Anda di halaman 1dari 20

Bagian Ilmu Penyakit Dalam REFLEKSI KASUS

Fakultas Kedokteran 2021

Universitas AlKhairaat
Palu

UROLITIASIS

Disusun Oleh :

Fanky Fazdianki Ramadhan


(15 19 777 14 351)

PEMBIMBING :
dr.Winarti Arifuddin, M.Kes, Sp.PD.

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

PALU

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Fanky Fazdianki Ramadhan

No. Stambuk : 15 19 777 14 351

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat

Judul : Urolitiasis

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSU Anutapura Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 2021

Pembimbing Dokter Muda

dr. Winarti Arifuddin, M.Kes, Sp.PD Fanky Fazdianki Ramadhan


DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

BAB II........................................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................2

A. DEFINISI..................................................................................................................................2

B. EPIDEMIOLOGI.......................................................................................................................2

C. FAKTOR RISIKO.....................................................................................................................2

D. ANATOMI GINJAL DAN URETER........................................................................................3

E. PATOFISIOLOGI6....................................................................................................................6

F. GEJALA DAN TANDA............................................................................................................6

G. KLASIFIKASI UROLITIASIS.................................................................................................8

a) Klasifikasi Berdasarkan Etiologi............................................................................................8

b) Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Kalkuli..........................................................................8

c) Klasifikasi Berdasarkan Ukuran dan Lokasi..........................................................................9

d) Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Radiologis......................................................................9

H. DIAGNOSIS............................................................................................................................10

a) Anamnesis...........................................................................................................................10

b) Pemeriksaan Fisik................................................................................................................10

c) Pemeriksaan Laboratorium..................................................................................................10

e) Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................11

I. PENANGANAN.....................................................................................................................13

BAB III.....................................................................................................................................15

PENUTUP................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus urinarius. Kalkuli
yang ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan kasus ini paling sering ditemukan. Jika
kalkuli ditemukan pada ureter dan vesica urinaria sebagian besar berasal dari ginjal.1,2
Urolithiasis merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang ditemukan.
Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita urolitiasis selama hidupnya,
meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Setiap tahunnya
berkisar 1 dari 1000 populasi yang dirawat di rumah sakit karena menderita urolitiasis. Laki-
laki lebih sering menderita urolitiasis dibandingkan perempuan, dengan rasio 3:1. Dan setiap
tahun rasio ini semakin menurun. Dari segi umur, yang memiliki risiko tinggi menderita
urolitiasis adalah umur diantara 20 dan 40 tahun.3
Risiko menderita urolitiasis meningkat akibat dari faktor-faktor apa pun yang
menyebabkan terjadinya urin yang stasis yang berkaitan dengan menurun atau tersumbatnya
aliran urin. Seperti jenis kelamin, etnis tertentu, riwayat keluarga, riwayat kesehatan, diet,
lingkungan, dan Obat-obatan. 2,3,4
Gejala pasti dari urolitiasis tergantung pada lokasi dan ukuran kalkuli dalam traktus
urinarius. Jika kalkuli berukuran kecil tidak menunjukkan gejala. Namun perlahan keluhan
akan dirasakan seiring bertanbahnya ukuran kalkuli tersebut.2,6,7
Dalam keadaan darurat dimana ada kekhawatiran tentang kemungkinan gagal ginjal,
pengobatan adalah harus memperbaiki dehidrasi, mengobati infeksi saluran kemih, mencegah
terjadinya jaringan parut, mengidentifikasi pasien dengan ginjal fungsional soliter, dan
mengurangi risiko cedera ginjal akut akibat nefrotoksisitas kontras, terutama pada pasien.
Sebagian besar pasien hidronefrosis karena urolitiasis yang berukuran kecil dapat ditangani
dengan melakukan observasi dan pemberian asetaminofen. 4,5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus urinarius. Kalkuli
yang ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan kasus ini paling sering ditemukan.
Jika kalkuli ditemukan pada ureter dan vesica urinaria sebagian besar berasal dari
ginjal.1,2 Urolitiasis adalah penyebab umum adanya keluhan darah dalam urin dan nyeri
di abdomen, pelvis, atau inguinal. Urolitiasis terjadi pada 1 dari 20 orang pada suatu
waktu dalam kehidupan mereka.4

