Anda di halaman 1dari 14

1. Judul masing-masing BAB 1-6?

a. Konsep keselamatan pasien


b. Standar, langkah-langkah dan kebijakan yang mendukung keselamatan pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan
a. Komunikasi antar Anggota Tim Kesehatan, Monitoring Evaluasi Keselamatan
Pasien dan Peran Perawat dalam Keselamatan Pasien
b. Konsep infeksi nosokomial, pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan
c. Sasaran keselamatan pasien
d. Praktik sasaran keselamatan pasien

2. Tiap bab berisi berapa topik? Dan jelaskan judul masing-masing topik pada tiap bab
tersebut!
e. Konsep keselamatan pasien
1) Keselamatan pasien menurut Emanuel (2008) yang menyatakan bahwa
keselamatan pasien merupakan disiplin ilmu disektor perawatan kesehatan yang
menerapkan metode ilmu kesehatan menuju tujuan mencapai sistem
penyampaian layanan kesehatan yang dapat dipercaya. Tujuan dari bidang
keselamatan pasien adalah untuk meminimalkan kejadian buruk dan
menghilangkan kerusakan yang dapat dicegah dalam perawatan kesehatan.
Keselamatan pasien dan kualitas pasien adalah jantung dari penyampaian
layanan kesehatan. Untuk setiap pasien, yang merawat anggota keluarga dan
professional kesehatan, keselamatan sangat penting untuk penegakan diagnosa,
tindakan kesehatan dan perawatan. Dokter, perawat dan semua orang yang
bekerja di sistem kesehatan untuk semua orang yang membutuhkannya. Telah
ada investigasi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir dalam
peningkatan layanan, peningkatan kapasitas sistem, perekrutan professional
yang sangat terlatih dan penyediaan teknologi dan perawatan baru. Namun
sistem kesehatan di seluruh dunia, profesional layanan kesehatan yang tidak
kompeten, tata pemerintah yang buruk dalam pemberian layanan kesehatan,
kesalahan dalam diagnosis dan perawatan dan ketidakpatuhan terhadap standar
(Commission on Patient Safety & Quality Assurance, 2008)
Istilah insiden keselamatan pasien : IKP (setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi harm yang tidak seharusnya terjadi), KTD
(kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan atau karena tidak bertindak, bukan karena atau kondisi pasien,
KNC (insiden yang belum sampai terpapar ke pasien tidak menyebabkan cedera
pada pasien), KTC (insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak
menimbulkan cedera, dapat terjadi karena keberuntungan atau peringanan),
KPC (kondisi yang berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden), Kejadian sentimental (KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh
yang salah)
2) Enam elemen keselamatan pasien dari Vincent (2010) yang mempengaruhi
keselamatan pasien : faktor organisasi dan manjemen, faktor lingkungan kerja,
faktor tim, faktor individu, karakteristik pasien dan faktor lingkungan pasien.
Faktor-faktor ini menyebar diantara tiga domain : sistem untuk tindakan
terapeutik, orang-orang yang bekerja di bidang perawatan kesehatan dan orang-
orang yang menerimanya atau memilih saham dalam ketersediaannya. Tahap
pertama pelaksanaan formasi akreditasi telah difokuskan pada pengembangan
seperangkat standar pelayanan kesehatan keselamatan dan mutu nasional. Draft
standar berfokus pada area yang penting untuk meningkatkan keselamatan dan
kualitas perawatan bagi pasien dengan memberikan pernyatan eksplisit tentang
tingkat keselamatan dan kualitas perawatan yang diharapakan yang akan
diberikan kepada pasien oleh organisasi layanan kesehatan. Standar tersebut
juga menyediakan sarana untuk menilai kerja organisasi. Draft standar telah
dikembangkan untuk tata kelola untuk keselamatan dan mutu dalam organisasi
pelayanan kesehatan, infeksi terkait kesehatan, keamanan obat, identifikasi
pasien dan prosedur pencocokan dan timbang terima. Manajemen resiko adalah
proses dimana kita mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat membantu dalam
memberikan perawatan yang sangat baik, aman, efisien dan efektif. Resiko
dapat terjadi dalam berbagai cara, misalnya akibat dari perubahan bagaimana
atau dimana kita memberikan layanan. Tujuan pengelolaan resiko adalah untuk
memastikan resiko ini diidentifikasi sejat dini, dinilai sebagai cara terbaik untuk
mengelola atau mengendalikan dan untuk mengurangi pengaruhnya.
f. Standar, langkah-langkah dan kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
di fasilitas pelayanan kesehatan
1) Standar keselamatan pasien : hak pasien untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terhadap
insiden ; mendidik pasien dan keluarga dengan memberikan informasi
yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban dan tanggung
jawab pasien dan keluarga, mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang
tidak dimengerti, memahami dan menerima konsekuensi pelayanan, mematuhi
instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan kesehatan, memperlihatkan
sikap menghormati dan tenggang rasa, memenuhi kewajiban finansial yang
disepakati ; Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan (Standarnya adalah
fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan) ;
Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien ; Penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien ;
peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien ; mendidik staf
tentang keselamatan pasien.
2) Langkah-langkah menuju keselamatan pasien : penatalaksanaan patient
safety dalam fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan secara optimal
hal ini dapat diketahui dari masih adanya indikator pelaksanaan patient
safety yang dilakukan. Hambatan yang dirasakan dalam pelaksanaan
patient safety adalah kurangnya pengetahuan terhadap pentingnya patient
safety serta kuantitas baik sumber daya manusia maupun sarana dan
prasarananya. Dengan 7 langkah menuju keselamatan pasien, fasilitas
pelayanan kesehatan diharapkan dapat memperbaiki keselamatan pasien,
melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan
7 langkah ini akan membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan
seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar bisa segera
diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah ini juga bisa membantu
fasilitas pelayanan kesehatan mencapai sasaran-sasaran untuk tata kelola
klinik, manajemen resiko dan pengendalian mutu.
3) Kebijakan keselamatan pasien di pelayanan kesehatan : keselamatan
pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama
dalam pelayanan kesehatanagar memperoleh pelayanan kesehatanyang
bermutu dan aman. Indonesia salah satu negara yang menerapkan
keselamatan pasien sejak 2005 dengan didirikannya Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI). Dalam perkembangannya Komite Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) Departemen Kesehatan menyusun Standar Keselamatan
Pasien Rumah Sakit dalam instrument Standar Akreditasi Rumah Sakit.
Peraturan perundang-undangan memberikan jaminan kepastian
perlindungan hukum terhadap semua komponen yang terlibat dalam
keselamatan pasien, yaitu pasien itu sendiri, sumber daya manusia di
rumah sakit, dan masyarakat. Ketentuan mengenai keselamatan pasien
dalam peraturan perundang-undangan memberikan kejelasan atas
tanggung jawab hukum bagi semua komponen tersebut.

