Anda di halaman 1dari 10

PENINGKATAN KUALITAS PROMOSI DAN EVALUASI PADA

PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

Pitauli Aprilia Siringoringo (pitauli2001@gmail.com)

Latar Belakang

Salah satu masalah umum yang terjadi dalam pemberian pelayanan di bidang
kesehatan adalah masalah yang berkaitan dengan keselamatan pasien.

Rumah sakit adalah sarana pelayanan kesehatan yang dibutuhkan ketika seseorang
sakit dan membutuhkan bantuan dengan tujuan untuk menyelamatkan kondisi pasien. Dengan
berlalunya waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi rumah sakit tidak
hanya menjadi tempat untuk menyelamatkan pasien. Berbagai layanan dapat diakses oleh
pasien yang membutuhkan bantuan. Keselamatan pasien di rumah sakit melibatkan
partisipasi dari semua petugas kesehatan, terutama perawat. Perawat sebagai salah satu
tenaga kesehatan yang mempunyai jumlah cukup dominan di rumah sakit yaitu sebesar 50
sampai 60% dari jumlah tenaga kesehatan yang ada. Pelayanan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien merupakan pelayanan yang terintegrasi dari pelayanan kesehatan
yang lainnya dan memiliki peran yang cukup penting bagi terwujudnya kesehatan dan
keselamatan pasien (Herawati, 2015).

Keselamatan Pasien/KP (Patient Safety) merupakan isu global dan nasional bagi
rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan
pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu WHO (2004).

Budaya keselamatan pasien merupakan suatu hal yang penting karena membangun
budaya keselamatan pasien merupakan suatu cara untukmembangun program keselamatan
pasien secara keseluruhan, karena apabila kita lebih fokus pada budaya keselamatan pasien
maka akan lebih menghasilkan hasil keselamatan yang lebih apabila dibandingkan hanya
menfokuskan pada programnya saja.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) telah menjadikan gerakan keselamatan


pasien sebagai dasar dan standar akreditasi Rumah Sakit dengan disusunnya panduan
keselamatan pasien oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) (Depkes RI, 2006) dalam
(Yarnita, 2018).

Menciptakan budaya pelayanan kesehatan yang aman maka adanya tanggung jawab
dari setiap petugas kesehatan untuk menanamkan nilai-nilai budaya keselamatan pasien
disebuah rumah sakit. Membangun budaya keselamatan pasien merupakan konsep yang
menarik dan umumnya menjadi penting dan mendasar dalam mengatur operasional
keselamatan pasien (Walshe & Boeden, 2006) dalam (Yarnita, 2018).

Metode

Dalam penyusunan bahan kajian tulisan ini, penulis menggunakan data sekunder, yaitu data
yang bukan didapatkan tidak secara langsung dari objek atau subjek penelitian. Dalam
metode pengumpulan data, penulis menggunakan teknik studi dokumen, dimana merupakan
jenis pengumpulan data yang meneliti berbagai macam dokumen yang berguna untuk bahan
analisis. Penulis memilih sumber kajian melalui buku cetak maupun buku elektronik, jurnal
fisik maupun e-journal, tesis, skripsi, disertasi, maupun berbagai sumber tidak resmi lainnya.
Penulis mengutip berbagai sumber kajian berdasarkan pendekatan objektif, yaitu kesesuaian
isi dengan yang dicari. Kemudian penulis menyesuaikan sumber kajian sesuai dengan etik
penyusunan referensi, yaitu APA Style.

