Anda di halaman 1dari 31

PANDUAN PELAYANAN

PENANGGULANGAN

HIV/AIDS

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DIAN PERTIWI


Jalan Lawu, Kodoan, Papahan, Tasik madu, Karanganyar
No. telf ( 0271) 494829

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami pannjtakan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
Anugerah yang telah diberikan, penyusun dapat menyelesaiakn Buku Panduan
Pelayanan HIV/AIDS di Rumah Sakit Dian Pertiwi Karanganyar. Di dalam
Panduan Pelayanan HIV/AIDS ini meliputi Panduan Pelayanan VCT, PMTCT,
ART, IO, ODHA dan Pelayanan penunjang.

Buku Panduan Pelayanan HIV/AIDS ini merupakan Pedoman bagi tenaga


kessehatan dalam memberikan layanan kepada pasien dengan dan atau
dicurigai HIV positif. Diharapkan dengan adanya buku ini, dapat meningkatkan
mutu pelayanan di Rumah Sakit dan dapat digunakan sebagai acuan dalam
melaksamakam tugas.

Tidak lupa penyususn menyampaiakn terima kasih atas bantuan semua


pihak dalam proses penyusunan Panduan Pelayanan HIV/AIDS ini. Kami sangat
terdapat banyak kekurangan dalam buku ini. Kekurangan inisecara
berkesinambungan akan terus diperbaiki ssuai dengan tuntunan dalam
pengembangan Rumah Sakit ini.

Karanganyar, 5 Juli 2019

Penyusun

ii
LEMBAR PENGESAHAN

PANDUAN PELAYANAN HIV/AIDS

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DIAN PERTIWI KARANGANYAR

Disusun oleh:

Tim HIV/AIDS

Disahkan Oleh:

Direktur,

Dr. dr. Jaya Massa SpOG.(K).FM


NIP : 001281055004

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laporan Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menurut The
Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) Global 2012
menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV di dunia mencapai 34 juta orang.
Sekitar 50% di antaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia
kurang dari 15 tahun. Di wilayah Asia Selatan dan Tenggara terdapat sekitar
4 juta orang dengan HIV dan AIDS. Menurut Laporan Kemajuan Program
HIV dan AIDS WHO South East Asia Region (SEARO) 2011, di wilayah
Asia Tenggara terdapat sekitar 1,3 juta orang (37%) perempuan terinfeksi
HIV.
Sampai dengan tahun 2013, kasus HIV dan AIDS di Indonesia telah
tersebar di 368 dari 497 kabupaten atau kota (72%) di seluruh Propinsi.
Hingga saat ini, HIV masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987
sampai sekarang, kasus HIV teridentifikasi tersebar di seluruh pelosok
Indonesia. Berdasarkan data terbaru, kejadian penularan infeksi HIV
terbanyak adalah melalui hubungan seksual dengan orang terinfeksi tanpa
menggunakan kondom. Diikuti oleh penggunaan alat suntik yang tercemar
darah yang mengandung HIV (karena penggunaan alat suntik secara
bersamaan diantara pengguna napza suntik) dan ditularkan melalui ibu
pengidap HIV kepada anaknya, baik selama kehamilan, persalinan atau
selama menyusui. Cara penularan lain adalah melalui transfusi darah yang
tercemar, alat tusuk, peralatan lainnya seperti tattoo dan adanya infeksi
menular seperti Infeksi Menular Seksual (IMS).
HIV dan AIDS termasuk penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang
mengancam jiwa manusia karena merupakan masalah kesehatan global
saat ini. Masalah yang berkembang sehubungan dengan penyakit infeksi
HIV dan AIDS adalah angka kejadian dan angka kematian yang tinggi.
Menurut data WHO pada tahun 2009, terdapat 38 juta orang meninggal
akibat AIDS, sebanyak 60 juta jiwa terinfeksi HIV kasus baru dan sebanyak

