Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien menurut WHO adalah tidak adanya bahaya yang
mengancam kepada pasien selama proses pelayanan kesehatan. Keselamatan
pasien merupakan hal penting dalam pelayanan kesehatan (Hadi, 2017).
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien
lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (Permenkes, 2017).
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja
dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi menimbulkan cedera yang
dapat dicegah pada pasien. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pelayanan
Kesehatan, angka kejadian insiden keselamatan pasien yang terlaporkan di
Indonesia sampai Tahun 2019 sudah mencapai 10.570 kasus. Di samping itu,
menurut data dari WHO, terdapat 134 juta kejadian buruk setiap tahun di
rumah sakit LMICs, yang berkontribusi pada 2.6 juta kematian akibat
perawatan yang tidak aman. (Adriansyah dkk, 2021)
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang
perlu ditangani segera di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia maka
diperlukan standar, langkah-langkah dan kebijakan keselamatan pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan yang akan menjadi acuan bagi petugas pelayanan
di fasilitas kesehatan terutama dalam pelayanan kebidanan.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang
menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana Standar,
Langkah-Langkah dan Kebijakan Keselamatan Pasien di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan khususnya dalam pelayanan kebidanan?”.

C. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana standar, langkah-langkah dan kebijakan
keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan khususnya dalam
pelayanan kebidanan.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui standar keselamatan pasien di fasilitas kesehatan
2. Untuk mengetahui langkah-langkah keselamatan pasien di fasilitas
kesehatan
3. Untuk mengetahui kebijakan keselamatan pasien di fasilitas kesehatan
4. Untuk mengetahui peran bidan dalam penerapan patient safety untuk
percepatan penurunan AKI dan AKB

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Keselamatan Pasien di Fasilitas Kesehatan


Standar adalah suatu pernyataan atau kriteria yang mencerminkan
kualitas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar adalah ukuran
tertentu yang dipakai sebagai patokan (Nugrahaeni, 2020).
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien
lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (Permenkes, 2017).
Standar Keselamatan Pasien diperlukan sebagai acuan bagi fasilitas
kesehatan yang wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi.
Merurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien BAB III Penyelenggaraan
Keselamatan Pasien Pasal 5 Ayat 4, standar keselamatan pasien ada 7 yaitu :
1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan, dan perkiraan biaya pengobatan.
Kriteria standar hak pasien meliputi:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Rencana pelayanan dibuat oleh dokter penanggung jawab pelayanan
c. Penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
dilakukan oleh dokter penanggung jawab pelayanan.
(Permenkes, 2017).

3
2. Pendidikan bagi pasien dan keluarga
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses
pelayanan. Karena itu, di fasilitas pelayanan kesehatan harus ada sistem
dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. (Permenkes, 2017).
Kriteria Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga meliputi:
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi nasihat dokter dan menghormati tata tertib fasilitas
pelayanan kesehatan
f. Memperlihatkan sikap saling menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
(Permenkes, 2017).
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Merupakan upaya fasilitas pelayanan kesehatan di bidang
keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan (Permenkes, 2017).
Kriteria standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan
meliputi :
a. Pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, pemindahan pasien, rujukan, dan saat pasien keluar dari
fasilitas pelayanan kesehatan
b. Koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan

4
c. Koordinasi pelayanan dalam meningkatkan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi, rujukan, dan tindak lanjut lainnya
d. Komunikasi dan penyampaian informasi antar profesi kesehatan
sehingga tercapai proses koordinasi yang efektif
(Permenkes, 2017).
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
peningkatan keselamatan pasien
Merupakan kegiatan mendesain proses baru atau memperbaiki
proses yang telah ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta Keselamatan Pasien. (Permenkes, 2017).
Kriteria standar penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan Keselamatan Pasien meliputi :
a. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses
perancangan (desain) yang baik
b. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan
data kinerja yang antara lain terkait dengan pelaporan insiden,
akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, dan keuangan
c. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi semua
insiden dan secara proaktif melakukan evaluasi 1 (satu) proses kasus
risiko tinggi setiap tahun
d. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data
dan informasi hasil evaluasi dan analisis untuk menentukan
perubahan sistem (redesain) atau membuat sistem baru yang
diperlukan, agar kinerja dan Keselamatan Pasien terjamin.
Proses perancangan desain yang baik dilakukan dengan mengacu
pada visi, misi, dan tujuan fasilitas pelayanan kesehatan, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis
yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien. (Permenkes, 2017).

