Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di seluruh
dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan Keselamatan Pasien untuk
menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara berkembang, seperti Indonesia.
Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu :
keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan
bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan
petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup
rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di
setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila
ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan
hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan

Intensif CareUnit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa
dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medic,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keaadaan tersebut.

Ruang lingkup pelayanan meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti


pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainya, baik pada pasien
dewasa ataupun pasien anak.

Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan mempunyai fungsi rujukan harus
dapat memberikan pelayanan ICU yang professional dan berkualitas. Dengan mengedepankan
keselamatan pasien. Pada Intensif care unit (ICU), perawatan untuk pasien dilaksanakan
dengan melibatkan berbagai tenaga profesional yang terdiri dari multidisiplin ilmu yang
bekerja sama dalam tim. Pengembangan tim mulitidisplin yang kuat sangat penting dalam
meningkatkan keselamatan pasien. Selain dukungan itu sarana, prasarana serta peralatan juga
1
diperlukan dalam rangka meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat
diperlukanya tenaga khusus, terbatasnya sarana dan prasarana, serta mahalnya peralatan,
maka demi efisiensi, keberadaan ICU perlu dikonsentrasikan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana penerapan keselamatan pasien dalam usaha pencegahan kejadian pasien
diruang ICU.

1.3 Tujuan Pedoman


a. Tujuan Umum.
a) Meningkatkan Pelayanan yang bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien
tertentu di ruang ICU.
b) Meningkatkan pengetahuan pasien tentang MPS di ruang ICU.
c) Meningkatkan aplikasi MPS di ruang ICU.
b. Tujuan Khusus
a) Meningkatkan pengetahuan pasien tentang MPS di ruang ICU.
b) Meningkatkan aplikasi MPS di ruang ICU.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi MPS

Menurut Supari tahun 2005, patient safety  adalah bebas dari cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety(keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di
sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan sebagai freedom from
accidental injury. Keselamatan dinyatakan sebagai ranah pertama dari mutu dan definisi
dari keselamatan ini merupakan pernyataan dari perspektif pasien (Kohn, dkk, 2000 dalam
Sutanto, 2014). Pengertian lain menurut Hughes (2008) dalam Sutanto (2014),
menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cedera terhadap pasien.
Pencegahan cedera didefinisikan sebagai bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak
sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Sedangkan praktek
keselamatan pasien diartikan sebagai menurunkan risiko kejadian yang tidak diinginkan
yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkup diagnosis atau kondisi perawatan
medis.
A. SASARAN KESELAMATAN PASIEN
Dalam Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 menyatakan bahwa setiap rumah
sakit wajib mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien. Sasaran Keselamatan
Pasien meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut:
a. Ketepatan identifikasi pasien;
b. Peningkatan komunikasi yang efektif;
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
f. Pengurangan risiko pasien jatuh.

3
B. STANDAR KESELAMATAN PASIEN

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani


segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah
sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan
kegiatannya. Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada
”Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar keselamatan pasien
tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan
benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
tau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah Rumah Sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan keperawatan. Kriterianya adalah
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di Rumah Sakit harus ada
sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan keperawatan. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab.
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

4
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik
dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan
tindak lanjut lainnya.
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien. Standarnya adalah Rumah Sakit harus
mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD
(Kecelakaan Tidak Diharapkan), dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien dengan kriteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien standarnya adalah:
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program melalui penerapan “7
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi KTD.

5
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji,
dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta tingkatkan keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian
yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera”
(Near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” ( Adverse
event).
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien.
4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss)
dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden. misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan
antar disiplin.
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
6
9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut
dan implementasinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien.
2. Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna
mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien. Standarnya adalah:
a. RS merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat, dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

C. Ruang Lingkup Keselamatan Pasien


Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian
pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari
manajemen kualitas. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
7
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko
(Depkes 2008).
Lingkup keamanan dan keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada struktur,
lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya.
1. Struktur
a) Kebijakan dan prosedur organisasi : Cek telah terdapat kebijakan dan
prosedur tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan
pasien.
b) Fasilitas : Apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan ?
c) Persediaan : Apakah hal – hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti
persediaan di ruang emergency, ruang ICU
2. Lingkungan
Untuk membentuk konsep perawatan yang aman dan efektif, yang diberikan
oleh tenaga professional dalam isolasi dari lingkungan fisik dan peraturan dimana
perawatan diberikan. Dalam pencegahan infeksi, desain perawatan pasien harus
memenuhi persyaratan aman, perawatan berkualitas tinggi dengan
mempertimbangkan hal berikut
1. Maksimalnya kenyamanan dan mertabat pasien
2. Menjamin kemudahan pelaksanaan perawat professional
3. Membuat ketentuan yang sesuai untuk anggota keluarga dan
pengunjung
4. Meminimalkan resiko infeksi
5. Meminimalkan resiko efek samping seperti jatuh atau kesalahan
pengobatan
6. Mengelola transportasi pasien
7. Memungkinkan untuk fleksibilitas penggunaan dari waktu ke waktu

