Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara yang memilki banyak sekali
kebudayaan, negara Indonesia memiliki ribuan pulau, setiap pulau
memilki adat dankebudayaan yang berbeda-beda. Hal tersebut tidak
dicakup oleh hukum yang dibuat oleh pemerintah. Karena di Indonesia
memilki suku,agama dan kebudayaan yang bermacam-macam dan
tersebar diseluruh pulau di Indonesia maka dari itu harus ada yang
membatasi atau mengatur setiap adat tersebut agar terciptanya
keselarasan dan sebagai pelestarian adat tersebut agar tidak hilang
dimakan oleh zaman. Hukum adat berlaku hanya untuk masyarakat adat
sendiri,jadi tidak berlaku untuk semua orang hanya sebagian orang saja,
hukum adat sendiri sudah lama ada di Indonesia tapi masih banyak
masyarakat yang kurang mengenal hukum adat. Hukum adat pada
zaman sekarang sudah melalui beberapa perubahan tentunya, hukum
adat pada zaman belanda berbeda dengan hukum adat pada zaman
sekarang. Hukum adat di Indonesia sangat di hormati oleh masyarakat
Indonesia karena memiliki sanksi dan dianggap sakral (suci), hal
tersebut terjadi dikarenakan masyarakat Indonesia masih mempercayai
hal-hal yang berbau mistis akhirnya mengakibatkan hukum adat
dihormati, saknsi dari hukum adat biasanya berbentuk sanksi sosial dari
masyarakat atau masyarakat percaya bahwa jika tidak melaksanakan
adat itu tidak menghormati leluhur bisa mendapat nasib buruk. Pada
masa ini hukum adat diakui secara konstitusional melalui Undang-
Undang Dasar dengan syarat tidak bertetanga denga kepentingan
nasional

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana eksistensi peradilan adat pada masa Hindia Belanda?


2. Bagaimana eksistensi peradilan adat pada masa 1951-1999?
3. Bagaimana prosek peradilan adat pasca berlakunya UU No. 6 tahun
2014?

II. PEMBAHASAN

1. Eksistensi peradilan adat pada masa Hindia Belanda

Pada zaman hindia belanda sendiri memiliki perbedaan


yang sangat mencolok yaitu adanya diskriminasi yang diterapkan
oleh pemerintahan Hindia Belanda yang melakukan
pengklasifikasian masyarakat yang ada di Hindia Belanda menjadi
tiga golongan, yaitu golongan eropa,timur asing, dan bumiputra
(pribumi). Hal tersebut membuat adanya perbedaan hukum yang
berlaku bagi masing-masing golongan tersebut, yang pada
akhirnya menyebabkan timbulnya lembaga-lembaga pengadilan
yang berbeda yang berwenang mengadili dari masing-masing
golongan tersebut. Lembaga yang terkait dari dari masing-masing
golongan. 1

1
Sebastiaan Pompe, Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, (Jakarta: Lembaga Kajian
dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan, 2012)

2
Golongan pribumi

 Districtgerecht

Districtgerect terletak di kecamatan dan dipimpin oleh Camat


sebagai hakim. Perkara-perkara yang disidangkan adalah:
- Perkara perdata dengan nilai objek kurang dari 20
- Perkara pidana yang diancam maksimal pidana denda 3
Putusan perdata dari distictgerecht dapat dimintakan banding ke
regentschapgerect,

 Regentschapgerecht

Regentschapgerecht terletak di kabupaten dan dipimpin


oleh bupati sebagai hakim. Perkara-perkara yang disidangkan
adalah:
- Perkara perdata dengan nilai objek 20-50
- Perkara pidana yang diancam maksimal pidana 6 hari atau
denda 3-10
Pengadilan tingkat banding atas putusan districtgerecht.
Putusan regentschapgerecht dapat dimintakan banding ke
landraad.2

2
Sebastiaan Pompe, Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, (Jakarta: Lembaga Kajian
dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan, 2012)

3
 Landraad

Landraad adalah lembaga pengadilan yang memiliki


yuridiksi sekabupaten dimana hakim yang bertugas adalah
hakim professional. Perkara-perkara yang disidangkan adalah:
- Perkara perdata dengan nilai objek lebih dari 50
- Perkara pidana yang diancam pidana denda maksimal
lebih dari 25
Putusan ini dapat dimintakan banding ke Raad van Justitie dan
Hooggerechtschof.