Hasil

Keselamatan pasien sebagai sebuah disiplin dimulai sebagai tanggapan atas bukti
bahwa kejadian medis yang merugikan tersebar luas dan dapat dicegah. Keselamatan pasien
dan kualitas pasien adalah jantung dari penyampaian layanan kesehatan. Untuk setiap pasien,
yang merawat, anggota keluarga dan profesional kesehatan, keselamatan sangat penting
untuk penegakan diagnosa, tindakan kesehatan dan perawatan. Tujuan dari bidang
keselamatan pasien adalah untuk meminimalkan kejadian buruk dan menghilangkan
kerusakan yang dapat dicegah dalam perawatan kesehatan. Bergantung pada penggunaan
istilah "bahaya" seseorang, mungkin bercita-cita untuk menghilangkan semua bahaya dalam
perawatan kesehatan.
Secara garis besar yang dikatakan dengan budaya keselamatan pasien adalah
keyakinan, persepsi, perilaku dan kompetensi individu atau kelompok dalam suatu organisasi
yang mempunyai komitmen untuk bersamasama menciptakan lingkungan yang aman
Menciptakan budaya pelayanan kesehatan yang aman maka adanya tanggung jawab dari
setiap petugas kesehatan untuk menanamkan nilai-nilai budaya keselamatan pasien disebuah
rumah sakit. Nilai tersebut dapat berupa kedisiplinan, kepatuhan terhadap standar prosedur,
dan protokol yang ada, teamwork, adanya nilai kejujuran dan keterbukaan serta rasa saling
menghormati.
Membangun budaya keselamatan pasien merupakan konsep yang menarik dan
umumnya menjadi penting dan mendasar dalam mengatur operasional keselamatan pasien.
Budaya keselamatan pasien sebagai produk individual dan nilai-nilai kelompok, sikap,
persepsi, dan kompetensi dan pola perilaku yang menentukan komitmen dalam manajemen
keselamatan pasien.

Sikap merupakan pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini
mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap budaya keselamatan adalah cara
pandang perawat pelaksana terhadap budaya keselmatan. Adanya alat ukur yang akan menilai
sikap memungkinkan menghasilkan sikap negatif dan positif. Adanya budaya organisasi yang
kuat dan telah berakar akan dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi sikap
dan perilaku anggota organisasi. Budaya keselamatan pasien dikatakan berhasil apabila
semua elemen yang ada di dalam rumah sakit menerapkan budaya keselamatan pasien dalam
pekerjaannya sehari-hari (Reiling, 2006).

Pembahasan

Menurut Vincent (2008), keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran,


pencegahan dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk atau injuri yang berasal dari proses
perawatan kesehatan. Pengertian lain tentang keselamatan pasien yaitu menurut Emanuel
(2008), yang menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah disiplin ilmu di sektor perawatan
kesehatan yang menerapkan metode ilmu keselamatan menuju tujuan mencapai sistem
penyampaian layanan kesehatan yang dapat dipercaya. Keselamatan pasien juga merupakan
atribut sistem perawatan kesehatan; Ini meminimalkan kejadian dan dampak, dan
memaksimalkan pemulihan dari efek samping (Tutiany, Lindawati, & Kristanti, 2017).
Keselamatan (safety) menjadi isu global termasuk di rumah sakit. Rumah sakit wajib
mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan pasien yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 11 tahun 2017 (Neri, Lestari, & Yetti, 2018). World Health Organization
(WHO) menyatakan keselamatan pasien merupakan masalah kesehatan masyarakat global
yang serius. Kesalahan medis dapat disebabkan oleh faktor sistem dan faktor manusia.
Insiden keselamatan pasien yang merugikan adalah terkait dengan prosedur bedah (27%),
kesalahan pengobatan (18,3%) dan kesehatan infeksi terkait perawatan (12,2%) (WHO,
2017). Sedangkan di Eropa, kejadian pasien dengan risiko infeksi sebanyak 83,5% dan bukti
kesalahan medis menunjukkan 50- 72,3% .