g. Komunikasi antar Anggota Tim Kesehatan, Monitoring Evaluasi Keselamatan


Pasien dan Peran Perawat dalam Keselamatan Pasien
1) Komunikasi antar anggita tim kesehatan : komunikasi yang efektif sangat
penting selama banyak sekali interaksi yang terjadi di antara petugas layanan
kesehatan setiap hari. Staf harus tahu bagaimana berkomunikasi secara efektif
dan bekerja sama dalam tim sehingga informasi yang tepat dibagikan tepat
waktu. Saat komunikasi efektif tidak ada, perawatan pasien terganggu.
2) Monitoring evaluasi keselamatan pasien.
3) Peran perawat dalam keselamatan pasien : perawat berada dalam peran yang
sulit karena harus mengkoordinasikan kegiatan dengan dokterdan administrator
yang lebih bertenaga dan memiliki status lebih dalam sistem medis.
Memberikan proses untuk mengoptimalkan untuk memastikan bahwa
pandangan kepemimpinan keperawatan yang kuat diperlukan untuk memastikan
bahwa pandangan perawat terhadap masalah keselamatan pasien didengar.
Kepemimpinan keperawatan membawa perspektif unik pada dialog tentang
keselamatan pasien karena sedikit pemimpin dalam perawatan kesehatan
diperlengkapi dengan lebih baik atau lebih mengenal keseluruhan sistem dan
bagaimana bagian-bagian bekerja dan berhubungan secara keseluruhan
(Commission on Patient Safety and Quality Assurance, 2008)
h. Konsep infeksi nosokomial, pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan
1) Konsep dasar infeksi : infeksi merupakan keadaan yang disebabkan oleh
mikroorganisme pathogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi terkait
pelayanan kesehatan yang disingkai HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada
pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi,
termasuk infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga
kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Infeksi nosokomial disebut juga dengan HAIs. Dampak infeksi dapat
menyebabkan kecacatan fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan
cacat yang permanen serta kematian, dampak tertinggi pada negara
berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi, meningkatkan biaya
kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan lama
perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obatan mahal dan
penggunaan pelayanan lainnya serta tuntutan hukum.
2) Pencegahan dan pengendalian infeksi di pelayanan kesehatan dengan mencuci
tangan 5 momen (sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptic,
setelah kontak darah dan cairan tubuh, setelah kontak dengan pasien, dan
setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien), alat pelindung diri (sarung
tangan, masker, gaun pelindung, sepatu pelindung, topi pelindung),
penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien,
etika batuk dan bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik lumbal yang
aman.