5
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Merupakan kegiatan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dalam :
a. Mendorong dan menjamin implementasi Keselamatan Pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah
menuju Keselamatan Pasien
b. Menjamin berlangsungnya kegiatan identifikasi risiko Keselamatan
Pasien dan menekan atau mengurangi insiden secara proaktif
c. Menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang Keselamatan Pasien
d. Mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan
serta meningkatkan Keselamatan Pasien
e. Mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi setiap unsur dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan
Pasien.
(Permenkes, 2017)
Kriteria standar peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan
Pasien meliputi :
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola Keselamatan Pasien
b. Tersedia kegiatan atau program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan Insiden
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam
Keselamatan Pasien
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap Insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko, dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
Insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
analisis akar masalah Kejadian Nyaris Cedera (KNC), KTD, dan
kejadian sentinel pada saat Keselamatan Pasien mulai dilaksanakan

6
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis Insiden, atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian sentinel
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan
dengan pendekatan antar disiplin
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan
Keselamatan Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan
sumber daya tersebut
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
fasilitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
(Permenkes, 2017).
6. Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien
Merupakan kegiatan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien. (Permenkes, 2017).
Kriteria Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien
meliputi :
a. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki program
pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat ubli
Keselamatan Pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing
b. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus mengintegrasikan ubli
Keselamatan Pasien dalam setiap kegiatan pelatihan/magang dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan Insiden
c. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan
tentang kerjasama tim (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien
(Permenkes, 2017).

7
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Merupakan kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan dalam
merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi Keselamatan
Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal yang
tepat waktu dan akurat (Permenkes, 2017).
Kriteria standar komunikasi memiliki :
a. Tersedianya anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan Keselamatan Pasien
b. Tersedianya mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
(Permenkes, 2017).

B. Langkah – Langkah Keselamatan Pasien di Fasilitas Kesehatan


Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat
menilai kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih
aman. Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien Fasilitas
pelayanan Kesehatan dapat memperbaiki keselamatan pasien, melalui
perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh
langkah ini akan membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan
seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar bisa segera
diambil tindakan yang tepat (Permenkes, 2017).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien BAB III Penyelenggaraan
Keselamatan Pasien Pasal 5 Ayat 6, langkah-langkah keselamatan pasien ada
7 yaitu :
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien
Segala upaya harus dikerahkan di Fasilitas pelayanan Kesehatan
untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan tidak menyalahkan
sehingga aman untuk melakukan pelaporan. (Permenkes, 2017).

8
Dimasa lalu sangat sering terjadi reaksi pertama terhadap insiden
di
Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah menyalahkan staf yang terlibat, dan
dilakukan tindakan-tindakan hukuman. Hal ini, mengakibatkan staf
enggan
melapor bila terjadi insiden. Penelitian menunjukkan kadang-kadang staf
yang terbaik melakukan kesalahan yang fatal, dan kesalahan ini berulang
dalam lingkungan Fasilitas pelayanan Kesehatan. (Permenkes, 2017).
Oleh karena itu, diperlukan lingkungan dengan budaya adil dan
terbuka sehingga staf berani melapor dan penanganan insiden dilakukan
secara sistematik. Dengan budaya adil dan terbuka ini pasien, staf dan
Fasilitan Kesehatan akan memperoleh banyak manfaat (Permenkes, 2017).
Kegiatan yang dilaksanakan:
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus dilakukan
oleh staf apabila terjadi insiden, bagaimana dilakukan investigasi dan
dukungan apa yang harus diberikan kepada pasien, keluarga, dan staf.
b. Pastikan dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran
individu dan akuntabilitasnya bila terjadi insiden.
c. Lakukan public budaya keselamatan untuk menilai budaya pelaporan
dan pembelajaran di Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
(Permenkes, 2017)
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Pastikan teman anda merasa mampu berbicara tentang pendapatnya
dan membuat laporan apabila terjadi insiden.
b. Tunjukkan kepada tim anda tindakan-tindakan yang sudah dilakukan
oleh Fasilitas pelayanan Kesehatan menindak lanjuti laporan-laporan
tersebut secara adil guna pembelajaran dan pengambilan keputusan
yang tepat.
(Permenkes, 2017)

