Anda di halaman 1dari 19

Nama : Siti Sinar Dewi Amelia

NIM : 15 19 777 14 352

STRUKTUR KERANGKA ANALISIS PENUGASAN ROOT CAUSE

1. Identifikasi insiden ( identifikasi video tersebut)


2. Tentukan TIM Investigator
3. Kumpulkan Data
4. Petakan kronologi kejadian ( ceritakan kronologi pada video tersebut )
5. Identifikasi masalah
6. Analisis
7. Rekomendasi dan rencana kerja untuk

improvement Batasan penulisan

1. Minimal 3000 kata


2. Format pdf

Konsep keselamatan pasien (patient safety) secara mendasar diartikan sebagai


“freedom from accidental injury” oleh Institute Of Medicine (IOM). Sejalan dengan
batasan tersebut, Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS)
mendefinisikan keselamatan pasien sebagai bebas dari cedera (harm) yang seharusnya
tidak terjadi atau potensial cedera akibat dari pelayanan kesehatan yang disebabkan
error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah
dalam mencapai tujuan (Wardhani, 2017 : 2).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan


Pasien, keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih
aman. Sistem tersebut meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Standar keselamatan pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya


dilakukan dengan menggunakan instrumen akreditasi rumah sakit. Standar
keselamatan pasien rumah sakit disusun mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA tahun 2002 yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
perumahsakitan di Indonesia (Kemenkes RI, 2015).

Standar Keselamatan Pasien

a. hak pasien;
hak pasien dan keluarganya untuk mendapatkan informasi tentang diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, dan
perkiraan biaya pengobatan.
Kriteria standar hak pasien sebagaimana dimaksud meliputi:
1) harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) rencana pelayanan dibuat oleh dokter penanggung jawab pelayanan; dan
3) penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya dilakukan oleh
dokter penanggung jawab pelayanan.
b. pendidikan bagi pasien dan keluarga;
kegiatan mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria Standar pendidikan kepada pasien dan keluarga meliputi:
1) memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur;
2) mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga;
3) mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti;
4) memahami konsekuensi pelayanan;
5) mematuhi nasihat dokter dan menghormati tata tertib fasilitas pelayanan
kesehatan;
6) memperlihatkan sikap saling menghormati dan tenggang rasa; dan
7) memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
c. Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan;
Upaya fasilitas pelayanan kesehatan di bidang Keselamatan Pasien dalam
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
Kriteria standar Keselamatan Pasien dalam kesinambungan pelayanan sebagaimana
dimaksud meliputi:
a) Pelayanan secara menyeluruh dan terkoordinasi mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, pemindahan
pasien, rujukan, dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan;
b) koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan ketersediaan
sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan;
c) koordinasi pelayanan dalam meningkatkan komunikasi untuk memfasilitasi
dukungan keluarga, asuhan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi, rujukan, dan
tindak lanjut lainnya;
d) komunikasi dan penyampaian informasi antar profesi kesehatan sehingga tercapai
proses koordinasi yang efektif.
d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
peningkatan Keselamatan Pasien;
Kegiatan mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang telah ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis insiden,
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta Keselamatan Pasien.
Kriteria standar penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan Keselamatan meliputi:
a) setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan (desain)
yang baik;
b) setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data kinerja
yang antara lain terkait dengan pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,
utilisasi, mutu pelayanan, dan keuangan;
c) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi semua insiden dan
secara proaktif melakukan evaluasi 1 (satu) proses kasus risiko tinggi setiap tahun;
dan
d) setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan informasi
hasil evaluasi dan analisis untuk menentukan perubahan sistem (redesain) atau
membuat sistem baru yang diperlukan, agar kinerja dan Keselamatan Pasien
terjamin.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien;
peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien merupakan kegiatan
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dalam:
a) mendorong dan menjamin implementasi Keselamatan Pasien secara terintegrasi
dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien;
b) menjamin berlangsungnya kegiatan identifikasi risiko Keselamatan Pasien dan
menekan atau mengurangi insiden secara proaktif;
c) menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang Keselamatan Pasien;
d) mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan
Keselamatan Pasien; dan
e) mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi setiap unsur dalam meningkatkan
kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan Keselamatan Pasien.

