Anda di halaman 1dari 14

TATA CARA BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Peradilan Agama dan Pengadilan Agama?
2. Bagaimana Proses Pendaftaran Perkara di Pengadilan Agama?
3. Bagaimana Penunjukan Majelis Hakim, Panitera dan Penetapan Hari Sidang?
4. Bagaimana Cara Pemanggilan Para Pihak dalam Persidangan?
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Peradilan Agama dan Pengadilan Agama.
Kata “Peradilan” berasal dari akar kata “adil”, dengan awal “per” dan
imbuhan “an”. Kata “Peradilan” sebagai terjemahan dari “qadha’, yang
berarti memutuskan, melaksanakan, dan menyelesaikan,1
Peradilan berasal dari bahasa Arab, adil yang sudah diserap menjadi
bahasa indonesia yang artinya proses mengadili atau suatu upaya untuk
mencari keadilan atau penyelesaian sengketa hukum dihadapan badan
peradilan menurut peraturan yang berlaku. Peradilan merupakan suatu
pengertian yang umum. dalam bahasa arab disebut al-Qadha, artinya proses
mengadili dan proses mencari keadilan.
Jika ditinjau dari bahasa Belanda, Peradilan Agama merupakan
terjemahan dari Godsdienstige Rechtspraak. Peradilan agama adalah daya
upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan hukum yang
dilakukan menurut peraturan-peraturan dalam agama.
Peradilan Agama diatur dalam UU No.7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Peradilan Agama adalah peradilan khusus bagi orang-orang
yang beragama islam dan mengadili perkara-perkara tertentu (pasal 2).
Dalam Undang-undang diatur susunan, kekuasaan, hukum acara, dan
kedudukan hakim serta segi-segi administratif pada Pengadilan Agama dan
Pengadilan Tinggi Agama.2

1
Erfaniah Zuriah. Peradilan Agama Indonesia (Yogyakarta: UIN-Malang Press, 2009)
cet. Ke-II. hlm. 1
2
Abdullah Tri Wahyudi. Peradilan Agama di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004) hlm. 54-55
Sedangkan Pengadilan merupakan penyelenggaraan Peradilan. Atau
dengan perkataan lain, pengadilan adalah badan peradilan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan
kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan
Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Pengadilan Agama berkedudukan di
Kotamadya atau Ibukota Kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kotamadya dan Kabupaten. Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di
Ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi tetapi tidak
menutup kemungkinan adanya pengecualian (pasal 4). Pengadilan Agama
merupakan pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama
merupakan pengadilan tingkat banding.
2. Proses Pendaftaran Perkara di Pengadilan Agama
a. Pengajuan Perkara di Kepaniteraan
Berdasarkan ketentuan HIR dan RBg, pengajuan perkara
dilakukan secara tertulis dan dapat pula dilakukan secara lisan bagi yang
tidak bisa baca tulis atau bagi orang yang tidak memiliki keahlian untuk
membuatnya secara tertulis. Dan dalam mengajukan perkara pengadilan
berwenang memberi nasihat dan bantuan kepada pihak dalam
mengajukan perkara, mengenai bagaimana mengajukan dan
mengformulasi suatu tuntutan hak.3
Untuk keperluan penelitian surat gugatan atau permohonan
tersebut, biasanya (bagi lingkungan Peradilan Umum) sudah ditugaskan
seorang hakim atau kepaniteraan yang menguasai betul-betul tentang
bentuk dan isi gugatan atau permohonan serta tentang kekuasaan
Peradilan Agama. Dulu sewaktu penulis sebagai Ketua Pengadilan
Tinggi Agama dan di Padang telah memerintahkan semua pengadilan
Agama untuk melakukan hal itu, dengan cara menunjuk seorang petugas
khusus yang ahli dimaksud. Oleh petugas dimaksudkan, sebelum
dikatakannya benar terhadap gugatan atau permohonan tersebut, belum

