Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Keselamatan Pasien

2.1.1 Pengertian Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu

sistem di mana rumah sakit membuat asuhan lebih aman (Nunung

Rachmawati, dkk, 2020). Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu

sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang

meliputi assemen risiko, identifikasi dan pengolaan yang berhubungan

dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya risiko dan mencengah terjadinya cedera yang

disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan yang

seharusnya (Nunung Rachawati Dkk, 2020).

2.1.2 Standar Keselamatan Pasien

Standar keselamatan pasien suatu yang biasa menjadi acuan

sementara standard patient safety merupakan acuan bagi rumah sakit di

Indonesia dalam melaksanakan seluruh kegiatanya. Dalam hal ini adalah

proses pelayanan kesehatan standar keselamatan ini bukanlah suatu

yang bisa diabaikan setiap penyedia layanan kesehatan khusunya, rumah

sakit memenuhi standar patient safety, penilaian berkaitan dengan

9
10

standar juga akan dilakukan secara terus menerus untuk mengetahui

kemampuan rumah sakit dalam komitmen menjaga keselamatan pasien.

Priyoto, 2016 menjelaskan bahwa tujuan standar keselamatan

patient safety tersebut harus keseluruhan di tepati sebuah penyedia

layanan Kesehatan. Bahkan di kategorikan sebagai kebutuhan dasar

keselamatan pasien.

2.1.3 Tujuan Keselamatan Pasien

1. Hak pasien
a. Mendidik pasien dan keluarga
b. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
c. Penanganan metode peningkatan kerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien.
d. Peran kepempinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
e. Mendidik staff tentang keselamatan pasien
f. .Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselatan pasien.

Ada sejumlah indikasi dan kriteria mengenai pemenuhan hak


pasien:
a. Diharuskan ada dokter yang bertanggung jawab atas pasien
terkait.
b. Dokter harus membuat rencana pelayanan pada pasien yang
bersangkutan.
c. Dokter penanggung jawab semestinya memberikan penjelasan
secara jelas dan benar berkaitan dengan seluruh pelayanan
medis.Mulai dari rencana pelayanan medis, hasil pelayanan,
pegobatan prosedur medis sampai kemungkinan terjadi insiden
Ketika kriteria harus di penuhi demi memberikan hak pasien dan
keluarganya.
11

2. Mendidik pasien dan keluarga

Sejumlah kriteria yang harus di lakukan pasien berkaitan dengan

hak dan tanggung jawab adalah dengan mendapatkan Pendidikan atau

edukasi Kesehatan dari penyedia layanan Kesehatan.untuk itu,pasien

dan keluarga di harapakan dapat:

a. Memberikan informasi yang benar dan jujur

b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.

c. Mengajukan pertanyaan untu hal-hal yang tidak di mengerti

d. Memahami dan menerima konsekoensi pelayanan.

e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit

f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.

g. Memenuhi kewajiban finansial yang di sepakati.

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Kesinambungan pelayanan artinya seluruh elemen yang berada

di rumah sakit atau penyedia layanan Kesehatan harus melayani secara

berkesinambungan.Untuk mengetahui kesinambungan layanan,

penyedia layanan kesehatan harus memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Adanya koordinasi pelayanan menyeluruh.mulai dari pasien

masuk mulai dari pasien masuk, pemeriksaan diagnosis,

perencana pelayanan kesehatan, tindakan pengobatan

keterangan rujukan (jika di rujuk) dan saat pasien keluar dari

rumah sakit.
12

2. Terdapat koordinasi pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan

pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan,

agar seluruh tahap layanan antara unit berjalan dengan baik dan

lancar.

3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan

komunikasi. Tujuanya adalah untuk memfasilitasi dukungan

keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi

dan rujukan, pelayanan kesehatan primer atau tindak lanjut

lainya.

4. Adanya komunikasi dan transfer informasi antara profesi

kesehatan dalam Lembaga penyedia layanan kesehatan,

sehingga tercapai proses koordinasi tanpa hambatan aman dan

efektif.

