Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS TEORI SOSIAL TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH

INDONESIA PADA SAAT PANDEMI COVID-19


(TEORI PERUBAHAN SOSIAL DAN KONFLIK)

Kinanthi Nur Fikriya


Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Ponorogo
kinanthifikriya12@gmail.com

Abstrak
Pandemi COVID- 19 yang dikala ini terjalin di segala dunia tidak pelak lagi ialah
aspek yang sangat mempengaruhi terhadap seluruh aspek kehidupan warga dikala ini.
Di Indonesia, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan untuk mengantisipasi
penyebaran virus Covid-19. Kebijakan yang dibuat pemerintah ini tentunya sangat
berpengaruh terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Kebijakan yang
dibuat berorientasi pada mengurangi interaksi secara langsung. Selain itu, kebijakan
tersebut juga menimbulkan konflik sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Tujuan
dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui perubahan sosial dan konflik yang
terjadi atas kebijakan dari pemerintah untuk mengantisipasi penyebaran virus Covid-
19. Penelitian ini menggunakan metode kajian litratur yang bersifat deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan sosial dari yang sebelum terjadi
pandemi, masyarakat masih bisa berinteraksi secara langsung dengan masyarak lain
menjadi sangat terbatas. Akibat terbatasnya interaksi secara langsung ini, berakibat
pada timbulnya konflik di tengan masyarakat.
Kata Kunci: Pandemi Covid-19, Kebijakan Pemerintah, Perubahan Sosial dan
Konflik.

