Anda di halaman 1dari 51

Visi

Pada tahun 2025 menghasilkan Ahli Madya Keperawatan yang unggul


dalam penguasaan asuhan keperawata dengan masalah kesehatan
neurosains melalui pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional

Disusun oleh:

Aisyah Irfani Faradila ( P3.73.20.1.18.121 )


Anggi Jeanita ( P3.73.20.1.18.122)
Dian Dwi Novianti ( P3.73.20.1.18. 131)
Nisrina Ayustika ( P3.73.20.1.18. 146)
Olivia Selindanils ( P3.73.20.1.18.149 )
Suci Adha Widyasari ( P3.73.20.1.18.155 )
KELAS : 3 REGULER D

Program Studi DIII Keperawatan

Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Jakarta III

2020
KATA PENGANTAR

Dengan ini kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional”.

 Makalah ini penulis susun untuk menambah ilmu serta untuk memenuhi salah satu tugas
dalam mata kuliah “Penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional”. Penulis menyadari
bahwa  dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca.

Dengan tersusunnya makalah ini semoga bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca
pada umumnya. Untuk itu kami sampaikan terima kasih apabila ada kurang lebihnya penulis minta
maaf.

Bekasi, 18 Agustus 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk
bersikap profesional. Profesionalisme perawat dapat diwujudkan dibidang pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Salah satu usaha untuk memberikan pelayanan yang
berkualitasdan profesional tersebut adalah pengembangan Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP) yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian
asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut.
MPKP sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain
dalammelaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP, perawat dapat memahami
tugas dan tanggung jawabnya terhadap pasien sejak masuk hingga keluar rumah sakit.
Implementasi MPKP harus ditunjang dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana
yang memadai. Banyak metode praktik keperawatan yang telah dikembangkan selama 35
tahun terakhir ini, yang meliputi keperawatan fungsional, keperawatan tim, keperawatan
primer, praktik bersama, manajemen kasus, partnership model, dan patient care center
model
Kategori pasien didasarkan atas, tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan
pasien, Usia, Diagnosa atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan terapi yang
dilakukan. Pelayanan yang profesional identik dengan pelayanan yang bermutu, untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam melakukan kegiatan penerapan standart
asuhan keperawatan dan pendidikan berkelanjutan.
Dalam kelompok keperawatan yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana
caranya metode penugasan tenaga keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur,
efesien tenaga, waktu dan ruang, serta meningkatkan ketrampilan dan motivasi kerja.
Model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam, yaitu : model kasus, model
fungsional, model tim, model primer, model manajemen perawatan, dan model perawatan
berfokus pada pasien. Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk
menyusun makalahtentang konsep model praktik keperawatan profesional untuk
mengetahui lebih dalam tugas perawat dalam memberi asuhan keperawatan.

A. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan memahami penerapan model praktik keperawatan profesional.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami metode-metode pemberian asuhan keperawatan.
b. Mengetahui dan memahami klasifikasi pasien.
c. Mengetahui dan memahami rencana kerja.
d. Mengetahui dan memahami laporan keja harian.

B. Ruang Lingkup
Pembahasan dalam makalah dengan materi penerapan model praktik keperawatan
profesional ini mencakup empat bahasan , yaitu: metode pemberian asuhan keperawatan,
klasifikasi pasien, rencana kerja, dan laporan kerja harian.

C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka yang
dilakukan dengan mengumpulkan data dari buku elektronik maupun informasi dari situs
internet seperti situs berita ter-update maupun jurnal keperawatan.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini dibagi menjadi tiga (III) bab yang disusun secara sistematis meliputi:
BAB I : Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan makalah, ruang lingkup,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis berisikan teori yang berupa pengertian dan definisi yang
diambil dari kutipan buku dan internet yang berkaitan dengan materi ini.
BAB III : Penutup yang terdiri atas simpulan yang berkaitan dengan materi yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Model Praktik Keperawatan Profesional


Keperawatan profesional Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesionalyang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan
keperawatan yang profesional merupakan praktek keperawatan yangdilandasi oleh nilai-
nilai profesional,yaitu mempunyai otonomi dalam pekerjaannya, bertanggung jawab dan
bertanggunggugat, pengambilan keputusan yang mandiri, kolaborasi dengan disiplin lain,
pemberian pembelaan dan memfasilitasi kepentingan klien. Tuntutan terhadap kualitas
pelayanankeperawatan mendorong perubahan dalam memberikan asuhan keperawatan
yang efektifdan bermutu. Dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional
diperlukansebuah pendekatan manajemen yang memungkinkan diterapkannya metode
penugasan yang dapat mendukung penerapan perawatan yang profesional di rumah sakit
(Marquis,2010).
Model praktek keperawatan profesianal (MPKP) adalah salah satu metode
pelayanan keperawatan yang merupakan suatu system, struktur, proses dan nilai-
nilaiyang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut. MPKP
telahdilaksanakan dibeberapa negara, termasuk rumah sakit di Indonesia sebagai suatu
upayamanajemen rumah sakit untuk meningkatkan asuhan keperawatan melalui
beberapakegiatan yang menunjang kegiatan keperawatan profesional yang sistematik.
Penerapan MPKP menjadi salah satu daya ungkit pelayanan yang berkualitas. Metode ini
sangatmenekankan kualitas kinerja tenaga keperawatan yang berfokus pada
profesionalismekeperawatan antara lain melalui penerapan standar asuhan keperawatan.

B. Tujuan Model Keperawatan


Menurut Nursalam (2014), karakteristik ronde keperawatan sebagai berikut :
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan
asuhankeperawatan oleh tim keperawatan.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagisetiap
anggota tim keperawatan

C. Penetapan Jenis Tenaga Keperawatan


Pelaksanaan MPKP dalam satu ruangan harus ditetapkan jenis tenaga
keperawatannya, beberapa jenis tenaga yang ada meliputi kepala ruang rawat, Clinical
care manager (CCM), perawat primer (PP), serta perawat asosiet (PA). Peran dan fungsi
antara PP dan PA harus jelas dan sesuai dengan tanggung jawabnya. Pada ruang rawat
MPKP pemula, kepala ruangan adalah perawat dengan kemampuan DIII keperawatan
dengan pengalaman, dan pada MPKP tingkat I adalah perawat dengan kemampuan
S.Kep/Ners dengan pengalaman (Marquis, 2010). Tugas dan tanggung jawab setiap jenis
tenaga adalah sebagai berikut :
1. Kepala Ruangan
Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang adalah perawat dengan
kemampuan DIII keperawatan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun
2. Clinical care manager (CCM)
Clinical care manager adalah seseorang dengan pendidikan S1
Keperawatan/Ners,dengan pengalaman kerja lebih dari 3 tahun
3. Perawat Primer (PP)
Perawat primer pada MPKP pemula adalah seorang yang berpendidikan DIII, Tugas
perawat primer adalah memimpin dan bertanggung jawab pada pelaksanaan asuhan
dan pelayanan keperawatan serta pendokumentasian dan administrasi pada
sekelompok pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Berpartisipasi dalam visite
dokter, mengatasi permasalahan konflik pasien, penunggu dan petugas di
areanya,mengkoordinasikan proses pelayanan kepada kepala ruangan mengatur
danmemantau semua proses asuhan keperawatan di area kelolaan, dan memastikan
kelengkapan pendokumentasian dan administrasi dari klien masuk sampai pulang.
4. Perawat Asosiet (PA)
Pada MPKP pemula perawat Asosiet adalah yang berpendidikan DIII
Keperawatan,dan tidak menutup kemungkinan masih ada yang berpendidikan SPK
Tugas PAadalah bertanggung jawab dan melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien yang menjadi tanggung jawabnya. Melaksanakan dokumentasi keperawatan,
dan berkoordinasi dengan perawat primer untuk pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengaturan tanggung jawab PP lebih ditekankan pada pelaksanaan terapi keperawatan
karena bentuk tindakannya lebih pada interaksi, adaptasi yangmemerlukan konsep
analisa yang tinggi, tindakan yang tidak memerlukan analisis dapat dilakukan oleh
PA

D. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional


1. Metode Fungsional
Model asuhan keperawatan fungsional yaitu pengorganisasian tugas keperawatan
yang didasarkan pada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan. Menurut
Sitorus (2011), metode fungsional merupakan metode penugasan yang menekankan pada
penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Seorang perawat dapat melakukan dua
jenis pekerjaan atau lebih untuk semua klien yang ada di unit tersebut.
Metode ini berkembang ketika perang dunia II akibat kurangnya perawat
profesional sehingga banyak direkrut tenaga pembantu perawat. Mereka diajarkan tugas
yang sederhana dan berulang, seperti menyuntik, ukur tekanan darah, ukur suhu,
perawatan luka, dan sebagainya. Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan kurang menekankan kepada
pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik sehingga dalam penerapannya kualitas
asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan yang terfragmentasi.
Kelebihan yang dimiliki model keperawatan ini diantaranya adalah sebagai
berikut.
a. Pembagian tugas yang jelas.
b. Perawat akan terampil untuk tugas tertentu.
c. Sangat bagus bila diterapkan di rumah sakit yang kekurangan tenaga.
Walaupun memiliki kelebihan, model ini juga memiliki beberapa kelemahan
diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Terbatasnya komunikasi antar perawat sehingga tidak ada perawat yang mengetahui
keadaan seorang klien secara komprehensif, kecuali kepala ruangan.
b. Klien merasa kurang puas, karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat
tentang hal-hal yang ditanyakan dan kurang merasakan adanya hubungan saling
percaya dengan perawat.
c. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan
saja.
Berikut ini adalah bagan sistem pemberian asuhan keperawatan fungsional
(Marquis dan Houston, 1998)

2. Metode Tim
Menurut Nursalam (2014) metode tim adalah pengorganisasian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat.
Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman kerja serta
memiliki pengetahuan dibidangnya (Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam
kelompok dilakukan oleh pemimpin kelompok / ketua grup dan ketua grup bertanggung
jawab dalam mengarahkan anggota grup / tim. Selain itu ketua grup bertugas memberi
pengarahan dan menerima laporan kemajuan tugas apabila menjalani kesulitan dan
selanjutnya ketua tim melaporkan pada kepala ruang tentang kemajuan pelayanan /
asuhan keperawatan terhadap klien. Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun
1950-an, saat berbagai pemimpin keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim dapat
menyatukan perbedaan kategori perawat pelaksanaan dan sebagai upaya untuk
menurunkan masalah yang timbul akibat penggunaan model fungsional. Pada model tim,
perawat bekerja sama memberikan asuhan keperawatan untuk sekelompok pasien di
bawah arahan / pemimpinan seorang perawat profesional.
Dibawah pimpinan perawat profesional, kelompok perawat akan dapat bekerja
sama untuk memenuhi sebagai perawat fungsional. Penugasan terhadap pasien dibuat
untuk tim yang terdiri dari ketua tim dan anggota tim. Model tim didasarkan pada
keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan
dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab
perawat yang tinggi. Setiap anggota tim akan merasakan kepuasan karena diakui
kontribusinya yang bermutu. Potensi setiap anggota tim saling melengkapi menjadi suatu
kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta menimbulkan rasa
kebersamaan dalam setiap upaya dalam pemberian asuhan keperawatan. Pelaksanaan
konsep tim sangat tergantung pada filosofi ketua tim apakah berorientasi pada tugas atau
pada klien. Perawat yang berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk
mengetahui kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya dan
merencanakan perawatan klien. Adapun tugas ketua tim meliputi: mengkaji anggota tim,
memberikan arahan perawatan untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan,
mengkoordinasikan aktivitas klien.
Menurut Nursalam (2014), ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan
diantaranya sebagai berikut:
a. Pemimpin tim didelegasikan / diberi otoritas untuk membuat penugasan bagi anggota
tim dan mengarahkan pekerjaannya timnya.
b. Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik atau partisipatif
dalam berinteraksi dengan anggota tim.
c. Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan kepada kelompok
pasien.
d. Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Komunikasi meluputi: penulisan perawatan klien, rencana perawatan
klien, laporan untuk dan dari pemimpin tim, penentuan tim untuk mendiskusikan
kasus pasien dan umpan balik informal di antara anggota tim.
1) Kelebihan Metode Tim
(a) Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif dan holistik.
(b) Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.
(c) Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk belajar.
(d) Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
(e) Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda
secara efektif.
(f) Peningkatan kerja sama dan komunikasi di anatara anggota tim dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staf secara
keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan bahwa ia mempunyai kontribusi
terhadap hasil asuhan keperawatan yang diberikan.
(g) Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(h) Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama bertugas.

2) Kekurangan Metode Tim


(a) Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi anggot
tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai perawat
pemimpin maupun perawat klinik.
(b) Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila konsepnya tidak
diimplementasikan dengan total.
(c) Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan,
sehingga komunikasi antar anggota tim terganggu.
(d) Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung staf,
berlindung kepada anggota tim yang mampu.
(e) Akuntabilitas dari tim menjadi kabur.
(f) Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena membutuhkan
tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.

3) Tanggung Jawab Kepala Ruang


(a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai sesuai dengan standar
asuhan keperawatan.
(b) Mengorganisir pembagian tim dan pasien.
(c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan kepimpinan.
(d) Menjadi narasumber bagi ketua tim.
(e) Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang metode / model tim
dalam pemberian asuhan keperawatan.
(f) Memberikan pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruangannya.
(g) Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruangannya.
(h) Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lainnya.
(i) Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya, kemudian
menindak lanjutinya.
(j) Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
(k) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.

4) Tanggung Jawab Ketua Tim


(a) Mengatur jadwal dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala ruangan.
(b) Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang
didelegasikan oleh kepala ruangan.
(c) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan keperawatan
bersama-sama anggota timnya.
(d) Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
(e) Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan bimbingan
melalui konferens.
(f) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan
serta mendokumentasikannya.
(g) Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan.
(h) Menyelenggarakan konferensi.
(i) Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
(j) Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya.
(k) Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan.

5) Tanggung Jawab Anggota Tim


(a) Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.
(b) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan
berdasarkan respon klien.
(c) Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan.
(d) Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
(e) Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
(f) Memberikan laporan.

6) Struktur Model Keperawatan Tim


Menurut Marquins (2010), sistem pemberian asuhan keperawatan tim sebagai
berikut.

