Anda di halaman 1dari 10

BUDAYA DALAM LINGKUP KERJA KEPPERAWATAN

DALAM PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN


MIFTAHUL WAFA RIJA

Email: miftahulwafarija@gmail.com

Abstrak

Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan
pasien, keselamatan pasien merupakan prioritas bagi pelaksanaan lima isu penting tentang
keselamatan di rumah sakit, karena masalah keselamatan pasien berkaitan erat dengan kualitas
dan citra rumah sakit itu sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang
sedemikian pesat menyebabkan pelayanan kesehatan di rumah sakit menjadi sangat kompleks
sehingga jika tidak dilakukan dengan benar dan hati-hati akan berpotensi untuk terjadinya
Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian
Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kondisi Potensial Cedera (KPC)
(Depkes,2006). Permasalahan keselamatan pasien di rumah sakit merupakan masalah yang
memerlukan penanganan segera karena dapat mengakibatkan cedera langsung pada pasien.
Budaya keselamatan pasien merupakan komponen penting dan mendasar untuk membangun
program keselamatan pasien secara keseluruhan. Berbagai studi melaporkan bahwa penerapan
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, terutama budaya non blaming culture, budaya
pelaporan dan budaya belajar dari insiden belum dilaksanakan secara optimal. Dampak yang
ditimbulkan dari budaya keselamatan pasien yang tidak optimal dapat menyebabkan kerugian
bagi pasien dan pihak rumah sakit. Dalam membangun budaya keselamatan pasien, peran aktif
pemimpin termasuk kepala ruang sebagai penggerak di ruangan yang dipimpinnya menjadi
sangat penting.

Kata kunci : Pasien, Budaya, Perawat


Latar Belakang

Rumah sakit adalah sarana pelayanan kesehatan yang dibutuhkan ketika seseorang sakit dan
membutuhkan bantuan dengan tujuan untuk menyelamatkan kondisi pasien. Dengan berlalunya
waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi rumah sakit tidak hanya menjadi
tempat untuk menyelamatkan pasien. Berbagai layanan dapat diakses oleh pasien yang
membutuhkan bantuan. Pasien yang memerlukan bantuan menyeluruh dan intensif selama 24
jam dapat mengakses layanan rawat inap. Perawatan rawat inap memiliki peran penting dalam
pelayanan perawatan untuk observasi, diagnosis, pengobatan atau upaya perawatan kesehatan
lainnya. Keselamatan pasien di rumah sakit melibatkan partisipasi dari semua petugas kesehatan,
terutama perawat. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai jumlah cukup
dominan di rumah sakit yaitu sebesar 50 sampai 60% dari jumlah tenaga kesehatan yang ada.
Pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien merupakan pelayanan yang
terintegrasi dari pelayanan kesehatan yang lainnya dan memiliki peran yang cukup penting bagi
terwujudnya kesehatan dan keselamatan pasien.

Perawat adalah pejabat eksekutif kesehatan dengan waktu kerja tertinggi yang memberikan 24
jam pelayanan terus menerus serta harus berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan oleh
karena itu lahhal tersebut dapat menyebabkan atau berisiko terjadinya Insiden Keselamatan
Pasien1. Selain itu, perawat memiliki peran yang paling dominan dalam mencegah terjadinya
kesalahan dalam pengobatan, termasuk pelaporan insiden, mendidik diri sendiri dan orang lain.
Sejalan dengan definisi keperawatan ANA 2003 yang menyatakan bahwa keperawatan adalah
perlindungan, promosi, dan optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan
cedera, pengentasan penderitaan melalui diagnosis dan pengobatan respon manusia, dan
advokasi dalam perawatan individu, keluarga, masyarakat, dan populasi. Oleh sebab itu peran
perawat dalam mengimplementasikan asuhan keperawatan dan mewujudkan keselamatan pasien
di rumah sakit dapat dirumuskan sebagai berikut, perawat harus mematuhi standar layanan dan
SOP yang telah ditetapkan, menerapkan prisip etik dalam meberikan asuhan keperawatan,
memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang asuhan keperawatan yang
sedang dijalankan, selalu bekerjasama dengan tim kesehatan yang lainnya dalam memberikan
asuhan keperawatan, menerapkan komunikasi yang baik terhadap sejawat, pasien dan keluarga,
selalu proaktif dan peka dalam setiap menyelesaikan kejadian atau insiden yang berkaitan
dengan keselamatan pasien, mendokumentasikan segala bentuk kegiatan yang ada hubungannya
dengan asuhan keperawatan yang dilakukan kepada pasein.