4
50,3 juta jiwa sebagai orang yang hidup dengan HIV dan AIDS atau ODHA
(Nasronuddin, 2012).
Salah satu program prioritas pembangunan pemerintahan Indonesia
adalah upaya peningkatan derajad kesehatan masyarakat sebagai unsur
dari Sustainable Development Goals (SDGs). Berbagai upaya kesehatanpun
diarahkan untuk mendukung program ini, tidak terkecuali perang melawan
penyakit infeksi seperti HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya seperti yang
tercantum dalam SDGs. Demi menyukseskan program prioritas
pembangunan pemerintahan Indonesia yaitu SDGs tersebut, Rumah Sakit
Ibu dan Anak (RSIA) Dian Pertiwi Karanganyarmembentuk suatu Tim
Pelayanan HIV/AIDS di lingkungan Rumah Sakit Ibu dan Anak Dian Pertiwi
Karanganyar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan bagi petugas kesehatan Rumah Sakit Ibu dan
Anak Dian Pertiwi Karanganyar dalam melaksanakan kegiatan
penanggulangan HIV/AIDS
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai acuan memberikan pelayanan Voluntary Counseling
and Testing (VCT)
b. Sebagai acuan memberikan pelayanan Prevention
Mother Mother to Child Transmission (PMTCT)
c. Sebagai acuan memberikan pelayanan Antri Retroviral
Therapy (ART)
d. Sebagai acuan memberikan pelayanan Infeksi
Opportunistik (IO)
e. Sebagai acuan memberikan pelayanan pada ODHA
dengan faktor risiko Injection Drug Use (IDU) dan fungsi
pelayanan penunjang (Gizi, Laboratorium, Radiologi,
Catatan dan Pelaporan)

5
C. Dasar Hukum
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 209 tentang
Kesehatan
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
3. Keputusan Menteri Koordinatoor Kesejahteraan Rakyat Nomor
9/KEP/1994 tentang Strategi Nasional Penanggualangan AIDS di
Indonesia
4. Keputusan Menetri Kesehatan Nomor 1507/MENKES/SK/X/2005
tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing (VCT) HIV/AIDS
5. Keputusan Menetri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/X/2002
tentang Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS dan PMS
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoneisa Nomor 21 tahun
2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoneisa Nomor 87 tahun
2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoneisa Nomor 51 tahun
2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV Ibu ke Bayi

6
BAB II

PELAYANAN HIV/AIDS

AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome merupakan kumpulan


gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma,
cairan vagina, air susu ibu. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh
manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. Pelaksanaan penanggulangan
HIV/AIDS di RumahSakitmeliputi :

A. Voluntary Counseling and Testing (VCT)

1. Definisi

Voluntary Counseling and Testing adalah Konseling dan Testing


HIV-AIDS sukarela, Suatu prosedur diskusi pembelajaran antara
konselor dan klien untuk memahami HIV-AIDS berserta resiko dan
konsekwensi terhadap diri sendiri, pasangan dan keluarga serta orang
di sekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah
perilaku lebih sehat dan lebih nayaman. Voluntery Counseling dan
Testing (CVT) menyediakan dukungan psikologis, informasi dan
pengetahuan HIV-AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan
perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan
memastikan pemecahan berbagai masalah terkait HIV-AIDS.

2. Ruang Lingkup

Pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela


Voluntary Counseling and Testing (VCT) Rumah Sakit Ibu dan
Anak Dian Pertiwi Karanganyar melingkupi : Konseling Pra
Testing, Informed Consent, Testing HIV dalam VCT, Konseling
Pasca Testing dan Pelayanan Dukungan Berkelanjutan.

7
3. Standar Fasilitas dan Logistik

Sarana yang harus dada meliputi : papan petunjuk, ruang tunggu,


ruang konseling, ruang pengambilan darah/spesimen dan prasarana
meliputi : aliran listrik, air, sambungan telepon, pembuangan limbah
padat dan cair. Selain itu, juga membutuhkan Logistik meliputi :

a. Materi KIE

b. Buku Register Kunjungan Pasien

c. Formulir Konseling dan testing

1) Formulir sumpah kerahasiaan

2) Formulir persetujuan pasien untuk testing

3) Formulir rujukan

4) Formulir untuk pemeriksaan HIV

4. Tata Laksana

a. Konseling Pra Testing

Alur penatalaksanaan VCT dan keterampilan


melakukan konseling pra testing dan pasca testing perlu
memperhatikan tahapan sebagai berikut :

1) Informasi dasar HIV

2) Alasan dilakukan VCT

3) Komunikasi perubahan perilaku

4) Keterampilan mikro konseling dasar

5) Penilaian resiko klinik

6) Konseling pra testing

7) Konseling pasca testing

8) Perencanaan rawatan psikososial lanjutan

8
b. Informed Concent

1) Semua pasein sebelum melakukan testing HIV harus


memberikan persetujuan tertulis

2) Pasien telah diberikan risiko sebagai akibat pasien


menyetujuinya

3) Pasien mempunyai kemampuan menangkap pengertian


dan mampu menyatakan persetujuan\

4) Pasien tidak terpaksa dalam memberikan persetujuan

5) Bagi pasien yang tidak mampu memebrikan keputusan


bagi dirinya karena keterbatasan memahami informasi ,
maka konselor harus berlaku jujur dan objektif dalam
menyampaikan informasi sehingga pasin dapat memahami
dengan benar dan memberikan persetujuan