3. Metode Primer
Keperawatan primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
perawat profesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan
keperawatan pasien selama 24 jam/hari. Tujuan utama dari model primer adalah
terdapatnya kontinuitas keperawatan yang dilakukan secara komprehensif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan sejak pasien masuk rumah sakit hingga
pasien dinyatakan pulang. Perawat primer dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh
perawat asosiet. Perawat asosiet berperan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab
perawat primer bila perawat primer tidak ada.
Pada model asuhan keperawatan primer membutuhkan kualifikasi tertentu karena
perawat primer harus tenaga perawat profesional (Registered Nurse) yang mengasuh
pasien mulai dari melakukan pengkajian, menentukan diagnosa, membuat rencana,
melakukan implementasi, dan melakukan evaluasi. Perawat primer akan mengasuh 4—6
klien selama 24 jam selama pasien dirawat.
Penetapan seseorang untuk menjadi perawat primer memerlukan beberapa kriteria,
diantaranya memiliki kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinik, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai
disiplin ilmu. Penerapan metode primer adalah seorang Clinical Specialist yang
mempunyai kualifikasi Master.
Menurut Huber (2000), metode primer memberi dampak positif, diantaranya
adalah sebagai berikut.
a. Peningkatan profesionalisme.
b. Peningkatan autonomi profesi dan kepuasan bekerja bagi perawat.
c. Peningkatan kepuasan pasien akan mutu layanan dan asuhan keperawatan.
d. Efisiensi penggunaan sumber daya.
Sementara itu, dampak yang merugikan dari metode ini adalah sebagai berikut.
a. Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan
yang memadai.
b. Membutuhkan kemampuan komunikasi yang baik antara perawat primer dengan
perawat asosiet.
c. Biaya yang dibutuhkan lebih besar karena membutuhkan lebih banyak perawat
profesional.
Berikut adalah diagram sistem asuhan keperawatan Primary Nursing (Marquis dan
Houston, 1998)
4. Metode Kasus
Metode kasus yaitu pengorganisasian pelayanan / asuhan keperawatan dimana
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan mencakup seluruh aspek keperawatan
yang dibutuhkan.
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap pasien
tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan pemberian
peawatan konstan untuk periode tertentu. Metode penugasan kasus biasa diterapkan
untuk perawatan khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara
menyeluruh, untuk mengetahui apa yang harus dilakukan pada pasien dengan baik.
Dalam metode ini dituntu kualitas serta kuantitas yang tinggi dari perawat, sehingga
metode ini sesuai jika digunakan untuk ruangan ICU ataupun ICCU.

a. Kelebihan Metode Kasus


1) Tim mendukung pengembangan dan produktifitas.
2) Asuhan keperawatan diberikan secara komprehensif.
3) Membaiknya kontinuitas dan kooordinasi asuhan.
4) Biaya efektif.
b. Kekurangan Metode Kasus
1) Moral: perawat profesional melakukan tugas non profesional.
2) Tidak dapat dikerjakan perawat non profesional.
3) Membingungkan.
4) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab.
5) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.

c. Struktur Model Asuhan Keperawatan Kasus


Menurut Marquins (2010), struktur model asuhan keperawatan dengan metode
kasus adalah sebagai berikut:
5. Metode Moduler
Model asuhan keperawatan moduler merupakan gabungan asuhan keperawatan
primer dan tim. asuhan keperawatan moduler yaitu pengorganisasian pelayanan atau
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat profesional dan non-profesional
(perawat terampil) untuk sekelompok klien dari mulai masuk rumah sakit sampai pulang.
Pada metode ini diperlukan perawat yang berpengetahuan, terampil, dan memiliki
kemampuan memimpin. Idealnya 2—3 perawat untuk 8—12 klien.
Kelebihan dari metode ini antara lain: a. asuhan keperawatan diberikan secara
komprehensif; b. meningkatnya kepuasan pasien; c. biaya efektif; dan kekurangan dari
metode ini antara lain: a. sedikit perawat register yang digunakan untuk mengatasi
kondisi pasien yang tidak diharapkan; b. diperlukan pengalaman dan keterampilan ketua
tim.
Berikut adalah diagram sistem asuhan keperawatan Tim Moduler (Sumber:
http://abienaufal.blogspot.com/2015/11/tinjauan-teori-manajemen-keperawatan.html)
6. Manajemen Kasus
Menurut Marquis & Huston (2000), manajemen kasus merupakan sistem
pemberian asuhan keperawatan secara multidisiplin yang bertujuan meningkatkan
pemanfaatan berbagai anggota tim kesehatan (kolaborasi) dan sumber-sumber yang ada
sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan keperawatan yang optimal. Manajemen kasus
merupakan proses pemberian asuhan keperawatan, mengurangi fragmentasi,
meningkatkan kualitas hidup klien, dan efisiensi pembiayaan.
Menurut Sitorus (2011), tujuan utama manajemen kasus adalah tercapainya hasil
akhir asuhan keperawatan yang sudah ditetapkan dengan mengoptimalkan layanan yang
dibutuhkan (clinical pathway). Metode manajemen kasus terdiri dari lima elemen yaitu
(1) pendekatan berfokus pada klien, (2) koordinasi asuhan dan layanan antar institusi, (3)
berorientasi pada hasil, (4) efisiensi sumber, dan (5) kolaborasi.

a. Tugas dan Tanggung Jawab Manajer


1) Mengelola dan memimpin proses perbaikan mutu.
2) Memberikan arahan pada para manajer kasus bahwa jumlah kasus tepat dan
ditangani baik.
3) Melaksanakan survey kepuasan pasien.
4) Membuat batasan area tanggung jawab.
5) Mengklasifikasi suatu kejadian kepada manajer lain bila diperlukan.
6) Merencanakan dan memfasilitasi pendidikan dan pengembangan staf berdasarkan
tujuan unit dan kebutuhan satf.
7) Melakkan monitoring terhadap asuhan yang dilaksanakan oleh tenaga perawat
dan non keperawatan.
8) Melakukan koordinasi, komunikasi dan bekerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan pasien.
9) Memfasilitasi asuhan keperawatan.

b. Kelebihan Manajemen Kasus


1) Meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena perkembangan kesehatan pasien
dimonitoring secara terus menerus sehingga selalu terlihat perbaikan bila asuhan
keperawatan yang diberikan tidak memberikan perbaikan, serta adanya kerjasama
yang harmonis antara manajer kasus dengan tim kesehatan lain.
2) Menurunkan komplikasi.
3) Menurunkan biaya perawatan.

c. Struktur Model Manajemen Kasus


1) Model Manajemen Kasus 1

Administrator
Keperawatan

Manajer kasus Manajer kasus Manajer Kasus


Peny.Dalam Pediatrik OB
2) Model Manajemen Kasus 2

7.
Administrator
Keperawatan

Manajer kasus
Resiko tinggi Manajer kasus Manajer Kasus
Resti Ps Pediatrik Resti Ps OB
Ps. Cardiac arrest

Partnership Model
Model ini adalah kombinasi antara perawat primer dengan perawat vokasi atau
perawat pembantu (nurse assisstant) untuk bekerja sama secara konsisten. Keuntung
yang didapatkan dari model ini adalah biaya yang lebih efektif dari keperawatan primer;
dan perawat primer dapat mendorong dan mendukung peningkatan kemampuan partner-
nya. Sementara itu, kerugian dari model ini adalah kemungkinan perawat primer
mengalami kesulitan dalam mendelegasikan pada partnernya; dan jadwal yang bervariasi
membuat partnership yang yang konsisten sulit dipertahankan.