B. EPIDEMIOLOGI
Urolithiasis merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang ditemukan.
Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita urolitiasis selama hidupnya,
meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Setiap tahunnya
berkisar 1 dari 1000 populasi yang dirawat di rumah sakit karena menderita urolitiasis.
Laki-laki lebih sering menderita urolitiasis dibandingkan perempuan, dengan rasio 3:1.
Dan setiap tahun rasio ini semakin menurun. Dari segi umur, yang memiliki risiko tinggi
menderita urolitiasis adalah umur diantara 20 dan 40 tahun.3

C. FAKTOR RISIKO
Risiko menderita urolitiasis meningkat akibat dari faktor-faktor apa pun yang
menyebabkan terjadinya urin yang stasis yang berkaitan dengan menurun atau
tersumbatnya aliran urin. Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya angka insiden
urolitiasis meliputi:2,3,4
- Laki-laki : Mengekskresi sedikit sitrat dan banyak kalsium dibandingkan
perempuan.
- Etnis : Etnis Amerika, Afrika atau Israel memiliki risiko tinggi menderita
urolitiasis.
- Riwayat keluarga: beberapa keluarga memiliki kecenderungan memproduksi
mukoprotein yang berlebihan pada traktus urinariusnya, yang mana dapat
meningkatkan terjadinya urolitiasis.

2
- Riwayat kesehatan: beberapa masalah kesehatan dapat meningkatkan terjadinya
urolitiasis meliputi penyakit di saluran cerna, infeksi saluran kencing yang berulang
dan sistinuria.
- Diet : dehidrasi atau menurunnya intake cairan meningkatkan terjadinya
urolitiasis ditambah dengan meningkatnya konsumsi sodium, oksalat, lemak, protein,
gula, karbohidrat kasar dan vitamin C.
- Lingkungan : beberapa daerah memiliki risiko tinggi menderita urolitiasis seperti
yang beriklim tropis, pegunungan atau padang pasir.
- Obat-obatan: beberapa macam obat seperti ephedrin, guifenesin, thiazid, indinavir
dan allopurinol dapat menyebabkan terjadinya urolitiasis.

D. ANATOMI GINJAL DAN URETER


Ureter merupakan saluran muskular dengan lumen yang sempit yang membawa urin
dari ginjal menju vesica urinaria. Bagian superior dari ureter yaitu pelvis renalis dibentuk
oleh 2-3 calyc major dan masing-masing calyc major dibentuk oleh 2-3 calyc minor.
Apex dari pyramidum renalis yaitu paila renalis akan masuk menekuk ke dalam calyc
minor.5,6 Pars abdominalis dari ureter 3 menempel peritoneum parietalis dan secara
tofografi letaknya adalah retroperitoenal. Ureter bejalan secara inferomedial menuju
anterior dari psoas major dan ujung dari processus transversus vertebrae lumbalis dan
menyilang arteri iliaca externa tepat di luar percabangan arteri iliaca commonis.
Kemudian berjalan di dinding lateral dari pelvis untuk memasuki vesica urinaria secara
oblique.5
Ureter secara normal mengalami kontriksi dengan derajat yang bervariasi pada tiga
tempat, yaitu: 1). Junctura ureteropelvicum, 2). Saat ureter melwati tepi dari aditus
pelvicum, dan 3). Saat melewati dinding vesica urinaria. Area-area yang menyempit ini
merupakan lokasi yang potensial untuk terjadinya obstruksi yang disebabkan oleh batu
(kalkuli) ginjal.5,6

3
Gambar 1. Anatomi Struktur Internal dari ginjal dan Perjalanan Ureter.5

Pada saat kedua ureter memasuki vesica urinaria mereka berjarak sekitar 5 cm. Dan
saat vesica urinaria terisi penuh, muara dari kedua ureter ini berjarak sama sekitar 5 cm,
tetapi saat vesica urinaria dalam keadaan kosong muara dari kedua ureter berjarak sekitar
2,5 cm. Diameter lumen dari ureter di junctura ureteropelvicum sekitar 2 mm, di bagian
tengah sekitar 10 mm, saat menyilang 4 arteri iliaca externa sekitar 4 mm, dan di
junctura ureterovesicalis sekitar 3-4 mm.6

