Dosen Pengampu
Dr.RAHMAT,M.S.I.
OLEH:
SUKRON MUBAROQ
NIM: 1120063
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Peradilan Agama Pada Masa Kolonial Belanda
Sejak tahun 1800, para ahli hukum dan ahli kebudayaan Belanda
mengakui bahwa dikalangan masyarakat Indonesia Islam merupakan agama
yang sangat dijunjung tinggi oleh pemeluknya. Penyelesaian masalah
kemasyarakatan senantiasa merujuk kepada ajaran agama Islam, baik itu
soal ibadah, politik, ekonomi dan kemasyarakatan lainnya. Atas fenomena
ini, maka para pakar hukum Belanda berkeyakinan bahwa ditengah-tengah
komunitas itu berlaku hukum Islam, termasuk dalam mengurus peradilan
pun diberlakukan undang-undang agama Islam.
Bukti Hindia Belanda secara tegas mengakui bahwa UU Islam
(hukum Islam) berlaku bagi orang Indonesia yang bergama Islam.
Pengakuan ini tertuang dalam peraturan perundang-undangan tertulis pada
78 reglement op de beliedder regeerings van nederlandsch indie disingkat
dengan regreeings reglement (RR) staatsblad tahun 1854 No. 129 dan
staatsblad tahun 1855 No. 2. Peraturan ini secara mengakui bahwa telah
diberlakukan undang-undang agama (godsdienstige wetten) dan kebiasaan
penduduk Indonesia.
Pasal 78 RR berbunyi: “dalam hal terjadi perkara perdata antara
sesama orang Indonesia asli atau dengan orang yang dipersamakan dengan
mereka, maka mereka tunduk pada putusan hakim agama atau kepada
masyarakat mereka menurut UU agama atau ketentuan-ketentuan lama
mereka. 1
Beberapa macam peradilan menurut Supomo (1970: 20) pada masa
penjajahan Belanda terdapat lima buah tatanan peradilan.2
a. Peradilan Gubernemen, tersebar diseluruh daerah Hindia Belanda.
b. Peradilan Pribumi tersebar diluar jawa dan madura, yaitu dikarasidenan
Aceh, tapanuli, sumatera barat, jambi, palembang, bengkulu, riau,
kalimantan barat, kalimantan selatan dan timur, manado, dan Sulawesi,
maluku dan dipulau lombok dari keresidenan bali dan lombak.
c. Peradilan Swapraja, tersebar hampir diseluruh daerah Swapraja, kecuali
di Pakualaman dan Pontianak.
d. Peradilan Agama tersebar di daerah-daerah tempat kedudukan peradilan
Gubernemen, di derah-daerah dan menjadi bagian dari bagian Peradilan
Pribumi, atau di daerah-daerah Swapraja dan menjadi bagian dari
Peradilan Swapraja.
e. Peradilan Desa tersebar di daerah-daerah tempat berkedudukan peradilan
Gubernemen. Disamping itu ada juga peradilan desa yang merupakan
bagian dari Peradilan Pribumi Atau Peradilan Swapraja.
2. Peradilan Agama di Indonesia
Peradilan Agama diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989 tenang
Peradilan Agama sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 3 Tahun 2006.
Kemudian terdapat perubahan kedua yaitu UU No. 50 Tahun 2009.
Peradilan Agama adalah slah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan yang beragam islam mengenai perkara tertentu
sebagaimana dimaksud undang-undang.
Dalam ndang-undang ini diatur susunan, kekuasaan, hukum acara, dan
kedudukan hakim serta segi-segi administrasi pada Pengadilan Agama dan
Pengadilan Tinggi Agama. Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan
1
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004), hlm. 8.
2
Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003). Cet. 4. Hlm. 116-117
Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama. Pengadilan Agama berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan Tinggi
Agama berkedudukan di Ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi
wilayah provinsi tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pengecualian.
Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama seangkan
Pengadilan Tinggi Agama merupakan pengadilan tingkat banding. Peradilan
Agama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman berpuncak ke Mahkamah
Agung.