9
2. Memimpin dan mendukung staf
Keselamatan pasien melibatkan setiap orang dalam Fasilitas
pelayanan Kesehatan. Membangun budaya keselamatan sangat tergantung
kepada kepemimpinan yang kuat dan kemampuan organisasi
mendengarkan pendapat seluruh anggota (Permenkes, 2017).
Kegiatan yang dilaksanakan :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pastikan ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang
keselamatan pasien. Anggota eksekutif di rumah sakit merupakan
jajaran direksi rumah sakit yang meliputi kepala atau direktur rumah
sakit dan pimpinan unsur-unsur yang ada dalam struktur organisasi
rumah sakit, sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama merupakan jajaran pimpinan organisasi jenis fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b. Tunjuk penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit.
c. Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-pertemuan
pada tingkat manajemen dan unit.
d. Masukkan keselamatan pasien ke dalam program-program pelatihan
bagi staf dan pastikan ada pengukuran terhadap efektifitas pelatihan-
pelatihan tersebut.
(Permenkes, 2017).
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Calonkan penggerak/champion untuk keselamatan pasien
b. Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada anggota unit anda.
c. Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda sehingga staf
merasa dihargai dan merasa mampu berbicara apabila mereka
berpendapat bahwa insiden bisa terjadi
(Permenkes, 2017).

10
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan
mengindentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan. Sistem manajemen
risiko akan membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan mengelola insiden
secara efektif dan mencegah kejadian berulang kembali. Keselamatan
pasien adalah komponen kunci dari manajemen risiko, dan harus di
integrasikan dengan keselamatan staf, manajemen public, penanganan
litigasi dan klaim serta risiko keuangan dan lingkungan. Sistem
manajemen risiko ini harus di dukung oleh strategi Fasilitas pelayanan
Kesehatan, yang mencakup progam- program asesmen risiko secara pro-
aktif dan risk register (Permenkes, 2017).
Kegiatan yang dilaksanakan :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis
dan non klinis, dan pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan
keselamatan pasien dan staf public dan risiko keuangan serta
lingkungan.
b. Kembangkan indikor-indikator kinerja untuk sistem manajemen risiko
anda sehingga dapat di monitor oleh pimpinan.
c. Gunakan informasi-informasi yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko untuk perbaikan pelayanan pasien secara
pro-aktif.
(Permenkes, 2017)
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Giatkan forum-forum diskusi tentang isu-isu manajemen risiko dan
keselamatan pasien, berikan feedback kepada manajemen.
b. Lakukan asesmen risiko pasien secara individual sebelum dilakukan
tindakan

11
c. Lakukan proses asesmen risiko secara public untuk tiap jenis risiko
dan lakukan tindaka-tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya.
d. Pastikan asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam proses
asesmen risiko di tingkat organisasi dan risk register.
(Permenkes, 2017)

4. Mengembangkan sistem pelaporan


Sistem pelaporan sangat vital di dalam pengumpulan informasi
sebagai dasar analisa dan penyampaikan rekomendasi. Pastikan staf anda
mudah untuk melaporkan insiden secara internal maupun eksternal
(nasional) (Permenkes, 2017).
Kegiatan yang dilaksanakan :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan:
Bangun dan implementasikan sistem pelaporan yang menjelaskan
bagaimana dan cara Fasilitas pelayanan Kesehatan melaporkan insiden
secara nasional ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
Dorong kolega anda untuk secara aktif melaporkan insiden-insiden
keselamatan pasien baik yang sudah terjadi maupun yang sudah di cegah
tetapi bisa berdampak penting untuk pembelajaran. Panduan secara detail
tentang sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan di susun oleh
Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) .
(Permenkes, 2017)

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien


Peran aktif pasien dalam proses asuhannya harus diperkenalkan
dan di dorong. Pasien memainkan peranan kunci dalam membantu
penegakan diagnosa yang akurat, dalam memutuskan tindakan pengobatan
yang tepat, dalam memilih fasilitas yang aman dan berpengalaman, dan
dalam mengidentifikasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) serta

12
mengambil tindakan yang tepat. Kembangkan cara-cara berkomunikasi
cara terbuka dan mendengarkan pasien (Permenkes, 2017).