6) Dalam melakukan testing pada anak, diperlukan


persetujuan dari orang tua. Jika tidak mempunyai orang
tua, maka kepala RS yang menandatangan Infomed
Concent.

c. Testing HIV

Pemeriksaan darah dengan tujuan untuk diagnosis HIV


harus memperhatikan gejala dan tanda klinis serta prevalensi
HIV di wilayahnya :

1) Prevalensi HIV di atas 30% digunakan Strategi I

2) Prevalensi HIV di atas 30% dan di atas 10%, dapat


menggunakan Strratgei II menggunakan reagen yang
berbeda sensitif dan spesifikasinya

3) Prevalensni HIV di bawah 10% dapat menggunakan


Strategi II, I menggunakan tiga jenis reagen yang
berbeda sensitifitasnya dan spesifikasinya

9
d. Konseling Pasca Testing

Prinsip konseling pasca testing adalah sebagai berikut :

1) Konseling pasca testing membantu klien memahami


danmenyesuaikan diri dengan hasil testing

2) Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil


testing, memberikan hasil testing, dan menyediakan
informasi selanjutnya

3) Konselor dan klien mendiskusikan strategi untuk


menurunkan penularan HIV

4) Jaga konfidensialitas

5) Pengungkapan status HIV/AIDS kepada pasangan atau


pihak ke tiga seperti institusi rujukan, petugas kesehatan
yang secara tidak langsung melakukan perawatan kepada
klien dan terinfeksi harus senantiasa memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :

a) Bersifat sukarela

b) Menghargai otonomi dan martabat yang terinfeksi

c) Mempertahankan kerahasiaan sejauh mungkin

d) Menuju kepada hasil yang lebih menguntungkan


individu, pasangan seksual dan keluarga

e) Memenuhi etika sehingga memaksimalkan hubungan


baikantara mereka yang terinfeksi dan tidak.

e. Pelayanan Dukungan Berkelanjutan

Setelah konseling pasca testing dimana klien telah menerima


hasil testing, klien perlu mendapatkan pelayanan dukungan
berkelanjutan, antara lain melalui :

1) Konseling lanjutan sebagai bagian dari VCT

10
2) Kelompok dukungan VCT

3) Pelayanan penanganan manajemen kasus

4) Perawatan dan dukungan

5) Layanan psikiatrik

6) Konseling kebutuhan berobat

7) Rujukan

5. Alur Kedatangan Pasien

Pasien

1. Sukarela 1. Poliklinik

2. Rujukan 2. IGD

Konseling Pra Testing

Laboratorium

Pengambilan & pemeriksaan


darah

Hasil Positif Penyerahan hasil tes ke Hasil Negatif


konselor

Rujuk Ke Periksa
RSUD ulang 3
Karanganyar / bulan
RS Moewardi

Pasien
pulang

Untuk penanganan pasien yang di curigai dengan gejala dan faktor


resiko ke arah suspek HIV-AIDS di Rawat Inap dapat dilakukan oleh
DPJP atau dokter ruangan yang bertugas untuk kemudian konsul ke

11
tim HIV-AIDS untuk melakukan pra test dan post test sehingga
pasien merasa nyaman selama dalam perawatan, penanganan
kasusnya dapat di tangani bersamaan dengan kasus penyakit penyerta
lainya.

Apabila hasil di dapatkan (+) penanganannya sesuai dengan alur


pelayanan pasien rujukan (+), bila hasilnya (-) alur pelayanannya
sesuai dengan alur pelayanan pasien rawat jalan (-). Rumah Sakit
merupakan instansi kesehatan yang berperan penting melawan
penyebaran HIV-AIDS, perawatan pasien suspek HIV-AIDS di ruangan
tetap dilakukan dengan tidak diskriminatif dan tindakan yang dilakukan
tetap harus melalui prosedur dan harus mendapatkan persetujuan
pasien seperti untuk pemeriksaan laboratorium.

Semua staff RS tidak diperkenankan memberikan informasi dalam


bentuk apapun tertulis dan lisan mengenai diagnosis pasien HIV-AIDS
kepada pihak manapun kecuali dokter yang berwenang dokter yang
merawat untuk alasan yang jelas setelah ada permintaan yang resmi
sesuai prosedur. Kewaspadaan Universal di terapkan pada semua
pasien HIV- AIDS tanpa memandang status atau umur dari yang
bersangkutan dengan tujuan melindungi petugas dari resiko terpajan
infeksi HIV-AIDS maupun klien/pasien.

B. Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT)


1. Definisi

PMTCT merupakan suatu tindakan penanggulangan pencegahan


AIDS di RS dari ibu hamil dengan HIV positif ke bayi yang dikandungnya.
Prosedur pelaksanaan PMTCT adalah alur pelayanan yang wajib dilalui
oleh ibu hamil sebelum dan sesudah tes HIV dengan VCT.

2. Ruang Lingkup : Ibu hamil dengan HIV positif

3. Tata Laksana

12
a. Ibu hamil yang datang dengan hasil positif apaila pada hasil
pemeriksaan 2 cara pemeriksaan yang berbeda. Pada
pemeriksaan laboratorium dan secara serologi

b. Status ibu atau pasien negatif HIV adalah bila hasil tes HIV pasien
negative secara serologis dengan 3 cara yang berbeda

c. Ibu hamil yang belum diketahui status HIV, dilakukan VCT dan
PITC

d. Ibu hamil yang menolak VCT,akan diupayakan konseling ulang


saat kunjungan selanjutnya

e. ARV diberikan kepada ibu hamil dengan HIV positif dengan


mengacu pada prosedur tetap ARV

f. Bayi baru lahir dengan ibu HIV positif lahir dengan Secio
Caesaria, ditolong oleh PPDS perinatologi dan atau konseulen
yang bersangkutan

g. Bayi baru lahir dari ibu HIV positif lahir, mendapat ARV dalam 48
jam pertama kehidupan yang tersedia di klinik VCT

h. Setelah bayi pulang, kontrol selanjutnya ke poli anak atau kepada


konsulen yang bersangkutan, untuk mendapatkan pelayanan :
ARV pencegahan lanjutan sampai 6 minggu, pencegahan PCP
(Penumosssitic Carinii Pneumonia) mulai umur 6 minggu sampai 6
bulan, pemeriksaan kesehatan, imunisasi, pemantauan tumbuh
kembang dan nutrisi

i. Bayi secepatnya ditentukan status HIV, dengan test laboratorium


virology (PCR) sejak umur 6 minggu atau serologis mulai umur 12
bulan (bila memungkinkan ketersediaan alat dan biaya)

j. Status HIV positif adalah bila ditemukan hasil positif pada 2x


pemeriksaan PCR dengan jarak 1 bulan atau hasil pemeriksaan
serologi positif pada usia >18 bulan dengan 3 cara pemeriksaan
yang berbeda

13
k. Status HIV negative adalah bila hasil negative 2x pemeriksaan
PCR dengan jarak 1 bulan, atau hasil pemeriksaan serologi
negative pada usia >18 bulan dengan 3 cara pemeriksaan yang
berbeda

l. Bayi dengan status HIV positif dan ada indikasi untuk terapi ARV,
dirujuk ke kliniuk VCT.

C. AntiretroviralTherapy (ART)
1. Definisi

Obat antiretroviral adalah obat-obat yang digunakan untuk


mengobati ppenderita HIV Retroviral sendiri mengcau pada golongan
virus HIV yaitu retrovirus. Obat retroviraltidak mengembuhkan secra
total penyakit HIV, hanya mengurangi jumlah virus yang beredar di
tubuh. Dengan demikian, kualitas hidup penderita meningkat dan
resiko menularkan penyakit ke orang lain menurun. Contoh obat
antiretroviral adalah lamivudin,delavirdin,atazanavir,dll.

2. Ruang Lingkup

Pedoman nasional terapi antiretroviral (ART) diterbitkan oleh


Kementerian Kesehatan RI sebagai standar untuk para dokter
mengenai cara penatalaksanaan ART di Indonesia. Pedoman
dirancang berdasarkan WHO dengan kesepakatan antara
beberapa pakar di Indonesia. Karena, pengetahuan dan
pengalaman mengenai ART berkembang terus-menerus,
seharusnya pedoman sering diperbaharui.

3. Tatalaksana

a. Saat Memulai Terapi

1) Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan


mulai terapi ARV didasarkan pada penilaian klinis

2) Tersedia pemeriksaan CD4. Maka rekomendasi :

14
a) Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan
jumlah CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang
stadium klinisnya

b) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien


dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi hepatitis
B tanpa memandang jumlah CD4

Saat Memulai Terapi Pada ODHA Dewasa

b. Memulai terapi ARV pada keadaan infeksi Oportunisik (IO) yang


aktif

Jenis Infeksi Opportunistik


Rekomendasi

Progresif Multifocal ARV diberikan langsung setelah


Leukoencephalopathy, diagnosis
Sarkoma Kaposi, infeksi ditegakan
Mikrosporidiosis, CMV,
Kriptosporidiosis