Pengobatan dan manajemen dari pasien yang tidak dilakukan dengan hati-hati dan tidak
berpotensi terjadinya prosedural Insiden Keselamatan Pasien. Insiden Keselamatan Pasien adalah
peristiwa dan kondisi yang tidak disengaja yang mengakibatkan atau berpotensi menyebabkan
cedera dapat dicegah pada pasien, Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang terdiri dari Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan
Kondisi Potensial Cedera (KPC)2. Keselamatan pasien adalah prioritas utama dan harus segera
dilaksanakan di rumah sakit karena dapat menyebabkan cedera langsung kepada pasien, juga
terkait dengan kualitas dan citra rumah sakit serta standar pelayanan yang harus dipenuhi oleh
rumah sakit itu terkait dengan versi 2012 dari standar akreditasi mengacu pada Joint Commission
International (JCI).

Budaya organisasi adalah pedoman tidak tertulis tentang aturan, standar perilaku baik diterima
atau tidak oleh setiap karyawan dalam organisasi. Budaya keselamatan pasien adalah pola
terpadu perilaku individu dan organisasi dalam memberikan pelayanan yang aman dan bebas dari
cedera. Budaya keselamatan adalah output dari individu dan kelompok terhadap nilai-nilai,
sikap, kompetensi, dan pola dan kebiasaan yang mencerminkan komitmen dan gaya dan
kemampuan organisasi dan manajemen keselamatan kesehatan. Budaya keselamatan pasien
merupakan suatu hal yang pentingkarena membangun budaya keselamatan pasien merupakan
suatu cara untukmembangun program keselamatan pasien secara keseluruhan, karena apabila
kita lebih fokus pada budaya keselamatan pasien maka akan lebih menghasilkan hasil
keselamatan yang lebih apabila dibandingkan hanya menfokuskan pada programnya saja. Teori
Reason menyatakan bahwa insiden keselamatan pasien disebabkan oleh dua faktor, kesalahan
laten dan kesalahan aktif. Kesalahan laten terkait dengan insiden keselamatan pasien meliputi
lingkungan eksternal, manajemen, lingkungan sosial atau organisasi, lingkungan fisik, interaksi
antara manusia dan sistem. Budaya keselamatan adalah bagian dari kesalahan laten yang terkait
dengan manajemen, sedangkan indikator budaya keselamatan meliputi kerja sama, komunikasi,
kepemimpinan, pelaporan dan respon terhadap kesalahan tidak menghukum. Kunci pencegahan
cedera dalam pelayanan keperawatan adalah identifikasi risiko. Hal ini sangat tergantung pada
budaya kepercayaan, kejujuran, integritas, dan keterbukaan berkomunikasi dalam sistem asuhan
keperawatan.

Tujuan

Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab semua pihak yang berkaitan dengan pemberi
pelayanan kesehatan untuk memastikan tidak ada tindakan yang membahayakan bagi pasien.
Mengingat pentingnya masalah keselamatan pasien yang harus ditangani segera di rumah sakit di
Indonesia maka diperlukan regulasi tentang keselamatan pasien. Mendorong upaya pelayanan
kesehatan yang aman bagi pasien sehingga pasien akan merasa puas bila pelayanan kesehatan
yang diperolehnya sama atau melebihi dari apa yang menjadi harapannya.

Metode

Metode yang digunakan adalah literature review. Literature review ini menganalisis jurnal, text
book, dan ebook yang relevan ataupun sumber informasi lainnya yang memuat informasi
dengan pembahasan langkah-langkah proses keperawatan. Dengan metode ini informasi
pembahasan mengenai proses keperawatan bagi seorang perawat dapat mengupayakan untuk
selalu mengaplikasikan asuhan keperawatan atau proses keperawatan dengan tahap-tahap yang
baik dalam melakukan proses keperawatan.