Abstract
The COVID-19 pandemic that is currently happening all over the world is
undoubtedly the most influential factor in all aspects of people's lives today. In
Indonesia, the government has implemented several policies to anticipate the spread
of the Covid-19 virus. The policies made by the government are certainly very
influential on social changes that occur in society. The policies made are oriented
towards reducing direct interaction. In addition, the policy also creates social conflicts
that occur in the community. The purpose of this research is to find out social changes
and conflicts that occur due to government policies to anticipate the spread of the
Covid-19 virus. This research uses a descriptive literature study method. The results
of the study show that there has been a social change from before the pandemic,
people can still interact directly with other communities to be very limited. As a result
of this limited direct interaction, it results in the emergence of conflict within the
community.
Keywords: Covid-19 Pandemic, Government Policy, Social Change and Conflict.
A. Pendahuluan
Pada awal tahun 2020, dunia dihebohkan dengan merebaknya virus baru yaitu
coronavirus jenis baru (SARS- CoV- 2) dan penyakitnya disebut Coronavirus disease
2019 (COVID- 19). Virus ini disinyalir ditemukan pada akhir bulan Desember 2019
di Wuhan, Tiongkok (Yuliana, 2020). Pada sebagian kasus, virus Corona
mengakibatkan infeksi pernapasan ringan sampai sedang, seperti flu. Setelah diteliti
lebih lanjut, virus ini juga menyebabkan infeksi pernapasan berat seperti pneumonia.
Awalnya, diduga virus Corona ditularkan dari hewan ke manusia. Namun, kemudian
diketahui bahwa virus Corona juga dapat menular dari manusia ke manusia.
(Nurhalimah, 2020)
Pada 2 Maret 2020, untuk pertama kalinya pemerintah mengumumkan
ancaman virus Corona telah masuk ke Indonesia dengan terinfeksinya dua warga
negara sipil yang positif Covid- 19. Pemerintah Indonesia mengambil tindakan
dengan melakukan langkah-langkah awal sebagai antisipasi, seperti mengunakan
Health Alert Card atau Yellow Card, dan Thermal Scanner untuk mengecek suhu
tubuh diatas 38,5 derajat Celcius di pintu masuk dan keluar RI. Menurut data laporan
kumulatif kasus positif Covid-19 yang terdata sejak Maret sampai April 2020,
menunjukkan data grafik yang terus meningkat signifikan di wilayah Sumatera Utara,
Bali, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (Kompas,
2020). Dengan melihat kondisi saat itu, virus Corona bukan sekedar wabah yang bisa
diacuhkan begitu saja dengan hanya mengiranya sebagai flu biasa, tetapi bagi analisis
dunia kesehatan, virus ini cukup berbahaya dan mematikan.
Selain meningkatnya kasus positif Covid-19 yang berujung kematian, situasi
pandemi Covid-19 ini juga berdampak luas dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat, seperti berpengaruh pada keadaan sosial, budaya, pendidikan, ekonomi,
politik, serta kegiatan yang bersifat global. Perubahan ini dapat dilihat dari beberapa
kebijakan yang diterapkan pemerintah (Purnama et al., 2020).
Kebijakan adalah praktik sosial, bukan peristiwa tunggal atau terisolir. Oleh
karena itu, kebijakan dibuat oleh pemerintah dan didasarkan pada semua peristiwa
yang terjadi dalam masyarakat. Peristiwa ini tumbuh dalam praktik kehidupan sosial
dan bukan merupakan peristiwa yang berdiri sendiri, terisolasi, dan asing bagi
masyarakat (Thoha, 2021).
Implementasi kebijakan secara umum digambarkan sebagai yang didefinisikan
secara jelas oleh pembuat kebijakan (pemerintah), dan berdampak pada spesifikasi
rinci dari program, yaitu bagaimana dan di mana lembaga atau organisasi
melaksanakan program, dan apa undang-undang atau program itu diartikan.
Kemudian pelaksana program bertanggung jawab atas putusan kebijakan yang
dilakukan.
Diantara kebijakan nya adalah membatasi kegiatan yang berada di luar rumah,
menerapkan kegiatan pembelajaran daring bagi para pelajar, dan bekerja dari rumah
bagi para karyawan (work from home). Langkah Pemerintah ini diharapkan dapat
mengantisipasi kasus positif virus Corona di Indonesia yang tentunya sudah melalui
berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dilihat dari berbagai aspek kehidupan.
Kemudian kebijakan ini nantinya diikuti dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat
Indonesia (Yunus & Rezki, 2020).
Salah satu kebijakan pemerintah adalah mengintruksikan kepada warga negara
nya untuk melakukan aktifitas pekerjaan dan sebaginya di rumah. Kebijakan ini
diucap dengan lockdown. Lockdown menolong mengestimasi penyebaran virus
Corona ke sesuatu daerah tertentu, sehingga diharapkan warga yang terletak ataupun
senantiasa tinggal di sesuatu daerah tertentu bebas dari wabah tersebut. Perihal ini
pula nampak dengan terdapatnya penutupan jalur dalam waktu tertentu, pembatasan
jam malam, serta lain sebagainya. Kegiatan Lockdown telah ada dalam peraturan
perundang-undangan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan yang membahas Kekarantinaan Kesehatan di Pintu
Masuk dan di wilayah dilakukan melalui kegiatan pengamatan penyakit dan Faktor
Risiko Kesehatan Masyarakat terhadap alat angkut, orang, barang, dan/atau
lingkungan, serta respons terhadap Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dalam bentuk
tindakan Kekarantinaan Kesehatan (Wiryawan, 2020).
Dalam kenyataan di lapangan, peraturan tersebut masih belum terlalu ditaati
oleh masyarakat. Hal ini terlihat dengan adanya beberapa orang yang masih berada di
luar rumah dengan alasan mencari nafkah. Jika hal itu tidak segera ditangani, maka
virus Corona akan menjadi lebih cepat penyebarannya.
Pelaksanaan metode lockdown di satu sisi mempunyai peran untuk
mengantisipasi meningkatnya kasus posif Covid-19 di beberapa belahan dunia,
termasuk Indonesia. Namun, kebijakan ini di sisi yang lain juga dapat mematikan
kegiatan ekonomi dan sosial jika tidak dikelola dengan sebaik mungkin. Jika hal itu
terjadi, maka hal ini dapat berpotensi menimbulkan berbagai konflik sosial diantara
masyarakat.
Sebagai suatu negara kesatuan, menurut penulis hendaknya antara pemerintah
dengan warga negaranya saling bekesinambungan dalam mengahadapi situasi
pandemi. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan sangat berperan besar dalam
mengatur keadaan atau situasi negara di saat pandemi. Kebijakan ini kemudian diikuti
dan dilaksanakan oleh warga negara dengan penuh kesadaran. Kepenulisan ini
penting karena kebijakan yang dibuat oleh pemerintah akan membuat perubahan
sosial di masyarakat. Masyarakat kini harus beradaptasi kembali dengan norma dan
adat yang ada karena situasi yang terjadi. Kemudian perbedaan pemikiran antara
pembuat kebijakan yakni pemerintah dengan warga negara nya akan ada beberapa
pihak yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut sehingga dapat menimbulkan
sebuah konflik sosial.

