Anda di halaman 1dari 14

KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT AMANDA MITRA KELUARGA


Nomor : 83 /SK/Dir-RSAMK/ II /2019
Tentang
KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT AMANDA MITRA KELUARGA

DIREKTUR RUMAH SAKIT AMANDA MITRA KELUARGA

Menimbang : a. bahwa untuk mendukung terwujudnya pelayanan bagi pasien di Rumah


Sakit Amanda Mitra Keluarga yang optimal perlu ditetapkan Kebijakan
Pelayanan Rumah Sakit Amanda Mitra Keluarga;
b. bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Amanda Mitra
Keluarga;

Mengingat: 1. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;


2. Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 Tahun
1999, Tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
436/Menkes/SK/VI/1993 Tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit dan
Standar Pelayanan Medis di Rumah Sakit;
5. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan
Tahun 2012;
6. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Nomor
503/40/Dinkes/RS/2013 Tentang Izin Operasional Rumah Amanda Mitra
Keluarga
7. Keputusan Direktur Utama PT. Karya Mandiri Medika Utama No.
013/KMMU/VII/2008 tentang Pengangkatan dr. Elwin Affandi MM sebagai
Direktur Rumah sakit Amanda Mitra Keluarga;
8. Keputusan Direktur Rumah Sakit Amanda Mitra Keluarga Nomor 100
/SK/Dir-RSAMK/II /2019 Tentang Kebijakan Umum Rumah Sakit Amanda
Mitra Keluarga;
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KESATU : Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Amanda Mitra Keluarga meliputi


pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan penunjang medis,
pelayanan keterapian fisik, pelayanan keteknisian medis dan pelayanan
kesehatan masyarakat.

KEDUA : Pola operasional pelayanan untuk tiap-tiap pelayanan diatur dalam


juklak/juknis dalam bentuk pedoman dan/atau panduan dan SPO yang
merupakan tindak lanjut/lampiran dari keputusan ini.

KETIGA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit


Umum Fikri Medika dilaksanakan oleh Direktur dan Kepala Bidang/ Bagian
Pelayanan bersama Komite Medis dan SPI di rumah sakit.

KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, bila kemudian hari
diketemukan kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Karawang
Pada tanggal : 12 Februari 2019
Rumah Sakit Amanda Mitra Keluarga

dr. Elwin Affandi MM


Direktur
Lampiran
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT AMANDA MITRA KELUARGA
Nomor : 83 /SK/Dir-RSAMK/ II /2019
Tanggal : 12 Februari 2019
Tentang
KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT AMANDA MITRA KELUARGA

1. Jenis pelayanan medis yang disediakan adalah :


a. Pelayanan gawat darurat.
b. Pelayanan rawat jalan umum dan gigi.
c. Pelayanan rawat jalan spesialistik.
d. Pelayanan rawat inap.
e. Pelayanan kamar bedah.
f. Pelayanan kamar bersalin.
g. Pelayanan intensif (HCU/ICU).
h. Pelayanan pemeriksaan kesehatan.

2. Jenis pelayanan keperawatan yang disediakan adalah :


a. Pelayanan keperawatan umum (nursing care).
b. Pelayanan keperawatan kebidanan dan maternitas (midwife care).
c. Pelayanan keperawatan anestesi.
d. Pelayanan keperawatan anak.

3. Jenis pelayanan penunjang medis yang disediakan adalah :


a. Pelayanan laboratorium klinik
b. Pelayanan radiologi.
c. Pelayanan farmasi.
d. Pelayanan gizi.
e. Pelayanan kedokteran fisik dan rehabilitasi/fisioterapi.
f. Pelayanan laundry.
g. Rekam medis.

4. Jenis pelayanan administrasi


a. Pendaftaran dan informasi.
b. Pelayanan administrasi kesehatan.