Gambar 2. Diameter Lumen Ureter pada Masing-Masing Lokasi Penyempitan.6

4
Reseptor nyeri pada traktus urinarius bagian atas berperan dalam persepsi nyeri dari
kolik renalis. Reseptor ini terletak pada bagian sub mukosa dari pelvis renalis, calyx,
capsula renalis, dan ureter pars superior. Terjadinya distensi yang akut merupakan faktor
penting dalam perkembangan nyeri kolik renalis daripada spasme, iritasi lokal, atau
hiperperistaltik ureter. Rangsangan pada peripelvis capsula renalis menyebabkan nyeri
pada regio flank, sedangkan 5 rangsangan pada pelvis renalis dan calyx menyebabkan
nyeri berupa kolik renalis. Iritasi pada mukosa juga dapat dirasakan oleh kemoreseptor
pada pelvis renalis dengan derajat yang bervariasi, tetapi iritasi ini berperan sangat kecil
dalam terjadinya nyeri kolik renalis atau kolik ureteral.5,7
Serat-serat nyeri dari ginjal terutama saraf-saraf simpatis preganglion mencapai
medula spinalis setinggi T11-L2 melalui nervus dorsalis. Ganglion aortorenal, celiac, dan
mesenterika inferior juga terlibat. Sinyal transmisi dari nyeri ginjal muncul terutama
melalui traktus spinothalamikus. Pada ureter bagian bawah, sinyal nyeri juga
didistribusikan melalui saraf genitofemoral dan ilioinguinal. Nervi erigentes, yang
menginervasi ureter intramural dan kandung kemih, bertanggung jawab atas beberapa
gejala kandung kemih yang sering menyertai kalkulus ureter intramural.7

Gambar 3. Innervasi Ginjal dan Ureter.7

5
E. PATOFISIOLOGI6
Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena dasar.
Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk batu, termasuk
kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau benda asing dapat bertindak sebagai matriks
kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh membentuk struktur kristal
mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk memunculkan gejala saat mereka membentur ureter
waktu menuju vesica urinaria.7
Fenomena kedua, yang kemungkinan besar berperan dalam pembentukan kalkuli
kalsium oksalat, adalah adanya pengendapan bahan kalkuli matriks kalsium di papilla
renalis, yang biasanya merupakan plakat Randall (yang selalu terdiri dari kalsium fosfat).
Kalsium fosfat mengendap di membran dasar dari Loop of Henle yang tipis, mengikis ke
interstitium, dan kemudian terakumulasi di ruang subepitel papilla renalis. Deposit
subepitel, yang telah lama dikenal sebagai plak Randall, akhirnya terkikis melalui
urothelium papiler. Matriks batu, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap
diendapkan pada substrat untuk membentuk kalkulus pada traktus urinarius.8

F. GEJALA DAN TANDA


Gejala pasti dari urolitiasis tergantung pada lokasi dan ukuran kalkuli dalam traktus
urinarius. Jika kalkuli berukuran kecil tidak menunjukkan gejala. Namun perlahan
keluhan akan dirasakan seiring bertanbahnya ukuran kalkuli seperti:2,6,7
- Nyeri atau pegal-pegal pada pinggang atau flank yang dapat menjalar ke perut bagian
depan, dan lipatan paha hingga sampai ke kemaluan.
- Hematuria: buang air kecil berdarah.
- Urin berisi pasir, berwarna putih dan berbau.
- Nyeri saat buang air kecil
- Infeksi saluran kencing
- Demam.

Urolitiasis yang masih berukuran kecil umumnya tidak menunjukkan gejala yang
signifikan, namun perlahan seiring berjalannya waktu dan perkembangan di saluran
kemih akan menimbulkan gejala seperti rasa nyeri (kolik renalis) di punggung, atau perut
bagian bawah (kolik renalis).6

6
Kolik didefinisikan sebagai nyeri tajam yang disebabkan oleh sumbatan, spasme otot
polos, atau terputarnya organ berongga. Kolik renal berarti nyeri tajam yang disebabkan
sumbatan atau spasme otot polos pada saluran ginjal atau saluran kencing (ureter).7