3
Roihan A. Rasyid. Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2015) hlm. 10
boleh didaftarkan di Kepaniteraan, sebab hal itu akan memperlambat
proses bahkan mungkin akan menyebabkan keputusan Pengadilan
menjadi tidak menentu sebagai akibat dari gugatan atau permohonan
yang tidak jelas atau tidak terarah.4
Surat gugatan/permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani
diajukan ke Kepaniteraan Peradilan Agama. Surat gugatan diajukan pada
Sub Kepaniteraan Gugatan. Sedang permohonan pada Sub Kepaniteraan
Permohonan. Sesuai dengan asas hukum acara Peradilan Agama,
“Berperkara harus dengan biaya”. Maka Pemohon atau Penggugat harus
membayar biaya panjar perkara. Besarnya panjar biaya perkara
berdasarkjan penaksiran yang dilakukan oleh petugas kepaniteraan. Hasil
penaksiran tersebut dituangkan dalam Surat Kuasa Untuk Membayar.5
Sewaktu kepaniteraan Pengadilan Agama menerima berkas, surat
gugatan atau permohonan itu akan diteliti dan penelitian itu menyangkut
dua hal:
(1) Apakah surat gugatan atau permohonan itu sudah jelas, benar tidak
tukar balik mulai dari identitas pihak-pihak, bagian posita dan
tentang petitanya, apakah posita sudah terarah sesuai dengan petita
dan sebagainya,
(2) Apakah perkara tersebut termasuk kekuasaan Pengadilan Agama,
baik kekuasaan relatif maupun kekuasaan absolut.6
Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah
mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, yang berdasarkan
pasal 193 R.Bg/pasal 182 ayat (1) HIR/pasal 90 ayat (1) UU-PA,
meliputi:
1. Biaya Kepaniteraan dan biaya materai.
2. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa, dan biaya sumpah.
3. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan Hakim yang lain.
4
Roihan A. Rasyid. Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Rajawali, 1991) hlm. 73-74
5
Abdullah Tri Wahyudi. Hukum Acara Peradilan Agama dilengkapi Contoh Surat-surat
Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama. (Bandung: MandarMaju, 2018) hlm. 115.
6
Aris Bintania. Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha (Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada, 2013)
4. Biaya panggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah
Pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu.
Biaya yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo
(cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan
melampirkan surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa setempat yang
dilegalisir oleh Camat. Perkara prodeo didaftarkan setelah mendapatkan
surat penetapan bahwa perkara yang diajukan adalah perkara prodeo.7
b. Pembayaran Panjar Biaya Perkara
Calon penggugat/pemohon kemudian menghadap kepada Kasir
dengan menyerahkan surat gugat/permohonan tersebut dan SKUM. Ia
membayar panjar biaya perkara sesuai dengan yang tertera pada SKUM
tersebut. Kasir kemudian:
1. Menerima uang tersebut dan mencatat dalam jurnal biaya perkara.
2. Menandatangani dan memberi nomor perkara serta tanda lunas pada
SKUM tersebut.
3. Mengembalikan surat gugat/permohonan dan SKUM kepada calon
penggugat/pemohon.
4. Menyerahkan uang panjar tersebut kepada Bendaharawan perkara.
c. Pendaftaran Perkara
Calon penggugat/pemohon kemudian menghadap pada Meja II
dengan menyerahkan Surat Gugatan/Permohonan dan SKUM yang telah
dibayar tersebut. Kemudian Meja II:
1. Memberi nomor pada Surat Gugatan/Permohonan sesuai dengan
nomor yang diberikan oleh Kasir. Sebagai tanda telah terdaftar maka
petugas Meja II membubuhkan paraf.
2. Menyerahkan satu lembar surat gugatan/permohonan yang telah
terdaftar bersama satu helai SKUM kepada penggugat/pemohon.