Peradilan Agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara atara orang-orang yang beragama Islam sesuai
dengan ketentan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud “antara
orang yang beragama Islam” adalah orang atau badan hukum yang dengan
sendirinya menundukan diri dengan suka rela kepada hukum Islam
mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama.
Kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam UU No. 3
Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, yaitu :
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infak
h. Shodaqoh
i. Ekonomi Syariah
Pengadilan Tinggi Agama merupakan Pengadilan Tinggi Banding
yang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara yang
diputus oleh Pengadilan Agama dan merupakan Pengadilan Tingkat
Pertama dan Terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar
Pengadilan Agama di daerah hukumnya. 3
3
Abdullah Tri Wahyudi, 2018, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh
Surat-surat Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, (Bandung: Mandarmaju.
2018), Hlm.7-9.
4
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II, edisi Revisi
cetakan ke-2, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung RI 1997 Hlm. 40
a. Mendaftar perkara yang masuk kedalam buku register induk perkara
perdata sesuai dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM/Surat
Gugatan/Permohonan.
b. Pendaftaran perkara dilaksanakan setelah panjar biaya perkara dibayar
pada pemegang kas;
c. nomor perkara dalam register sama dengan nomor perkara dalam buku
jurnal;
MEJA III :
a. menyiapkan dan meyerahkan salinan putusan Pengadilan apabila ada
permintaan dri pihak;
b. menerima dan memberikan tanda terima atas memori banding, kontra
memori banding, memori kasasi, kontra memori kasasi jawab/tanggapan
alasan PK;
KAS
a. Kas merupakan bagian Meja Pertama
b. Pemegang kas menerima dan membukukan uang panjar biaya perkara
sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan
perkara yang bersangkutan;
c. Pencatatan panjar perkara dalam buku jurnal, khusus perkara tingkat
pertama (gugatan dan Permohonan), nomor urut perkara harus sama
dengan nomor halam buku jurnal.
Dengan mengetahui tugas dari setiap Meja, maka dalam mengajukan
perkara di Pengadilan Agama dapat langsung menuju meja-meja yang telah
disediakan. Sehingga jangan sampai seorang Advokat/Kuasa Hukum dalam
pendampingannya dengan klien masih kebingungan dalam pendaftaran
perkara.
Adapun Proses sidang di Pengadilan Agama adalah sebagai berikut :
a. Panggilan Sidang Pertama
Panggilan dilakukan ke Para pihak secara patut (sekurang-kurangnya tiga
hari sebelum sidang) jika tidak hadir dipanggil kembali paling banyak
tiga kali. Sehingga dalam praktek terkadang tergugat/Termohon
mengulur-ulur waktu untuk menghadiri persidangan dengan alasan
karena masih diberi kesempatan sampai panggilan ketiga. Jika
Penggugat/Pemohon tidak hadir setelah dipanggil secara patut maka
gugatan/permohonan dinyatakan Gugur. Sedang bila Tergugat/Termohon
tidak hadir setelah dipanggil secara patut maka akan diputus secara
verstek.
b. Sidang Pertama dan Upaya Perdamaian
Pada sidang pertama bila Para Pihak telah hadir, maka kedua belah pihak
diwajibkan untuk hadir secara inperson (untuk perkara gugat cerai dan
cerai talak) meskipun ada kuasanya dengan acara melakukan pengecekan
identitas dan melakukan upaya perdamaian (upaya permaian akan terus
dilakukan sampai dengan sebelum putusan hakim dijatuhkan).
c. Pembacaan Gugatan/Permohonan kontentius.