Patient Safety atau Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem di mana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (KKP RS, 2007) dalam (Iskandar, 2017).
Gerakan keselamatan pasien merupakan aplikasi dari adanya tekanan masyarakat,
namun gerakan ini merupakan gerakan yang mengandung unsur moralitas dan kemanusiaan
yang pada akhirnya menjadi suatu kewajiban. Organisasi rumah sakit sebagai pemberi
pelayanan kesehatan harus mampu menerima keselamatan sebagai nilai baru dalam budaya
organisasi dengan komitmen berani berubah, berubah dalam arti blaming cultur menjadi
safety cultur (Cahyono, 2008) dalam (Yarnita, 2018)
Standar keselamatan pasien rumah sakit di Indonesia mengacu pada Hospital Patient
Safety Standard yang dikeluarkan oleh Joint Commmision on Acreditation of Health
Organizations Illnois tahun 2002, yang diselaraskan dengan situasi dan kondisi yang terjadi
di Indonesia. Standar keselamatan pasien terdiri dari 7 standar yaitu sebagai berikut :
a. Hak pasien Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
Kriterianya adalah sebagai berikut: a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan,
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan, c) Dokter
penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar
kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan tau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
b. Mendidik pasien dan keluarga Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan keperawatan. Kriterianya
adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien sebagai partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit
harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan keperawatan. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga dapat: a) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap
dan jujur, b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab, c) Mengajukan pertanyaan
untuk hal yang tidak dimengerti, d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan,
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit, f) Memperlihatkan
sikap menghormati dan tenggang rasa, g) Memenuhi kewajiban finansial yang
disepakati.
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan Rumah sakit menjamin
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan dengan kriteri sebagai berikut: a) Terdapat koordinasi pelayanan secara
menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan
pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit, b)
Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar, c) Terdapat
koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi
dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan,
pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, d) Terdapat komunikasi dan
transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses
koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien. Rumah sakit harus mendesain proses baru
atau memperbaiki proses yang ada, memantau dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, analisis data secara intensif, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien dengan kriteria berikut : a) Setiap
rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik, sesuai dengan slogan
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit, b) Setiap rumah sakit harus
melakukan pengumpulan data kinerja, c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi
intensif, d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Peran pimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien adalah sebagai berikut: a) Pimpinan mendorong
dan menjamin implementasi program melalui penerapan 7 Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program
proaktif identifikasi risiko keselamatan pasien dan program mengurangi KTD, c)
Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien, d)
Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta tingkatkan keselamatan pasien, e) Pimpinan
mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
 Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien
 Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari kejadian nyaris cedera (near miss) sampai dengan KTD (
adverse event)
 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien
 Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang analisis
akar masalah near miss, KTD dan kejadian sentinel pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan
 Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani kejadian sentinel atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko,
termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian
sentinel
 Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar
disiplin
 Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut
 Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien Standar mendidik staf tentang keselamatan
pasien adalah sebagai berikut: a) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan
dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan
pasien secara jelas, b) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien, c) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
 Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
 Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Standar
komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien adalah
sebagai berikut: a) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal, b) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat, dengan
kriteria sebagai berikut:
 Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendisain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien
 Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada
(Salawati, 2020)

Rumah sakit adalah organisasi pelayanan yang serba padat; yaitu padat usaha, padat
modal, padat kecanggihan teknologi, padat SDM dan profesi; karena itu lah menjadikan
rumah sakit menjadi organisasi yang padat masalah. Apabila kompleksitas di umah sakit
tidak dikelola dengan baik maka dapat menimbulkan peluang untuk terjadinya kesalahan
pelayanan yang dapat berakibat buruk bagi keselamatan pasien. Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien merupakan acuan rumah sakit dalam melaksanakan program
keselamatan pasien. Tujuh langkah tersebut adalah membangun kesadaran akan nilai
keselamatan pasien, memimpin dan mendukung staf, mengintegrasikan aktivitas pelaporan
risiko, mengembangkan sistem pelaporan, melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien,
belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, serta mencegah cedera melalui
implementasi sistem keselamatan pasien. (Rachmawati, Wigati, & Sriatmi, 2017)
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien.
Ciptakan budaya adil dan terbuka
2. memimpin dan mendukung staf.
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh Fasilitas
pelayanan Kesehatan anda.
3. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.
Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi
kemungkinan terjadinya kesalahan
4. mengembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal ) maupun
eksternal (nasional).
5. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.
6. belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang
bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
7. mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk
sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai
hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh
staf dalam waktu yang cukup lama. (Menteri Kesehatan, 2017)
Penutup