7
Abdullah Tri Wahyudi. Hukum Acara Peradilan Agama dilengkapi Contoh Surat-surat
Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama. (Bandung: MandarMaju, 2018) hlm. 117.
3. Mencatat Surat Gugatan/Permohonan tersebut pada Buku Register
Induk Perkara Permohonan atau Register Induk Perkara Gugatan
sesuai dengan jenis perkaranya.8
4. Memasukkan Surat Gugatan/Permohonan tersebut dalam Map
Berkas Perkara dan menyerahkan kepada Wakil Panitera untuk
disampaikan kepada Katua Pengadilan melalui Panitera.
3. Penetapan Majelis Hakim, Panitera, dan Penetapan Hari Sidang
Penetapan Majelis Hakim
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari, Ketua menunjuk Majelis
Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dalam sebuah “Penetapan”
Majelis Hakim. Ketua membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat
yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada
Majelis Hakim untuk diselesaikan.
Ketua menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut,
tetapi apabila terdapat perkara tertentu karena menyangkut kepentingan
umum harus segera diadili, maka perkara itu didahulukan. PMH dibuat dalam
Register Induk Perkara yang bersangkutan.
PMH yang terdiri dari satu orang hakim sebagai ketua majelis dan dua
orang hakim sebagai hakim anggota serta panitera sidang. Apabila belum
ditetapkan panitera sidang yang ditunjuk ketua majelis hakim dapat menunjuk
panitera sidang sendiri. Setelah ada penetapan Majelis Hakim, ketua
pengadilan agama menyampaikan berkas perkara kepada hakim yang
ditunjuk melalui panitera pengadilan.9
Penunjukan Panitera Sidang
Untuk membantu Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara
ditunjuk seorang atau lebih panitera sidang. Penunjukan panitera sidang
dilakukan oleh Panitera. Untuk menjadi penitera sidang dapat ditunjuk
Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti atau Pegawai

8
Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011) hlm. 61
9
Abdullah Tri Wahyudi. Hukum Acara Peradilan Agama dilengkapi Contoh Surat-surat
Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama. (Bandung: MandarMaju, 2018) hlm. 117.
yang ditugaskan sebagai panitera sidang untuk membantu hakim supaya
menghadiri dan mencatat jalannya Sidang Pengadilan, membuat Berita Acara
Persidangan, Penetapan, Putusan, dan melaksanakan semua perintah hakim
untuk menyelesaikan perkara tersebut. Penunjukan PPS dibuat secara tertulis
dan ditandatangani oleh Panitera PA.
Apabila ternyata dikemudian hari, anggota Majelis Hakim ada yang
berhalangan untuk sementara, maka dapat diganti dengan anggota yang lain
yang ditunjuk oleh Ketua dan dicatat dalam BAP. Apabila Ketua Majelis
berhalangan maka sidang harus ditunda pada hari lain. Tetapi apabila Ketua
Majelis atau anggota majelis berhalangan tetap (karena pindah tugas atau
meninggal dunia atau alasan lain) maka harus ditunjuk majelis baru dengan
PMH baru.
Apabila panitera sidang berhalangan maka ditunjuk panitera lainnya
untuk mengikuti sidang.10
Penetapan Hari Sidang
Ketua Majelis setelah menerima berkas perkara tersebut, bersama-
sama hakim anggotanya mempelajari berkas perkara. Ketua kemudian
menetapkan hari dan tanggal serta jam kapan perkara itu akan disidangkan
serta memerintahkan agar pihak dipanggil untuk datang menghadap pada
hari, tanggal, dan jam yang telah ditentukan itu.
Penetapan hari sidang disesuaikan dengan kondisi para pihak yang
dipanggil berdasarkan jauh tidaknya lokasi tempat tinggalnya. Penetapan hari
sidang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bagi pihak yang berada di wilayah Indonesia dan diketahui tempat
tinggalnya dilakukan selambat-lambatnya 30 hari setelah perkara
didaftarkan.
b. Bagi yang berada di luar negeri selambat-lambatnya 6 bulan sejak
perkara didaftarkan.