8
2.2 DEFINISI RUANG ICU
Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit=ICU) adalah bagian dari bangunan
rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat
darurat (Depkes RI 2012). Pelayanan kesehatan kritis diberikan kepada pasien yang
sedang mengalami keadaan penyakit yang kritis selama masa kedaruratan medis dan masa
krisis. Pelayanan intensif adalah pelayanan spesialis untuk pasien yang sedang mengalami
keadaan yang mengancam jiwanya dan membutuhkan pelayanan yang komprehensif dan
pemantauan terus-menerus. Pelayanan kritis atau intensif biasanya dilakukan pada
Intensive Care Unit atau ICU, untuk anak-anak biasanya disebut Paediatric Intensive Care
Unit atau PICU (Murti 2009). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU
di rumah sakit, ICU digunakan untuk 7 memenuhi kebutuhan pelayanan observasi,
perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-
penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis
dubia yang diharapkan masih reversible (Kemenkes RI, 2010).

9
BAB III
PEMBAHASAN APLIKASI

3.1 SKP 1 Identifikasi Pasien


Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki untuk
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran I


Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir
semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa
terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi,
tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan
sensori, atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu:
pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan
atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan
lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal
lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan
dan/ atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang
berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang
operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat
memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi

10
Aplikasi Sasaran I
Identifikasi pasien wajib dilakukan sebelum :
1. Pemberian obat
2. Pemberian darah/ Produk darah
3. Pengambilan darah dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis
4. Sebelum memberikan pengobatan
5. Sebelum memberikan tindakan

Petugas pelaku identifikasi pasien :


1. Dokter
2. Perawat
3. Petugas administrasi
4. Petugas Rekam Medis
5. Petugas Farmasi
6. Petugas laboratorium
7. Petugas Rehab medik
8. Petugas Penunjang medik
9. Petugas Radiologi/Radioterapi

Cara identifikasi pasien rawat inap/ ICU :


1. Tanya langsung pada pasien (pertanyaan terbuka) : nama lengkap&tanggal lahir,
atau nomor rekam medis.
2. Untuk pasien yang tidak sadar dan bertanya langsung kepada keluarga/ penunggu
pasien (nama lengkap & tanggal lahir, atau nomor rekam medis).
3. Cocokan nama lengkap pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam medis pada
gelang pasien dengan data di formulir terkait (misal : form pemeriksaan, SIT)

3.2 SKP 2 Komunikasi Efektif


Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan Sasaran II


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang
11
mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan
atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium
klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (memasukkan ke
komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;
kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan
bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

Aplikasi Sasaran II
Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan adalah berkomunikasi
terapeutik. Pada pasien tidak sadar terutama di ruang ICU perawat juga menggunakan
komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkanuntuk kesembuhan pasien. Dalam
berkomunikasi kita dapat menggunakan teknik teknik terapeutik, walaupun pasien
tidak sadar kita ini kita tidak menggunakan keseluruhan teknik. Teknik terapeutik,
perawat tetap dapat diterapkan. Adapun teknik yang dapat diterapkan, meliputi :
1. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan
terhadap klien, penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan pada
klien. Dengan menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinanuntuk dipahami
menjadi besar oleh klien.
2. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci pada
pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan diberikan
pada klien untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam berkomunikasi.
3. Memberikan informasi
Fungsi berkomunikasi dengan pasien salah satunya adalah memberikan informasi .
Dalam interaksi berkomunikasi dengan pasien, perawat dapat memberikan
informasi kepada pasien. Informasi itu dapatberupa intervensi yang akan dilakukan
maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang
12
dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan klien dan pendorongnya
untuk menjadi lebih baik.
4. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketenangan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menunjukkan
dengan kesabaran dalam merawat pasien. Ketenangan yang diberikan dapat
membantu atau mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenangan perawat dapat
ditunjukan pada pasien yang tidak sadar dengan komunikasi non verbal.
Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat. Sentuhan adalah
transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan cara terkuat bagi seseorang untuk
mengirimkan pesan bagi oranglain. Sentuhan adalah bagian yang penting dari
hubungan antara perawat &pasien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien yang tidak sadar
adalah komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah
seorang sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran
untuk komunikasi serta tanpa feedback pada penerima yang dikarenakan
karakteristik pada penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar.
Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi
lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawatlah yang melakukan
komunikasi satu arah tersebut.

3.3 SKP 3 PENINGKATAN KEAMANAN OBAT


Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).

Maksud dan Tujuan Sasaran III


Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look
Alike Soun Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%,
13
dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat
tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat
kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan
gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi
kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang
perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan
pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di
rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang
membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta
pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area
tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati.

