akibat
dari penundaan menjadi tanggung jawab pasien dan keluar.Pasien atau keluarga
pasien membuat atau mengisi surat pernyataan dengan lengkap, sebagai bukti
memahami konsekuensi dari penundaan tindakan kedokteran.
8. Petugas kesehatan melakukan pengecekan kembali kepada pasien atau
keluarga, penundaan tindakan kedoteran yang cukup lama, apakah persetujuan
tersebut masih berlaku atau tidak.
9. Jika pasien atau keluarga tetap menunda tindakan kedokteran, maka perlu
ditindaklanjuti sebagai penolakan tindakan kedokteran dengan mengisi formulir
penolakan tindakan kedokteran.

8
a. Jenis kelamin
b. Alamat
c. Nomor KTP / SIM
d. Alasan meninggalkan perawatan
e. Waktu meninggalkan perawatan
f. Tanda tangan dan nama lengkap pasien atau keluarga
g. Tanggal dan jam keluar rumah sakit
h. Tanggal dan jam masuk kembali rumah sakit
i. Tanda tangan DPJP
2. Perawat melakukan identifikasi apakah pasien diantar dengan ambulans rumah
sakit atau tidak dengan bertanya kepada pasien atau keluarga.
3. Jika pasien membutuhkan ambulans rumah sakit, perawat berkoordinasi dengan
IGD dan bagian kendaraan.

9
C. TATALAKSANA PASIEN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI (APS).

1. Pasien atau keluarga pasien yang sedang di rawat inap mengajukan pulang atas
permintaan sendiri karena alasan tertentu.
2. Perawat melakukan asesmen alasan pasien pulang atas permintaan sendiri lalu
memberikan edukasi konsekuensi dan bahaya jika belum sembuh dan pulang.
3. Jika pasien tetap ingin pulang, perawat melakukan koordinasi dengan DPJP
perihal permintaan pasien pulang atas permintaan sendiri dengan alasan yang
dikemukakan.
4. Dokter jaga / DPJP melakukan asesmen kepada pasien dan menjelaskan kondisi
terakhir dari pasien kepada keluarga.
5. DPJP berhak memutuskan untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan
permohonan pasien pulang atas permintaan sendiri dengan memperhatikan
kondisi klinis pasien.
6. DPJP tidak mengizinkan pasien untuk pulang atas permintaan sendiri, lalu
menjelaskan konsekuensi dan bahaya pulang dalam kondisi belum sembuh.
a. Jika pasien atau keluarga tetap ingin pulang setelah tidak diizinkan oleh
DPJP dan mengerti konsekuensi dan bahaya yang akan terjadi pada dirinya,
maka pasien dan keluarga mengisi dengan lengkap surat pernyataan pulang
atas permintaan sendiri.
b. Pasien atau keluarga bertanggung jawab terhadap konsekuensi dan bahaya
pulang atas permintaan sendiri dalam kondisi belum sembuh.
7. Jika DPJP mengizinkan pasien pulang atas permintaan sendiri, pasien atau
keluarga mengisi dengan lengkap surat pernyataan pulang atas permintaan
sendiri yang terdiri dari :
a. Identitas keluarga
1) Nama keluarga terdekat
2) Umur dan tanggal lahir keluarga terdekat
3) Jenis kelamin
4) Alamat
5) Nomor KTP / SIM keluarga terdekat
6) Alasan menghentikan rawat inap
10
b. Identitas pasien
1) Nama pasien
2) Umur dan tanggal lahir pasien
3) Jenis kelamin pasien
4) Alamat pasien
5) Nomor KTP / SIM pasien
6) Asal pasien dirawat
7) Nomor rekam medis pasien
8) Tanggal dan waktu pulang atas permintaan sendiri
9) Tanda tangan dan nama lengkap pasien saksi-saksi
10)Tanda tangan dan nama lengkap dokter yang merawat
11)Tanda tangan dan nama lengkap yang membuat pernyataan

8. Perawat mengkaji kebutuhan pasien saat pulang apakah menggunakan


ambulans atau kendaraan pribadi.
9. Jika pasien memerlukan ambulans, perawat berkoordinasi dengan bagian
kendaraan dan IGD untuk pemesanan ambulans.
10. Perawat melakukan koordinasi dengan bagian admission dan bagian billing
bahwa pasien pulang atas permintaan sendiri.
11. Perawat melakukan korodinasi dengan bagian gizi pasien pulang atas
permintaan sendiri.
12. Perawat melakukan persiapan discharge planning (perencanaan pulang)
13. Perawat melakukan edukasi dan informasi terkait dengan discharge planning
(perencanaan pulang) pada pasien atau keluarga.
14. Perawat melakukan edukasi kepada pasien jika terjadi gangguan kesehatan
setelah pulang dari rumah sakit, segera ke rumah sakit atau klinik terdekat.
15. Perawat melakukan pendokumentasian edukasi dan informasi discharge
planning (perencanaan pulang) di dalam formulir edukasi dan informasi
terintegrasi rawat inap.
16. Perawat mengantar pasien dengan ambulans (jika pasien perlu ambulans) atau
mengantar pasien dengan kursi roda ke lobby rumah sakit sampai kendaraan
pasien.

11
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi yang terkiat dengan panduan pengelolaan dan tindak lanjut pada pasien
yang menolak rencana asuhan medis dan berniat keluar rumah sakit yaitu :

1. SPO PENOLAKAN / PENGHENTIAN PENGOBATAN DAN PULANG ATAS

PERMINTAAN SENDIRI.

2. SURAT PERYATAAN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI (APS).

3. FORMULIR PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN.

12

Anda mungkin juga menyukai