OLEH:
KELOMPOK 5
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dan Prinsip Patient Safety
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko (Depkes RI, 2008).
Menurut Nursalam (2011), pasien safety adalah penghindaran, pencegahan
dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera
dari proses pelayanan kesehatan. Program keselamatan pasien adalah suatu usaha
untuk menurunkan angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi
pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien
itu sendiri maupun pihak rumah sakit (Cecep, 2013).
Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang
dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu
rumah sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk
didalamnya asesmen resiko, identifikasi, dan manajemen resiko terhadap pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti
insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya
risiko. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah keselamatan
medis (medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris
terjadi (near miss).
A. Tujuan Patient Safety
Tujuan patient safety rumah sakit adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan Kejadian Tidak Diharapkan (Depkes RI, 2006).
3
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka
karena jatuh) (Cecep, 2013).
4
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien
dan keluarga dapat :
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan
dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah rumah sakit harus mendisain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan
pasien dengan kriteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, sesuai dengan Sembilan Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
5
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a. Pimpinan dorong dan jamin implementasi program keselamatan pasien
melalui penerapan Sembilan Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi Kejadian Tidak
Diharapkan.
c. Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta tingkatkan
keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriterianya adalah :
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden,
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
6
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien.
6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
Standarnya adalah:
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
13 serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien.
Kriterianya adalah :
a. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien
b. Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
c. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan
Pasien
Standarnya adalah:
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
7
Kriterianya sebagai berikut:
a. Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada (Depkes RI, 2006).
C. Pelaksanaan Patient
Safety WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei
2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions (Sembilan
Solusi LifeSaving Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Panduan ini mulai disusun
sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan
mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat
mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses
pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat
bermanfaat membantu Rumah sakit, memperbaiki proses asuhan pasien, guna
menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah (Depkes RI, 2007).
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong Rumah sakit di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving.
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling
sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu
keprihatinan di seluruh dunia. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label,
atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep
secara elektrolit.
2. Pastikan identifikasi pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi
pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi
8
maupun pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang dan lain-lain.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas
pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standarisasi dalam
metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan
kesehatan dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini serta penggunaan
protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak
tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien
rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang
bersifat kritis memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan semacam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah
yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis
kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi pra-
pembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas
yang akan melaksanakan prosedur dan adanya tim yang terlibat dalam
prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan
identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat
standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah dan pencegahan atas campur
aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
9
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah
suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medications error)
pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu
daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang
diterima pasien sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi,
penyerahan atau perintah pemulangan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube)
Selang, kateter dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan slang dan spuit yang salah. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila
sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya
slang yang benar dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien,
misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV,
HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas
layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi,
edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi
melalui darah dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman.
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial
Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-rubs atau yang
lainnya.
10
2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan dan Manusia Pada Patient Safety
A. Pentingnya Faktor Manusia pada Keselamatan Pasien
Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan
bagaimana mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan efisiensi,
kreativitas, produktivitas dan kepuasan pekerjaan, dengan tujuan meminimalkan
kesalahan. Kegagalan menerapkan prinsip Human factor merupakan aspek kunci
kejadian paling buruk dalam perawatan kesehatan. Semua petugas kesehatan
harus memiliki pemahaman dasar tentang prinsip-prinsip faktor manusia.
Petugas kesehatan yang tidak mengerti dasar-dasar faktor manusia diibaratkan
seperti petugas pengendalian infeksi tapi tidak mengetahui tentang mikrobiologi.
11
3. Memindahkan pasien,
4. Skema terkait pengobatan dan pesanan lainnya secara elektronik.
Jika tugas-tugas ini dibuat lebih mudah untuk praktisi pelayanan
kesehatan, maka dapat menyediakan asuhan pelayanan yang lebih aman.
12
Safety merupakan derajat dimana pengembangan organisasi, peralatan, bersikap
tidak membahayakan, atau mengurangi resiko pada pasien staff, atau pengunjung.
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen, resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Jadi pada dasarnya dalam setiap perawat melakukan
praktiknya yaitu memberikan intervensi dalam upaya pemberian asuhan
keperawatan diharapkan sesuai dengan bukti ilmiah yang telah ada agar dalam
tindakan praktik keperawatan dalam memberikan intervensinya tidak asalasalan
terutama dalam hal safety patient.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko (Depkes RI, 2008).
Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan
bagaimana mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan efisiensi,
kreativitas, produktivitas dan kepuasan pekerjaan, dengan tujuan meminimalkan
kesalahan. Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan
mendeskripsikan interaksi antara tiga aspek saling berhubungan yaitu individu di
tempat kerja, tugas yang dibebankan untuk individu tersebut, dan tempat kerjanya.
EBP dapat digunakan untuk peningkatan patient safety. Evidence Based
Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk menentukan, menilai, dan
mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun medis
untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP merupakan
salah satu langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian
dapat diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan
critical thinking dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara
maksimal.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar penulis dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi
kedepannya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Komalawati, Veronica. 2010. Community dan Patient Safety Dalam Perspektif Hukum
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika
15