Kriteria standar peran kepemimpinan dalam meningkatkan Keselamatan Pasien


meliputi:

a) terdapat tim antar disiplin untuk mengelola Keselamatan Pasien;


b) tersedia kegiatan atau program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan Insiden;
c) tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas
pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam Keselamatan Pasien;
d) tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap Insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko, dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis;
e) tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan Insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang analisis akar masalah
Kejadian Nyaris Cedera (KNC), KTD, dan kejadian sentinel pada saat Keselamatan
Pasien mulai dilaksanakan;
f) tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis Insiden, atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam
kaitan dengan kejadian sentinel;
g) terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan
antar disiplin;
h) tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan Keselamatan Pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut; dan
i) tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan
kesehatan dan Keselamatan Pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.
f. Pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien; dan
Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien merupakan kegiatan
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara
kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria Standar pendidikan kepada staf tentang Keselamatan Pasien memiliki:
a) setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki program pendidikan, pelatihan
dan orientasi bagi staf baru yang memuat topic Keselamatan Pasien sesuai dengan
tugasnya masing- masing;
b) setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus mengintegrasikan topik Keselamatan
Pasien dalam setiap kegiatan pelatihan/magang dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan Insiden; dan
c) setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama tim (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
g. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai Keselamatan Pasien
Standar komunikasi sebagaimana dimaksud merupakan kegiatan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
Keselamatan Pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal
yang tepat waktu dan akurat.
Kriteria standar komunikasi sebagaimana dimaksud memiliki:
a) tersedianya anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan Keselamatan Pasien;
dan
b) tersedianya mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud meliputi tercapainya hal-hal:

a) mengidentifikasi pasien dengan benar;


b) meningkatkan komunikasi yang efektif;
c) meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai;
d) memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasienyang benar;
e) mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan
f) mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.

Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien terdiri atas:


a) membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien;
b) memimpin dan mendukung staf;
c) mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
d) mengembangkan sistem pelaporan;
e) melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
f) belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien; dan
g) mencegah cedera melalui implementasi system Keselamatan Pasien.
Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi:

a. Kondisi Potensial Cedera (KPC);


Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC);
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) merupakan terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien.
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC); dan
Kejadian Tidak Cedera (KTC) merupakan insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak timbul cedera.
d. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). :
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan Insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien.
ANALISA VIDEO BERDASARKAN RCA (Root Cause Analysis)

VIDEO 1

Kejadian Potensial Cedera

1. Identifikasi insiden : Keselamatan Pasien


2. TIM Investigator : Kepala ruangan, Bagian pengaturan alat, Pegawai kesehatan
(perawat), Tim patient savety
3. Kumpulkan Data : Data yang di kumpulkan yaitu observasi kegiatan pelayanan
tenaga kesehatan terhadap pasien
4. Petakan Kronologi kejadian : Pada video tersebut terlihat beberapa tenaga
kesehatan yang sedang bertugas di rumah sakit, yang akan melakukan
pemeriksaan kepada pasien dengan menggunakan tensi meter. Tetapi saat akan
melakukan pemeriksaan tersebut, ternyata masa penggunannya sudah melewati
batas waktu.
5. Identifikasi masalah : pada video tersebut masalah yang terjadi yaitu alat tensi
meter penggunannya sudah melewati batas waktu akibat kelalaian dari petugas
yang tidak mengecek alat-alat di rumah sakit yang dapat mengakibatkan
potensi cedera pada pasien
menurut peraturan pemerintah tentang pastient safety dalam hal ini nomor 11
tahun 2017 tentang peraturan menteri kesehatan tentang keselamatan pasien
pasal 14 bagian (1). Insiden di fasilitas pelayanankesehatan meliputi
i. Kondisi Potenisal Cedera (KPC)

ii. Kondisi Nyaris cedera ( KPC )

iii. Kondisi Tidak Cedera ( KTC)

iv. Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )

Kejadian potensial cedera ( KPC) sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien .
6. Analisis informasi : Analisis informasi (Analisis Penghalang/Barrier analysis)
Mengapa alat tensi meter digital tersebut tidak terkalibrasi?
1. Adanya kelalaian dalam pengecekan alat
2. Petugas pengecekan alat rumah sakit tidak melakukan tugasnya untuk mengecek
semua alat secara berkala
3. Kurangnya komunikasi efektif antara petugas kesehatan dan petugas pengecekan
alat
7. Rekomendasi dan rencana kerja : Melakukan identifikasi tentang spesifikasi alat-
alat yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan standar penggunaannya.

Video 2

Kejadian Nyaris Cidera

1. Identifikasi insiden : Keselamatan Pasien


2. TIM Investigator : Kepala ruangan, Bagian pengaturan alat, Pegawai
kesehatan (perawat), Tim patient savety
3. Kumpulkan Data : Data yang di kumpulkan yaitu observasi kegiatan pelayanan
tenaga kesehatan terhadap pasien
4. Petakan Kronologi kejadian : Pada video tersebut terlihat beberapa tenaga
kesehatan yang sedang bertugas di rumah sakit, yang akan melakukan pemeriksaan
kepada pasien dengan menggunakan tensi meter. Tetapi saat akan melakukan
pemeriksaan tersebut, ternyata tensi belum terkalibrasi. Tensi tersebut digunakan
pada pasien yang telah di rawat dirumah sakit tersebut
5. Identifikasi masalah : pada video tersebut masalah yang terjadi yaitu alat tensi
meter tidak terkalibrasi sesuai jadwal yang ditentukan yang mengakibatkan potensi
cedera pada pasien akibat kelalaian petugas rumahsakit yang telah mengetahui
kejadian tersebut tetapi tidak menindaklanjuti
menurut peraturan pemerintah tentang pastient safety dalam hal ini nomor 11 tahun
2017 tentang peraturan menteri kesehatan tentang keselamatan pasien pasal 14
bagian (1). Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi
a. Kondisi Potenisal Cedera (KPC)

b. Kondisi Nyaris cedera ( KPC )

c. Kondisi Tidak Cedera ( KTC)

d. Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )

Kejadian Nyaris Cedera ( KNC) sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien, tapi tidak timbul cedera .
6. Analisis informasi : Analisis informasi (Analisis Perubahan/Change analysis)
Mengapa alat tensi meter digital yang tidak terkalibrasi tetap digunakan?
1. Adanya kelalaian dalam pengecekan alat
2. Petugas pengecekan alat rumah sakit tidak melakukan tugasnya untuk mengecek
semua alat secara berkala
3. Kurangnya komunikasi efektif antara petugas kesehatan dan petugas pengecekan
alat
4. Para petugas kesehatan menyadari akan lewatnya batas penggunaan alat setelah
di kalibrasi namun tidak segera melaporkan hal tersebut.
7. Rekomendasi dan rencana kerja : melakukan pelatihan tentang keterampilan
kalibrasi dan komunikasi efeksif di rumah sakit agar masalah utama yaitu Potensi
cedera pada pasien akibat tensimeter tidak di kalibrasi dapat diminimalisir.
Melaporkan segera ke Balai Penguji Fasilitas Kesehatan atau Institusi Penguji
Fasilitas kesehatan yang berwenang . menyediakan tempat khusus untuk
penyimpanan alat-alat yang harus dikalibrasi.

KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN

1. Identifikasi Insiden

Insiden : Penggunaan alat monitor digital yang tidak terkalibrasi

2. Tentukan TIM

Tim : Kepala ruangan, Bagian pengaturan alat, Pegawai kesehatan (perawat),


Tim patient savet

3. Kumpulkan data dan informasi

Observasi : Ruangan perawatan pasien

Dokumentasi : Pasien, tempat tidur, meja, alat monitordigital

Interview : Melalui rekaman video


4. Petakan kronolgi kejadian

Pada saat salah satu pasien sedang makan, tiba-tiba terjadi sebuah insiden gawat
darurat yaitu terjadi serangan jantung pada pasien yang mengakibatkan pasien
terhenti makan dan secara spontasn istri pasien menekan tombol alarm
emergency dari dalam ruangan dan salah satu perawat yang bertugas segera
dating dengan membawa alat monitor digital untuk di pakai memeriksa dan
memonitoring tanda vital pasien. Setelah petugas tersebut menghidupkan alat
ternyata alat tersebut tidak terkalibrasi dengan baik, walaupun dalam video
tersebut tidak menunjukan adanya kesalahan pengukuran tanda vital ataupun
menyebabkan kesalahan diagnosis namun hal tersebut tidak dapat dipungkuri
bisa terjadi.
5. Identifikasi masalah (CMP/care management
problem) Kesalahan dalam menggunakan peralatan
6. Analisis informasi (Analisis Perubahan/Change analysis)

Mengapa alat monitor digital yang tidak terkalibrasi tetap digunakan kepada
pasien yang terutama dalam kondisi emergency?
1. Adanya kelalaian dalam pengecekan alat
2. Petugas pengecekan alat rumah sakit tidak melakukan tugasnya untuk
mengecek semua alat secara berkala
3. Kurangnya komunikasi efektif antara petugas kesehatan dan petugas
pengecekan alat
4. Para petugas kesehatan menyadari akan lewatnya batas penggunaan alat
setelah di kalibrasi namun tidak segera melaporkan hal tersebut dan tetap
menggunakan alat tersebut kepada pasien.

Menurut pendapat saya sama seperti di atas apabila sudahdi dapatkan alat yang
tidak terkalibrasi contoh lainnya seperti alat monitor digital yang juga terlihat
pada video harus dilakukan pelaporan segera agar cepat dilakukan
pengecekan kembali kemudian jika memang harus melukan pemeriksaan tanda
vital segera dan membutuhkan alat bisa menggunakan alat monitor yang lainnya
untuk menghindari terjadinya cedera dalam hal ini pemeriksaan pada
pasienkarena seperti yang kita ketahui monitoring pasien adalah sesuatu yang
sangat penting untuk menunjang tindakan kita sebagai tenaga medis kuhusnya
kita sebagai dokter. Menurut peraturan pemerintah tentang pastient safety dalam
hal ini nomor 11 tahun 2017 tentang peraturan menteri kesehatan
tentang keselamatan pasien pasal 14bagian (1). Insiden di fasilitas pelayanan ke
sehatan meliputi:
a. Kondisi Potenisal Cedera (KPC)
b. Kondisi Nyaris cedera ( KNC )
c. Kondisi Tidak Cedera ( KTC)
d. Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )

Kondisi Tidak Diharapkan sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf


d merupakan terjadinya insiden yang menyebabkan cedera pada pasien.

7. Langkah 7 : Rekomendasi dan rencana kerja

Melakukan identifikasi tentang alat-alat yang digunakan yang telah melewati


batas kalibrasi atau batas penggunaan untuk segera dilakukan pelaporan kepada
pihak terkait agarmelakukan pengecekkan kembali terutama alat-alat yang
digunakan untuk pasien pasien emergency yang memang membutuhkan
monitoring setiap waktu.