8. Patient Care Center Model


Patient care center model merupakan perkembangan model terbaru dari pelayanan.
Model ini lebih berfokus pada pasien dan penerapan tergantung dengan fasilitas. Tim
yang “cross-fungsionalí” dari perawat profesional dan asisten bekerja sebagai “unit
based team”.
a. Kelebihan Patient Care Center Model
1) Pasien hanya kontak dengan petugas.
2) Perawat hanya bekerja di unit sehingga bisa menggunakan lebih banyak waktu
untuk memberikan pelayanan keperawatan langsung.
3) Tim di supervisi oleh perawat profesional.
4) Perawat profesional bertanggung bertanggung jawab dan gugat untuk pelayanan
secara luas dan berfungsi lebih tinggi.

b. Kekurangan Patient Care Center Model


1) Perubahan struktur organisasi yang besar.
2) Unit/department lain harus mengakui kepemimpinan keperawatan.
3) Kepala ruangan harus mensupervisi berbagai macam pegawai.

c. Struktur Patient Care Center Model

E. Klasifikasi Pasien
1. Definisi
Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkan pasien menurut jumlah
dan kompleksitas persyaratan perawatan mereka. Dalam banyak sistem
klasifikasi, pasien dikelompokkan sesuai dengan ketergantungan mereka pada
pemberi perawatan dan kemampuan yang diperlukan untuk memberikan perawatan.
Dalam menentukan kebutuhan tenaga di ruang rawat perawat perlu memantau
klasifikasi klien. Sistem klasifikasi pasien adalah pengelompokkan pasien berdasarkan
kebutuhan perawatan yang secara klinis dapat diobservasi oleh perawat. Pada dasarnya
sistem ini diobsevasikan oleh perawat. Pada dasarnya sistem klasifikasi pasien ini
mengelompokkan pasien sesuai dengan ketergantungan dengan perawat atau waktu dan
kemampuan yang dibutuhkan untuk memberi asuhan keperawatan yang dibutuhkan.
Ketenagaan memerlukan koordinasi antara bagian personalia dan pelayanan
keperawatan, biasanya bagian personalia mengadakan tenaga keperawatan sesuai dengan
permintaan yang diajukan oleh bagian keperawatan. Langkah pertama pada rekrut tenaga
adalah menstimulasi calon untuk mengisi posisi yang dibutuhkan. Hal ini tidak sederhana
karena tidak hanya segi teknis kualifikasi tetapi juga kwalitas individu harus sesuai dengan
pekerjaan, susunan dan tujuan organisasi. Usaha rekrut tenaga jangan tergesa-gesa karena
dapat mengakibatkan seleksi yang tidak memuaskan.

B. Tujuan Sistem klasifikasi Pasien


Tujuan klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan pemberian nilai untuk
mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk memenuhi perawatan yang dibutuhkan
pasien (Gillies, 1994). Menurut Swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk
menentukan jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai
produktivitas. Klasifikasi pasien sangat menentukan perkiraan kebutuhan tenaga. Hal
ini dilakukan untuk menetapkan jumlah tenaga keperawatan sesuai dengan kategori yang
dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien di setiap unit.

C. Sistem Klasifikasi Pasien


Kategori keperawatan klien menurut Swanburg (1999) terdiri dari :
1. Self-care
Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindak keperawatan dan
pengobatan. Klien melakukan aktivitas perawatan diri sendiri secara mandiri.
Biasanya dibutuhkan waktu 1-2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1,5 jam/24 jam.
2. Minimal care
Klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindak keperawatan dan pengobatan
tertentu, misalnya pemberian obat intravena, dan mengatur posisi. Biasanya
dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu rata-rata efektif 3,5 jam/24 jam.
3. Intermediate care
Klien biasanya membutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu rata-rata efektif 5,5 jam/24
jam.
4. Modified intensive care
Klien biasanya membutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu rata-rata efektif 7,5 jam/24
jam.
5. Intensive care
Klien biasanya membutuhkan 10-14 jam dengan waktu rata-rata efektif 12 jam/24
jam.

Metode lain yang sering digunakan di Rumah Sakit adalah metode menurut Douglas
(1984), yang mengklasifikasi derajat ketergantungan pasien dalam tiga kategori,
yaitu minimal care, partial care, dan total care.
1. Minimal Care
Perawatan ini memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini
adalah:
- Mampu naik- turun tempat tidur
- Mampu ambulasi dan berjalan sendiri
- Mampu makan dan minum sendiri
- Mampu mandi sendiri/ mandi sebagian dengan bantuan
- Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)
- Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit
- bantuan
- Status psikologis stabil
- Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik
- Operasi ringan

2. Partial Care
Perawatan ini memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini
adalah:
- Membutuhkan batuan 1 orang untuk naik-turun tempat tidurMembutuhkan bantuan
untuk ambulasi/berjalan
- Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
- Membutuhkan bantuan untuk makan/disuap
- Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
- Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan
- Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar mandi)
- Pasien dengan infus.
- Pasien dengan katheter urine.
- Post operasi minor 24 jam.
- Observasi tanda- tanda vital setiap 4 jam
- Gangguan emosional ringan

3. Total Care
Perawatan ini memerlukan waktu 5-6jam/24 jam. Kriteria klien pada klasifikasi ini
adalah:
- Membutuhkan 2 orang atau lebih untuk mobilisasi dari
- tempat tidur ke kereta dorong atau kursi roda
- Kebutuhan cairan dan nutrisi dipenuhi melalui terapi
- intravena (infus) dan nasogastric tube (sonde)
- Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan
- Dimandikan perawat
- 24 jam post operasi mayor
- Pasien tidak sadar
- Keadaan pasien tidak stabil
- Observasi TTV paling tidak setiap 2 jam
- Perawatan luka bakar kompleks
- Menggunakan alat bantu nafas (ventilator)
- Menggunakan WSD (Water Seal Drainage)
- Menggunakan alat traksi (skeletal traksi)
- Fraktur dan atau pasca operasi tulang belakang/ leher
- Gangguan emosional berat, binggung dan disorientasi
-
Douglas mengatur kebutuhan tenaga perawat melalui klasifikasi sebagai berikut :
Klasifikasi Kebutuhan Perawat
Pagi Sore Malam
Minimal Care 0,17 0,14 0,07
Partial Care 0,27 0,15 0,10
Total Care 0,36 0,30 0,20

Contoh soal:
Pada sebuah ruangan rawat inap dengan kapasitas 20 bed, diketahui:
Hari 1 Pagi : Terdapat 10 pasien dengan minimal care, 4 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Sore : Terdapat 10 pasien dengan minimal care, 4 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Malam : Terdapat 10 pasien dengan minimal care, 4 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Hari 2 Pagi : Terdapat 11 pasien dengan minimal care, 5 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Sore : Terdapat 10 pasien dengan minimal care, 5 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Malam : Terdapat 10 pasien dengan minimal care, 5 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Hari 3 Pagi : Terdapat 12 pasien dengan minimal care, 5 pasien partial care
Sore : Terdapat 12 pasien dengan minimal care, 5 pasien partial care
Malam : Terdapat 12 pasien dengan minimal care, 5 pasien partial care
Hari 4 Pagi : Terdapat 11 pasien dengan minimal care, 4 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Sore : Terdapat 11 pasien dengan minimal care, 4 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Malam : Terdapat 11 pasien dengan minimal care, 4 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Hari 5 Pagi : Terdapat 11 pasien dengan minimal care, 3 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Sore : Terdapat 11 pasien dengan minimal care, 3 pasien partial care, dan 1 pasien total
care
Malam : Terdapat 11 pasien dengan minimal care, 3 pasien partial care, dan 1 pasien total
care

PERHITUNGAN KEBUTUHAN TENAGA KEPERAWATAN (DOUGLAS, 1984)


RSU……………………………………..Bulan…………..tahun:……….
RUANG: ……………………………….  INSTALASI: …………………………….