Nyeri klasik pada pasien dengan kolik renal akut ditandai dengan nyeri berat dan
tiba-tiba yang awalnya dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior dan inferior.
Hampir 50% dari pasien merasakan keluhan mual dan mutah.5

Kolik ginjal biasanya nyeri berat, pasien tidak bisa istirahat (posisi irrespektif).
Berbeda dengan pasien peritonitis yang cenderung berbaring saja dan tidak mau
bergerak. Gejala lain adalah lemas, berkeringat, dan nyeri ringan saat palpasi abdominal
ginjal. Namun untuk batu staghorn walaupun besar sering tanpa gejala nyeri karena jenis
batu ini membesar mengikuti system anatomi saluran ginjal. Gejala dari batu ginjal atau
batu ureter dapat diprediksi dari pengetahuan tempat terjadinya obstruksi. Nyeri yang
khas dirasakan pada testis untuk pasien pria dan labia mayora pada pasien wanita.9
Lokasi dan karakteristik dari nyeri pada urolitiasis meliputi:7,8

- Di ureteropelvic: nyeri bersifat ringan sampai berat dirasakan lokasinya agak dalam
dalam regio flank tanpa penyebaran ke regio inguinal, urgensi (dorongan kuat untuk
berkemih disertai dengan kandung kemih yang tidak nyaman dan banyak berkemih),
frekuensi (sering berkemih), disuria (nyeri saat berkemih) dan stranguria
(pengeluaran urin yang lambat dan nyeri akibat spasme uretra dan kandung kemih).
- Di ureter : nyeri yang mendadak, berat, nyeri di regio flank dan ipsilateral dari
abdomen bagian bawah, menyebar ke testes atau vulva, mual yang terus menerus
tanpa muntah
- Di ureter bagian proksimal : nyeri menyebar ke regio flank atau area lumbar
- Di ureter di bagian medius : nyeri menyebar ke anterior dan caudal
- Di uterer di bagian distal : menyebar ke inguinal atau testes atau labia majora
- Waktu melewati vesica ruinaria: paling sering asimptomatis, retensio urin posisional

7
G. KLASIFIKASI UROLITIASIS
a) Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Tabel 1. Berdasarkan etiologi urolitiasis10

Infeksi - Magnesium ammonium phospat


- Karbonat apatit
- Ammonium urat
Non infeksi - Kalsium oksalat
- Kalsium phospat
- Asam urat
Genetik - Cistin
- Xanthin
- 2,8-dihidroksiadenin
Efek samping
obat-obatan

b) Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Kalkuli


Komposisi dari batu (kalkuli) sangat penting untuk menjadi dasar diagnostik
dan penanganan lebih lanjut. Kalkuli sering dibentuk oleh substansi campuran. Pada
tabel 2 di bawah menyajikan komposisi dari kalkuli yang relevan dengan klinis dan
komponen mineralnya.10
Tabel 2. Komposis kalkuli10

Nama Kimia Nama Mineral Formula Kimia


Kalsium oksalat monohidrat Whewellite CaC2O4.H2O
Kalsium oksalat dihidrat Wheddelite CaC2O4.2H2O
Kalsium phospat dasar Apatite Ca10(PO4)6.(OH)2
Kalsium hidroksil phospat Carbonic apatite Ca5(PO3)3..(OH)
B-trikalsium phospat Whitlockite Ca3(PO4)2
Karbonat apatite phospat Dahlite Ca5(PO4)3OH

Kalsium hidrogen phospat Brushite PO4.2H2O


Kalsium karbonat Aragonite CaCO3
Oktakalsium phospat Ca8H2(PO4)6.5H2O
Asam urat Uricite C5H4N4O3

8
Asam urat dihidrat Uricite C5H4O3-2H2O
Amonium urat NH4C5H3N4O3
Sodium asam urat monohidrat NaC5H3O3.H2O
Magnesium amonium phospat Struvite MgNH4PO4.6H2O
Asam magnesium phospat Newberyite MbHPO4.3H2O
trihidrat
Magnesium amonium phospat Dittmarite MgNH4(PO4).1H2O
monohidrat
Sistin [SCH2CH(NH2)COOH]2
Gipsum Kalsium sulfat dihidrat CaSO4.2H2O
Zinc phospat tetrahidrat Zn3(PO4)2.4H2O
Batu obat Komponen aktifnya
menjadi kristal di urin