Kegiatan yang dilaksanakan :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Kembangkan kebijakan yang mencakup komunikasi terbuka dengan
pasien dan keluarganya tentang insiden yang terjadi
b. Pastikan pasien dan keluarganya mendapatkan informasi apabila
terjadi insiden dan pasien mengalami cidera sebagai akibatnya.
c. Berikan dukungan kepada staf, lakukan pelatihan-pelatihan dan
dorongan agar mereka mampu melaksanakan keterbukaan kepada
pasien dan keluarganya .
(Permenkes, 2017)
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Pastikan anggota tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien
dan keluargannya secara aktif waktu terjadi insiden.
b. Prioritaskan kebutuhan untuk memberikan informasi kepada pasien
dan keluarganya waktu terjadi insiden, dan berikan informasi yang
jelas, akurat dan tepat waktu
c. Pastikan pasien dan keluarganya menerima pernyataan ”maaf” atau
rasa keprihatinan kita dan lakukan dengan cara terhormat dan
simpatik.
(Permenkes, 2017)

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien


Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan
siapa yang harus disalahkan tetapi bagaimana dan mengapa insiden itu
terjadi. Salah satu hal yang terpenting yang harus kita pertanyakan adalah
apa yang sesungguhnya terjadi dengan sistem kita ini. Dorong staf untuk
menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang bagaimana
dan mengapa terjadi insiden (Permenkes, 2017).

13
Kegiatan yang dilaksanakan :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Yakinkan staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden secara
tepat sehingga bisa mengidentifikasi akar masalahnya.
b. Kembangkan kebijakan yang mencakup kriteria kapan fasilitas
pelayanan kesehatan harus melakukan Root Cause Analysis (RCA).
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Lakukan pembelajaran di dalam lingkup unit anda dari analisa insiden
keselamatan pasien.
b. Identifikasi unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan
berbagilah proses pembelajaran anda secara luas.
(Permenkes, 2017)

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien


Salah satu kekurangan Fasilitas pelayanan Kesehatan di masa lalu
adalah ketidakmampuan dalam mengenali bahwa penyebab kegagalan
yang terjadi di satu Fasilitas pelayanan Kesehatan bisa menjadi cara untuk
mencegah risiko terjadinya kegagalan di Fasilitas pelayanan Kesehatan
yang lain (Permenkes, 2017).
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses
atau sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan
Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya
dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama
(Permenkes, 2017).
Kegiatan yang dilaksanakan :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Gunakan informasi yang berasal dari sistem pelaporan insiden,
asesmen risiko, investigasi insiden, audit dan analisa untuk

14
menetapkan solusi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hal ini mencakup
redesigning system dan proses, penyelarasan pelatihan staf dan
praktek klinik
b. Lakukan asesmen tentang risiko-risiko untuk setiap perubahan yang
direncanakan.
c. Monitor dampak dari perubahan-perubahan tersebut
d. Implementasikan solusi-solusi yang sudah dikembangkan eksternal.
Hal ini termasuk solusi yang dikembangkan oleh KNKP atau Best
Practice yang sudah dikembangkan oleh Fasilitas Klesehatan lain
(Permenkes, 2017)
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Libatkan tim anda dalam pengambangan cara-cara agar asuhan pasien
lebih baik dan lebih aman.
b. Kaji ulang perubahan-perubahan yang sudah dibuat dengan tim anda
untuk memastikan keberlanjutannya
c. Pastikan tim anda menerima feedback pada setiap followup dalam
pelaporan insiden.
(Permenkes, 2017).

Langkah Penerapan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions”


WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tahun 2007 resmi
menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (Sembilan Solusi
Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) mendorong rumah sakit di Indonesia untuk menerapkan “Sembilan
Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit”, langsung atau bertahap, sesuai
dengan kemampuan dan kondisi rumah sakit masing-masing yaitu :
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM/Look-Alike,
Sound-Alike Medication Names)
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM) yang membingungkan staf
pelaksana, adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan
obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh

15
dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka
sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan, akibat bingung terhadap
nama merek serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau
penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep
Contoh: SPO penyimpanan obat NORUM /LASA dimana harus diselang 2
obat lain, PEMBERIAN LABEL LASA, mengeja nama obat dan dosis
NORUM/ LASA pada komunikasi (Kemenkes, 2017).
2. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus-menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar, sering mengarah pada kesalahan pengobatan, transfusi
maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang;
penyerahan bayi kepada yang bukan keluarganya, dan sebagainya.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas
pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standarisasi dalam
metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan
kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta
penggunaan SPO untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama
yang sama (Kemenkes, 2017).
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien,
rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan SPO untuk mengkomunikasikan informasi yang
bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya
dan menyampaikan pertanyaan- pertanyaan pada saat serah terima.
(Kemenkes, 2017)
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.