Tgl  Pagi Sore  Malam Supervisor


Min  Part Total Jml Min   Part Total Jml Min   Part Total Jml Paraf Nama
 
1 1,7 1,08 0,36 3,14 1,4 0,6 0,3 2,3 0,7 0,4 0,2 1,3
2 1,87 1,35 0,36 3,58 1,4 0,75 0,3 2,45 0,7 0,5 0,2 1,4
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Dst..
Jumlah 3,57 2,43 0,72 6,72 2,8 1,35 0,6 4,75 1,4 0,9 0,4 2,7
Rata-rata 1,78 1,21 0,36 3,36 1,4 0,67 0,3 2,37 0,7 0,45 0,2 1,35
Index 0,17 0,27 0,36 0,14 0,15 0,30 0,07 0,10 0,20
Jumlah 3,36 2,37 1,35 7,08
Tenaga dibulatkan 7
perawat.

1/3 x 7= 2,3
dibulatkan 2
perawat

7+2=9

Ada                  
     =………-
Kurang/lebih  
    = ……….
+

Mengetahui/Menyetujui                                                           …………., tgl…………………


Supervisor Kepala Ruang Keperawatan

(.......................................) (..................................................)

Klasifikasi kategori asuhan keperawatan menurut Depkes


Menurut Depkes (2002), klasifikasi ketergantungan pasien ada 4 kategori, masing-masing
memerlukan waktu :
- Asuhan keperawatan minimal : 2 jam/24 jam
- Asuhan keperawatan sedang : 3,08 jam/24 jam
- Asuhan keperawatan agak berat : 4,15 jam/24 jam         
- Asuhan keperawatan maksimal : 6,16 jam/24 jam
Jam efektif perawat perhari adalah 7 jam.

1) Asuhan keperawatan minimal :


a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b) Makan dan minum dilakukan sendiri.
c) Ambulasi dengan pengawasan.
d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.
e) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
2) Asuhan keperawatan sedang :
a) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu.
b) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam.
c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali. 
3) Asuhan keperawatan agak berat :
a) Sebagian besar aktifitas dibantu.
b) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 – 4 jam sekali.
c) Terpasang folley cateter, intake output dicatat.
d) Terpasang infus.
e) Pengobatan lebih dari sekali.
f) Persiapan pengobatan perlu prosedur
4) Perawatan maksimal :
a) Segala aktifitas diberikan perawat.
b) Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
c) Makan memerlukan NGT, terapi intravena.
d) Penggunaan suction.
e) Gelisah/disorientasi

Menurut Depkes, terdapat pengelompokan unit kerja di Rumah Sakit, yaitu:

a. Rawat inap
Kebutuhan tenaga perawat di ruang perawatan menggunakan rumus:
Jumlah jam perawatan di ruangan/hari
Kebutuhan tenaga = --------------------------------------------------
Jam efektif perawat

Untuk perhitungan jumlah tenaga tersebut, perlu ditambah faktor koreksi dengan menambah
perawat libur (loss day) dan tugas non keperawatan.

Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti + hari besar


Loss day = --------------------------------------------------------------------- x kebutuhan tenaga
Jumlah hari kerja efektif dalam 1 tahun

Tenaga keperawatan yang mengerjakan pekerjaan non keperawatan diperkirakan 25% dari
jumlah tenaga keperawatan

Tugas non keperawatan = (kebutuhan tenaga + loss day) x 25%

Jumlah total kebutuhan tenaga keperawatan

Jumlah kebutuhan tenaga = kebutuhan tenaga + loss day + tugas non keperawatan

b. Rawat inap intensif

Jumlah jam perawatan perhari = 12 jam/pasien

Perhitungan jumlah tenaga keperawatan:

(Jumlah jam perawatan x jumlah pasien)


------------------------------------------------- + loss day
Jumlah jam efektif/hari
c. Instalasi gawat darurat

Jumlah jam perawatan perhari = 4 jam/pasien

Perhitungan jumlah tenaga keperawatan

(Jumlah jam perawatan x jumlah pasien)


------------------------------------------------- + loss day
Jumlah jam efektif/hari

d. Kamar bersalin

Waktu yang diperlukan untuk pertolongan persalinan mencakup kala I s.d IV = 4


jam/pasien

Perhitungan jumlah tenaga keperawatan

(Jumlah jam perawatan x jumlah pasien)


------------------------------------------------- + loss day
Jumlah jam efektif/hari

e. Ruang operasi

- Kamar operasi
Ketergantungan pasien:
a) Operasi besar/khusus : 5 jam/operasi
b) Operasi sedang : 2 jam/operasi
c) Operasi kecil : 1 jam/operasi

Kriteria operasi kecil, sedang, besar dan khusus menurut Depkes (1997)

Jenis Waktu Peralatan Anestesi Resiko


Operasi
Operasi kecil < 1 jam Alat standar Lokal Kecil
Operasi 1-2 jam Alat standar + Lokal, regional, dan Sedang
Sedang general
Operasi Besar 3 jam Alat standar + General Besar
+
Operasi 4 jam Alat standar + General Tinggi
Khusus ++
Sumber: Keperawatan Perioperatif: Prinsip dan Praktik (2008)

Contoh:
Operasi kecil : Insisi abses, angkat tahi lalat, angkat kutil, sirkumsisi, dll
Operasi sedang : Tonsilektomi, apendektomi, dll
Operasi besar : Laparoskopi, bedah paru, bedah jantung, bedah digestif.
Operasi khusus : Bedah saraf, bedah tulang belakang.

Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan, sebagai berikut:

(Jumlah jam perawatan/hari x Jumlah operasi) x Jumlah perawat dalam tim


-------------------------------------------------------------------------------------------
Jam kerja efektif/hari

- Ruang penerimaan dan RR


Ketergantungan pasien di ruang penerimaan = 15 menit
Ketergantungan pasien di RR = 1 jam

Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan, sebagai berikut:


Jumlah jam ketergantungan pasien x jumlah operasi/hari
--------------------------------------------------------------------
Jumlah jam efektif/hari

f. Rawat Jalan

Jumlah jam perawatan/hari = 15 menit

Perhitungan jumlah tenaga keperawatan

Jumlah jam perawatan (menit) x jumlah pasien


---------------------------------------------------------- + faktor koreksi (15%)
Jumlah jam efektif/hari x 60 menit

F. Rencana Kerja
1. Rencana jangka pendek

Rencana Kerja Pendek yang penting disusun untuk diterapkan di ruang MPKP
(Model Praktek Keperawatan Profesional) terdiri dari rencana harian, bulanan dan
tahunan. Rencana ini penting agar semua kegiatan berjalan dengan tertib dan teratur yang
memungkinkan terlaksananya asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Rencana harian adalah rincian kegiatan harian yang akan dilaksanakan oleh perawat
sesuai dengan perannya masing-masing, yang dibuat pada setiap shift yang
menggambarkan aktivitas perawatan selama 24 jam. Isi kegiatan disesuaikan dengan
peran dan fungsi perawat.