10
Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011) hlm. 62
c. Bagi yang tidak diketahui tempat tinggalnya dilakukan paling lambat 4
bulan sejak perkara di daftarkan.11
Kepada para pihak diberitahukan pula bahwa mereka dapat
mempersiapkan saksi-saksi dan bukti-bukti yang akan diajukan dalam
persidangan. Perintah tersebut dilakukan dalam sebuah “Penetapan” yang
ditandatangani oleh Hakim/Ketua Majelis.
Tanggal penetapan hari sidang dan tanggal sidang pertama harus
dicatat dalam Register Induk Perkara yang bersangkutan. Demikian pula
tanggal penundaan sidang kedua dan seterusnya serta alasan-alasan
penundaannya juga dicatat dalam Register tersebut.
4. Pemanggilan Pihak-Pihak
Pengertian panggilan dalam hukum Acara Perdata yaitu
menyampaikan secara resmi (Official) dan patut (propely) kepada pihak-
pihak yang terlibat dalam suatu perkara di pengadilan, agar memenuhi dan
melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan majelis hakim atau
pengadilan.12
1. Aturan Umum
Berdasarkan perintah Hakim/Ketua Majelis didalam PHS,
Jurusita/jurusita pengganti melaksanakan pemanggilan kepada para pihak
supaya hadir dipersidangan pada hati, tanggal dan jam sebagaimana
tersebut dalam PHS ditempat persidangan yeng telah ditetapkan.
Tata cara pemanggilan diataur dlam pasal 390 jo pasal 389 dan 122 HIR
atau diatur dalam pasal 26 sampai 28 Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1979.. Panggilan harus dilaksanakan secara resmi dan patut yaitu:
a. Dilakukan oleh jurusita/jurusita pengganti yang sah, yakni telah
diangkat dengan SK dan telah disumpah untuk jabatan itu.
Jurusita/jurusita pengganti berwenang melakukan tugasnya hanya
didalam wilayah hukum Pengadilan Agama yang bersangkutan.

11
Abdullah Tri Wahyudi. Hukum Acara Peradilan Agama dilengkapi Contoh Surat-surat
Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama. (Bandung: MandarMaju, 2018) hlm. 118
12
Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2007). Hlm, 213
b. Disampaikan langsung kepada pribadi yang dipanggil ditempat
tinggalnya. Apabila tidak dijumpai ditempat tinggalnya maka
panggilan disampaikan lewat kepala desa/lurah setempat.
c. Apabila orang yang dipanggil sudah meninggal dunia, panggilan
disampaikan kepada ahli waris.
d. Jarak diantara hari pemanggilan dengan hari persidangan harus
memenuhi tenggang waktu yang patut, yaitu sekurang-kurangnya 3
hari kerja (tidak termasuk hari libur didalamnya).13
e. Apabila pihak yang dipanggil tidak diketahui tempat tinggal atau
tempat kediamannya, pemanggilan dilakukan dengan cara:
- Panggilan dilakukan sebanyak dua kali dengan tenggang waktu 1
bulan antara panggilan pertama dengan panggilan kedua dengan
pelaksanaan hari sidang sekurang-kurangnya 3 bulan.
- Panggilan ditempel di papa pengumuman pengadilan bersama
salinan gugatan/permohonan dan mengumumkan melalui media
massa.
f. Panggilan bagi pihak yang berada di luar negeri panggilan
disampaikan melalui perwakilan Indonesia setempat dengan tenggang
waktu sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum persidangan.14
2. Aturan Khusus
Khusus mengenai perkara perceraian, tata cara pemanggilan diatur
tersendiri pada pasal 26 sampai dengan 29 PP No. 9/1975.
3. Kewajiban memanggil dan akibat hukumnya
Memanggil para pihak secara resmi dan patut merupakan kewajiban atas
pengadilan. Kelalaian memanggil para pihak dapat berakibat batalnya
pemeriksaan dan putusan, meskipun mungkin para pihak hadir dalam
persidangan.15