c) Klasifikasi Berdasarkan Ukuran dan Lokasi


Berdasarkan diameter ukurannya secara dua dimensi dibagi menjadi >5 cm, 4-
10 cm, 10-20 cm, dan > 20 cm. Sedangkan berdasarkan posisi anatominya kalkuli
dibagi menjadi: calyx superior, medius, atau inferior; pelvis renali; ureter proksimal,
medius, dan distal; dan vesica urinaria.11

d) Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Radiologis


Pembagian kalkuli berdasarkan gambaran radiologisnya menjadi tiga yaitu:
radiopak, radiopak lemah, dan radiolusen. Yang bersifat radiopak yaitu: kalkuli
kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat, dan kalsium phospat. Yang
gambaran radiologisnya radiopak lemah: magnesium amonium 12 phospat, apatite,
dan sistin. Dan yang tergolong radiolusen: kalkuli asam urat, amonium urat, xanthin,
2,8-didroksiadenin, batu karena obat-obatan.10

9
H. DIAGNOSIS
a) Anamnesis
Diagnosis adanya kalkuli pada traktus urinarius dimulai dari wawancara
adanya keluhan klasik berupa kolik renalis. Bagaimana onset, kualitas dan durasi dari
kolik renalis tersebut. Nyeri pada kolik renalis ditandai nyeri akut dan berat pada
regio flank yang menjalar ke anterior dan inferior abdomen. Pasien terlihat tidak bisa
diam, selalu menggeliat berbeda dengan nyeri karena peritonitis dimana pasien selalu
diam dan berbaring. Pada saat wawancara juga ditanyakan adanya riwayat urolitiasis
sebelumnya dan juga adakah keluarga yang menderita urolitiasis.4,5,12

b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik vital sign jangan pernah lupa dilakukan. Demam juga bisa
dijumpai saat muncul kolik renalis, jika ada infeksi pada kasus hidronefrosis,
pienefrosis atau abses perinephritik. Adanya takikardia dan berkeringat juga bisa
dijumpai. Pada kasus dimana terjadi hidronephrosis yang disebabkan oleh obstruksi
pada ureter ditemukan adanya flank ternderness. Pemeriksaan abdomen dan genetalia
biasanya meragukan (harus hati-hati). Bila pasien merasakan nyeri didaerah terebut,
tapi tanda-tanda kelainan tidak ada dijumpai, maka kemungkinan nyeri berasal dari
batu ginjal.12 8.3

c) Pemeriksaan Laboratorium
Pada 85% dari pasien yang mengalami kolik renalis pada pemeriksaan
urinalisisnya ditemukan adanya hematuria secara mikroskopis, kadang-kadang
kristaluria.5 Derajat hematuria bukan merupakan ukuran untuk memperkirakan besar
batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu. Tidak dijumpai hematuria secara
mikroskopis pada urinalisis tidaklah menyingkirkan adanya suatu batu saluran kemih,
dan lebih kurang 10% penderita batu urin dijumpai darah didalam urinnya.4,12
Bakteriuria biasanya tidak dijumpai kecuali bila pasien secara bersamaan
menderita infeksi saluran kencing (ISK). Meskipun ISK bukan secara langsung
merupakan konsekuensi dari batu, tapi ISK dapat terjadi setelah instrumentasi atau
pemakaian alat seperti kateter pada bedah traktus urinarius ataupun dalam
pengobatan batu ginjal.5

10
Urinalisis harus dilakukan dalam pada semua pasien dengan dugaan
urolitiasis. Selain mikrohematuria tipikal, temuan penting yang perlu diperhatikan
adalah pH urin dan adanya kristal, yang dapat membantu mengidentifikasi komposisi
batu. Penderita batu asam urat biasanya memiliki urin yang bersifat asam, dan
mereka yang memiliki formasi batu akibat infeksi memiliki urine alkalin.4
Identifikasi bakteri penting dalam perencanaan terapi, dan kultur urin harus
dilakukan secara rutin. Pyuria terbatas adalah respon yang cukup umum terhadap
iritasi yang disebabkan oleh batu dan, dengan tidak adanya bakteriuria, umumnya
tidak menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang berdampingan.12