B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur. Kajian literatul
merupakan penelitian kepustakaan dengan dengan mencari literatur dari buku,
jurnal, artikel, maupun cetakan lainnya yang memiliki topik berkesinambungan,
sehingga menghasilkan suata karya tulisan dengan topik atau isu tertentu. Dalam
kajian literatur untuk penulisan suatu tulisan ilmiah, seperti skripsi, tesis, dan
disertasi, penulis menelusuri berbagai pustaka atau literatur yang berkaitan sesuai
dengan topik dan masalah yang dipilih, tentang objek penelitian, tentang teori yang
telah digunakan dalam penelitian sebelumnya, tentang metode penelitian dan
seterusnya.(Marzali, 2016)
Kajian literatur dilakukan untuk mengetahui berbagai macam pengetahuan
yang terus berkembang pada setiap zamannya. Sebelumnya, banyak peneliti yang
sudah mengkaji berbagai topik dan objek penelitian yang beragam untuk dipelajari
lagi oleh peneliti lainnya. Kajian literatur dilakukan untuk mencapai dua hal.
Pertama, kajian yang dilakukan untuk menulis sebuah karya ilmiah yang
memperkenalkan tema tertentu yang nantinya akan diterbitkan sebagai bacaan untuk
umum. (Tjahjono, 2008)
Tujuan kedua adalah untuk proyek kepentingan pribadi. Hal ini dilakukan
untuk menambah cakrawala kita mengenai topik yang kita miliki, mempermudah
dalam merumuskan masalah, dan membantu menentukan teori dan langkah-langkah
dalam penelitian kita. Dengan mempelajari literatur lain, kita bisa memilih apakah
akan mencontoh, me- review, atau memberi saran dan kritik terhadap suatu literatur.
Dalam kajian ini akan memaparkan berbagai kajian dengan topik tertentu untuk
kepentingan pribadi. Berikut langkah-langkah kajian literatur yang digunakan oleh
penulis.
1) Pengumpulan Artikel
Pada tahap ini dilakukan dengan menjelajahi berbagai artikel yang terkait
dengan topik.
2) Menyeleksi Artikel berdasarkan Variabel yang telah ditentukan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mencari fokus dan hal-hal pokok agar
memudahkan dalam tahap selanjutnya.
3) Penyusunan Artikel
4) Pembahasan dan Analisis
Pada tahap ini membahas tentang teori-teori tertentu beserta analisis
berdasarkan literatur yang digunakan.
5) Kesimpulan
Hal ini dilakukan terhadap hasil pembahasan dan analisis sebelumnya.
(Marzali, 2016)

C. Pembahasan dan Analisis


1. Perubahan Sosial atas Kebijakan Pemerintah di Saat Pandemi Covid- 19.
Setiap individu dalam suatu masyarakat akan mengalami suatu perubahan
sosial. Perubahan sosial adalah perubahan dalam ber interaksi antara suatu
individu atau kelompok yang mempunyai hubungan dalam suatu struktur sosial.
Maka perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang mengarah pada sosial
budaya, karena sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang terikat dengan
kebudayaan (Lorentius, 2017).
Banyak orang mendefinisikan perubahan dalam arti luas. Wilbert more
mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan signifikan yang terjadi di
seluruh sistem struktur sosial, pola perilaku, dan interaksi sosial, termasuk
perubahan norma, nilai, dan fenomena budaya. Dengan kata lain, perubahan sosial
dalam penelitian berarti mengkaji hubungan antara perilaku masyarakat dan
perubahan. Oleh karena itu, kajian utama perubahan sosial harus mencakup
semua aspek kehidupan masyarakat atau semua fenomena sosial yang menjadi
kajian sosiologis. Perubahan sosial mencakup tiga aspek perubahan: (Aspek
struktural diwujudkan dalam perubahan status dan peran. (B) Budaya; Aspek
budaya dapat diamati apakah budaya material (teknologi) dan budaya non material
(ide, nilai, norma) berubah. (C) Interaktif; Perubahan dimensi interaksi
menunjukkan konsekuensi logis dari perubahan dari dua dimensi sebelumnya.
Misalnya, interaksi sosial tidak hanya sebagai akibat dari perubahan aspek
struktural, tetapi juga sebagai akibat dari perubahan nilai dan aturan sosial.
Perubahan sosial hanya dapat dikatakan jika perubahan terjadi dan berlanjut pada
ketiga aspek di atas (Lorentius, 2017).
Dalam situasi pandemi seperti saat ini, tidak dapat dipungkiri jika membawa
pengaruh terhadap adanya suatu perubahan sosial budaya. Menghadapi situasi
pandemi, setiap individu harus bisa menyeimbangkan diri dan beradaptasi dengan
situasi yang terjadi. Setiap individu harus mulai terbiasa dengan kebijakan-
kebijakan baru yang merupakan tindak lanjut dari situasi yang terjadi. Berikut
beberapa kebijakan dari pemerintah yang mengarah pada adanya perubahan sosial
yang terjadi di masyarakat (Purnama et al., 2020).