4. Pengunaan metode peningkatan kerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien

Seluruh lembaga penyedia layanan kesehatan termasuk

rumah sakit di dalamya membutuhkan desain proses demi

meningkatkan kualitas kerja. Untuk itulah, semestinya rumah sakit

juga memperbaiki proses yang ada dari waktu ke waktu. Caranya

adalah dengan memonitor dan mengevaluasi kerja dengan melalui

pengumpulan data.manajemen rumah sakit juga harus menganalisis

secara intensif terjadinya insiden demi melakukan perubahan demi

meningkatkan kerja dan keselamatan pasien


13

Untuk memenuhi standar rumah sakit haru memiliki

sejumlah kriteria di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan

(Desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan

rumah sakit, kebutuhan pasien petugas pelayanan

kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat,

dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien

sesuai dengan ‘’tujuan langkah menuju keselamatan pasien

rumah sakit”

b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulkan data

kerja antara lain terkait dengan: pelaporan insiden,

akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan

keuangan.

c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait

dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan

evaluasi suatu proses kasus risiko tinggi.

d. Setiap rumah sakit harus mengunakan semua data dan

informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem

yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien

e. terjamin.

5. Peran dan kepemimpinan dengan meningkatakan keselamatan

pasien
14

Ada sejumlah standar yang harus di penuhi berkaitan dengan

peran kepimpinan:

a. Pimpinan mendorong dan menajamin implementasi program

keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi

melalui penerapan “tujuh langkah menuju keselamatan

pasien”

b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk

identifikasi risiko keselamatan pasien dengan program

menekan atau mengurangi insiden.

c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan

koordinasi antara unit dan individu berkaitan dengan

pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.

d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat

(memadai dan memenuhi syarat) untuk mengukur,

mengkaji, dan meningkatkan keselamatan pasien.

e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya

dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan

pasien.

6. Mendidik staff tentang keselamatan pasien

Pendidikan staff rumah sakit juga perlu memenuhi sejumlah

kriteria yang sesuai dengan program keselamatan pasien.Rumah

sakit di haruskan memiliki kriteria berupa program Pendidikan,

pelatihan dan orientasi bagi staff baru tentang keselamatan pasien


15

sesuai dengan tugas masing-masing karakter selajutnya yang di

perlukan rumah sakit adalah mengitegrasikan topik keselamatan

pasien dalam setiap kegiatan in-service training. Rumah sakit juga

perlu mebuat dan meberikan pedoaman yang jelas tentang

pelaporan insiden

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai

keselamatan pasien

Komunikasi adalah hal yang tidak kalah penting

dibandingkan dengan standar-standar pencapaian program

keselamatan pasien yang lain. Untuk itu, diperlukan sejumlah

standar bagi rumah sakit demi tercapainya komunikasi yang efektif,

diantaranya:

a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses

manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi

kebutuhan informasi internal dan eksternal.

b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

c. Setiap rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan juga

harus memiliki sejumlah kriteria untuk menghasilkan

komunikasi yang efektif.

d. Perlu di sediakan anggaran untuk merencanakan dan

mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan

informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan

pasien.
16

e. Tersedia mekanisme indikasi masalah dan kendala

komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

2.1.4 Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran keselamatan pasien adalah mendorong perbaikan

spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian

yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti

serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas

permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara

instrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman

dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan

pada solusi-solusi yang menyeluruh. Adapun enam sasaran keselamatan

2020 adalah:

1) Ketepatan identifikasi pasien


Standarnya adalah rumah sakit mengembangkan pendekatan
untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi
di hampir semua aspek tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan
identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien dalam keadaan terbiasa,
mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat
tidur/kamar/lokasi rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat
situasi lain. Maksud dari sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali
pengecekan, yaitu : pertama, untuk identifikasi pasien sebagai
individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan ; dan
kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif
dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya
17

pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat,


darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan
lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara
untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor
rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code,
dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan
untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan
penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah
sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang
operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu
proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan
situasi untuk dapat diidentifikasi.
2) Peningkatan komunikasi yang efektif
Standarnya adalah rumah sakit mengembangkan pendekatan
untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi
layanan. Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap,
jelas, dan yang dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat
berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan
secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil
laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah
sakit secara kolabratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk mencatat
(memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima perintah kemudian penerima perintah
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan
18

dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan


dibaca,ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur
pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak
melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di
IGD atau ICU.
3) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Standarnya adalah rumah sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan. Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan
peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi
pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi
biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan
termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah dan
pneumonia. Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi
lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan
berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman
hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi
petunjuk itu di rumah sakit.
4) Pengurangan risiko pasien jatuh
Standarnya adalah rumah sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi masyarakat yang
dilayani, pelayanan yang disediakan dan fasilitasnya. Rumah sakit
perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan
19

untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa


termasuk riwayat jatuh,obat dan telah terhadap komsumsi alkohol,
gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang
digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah
sakit.
5) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (High-Alert)
Standarnya adalah rumah sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu
diwaspadai (high-alert). Bila obat obatan menjadi bagian dari
rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis
untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan
serius, obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya
mirip. Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan
pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja.
Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak
diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada
keadaan gawat darurat.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke
farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang
perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit.
Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja
yang membutuhkan elektrolitkonsentrat, seperti di IGD atau kamar
operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan
bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi
20

akses untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-


hati.

6) Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi


Standarnya adalah rumah sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-
pasien. Salah lokasi, salah prosedur, pasien salah pada operasi,
adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di
rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak
efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site
marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di
samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penilaian ulang
catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar angota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca dan
pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering
terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan atau prosedur yang efektif di dalam
mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
2.1.5 Langkah- Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Adapun tujuh langkah menuju keselamatan pasien di rumah sakit

menurut (Nunung Rachamawati, dkk. 2020) adalah :

a. Langkah 1 :Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

Rumah sakit harus apa yang harus dilakukan staff segera setelah

terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta


21

harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada

staff, pasien, dan keluarga.

b. Langkah 2 :pimpinan dan dukungan terhadap staff

Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang

keselamatan pasien di rumah sakit.

c. Langkah 3 : integrasi aktivitas pengelolaan risiko

Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta

lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah.

d. Langkah 4:Mengembangkan sistem pelaporan

Memastikan staf dapat melaporkan kejadian insiden, serta rumah

sakit mengatur pelaporan kepada komite nasional keselamatan

pasien Rumah Sakit.

e. Langkah 5: Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien

Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan

pasien dengan memastikan pasien dan keluarga mendapat

informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden.

f. Langkah 6: Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan

pasien

Mendorong staff untuk melakukan analisis akar masalah untuk

belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.

g. langkah 7:. Mencegah cedera melalui implementasi sistem

keselamatan pasien
22

Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk

melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

2.1.6 Langkah- Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Keselamatan pasien rumah sakit (KKPRS) mendorong berbagai

rumah sakit di Indonesia untuk menerapkan Sembilan solosi life- saving

keselamatan pasien rumah sakit,langsung atau bertahap,sesuai dengan

kemampuan dan kondisi masing-masing RS.

a) Perhatikan Nama Obat, Rupa Dan Ucapan Mirip/ NORUM (look-a


like, Sound-a like/LASA)
Nama obat rupa dan ucapan mirip (NORUM), yang
membingungkan staff pelaksana adalah salah satu penyebab yang
paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini
merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu
obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi
terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau
generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya
resep, lebel, atau penggunaan perintah yang di cetak lebih
dulu,maupun pembuatan reserp secara elektronik (KKPRS 2020).
b) Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk
mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada
kesalahan pengobatan, tranfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan
prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada yang bukan
keluarganya, dan sebagainya. Rekomendasi ditekankan pada metode
untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan
pasien dalam proses ini; standarisasi dalam metode identifikasi di
23

semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan


partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol
untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama
(KKPRS, 2020).
c) Komunikasi secara benar saat serah terima pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima pengoperan
pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim
pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki
pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan
kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan pada saat serah terima. (KKRS,2020).
d) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat
dicegah. Kasus kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak
benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-
bedah yang di standardisasi. Rekomendasinya adalah untuk
mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan
proses verifikasi pra pembedahan; pemberian tanda pada sisi yang
akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan
adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai
prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan
sisi yang akan dibedah (KKPRS, 2020).
e) Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
24

khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat


standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur
aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik (KKPRS, 2020) .
Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi
adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat
(medications error) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya
adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan akurat
dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut
sebagai“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar
saat administrasi, penyerahan dan atau perintah pengulagan bila
mana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar
tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan (KKPRS, 2020).
f) Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).
Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus
didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya
KTD (kejadian tidak diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera
atas pasien melalui penyambungan selang dan spuit yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail rinci bila sedang mengerjakan pemberian
medikasi serta pemberian makan (misalnya selang yang benar, dan
bila mana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan dan selang yang benar) (KKPRS, 2020).
g) Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran
HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari
jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai
ulang jarum difasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para
25

petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang


prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan
keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah; dan
praktek jarum suntik sekali pakai yang aman (KKPRS, 2020).
h) Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan
infeksi nasokomial
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang
di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah sakit.
Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah
mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-
rub, dsb. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya
sumber air pada semua kran, pendidikan staff mengenai teknik
kebersihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan
bersih ditempat kerja dan pengukuran kepatuhan penerapan
kebersihan tangan melalui pemantauan observasi dan tehnik-tehnik
yang lain (KKPRS, 2020).
2.2 Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan (Knowledge) merupakan hasil tau dan ini terjadi

setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagaian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau ranah kognitif merupakan faktor dominan yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang, sebab dari hasil penelitian

ternyata perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng


26

dari pada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,

2016) .

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua

aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah yang

akan menemukan sikap seseorang terhadap objek tertentu semakin

banyak aspek positif dari objek diketahui maka menimbulkan sikap

makin positif terhadap objek tersebut.

a. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut
harus dapat mengintepretasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek
yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan
dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau
objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu
sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut
telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bangan) terhadap pengetahuan atas objek
tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)
27

Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk


merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis
dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan
kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tertentu. Penilaian ini sengaja sendirinya didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku
di masyarakat.
Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting untuk
mendorong pelaksanaan program patient safety. Perawat harus
mengetahui pengertian patient safety, unsur-unsur yang ada dalam
patient safety, tujuan patient safety, upaya patient safety serta
perlindungan diri selama kerja. Program patient safety merupakan suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Di
dalam sistem tersebut meliputi penilaian risiko seperti risiko jatuh atau
infeksi silang, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden atau kejadian tidak
diharapkan, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Depkes RI,
2018).
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Notoatmodjo, (2016) memaparkan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pengetahuan sesorang antara lain:

a. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan


kepribadian dan kemampuan dari dalam dan dari luar sekolah
(baik formal maupun non formal). Berlangsung seumur hidup.
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tingkah
28

laku seseorang atau kelompok dan usaha mendewasakan manusia


melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
b. Informasi
Informasi adalah sesuatu yang dapat di ketahui,ada pula yang
menekankan informasi sebagi transfer pengetahuan. Informasi
adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memanipulasi, mengumumkan menganalisis,
dengan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.
c. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi dilakukan prang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan
demikian, seseorang akan bertambah pengetahuan.
Walaupun tidak melakukan status ekonomi seseorang juga akan
menetukan tersedianya suatu fasilitas yang di perlukan untuk
kegiatan tertentu sehingga sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi penegetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala Sesuatu yang ada di sekitar individu,
baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial,lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam
individu yang berada dalam lingkuangan. Hal ini terjadi karena
adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan di respon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
Kembali pengetahuan yang di peroleh dalam memecahkan
masalah yang dihadapi masa lalu.Pengalaman belajar dan bekerja
yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan
profesional, Serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
29

merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar seraca ilmiah


dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
f. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang di
perolehnya semakin membaik.
2.3 Tinjauan Umum Tentang Sikap
2.3.1 Pengertian Sikap
Menurut Saifuddin (2017) sikap merupakan suatu reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek.sikap itu tidak dapat langsung di lihat , tetapi hanya dapat di
tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.Sikap adalah suatu
tingkatan afeksi yang baik yang bersifat Positif atau negatif ysng
berhubungan dengan objek-objek psikologis.Sikap juga sebagai
tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang
berhubungan dengan objek psikologi.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap stimulus objek dan tidak langsung terlihat berarti
seseorang mempunyai kesiapan untuk bertindak,tetapi belum melakukan
aktifitas yang di sebabkan oleh penghayatan pada suatu objek.
2.3.2 Tingkatan sikap
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek)
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apakah ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
masalah.
30

d. Bertanggung jawab (responsible)


e. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah sikap yang paling tinggi.