 Inheemsche Rechtspraak

Inheemsche rechtspraak adalah lembaga pengadilan untuk


golongan dari bimu putra atau yang biasa kita sebut pribumi.
Lembaga keadilan ini tidak dilaksanakan menurut putusan
nama raja atau ratu. Pengadilan ini tidak dipimpin oleh petinggi
dari belanda melainkan dipimpin oleh penguasa adat
setempat. 3Ada 3 bentuk Inheemsche rechtspraak, yaitu:
a. Inheemsche rechtspraak yang berada di daerah
swapraja, daerah yang tidak langsung berada di
bawah pemerintah hinda belanda

3
Sebastiaan Pompe, Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, (Jakarta: Lembaga Kajian
dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan, 2012)

4
b. Inheemsche rechtspraak yang berada langsung di
bawah pemerintahan hindia belanda atau yang
biasa kita sebut pengadilan adat.
c. Godsdiestige rechtspraak (pengadilan agama), yaitu
menurut hukum yang berlaku disana Godsdiestige
rechtspraak adalah bagian tersendiri yang terpisah
dari pengadilan swapraja dan pengadilan adat. Dan
pada masa ini pengadilan agama dibedakan menjadi
dua, yaitu:
- Pengadilan agama yang dihubungkann
dengan pengadilan pemerintah, yang diatur
secara resmi dengan staatsblad hindia
belanda
- Pengadilan agama yang tidak diatur dengan
undang-undang (disserahkan ke tata
pemerintahan adat

Golongan Eropa

 Residentiegerecht

Residentiegerecht berada disemua kota yang memiliki


landraad dan memiliki wilayah yuridiksi hukum sama dengan
landraad. Persidangan disini dipimpin oleh hakim tunggal,

5
yang adalah hakim landraad 4. Perkara-perkara yang dapat
disidangkan adalah:
- Klaim yang nilainya tidak melebihi 500 pada kewajiban
pribadi, pembayaran untuk hak guna usaha, memperoleh
kepemilikan property pribadi
- Klaim pada kerusakan yang diakibatkan manusia atau
prilaku hewan dan tumbuhan, perbaikan dan kerusakan
untuk property nyata disewa, yang berada di bawah
penyewa
- Klaim atas tindakan sewenang-wenang terhadap
perencanaan penggunaan tanah, pohon, sungai, dan lain-
lain yang mengaibatkan kerusakan pada hal-hal tersebut,
di bawah hukum adat Indonesia
- Klaim dalam hal penyewaan property, yaitu pengosongan
property karena berakhirnya jangka sewa, terlepas dari
harga sewa, kecuali di persidangan penyewa dapat
memberikan bukti tertulis untuk membuktikan bahwa
jangka sewa telah diperbarui dan harganya melebihi 600
- Klaim atas pemutusan kontra dan pengosongan property
yang disewa, dalam kasus penyewa diabaikan untuk
membayardan kemudian menyewa kecuali tidak melebihi
600

- Permohonan mengenai pengosongan atau pelegalan


tawaran pembayaran atau pembayaran agar barang

4
Sebastiaan Pompe, Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, (Jakarta: Lembaga Kajian
dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan, 2012)

6
disimpan di pengadilan, jika harga barang yang ditawarkan
atau jumlah uang yang disetorkan tidka melebihi 500
- Permohonan mengenai penyitaan property yang telah
dilakukan adalah sah selama dilakukan atas dasar klaim di
bawah yurisdiksi residentiegerecht
- Penyelesaiaan perselisihan eksekusi hukuman jika para
pihak adalah orang pribumi Indonesia atau timur asing non-
cina, asalkan pihak itu sukarela menundukan diri pada
hukum eropa
Tidak semua putusan residentiegerecht dapat diajukan
banding ke Raad van Justitie. Hanya putusan no 9 yang dapat
dimintakan banding tersebut