Insiden Keselamatan Pasien

Menurut PMK No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, Insiden


keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien, terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak
cedera, dan kejadian potensial cedera. Adapun jenis-jenis insiden yang ditetapkan
dalam PMK No. 11 Tahun 2017 adalah sebagai berikut.

1. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Contohnya obat-obatan LASA
(look a like sound a like) disimpan berdekatan.
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu kejadian insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien. Contohnya suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan kepada pasien, tetapi staf lain megetahui dan membatalkannya
sebelum obat tersebut diberikan kepada pasien.

3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah suatu kejadian akibat melaksanakan


suatu tindakan (comission) atau tidak mengambil tindakan yang seluruhnya
diambil (omission) yang dapat mencederai pasien tetapi cedera tidak terjadi
karena :

a) “keberuntungan” (misalnya pasien yang menerima suatu obat kontra


indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat); dan

b) “peringatan” (misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan


suatu obat dengan dosis lethal, segera diketahui secara di lalu
diberikan antidotumnya sehingga tidak menimbulkan cedera berat).

4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah kejadian yang mengakibatkan


cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan (comission) atau tidak
mengambil tindakan (omission) dan bukan karena penyakit dasarnya
(underlying disease) atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukan kesalahan medis. Contoh KTD yaitu pasien yang
diberikan obat A dengan dosis lebih kareba kesalahan saat membaca dosis
obat pada resep sehingga pasien mengeluhkan efek samping dari obat tersebut

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Keselamatan Pasien

Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keselamatan pasien meliputi


(Hadi, 2017; Naderi, Zaboli, Khalesi, & Nasiripour, 2017) :
1. Status Sumber Daya Manusia

Kerja sama dan partisipasi tenaga kesehatan merupakan hal yang penting dalam
pelaksanaan program keselamatan pasien, begitupun dengan peningkatan kualitas
pengajaran. Pengajaran yang dimaksud disini seperti adanya seminar dan pelatihan
yang di rencanakan pihak rumah sakit atau pelayanan kesehatan dalam
meningkatkan kualitas sumber daya tenaga kesehatan.

2. Organisasi dan Manajemen

Peran dan kedudukan manajer di rumah sakit sangat penting. Manajer


adalah pembuat keputusan utama. Rumah sakit dapat berhasil dalam mencapai
tujuan dan program peningkatan kualitas, jika manajer bertanggung jawab dalam
menjalankan kebijakan sesuai prosedur yang telah dibuat dan disetujui bersama
terkait keselamatan pasien.

3. Interaksi dan Kerja Tim Interaksi dan kerja sama tim merupakan suatu
keberhasilan implementasi dalam program peningkatan kualitas, salah satu
contohnya adalah adanya kolaborasi multi rumah sakit untuk peningkatan
kualitas keselamatan pasien. Maka dari itu, program yang telah dibuat oleh
rumah sakit membutuhkan kerja tim.

4. Komunikasi Terciptanya efisiensi dan koordinasi antara tenaga kesehatan


dapat terwujud jika memiliki komunikasi yang baik. Komunikasi dapat
dilakukan melaui instruksi secara tertulis, percakapan melalui telepon,
maupun percakapan bertatap muka atau secara langsung. Komunikasi melalui
telepon dan bertatap muka secara langsung lebih efisien dilakukan karena
dapat menghasilkan umpan balik yang baik dalam mengembangkan
komunikasi yang efektif, dikatakan komunikasi yang efektif jika penyampaian
informasinya lengkap, jelas, akurat, tepat waktu, dan mudah dipahami oleh
tenaga kesehatan maupun pasien untuk menghindari terjadinya kesalahan.
5. Budaya Keselamatan Pasien Budaya keselamatan pasien merupakan suatu
sikap, kompetensi, persepsi, serta pola perilaku berkomitmen yang dilakukan
oleh individu dan kelompok dalam mendukung manajemen dan program
keselamatan pasien yang pada dasarnya hal tersebut berhubungan dengan
pengelolaan manajemen dan risiko keselamatan. Diterapkannya budaya
keselamatan akan membantu tenaga kesehatan dalam menghindari suatu
kesalahan dan melakukan hal yang benar.