a. Lockdown
Di Indonesia, penyebutan kebijakan lockdown sesuai dengan karantina
wilayah berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina
Kesehatan. Ada beberapa jenis peraturan karantina dalam undang-undang.
Yakni karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan
pembatasan sosial secara meluas. Karantina rumah berarti seseorang dilarang
keluar rumah. Dalam keadaan pandemi Covid- 19, orang tersebut masuk
dalam kategori Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien Dalam
Pengawasan (PDP). Kedua, karantina rumah sakit (suspect) jika seseorang
dinyatakan positif mengidap penyakit tersebut. Dalam kasus Covid-19, orang
tersebut dinyatakan positif Covid-19. Karantina wilayah, di sisi lain, disebut
penguncian wilayah, dan pembatasan sosial yang berlaku saat ini disebut
social distancing (Sanur, 2020).
Kebijakan lockdown karena lonjakan Covid-19 memberi dampak
perubahan sosial di masyarakat dengan membatasi diri di rumah dengan
situasi budaya yang berbeda. Beberapa orang menanggapi lockdown dengan
bersantai, menghabiskan waktu luang mereka, dan meningkatkan konsumsi
belanja online. Ada beberapa orang terus memilih untuk bekerja. Baik di luar
maupun di dalam rumah karena tuntutan hidup. Para pelajar melakukan
pembelajaran dengan school from home. Kemudian juga banyak orang yang
sakit atau sedih menyebabkan depresi dan kecemasan (Fathurokhmah, 2021).

b. Work From Home


Berbagai negara dalam menghadapi pandemi Covid- 19 mengikuti
ketentuan dari World Health Organization (WHO), mulai dengan mencuci
tangan, tidak mengadakan pertemuan atau konferensi, menjaga jarak,
membatasi keluar rumah, dan mengambil langkah untuk melakukan isolasi
mandiri. (dari pembatasan sosial berskala besar/PSBB hingga lockdown).
Akibatnya, banyak institusi, baik publik maupun swasta, telah menerapkan
sistem bekerja dari rumah (WFH).
Program WFH ini merupakan bagian dari konsep telework (kerja jarak
jauh) yang sebenarnya sudah hal yang telah ada dalam dunia kerja dan
perencanaan kota sejak tahun 1970-an. Namun, konsep ini biasanya berlaku
dalam kondisi normal, bukan untuk pandemi saat ini. Tujuannya adalah untuk
mengurangi kemacetan lalu lintas.
Di Indonesia, tidak ada data yang jelas tentang bekerja dari jarak jauh.
Namun, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas
memulai uji coba kerja jarak jauh dengan nama Flexi Work sejak awal tahun
2020. Sejauh ini, tidak ada laporan tentang pelaksanaan percobaan, sehingga
tidak mungkin untuk mengevaluasi percobaan. Meski demikian, pelaksanaan
kerja flexi work berjalan lancar, dan hadirnya pandemi Covid- 19 menjadi
pendorong untuk menyebarluaskan hasil upaya kerja jarak jauh di Bappenas.
Penerapan work from home sebagian besar bersifat sukarela sesuai
kebutuhan. Namun, kehadiran pandemi Covid-19 membuat bekerja di rumah
menjadi suatu keharusan. Tentu saja ada perbedaan besar. Beberapa
organisasi / perusahaan sudah siap untuk melaksanakan program work from
home untuk sebagian dan seluruh karyawan. Sedangkan untuk organisasi /
perusahaan yang belum siap menerapkan work from home pada awalnya bisa
menjadi hal yang membingungkan, tetapi karyawan secara bertahap dapat
beradaptasi dari waktu ke waktu (Mungkasa, 2020).

c. Pembelajaran dalam Jaringan (Online School)


Pandemi Covid- 19 berdampak pada sektor pendidikan. Artinya,
pembelajaran tatap muka di sekolah tidak diperbolehkan, tetapi dilakukan di
rumah. Dalam hal ini menggunakan teknologi untuk memungkinkan kegiatan
belajar dilakukan melalui online atau dari rumah. Pembelajaran online
merupakan implementasi dari kelas pembelajaran online untuk menjangkau
kelompok sasaran yang besar dan luas. Pembelajaran online dapat dilakukan
dimana saja dan dapat diikuti secara gratis atau dipungut biaya. Pembelajaran
online ini telah ada di seluruh dunia selama pandemi Covid- 19. Penerapan
pembatasan sosial yang meluas oleh pemerintah Indonesia telah
mempengaruhi masyarakat dan kehidupan sehari-hari siswa dalam sistem
pembelajaran (Kusuma & Sutapa, 2020).
School From Home adalah program yang memindahkan proses belajar dari
sekolah ke rumah. Di bawah arahan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran online
memberikan siswa pengalaman belajar yang bermakna untuk memenuhi
semua persyaratan kurikulum tanpa terganggu oleh persyaratan tersebut.
Dalam hal ini SFH memperhatikan kesehatan dan keselamatan peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan, dan masyarakat. Orang tua harus mampu
mengajar anaknya belajar di rumah dan menggantikan guru di sekolah. Oleh
karena itu, diperlukan peran orang tua dalam mencapai tujuan pembelajaran
online. Kegiatan pembelajaran di era New Normal masih dilakukan dalam
pembelajaran online demi keselamatan semua siswa (Wardani & Ayriza,
2020).
Akibat kebijakan pemerintah belajar online atau online, para siswa
khusunya anak-anak TK belajar di rumah bersama ibu dan keluarga lain
sehingga tidak bisa bersosialisasi dengan teman sekelas yang hampir setiap
hari mereka temui. Salah satu aturan pemerintah adalah isolasi mandiri atau
tidak bepergian kecuali sangat diperlukan. Namun, jika semua aktivitas
dilakukan hanya di rumah, itu juga mempengaruhi perkembangan
psikosomatis. Artinya, disabilitas yang disebabkan oleh faktor psikologis dan
tumpukan emosi yang dapat menimbulkan shock pada masyarakat, seperti
ketakutan, stres, dan banyak pikiran negatif karena berita hoax yang beredar.
Padahal, perkembangan awal seorang anak dipengaruhi oleh beberapa konteks
sosial dan budaya, antara lain keluarga, lingkungan pendidikan, dan
masyarakat sekitar yang menjadi tempat interaksi langsung bagi anak
(Fadlilah, 2020).
Anak-anak yang berpartisipasi dalam pembelajaran langsung di sekolah
juga secara signifikan lebih baik dan lebih matang secara emosional dalam
interaksi sosial. Karena ketika anak belajar di sekolah, mereka sering
berinteraksi langsung dengan guru dan teman, yang merangsang
perkembangan sosial dan emosional mereka. Namun saat pandemi, anak perlu
belajar melalui pembelajaran online. Kondisi lapangan yang menunjukkan
bahwa pembelajaran online mempengaruhi perilaku sosial emosional anak,
seperti kurang kooperatif, kurang toleran, dan bersosialisasi dengan teman
karena anak jarang bermain dengannya, timbul rasa bosan dan sedih, serta
anak merindukan teman dan guru (Kusuma & Sutapa, 2020).