Hasil

Berdasarkan hasil dari literature didapatkan bahwa kerja sama dari pasien dan keluarga pasien
dengan terlibat aktif dalam perawatan yang dijalani pasien sangat mendukung dalam
meningkatkan mutu keselamatan pasien di rumah sakit. Meningkatnya pemahaman tentang
konsep Patient Safety secara lebih baik dan memahami upaya yang dapat dilakukan tenaga
kesehatan khususnya perawat dalam menurunkan insiden yang tidak perlu. Pasien dan keluarga
pasien dapat berpartisipasi agar tidak terjadinya insiden yang merugikan pada pasien. Perawat
dapat memberikan orientasi dan pendidikan kepada pasien dan keluarganya tentang rutinitas dan
prosedur perawatan kesehatan dan cara mendeteksi serta melaporkan perubahan dalam kondisi
klinis mereka selama menjalani perawatan. Pengetahuan yang diberikan kepada pasien dan
keluarganya dapat mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan yang sedang
dijalankan pasien seperti pasien tidak harus dipaksa menerima pengobatan yang bertentangan
dengan keinginan mereka. Pengetahuan akan melahirkan kepercayaan sehingga pasien dan
keluarganya akan lebih percaya dengan kemampuannya untuk membuat keputusan ketika
diinformasikan dengan baik. Persepsi pasien juga harus diubah oleh perawat dengan cara
menanamkan keyakinan dan pengertian kepada pasien dan keluarganya bahwa mereka memiliki
peran untuk turut serta dalam proses perawatan.

Pembahasan

Keselamatan rumah sakit saat ini telah menjadi isu global. Terdapat lima komponen penting
yang terkait dengan keselamatan rumah sakit yang salah satunya adalah keselamatan pasien.
Keselamatan pasien dipengaruhi oleh bagaimana budaya individu dan sistem yang berjalan di
dalam organisasi tersebut. Salah satu strategi untuk merancang sistem yang aman dalam lingkup
pelayanan kesehatan adalah dengan memunculkan kesalahan melalui penyediaan sistem
pelaporan insiden, sehingga dapat dilihat dan selanjutnya diambil tindakan untuk
memperbaikinya. Laporan insiden keselamatan pasien lebih banyak dilaporkan oleh tenaga
perawat, sedangkan sikap yang tidak mendukung pelaporan insiden akan menghambat upaya
menciptakan pelayanan yang aman karena ketiadaan laporan insiden berdampak pada rumah
sakit tidak mengetahui adanya peringatan potensial akan bahaya yang dapat menyebabkan error .
Budaya keselamatan pasien yang ada dalam organisasi, berhubungan langsung dengan sikap dan
motivasi individu untuk melaporkan adanya insiden. Sikap keterbukaan untuk melaporkan
insiden merupakan salah satu indikator internalisasi budaya keselamatan pasien dalam perilaku
individu.

Pelayanan keperawatan yang aman dan berkualitas merupakan harapan pasien dan keluarga
dalam menentukan pilihan atas layanan keperawatan yang tersedia. Saat ini kualitas pelayanan
keperawatan telah memasuki era keselamatan pasien sebagai fokus utama, dimana keselamatan
pasien dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan mutu, diantaranya: penerapan alat ukur;
peran dan kerja sama tim dan para ahli; peran dari proses; penggunaan efektif dari data untuk
peningkatan pelayanan; pembiayaan: serta dampak bagi pemimpin organisasi. Keselamatan
pasien merupakan hasil dari interaksi komponen struktur dan proses, artinya proses pelayanan
yang diberikan telah sesuai dengan standar dan didukung dengan struktur terstandarisasi serta
kondisi lingkungan yang optimal yang menghasilkan pelayanan yang aman bagi
pasien.Pelayanan keperawatan berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Perawat memiliki peran dalam menjaga mutu pelayanan
rumah sakit pada keselamatan pasien. Perawat memiliki peran yang dominan dalam mencegah
terjadinya kesalahan pengobatan, diantaranya pelaporan kejadian, mendidik diri sendiri dan
sesama perawat, memberikan rekomendasi tentang perubahan dalam prosedur dan kebijakan, dan
keterlibatan dalam identifikasi masalah. Keselamatan pasien bagi perawat tidak hanya
merupakan pedoman tentang apa yang seharusnya dilakukan, namun keselamatan pasien
merupakan komitmen yang tertuang dalam kode etik perawat dalam memberikan pelayanan yang
aman, sesuai kompetensi, dan berlandaskan kode etik bagi pasien (Setiowati, 2010).