Pada sidang pertama jika upaya perdamaian tidak bisa dilakukan, maka
dilanjutkan dengan proses Pembacaan Gugatan/Permohonan.
d. Jawaban Tergugat/termohon:
Setelah Pembacaan Gugatan/Permohonan maka Tergugat/Termohon
diberi kesempatan untuk melakukan jawaban terhadap
gugatan/permohonan.
e. Tahap Jawab-Jinawab (Replik-Duplik);
f. Pembuktian
Pembuktian dilakukan dengan pemeriksaan bukti tulis dan mendengar
keterangan saksi-saksi dilakukan oleh Penggugat/Pemohon terlebih dulu
kemudian kesempatan berikutnya oleh Tergugat/termohon.
g. Kesimpulan
h. Putusan.
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
5
PERMA RI No. 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara
Elektronik, Pasal 2.
6
Buku Panduan E-Court, https://ecourt.mahkamahagung.go.id/, di akses pada tanggal
20 november 2022, pukul 21.00 WIB.
menyampaikan peluncuran Elektronik Court ini adalah lompatan besar dari
keseluruhan upaya besar Mahkamah Agung dalam melakukan perbuahan
administrasi di pengadilan. Inisiatif ini perlu didukungan penuh oleh jajaran
peradilan mulai dari direktorat jenderal, peradilan tingkat banding dan
semua peradilan tingkat pertama yang menjadi ujung tombak pelaksana
pelayanan. Sebagai tahap awal, implementasi pengadilan elektronik akan
dilakukan pada 32 pengadilan percontohan dalam lingkungan peradilan
umum, peradilan agama dan peradilan tata usaha negara yang terpilih.
“Harapan saya bahwa ditahun ini evaluasi terhadap pengadilan
percontohan telah tuntas dilakukan agar perubahan sistem atau aturan
yang diperlukan bisa segera dilakukan dan paling lambat satu tahun dari
hari ini (Peluncuran) fasilitas ini (E-Court) harus sudah bisa dimanfaatkan
diseluruh peradilan” tegasnya (Ketua Mahkamah Agung RI). 7
2. Prosedur Pelaksanaan E-Court Dalam Administrasi Perkara Di
Peradilan Agama
Dalam pelaksanaan E-Court terdapat beberapa langkah pendaftaran
hingga terdaftar dan mendapatkan nomor perkara. Berikut penjelasanya :8
a. Pendaftaran Akun Pengguna Terdaftar
Sebelum melakukan pendaftaran syarat wajib yang harus
dilakukan adalah harus memiliki akun pada aplikasi e-Court. Untuk
melakukan pendaftaran melalui e-Court yang dilakukan pertama kali
adalah membuka website e-Court Mahkamah Agung di
https://ecourt.mahkamahagung.go.id dan menekan tombol Register
Pengguna Terdaftar. Kemudian selanjutnya akan tampil halaman
pendaftaran akun pengguna terdaftar sebagai berikut :
7
Abdul Rahman, Mahkamah Agung Luncurkan Aplikasi E-Court,
https://badilag.mahkamahagung.go.id, di akses pada hari kamis tanggal 20 november
2022,jam 21.00 wib.
8
Buku Panduan E-Court, https://ecourt.mahkamahagung.go.id/, di akses pada tanggal
20 november 2022,jam 21.00 wib.
Gambar : Halaman Register Akun Pengguna Terdaftar
3) Pendaftaran Kuasa
Pendaftaran Surat Kuasa adalah bagian dari Tahapan dimana
Advokat atau Pengguna terdaftar harus mengupload Surat Kuasa
sebelum melanjutkan pendaftaran perkara. Syarat Pendaftaran Lain
dalam beracara seperti Berita Acara Sumpah, KTP dan Kartu
Anggota Advokat tidak perlu dicantumkan lagi karena sudah akan
selalu terlampirkan setiap pendaftaran perkara. Dokumen seperti
Berita Acara Sumpah, KTP dan KTA sudah didaftar saat pendaftaran
akun pengguna terdaftar.