16
Penyimpangan ini seharusnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan
pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah
sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya
informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak
kontribusinya terhadap kesalahan macam ini adalah tidak ada atau
kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah
untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan
proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang
akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya
tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah
(Kemenkes, 2017).
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat
standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas
penyimpanan , pelabelan dan pengenceran cairan elektrolit pekat yang
spesifik (Kemenkes, 2017).
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik
transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yang
paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima
pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan
dengan daftar saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan
bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar
tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan (Kemenkes, 2017).
7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).

17
Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan medikasi
atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila
sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar, dan bilamana menyambung alat-alat kepada
pasien, misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar)
(Kemenkes, 2017).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan
HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas
layanan kesehatan; pelatihan para petugas di lembaga-lembaga layanan
kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi
terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui
darah; dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman (Kemenkes,
2017).
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-sakit. Kebersihan tangan
yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan
masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi
penggunaan cairan, seperti hand-rubs, dan sebagainya. Yang disediakan
pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran,
pendidikan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar,
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/ observasi
dan tehnik yang lain (Kemenkes, 2017).

18
C. Kebijakan Keselamatan Pasien di Fasilitas Kesehatan
1. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a. Pasal 43 UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
1) Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam
rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) Rumah Sakit melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada
komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh
menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara publik dan
ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien.
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang
keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan yang terkait risiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden
5) Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan risiko
(Kemenkes, 2017)
b. Kebijakan Departemen Kesehatan tentang keselamatan pasien rumah
sakit
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit.

19
2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
3) Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD).
4) Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.
c. Kebijakan keselamatan pasien di rumah sakit antara lain:
1) Rumah Sakit wajib melaksanakan sistem keselamatan pasien.
2) Rumah Sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan
pasien.
3) Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
4) Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan melalui
program akreditasi rumah sakit.
(Kemenkes, 2017)

2. Keselamatan Pasien Dalam Perspektif Hukum Kesehatan


Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah
sebagai berikut:
UU Tentang Kesehatan dan UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan
keselamatan nyawa pasien.”
2) Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
3) Pasal 58 UU No.36/2009
Ayat 1
“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
Pelayanan kesehatan yang diterimanya.”

20
Ayat 2
“…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.”
(Kemenkes, 2017)
b. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
1) Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
2) Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di Rumah Sakit.”
3) Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
c. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien
dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang
dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif. “
(Kemenkes, 2017)
d. Hak Pasien
Hak Pasien
1) Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan
yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional”
2) Pasal 32e UU No.44/2009

21
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif
dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi”

3) Pasal 32j UU No.44/2009


“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternative
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan”
4) Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut
Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan
yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana”
(Kemenkes, 2017)
e. Kewajiban dan Hak Rumah Sakit
1) Berdasarkan Undang – Undang RI no. 44 tahun 2009, rumah sakit
memiliki kewajiban sebagai berikut :
a) Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah
sakit kepada masyarakat
b) Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit
c) Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai
dengan kemampuan pelayanannya
d) Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya
e) Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak
mampu atau miskin

22
f) Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan
fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan
gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan
korban bencana dan kejadian luar biasa atau bakti sosial bagi
misi kemanusiaan
g) Membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien
h) Menyelenggarakan rekam medic
i) Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara
lain sarana ibadah, ublic, ruang tunggu, sarana untuk orang
cacat, wanita menyusui, anak–anak, lanjut usia.
j) Melaksanakan sistem rujukan
k) Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar
profesi dan etika serta peraturan perundang – undangan
l) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
hak dan kewajiban pasien
m) Menghormati dan melindungi hak – hak pasien
n) Melaksanakan etika rumah sakit
o) Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana
p) Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik
secara regional maupun nasional
q) Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik
kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
r) Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit
(hospital by laws).
s) Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua
petugas rumah sakit dalam melaksanakan tugas.
t) Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawan
tanpa rokok.