5. Kelompok profesi pemberi layanan kesehatan


a. Medis
1) Dokter Umum.
2) Dokter Gigi.
3) Dokter Spesialis
b. Farmasi
1) Apoteker
2) Tenaga Teknik Kefarmasian
a. Keperawatan, yang terdiri dari :
1) Perawat.
2) Bidan.
Keteknisian medis yang terdiri dari :
a. Analis Laboratorium.
b. Radiografer.
6. Ahli/tenaga gizi yaitu : Dietisien/nutritionis.
7. Keterapian fisik yaitu : Fisioterapis.
8. Petugas Non Medis
a. Administrasi keuangan dan akuntansi.
b. Petugas kerohanian.
c. Petugas teknis yang terdiri dari :
1) Teknisi teknologi dan informasi.
2) Teknisi sanitasi.
3) Teknisi elektro medis.
4) Teknisi sarana.
5) Supir ambulance.
9. Filosofi Pelayanan Kesehatan
a. Pelayanan kesehatan harus diberikan kepada pasien sesuai ilmu kedokteran, ilmu
keperawatan, ilmu farmasi, ilmu gizi/nutrisi yang teruji dan terjangkau.
b. Pelayanan kesehatan dalam mengupayakan kesembuhan dilakukan secara optimal
dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Pelayanan kesehatan dilakukan secara komprehensif (yaitu promosi kesehatan,
preventif, kuratif dan rehabilitatif) dan holistik (meliputi fisik, mental dan spritual).
d. Pelayanan kesehatan yang diberikan mengacu pada Panduan Praktik Klinis (PPK)
yang telah ditetapkan di Rumah Sakit Umum Fikri Medika berdasarkan PNPK/
Pedoman Profesi (Standar Asuhan Medis, Standar Asuhan Keperawatan, Standar
Asuhan Gizi dan Standar Pelayanan Farmasi).
e. Dalam melakukan pelayanan kesehatan semua pihak harus selalu memperhatikan
konsep keselamatan pasien dan berfokus pada pasien.

10. Kebijakan Pelayanan


a. Pelayanan Instalasi :
1) Model pelayanan instalasi terdiri dari pelayanan 24 jam dan pelayanan pada jam
kerja.
2) Pelayanan gawat darurat, rawat inap, rawat intensif, bersalin, laboratorium dan
radiologi dilaksanakan dalam 24 jam.
3) Pelayanan rawat jalan sesuai jam kerja (dengan jadwal praktik dokter).
4) Pelayanan kamar operasi dilaksanakan dalam jam kerja dan dilanjutkan dengan
sistem on call 24 jam.
5) Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
b. Seluruh staf rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman/panduan
dan standar prosedur operasional yang telah disahkan di rumah sakit, serta sesuai
dengan etika profesi, etika rumah sakit dan peraturan perundangan yang berlaku.
Pimpinan unit pelayanan bekerja sama memberikan proses asuhan seragam dan
mengacu pada peraturan peundangan
c. Proses Pendafataran dan Pengelolaan Pasien
1) Pasien rawat jalan, rawat inap, pasien gawat darurat, proses penerimaan pasien gawat
darurat ke unit rawat inap, menahan pasien untuk observasi dan mengelola pasien,
bila tidak tersedia tempat tidur pada unit yang dituju maupun di seluruh Rumah
Sakit, maka dilakukan perujukan ke Rumah Sakit lain.
2) Komponen dari pengelolaan alur pasien masuk, antara lain :
a) Ketersediaan tempat tidur rawat inap.
b) Perencanaan fasilitas alokasi tempat, peralatan, utilitas, teknologi medis, dan
kebutuhan lain untuk mendukung penempatan sementara pasien;
c) Perencanaan tenaga untuk menghadapi penumpukan pasien dibeberapa lokasi
semantara dan atau pasien yang bertahan di unit darurat, maka dilakukan
mobilisasi SDM, baik tenaga medis maupun tenaga non medis;
d) Alur pasien di daerah pasien menerima asuhan, tindakan, dan pelayanan
(seperti unit rawat inap, laboratorium, kamar operasi, radiologi, dan unit
pasca – anestesi);
e) Efisensi pelayanan non klinis penunjang asuhan dan tindakan kepada pasien
(seperti kerumah tanggaan dan transportasi);
f) Memberi pelayanan rawat inap sesuai dengan kebutuhan pasien;
g) Akses pelayanan yang bersifat mendukung (seperti pekerja sosial,
keagamaan dan bantuan spiritual, dsb).
d. Skrining dan triase :
1. Skrining dilakukan pada kontak pertama pasien dengan rumah sakit untuk
menetapkan apakah pasien dapat dilayani oleh rumah sakit dan memastikan
kebutuhan pasien akan pelayanan darurat atau regular/elektif.
2. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase (di IGD), visual atau pengamatan
(petugas pendaftaran), pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik (oleh
staf medis) atau diagnostik imajing.
3. Skrining dilakukan baik didalam maupun diluar rumah sakit, termasuk
didalamnya penunjang yang dibutuhkan atau spesifik untuk menetapkan apakah
pasien diterima atau dirujuk.
4. Skrining pasien masuk rawat inap ditetapkan berdasarkan kebutuhan pelayanan
preventif, paliatif, kuratif dan rehabilitative.
5. Kebutuhan darurat, mendesak atau segera diidentifikasi dengan proses triase
berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
e. Identifikasi :
1. Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas pasien.
2. Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah atau
produk darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan laboratorium klinis, sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelum
dilakukan tindakan.
f. Transfer/perpindahan pasien di dalam rumah sakit :
1. Transfer pasien dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum
dipindahkan serta dicatat kondisi pra transfer.
3. Dilakukan serah terima pasien yang ditransfer dan dicatat dalam rekam medis.
g. Transfer pasien keluar rumah sakit/rujukan :
1. Stabilisasi pasien terlebih dahulu sebelum dirujuk.
2. Rujukan ke rumah sakit atau sarana kesehatan ditujukan kepada unit atau individu
secara spesifik.
3. Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan
berkelanjutan.
4. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta
perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
5. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima.
6. Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