 Raad van Justitie

Raad van Jestitie adalah sebuah penggolongan peradilan


bagi orang-orang Eropa, dan ini berlaku untuk perkara pidana
maupun perkara perdata. Namun untuk golongan chinesee
pengadilan tersebut hanya untuk perkara perdata saja, begitu
juga dengan golongan selain golongan eropa mereka juga
tunduk secara sukarela kepada pengadilan tersebut jika
perkara tersebut termasuk kedalam hukum eropa yang berlaku
disana. Tidak hanya berwenang untuk mengadili perkara
pidana dan perdata saja tetapi juga berwenang mengadili
masalah yang berkaitan dengan kasus perdata yang
ditemukan di laut atau teluk.5

5
Sebastiaan Pompe, Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, (Jakarta: Lembaga Kajian
dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan, 2012)

7
Untuk masalah pidana, Raad van Justitie memiliki bagian
dalam hal mengenai perdagangan budak, tindak pidana
ekonomi, pembajakan, perampokan barang ketika transit di
pantai maupun sungai, dan tindak pidana lainnya. Raad van
Jestitie juga menjadi pantutan untuk mengadili dari pngadilan-
pengadilan yang berada di bawahnya. Selain itu Raad van
Jestitie juga merupakan pengadilan tingkat banding atas
putusan-putusan landraad dan residentiegerecht.
Raad van Justitie sendiri terletak pada enam kota di
Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Padang,
Medan, dan Makassar. Wilayah hukum di Jakarta meliputi
Jawa Barat, Lampung, Palembang, Jambi, Bangka Belitung,
dan Kalimantan Barat. Wilayah hukum di Surabaya meliputi
Jawa Timur dan Madura, Bali, Lombok, Kalimantan Selatan,
dan Kalimantan Timur. Wilayah hukum di Semarang meliputi
Jawa Tengah. Wilayah hukum di Padang meliputi Sumatera
Barat, Tapanuli, dan Bengkulu. Wilayah hukum RvJ Medan
meliputi Sumatera Timur, Aceh, dan Riau. Dan wilayah hukum
di Makassar meliputi Sulawesi, Timor, dan Maluku.6

 Hooggerechtshof

Googgerechtshof atau yang sekarang kita sebut


mahkamah agung terletak di daerah Jakarta dengan cakupan
wilayah yuridiksi diseluruh Hindia Belanda. Pemimpin yang
berada di Googgerechtshof dinamakan dengan “chief justice”,

6
Sebastiaan Pompe, Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, (Jakarta: Lembaga Kajian
dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan, 2012)

8
atau yang biasa kita sebut disini Mahkamah Agung.
Googgerechtshof sendiri adalah pengadilan tingkat banding
yang terakhir, tidak hannya itu Googgerechtshof juga menjadi
pengadilan tingkat pertama untuk masalah perkara pidana
dimana tindak pidana dilakukan oleh pejabat tinggi yudisial
dan administratif, seperti anggota volksraad (DPR masa Hindia
Belanda). Putusan Hooggerechtshof bersifat final dan
meningkat.7
Googgerechtshof memiliki kkuasaan untuk memantau atau
memeriksa putusan-putusan pengadilan yang dijatuhkan
sebelumnya. Tidak hanya itu Googgerechtshof juga memiliki
kewanangan untuk untuk mensupremasi implementasikan
kekuasaan kehakiman yang berada dibawahnya.

 Krygsraad

Krygsraad adalah sebuah pengadilan militer yang dimana


terdiri dari dua bagian yaitu Krygsraad sebagai pengadilan
militer tingkat pertama dan Hoogmilitair Gerechtshof sebagai
pengadilan militer tingkat banding

Golongan Asia Timur

7
Sebastiaan Pompe, Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, (Jakarta: Lembaga Kajian
dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan, 2012)

9
Dalam peradilan golongan Asia Timur ini memiliki kesamaan
golongn dengan golongan pribumi yang sama-sama bukan dari
golongan eropa, di dalam peraturan peradilan eropa sendiri sudah
dituliskan selain dari golongann mereka mengikuti suatu golongan
peradilan yang sama yang mencakup semuanya, maka dari itu
golongan asia dan golongan pribumi memiliki lembaga-lembaga yang
sama, guna menegakkan hukum digolongan mereka.