2. Rencana harian kepala ruangan


Isi rencana harian Kepala Ruangan meliputi:
● Asuhan keperawatan,
● Supervisi Katim dan Perawat pelaksana
● Supervisi tenaga selain perawat dan kerja sama dengan unit lain yang terkait.
Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan dalam fungsi manajemen,
sebagai satu cara efektif untuk mencapai tujuan pelayanan di suatu tatanan rumah sakit
termasuk tatanan pelayanan keperawatan. Supervisi adalah kegiatan yang terencana
seorang manajer yang dilakukan dalam bentuk bimbingan, pengarahan, observasi,
motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari.
Supervisi keperawatan merupakan proses pemberian bantuan yang dibutuhkan perawat
agar mereka dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Dengan supervisi seorang manajer
keperawatan dapat menemukan berbagai kendala dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dan dapat menghargai potensi setiap anggotanya (Arwani, 2006).

Swansburg (1990) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan


sumber sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas. Kron dan Gray (1987)
mengartikan supervisi sebagai kegiatan yang merencanakan, mengarahkan, membimbing,
mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai dan mengevaluasi
secara berkesinambungan anggota secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan yang dimiliki anggota. Mc Farland, Leonard dan Morris (1984) mengaitkan
supervisi dalam konteks keperawatan sebagai suatu proses kegiatan pemberian dukungan
sumber-sumber (resources) yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan tugas
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dapat disimpulkan bahwa supervisi adalah kegiatan kegiatan yang terencana


seorang manajer melalui aktivitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan
evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari. Supervisi
terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dapat
dilakukan dengan memberikan bimbingan, pengarahan, observasi dan pemberian
motivasi serta evaluasi terhadap pendokumentasian tiap-tiap tahap proses keperawatan.
Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar merupakan variabel yang harus disupervisi.

a. Tujuan Supervisi
Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif
dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber-sumber
yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Tujuan supervisi adalah
diarahkan pada kegiatan untuk mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan, melatih
staf dan pelaksana keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai
upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti peran dan fungsinya sebagai staf, dan
difokuskan kepada pemberian pelayanan kemampuan staf dan pelaksana keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan (Arwani, 2004). Tujuan supervisi kinerja
perawat dalam pendokumentasian adalah meningkatkan keterampilan dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil akhir yang dicapai adalah meningkatnya
kepuasan kerja perawat dan kualitas layanan.
b. Fungsi Supervisi
Supervisi berfungsi untuk mengatur dan mengorganisasi kegiatan yang terjadwal
yang menjamin bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan standar
kerja (Ilyas, 1995). Selain itu supervisi juga berfungsi untuk membimbing, memberikan
contoh, mengarahkan dan menilai atau mengevaluasi. Menurut Marquis dan Huston
(2000) agar fungsi supervisi dapat dicapai optimal, maka seorang supervisor harus
mempunyai kompetensi seperti berikut ini :

1) Mampu menumbuhkan dan meningkatkan motivasi staf dalam bekerja.


● Supervisor dapat menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dengan selalu
mengingatkan pada perawat pelaksana untuk melengkapi dokumentasi
asuhan keperawatan setiap operan.
2) Mengembangkan rasa percaya dan keterbukaan staf
● Supervisor secara terbuka menjelaskan tujuan supervisi bukan untuk
mencari kesalahan dan siap memberikan masukan dan arahan pada
kegiatan supervisi pendokumentasian asuhan keperawatan
● Memberikan kesempatan pada staf mengungkapkan ide-ide dan
permasalahan yang dihadapi dalam pendokumentasian.
3) Menggunakan teknik wawancara agar terjalin komunikasi dua arah
● Supervisor melakukan supervisi dengan mengedepankan teknik diskusi.
Artinya supervisor siap memberikan arahan dan siap mendengarkan
umpan balik dari staf yang disupervisi
4) Mengumpulkan data secara terbuka dan obyektif (berdasarkan standar)
● Supervisor menjelaskan setiap kegiatan supervisi pendokumentasian yang
dilakukan dan menggunakan format yang baku sehingga lebih obyektif
5) Menilai secara objektif
● Supervisor memberikan penilaian hasil supervisi berdasarkan format yang
sudah disosialisasikan dan memberikan kesempatan pada staf yang
disupervisi memberikan umpan balik terhadap hasil penilaian.
c. Peran Supervisor
Menurut Kron (1987) peran supervisor adalah sebagai perencana, pengarah,
pelatih, dan penilai. Peran supervisor sebagai perencana adalah seorang supervisor
dituntut untuk mampu membuat perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam
perencanaan, seorang supervisor merencanakan pemberian arahan untuk memperjelas
tugasnya untuk siapa, kapan waktunya, bagaimana, kenapa, dan termasuk memberi
instruksi. Cakupan supervisi meliputi siapa yang disupervisi, apa tugasnya, kapan
waktunya disupervisi, kenapa dilakukan supervisi dan bagaimana masalah tersebut sering
terjadi.
Peran supervisor sebagai pengarah adalah kemampuan seorang supervisor dalam
memberikan arahan yang baik yang sangat diperlukan untuk supervisi. Pengarahan harus
lengkap sesuai dengan kebutuhannya, dapat dimengerti, pengarahan menunjukkan
indikasi yang penting, bicara pelan dan jelas, pesannya logis, hindari pengarahan dalam
satu waktu, pastikan arahan dapat dimengerti dan pengarahan harus dapat
ditindaklanjuti . Pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan
berkualitas, supervisor mengarahkan perawat pelaksana untuk melaksanakan tugasnya
sesuai standar yang ditentukan rumah sakit. Pengarahan bertujuan untuk mencegah
karyawan melakukan penyimpangan yang tidak sesuai standar (Gillies, 1994; Azwar,
1996).
Peran supervisor sebagai penilai adalah seorang supervisor dalam melakukan
supervisi dapat memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat
dikerjakan apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar penilaian kinerja dan
observasinya akurat (Kron, 1987). Dalam melaksanakan supervisi, penilaian hasil kerja
perawat pelaksana dilakukan pada saat melaksanakan asuhan keperawatan selama
periode tertentu. Hal ini dilakukan secara terus menerus selama supervisi berlangsung
dan tidak memerlukan tempat khusus. Penilaian merupakan pengukuran terhadap akibat
yang timbul dari dilaksanakan suatu program dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan (Azwar, 1996).
Peran supervisor dalam supervisi kinerja pendokumentasian asuhan keperawatan
adalah merencanakan pelaksanaan supervisi, mengarahkan perawat dalam
pendokumentasian yang benar, melatih perawat mendokumentasikan asuhan
keperawatan, dan penilaian secara objektif kualitas pendokumentasian asuhan
keperawatan

d. Tugas dan Tanggung jawab Supervisor


Menurut Brown (1994) tugas penting yang harus dilakukan sebelum melakukan supervisi
adalah
1) Merencanakan tugas sehari-hari
a) Pembagian tugas kerja
b) Perincian penggunaan waktu dan batas wewenang

Contoh : Tabel 1.2 Pembagian Tugas

2) Menggunakan wewenang dengan tepat


3) Bertindak efektif dan efisien dan mampu menganalisa masalah berkaitan dengan

kinerja pendokumentasian
4) Memimpin kelompok dengan kegiatan dan tujuan tertentu
5) Transformasi informasi baik dari atasan ke bawahan maupun dari bawahan
keatasan yang meliputi : melaksanakan petunjuk, menyaring dan menyampaikan
informasi bawahan keatasan, merumuskan informasi atasan, mengusahakan hasil
kerja maksimal sehingga kegiatan pendokumentasian asuhan keperawatan
meningkat.