6. Obat, Peralatan dan Lingkungan Fisik Memberikan pengobatan yang tepat,


kondisi peralatan yang baik, dan lingkungan fisik yang aman serta nyaman
terhadap pasien guna menghindari risiko yang akan terjadi. Tenaga kesehatan
perlu mengidentifikasi penggunaan obat dengan kategori high alert
medication dan obat yang mirip atau terdengar mirip. Tenaga kesehatan dapat
memisahkan, mewarnai, dan memberi label pada obat untuk menghindari
terjadinya hal yang tidak diinginkan. Selain itu, kondisi peralatan medis harus
bekerja dengan baik. Hal ini dibutuhkan dalam penggunaan peralatan medis
pada perawatan pasien yang membutuhkan waktu 24 jam. Lingkungan fisik
pada area rumah sakit seperti koridor, tangga, toilet, jendela, tempat tidur,
bahkan lantai harus aman untuk menghindari kejadian risiko jatuh pada
pasien.

7. Faktor yang Berhubungan dengan Pasien Meningkatkan keselamatan pasien


dibutuhkan peran pasien dan keluarganya. Maka dari itu penting bagi pasien
mendapatkan pendidikan dari tenaga kesehatan, berinteraksi dengan tenaga
kesehatan dan keterlibatan pasien dalam proses pengobatan. Dalam hal ini
peningkatan keselamatan pasien sangat berhubungan erat dengn komunikasi
yang baik antar tenaga kesehatan dengan pasien.

8. Peningkatan Kualitas dan Keselamatan Pasien Peningkatan kualitas dan


keselamatan pasien harus memiliki program keselamatan pasien yang
komprehensif dan komplek. Adanya implementasi yang tepat dari program
keselamatan pasien membutuhkan perencanaan berkelanjutan jangka panjang.
Perencanaan berkelanjutan ini harus tepat sasaran agar peningkatan kualitas
terus meningkat.

9. Dokumentasi Catatan medis pasien yang ditulis dengan akurat secara


signifikan akan mengurangi risiko kesalahan. Mendaftarkan informasi pasien
dalam rekam medis adalah masalah penting lainnya yang terkait dengan
kehidupan pasien. Maka dari itu informasi dan biografi pasien, riwayat medis,
dan pekerjaan yang dilakukan pasien harus dicatatat dengan benar, karena
pencatatan yang benar dan lengkap membantu dalam pengambilan keputusan
dan perawatan pasien.

10. Mengevaluasi dan Memantau Melakukan kunjungan secara terus menerus dan
terarah berdasarkan standar keselamatan pasien untuk meningkatkan
keselamatan pasien. Adanya kunjungan yang dilakukan dari tenaga kesehatan
kepada pasien memiliki dampak yang baik secara signifikan dalam
menetapkan standar keselamatan pasien.

11. Kesalahan Medis Kesalahan medis dianggap sebagai salah satu risiko utama
bagi keselamatan pasien. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis
kesalahan untuk mencegah terjadinya kejadian berulang. Pada praktik
lapangan di rumah sakit, masih ada anggota tenaga kesehatan yang tidak mau
melaporkan kesalahan karena mengira akan dihukum dan dipecat jika
melaporkannya.

12. Hambatan dan Tantangan Hambatan dan tantangan yang berbeda pada setiap
anggota kesehatan membuat penerapan standar keselamatan menjadi sulit,
seperti contohnya seorang tenaga kesehatan harus terus menerus menjawab
telepon dan hal ini akan membuat individu tersebut kehilangan fokus dalam
bekerja. Jumlah beban kerja dan jumlah pasien mempengaruhi keselamatan
pasien atau bahkan dapat menimbulkan kesalahan.

Anda mungkin juga menyukai