Isu keselamatan pasien melahirkan paradigma baru tentang mutu pelayanan. Mutu
pelayanan yang baik saja tidak cukup berarti bagi pasien tanpa memperhatikan bagaimana
derajat unsur resiko dan keselamatan yang diterima oleh pasien. Tinggi rendahnya mutu
sebanding dengan tingkat ketersediaan fasilitas pelayanan, untuk mencapai keseimbangan
terbaik antara risiko dan manfaat keselamatan yang diterima oleh pasien.
Kualitas perawatan telah menjadi fokus yang sangat penting di bidang perawatan
kesehatan primer untuk beberapa waktu dan pekerjaan ini terkait dengan perbaikan hasil yang
cukup besar pada pasien. Dalam bidang ini, pemeriksaan keselamatan pasien baru saja
muncul sebagai fokus yang berbeda selama dekade terakhir. Ada kesadaran yang meningkat
bahwa risiko yang teridentifikasi di sektor perawatan akut terwujud dalam berbagai cara
dalam perawatan kesehatan primer. Solusi yang dikembangkan dalam perawatan akut belum
tentu berlaku di sini. Praktisi perawatan kesehatan primer dapat belajar dari sektor perawatan
akut, namun juga perlu memeriksa secara seksama proses dan sistem mereka sendiri untuk
mengidentifikasi risiko pasien tertentu dan solusi yang mungkin terjadi.

Referensi

Herawati, Y. T. (2015). BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP


RUMAH SAKIT X KABUPATEN JEMBER. Jurnal IKESMA , 11 (1), 54.

Iskandar, E. (2017). Tata Kelola dan Kepatuhan Penerapan Standar Patient Safety Penyakit
Stroke di Rumah Sakit Dr. Kanujoso Djatiwibowo Tahun 2015. Jurnal ARSI , 169.

Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien. Jakarta: Kemenkes RI; 2017

Lombogia A, Julia R, Michael K. 2016. Hubungan Perilaku dengan Kemampuan Perawat


dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient safety) di Ruang Akut Instalasi
Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Ejournal Keperawatan (e-
Kp). 4(2):1-8. [diakses 12 November 2020] available at:
https://ejournal.unsrat.ac.id.

Menteri Kesehatan RI. 2017. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien. Lembaran Negara RI Tahun 2017, No. 308. Dirjen Kemenkumham RI.
Jakarta.

Neri, R. A., Lestari, Y., & Yetti, H. (2018). ANALISIS PELAKSANAAN SASARAN
KESELAMATAN PASIEN DI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PADANG PARIAMAN. Jurnal Kesehatan Andalas , 7 (4), 48.

Rachmawati, A. R., Wigati, P. A., & Sriatmi, A. (2017). ANALISIS PELAKSANAAN


TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
, 5 (1), 2.

Salawati, L. (2020). PENERAPAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT . Jurnal


Averrous , 6 (1), 100-103.

Simamora, R. H., & Fathi, A. (2019). The Influence Of Training Handover Based SBAR
Communication For Improving Patients Safety. Indian journal of public health
research & development, 10(9), 1280-1285.

Tutiany, Lindawati, & Kristanti, P. (2017). MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN. Jakarta:


BPPSDMK KEMENKES RI.

Yarnita, Y. (2018). ANALISIS HUBUNGAN SIKAP PERAWAT DENGAN BUDAYA


KESELAMATAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RSUD ARIFIN
ACHMAD PROVINSI RIAU. Jurnal Photon , 8 (2), 81.

Anda mungkin juga menyukai