Gambar : Halaman Pendaftaan Surat Kuasa
4) Mengisi Data Pihak
Mengisi Data Pihak adalah menjadi hal wajib dalam pendaftaran
perkara dan dalam pengisian data pihak ini akan mengisi alamat
pihak baik penggugat dan tergugat sehingga dapat memilih lokasi
Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan. Dengan melengkapi data
alamat maka biaya panjar dapat ditaksirkan sesuai besaran radius
masing-masing wilayah pengadilan sesuai ketetapan Ketua
Pengadilan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang pertama mengenai peran e-Court dalam
administrasi perkara di Peradilan Agama dapat disimpulkan bahwa memang
perlu adanya trobosan-trobosan baru agar dapat mengikuti perkembangan
zaman yang semakin pesat, yang mengutamakan kecanggihan teknologi. Oleh
sebab itu e-Courtt ini dapat dijadikan alternatif dalam berperkara dan untuk
menjadikan wajah baru didalam Pengadilan khususnya di Pengadilan Agama
sehingga bawasanya pada pasal yang berbunyi di dalam peradilan itu dilakukan
dengan sederhana, cepat dan biaya ringan dapat tercapai dan terpenuhi dengan
baik. Disisi lain dalam menghadapi persaingan yang semakin luas maka
dengan adanya kecanggihan teknologi dalam bentuk aplikasi e-Court ini
membantu daya saing dengan negara-negara yang lain.
Kemudian pembahasan yang kedua mengenai prosedur pelaksanaan e-
Court dalam administrasi perkara di Peradilan Agama dapat disimpulkan
bahwa dengan adanya aplikasi seperti ini juga terdapat kelemahan dalam
pelaksanaannya. Terutama pada bidang sumber daya manusia. Hal tersebut
dapat dilihat bahwa begitu banyaknya instrumen yang harus dilalui dalam
penggunaan e-Court tersebut. Apalagi orang yang akan mengoperasikan e-
Court tersebut sama sekali tidak mengenal jaringan internet dan lain
sebagainya. Selain itu faktor usia yang sudah udzur dirasa apabila disamakan
dengan yang muda maka tidak akan bisa menyesuaikan dengan cepat bahkan
tidak bisa mengoperasikan. Oleh sebab itu perlu adanya sosialisai-sosialisasi
yang itensif kepada para pegawai pengadilan khususnya Pengadilan Agama
agar dapat menyesuaikan dengan cepat dengan adanya aplikasi e-Court
tersebut. Pelatihan-pelatihan secara langsung juga harus dilakukan karena
dengan latihan secara langsung yang dilakukakn berulang-ulang maka akan
mempermudah untuk menyesuaikan aplikasi e-Court. Bukan hanya pegawai
pengadilan saja yang dirasa perlu sosialisasi dan pelatihan tetapi para
advokat/pengacara dan warga masyarakat Indonesia juga perlu hal tersebut.
Selanjutnya pembahasan yang ketiga mengenai perkembangan e-Court
dalam administrasi perkara di Peradilan Agama dapat disimpulkan bahwa
sangat signifikan dan cepat dalam penyebar luasan ke berbagai Pengadilan
khususnya Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Dan hal ini Mahkamah
Agung harus benar-benar bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi
kedepanya mengenai e-Court ini. Selain itu perlu adanya pemantauan khusus
terhadap setiap lembaga Pengadilan khusnya Pengadilan Agama agar tidak
adanya hal-hal buruk yang terjadi. Disisi lain Mahkamah Agung jangan merasa
puas dengan hasil sampai saat ini, perlu adanya evaluasi-evaluasi yang telah
terjadi sampai saat ini agar terciptanya suatu bentuk revolusi baru dengan
kecanggihan teknologi yang terpercaya dan aman dai segala bentuk apapun
yang dapat merugikan pihak lain ataupun negara.
DAFTAR PUSTAKA
Bisri, Cik Hasan 2003, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II, edisi Revisi
cetakan ke-2, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung RI
1997
TribunJatim.com, http://jatim.tribunnews.com/2018/10/19/terapkan-e-court-sejak-
2-bulan-lalu-pengadilan-agama-surabaya-sudah-terima-4-perkara,diakses
pada hari selasa 21 November 2022,jam 20.30 wib.