23
Apabila kewajiban tersebut tidak dapat dijalankan secara baik,
maka rumah sakit akan mendapatkan konsekuensi berupa :
a) Teguran lisan
b) Teguran tertulis
c) Denda dan pencabutan izin rumah sakit
(Kemenkes, 2017)

Dalam Undang – undang ini juga diatur beberapa hal yang menjadi
hak rumah sakit (Pasal 30 UU No. 44 Tahun 2009) sebagai berikut:
a) Menentukan jumlah, jenis dan kualifikasi sumber daya manusia
sesuai dengan klasifikasi rumah sakit
b) Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan
remunerasi, insentif dan penghargaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang –undangan
c) Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan
d) Menerima bantuan dari pihak lin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan
e) Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit ublic dan rumah
sakit pendidikan
(Kemenkes, 2017)

D. Peran Bidan Dalam Penerapan Patient Safety Untuk Percepatan


Penurunan AKI dan AKB
Dalam rangka peringatan “World Patient Safety Day” tanggal 15
September 2021, Laurensia Lawintono M.Sc menyampaikan :
1. Asuhan Kebidanan
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan,
Asuhan Kebidanan adalah rangkaian kegiatan yang didasarkan pada proses
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh Bidan sesuai

24
dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan
kiat Kebidanan.
Tugas dan Wewenang Bidan menurut Undang-Undang No 4 Tahun 2019
yaitu :
a. Pelayanan Kesehatan Ibu
1) Memberikan Asuhan Kesehatan Reproduksi pada remaja
2) Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil
3) Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal
4) Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa persalinan dan
menolong persalinan normal
5) Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa nifas
6) Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil,
bersalin, nifas, dan rujukan
7) Melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada
masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, nifas, serta
asuhan pascakeguguran dan dilanjutkan dg rujukan
(Lawintono, 2021)
b. Pelayanan Kesehatan Anak
1) Memberikan Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir,
bayi, balita, dan anak prasekolah
2) Memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah Pusat
3) Melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita, dan
anak prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan
tumbuh kembang, dan rujukan
4) Memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada bayi
baru lahir dilanjutkan dengan rujukan
(Lawintono, 2021)
c. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Perempuan dan KB
1) Melakukan Komunikasi
2) Memberikan Informasi
3) Melakukan Edukasi

25
4) Melakukan Konseling
5) Memberikan Pelayanan Kontrasepsi
(Lawintono, 2021)
d. Pelaksanaan Tugas berdasarkan pelimpahan wewenang
1) Pelimpahan secara mandat
a) diberikan oleh dokter kepada bidan sesuai kompetensinya.
b) dilakukan secara tertulis
c) tanggung jawab berada pada pemberi pelimpahan wewenang
d) melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala.
2) Pelimpahan secara delegatif
a) diberikan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
kepada bidan
b) diberikan dengan disertai pelimpahan tanggung jawab
e. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
Penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya
tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan lain di suatu wilayah tempat
Bidan bertugas (Lawintono, 2021)

Menurut Kepmenkes No. 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang


Standar Asuhan Kebidanan, bidan memberikan asuhan kebidanan yang
bersifat holistik, humanistik berdasarkan evidence based dengan
pendekatan manajemen asuhan kebidanan, dan memperhatikan aspek fisik,
psikologi, emosional, sosial budaya, spiritual, ekonomi, dan lingkungan
yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan, meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai
kewenangannya. Penyelenggaraan praktik bidan terdapat pada Permenkes
No. 28 tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
(Lawintono, 2021)
Pada Kepmenkes 938/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan :
a. Pengkajian Asuhan Kebidanan
Pernyataan Standar :

26
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Kriteria Pengkajian Asuhan Kebidanan :
1) Data tepat, akurat dan lengkap
2) Terdiri dari Data Subjektif ( hasil Anamnesa; biodata, keluhan
utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial
budaya)
3) Data Objektif (hasil Pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan
penunjang
(Lawintono, 2021)
b. Perumusan Diagnosa atau masalah kebidanan
Pernyataan standar :
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,
menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakan
diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat.
Kriteria Perumusan Diagnosa dan/atau Masalah Kebidanan
1) Diagnosa sesuai dengan nomenklatur Kebidanan
2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien
3) Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan, baik secara
mandiri, kolaborasi, dan rujukan.
(Lawintono, 2021)
c. Perencanaan Asuhan Kebidanan
Pernyataan Standar
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan
masalah yang ditegakkan.
Kriteria Perencanaan Asuhan Kebidanan
1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan
kondisi klien, tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan
secara komprehensif
2) Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga.