e) Pemeriksaan Penunjang
Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan Intravenous Pielography
(IVP) dan foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht (BNO). Namun pada
keadaan tertentu misalnya wanita hamil, ada riwayat tak tahan dengan zat kontras,
ditentukan dengan pemeriksaan Ultrasonography (USG). Dikatakan USG lebih
sensitif untuk mendeteksi batu ureteral vesical junction dibandingkan dengan IVP,
namun juga dikatakan bahwa USG tidak dapat mendeteksi batu ureter tengah dan
distal.4
Ultrasonografi abdomen terbatas digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan
urolitiasis. Meskipun ultrasonografi sudah tersedia, dilakukan dengan cepat dan
sensitif terhadap kalkuli ginjal, hampir sulit mendeteksi adanya batu ureter
(sensitivitas: 19 persen), yang kemungkinan besar bersifat simtomatik daripada
kalkuli ginjal. Namun, jika batu ureter itu ada, divisualisasikan dengan ultrasound,
temuannya dapat diandalkan (spesifisitas: 97 persen). Pemeriksaan ultrasonografi juga
sangat sensitif terhadap hidronefrosis, yang mungkin merupakan manifestasi obstruksi
ureter, namun seringkali terbatas pada penentuan tingkat atau sifat obstruksi.10,12
Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan ukuran dan
lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang mengandung kalsium, seperti batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat, paling mudah dideteksi dengan radiografi. Batu
yang bersifat radiopaque lemah, seperti batu asam urat murni dan batu yang terutama
terdiri dari sistin atau magnesium amonium fosfat, mungkin sulit, jika tidak mungkin,
untuk dideteksi pada radiografi film biasa.4,5,12
Sayangnya, kalkuli yang bersifat radiopaque sering dikaburkan oleh tinja atau
gas usus, dan batu-batu ureter yang melintang di atas processus transversus corpus

11
vertebra sangat sulit untuk diidentifikasi. Selanjutnya, radiopacities nonurologis,
seperti kelenjar getah bening yang mengalami kalsifikasi, batu empedu, tinja dan
phlebolith (vena pelvis yang mengandung kalsifikasi), dapat disalahartikan sebagai
batu. Meskipun 90% kalkuli urin secara historis dianggap radioopak, sensitivitas dan
spesifisitas radiografi BNO tetap saja buruk (sensitivitas: 45-59%; Spesifisitas: 71-
77%).12
Intravenous Pielography (IVP) telah dianggap sebagai modalitas pencitraan
standar untuk urolitiasis. IVP memberikan informasi yang berguna tentang batu
(ukuran, lokasi, radiodensitas) dan lingkungannya (anatomi calyx, tingkat obstruksi),
serta unit ginjal kontralateral (fungsi, anomali). IVP tersedia secara luas, dan
interpretasinya juga terstandarisasi. Dengan modalitas pencitraan ini, kalkulus ureter
dapat dengan mudah dibedakan dari radiopacities nonurologis.10,12
Keakuratan IVP dapat dimaksimalkan dengan persiapan usus yang tepat, dan
efek buruk kontras yang merugikan. Media dapat diminimalkan dengan memastikan
bahwa pasien terhidrasi dengan baik. Sayangnya, langkah persiapan ini memerlukan
waktu dan seringkali tidak bisa dilakukan saat pasien dalam kondisi darurat.
Dibandingkan dengan USG abdomen dan BNO, IVP memiliki sensitivitas yang lebih
tinggi (64-87%) dan spesifisitas (92-94%) untuk deteksi urolitiasis. Namun, IVP dapat
membingungkan dengan adanya batu radiolusen yang tidak mengganggu, yang
mungkin tidak selalu menghasilkan “defek pengisian.” Selanjutnya, pada pasien
dengan obstruksi tingkat tinggi, bahkan IVP yang berkepanjangan selama 12-24 jam
mungkin tidak menunjukkan tingkat penyumbatan karena konsentrasi media kontras
yang tidak memadai.4,5,12
Media kontras yang digunakan dalam IVP efek samping berupa nefrotoksik
yang telah terbukti. Kadar serum kreatini harus diukur sebelum media kontras
diberikan. Meskipun kadar serum kreatinin lebih besar dari 1,5 mg/Dl (130 µmol/L)
bukan kontraindikasi mutlak. Risiko dan manfaat menggunakan 16 media kontras
harus dipertimbangkan dengan hati-hati, terutama pada pasien diabetes melitus,
penyakit kardiovaskular atau myeloma multipel. Resiko ini dapat diminimalisir
dengan menghidrasi pasien denagn cukup, meminimalkan jumlah bahan kontras yang
diinfuskan, dan memaksimalkan interval waktu antara pemberian kontras berturut-
turut. Meskipun demikian, adalah bijaksana untuk menghindari penggunaan media
kontras bila modalitas pencitraan alternatif dapat memberikan informasi yang setara.12