Aplikasi Sasaran III


1) Memperhatikan obat "high alert"( Look aLike, Sound a Like)
2) Memperhatikan dalam pemberian obat injeksi.
3) Prinsip 6 benar obat:
a) Benarpasien
b) Benarobat
c) Benardosis
d) Benarrute/cara
e) Benarwaktu
f) Benardokumentasi
4) Perawat menamai obat-obatan dengan nama pasien masing-masing (hal ini
menghindari kesalahan pemberian obat)
5) Menyendirikan obat yang High Alert

3.4Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

14
Maksud dan Tujuan Sasaran IV
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan
pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien
maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua
bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah
(blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi
mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan
berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses
kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/ atau prosedur yang menyesuaikan
atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk
implementasi petunjuk itu di rumah sakit.

Aplikasi Sasaran IV
Pencegahan dan pengendalian infeksi pada ruang ICU yang dapat dilakukan antara
lain :
1. Kebersihan lingkungan ICU
2. Perawat serta petugas yang lain dalam ruang lingkup ruang ICU melakukan
cuci tangan 6 langkah. Dengan Five Moment :
a. Sebelum ke pasien
b. Sebelum melakukan tindakan
c. Sesudah melakukan tindakan
d. Sesudah bersentuhan dengan pasien
e. Sesudah dari lingkungan pasien
3. Perawat menggunakan alat perlindungan diri (APD) sebelum memasuki
ICU
4. Pengelolaan benda-benda tajam, seperti : jarum dan suntik. Masukkan
dalam Safety Box
5. Lakukan pencucian Alat bekas pakai
6. Pensterilisasian alat-alat steril

15
3.5Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
pasien dari cedera karena jatuh.

Maksud dan Tujuan Sasaran V


Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien
rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi
alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh
pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit.

Aplikasi Sasaran V
Pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi terjadinya pasien jatuh di ruang
ICU :
#Standar Resiko Jatuh Rendah :
1) Orientasi ruangan
2) Posisi tempat tidur rendah dan ada remnya
3) Ada pengaman samping tempat tidur dengan 2 atau4 sisi pengaman.
Mempunyailuas tempat tidur yang cukup untuk mencegah tangan dan
kaki atau bagian lainterjepit
4) Menggunakan alas kaki yang tidak licin untuk pasien yang dapat berjalan
5) Nilai kemampuan untuk ke kamar mandi dan bantu bila dibutuhkan
6) Akses untuk menghubungi petugas kesehatan mudah dijangkau
7) Jelaskan kepada pasien fungsi alat tersebut
8) Lingkungan harus bebas dari peralatan yang mengandung resiko
9) Penerangan lampu harus cukup
10) Penjelasan pada pasien dan keluarga harus tersedia
11) Dokumen pencegahan pasien jatuh ini harus berada pada tempatnya

#Standar Resiko Jatuh Tinggi :


a) Pakailah gelang resiko jatuh berwarna kuning
b) tanda peringatan pasien resiko jatuh

16
c) Penjelasan pada pasien atau orangtuanya tentang protokol pencegahan
pasien jatuh
d) Cek pasien minimal setiap satu jam
e) Temani pasien pada saat mobilisasi
f) Tempat tidur pasien harus disesuaikan dengan perkembangan tubuh
pasien
1. Pertimbangkan penempatan pasien,yang perlu diperhatikan
diletakan di dekatnurse station
2. Perbandingan pasien dengan perawat 1:3. Libatkan keluarga pasien
sementara perbandingan belum memadai
3. Evaluasi terapi sesuai. Pindahkan semua peralatan yang tidak
dibutuhkan keluar ruangan
4. Pencegahan pengamanan yang cukup,batasi di tempat tidur

INTERVENSI JATUH STANDART :


1. Tingkatkan observasi bantuan yang sesuai saat ambulasi
2. Keselamatan lingkungan: hindari ruangan yang kacau balau dekatkan
bel dantelepon
3. Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimalnya tiap 2 jam)
4. Edukasi perilaku yang lebih aman saat atuh atau transfer

17
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Keselamtan pasien (patien sefty) merupakan hak setiap pasien yang mendpatkan pelayannan
kesehatan rumah sakit tepatnya di Ruang ICU. Pelaksanaan pasien sefty yang dilakukan oleh
perawat ini sangat baik meskipun belumdapat dikatakan terpenuhinya secara maksimal di RS
sudah ada peraturan tentang peran perawat dalam pelaksanaan patien sefty dan juga dilakukan
sosialisasi akan tetapi dalam pelasanaan realisasinya di pelayanan kesehatan belim sepenhnya
berdasarkan ppketentuan peraturan tersebut.

SARAN

Sebagai tenaga kesehatan kita wajib melakukan tindakan dengan baik dan benar sesuai
standar pelayanan kesehatan pada pasien, sehingga akan terjamin keselamatan pasien dari
segala aspek tindakan yang kita berikan.

18
DAFTAR PUSTAKA
https://rekamkesehatan.com/sasaran-keselamatan-pasien-skp-1/#.XdI9DldKjIU
http://prasko17.blogspot.co.id/2013/08/bentuk-dan-contoh-kasus-kecelakaan-medis.html
file:///C:/Users/lancar%20jaya/Downloads/Documents/BAB%20II.pdf
Https:snars.web.id/rs/pedoman-pelayanan-instalasi-rawat-intensif/

19

Anda mungkin juga menyukai