Praktek atau tindakan sikap. Suatu sikap belum otomatis terwujud


dalam suatu tindakan (overtbehavior) untuk mewujudkan sikap menjadi
suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor dukungan
(support) dari pihak lain.
Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkatan
pertama.
2. Respon terpimpin (guided respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai
dengan adalah contoh indikator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka
ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga.
4. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasikannya sendiri kebenaran tindakannya tersebut.
Perawat harus menunjukkan sikap yang positif dalam mendukung
program patient safety sehingga melaksanakan praktik
keperawatan secara aman. Sikap mendukung pencegahan
penularan penyakit dengan mencuci tangan adalah salah satu
komponen precaution standard yang efektif dalam mencegah
transmisi infeksi. Selain itu penggunaan alat pelindung diri seperti
31

sarung tangan dan masker untuk mencegah risiko kontak dengan


phatogen (WHO, 2017).

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Sikap


1) Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi pernyataan kita terhadap stimulus social
2) Pengaruh orang lain yang tidak di anggap penting
Diantaranya orang yang biasanya di anggap penting oleh individu
adalah orang ,tua orang yang status sosial yang lebih tinggi.Teman
sebaya,teman dekat,guru,tempat kerja.istri dan suami pada umunya,
individu cenderung untuk memiliki sikap yang kompornis atau terserah
dengan sikap orang yang di anggap penting.Kecenderungan ini antara
lain di motivasi oleh keinginan untuk bervariasi dan keinginan untuk
menghindari dengan orang di anggap penting.
3) Pengaruh orang yang di anggap penting
Kebudayaan di mana kita hidup dan di besarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap kita. Kebudayaan adalah
menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah
4) Sumber informasi/media massa
Sumber informasi adalah suatu media yang dapat kita gunakan untuk
menambah pengetahuan responden,media pembawa pesan mempunyai
peran penting untuk menyebar luaskan informasi.
5) Lembaga Pendidikan dan lembaga agama
Lembaga Pendidikan dan Lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap di karenakan kedua
meletakan dasar pengertian konsep moral dan individu.
6) Pengaruh factor emosional
32

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang di dasari oleh


emosional yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
penglihatan mekanisme pertahanan ego.

2.4 Keaslian Peneletian

Tabel. 2.1 Keaslian Penelitian

Judul Artikel, Penulis Metode Hasil Penelitian


Hubungan Jenis penelitian adalah Menyatakan bahwa
Pengetahuan ,sikap dan kuantitatif dengan tidak ada hubungan
Motivasi Kerja perawat pendekatan cross antara pengetahuan
Dengan Pelaksanaan sectional. Analisis data dengan pelaksanaan
Keselamatan pasien dilakukan secara keselamatan pasien
Diruang Rawat inap univariat dan bivariat dengan mengunakan
RSUD kota Makassar mengunakan uji chi uji chi-square di
Tahun 2020 square. peroleh niali p=0,867
nilai lebih besar dari
pada a=0,05 (p > niali
a=0,05), berdasarkan
variabel motivasi tidak
ada hubungan dengan
pelaksanaan
keselamatan pasien
dengan mengunakan
uji chi-square di
peroleh dari niali p
=1,00 nilai lebih besar
dari pada a=0,05 (p >
dari niali a =0,05) dari
hasil penelitian
ini ,dapat di simpulkan
bahwa tidak ada
hubungan ,
pengetahuan, sikap
dan motivasi kerja
perawat dengan
pelaksanaan
33