12
I. PENANGANAN
Pengobatan urolitiasis meliputi penanganan darurat kolik renalis (ureter), termasuk
jika ada indikasi untuk intervensi pembedahan, dan terapi medis untuk kalkulinya.
Dalam keadaan darurat dimana ada kekhawatiran tentang kemungkinan gagal ginjal,
pengobatan adalah harus memperbaiki dehidrasi, mengobati infeksi saluran kemih,
mencegah terjadinya jaringan parut, mengidentifikasi pasien dengan ginjal fungsional
soliter, dan mengurangi risiko cedera ginjal akut akibat nefrotoksisitas kontras, terutama
pada pasien. Dengan azotemia yang sudah ada sebelumnya (kreatinin > 2 mg/Dl),
diabetes, dehidrasi, atau multiple myeloma. Hidrasi intravena yang adekuat sangat
penting untuk meminimalisi efek nefrotoksik dari media kontras.4,5,10
Sebagian besar pasien hidronefrosis karena urolitiasis yang berukuran kecil dapat
ditangani dengan melakukan observasi dan pemberian asetaminofen. Kasus yang lebih
serius dengan nyeri yang sulit ditangani mungkin memerlukan drainase dengan
memasang stent nefrostomi stent atau perkutan. Stent ureter interna biasanya lebih
disukai dalam situasi ini karena dapat menurunkan angka morbiditas.4,5
Ukuran batu merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dapat memprediksi
perjalanannya dalam traktur urinarius. Batu yang berdiameter kurang dari 4 mm
memiliki kemungkinan 80% dapat melewati traktus urinarius secara spontan. Dan
menurun sebesar 20% jika batu berdiameter >8mm. Tapi perjalanan batu pada traktus
urinarius juga tergantung pada bentuk dan lokasi pasti dari batu, dan anatomi dari traktus
urinarius bagian superior. Jika terjadi obstruksi pada junctura ureteropelvis meskipun
berukuran kecil sangat sulit melwati junctura tersebut.4,5
Terapi medikamentosa untuk kalkulus memerlukan waktu yang lama. Tujuan
pemberian obat adalah untuk melarutkan atau menghancurkan kalkulus sehingga dapat
melewati traktus urinarius dengan mudah. Selain itu bertujuan untuk mencegah
munculnya kembali kalkulus pada traktus urinarius. Terutama pada pasien yang memiliki
risiko tinggi seperti menderita urolitiasis sebelum umur 30 tahun, memiliki keluarga
yang sama menderita urolitiasis, dan pasien yang menderita urolitiasis setelah
pembedahan.5
Batu yang berdiameter lebih besar (yaitu, ≥ 7 mm) yang tidak mungkin lewat secara
spontan memerlukan beberapa jenis prosedur pembedahan. Dalam beberapa kasus,

13
pasien dengan batu berukuran besar perlu menjalani rawat inap di rumah sakit. Namun,
kebanyakan pasien dengan kolik ginjal akut dapat diobati secara rawat jalan. Sekitar 15-
20% pasien memerlukan intervensi invasif karena ukuran batu yang besar, penyumbatan,
infeksi, atau nyeri yang sulit diatasi.
Teknik yang tersedia untuk ahli urologi saat batu tersebut gagal melewati traktus
urinarius secara spontan meliputi:
- Penempatan stent 18
- Nefrostomi perkutan
- Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)
- Ureteroscopi (URS)
- Nephrostolithotomi Perkutan
- Open nephrostomy
- Anatrophic nephrolithotomy