Contoh perencanaan supervisi :

Tabel 1.1 Rencana Supervisi Dokumentasi Asuhan Keperawatan

e. Kompetensi Supervisor
Untuk menjadi supervisor yang baik diperlukan kompetensi yang harus dimiliki dalam
melaksanakan supervisi (Bittel, 1987, Dharma, 2004). Kompetensi tersebut meliputi:
1) Knowledge Competencies, adalah kemampuan pengetahuan yang merupakan
pintu masuk seseorang untuk bekerja dengan baik. Seorang manajer akan lebih
sukses apabila dilandasi dengan ilmu pengetahuan yang cukup.
2) Entrepreneurial Competencies, adalah kompetensi yang meliputi 2 bagian yaitu
orientasi efisiensi dan produktivitas. Orientasi efisiensi adalah keinginan untuk
mendapatkan dan melakukan pekerjaan yang lebih baik dengan menggunakan dan
menggabungkan semua sumber daya yang ada. Produktif artinya memiliki
inisiatif, menuliskan laporan, menyapa atau menghubungi klien, memulai
melakukan sesuatu.
3) Intellectual Competencies, meliputi 3 bagian penting yaitu: berpikir logis dengan
mencari penyebab dari suatu kejadian; konseptual yaitu mampu untuk
mengumpulkan informasi dan dapat membedakan hal-hal di luar konsep;
keterampilan mendiagnosis yaitu mampu untuk mengaplikasikan konsep dan teori
ke dalam situasi dan kondisi kehidupan yang nyata.
4) Sosio-emotional Competencies. Kompetensi ini meliputi 5 bagian penting yaitu:
kepercayaan diri, pengembangan, persepsi objektif, pengkajian diri akurat dan
adaptasi stamina.
5) Interpersonal Competencies meliputi delapan bagian yaitu selain memiliki
kepercayaan diri yang kuat dan pengembangan lain, juga memiliki perhatian
kepada dampak, kekuasaan satu sisi, kekuasaan sosial, berpandangan positif dan
mengelola proses kelompok.
Dengan demikian kompetensi yang harus dimiliki supervisor dalam melakukan
supervisi terkait dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
adalah mempunyai pengetahuan tentang pendokumentasian asuhan keperawatan
berdasarkan proses keperawatan. Kemampuan lain yang harus dipunyai adalah
kemampuan menyampaikan informasi atau pengarahan, penilaian kualitas dokumentasi
dan penerapan pendokumentasian.
Berikut ini adalah contoh rencana kerja harian seorang kepala ruang secara keseluruhan

Tabel 1.3
Rencana
Harian
Kepala
Ruangan

2. Ren
can
a

Harian Ketua Tim

Ketua Tim bertanggung jawab atas anggota tim dan kelompok pasien yang diasuhnya.
Sama halnya dengan kepala ruang uraian tugas dan tanggung jawab ketua tim, perbedaan
pada wilayah atau bagian dari ruangan. Jelasnya di dalam satu ruangan bisa memiliki
lebih dari satu ketua tim Isi rencana harian ketua tim adalah:

● Penyelenggaraan asuhan keperawatan pasien pada tim yang menjadi tanggung


jawabnya
● Melakukan supervisi perawat pelaksana
● Kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain.
● Alokasi pasien sesuai perawat yang dinas
Contoh Rencana Harian Ketua Tim dapat dilihat pada

Tabel berikut Tabel 1.4 Rencana Harian Ketua Tim

3. Rencana Harian Perawat Pelaksana

Isi rencana harian perawat pelaksana adalah tindakan keperawatan untuk sejumlah pasien
yang dirawat pada shift dinasnya. Rencana harian perawat pelaksana shift sore dan
malam agak berbeda jika hanya satu orang dalam satu tim maka perawat tersebut
berperan sebagai ketua tim dan perawat pelaksana sehingga tidak ada kegiatan pre dan
post conference.

4. Penilaian Rencana Harian Perawat


Untuk penilaian keberhasilan dari perencanaan harian dilakukan melalui observasi
menggunakan instrumen jurnal rencana harian. Setiap Ketua Tim mempunyai instrumen
dan mengisinya setiap hari. Pada akhir bulan dapat dihitung prensentasi pembuatan
rencana harian masing - masing perawat.

Rencana Bulanan - Tahunan

Rencana Bulanan

a. Rencana bulanan Kepala Ruang

Setiap akhir bulan Kepala Ruangan melakukan evaluasi hasil keempat pilar atau
nilai MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional) dan berdasarkan hasil
evaluasi tersebut. Kepala Ruangan akan membuat rencana tindak lanjut dalam
rangka peningkatan kualitas hasil. Kegiatan yang mencakup rencana bulanan
Karu adalah :

● Membuat jadwal dan memimpin rapat bulanan perawat.


● Membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan kelompok
keluarga.
● Membuat jadwal dinas.
● Melakukan jadwal dan memimpin rapat bulanan perawat.
● Melakukan jadwal dan memimpin rapat tim kesehatan.
● Membuat jadwal supervisi dan penilaian kinerja ketua tim dan perawat

pelaksana
● Melakukan audit dokumentasi

b. Membuat laporan bulanan


Dalam membuat jadwal kerja kepala ruang harus memahami konsep
jumlah waktu kerja Departemen Kesehatan RI ( 1996) mengatakan bahwa shif
kerja adalah pekerjaan yang pada dasarnya dilakukan diluar jam kerja yang biasa
atau normal, dengan ciri khas adanya kontinuitas, pergantian bergilir dan jadwal
kerja khusus.

Istilah bekerja shift adalah proses kerja secara terus - menerus selama 24
jam dan membutuhkan tiga kelompok orang, setiap bekerja terdiri dari delapan
jam per periode / shift sehingga seluruhnya berjumlah 24 jam ( Horrison BM,
1984 dikutip dari Alberta 2002). Pola pembagian shift kerja dibagi menjadi 2
( Granjen, 1996 dikutip dari Kurniawati, 2004) yaitu:

1) Pola Continental ( 2-2-3)


Pada pola ini perawat bekerja dibagi menjadi tiga shift. Pada shift pagi
karyawan bekerja selama dua hari, shift sore selama dua hari dan shift
malam selama tiga hari dan kemudian diikuti libur dua hari. Selanjutnya
shift pagi dua hari, shift sore tiga hari, begitu seharusnya membentuk pola
2-2-3 selanjutnya dijabarkan sebagai berikut pada tabel dibawah ini :
2) Pola metropolis ( 2-2-2)
Menurut pola metropolis, Shift juga dibagi menjadi tiga bagian, namun
pembagian kerja karyawan atau perawat berbeda, yaitu pada shift pagi
karyawan bekerja selama dua hari, shift sore dua hari, dan shift malam
selama dua hari pula kemudian diikuti libur selama dua hari, seperti pada
tabel dibawah ini :