27
3) Mempertimbangkan kondisi psikologi dan sosial budaya
klien/keluarga
4) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang
diberikan bermanfaat untuk klien.
5) Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber
daya serta fasilitas yang ada
(Lawintono, 2021)
d. Implementasi Asuhan Kebidanan
Pernyataan standar
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,
efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada
klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
Kriteria Implementasi Asuhan Kebidanan
1) Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial
spiritual-kultural
2) Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien
dan atau keluarganya (inform consent)
3) Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based
4) Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan
5) Menjaga privacy klien/ pasien
6) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan
8) Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan
sesuai
9) Melakukan tindakan sesuai standar
10) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan
(Lawintono, 2021)
e. Evaluasi Asuhan Kebidanan
Pernyataan Standar

28
Bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan berkesinambungan
untuk melihat efektifitas dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai
dengan perubahan perkembangan kondisi klien
Kriteria Evaluasi Asuhan Kebidanan
1) Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan
sesuai kondisi klien
2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien
dan /keluarga
3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
4) Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien
(Lawintono, 2021)
f. Pencatatan Asuhan Kebidanan
Pernyataan standar
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas
mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam
memberikan asuhan kebidanan.
Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan
1) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia (Rekam medis/KMS/Status pasien/buku
KIA)
2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
a) S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
b) O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
c) A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah
kebidanan
d) P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan
antisipatif,tindakan segera, tindakan secara komprehensif ;
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/ follow up dan
rujukan.
(Lawintono, 2021)

29
2. Tujuh Langkah Manajemen Asuhan Kebidanan Varney
a. Pengumpulan Data Dasar
Pengkajian melalui pengumpulan semua data dasar yang diperlukan
untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, peninjauan catatan
terbaru atau catatan sebelumnya dan data laboratorium serta
perbandingannya dengan hasil studi. (Saminem, 2008).
b. Interpretasi data dasar
Dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang
telah dikumpulkan.
c. Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial
Bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, jika
memungkinkan dilakukan pencegahan. Langkah ini menentukan cara
bidan melakukan asuhan yang aman. (Saminem, 2008)
d. Identifikasi Perlunya penanganan segera
Evaluasi perlunya tindakan segera baik oleh bidan, dokter dan atau
konsultasi, kolaborasi dengan nakes lain sesuai kondisi pasien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan proses manajemen
kebidanan (Saminem, 2008).
e. Perencanaan Asuhan Menyeluruh
Tentukan rencana asuhan yang komprehensif yang di dukung rational
yang tepat.
f. Implementasi rencana asuhan secara aman & efisien
Manajemen yang efisien akan menghemat waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu asuhan klien. (Lawintono, 2021)
g. Evaluasi

30
Kefektifan asuhan yang telah diberikan & merevisi sesuai proses
manajemen yang tidak efektif. (Lawintono, 2021)
Langkah ke-3 dan ke-4 adalah bagian dari Risk Manajemen.
(Lawintono, 2021)

3. Peran dan Fungsi Bidan dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
a. Jaga Kesehatan Masyarakat
Melakukan upaya promotif kepada masyarakat
b. Layanan Kesehatan Primer
Praktik Mandiri Bidan
1) Pelayanan kebidanan essensial normal (otonomi/mandiri)
2) Promotif dan Preventif
3) Deteksi dini Resti Maternal Neonatal
4) Stabilisasi pra rujukan & merujuk)
c. Layanan Kesehatan Sekunder
1) Penapisan (skrining) awal kasus & Stabilisasi
2) Kolaborasi penanganan komplikasi dan kegawatdaruratan maternal
neonatal (TIM PONEK)
3) Asuhan lanjut paska tindakan medis pada kasus komplikasi
maternal neonatal (interprofessional health care)
d. Layanan Kesehatan Tersier
1) Penapisan (skrining) awal kasus & Stabilisasi
2) Kolaborasi penanganan komplikasi dan kegawatdaruratan maternal
neonatal kompleks (TIM PONEK)
3) Asuhan lanjut paska tindakan medik pada kasus komplikasi
maternal neonatal yang kompleks (interprofessional health care)
(Lawintono, 2021)