13
Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011) hlm. 63
14
Abdullah Tri Wahyudi. Hukum Acara Peradilan Agama dilengkapi Contoh Surat-surat
Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama. (Bandung: MandarMaju, 2018) hlm. 117.
15
Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011) hlm. 65
4. Tatacara pemanggilan
a. Hakim/Ketua setelah menerima berkas perkara dari Ketua Pengadilan
Agama, mempelajarinya dengan seksama bersama Hakim-Hakim
Anggotanya.
b. Hakim/Ketua Majelis, setelah bermusyawarah dengan hakim-hakim
anggotanya menetapkan hari dan tanggal serta jamnya kapan perkara
itu akan disidangkan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil
untuk hadir dalam sidang tersebut.
c. Penetapan dan perintah tersebut dituangkan dalam “Penetapan” hari
sidang (PHS) yang ditandatangani oleh Hakim atau Ketua Majelis.
d. Hakim menantangani formulir PGL 1 dan 2 yang telah diisi sesuai
dengan PHS-nya
e. Panggilan dilakukan oleh jurusita/jurusita pengganti yang telah
diangkat dan disumpah.
f. Berdasarkan perintah hakim tersebut, jurusita yang ditunjuk
menghadap pada kasir untuk meminta ongkos jalan guna
melaksanakan pemanggilan tersebut dengan menyerahkan formulir
PGL 1 dan 2.
g. Jurusita mempersiapkan Relaas atau berita acara panggilan
h. Pemanggilan disampaikan langsung kepada pribadi yang
bersangkutan ditempat tinggalnya, dan jika tidak bertemu dirumahnya
maka panggilan disampaikan lewat kepala desa/lurah yang
bersangkutan.
i. Orang yang menerima panggilan harus menandatangani Relaas
panggilan tersebut.
j. Apabila panggilan disampaikan mealui lurah, maka berita acara
panggilan harus dibubuhi cap dinas.
k. Apabila yang dipanggil tidak mau menandatangani Relaas, atau lurah
tidak mau memberikan cap dinas, hal itu dicatat oleh jurusita didalam
Relaas tersebut dan hal itu tidak mengurangi sahnya Relaas panggilan
tersebut.
l. Jurusita menandatangani Relaas tersebut.
m. Lurah harus menyampaikan panggilan itu kepada pihak yang
dipanggil.
n. Panggilan harus sudah diterima oleh para pihak dalam tenggang waktu
sekurang-kurangnya 3 hari kerja sebelum sidang dibuka.
o. Jika yang dipanggil sudah meninggal dunia, maka panggilan
disampaikan kepada ahli warisnya.
p. Dalam perkara perceraian, jika yang dipanggil telah meninggal dunia,
maka hal itu dicatat dalam Relaas panggilan sebagai dasar bagi Hakim
untuk menggugurkan perkara.
q. Apabila pihak yang dipanggil telah menunjuk kuasa hukumnya yang
telah didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama, maka panggilan
disampaikan kepada kepada kuasa hukumnya.
r. Jurusita menyerahkan Relaas panggilan tersebut kepada Majelis
Hakim yang memeriksa perkara itu.16
Segala sesuatu yang terjadi dalam pemanggilan para pihak dicatat oleh
juru sita/ juru sita pengganti yang memanggil dalam berita acara panggilan.
Setelah panggilan dilaksanakan berita acara disampaikan kepada majelis
hakim yang memeriksa perkara sebagai bukti bahwa para pihak telah
dipanggil.
Panggilan kepada para pihak yang berperkara harus dilakukan dengan
teliti, cermat, hati-hati, dan waspada karena ketidakhadiran para pihak akan
mengakibatkan konsekuensi yang berat bagi masing-masing pihak.17
C. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan sebagaimana tersebut diatas maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Peradilan dan Pengadilan

