Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA


TINDAKAN PERSIAPAN SEBELUM SIDANG

DOSEN PENGAMPU: Dr. H. ALDAM RAJAB, M. HI

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK III

1. NUR EKA RAMADHANI (105261143020)


2. ARINAL HIDAYAH (105261150020)
3. NURFADILA S. (105261144120)

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1444/2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “tindakan persiapan sebelum sidang” dengan sebaik mungkin,
serta tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun secara efektif dengan landasan pengetahuan dan sumber
lainnya untuk menambah ilmu sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini sebagai
tugas dari mata kuliah hukum acara peradilan agama
Kami ucapkan terimah kasih kepada Ustadz Dr. ALDAM RAJAB, M.HI selaku dosen
pengam pu pada mata kuliah ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat
pada penyusunan makalah ini. Maka dari itu, kami memohon maaf atas segala kekurangan
dalam penyusunan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sebagai masukan untuk perbaikan yang akan datang.

Makassar, 05 Mei 2023

Kelompok III
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Bentuk dari sistem peradilan yang dilaksanakan
dipengadilan adalah sebuah forum publik yang resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang
berlaku di indonesia. Hukum acara yang berlaku di pengadilan agama sebagai salah satu badan
peradilan untuk menjalankan fungsinya dalam menegakkan hukum dan keadilan atau untuk
melaksanakn tugas pokoknya dalam menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan
perkara, adalah hukum acara peradilan yang dalam kaitan ini adalah hukum acara peradilan agama.
Sejak berlakunya undang-undang no. 7 tahun 1989 tentang pengadilan agama Dinyatakan oleh pasal
54 bahwa hukum acara yang berlaku pada peradilan dalam lingkungan peradilan agama adalah
hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang
telah diatur secara khusus dalam undang-undang tersebut.

Persidangan adalah sidang-sidang yang dilakukan oleh mahkamah baik sidang panel maupun
sidang pleno untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara atau memutuskan suatu
permohonan yang diajukan kepada mahkamah konstitusi. Ketua sidang adalah hakim konstitusi ang
memimpin sidang baik. Didalam masyarakat tidak jarang terjadi kegagalan suatu keluarga dalam
membina rumah tangga yang isebabkan oleh buruknya keadaan suatu perkawinan. Dengan
diputuskannya tali perkawinan itu dipandag merupakan jalan terakhir yang terbaik bagi kedua belah
pihak setelah upaya perdamaian gagal. Kewajiban untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara,
sangat menyuruh menyelesaikan setiap perselisihan dan persengketaan melalui pendekatan. Karena
itu layak sekali para hakim dan mengembangkan fungsi mendamaikan. Sebab bagaimana pun adilnya
suatu putusan, namun akan tetapi lebih baik dan lebih adil hasil perdamaian.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian tuntutan hak
2. Gugatan lisan dan gugatan tertulis
3. Isi permohonan dan isi gugatan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tuntutan Hak
Tuntutan hak adalah merupakan cara untuk memperoleh perlindungan terhadap hak
seseorang maupun badan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah
terjadinya tindakan main hakim. Tuntutan Hak atau Gugatan Biasa Pada dasarnya pihak
yang bersengketa dalam perkara perdata terdiri dari dua pihak,yaitu penggugat dan
tergugat. Dalam hal ini perkara tersebut mengandung sengketa, atau yang kemudian dikenal
dengan peradilan con-tentiosa atau contentious jurisdiction, yaitu kewenangan peradilan
yang memeriksa perkara yang berkenaan dengan masalah persengketaan antara pihak yang
berseng-keta (between contending parties). Penggugat merupakan pihak yang merasa
haknya telah dilanggar oleh pihak lain (tergugat). Pengajuan tuntutan hak dalam perkara
perdata dapat diajukan secara lisan maupun tertulis. Bentuk tertulis inilah yang kemudian
dikenal sebagai surat gugatan. HIR dan Rbg hanya mengatur tentang cara bagaimana
mengajukan gugatan. Persyaratan mengenai gugatan terdapat dalam Pasal 8 no. 3, yang
meliputi :
a) Pertama, identitas para pihak, berisi mengenai nama lengkap, umur, tempat tanggal
lahir, pekerjaan dan alamat atau domisili. Namun demikian, ada kalanya kedudukan
sebagai penggugat/tergugat dilakukan oleh cabang suatu badan hukum, oleh karna
itu harus dijelaskan mengenai badan hukum tersebut.
b) Kedua, posita atau funda mentum petendi, posita merupakan dalil-dalil konkrit
tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari
tuntutan. Posita terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang menguraikan tentang
kejadian-kejadian atau peristiwa hukum dan bagian yang menguraikan hukumnya,
yaitu uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis
dari tuntutan.
c) Ketiga, petitum yang merupakan bagian dari surat gugatan yang berisi hal-hal yang
dimohonkan untuk diputuskan oleh hakim. Petitum terdiridari dua bagian, yaitu
petitum pokok atau Primer yang berisi hal-hal atau tuntutan pokok yang
dimohonkan untuk dikabulkan oleh pengadilan,seperti menuntut putusnya
perjanjian dengan ditambah ganti rugi atau menuntut pelaksanaan perjanjian
dengan uang paksa. Bagian kedua,yaitu petitum subsidair, yang berisi hal-hal yang
memberi kebebasan pada hakim untuk mengabulkan lain dari petitum primer. 1
Pengajuan tuntutan hak melalui gugatan biasa merupakan suatu pengajuan tuntutan
hak oleh subjek hukum yang satu kepada subjek hukum lainnya atas suatu sengketa
keperdataan, baik berupa wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum, dimana
pada diri pihak yang mengajukan tuntutan hak (gugatan) mengalami kerugian
langsung maupun kerugian meteriil sebagai akibatnya. Berdasarkan pengertian
tersebut, maka unsur-unsur pengajuan gugatan biasa yang dikenal dalam HIR, Rbg
maupun Rv meliputi, pertama, adanya tuntutan hak. Tuntutan hakdalam hal ini
disebabkan tidak dilaksanakannya kewajiban oleh pihak lain secara sukarela atau