31
Prinsip rujukan BAKSOKUDA, juga sudah ada unsur risk
management nya dan antisipasi masalah yaitu :
B: Bidan harus menyertai dalam perjalanan
A: Alat yang mungkin di perlukan (sesuai kasus)
K: Keluarga yang dapat ambil keputusan
S: Surat / Dukumentasi asuhan yang sudah diberikan - surat rujukan,
keterangan lurah dan lain lain, kartu BPJS, Kartu Registrasi
O: Obat yang di perlukan bila ada emergency (sesuai kasus)
K: Kendaran yang sesuai tiba dengan aman & cepat
U: Uang yang di perlukan bila ada tindakan.
DA :Jangan lupa sertai dengan Doa (Lawintono, 2021)
Intervensi dalam pelayanan kebidanan
No Intervensi Rekomendasi
1 Meningkatkan Deteksi - Deteksi Dini Potensi risiko sejak awal
Dini, Kuantitas dan kehamilan merupakan manajemen risiko
Kualitas Pelayanan ANC untuk mengurangi morbiditas dan
(minimal 6x Pemeriksaan mortalitas Ibu dan Bayi
ANC dengan pendekatan - Frekuensi Pelayanan ANC mendekati
10 T) rekomendasi WHO (6x minimal 2x oleh
dokter), Idealnya minimal 8x untuk
memeriksa risiko ibu hamil, deteksi
penyakit penyerta dan kelainan pada
janin, dan merencanakan persalinan sehat
dan aman.
- Pemberian suplement Tablet Tambah
Darah dan Asam Folat untuk mencegah
anemia, sepsis, menurunkan risiko berat
badan bayi lahir rendah (hingga 13%),
dan kejadian lahir premature
2 Peningkatan kualitas Persalinan ditolong dengan 4 tangan
pelayanan persalinan

32
3 Peningkatan kualitas - Pemantauan pada Ibu Nifas dan BBL
pelayanan Nifas dan dengan Kunjungan Nifas dan Neonatal
Deteksi Dini pada BBL sesuai standar
dengan Perubahan - Perawatan tali pusar higienis menurunkan
Frekuensi Kunjungan 23% angka kematian bayi
Nifas dari 3x menjadi 4x - 12% angka kematian neonatal karena
sesuai standar kelainan kongenital dapat dicegah dengan
skrining neonatus

(Lawintono, 2021)

4. Peran IBI dalam peningkatan keselamatan pasien


Dengan melakukan langkah manajemen resiko pada asuhan kebidanan
yaitu membina dan mendorong anggota supaya :
a. Praktek sesuai standar.
Patuhi peraturan yang ada izin praktek, sesuai kewenangan &
kompetensi. Bekerja sesuai etika profesi dan hati nurani.
b. Pertahankan tingkatkan kompetensi.
c. Tingkatkan kapasitas diri dengan CPD, pendidikan lanjut : formal, non
formal
d. Ikuti perkembangan iptek zaman
e. Komunikasi efektif dengan pasien, keluarga & nakes lain, informed
consent, informed choice.
f. Dokumentasikan asuhan dengan tepat (termasuk discharge planning)
g. Tahu kapan harus diam/ sabar menunggu
h. Advokasi & bangun jejaring kerja sama dengan mitra pendukung.
(Lawintono, 2021)

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien
lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (Permenkes, 2017).
Keselamatan pasien harus memperhatikan standar, langkah-langkah
serta kebijakan keselamatan difasilitas pelayanan kesehatan khususnya dalam
pelayanan kebidanan dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.
Selain itu organisasi profesi berperan dalam peningkatan keselamatan pasien
yaitu dengan melakukan langkah manajemen resiko pada asuhan kebidanan
yaitu membina dan mendorong anggota supaya praktek sesuai standar,
pertahankan tingkatkan kompetensi, tingkatkan kapasitas diri dengan CPD,
pendidikan lanjut : formal, non formal, ikuti perkembangan iptek zaman,
komunikasi efektif dengan pasien, keluarga & nakes lain, informed consent,
informed choice, dokumentasikan asuhan dengan tepat (termasuk discharge
planning), tahu kapan harus diam/ sabar menunggu, advokasi & bangun
jejaring kerja sama dengan mitra pendukung.
B. Saran
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
seharusnya memberi dampak yang positif sehingga tidak memberikan
kerugian pada pasien., oleh karena itu fasilitas kesehatan harus memiliki
standar, langkah-langkah dan kebijakan keselamatan pasien. Sebagai seorang
bidan harus mematuhi organisasi profesi dalam melakukan patient safety guna
mempercepat penurunan AKI dan AKB.

34

Anda mungkin juga menyukai