16
Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011) hlm. 65-68
17
Abdullah Tri Wahyudi. Hukum Acara Peradilan Agama dilengkapi Contoh Surat-surat
Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama. (Bandung: MandarMaju, 2018) hlm. 119.
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman yang berada di bawah Mahkamah Agung selain Peradilan Umum,
Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Agama adalah
peradilan bagi orang-orang yang beragama islam yang mempunyai
kewenangan untuk memeriksa perkara-perkara perdata islam tertentu yaitu
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqoh, dan
muamalah.
Sedangkan Pengadilan merupakan penyelenggaraan Peradilan. Atau
dengan perkataan lain, pengadilan adalah badan peradilan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan
kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan
Agama dan Pengadilan Tinggi Agama.
2. Proses Pendaftaran perkara di Pengadilan Agama
a. Pengajuan perkara di Kepaniteraan
Berdasarkan ketentuan HIR dan RBg, pengajuan perkara
dilakukan secara tertulis dan dapat pula dilakukan secara lisan bagi yang
tidak bisa baca tulis atau bagi orang yang tidak memiliki keahlian untuk
membuatnya secara tertulis. Dan dalam mengajukan perkara pengadilan
berwenang memberi nasihat dan bantuan kepada pihak dalam mengajukan
perkara, mengenai bagaimana mengajukan dan mengformulasi suatu
tuntutan hak.
b. Pembayaran Panjar Biaya Perkara
Calon penggugat/pemohon kemudian menghadap kepada Kasir
dengan menyerahkan surat gugat/permohonan tersebut dan SKUM. Ia
membayar panjar biaya perkara sesuai dengan yang tertera pada SKUM
tersebut.
c. Pendaftaran Perkara
Calon penggugat/pemohon kemudian menghadap pada Meja II
dengan menyerahkan Surat Gugatan/Permohonan dan SKUM yang telah
dibayar tersebut.
3. Penetapan Majelis Hakim, Panitera dan Penetapan Hari Sidang
Penetapan Majlis Hakim
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari, Ketua menunjuk Majelis
Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dalam sebuah “Penetapan”
Majelis Hakim. Ketua membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat
yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada
Majelis Hakim untuk diselesaikan.
Penunjukan Panitera Sidang
Untuk membantu Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara
ditunjuk seorang atau lebih panitera sidang. Penunjukan panitera sidang
dilakukan oleh Panitera. Untuk menjadi penitera sidang dapat ditunjuk
Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti atau Pegawai
yang ditugaskan sebagai panitera sidang untuk membantu hakim supaya
menghadiri dan mencatat jalannya Sidang Pengadilan, membuat Berita Acara
Persidangan, Penetapan, Putusan, dan melaksanakan semua perintah hakim
untuk menyelesaikan perkara tersebut. Penunjukan PPS dibuat secara tertulis
dan ditandatangani oleh Panitera PA.
Penetapan hari sidang
Ketua Majelis setelah menerima berkas perkara tersebut, bersama-
sama hakim anggotanya mempelajari berkas perkara. Ketua kemudian
menetapkan hari dan tanggal serta jam kapan perkara itu akan disidangkan
serta memerintahkan agar pihak dipanggil untuk datang menghadap pada
hari, tanggal, dan jam yang telah ditentukan itu.
4. Pemanggilan Pihak-Pihak
a. Aturan Pemanggilan Umum
Berdasarkan perintah Hakim/Ketua Majelis didalam PHS,
Jurusita/jurusita pengganti melaksanakan pemanggilan kepada para pihak
supaya hadir dipersidangan pada hati, tanggal dan jam sebagaimana
tersebut dalam PHS ditempat persidangan yeng telah ditetapkan.
Tata cara pemanggilan diataur dlam pasal 390 jo pasal 389 dan
122 HIR atau diatur dalam pasal 26 sampai 28 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1979..
b. Aturan Pemanggilan Khusus
Khusus mengenai perkara perceraian, tata cara pemanggilan diatur
tersendiri pada pasal 26 sampai dengan 29 PP No. 9/1975. Memanggil
para pihak secara resmi dan patut merupakan kewajiban atas pengadilan.
Kelalaian memanggil para pihak dapat berakibat batalnya pemeriksaan
dan putusan, meskipun mungkin para pihak hadir dalam persidangan.

DAFTAR PUSTAKA

Arto Mukti. 2011. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bintania Aris. 2013. Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-

Qadha. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Harahap Yahya. 2007. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Rasyid Roihan A. 2015. Hukum Acara Peradilan Agama . Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

Rasyid Roihan A. 1991. Hukum Acara Peradilan Agama . Jakarta: Rajawali.


Wahyudi , Abdullah Tri. 2004. Peradilan Agama di Indonesia, Yogjakarta:

Pustaka Pelajar.

Wahyudi , Abdullah Tri. 2018. Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi

Contoh Surat-surat Dalam Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama,

Bandung: Mandarmaju.

Anda mungkin juga menyukai