1
Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, StPaul Minn West Publishing 1978, hlm. 289
sesuai dengan kesepakatan para pihak, sehingga terdapat pelanggaran hak pada
pihak satunya.Tuntutan hak dalam surat gugatan dimasukkan dalam petitum, yang
dapat berupa petitum primer maupun subsidair. Petitum pokok atau primer yang
berisi hal-hal atau tuntutan pokok yang dimohonkan untuk dikabulkan oleh
pengadilan, seperti menuntut putusnya perjanjian dengan ditambah ganti rugi atau
menuntut pelaksanaan perjanjian dengan uang paksa. Bagian kedua, yaitu petitum
subsidair, yang berisi hal-hal yangmemberi kebebasan pada hakim untuk
mengabulkan lain dari petitum primair. Tuntutan hak dalam suatu perkara perdata
dapat disebabkan karena wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum.
Wanprestasi terjadi manakala pada pihak debitur tidak melaksanakan kewajiban dan
bukan karena keadaan memaksa. Debitur melakukan b.wanprestasi apabila tidak
melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan, melakukan apa yang dijanjikan,
tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan, melakukan apa yang diperjanjikan
tetapi terlambat, atau melakukan sesuatu yangmenurut perjanjian tidak boleh
dilakukan.2

B. Gugatan Lisan Dan Tertulis


Dalam Herziene Indonesische Reglement dikenal dua macam bentuk surat gugatan
yaitu gugatan lisan dan gugatan tertulis.
1. Gugatan lisan
Gugatan lisan merupakan bilamana penggugat buta huruf, maka surat gugatan dapat
dimasukkan dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat gugatan itu
atau atau menyuruh mencatatnya. Secara formil gugatan lisan karena, penggugatnya
tidak bisa membaca dan menulis, penggugat buta askara atau Bentuk gugatan ini
ditujukan bagi mereka yang buta huruf.
Cara mengajukan gugatan ini diajukan secar lisan kepada ketua pengadilan negeri
dengan mejelaskan atau menerangkan isi dan maksud gugatan, dan tidak boleh
diwakilkan kepada kuasa. Ketua pengadilan negeri bertugas memberikan pelayanan
mencatat atau menyuruh mencatat gugatan tersebut, merumuskan sebaik mungkin
gugatan dalam bentuk tertulis, sesuai dengan yang diterangkan oleh penggugat.
Hal ini ditegaskan dalam pasal 120 HIR dinyatakan bahwa: “Hakim (ketua
pengadilan) wajib mendengar uraian gugtan lisan yang disampaikan seseorang
penggugat yang buta askara uraian lisan tersebut dicatat, kemudian disusun dalam
bentuk gugatan atau permohonan.”
2. Gugatan Tertulis
Gugatan tertulis merupakan gugatan yang diajukan kepada ketua pengadilan negeri
yang berkompeten mengadili perkara. Dengan adanya gugatan ini seseorang dapat
melakukan tuntutan untuk menangani masalah perdatanya dengan baik yaitu dengan
cara menggugat seorang pihak kepada pengadilan negeri. Bentuk gugatan tertulis adalah
yang paling diutamakan di hadapan pengadilan daripada bentuk lainnya. Gugatan
tertulis di atur dalam pasal 118 ayat (1) HIR /pasal 142 yang menyatakan bahwa:
“gugatan perdata pada tingkat pertama harus dimasukkan kepada pengadilan negeri
dengan surat permintaan yang ditandatangani oelh pengguat atau kuasa. Dengan
2
Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa hlm. 45
demikian, yang berhak dan berwenang dalam mengajukan surat gugatan adalah
penggugat atau kuasanya.”
Dan adapaun cara membuat gugatan tertulis yaitu, dibuat sendiri oleh penggugat
atau wakilnya dengan surat kuasa khusus. Ditujukan kepada ketua pengadilan negeri
sesuai dengan kompetensi relatif. Surat gugatan diberi tanggal, dan harus menyebut
dengan jelas penggugat dan tergugat. Surat gugatan ditandatangani oleh pihak
penggugat atau kuasanya, cap jempol disamakan dengan tanda tangan, dan dilegalisir
oleh pejabat tang bewenang. Setelah surat gugatan selesai, maka harus didaftarkan ke