2. Eksistensi peradilan adat pada masa 1951-1999

Eksistensi peradilan adat pada masa 1951-1999 terbentuk pada


akhir masa orde lama dan pada awal orde baru,dalam orde tersebut
dibentuk suatu Undang-Undang Darurat yang mengatur peradilan
nya. Hukum adat dalam Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun
1951,dimuat dalam pasal 1 dan pasal 5. Pasal 1 ditegaskan,kecuali
pengadilan desa seluruh badan pengadilan yang meliputi badan
pengadilan gubernemen badan pengadilan
swapraja(Zellbestuurrechtspraak)kecuali pengadilan agama jika
pengadilan itu menurut hukum yang hidup merupakan suatu bagian
dari pengadilan swapraja,dan pengadilan adat(Inheemse rechtspraak
in rechsreeks bestuurd gebied)kecuali pengadilan agama jika
pengadilan itu menurut hukum yang hidup merupakan suatu bagian
tersendiri dari pengadilan adat yang telah dihapuskan. Pasal 5 ayat
(3) Sub b Hukum Materiil sipil dan untuk sementara waktu pun hukum
materiil pidana sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula dan
orang-orang yang dahulu diadili oleh pengadilan adat,adat tetap
berlaku untuk kaula-kaula dan orang-orang itu dengan pengertian
perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap

10
perbuatan pidana akan tetapi tidak ada bandingannya dalam KUHP
Sipil maka dianggap diancam dengan hukuman yang tidak lebih dari
3(tiga)bulan penjara dan/atau denda lima ratus,yaitu sebagai
hukuman pengganti bilamana hukuman adat yang dijatuhkan tidak
diikuti oleh pihak terhukum. Bahwa bilamana hukum adat yang
dijatuhkan itu menurut pikiran hakim melampaui pidananya dengan
kurungan atau denda,maka dapat dikenakan hukuman pengganti
setinggi 10(sepuluh)tahun penjara,dengan pengertian bahwa hukum
adat yang menurut paham hakim tidak selaras lagi dengan zaman 8.
Bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum harus dianggap
perbuatan pidana dan yang ada bandingannya yang paling mirip
9
dengan perbuatan itu. Ketentuan tersebut berusaha untuk
menghapus hukum pidana adat berikut sanksinya bagi pribumi dan
orang-orang timur asing dengan peradilan pidana adat,kecuali hanya
diselenggarakan oleh peradilan umum,peradilan agama,dan
peradilan desa. Sejak dikeluarkan UU Darurat Nomor 1 Tahun
1951,maka hukum pidana adat sudah tidak mendapat tempat
semestinya karena sangat dibatasi dalam politik hukum NKRI 10.
Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria/KBPN No.5 Tahun 1999
tentang Pedoman Penyelesaian masalah hak ulayat masyarakata
hukum adat,disebutkan:

10
Dewi C. Wulansari. , Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar , Rineka Aditama,
Bandung, 2010. )

(Dominikus Rato., Hukum Adat (Suatu Pengantar Singkat Memahami Hukum Adat di
Indonesia) , Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2011.)

11
a. Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada
dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan
menurut ketentuan hukum adat setempat.
b. Hak ulayat masyarakat hukum adat masih ada apabila:
- Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat
oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum tertentu,yang mengakui dan
menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut
dalam kehidupan sehari-hari
- Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan
hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan
tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari,dan
- Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan
penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku
dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.
- Hukum Adat Dalam UU No.5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok Agraria.

3. Prospek peradilan adat pasca berlakunya UU No. 6 tahun 2014

Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa (selanjutnya


disebut sebagai UU Desa) yang disahkan dan diundangkan pada 15
Januari 2014, lahir dari proses rapat kerja Komis II DPR RI periode
2004-2009 dengan jajaran Kementerian Dalam Negeri. Penjelasan
Umum UU Desa, tujuan penga- turan tentang Desa adalah:

1. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang


sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah
terbentuknya NKRI.
2. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa
dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi
mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

12
3. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya ma-
syarakat Desa.
4. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat
Desa untuk pengembangan potensi dan asset Desa guna ke-
sejahteraan bersama.
5. Membentuk Pemerintahan Desa yang professional, e􏰀isien
dan efektif, terbuka serta bertanggung jawab.
6. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa
guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum.
7. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa
guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memeliha-
ra kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional.
8. Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengata- si
kesenjangan pembangunan nasional; dan
9. Memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
11