Rencana Tahunan
Rencana tahunan dibuat oleh Kepala Ruangan. Setiap akhir tahun kepala ruangan
melakukan evaluasi hasil kegiatan dalam satu tahun yang dijadikan sebagai acuan
rencana tindak lanjut serta penyusunan rencana tahunan berikutnya. Rencana kegiatan
tahunan mencakup:
1. Menyusun laporan tahunan yang berisi tentang kinerja MPKP baik proses
kegiatan ( aktivitas yang sudah dilaksanakan dari 4 pilar praktek profesional)
serta evaluasi mutu pelayanan.
2. Melaksanakan rotasi tim untuk penyegaran anggota masing - masing tim.
3. Penyegaran terkait dengan materi MPKP khusus kegiatan masing - masing
rendah pencapaiannya. Bertujuan mempertahanlan kinerja yang telah dicapai
MPKP bahkan meningkatkannya di masa mendatang.
4. Pengembangan SDM dalam bentuk rekomendasi peningkatan jenjang karir
perawat ( pelaksana menjadi katim, katim menjadi karu), rekomendasi untuk
kelanjutan pendidikan formal, membuat jadwal untuk mengikuti pelatihan -
pelatihan.

f) Laporan Kerja Harian

Laporan harian adalah laporan yang mencatat kegiatan setiap hari pada lembar yang telah
disediakan terhadap semuahal yang berkaitan dengan kegiatan proyek selama kegiatan
berlangsung dalam satu hari. Laporan harian secara garis besar berisi tentang laporan hasil
pekerjaan selama satu hari, dan tujuan pembuatan laporan harian adalah untuk mengetahui
sejauh mana progres pekerjaan yang sedang dilakukan. Laporan kinerja merupakan bentuk
akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi.

Tujuan Laporan kinerja:

1) untuk memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas
kinerja yang telah dan seharusnya dicapai.
2) upaya perbaikan berkesinambungan bagi instansi pemerintah untuk meningkatkan
kinerjanya
Berikut adalah beberapa contoh laporan sesuai dengan posisinya :

A. Kepala Ruangan
Kepala ruangan adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi tanggung jawab dan
wewenang dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan keperawatan diruang rawat.

KEGIATAN HARIAN KEPALA RUANGAN

Nama Perawat :

Ruangan :

Hari/Tanggal :

Jumlah Perawat :

Jumlah Pasien :

Waktu Kegiatan Keterangan


07.00 a. Operan
b. Supervisi pre conference
c. Mengobservasi pemberian makan pagi dan obat
d. Mengecek SDM dan sarana prasarana
08.00 a. Mengecek kebutuhan pasien (kebutuhan personal
hygiene, pemeriksaan TTV, kondisi dll)
b. Melakukan interaksi dengan pasien yang memerlukan
perhatian khusus
08.30 Persiapan kegiatan senam bagi pasien di ruang rajawali
11.00 a. Melakukan supervisi pada:
Ketua tim 1: Asep
Perawat pelaksana:
1. Perawat Novia : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 1
2. Perawat Tian : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 1
3. Perawat Heni : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 1
4. Perawat Tsaalist : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 1
Ketua tim 2 : Ermawati
Perawat pelaksana:
1. Perawat Sisca : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 2
2. Perawat Intan : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 2
3. Perawat Rosi : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 2
4. Perawat Nur : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 2
b. Mengobservasi pemberian makan siang dan obat
c. Istirahat
13.00 a. Mengobservasi ulang keadaan pasien, perawat, dan
lingkungan yang belum teratasi
b. Mempersiapkan dan merencanakan kegiatan asuhan
keperawatan untuk sore, malam, dan esok hari sesuai
dengan tingkat ketergantungan dan kebutuhan pasien
c. Supervisi post conference
14.00 Operan
B. Ketua TIM
Ketua TIM adalah seorang perawat yang bertugas mengepalai sekeelompok tenaga
keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat dan bertanggung
jawab langsung kepada kaepala ruangan.

KEGIATAN HARIAN KETUA TIM

Nama Perawat :

Ruangan :

Hari/Tanggal :

Ketua Tim :

Jumlah Pasien :

Waktu Kegiatan Keterangan


07.00 a. Operan
b. Pre conference
c. Membimbing pemberian makan pagi dan obat
08.00 Mengecek kebutuhan pasien (kebutuhan personal
hygiene, pemeriksaan TTV, kondisi dll)
09.00 Melakukann interaksi dengan pasien yang memerlukan
perhatian khusus
10.00 a. Melakukan supervisi pada perawat pelaksana:
1. Perawat Erma : Melanjutkan interaksi
terhadap pasien wing 1
2. Perawat Novia : Melanjutkan interaksi
terhadap pasien wing 1
3. Perawat Tian : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 1
4. Perawat Heni : Melanjutkan interaksi terhadap
pasien wing 1
b. Melakukan kegiatan senam pagi dan menonton
TV
12.00 a. Membimbing pemberian makan siang dan obat
b. Istirahat
13.00 a. Menulis dokumentasi
b. Memeriksa kelengkapan dokumentasi asuhan
keperawatan
c. Alokasi pasien sesuai dengan perawat yang dinas
d. Post conference
14.00 Operan
C. Perawat Pelaksana
Perawat pelaksana adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan di ruang rawat.

KEGIATAN HARIAN PERAWAT PELAKSANA

Nama Perawat :

Ruangan :

Hari/Tanggal :

Waktu Kegiatan Keterangan


07.00 a. Operan
b. Pre conference
c. Pemberian makan pagi dan obat
08.00 a. Bedmaking
b. Melakukan pemeriksaan TTV
c. Senam pagi
09.00 Melakukann interaksi dengan Tn. A
12.00 a. Pemberian makan siang dan obat
b. Istirahat
13.00 a. Menulis dokumentasi asuhan keperawatan
b. Post conference
14.00 Operan

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam, yaitu: model kasus,
model fungsional, model tim, model primer, dan model modular. Masing-masing model
juga memiliki kelebihan maaupun kekurangannya sehingga pemberian asuhan
keperawatan dapat dilakukan dalam berbagai macam metode. Model pemberian asuhan
keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Metode
kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap pasien tertentu yang
didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan pemberian perawatan
konstan untuk periode tertentu.
Tujuan pemberian metode tim dalam asuhan keperawatan adalah untuk
memberikan asuahan keperawatan sesuai dengan kebutuhan objektif pasien. Metode
keperawatan modular memiliki kesamaan baik dengan metode keperawatan tim maupun
metode keperawatan primer.

Daftar Pustaka
Novia dkk (2014). Laporan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP). Diakses dari
https://pdfslide.net/documents/laporan-mpkp.html pada tanggal 14 Agustus 2020 pukul
20.00 WIB

Yudiarto, Supriyogi (2017). Contoh Laporan Manajemen Keperawatan. Diakses dari


https://id.scribd.com/document/335557654/Contoh-Laporan-Manajemen-Keperawatan
pada tanggal 14 Agustus 2020 pukul 19.00 WIB

Marquis, B. L. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan : teori & aplikasi. Jakarta:
EGC. Nursalam. (2014).

Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba


Medika

Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Management Keperawatan. Yogyakarta: Nuha


Medika

Nursalam. 2007. Management Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Diunduh dari https://dokumen.tips/documents/sistem-klasifikasi-pasien.html Diakses


pada 16 Agustus 2020

Anda mungkin juga menyukai