Tuberculosis, PCP, ARV diberikan setidaknya 2 minggu


Kriptokokosis, MAC
setelah pasien mendapatkan
pengobatan infeksi opportunistik

15
Prinsip dalam pemberian ARV adalah :
1) Panduan ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang
terserap dan berada dalam dosis terapeputik
2) Membantu pasien agar patuh minum obat
3) Menjaga kesinambungan, ketersediaan obat ARV dengan
menerapkan manajemen logistik yang baik

Panduan lini pertama yang direkomendasikan pada


orang dewasa yang belum pernah mendapat terapi ARV

c. Sindrom Pulih Imun (SPI-immunereconstitution syndrom =


IRIS)

Sindrom pulih imun (SPI) adalah perburukan kondisi


klinis sebagai akibat respon inflamasi berlebihan pada saat
pemulihan respon imun setelah pemberian terapi
antiretroviral. SPI mempunyai manifestasi dalam bentuk
penyakit infeksi maupun non infeksi. Menifestasi tersering
pada umumnya adalah berupa inflamasi dari penyakit infeksi.
SPI ini didefinisikan sebagai timbulnya manifestasi klinis atau
perburukan infeksi yang ada sebagai akibat perbaikan

16
respons imun spesifik pathogen pada ODHA yang berespon
baik terhadap ARV.

Pada saat ini dikenal dua jenis SPI yang sering tumpang
tindih, yaitu sindrom pulih imun unmasking dan sindrom pulih
imun paradoksikal. Jenis unmasking terjadi pada pasien yang
tidak terdiagnosis dan tidak mendapat terapi untuk infeksi
opportunistiknya dan langsung mendapatkan terapi ARV-nya.
Pada jenis paradoksial, pasien telah mendapatkan
pengobatan untuk infeksi opportunistiknya.

D. Infeksi Opportunistik (IO)


1. Definisi

Infeksi opportunistik adalah infeksi yang disebabkan oleh


organisme yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang
yang sistem kekebalan tubuhnya normal. Pasien yang terinfeksi HIV
akan mengalami beberapa infeksi opportunistik akibat penurunan
imunitas. Infeksi yang terjadi dapat dilihat secara sistemik berupa
infeksi paru, gastrointestinal, tumor dan keganasan serta infeksi
opportunistik oral berupa peningkatan penyakit mulut penderita.

2. Ruang Lingkup

a. Informasi Dasar HIV

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang


menyebbakan penyakit IADS, ynag termasuk ke dalam kelompok
retrovirus. Seseorang yang terinfeksi akan mengalami infeksi
seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS positif terlihat
tanpa ada gejala suatu peyakit untuk jangka waktu yang lama.
Meskipun demikian, sbetulnya mereka telah dapat menulariorang
lain. Kebanyakan seseorang dengan HIV postif akan meninggal
dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS muncul bila
tidak ada terapi yang diberikan.

17
b. Perjalanan Infeksi HIV

Sesudah HIV memasuki tubuh, maka tubuh akan terjadi


infeksi dan virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut,
terutama sel limfosit. Virus HIV akan memepngaruhi sistem
kekebalan tubuh. Pasien sangat infeksius mudah menularkan
kepada orang lain meskipun hasil pemeriksaan laboratorium masih
negatif.

E. Pelayanan pada ODHA dengan faktorreisiko Injection Drug Use


(IDU) dan fungsi pelayanan penunjang (gizi, labotaroium, radiologi,
catatan dan pelaporan)

1. Definisi

ODHA atau Orang Dengan HIV-AIDS adalah orang yang telah tertular
virus HIV atau menederita AIDS.

2. Ruang Lingkup

Pelayanan pasien ODHA di RSIA Dian Pertiwi Karanganyar meliputi :

a. Pelayanan VCT (Voluntary Counseling and Testing)

b. Pelayanan PMTCT (Prevention Mother to Child Transmision)

c. Pelayanan Infeksi Oportunistik (IO)

d. Pelayanan pada ODHA dengan faktor risiko IDU

Injection Drug User (IDU) atau pengguna NAPZA/narkoba


suntik (penasun) adalah pengguna opioid suntik. Program
Terapi Rumatan Metadon adalah kegiatan memberikan
metadon cair dalam bentuk sediaan oral kepada pasien sebagai
terapi pengganti adiksi opioid yang biasa digunakan. Layanan
Alat Suntik Steril adalah layanan pemberian alat suntik steril
kepada pengguna NAPZA/narkoba suntik untuk mencegah
penularan infeksi via alat suntik.