Keselamatan pasien merupakan transformasi budaya, seorang pemimpin dengan


kepemimpinannya dapat melakukan perubahan budaya menuju keberhasilan program
keselamatan pasien (Cahyono, 2008). Hal ini perlu mendapat perhatian karena kepemimpinan
merupakan elemen penting untuk menciptakan budaya yang kuat dalam menerapkan
keselamatan pasien. Peran perawat dalam isu keselamatan pasien adalah menciptakan budaya
organisasi dengan komunikasi dan alur informasi yang jelas dan tepat. Tujuan keselamatan
pasien antara lain terciptanya budaya keselamatan pasien, menurunnya kejadian yang tidak aman
bagi pasien, memberikan kepuasan bagi pasien maupun pihak internal rumah sakit, dan mutu
pelayanan kesehatan menjadi lebih baik. Tujuan keselamatan pasien sebagai arah dalam
mencapai visi ke depan yaitu terciptanya penerapan budaya keselamatan pasien. Budaya
keselamatan pasien merupakan komponen yang penting dan mendasar karena memb a n g u n
budaya keselamatan pasien merupakan suatu cara untuk membangun program keselamatan
pasien secara keseluruhan (Fleming, 2006).

Budaya keselamatan pasien merupakan konsep yang menarik, dan umumnya menjadi penting
dan mendasar untuk suatu organisasi dalam mengatur operasional keselamatan pasien (Walshe &
Boaden, 2006). Budaya keselamatan dalam implementasi sistem manajemen keselamatan yang
kuat mencakup: mendorong setiap orang bertanggung jawab akan keselamatan terhadap diri
sendiri, rekan kerja, pasien, dan pengunjung; mengutamakan keselamatan di atas keuntungan dan
tujuan organisasi; mendorong dan memberikan penghargaan terhadap identifikasi, pelaporan,
dan penyelesaian isu keselamatan; memberi kesempatan pembelajaran dari kejadian celaka;
mengalokasikan sumber daya, struktur, serta tanggung jawab yang sesuai untuk memelihara
sistem keselamatan yang efektif. Saat ini penerapan budaya keselamatan pasien, terutama non
blaming culture dan budaya belajar dari insiden belum diterapkan secara optimal. Penelitian
yang dilakukan oleh Kartika & Wulan (2013) memperjelas hal tersebut, budaya keselamatan
pasien terutama non blaming culture dan budaya belajar dari insiden belum diterapkan secara
optimal, budaya pelaporan belum berjalan dengan baik serta tujuh langkah keselamatan pasien
belum dilaksanakan seluruhnya, diantaranya belum memotivasi staf dengan optimal,
menjabarkan langkah-langkah penanganan insiden keselamatan pasien secara langsung di
lapangan, mengembangkan sistem pengelolaan risiko, serta melaksanakan RCA di rumah sakit.
Rumah sakit apabila tidak memperdulikan dan tidak menerapkan budaya keselamatan pasien
akan mengakibatkan dampak menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan berakibat pada penurunan mutu pelayanan rumah sakit.

Pelayanan yang bermutu dan aman bagi pasien saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan
(Cahyono, 2008). Ketidakpedulian akan keselamatan pasien menyebabkan kerugian bagi pasien
dan pihak rumah sakit, yaitu biaya yang harus ditanggung pasien menjadi lebih besar, pasien
semakin lama dirawat di rumah sakit, dan terjadinya resistensi obat. Lumenta (2015)
mengidentifikasi akibat insiden pada pasien yaitu cidera, membahayakan jiwa, perpanjangan
rawat, kematian. Kerugian bagi rumah sakit lainnya antara lain biaya yang harus dikeluarkan
menjadi lebih besar yaitu pada upaya tindakan pencegahan terhadap kejadian, luka tekan, infeksi
nosokomial, pasien jatuh dengan cidera, kesalahan obat yang mengakibatkan cidera. Menurut
Kirk et al (2006), budaya patient safety merupakan produk dari nilai, sikap, komperensi dan pola
perilaku individu dan kelompok yang menentukan komitmen, gaya dan kemampuan suatu
organisasi pelayanan kesehatan terhadap program patient safety. Akibat yang ditimbulkan dari
organisasi yang tidak memiliki budaya patient safety yang baik menurut Kirk et al (2006) berupa
kesalahan laten, gangguan psikologi maupun physiologi pada staf, penurunan produktivitas,
berkurangnya kepuasan pasien dan dapat menimbulkan konflik interpersonal.
Membangun budaya keselamatan pasien di rumah sakit merupakan kewajiban dan tanggung
jawab seluruh staf terutama yang berhubungan langsung dengan pasien yaitu dokter dan perawat.
Penelitian Hamdani (2007) didapatkan data bahwa perawat adalah komponen tenaga kesehatan
(profesi) yang paling banyak berhubungan dengan penerapan keselamatan pasien. Beberapa studi
melaporkan bahwa peran pimpinan senior sebagai faktor kunci dalam membentuk budaya
keselamatan pasien. Peran kepala ruang sebagai leader di ruangannya menjadi sangat vital.
Tulisan ini mencoba mengkaji peran leadership kepala ruang dalam penerapan budaya
keselamatan pasien di rumah sakit.