keselamatan pasien
di ruang rawat inap
RSUD Kota Makassar
tahun 2020
Hubungan pengetahuan Hasil penelitian ini
sikap perawat dengan Jenis penelitian adalah sesuai dengan teori
pelaksanaan kuantitatif dengan listianawati (2018)
keselamatan pasien mengunakan tentang hubungan
(patient safety) di rumah pendekatan cross pengetahuan perawat
sakit pusri Palembang sectional.populasi dalam keselamatan pasien
tahun 2019 penelitian ini adalah (patient safety) dengan
semua perawat di ruang sikap perawat terhadap
rawat inap rumah sakit melaksanakan
pusri Palembang di keselamatan pasien
ruang Nusa indah tidak resiko.
(penyakit dalam) berdasarkan uji chi-
sebanyak 13 orang square ada hubungan
perawat, Kusuma (anak) pengetahuan dengan
sebanyak 17 orang pelaksanaan
perawat flamboyan keselamatan pasien di
(bedah) sebanyak 17 rumah sakit pusri
orang perawat , mawar Palembang tahun 2019
(penyakit dalam) (p value =0,002.<a
sebanyak 9 orang 0,05). Dan ada
perawat dan ICU hubungan sikap
sebanyak 30 orang dengan pelaksanaan
perawat yang berjumlah keselamatan pasien di
69 orang perawat. rumah sakit pusri
Palembang tahun
2019 (p value
=0.003,a 0,05).
Jenis penelitian Penelitian ini
Faktor yang kuantitatif dengan bertujuan untuk
berhubungan dengan mengunakan pendekatan mengetahui factor
sasaran penerapan cross sectional yang berhubungan
(patient safety) perawat dengan sasaran
ruang inap RSUD penerapan ( patient
lamadukelleng 2020 safety) pada perawat
di ruang rawat inap
RSUD lamadukelleng
Sengkang.
Berdasarkn hasil
analisis uji chi-square
dengan a = 0,05
34

menunjukan bahwa
nilai p- value untuk
pengetahuan perawat
p=0,181, sikap
perawat p=1.000,
fasilitas p=0,382
terhadap penerapan
sasaran (patient
safety).

Hubungan Jenis Penelitian adalah


pengetahuan,Sikap , pendekatan scross Hasil penelitian
Dan,Motivasi Kerja sectional study Sampel menyatakan bahwa
Perawat dengan berjumlah 97 orang di tidak ada hubungan
pelaksanaan ambil dengan cara antara pengetahuan
Keselamatan pasien Di purpose sampling. Data dengan pelaksanaan
Ruang Rawat Inap yang di peroleh keselamatan pasien
RSUD Kota Makassar mengunakan kuosiner dengan mengunakan
Tahun 2019 analisa data di lakukan uji chi- Square di
secara univariat dan peroleh Nilai =0,876,
bivariat mengunakan uji nilai tersebut lebih
chi –square besar dari pada =0,05
(p>dari nilai =0,05),
berdasarkan variabel
sikap tidak ada
hubungan dengan
pelaksanaan
keselamatan pasien
dengan mengunakan
uji chi-square di
peroleh nilai p=0,197,
nilai tersebut lebih
besar dari pada
=0,05(p>

2.5. Kerangka Teori

Faktor
Faktor yang PENGETAHUAN
berpengaruh
mempengaruhi
terhadap sikap:
pengetahuan:
 Presepsi
 Pendidikan
 Pengalaman
 Informasi
pribadi
 Sosial budaya SIKAP  Sumber
dan ekonomi
informasi
 Lingkungan
media massa
 Pengalaman
 Lembaga
 Usia
Pendidikan
 Pengaruh
emosional
35

PELAKSANAAN
KESELAMATAN
PASIEN

Tinjauan umum keselamatan


pasien:

 Definisi keselamatan pasien


 Tujuan keselamatan pasien
 Standar keselamatan pasien
 Sasaran keselamatan pasien
 Langkah-langkah menuju
keselamatan pasien
 -solusi life-saving patienty
safety

Bagan 2.1 Kerangka Teori

(Notoatmodjo, 2016), Saifuddin (2017), (Nunung Rachawati Dkk, 2020)

Anda mungkin juga menyukai