18
e. Pelayanan penunjang, yang meliputi: pelayanan gizi,
laboratorium, dan radiologi, pencatatan dan pelaporan.

3. Tata Laksana

a. Pasien-pasien HIV-AIDS di unit rawat jalan RSIA Dian


Pertiwi Karanganyar untuk faktor resiko penggunaan NAPZA
suntik

b. Pasien yang sedang/memerlukan Program Terapi Rumatan


Metadon dan atau Layanan Alat Suntik Steril akan
dirujuk/dikonsultasikan kepada Rumah Sakit yang
menyediakan kedua layanan tersebut

c. Pencatatan dan pelaporan pasien HIV-AIDS dengan faktor


resiko Injection Drug User

d. Pelayanan penunjang berdasarkan SPO dari unit yang terkait

19
BAB III

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen


yang paling penting untuk mendukung dan memberikan pelayanan HIV-
AIDS yang berkesinambungan. Pengetahuan dan sikap SDM dalam hal
ini adalah petugas kesehatan akan mempengaruhi keefektifan
penyediaan pelayanan HIV-AIDS. Pelayanan HIV-AIDS membutuhkan
tenaga kesehatan yang berdedikasi dan mempunyai ketrampilan
yang memadai. Adapun petugas pelayanan HIV-AIDS terdiri dari:

1. Konselor

2. Dokter Spesialis

3. Dokter Umum

4. Perawat dan atau Bidan

5. Petugas Laboratorium

6. Farmasis

7. Petugas Administrasi

B. Distribusi Ketenagaan

1. Koordinator konselor: 1 orang

2. Dokter spesialis: 1 orang

3. Dokter umum: 1 orang

4. Perawat: 3 orang

5. Bidan 1 orang

6. Petugas laboratorium: 1 orang

20
7. Farmasi: 1 orang

8. Petugas Administrasi: 1 orang

21
BAB IV
KESELAMATAN KERJA

A. Perlindungan Diri
Perlindungan Diri dengan Profilaksis Ppasca Pajanan HIV (PPP).
Profilaksis Pasca Pajanan HIV merupakan adalah tindakan
pencegahan terhadap petugas kesehatan yang tertular HIV akibat
tertusuk jarum, tercemar darah dari penderita atau mayat penderita
HIV. Paparan cairan infeksius tidak saja membawa virus HIV
tetapi juga virus hepatitis (HBV atau HCV). Perlukaan perkutaneus
merupakan kecelakaan kerja tersering dan biasanya disebabkan oleh
jarum yang berlubang (hollow-bor-needle).

B. Faktor yang Mempengaruhi


1. Jumlah dan jenis cairan yang mengenai
2. Kedalaman tusukan/ luka
3. Tempat perlukaan/ paparan.

C. Indikasi Pemberian PPP

1. Tertusuk atau superfisial yang merusak kulit oleh jarum solid yang
terpapar sumber dengan HIV positif asimtomtik. Membran mukosa
terpapar oleh darah terinfeksi HIV dalam jumlah banyak jumlah
banyak, dari sumber HIV (+) asimptomatik (tergantung dari
banyak tidaknyavolume dan tetesan)

2. Membran mukosa terpapar darah yang terinfeksi HIV (+) dalam


jumlah sedikit, dari sumber dengan HIV (+) simptomatik

3. Terpapar dengan orang HIV (+) asimptomatik lewat tusukan yang


dalam jarum berlubangyang berukuran besar

4. Luka tusukan jarum dengan darah yang terlihat di permukaan


jarum

22
5. Luka tusukan jarum yang telah digunakan untuk mengambil
darah arteri atau vena pasien

6. Luka tusuk dari jenis jarum apapun yang telah digunakan pada
sumber dengan HIV (+)yang simptomatik

7. Membran mukosa yang terpapar oleh darah yang terinfeksi HIV


dalam jumlah yang banyak dari sumber HIV (+) yang simptomatik

8. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat


paparan dari sumber dengan status HIV tidak diketahui tetapi
memiliki faktor resiko HIV

9. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat


paparan dari sumber yang tidak diketahui status HIV dan tidak
diketahui faktor resikonya, namun dianggap sebagai sumber HIV
(+)

10. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun


dari sumber yang tidak diketahui status HIV tetapi memiliki faktor
risiko HIV

11. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun


dari sumber yang tidak diketahui status HIV-nya, namun sumber
tersebut dianggap sebagai sumber HIV (+).