Penutup

Budaya Keselamatan pasien merupakan fondasi keselamatan pasien. Membangun budaya


keselamatan pasien merupakan kata kunci terwujudnya pelayanan yang bermutu dan aman,
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien yaitu salah
satunya yaitu kerjasama tim. Tuntutan masyarakat saat ini terhadap kepuasan layanan dan
keselamatan pasien selama dirawat menjadi tantangan besar bagi dunia keperawatan. Tuntutan
masyarakat saat ini terhadap kepuasan layanan dan keselamatan pasien selama dirawat menjadi
tantangan besar bagi dunia keperawatan. Budaya keselamatan pasien (KP) merupakan hal pokok
dan mendasar dalam pelaksanaan KP di rumah sakit (RS). Setiap RS harus menjamin penerapan
KP pada pelayanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien (Fleming & Wentzel, 2008).
Upaya KP diawali dengan penerapan budaya KP (KKP-RS, 2008). Penerapan budaya
keselamatan pasien oleh perawat yang mencerminkan perilaku kinerja dipengaruhi motivasi dan
kepemimpinan, salah satunya kepemimpinan kepala ruang. Membangun budaya keselamatan
pasien di rumah sakit merupakan kewajiban dan tanggung jawab seluruh staf terutama yang
berhubungan langsung dengan pasien yaitu dokter dan perawat. Penelitian Hamdani (2007)
didapatkan data bahwa perawat adalah komponen tenaga kesehatan (profesi) yang paling banyak
berhubungan dengan penerapan keselamatan pasien.
Daftar Pustaka

Anggraeni. D. 2016. Pengaruh Budaya Keselamatan Pasien terhadap Sikap Melaporkan Insiden
pada Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Tk. II dr. Soepraoen. Jurnal Aplikasi
Manajemen (JAM) Vol 14 (2)

Arini, T.P, Yulia, S & Romiko. 2018. HUBUNGAN KERJASAMA TIM DENGAN
PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH
SAKIT BHAYANGKARA PALEMBANG TAHUN 2018. Volume 6, Nomor 2

Dewi. M. 2012. Pengaruh Pelatihan Timbang Terima Pasien Terhadap Penerapan Keselamatan
Pasien Oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden. Jurnal Health & Sport, Volume 5, Nomor 3

Hartanto, Y. D & Bambang, E. W. Kepemimpinan Kepala Ruang dalam Penerapan Budaya


Keselamatan Pasien di Rumah Sakit : Literature Review

Herawati. Y. T. 2015. BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP


RUMAH SAKIT X KABUPATEN JEMBER. Jurnal IKESMA Volume 11 Nomor 1

Mandriani. E , Hardisman & Husna Yett. 2019. Analisis Dimensi Budaya Keselamatan Pasien
Oleh Petugas Kesehatan di RSUD dr Rasidin Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas,
Volume 8 (1)

Nivalinda. D, M.C. Inge Hartini & Agus Santoso. 2013. PENGARUH MOTIVASI PERAWAT
DAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG TERHADAP PENERAPAN BUDAYA
KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT PELAKSANA PADA RUMAH SAKIT
PEMERINTAH DI SEMARANG. Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2

Nuryanti. A. PENGETAHUAN MAHASISWA KEPERAWATAN TENTANG SASARAN


KESELAMATAN PASIEN

Simamora, R. H. (2018). Buku ajar keselamatan pasien melalui timbang terima pasien berbasis
komunikasi efektif: SBAR. Medan: USUpress.

Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety Programs Through


Clinical Preceptor Models. Medico Legal Update, 20(3), 553-556
Suci. W. P. 2018. PENINGKATAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN MELALUI
PEMBERDAYAAN CHAMPION KESELAMATAN PASIEN. JKH, Volume 2(2)

Yulia. S, Achir. Y. S. H & Mustikasari. 2012. Peningkatan Pemahaman Perawat Pelaksana


Dalam Penerapan Keselamatan Pasien Melalui Pelatihan Keselamatan Pasien. Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 15(3)

Anda mungkin juga menyukai