14
BAB III

PENUTUP

Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus urinarius. Kalkuli
yang ditemukan pada ginjal disebut nephrolithiasis. Urolitiasis adalah penyebab umum
adanya keluhan ditemukan darah dalam urin dan nyeri di abdomen, pelvis, atau inguinal.
Urolitiasis terjadi pada 1 dari 20 orang pada suatu waktu dalam kehidupan mereka.
Urolitiasis yang masih berukuran kecil umumnya tidak menunjukkan gejala yang
signifikan, namun perlahan seiring berjalannya waktu dan perkembangan di saluran
kemih akan menimbulkan gejala seperti rasa nyeri (kolik renalis) di punggung, atau perut
bagian bawah (kolik renalis).
Diagnosis adanya kalkuli pada traktus urinarius dimulai dari wawancara adanya
keluhan klasik berupa kolik renalis. Nyeri pada kolik renalis ditandai nyeri akut dan berat
pada regio flank yang menjalar ke anterior dan inferior abdomen. Pasien terlihat tidak
bisa diam, selalu menggeliat berbeda dengan nyeri karena peritonitis dimana pasien
selalu diam dan berbaring. Pemeriksaan fisik vital sign jangan pernah lupa dilakukan.
Demam juga bisa dijumpai saat muncul kolik renalis, jika ada infeksi pada kasus
hidronefrosis, pienefrosis atau abses perinephritik. Adanya takikardia pada kasus dimana
terjadi hidronephrosis yang disebabkan oleh obstruksi pada ureter ditemukan adanya
flank ternderness.
Terapi medikamentosa untuk kalkulus memerlukan waktu yang lama. Tujuan
pemberian obat adalah untuk melarutkan atau menghancurkan kalkulus sehingga dapat
melewati traktus urinarius dengan mudah. Selain itu bertujuan untuk mencegah
munculnya kembali kalkulus pada traktus urinarius. Batu yang berdiameter lebih besar
(yaitu, ≥ 7 mm) yang tidak mungkin lewat secara spontan memerlukan beberapa jenis
prosedur pembedahan.

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Armed Forces Health Surveillance Center. Urinary Stones, Active Component,
U.S. Armed Forces, 2001-2010. Medical Surveillance Monthly Report (MSMR).
2011. December; Vol 18 (No12): 6-9.
2. Kidney stones in adults. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Diseases.
https://www.niddk.nih.gov/health-information/urologicdiseases/kidney-stones/
definition-facts .
3. Yolanda S. What is Urolithiasis. News Medical Life Sciences. https://www.news-
medical.net/health/What-is-Urolithiasis.aspx. Accessed Jan. 16, 2018.
4. Medical Definition of Urolithiasis. Medicine.Net.com.
https://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=6649 .
5. Moore, Keith L., Arthur F Dalley, and A. M. R Agur. Clinically Oriented
Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010.
6. Skandalakis, John E., Panajiotis N. Skandalakis, Lee John Skandalakis, and
SpringerLink (Online service). Surgical Anatomy and Technique: A Pocket
Manual. New York, NY: Springer US, 1995.
7. Dave C. 2017. Nephrolithiasis. Medscape.
https://emedicine.medscape.com/article/437096-overview.
8. Evan AP, Coe FL, Lingeman JE, Shao Y, Sommer AJ, Bledsoe SB, et al.
Mechanism of formation of human calcium oxalate renal stones on Randall's
plaque. Anat Rec (Hoboken). 2007 Oct. 290(10):1315-23
9. Kolik Ginjal. Catatan Urologi.
https://urologynotes.wordpress.com/2009/06/21/kolik-ginjal/.
10. Turk C, Knoll T, Pterick A et al. Guidelines on Urolithiasis. European
Association of Urology 2015. March 2015. 20
11. Kim SC, Burns EK, Lingeman JE, et al. Cystine calculi: correlation of CTvisible
structure, CT number, and stone morphology with fragmentation by shock wave
lithotripsy. Urol Res 2007 Dec;35(6):319-24.
12. Kim SC, Burns EK, Lingeman JE, et al. Cystine calculi: correlation of CTvisible
structure, CT number, and stone morphology with fragmentation by shock wave
lithotripsy. Urol Res 2007 Dec;35(6):319-24

16

Anda mungkin juga menyukai