paniteraan, pengadilan negeri yang bersangkutan serta harus membayar uang perkara,
uang pendaftaran perkara dibayar oleh penggugat tergantung pada sifat dan jenis
perkaranya.
Suatu gugatan harus memuat gambaran yang jelas, mengenai duduknya perkara,
dalam hukum acara perdata bagian dari gugatan ini disebut fundamentum petendi. Dan
dalam gugatan harus pula dilengkapi dengan petitum yaitu hal-hal apa yang di inginkan
atau diminta oleh penggugat.3
C. Isi permohonan dan isi gugatan
a. Isi permohonan terditi dari:
1) Pencantuman tanggal gugatan, boleh pada bagian bagian depan halaman
pertama atau pada bagian akhir diatas tanda tangan penggugat. Kealpaan
pencantuman taggal tidak mempengaruhi keabsahan penggugat, karna tanggal
bukan syarat formil surat gugatan.
2) Pencantuman alamat ketua pengadilan, sesuai ketentuan pasal 118 ayat 1 HIR
atau pasal 142 ayat 1 RBG. Surat gugatan dialamatkan kepada ketua pengadilan.
Oleh karena itu, surat gugatan harus mencantumkan bahwa gugatan dialamtkan
kepada ketua pengadilan.
3) Pencantuman lengkap dan terang nama dan alamat para pihak, pencantuman
nama lengkap serta alamat yang terang dari pihak. Hal ini merupakan salah satu
faktor esensi syarat formil surat gugatan. Sedapat mungkin mengenai penulisan
nama lengkapnya termasuk gelar.
4) Penegasan para pihak dalam perkara, formulasi penegasan para pihak dalam
gugatan, penulisannya langsung mengikuti penyebutan identitas, penegasan ini
merupakan syarat formil.
5) Uraian posita atau dalil gugat, posita gugat adalah penjelasan dalil atau alasan.
Gugatan ini merupakan esensi yang berisi hal-hal penegasan hubungan hukum
antara penggugat dengan objek yang disengketakan.
6) Perumusan hal-hal yang bersifat assesor, dalil gugat dengan segala penjelasan
yang menyertai nya adalah bagian dari pokok perkara atau materi perkara.
Terkdang gugatan pokok sering di ikuti dengan gugatan atau permintaan yang
bersifat assesor, maksudnya dengan adanya gugatan pokok hukum
membenarkan penggugat untuk mengajukan gugatan tambahan yang melekat
pada gugat pokok.
3
Darmini Roza Dan Laurensius Arliman S, Komnas Ham Dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana,
(Yogyakarta: 2015)
7) Pencantuman permintaan untuk dipanggil dan diperiksa,pencantuman
permintaan agar para pihak dan dipanggil dan diperiksa dalam persidangan.
8) Petitum gugat, petitum gugat disebut juga diktum gugat yang merupak
kesimpulan gugatan yang berisi rincian satu persatu tentang apa yang diminta
dan dikehendaki.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuntutan hak merupakan cara untuk memperoleh perlindungan terhadap hak
seseorang maupun badan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah
terjadinya tindakan main hakim. Tuntutan Hak atau Gugatan Biasa Pada dasarnya pihak
yang bersengketa dalam perkara perdata terdiri dari dua pihak,yaitu penggugat dan
tergugat. Dan gugatan ada dua macam yaitu gugatan lisan dan gugatan tertulis. Gugatan
lisan ditujukan kepada seseorang yang buta huruf atau orag yang tidak bisa membaca atau
menulis dan adapun gugatan tertulis ditujukan kepada seseorang yang normal.
B. Saran
Kepada para pembaca setelah memahami isi dari makalah ini agar dapat
menghindari riba dalam kehidupan sehari-hari, menjalankan perintah dan larangan Allah
SWT. Dan terhindar dari laknat Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Darmini Roza Dan Laurensius Arliman S, Komnas Ham Dan Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana,
(Yogyakarta: 2015)

Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, StPaul Minn West Publishing 1978, hlm. 289

Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa hlm. 45

Anda mungkin juga menyukai