i. Sasaran keselamatan pasien


Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki untuk meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran I
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir
semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa
terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi,
tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan
sensori, atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama,
untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan
lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal
lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi.
Kebijakan dan/ atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di
lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat
darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas.
Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat
diidentifikasi.
Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Standar SKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan.
Maksud dan Tujuan Sasaran II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang
mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium
klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (memasukkan ke
komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;
kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan
bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Standar SKP III
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-
obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Maksud dan Tujuan Sasaran III
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Soun Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%,
dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat
tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat
kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan
gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi
kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang
perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan
pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di
rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang
membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta
pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area
tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati.
Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi
Standar SKP IV
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi,
tepat-prosedur, dan tepat- pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran IV
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien pada operasi, adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat
dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak
ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang
tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan
pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang
digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di
The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien
dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan
secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan
melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan,
dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality),
multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
1) memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
2) memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
3) melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/ atau implant-
implant yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat
sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit
menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan checklist.
Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Standar SKP V
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan Sasaran V
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien
maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada
aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan
dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO,
dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses
kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/ atau prosedur yang menyesuaikan
atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk
implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Standar SKP VI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari
cedera karena jatuh.
Maksud dan Tujuan Sasaran VI
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan
fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil
tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk
riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program
tersebut harus diterapkan rumah sakit.

j. Praktik sasaran keselamatan pasien


Elemen Penilaian Sasaran I
1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.
2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/ prosedur.
5) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.
Elemen Penilaian Sasaran II
1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara
lengkap oleh penerima perintah.
3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.
4) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
Elemen Penilaian Sasaran III
1) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2) Implementasi kebijakan dan prosedur.
3) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang
kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label
yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Elemen Penilaian Sasaran IV
1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen
serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk
prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Elemen Penilaian Sasaran V
1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3) Kebijakan dan/ atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian Sasaran VI
1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh
dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi
atau pengobatan, dan lain-lain.
2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