h. Penundaan pelayanan :
1. Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan
untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan.
2. Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau
pengobatan.
3. Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi
tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinis mereka.
i. Pemulangan pasien :
1. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan
kesiapan pasien untuk dipulangkan.
2. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik
atau sesuai kebutuhan pasien.
3. Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan
kelanjutan pelayanan medis.
4. Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di
lingkungannya yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di rumah
sakit serta populasi pasien.
5. Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP atau case manajer yang disudah
mendapat pendelegasian dari DPJP sebelum pasien pulang.
6. Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
7. Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
8. Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan yang dirujuk.

j. Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMJ)


Memuat informasi antara lain :
1. Identifikasi pasien yang menerima asuhan kompleks atau dengan diagnosis
kompleks (seperti pasien di klinis jantung dengan berbagai koordibitas antara lain
DM tipe 2, total knee replacement, gagal ginjal tahap akhir dan sebagainya. Atau
pasien di klinis neurologic dengan berbagai komodibitas);
2. Identifikasi informasi yang dibutuhkan oleh para dokter penanggung jawan
pelayanan (DPJP) yang menangani pasien tersebut;
3. Menentukan proses yang digunakan untuk memastikan bahwa informasi medis
yang dibutuhkan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) tersedia dalam
format mudah ditelusur (easy-to-retrieve) dan mudah di-review;
4. Evaluasi hasil implementasi prosesi untuk mengkaji bahwa informasi dan proses
memenuhi kebutuhan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan
meningkatkan mutu serta keselamatan pasien.

k. Pasien cuti
Pasien diizinkan keluar meninggalkan rumah sakit selama periode waktu tertentu
sesuai kebijakan dokter penanggung jawab pasien (DPJP).

l. Transportasi :
a. Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang
berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.
b. Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
c. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak maupun
milik rumah sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, perbekalan dan
medikamentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang dibawa.
2. Hak pasien dan keluarga :
a. Menghormati kebutuhan privasi pasien.
b. Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.
c. Melindungi pasien dari kekerasan fisik.
d. Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko,
mendapatkan perlindungan yang layak.
e. Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan di dalam
maupun di luar rumah sakit.
f. Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu
proses yang ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih,
dalam bahasa yang dipahami pasien.
g. Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, sedasi, penggunaan darah
atau produk darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.
3. Penolakan pelayanan dan pengobatan :
a. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan.
b. Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan
keputusan tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
c. Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang menghormati keinginan dan
pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan
pengobatan bantuan hidup dasar (Do Not Resuscitate).
d. Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak pelayanan
resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar.
e. Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat, serta
persyaratan hukum dan peraturan.
4. Pelayanan pasien tahap terminal :
a. Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan
kasih sayang pada akhir kehidupannya.
b. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek
pelayanan pada tahap akhir kehidupan.
c. Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya
yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen nyeri,
respon terhadap aspek psikologis, sosial, emosional, agama dan budaya pasien
dan keluarganya serta keterlibatannya dalam keputusan pelayanan.
5. Asesmen pasien :
a. Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan
pelayanannya melalui suatu proses asesmen yang baku.
b. Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial dan
ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.
c. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan
yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen.
d. Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau
lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
e. Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap
atau lebih cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
f. Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum
tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau
riwayat medis telah diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.
g. Untuk asesmen yang berumur kurang dari 30 hari, apabila ada perubahan kondisi
pasien yang signifikan, maka perubahan dicatat dalam rekam medis pasien pada
saat masuk rawat inap.
h. Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien
(discharge planning).
i. Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi
dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan untuk
merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
j. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.
k. Asesmen IGD