d. Physical distancing dan Social distancing


Physical distancing merupakan langkah pengendalian penyebaran virus
Covid 19 pada kesehatan fisik masyarakat. Namun, memilih Physical
distancing sebagai langkah pencegahan penularan Covid 19 akan berdampak
pada kinerja masyarakat dan terbatasnya interaksi. Berkurangnya interaksi ini
menyebabkan ketidakpekaan terhadap orang lain, ekonomi, dan kesulitan
dalam mengakses alat pelindung diri menyebabkan proteksi diri bagi
masyarakat terganggu. Beberapa masyarakat melakukan Physical distancing
dengan tinggal di rumah, pergi keluar ketika mereka memiliki tujuan penting,
mengurangi kontak fisik dengan orang lain, berolahraga setiap hari, dan
bekerja secara online (Sukardi & Sulaiman, 2021).
Social Distancing meruapakan langkah dalam membatasi ruang gerak
sosial masyarak sehingga dapat menekan penularan Covid- 19. Pembatasan
kegiatan sosial telah diatur dalam UU Nomor 6 pasal 59-60 Tahun 2018
tentang Karantina Kesehatan. Dalam UU ini menjelaskan, social distancing
adalah membatasi kegiatan sosial masyarakat. Semua pedoman tersebut
diperkenalkan untuk menekan angka kejadian Covid- 19 di masyarakat.
Dengan kebijakan social distancing, akan menjaga masyarakat melakukan
kontak fisik dengan penderita Covid- 19 (Sukardi & Sulaiman, 2021).
Dampak Physical distancing dan Social distancing pada kesehatan
masyarakat terkadang bisa negatif, karena manusia adalah makhluk sosial,
maka sangat membutuhkan hubungan sosial dengan komunitas sekitarnya.
Oleh karena itu, mengurangi interaksi sosial dapat membuat seseorang merasa
kesepian. Bagi mereka yang mengalami dampak penerapan physical and social
distance terhadap kesehatan mental dan fisik, mereka rentan mengalami
kesepian, kesedihan, stres, bahkan depresi yang berujung pada bunuh diri.
Para ahli mengklasifikasikan virus Covid-19 sebagai virus yang sangat
berbahaya dan mematikan. Gejala infeksi virus Covid-19 antara lain influenza,
demam, batuk pilek, sakit kepala, pusing, bahkan sakit tenggorokan. Dalam
beberapa kasus, orang dengan kekebalan yang lemah dapat mengembangkan
kondisi yang lebih serius yang bisa berakibat fatal (Sukardi & Sulaiman,
2021).