3. Buatlah 4 pertanyaan serta jawabannya untuk tiap topik!


a. Konsep keselamatan pasien
1) Para perawat di ruang interne selalu melakukan prosedur meminringkan pasien
pada pasien yang tirah baring. Hal ini sesuai dengan tujuan : pencegahan ulkus
tekanan.
2) Penerapan pertimbangan keselamatan pasien dalam semua kegiatan pelayanan
pasien dapat dilakukan melalui : manajemen resiko.
3) Kegiatan pengendalian infeksi mana yang harus didelegasikan ke asisten
perawat berpengalaman : desinfeksi manset pengukur tekanan darah setelah
klien dipulangkan.
4) Pasien A mengalami amputasi pada ekstremitas kanannya sebatas patella, tetapi
ternyata yang seharusnya di amputasi adalah ekstremitas kirinya. Kejadian ini
termasuk : kejadian sentinel.
b. Standar, langkah-langkah dan kebijakan yang mendukung keselamatan pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan
1) Salah satu peran perawat adalah menjaga kerahasiaan kondisi kesehatan pasien.
Apakah tujuan dari peran perawat tersebut : memenuhi hak pasien.
2) Keselamatan pasien adalah memberikan asuhan keperawatan yang aman dan
bermutu. Apakah yang harus diperhatikan oleh perawat sebelum melakukan
tindakan keperawatan : SOP.
3) Pastikan staf mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal) maupun
eksternal (nasional). Karena laporan berdampak penting untuk pembelajaran.
Insiden yang seperti apakah yang harus dilaporkan : kejadian yang sudah terjadi
maupun yang sudah dicegah.
4) Sistem keselamatan pasien yaitu dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman yaitu : pelaporan dan analisis insiden.
5) Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien dilakukan melalui : program
akreditasi rumah sakit.
c. Komunikasi antar Anggota Tim Kesehatan, Monitoring Evaluasi Keselamatan
Pasien dan Peran Perawat dalam Keselamatan Pasien
1) Perawat A mendapat order melalui telepon dari Dokter S. Karena pasien penuh
dan perawat A hanya bertugas berdua saja, perawat A lupa menuliskan dalam
catatan keperawatan. Dokter S menginstruksikan untuk memberikan obat anti
alergi untuk pasien B, yang seharusnya untuk pasien C, yang mengakibatkan
pasien B mengalami shock anafilatik. Keesokan harinya Dokter S mengingkari
bahwa telah meresepkan obat tersebut dan perawat A tidak mempunyai bukti
tertulis dari order tersebut. Masalah ini termasuk hambatan komunikasi tenaga
kesehatan : tidak ada aturan untuk pengiriman informasi secara lisan.
2) Pasien K bertanya pada Perawat U tentang informasi dokter yang akan
membedahnya dan diberitahu bahwa dokter S yang akan melakukannya. Pada
saat memasuki ruangan persiapan pasien K didatangi oleh seorang dokter yang
menjelaskan tentang prosedur yang akan dilalui tanpa mengenalkan diri. Pasien
K bertanya siapa dokter itu dan dijawab oleh perawat ruangan penerimaan yaitu
dokter H. Pasien K menjadi marah karena merasa dipermainkan. Kejadian ini
tidak akan terjadi jika pasien K diinformasikan tentang : nama, jabatan,
kualifikasi dan pengalaman tenaga kesehatan yang memberikan terapi dan
perawatan.
3) Apabila tejadi KTD misalnya tertinggal kasa dalam abdomen paca laparatomi
tetapi tenaga kesehatan terkait langsung mengakui dan menyampaikan kepada
keluarga pasien sedini mungkin, maka hal tersebut sesuai dengan 8 prinsip
pemberian informasi insiden yaitu : pengakuan.
4) Perawat berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan utama mengenaik
intervensi medis yang ditentukan untuk klien. Pernyataan manakah yang paling
mewakili hubungan kolaboratif : “Saya khawatir dengan tekanan darah Bapak,
tidak berkurang bahkan dengan obat hipertensi”

d. Konsep infeksi nosokomial, pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas


pelayanan kesehatan
1) Penyebab utama timbulnya penyebaran infeksi di RS karena kegagalan petugas
kesehatan dalam : kebersihan tangan.
2) Who merekomendasikan gerakan mencuci tangan dalam berapa langkah : 6
langkah.
3) Melakukan cuci tangan dengan antiseptic membutuhkan waktu 20-30 detik.
4) Dalam 5 momen kapan perawat mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir : saat terkena cairan tubuh pasien.

e. Sasaran keselamatan pasien


1) Seorang perempuan usia 60 tahun keadaan umum lemah, kesadaran apatis
mendapat obat diuretic, terpasang kateter urin berwarna kuning jernih. Untuk
menghindari resiko jatuh perawat melakukan tindakan pengurangan resiko jatuh
yaitu : memasang rell side tempat tidur.
2) Tindakan yang termasuk assessment resiko jatuh yaitu : memonitor pasien yang
beresiko jatuh dengan ketat.
3) Seorang perempuan usia 65 tahun keadaan umum lemah, mendapat obat
diuretic, terpasang kateter warna urin kuning pekat. Perawat akan memeriksa
resiko jatuh pada pasien menggunakan skala : skala penilaian jatuh geriatric.
4) Perawat A menyiapkan pemberian obat antibiotic kapsul untuk seorang pasien.
Di lemari obat pasien, perawat A mengenali bentuk dan warna kapsul, tetapi
dosis kapsul tersebut tidak tercantum pada bungkusnya. Perawat A harus :
menghubungi petugas farmasi untuk dosis yang baru dan lengkap dengan
labelnya.

Anda mungkin juga menyukai