6. Kesinambungan dan koordinasi asuhan Pasien


Agar kesinambungan asuhan pasien tidak terputus, Rumah Sakit menciptakan proses
untuk melaksanakan kesinambungan dan koordinasi pelayanan antara professional
pemberi asuhan (PPA), manajer pelayanan (MPP), pimpinan unit, dan staf lain sesuai
dengan regulasi rumah sakit di beberapa tempat, yaitu :
a. Pelayanan darurat dan penerimaan rawat inap;
b. Pelayanan diagnostic dan tindakan;
c. Pelayanan bedah dan non bedah;
d. Pelayanan rawat jalan;
e. Oraganisasi lain atau bentuk pelayanan lainnya.
Proses koordinasi dan kesinambungan pelayanan dibantu oleh penunjang lain seperti
panduan praktik klinis, alur klinis/clinical pathways, rencana asuhan, format rujukan,
daftar tilik/check list lain, dan sebagainya.
PPA adalah tenaga yangtelah mendapatkan SPK dan RKK sehingga petugas PPA
berkompeten dan berwenang melakukan asesmen awal, asesmen ulang dan asesmen
gawat darurat.
7. Manajemen obat :
a. Elektrolit konsentrat tidak boleh berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja di area
tersebut, bila diperkenankan disimpan di unit pelayanan harus dengan kebijakan
khusus.
b. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang
jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restricted access).
8. Manajemen nutrisi :
a. Pasien di skrining untuk status gizi.
b. Respon pasien terhadap terapi gizi selalu dimonitor.
c. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara sedemikian rupa untuk mengurangi
risiko kontaminasi dan pembusukan.
d. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
e. Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.
f. Pasien ditangani oleh staf yang berkompeten, antara lain : Nutrisionis
9. Manajemen nyeri:
a. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan dilakukan skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
b. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
c. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
d. Komunikasi dengan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri dan
gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-masing.
10. Surgical Safety Checklist :
a. Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
melibatkan pasien dalam proses penandaan/pemberian tanda.
b. Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi tepat –
lokasi, tepat – prosedur dan tepat – pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat/benar dan berfungsi baik.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan
prosedur “sebelum insisi/time – out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakan pembedahan.
11. Hand hygiene :
a. Mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima
secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
b. Menerapkan program hand hygiene yang efektif.
12. Risiko jatuh :
a. Penerapan asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang
terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
b. Langkah – langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko.
c. Langkah – langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan
cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.
13. Komunikasi efektif :
a. Perintah lisan dan melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
b. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap
dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
14. Manajemen di instalasi :
a. Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
c. Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan
minimal satu bulan sekali.
d. Setiap bulan instalasi wajib membuat laporan.
15. Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua peralatan tetap dalam kondisi yang baik.
16. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3.
17. Asesmen Tambahan antara lain :
a. Neonatus
b. Anak
c. Remaja
d. Obstetri/maternitas
e. Geriatri
f. Pasien dengan kebutuhan untuk P3 (Perencanaan Pemulangan Pasien)
g. Sakit terminal/menghadapi kematian
h. Pasien dengan rasa sakit kronik atau nyeri
i. Pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris
j. Pasien kecanduan obat terlarang atau alcohol
k. Korban kekerasan atau kesewenangan
l. Pasien dengan penyakit menular atau infeksius
m. Pasien yang menerima kemoterapi atau terapi radiasi
n. Pasien dengan system imunologi terganggu
Tambahan asesmen terhadap pasien ini memperhatikan kebutuhan dan kondisi
mereka dalam kerangka cultural pasien. Proses asesmen disesuaikan dengan
peraturan perundangan dan standar professional.
18. Pelayanan Laboratorium Klinik
a. Rumah sakit mempunyai pelayanan laboratorium meliputi pelayanan patologi
klinik dan pelayanan laboratorium yang dibutuhkan pasien sesuai kebutuhan
Profesional Pemberi Asuhan ( PPA )
b. Rumah sakit mengatur secara integrasi layanan laboratorium yang tidak ada di
rumah sakit dengan merujuk ke unit pelayanan laboratorium luar dengan
perjanjian.
c. Pelayanan Laboratorium dipimpin oleh tenaga yang berkompeten dan
penanggung jawab yang mengelola fasilitas dan pelayanan laboratorium disertai
uraian tugasnya.
d. Rumah sakit menetapkan program manajemen risiko, yaitu :
1) Identifikasi Resiko
2) Analisa Resiko
3) Upaya pengelolaan risiko
4) Kegiatan sejalan dengan manajemen risiko fasilitas rumah sakit dan program
pencegahan dan pengendalian infeksi
5) Kegiatan sejalan dengan perundang-undangan
6) Tersedianya peralatan keamanan yang cocok dengan cara dan lingkungan
kerja serta bahaya yang mugkin timbul
7) Orientasi bagi staf tentang prosedur keamanan dan pelaksanaan
8) Pelatihan prosedur baru terkait penerimaan dan penggunaan bahan berbahaya
baru.
e. Rumah sakit mengatur pelaporan hasil laboratorium yang kritis adalah risiko yang
terkait keselamatan pasien sebagai pedoman bagi professional Pemberi Asuhan (
PPA) pada keadaan gawat darurat

19. Pelayanan Radiologi

Ditetapkan di : Karawang
Pada tanggal : 12 Februari 2019
Rumah Sakit Amanda Mitra Keluarga

dr. Elwin Affandi MM


Direktur

Anda mungkin juga menyukai