2. Konflik Yang Terjadi Atas Kebijakan Pemerintah di Saat Pandemi Covid-


19
Konflik adalah fakta sosial yang selalu berdampingan dengan kehidupan sosial
masyarakat. Interaksi sosial adalah akar konflik yang mungkin dapat mengarah
pada konflik. Interaksi dalam kehidupan sosial bermasyarakat adalah fitrah
manusia sebagai makhluk sosial, jadi interaksi sosial tidak bisa dihindari. Jika
terjadi perbedaan tujuan dalam proses interaksi, maka akan terjadi konflik sosial
kemasyarakatan (Azizah & Nuruddin, 2021).
Tentunya jika berbicara tentang kebijakan, merebaknya virus corona ini
memiliki dampak positif dan negatif. Tentu saja dampak positif dan negatif
tersebut tidak terlepas dari aspek sosial dan ekonomi. Efek negatif pertama yang
langsung dirasakan oleh merebaknya virus corona adalah perlambatan
pertumbuhan ekonomi. Namun, jika kebijakan seperti lockdown tidak segera
diterapkan, virus akan terus menyerang daerah yang sebelumnya tidak terinfeksi
dan memperburuk daerah yang terinfeksi. Jika tanpa persiapan, upaya lockdown
tidak akan berhasil.
COVID 19 atau corona virus menjadi hal yang mengkhawatirkan di seluruh
dunia dan memaksa berbagai negara untuk menerapkan jarak sosial. Saat virus
mulai menyebar, banyak negara memberlakukan jarak sosial untuk memutus
rantai penyebaran. Belakangan, karena banyak kebutuhan sehari-hari yang
mendesak, physical distance diperkenalkan ketika jarak sosial tidak lagi efektif
sebagai solusi pandemi COVID-19. Kedua pedoman ini ditetapkan di tengah
mendekati puncak kasus positif akibat COVID 19.
Terutama di Indonesia, karena pentingnya jarak sosial dan fisik, mereka
diadopsi dalam bidang kebijakan yang berbeda dari setiap wilayah pemerintahan.
Misalnya di bidang pendidikan, semua institusi menggalakkan pembelajaran
online. Di bidang keagamaan, MUI melarang praktik ibadah gereja di tempat-
tempat ibadah di seluruh tanah air. Khusus di Jakarta, Indonesia memiliki jumlah
kasus positif tertinggi, sehingga pemerintah tidak hanaya menerapkan PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) tetapi juga pembatasan sosial secara
komprehensif. PSBB diberlakukan agar masyarakat benar-benar patuh demi
memutus pandemi COVID-19 (Azizah & Nuruddin, 2021).
Berbagai kebijakan tersebut tidak serta merta memutus mata rantai pandemi
COVID-19 secara efektif. Indonesia yang masyarakatnya sangat agamis, tidak
menjadikan seluruh masyarakat untuk mengikuti himbauan dari pemerintah. Di
beberapa daerah, seperti NTB, salah satu daerah yang paling kompleks adalah
dinamika antara ketaatan pada pemimpin dan ketaatan pada ajaran agama. Dilema
yang dihadapi oleh para pemimpin agama dan tokoh masyarakat. Ada beberapa
yang mengarah pada ketegangan dan konflik (Azizah & Nuruddin, 2021).
Survei pertikaian sosial-keagamaan akibat pandemi COVID-19, khususnya di
Lombok, menemukan dilema antara persoalan ketaatan kepada pemerintah dan
ketaatan pada ajaran Islam. Salah satu ciri kajian ini adalah adanya Surat Edaran
MUI yang memerintahkan agar masjid ditiadakan salat Jumat. Padahal Sholat
Jum'at diwajibkan oleh Hukum Fiqih, tetapi jika melakukannya, akan diberi
pahala, jika tidak, akan berdosa. Bahkan hadits Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Barang siapa yang meninggalkan Sholat Jum’at tiga kali berturut-turut adalah
orang munafik.” Dengan kata lain, Sholat Jum'at bukan hanya tentang ibadah
individu, tetapi juga tentang individu yang menjalani kehidupan sosial (Azizah &
Nuruddin, 2021).
Seperti di wilayah Lombok, telah diterbitkan surat keterangan MUI NTB
dengan nomor surat A.30/DP.PXXVIII/IV/2020 untuk memutus mata rantai
pandemi COVID-19. Informasi tertanggal 6 April 2020 tersebut, salah satu point
nya menyatakan: “Kabupaten, kota, desa yang dinyatakan aman dan rendah
terpapar Covid 19 oleh pihak berwenang wajib melaksanakan shalat Jum’at dan
berjamaah lima waktu di Masjid / Musola seperti biasa” (Dokumen Informasi
MUI NTB).
Poin ini menuai kontroversi dan dikritik oleh berbagai kalangan hingga MUI
NTB mengembalikan informasi pada 8 April 2020 dan menghapus poin
kontroversial tersebut. Hal ini tidak melunakkan sekelompok sebagian orang yang
merasa bahwa informasi awal telah ditentukan dengan benar. Belakangan,
kelompok pro dengan informasi pertama menuduh MUINTB hanya sebagai copy
paste informasi nasional. Kecemasan masyarakat meningkat ketika pemerintah
daerah melakukan tindakan pengamanan terhadap masyarakat karena tidak
memenuhi permintaan pemerintah dan informasi MUI. Di beberapa desa, mereka
merasa aman di desanya dan tidak ada yang terpapar COVID 19, sehingga mereka
berusaha untuk melaksanakan Sholat Jumat di masjid (Azizah & Nuruddin, 2021).
Selain aspek ekonomi dan sosial yang disebutkan di atas, aspek pidana juga
harus diperhatikan atas terjadinya pandemi ini. Hal ini sering dianggap sepele
karena informasi yang tidak jelas. Alhasil, pemerintah pun mulai mengatur
informasi terkait corona. Siapa pun yang dengan sengaja memberikan informasi
atau berita palsu akan dihukum sesuai dengan peraturan Indonesia. Oleh karena
itu, penyebaran berita bohong diatur dalam Undang - Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Hukum Pidana, Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras
dan Etnis serta Ujaran Kebencian yang menimbulkan Konflik sosial (Yunus &
Rezki, 2020).
Ujaran kebencian ini termasuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan,
tindakan ofensif, provokasi, hasutan dan penyebaran berita palsu. Berbicara
tentang hukuman hoax terdiri dari dua hal. Pertama, berita palsu harus
mencantumkan subjek objek yang dirugikan. Kedua, pelanggaran Pasal 28 (2)
Undang - Undang Nomor 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 28
(2) menyatakan sebagai berikut. “Orang tidak dengan sengaja memiliki hak dan
menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan kebencian atau permusuhan
kepada orang atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA). Jika berita tersebut menimbulkan kebencian,
permusuhan, atau pertikaian dalam masyarakat, hukumannya adalah 6 tahun
penjara dan / atau denda satu miliar rupiah (Yunus & Rezki, 2020).
Dalam aktualisasi kebijakan di lapangan, jika pemerintah menunjukkan tanda-
tanda yang mengistimewakan salah satu bagian dari masyarakat dan tidak
menghormati bagian masyarakat lainnya, pemerintah dianggap sebagai lembaga
yang menghambat pemenuhan kebutuhan mereka yang tertinggal. Dalam situasi
yang paling ekstrim, pemerintah dapat dituduh sebagai alat yang digunakan oleh
kelas atas untuk mengeksploitasi kelas bawah.
Sebagai aturan umum, kita tidak perlu takut dengan konflik sosial. Konflik
umumnya terjadi melalui interaksi masyarakat. Selama orang-orang berhubungan
satu sama lain, akan selalu ada konflik di dalam diri mereka. Dalam hal ini,
Anthony Oberschall menyatakan bahwa konflik adalah hasil dari "... interaksi yang
ditargetkan antara dua pihak atau lebih dalam lingkungan yang kompetitif".
Konflik terjadi dalam konteks ini ketika ada interaksi yang tidak terkoordinasi
dengan tujuan yang sama karena pada dasarnya setiap orang itu unik dan berbeda.
Di sisi lain, konflik juga memiliki fungsi positif dalam masyarakat. Konflik
selalu menyebabkan masyarakat mengatasi stagnasi struktur sosialnya. Pada
akhirnya, konflik dapat diarahkan untuk membuka terobosan-terobosan baru
dalam cara masyarakat mengatur kehidupan sosialnya. Luis Coser berpendapat
bahwa konflik dapat mendorong perubahan sosial yang konstruktif. Dia
menekankan: "Konflik di dalam dan di antara kelompok masyarakat dapat
mencegah adaptasi dan hubungan intim yang semakin memiskinkan kreativitas".
Ketika stagnasi di sekitar sistem sosial sudah muncul, konflik dapat
meningkatkan kewaspadaan, kemampuan mengamati, dan kemampuan untuk
merefleksikan dan memprovokasi penemuan-penemuan baru yang diprakarsai
manusia. Manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan beradaptasi untuk
menopang kehidupannya dalam berbagai perubahan. Kemampuan beradaptasi ini
diuji melalui serangkaian perubahan sosial dan bentuk-bentuk konflik yang terkait
dengannya.
Padahal, konflik berpotensi membuka peluang munculnya norma dan institusi
sosial baru, terutama di bidang ekonomi dan teknologi. Kedua bidang ini relatif
dinamis dan lebih adaptif terhadap perubahan sosial. Hal ini dapat dilihat pada
fenomena Revolusi Industri Barat, yang telah menetapkan standar baru bagi
pemerintahan ekonomi, yang masih digunakan sampai sekarang, jika tidak
sepenuhnya egaliter (Satya, 2020).