D. Klasifikasi Katagori Paparan ( E xposur e C ategory)


Berdasarkan paparan, kadar RNA HIV dan bahan paparan.
Terdapat 4 kategori yaitu :
1. EC 1:
a. Tempat paparan adalah kulit atau mukosa yang mengalami
luka
b. Bahan paparan jumlahnya sedikit (tetesan darah atau cairan
tubuh yang berdarah
c. Waktu paparan cepat (tidak lama)

23
2. EC 2 : seperti EC-1, tetapi jumlah bahan paparan lebih
banyak dan waktu paparan lebihlama

3. EC2: paparan perkutaneus, luka superficial dengan jarum


kecil

4. EC3: seperti EC2, tetapi lewat jarum besar, tertusuk dalam,


keluar darah.

E. Penatalaksanaan Pasca Pajanan

1. Keputusan pemberian ARV harus segera diambil dan ARV


diberikan < 4 jam setelah Paparan

2. Penanganan luka

3. Beri informed consent

4. Lakukan tes HIV

5. Pemnerian ARV profilaksis

6. Penanganan tempat paparan/ luka harus segera

7. Luka tusuk dibilas menggunakan air mengalir dan sabun/


antiseptic

8. Pajanan mukosa mulut: ludahkan dan berkumur

9. Pajanan mukosa mata: irigasi dg air atau cairan fisiolofis

10. Pajanan mukosa hidung: hembuskan keluar dan bersihkan


dengan air

11. Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan

F. Disinfeksi

Disinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu antara
Betadine (povidone iodine 2,5%) selama 5 menit ataupun dengan
Alkohol 70% selama 3 menit.

24
Catatan:

1. Chlorhexidine cetrimide bekerja melawan HIV tetapi bukan HBV

2. Pelaporan terjadinya paparan berupa rincian waktu, tempat,


paparan dan konseling serta manajemen pasca paparan

3. Evaluasi dan risiko transmisi

4. Konseling berupa risiko transmisi, pencegahan, transmisi sekunder,


tidak boleh hamil dsb

5. Pertimbangan pemakaian terapi profilaksis pasca paparan

6. Pemantauan (follow up).

G. Pemantauan

Tes Antibodi dilakukan pada minggu ke-6, minggu ke -12 dan bulan
ke 6. Dapatdiperpanjang sampai bulan ke-12.

H. Aspek Manajemen

1. Merupakan bagian medico legal

2. Perlu dilakukan pencatatan dan evaluasi

3. Evaluasi meliputi: Kesalahan sistem, tidak ada pelatihan, tidak


ada SOP, tidak tersedia APD, ratio pekerja dan pasien yg tidak
seimbang, kesalahan manusia, kesalahan dalam penggunaan
dan pemilihan alat kerja.

25
BAB V
KESELAMATAN PASIEN

Kewaspadaan merupakan upaya pencegahan infeksi yang


mengalami perjalanan panjang. Mulai dari infeksi nosokomial yang
menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan pasien. Seperangkat
prosedur dan pedoman yang dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi
pada tenaga kesehatan dan juga memutus rantai penularan ke pasien.
Terutama untuk mencegah penularan melalui darah dan cairan tubuh,
seperti: HIV, HBV, dan pathogen lainnya. Prinsip Kewaspadaan Umum
dijabarkan dalam 5 kegiatan pokok yaitu:

A. Cuci tangan pakai sabun atau antiseptik untuk mencegah infeksi


silang

B. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) : Sarung tanga, pelindung


muka, masker, masker, kaca mata atau google, gaun/jubah/apron,
pelindunng kaki

C. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai (dekontaminasi, sterilisasi,


disinfeksi)

1. Dekontaminasi : suatu proses menghilangkan mikroorganisme


patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk
pengelolaan alkes bekas pakai

2. Pencucian: proses secara fisik untuk menghilangkan kotoran


terutama bekas darah, cairan tubuh dan benda asing lainnya
seperti debu, kotoran yang menempel di kulit atau alat
kesehatan

3. Disinefksi : suatu proses untuk menghilangkan sebagian


mikkroorganisme

4. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

26
a. Suatu proses untuk menghilangkan mikroorganismes dari
alat kesehatan kecuali beberapa endospora bakteri

b. Alternatif penanganan alkes apabila tidak tersedia


sterisator atau tidak mungkin dillaksanakan

c. Dapat membunuh mikroorganisme (HBV, HIV), namum


tidak membunuh endospora dengan sempurna sampai
tetanus.

5. Sterilisasi

Suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme


termasuk endospora bakteri dari alat kesehatan. Cara yang paling
aman utk pengolaan alkes yang berhubungan langsung dengan
darah.

D. Pengelolaan Jarum dan Alat Tajam

Pengelolaan jarum dan alat tajam ditempatkan pada wadah yang


terpisah dengan limbahlain untuk mempermudah pengelolaan.