Dalam Undang-Undang ini tidak terdapat pasal yang jelas


mengenai peradilan adat namun dalam Undang-Undang ini jelas
mengakui tentang adanya peradilan dalam adat. Indonesia
menerapkan sistem hukum adat, agama, dan hukum perundang-
undangan (sistem Eropa Kontinental). Keberagaman budaya serta
adat yang dimiliki Indonesia, menjadikan Indonesia memiliki
sistem peradilan adat yang beragam. Peradilan adat ini setelah di
berlakukannya UU No. 6 Tahun 2014 menjadi lebih beraturan dan
terkodifikasi karena tidak semua adat tertutup dengan budaya luar
dan menolak untuk mengakulturasikan kebudayaan mereka.
Sebelum diberlakukannya UU ini, mungkin setiap adat dapat
dengan bebas menghukum dan memberikan sanksi yang berlaku
di lingkungan adat mereka, akan tetapi setelah diberlakukannya
UU ini pelaku dapat memilih atau menentukan sanksi yang akan
diterima hal ini juga bergantung pada beberapa daerah yang

11
Narasumber Expert Meeting Anotasi UU Desa, 7 Mei 2015 di Kantor PATTIRO, Jakarta.

13
sudah terpengaruh dengan aturan-aturan dan sistem peradilan
yang dibuat oleh negara,karena tidak semua daerah dapat
menerima sistem peradilan dan peraturan yang berlaku. Sebagai
contoh, suku-suku pedalaman yang masih tertutup dengan
budaya luar sehingga minimnya akses dan informasi yang mereka
dapatkan membuat mereka masih memegang erat peraturan dan
12
sanksi yang ada pada adat mereka.

III. PENUTUP

12
Narasumber Expert Meeting Anotasi UU Desa, 7 Mei 2015 di Kantor PATTIRO, Jakarta.

14
A. Kesimpulan

Pada zaman Hindia Belanda menduduki wilayah Indonesia dahulu


Hindia Belanda membedakan tiga jenis golongan kependudukan yaitu
golongan eropa, golongan pribumi dan golongan timur asing. Golongan
ini lah yang membuat adanya perbedaan dalam hal menangani masalah
yang ada di dalam Indonesia itu sendiri, golongan eropa diperuntukan
untuk orang-orang yang berkebangsaaan eropa saja, kemudian untuk
golongan pribumi diperuntukan untuk warga negara asli yang tinggal di
sana, dan golongan timur asing adalah golongan yang diperuntukan
kaum tionghoa, cina, arab, dan lainnya. Pembagian ini diterapkan karena
menurut pihak Hindia Belanda sendiri penggolongan ini mempermudah
cara pengadilan hukum di Indonesia saat itu. Dalam peraturan-peraturan
tersebut juga sudah menerapkan hukum yang paling sesuai dengan
masing-masing golongan yang sudah dibagi tersebu. Kemudia dalam UU
No. 6 tahun 2014 yang dibuat tidak dijelaskan mengenai pasal peradilan
adat. Maka dari itu seiring dari perkembangannya zaman pemerintah
ingin mempertimbangkan untuk merubah dan memperbaruinya.

B. Daftar Pustaka

Sebastiaan Pompe, Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, (Jakarta:


Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan, 2012)

Dewi C. Wulansari. , Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar , Rineka


Aditama, Bandung, 2010. )

(Dominikus Rato., Hukum Adat (Suatu Pengantar Singkat Memahami


Hukum Adat di Indonesia) , Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2011.)

Narasumber Expert Meeting Anotasi UU Desa, 7 Mei 2015 di Kantor PATTIRO,


Jakarta.

PAPER

15
EKSISTENSI DAN PROSPEK PERADILAN ADAT INDONESIA

DIBUAT OLEH

WAHYU MELATI 19.C1.0099


NUR PUJIARTI 19.C1.0141
MOHAMAD HANI A. 19.C1.0142
YURIS WIRA PRADANA 19.C1.0143

PAPER INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS


PENGANTAR HUKUM INDONESIA

FAKULTAS HUKUM DAN KOMUNIKASI


UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2019

16

Anda mungkin juga menyukai