D. Kesimpulan
Setiap individu dalam suatu masyarakat akan mengalami suatu perubahan
sosial. Dalam situasi pandemi seperti saat ini, tidak dapat dipungkiri jika membawa
pengaruh terhadap adanya suatu perubahan sosial budaya. Menghadapi situasi
pandemi, setiap individu harus bisa menyeimbangkan diri dan beradaptasi dengan
situasi yang terjadi. Setiap individu harus mulai terbiasa dengan kebijakan-kebijakan
baru yang merupakan tindak lanjut dari situasi yang terjadi. Pemerintah menerapkan
lockdown, pembelajaran online, work from home, menjaga jarak fisik dan sosial demi
mengantisipasi penyebaran virus Covid-19. Perubahan sosial yang terjadi diantaranya
terbatasnya interaksi langsung di antara masyarakat. Mengenai kebijakan pemerintah,
beberapa masyarakat lambat laun merasa kurang efektifnya kebijakan yang dibuat.
Apalagi jika kebijakan tersebut dibuat untuk mengistimewakan salah satu golongan
demi kepentingan pribadi. Maka timbul konflik di antara keduanya.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L., & Nuruddin. (2021). Konflik Sosial Keagamaan Di Masa Pandemi Covid-19.
Sangkep: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, 4(1), 94–108.
https://doi.org/10.20414/sangkep.v2i2.p-ISSN
Fadlilah, A. N. (2020). Strategi Menghidupkan Motivasi Belajar Anak Usia Dini Selama
Pandemi COVID-19 melalui Publikasi. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 5(1), 373. https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i1.548