E. Pengelolaan Limbah dan Sanitasi Ruangan

Pemilihan cara pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan :


Limbah cair, sampah medis, sampah rumah tangga, inserasi,
penguburan dan desinfeksi permukaan.

F. Penanganan Linen

1. Keeta dorong bersih dan kotor dipisahkan

2. Tidak boleh keluar dan masuk pada jalan yang sama

3. Tidak boleh ada perendaman di ruangan perawatan

4. Pisahkan dalam kantong berwarna kuning untuk linen yang


terkontaminasi dengan darah atau cairan

27
BAB VI
PENGENDALIAN MUTU

Salah satu prinsip yang menggaris bawahi implementasi layanan


VCT adalah layanan berkualitas, guna memastikan klien mendapatkan
layanan tepat dan menarik orang untuk menggunakan layanan. Tujuan
pengukuran dari jaminan kualitas adalah menilai kinerja petugas,
kepuasan pelanggan atau klien, dan menilai ketepatan protocol konseling
dan testing yang kesemuanya bertujuan tersedianya layanan yang
terjamin kualitas dan mutu.

A. VCT

Pelayanan konseling dimulai dengan suasana bersahabat yang


dilayani oleh konselor terlatih. Perangkat untuk menilai kualitas
layanan termasuk mengevaluasi kinerja seluruh staff VCT, penilaian
kualitas konseling dengan menghadirkan supervisor yang menyamar
sebagai klien, melakukan pertemuan berkala dengan para konselor,
mengikuti perkembangan konseling dan HIV AIDS, kotak saran,
penilaian oleh petugas jasa, mengukur seberapa jauh konselor
mengikuti aturan protocol dan supervise suportif yang regular.
Perangkat jaminan mutu konseling dalam VCT:

1. Formulir kepuasan pelanggan

Nomor dan nama klien dicatat. Formulir dimasukkan ke


kotak yang aman dan terkunci. Semua komentar dikumpulkan
dan dinilai pada pertemuan dengan seluruh petugas. Klien yang
tidak dapat menulis/ mambaca dapat dibantu relawan. Petugas
yang bekerja pada institusi tidak diperkenankan membantu
pengisian. Baca terlebih dahulu petunjuk dan isi dari formulir,
kemudian baru diisi. Klien sama sekali tidak boleh dipengaruhi
pendapatnya, administrasi memastikan apakah jawaban klien
sudah lengkap dan benar sesuai petunjuk.

28
2. Syarat minimal

Penilaian internal atau eksternal dapat menggunakan daftar


sederhana apakah pelayanan VCT memenuhi persyaratan
standar minimal yang ditentukan Kementerian Kesehatan dan
WHO.

B. Testing pada VCT

Perangkat jaminan testing mutu dalam VCT :

1. Supervisi Laboratorium

Untuk melakukan supervisi atas proses pemeriksaan


laboratorium, harus dilakukan oleh teknisi laboratorium senior
yang mahir dan telah dilatih penanganan pemeriksaan
laboratorium HIV:

a. Pengamatan akses proses kerja sampel, sesuaikan dengan


SPO

b. Periksa dan dukung proses serta kualitas pemeriksaan


sampel

c. Periksa pencatatan dan pelaporan hasil testing HIV

d. Periksa cara penyimpanan semua peralatan dan reagen

e. Pastikan jaminan kualitas pada pusat jaminan kualitas

f. Lakukan penilaian akan peralatan kerja

g. Gunakan ceklis pemeriksaan

h. Nilailah kemampuan para personil dan sampaikan


rekomendasi pada para manajer

i. Pastikan adanya rujukan pasca pajanan

29
BAB VII
PENUTUP

Tim HIV-AIDS sudah terbentuk, namun dalam melaksanakan


kegiatannya masih mengalami banyak kendala dikarenakan saat
terbentuk Tim HIV-AIDS belum ada anggota tim yang telah
mendapatkan pelatihan penanganan kasus HIV-AIDS. Pelayanan
yang diberikan baru berfokus pada rujukan pada pasien dengan
HIV/AIDS. Tim HIV-AIDS RSIA Dian Pertiwi Karanganyar belum
memberikan pelayanan terapi HIV-AIDS menggunakan ARV
dikarenakan RSIA Dian Pertiwi Karanganyar bukan rumah sakit yang
ditunjuk Kementerian Kesehatan RI untuk memberikan pelayanan
ARV. Pasien yang membutuhkan terapi ARV akan dirujuk ke rumah
sakit yang bekerja sama dengan RSIA Dian Pertiwi Karanganyar.

30
31

Anda mungkin juga menyukai