Fathurokhmah, F. (2021). Covid- 19 Dan Perubahan Sosial Di Masyarakat. Rakyat


Merdeka.Id.

Kompas. (2020). Diumumkan Awal Maret, Ahli: Virus Corona Masuk Indonesia dari
Januari.

Kusuma, W. S., & Sutapa, P. (2020). Dampak Pembelajaran Daring terhadap Perilaku Sosial
Emosional Anak. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 1635–1643.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i2.940

Lorentius, G. (2017). Perubahan Sosial Dalam Kehidupan Bermasyarakat. Jurnal Kateketik


Dan Pastoral, 2(2), 53–67.

Marzali, A. (2016). Menulis Kajian Literatur. Jurnal Etnosia, 1(2), 27–36.

Mungkasa, O. (2020). Bekerja dari Rumah (Working From Home/WFH): Menuju Tatanan
Baru Era Pandemi COVID 19. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian
Journal of Development Planning, 4(2), 126–150. https://doi.org/10.36574/jpp.v4i2.119

Nurhalimah, N. (2020). UPAYA BELA NEGARA MELALUI SOSIAL DISTANCING


DAN LOCKDOWN UNTUK MENGATASI WABAH COVID-19 (Efforts to Defend
the Country Through Social Distancing and Lockdown to Overcome the COVID-19
plague). SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.3576405

Purnama, D. T., Juliansyah, V., & Chainar. (2020). PANDEMI COVID-19, PERUBAHAN
SOSIAL DAN KONSEKUENSINYA PADA MASYARAKAT. Proyeksi: Jurnal Ilmu
Sosial Dan Humaniora, 25(1), 1–13.

Sanur, D. (2020). Wacana Kebijakan Lockdown Dalam Menghadapi Covid-19 Di Indonesia.


Info Singkat, 12(6), 25–30.

Satya, P. A. N. I. P. S. (2020). Covid- 19 Dan Potensi Konflik Sosial. Jurnal Ilmiah


Hubungan Internasional, 0(0), 39–45. https://doi.org/10.26593/jihi.v1i1.3867.39-45

Sukardi, & Sulaiman, L. (2021). DAMPAK PHYSICAL DISTANCING DAN SOSIAL


DISTANCING PADA KESEHATAN FISIK DAN MENTAL MASYARAKAT. Jurnal
Ilmiah Permas : Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 11(3), 673–680.
Thoha, M. (2021). Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Raja Grafindo
Persada.
Tjahjono, H. K. (2008). Studi Literatur Pengaruh Keadilan Distributif dan Keadilan
Prosedural Pada Konsekuensinya Dengan Teknik Meta Analisis. Jurnal Psikologi,
35(1), 21–40.

Wardani, A., & Ayriza, Y. (2020). Analisis Kendala Orang Tua dalam Mendampingi Anak
Belajar di Rumah Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini, 5(1), 772. https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i1.705

Wiryawan, I. W. (2020). Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Pandemi Virus Corona


Disease 2019 (Covid-19) Di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Webinar Nasional
Universitas Mahasaraswati Denpasar, 179–188.
https://ejournal.unmas.ac.id/index.php/webinaradat/article/view/1180/1012

Yuliana, Y. (2020). Corona virus diseases (Covid-19): Sebuah Tinjauan Literatur. Wellness
And Healthy Magazine, 2(1), 187–192. https://doi.org/10.30604/well.95212020

Yunus, N. R., & Rezki, A. (2020). Kebijakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai Antisipasi
Penyebaran Corona Virus Covid-19. Salam: Jurnal Sosial & Budaya Syar’i, 7(3), 103–
111.

Anda mungkin juga menyukai