Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Probiotik adalah mikroorganisme hidup nonpathogenik. Banyak dari


mikroorganisme ini adalah bagian dari flora normal di usus manusia, di mana
mereka hidup dalam hubungan simbiosis. Probiotik telah digunakan untuk
mengobati kondisi medis GastroIntestinal (GI) dan non-GastroIntestinal. Definisi
probiotik menurut The Joint Food and Agriculture Organization (FAO) and
World Health Organization (WHO) adalah mikroorganisme hidup yang jika
diberikan kepada inang manusia dalam jumlah adekuat dapat memberikan
manfaat kesehatan kepada inangnya.1,2
Peran probiotik Penyakit Alergi Kulit
Peran probiotik dalam mencegah penyakit alergi kulit telah didukung oleh
beberapa penelitian. Analisis feses anak dan hubungannya dengan penyakit
atopi menunjukkan bahwa rendahnya jumlah Bifidobacterium (probiotik) dan
tingginya jumlah Enterobacteriaceae dan Clostridium pada tinja berhubungan
dengan kejadian dermatitis pada anak.7 Sebuah meta-analisis terhadap
Randomized Clinical Trials (RCTs) yang dipublikasi pada tahun 2012 untuk
menilai manfaat suplementasi probiotik pada ibu hamil atau anak-anak dalam
mencegah penyakit atopi kulit menunjukkan penurunan insidens dermatitis
atopi dan dermatitis atopi terkait IgE sekitar 20% pada anak yang pada masa
awal kehidupan atau masa pre-natal atau keduanya mendapat suplementasi
probiotik.8 Meta-analisis ini menjelaskan bahwa berkurangnya kemampuan
probiotik untuk menurunkan insidens penyakit atopi kulit pada anak-anak
diduga berhubungan dengan peningkatan prevalensi penyakit atopi kulit pada
anak di mana pada masa awal kehidupan anak terjadi penurunan paparan
mikroflora normal kemampuan koloni mikroflora untuk mempengaruhi sistem

1
imun. Studi lebih lanjut pada 130 bayi dari ibu hamil yang mendapat
suplementasi probiotik

Bifidobacterium mendapatkan insidens dermatitis atopi signifikan lebih sedikit


pada observasi bulan ke-10 dan ke-18 postpartum dibandingkan 36 bayi dari
ibu hamil yang tidak mendapat suplementasi probiotik (kontrol).9 Penurunan
insidens ini mungkin disebabkan oleh ingesti bifidobacterium yang mensekresi
sejumlah enzim yang dapat mempengaruhi jalur metabolisme.9 Selain itu,
penelitian Yap juga menunjukkan pada tinja anak dermatitis atopi didapatkan
kadar bifidobacterium rendah bermakna dibandingkan pada anak tanpa
dermatitis atopi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN PROBIOTIK PADA PENYAKIT ALERGI PADA ANAK

1. Definisi Probiotik dan Alergi Pada Anak

Probiotik adalah mikroorganisme hidup nonpathogenik. Banyak dari


mikroorganisme ini adalah bagian dari flora normal usus manusia, di mana
mereka hidup dalam hubungan simbiosis. Definisi probiotik menurut The Joint
Food and Agriculture Organization (FAO) and World Health Organization
(WHO) adalah mikroorganisme hidup yang jika diberikan kepada inang manusia
dalam jumlah adekuat dapat memberikan manfaat kesehatan kepada
organisme lainnya/inangnya. Probiotik telah digunakan untuk mengobati kondisi
medis gastrointestinal (GI) dan non-GI. 1,2
Bakterial vaginosis merupakan suatu infeksi yang disebabkan
ketidakseimbangan jumlah flora normal vagina dan bakteri lain yang ada di
vagina. Perlu diingat bahwa vagina bukan organ steril karena banyak bakteri
yang terdapat disekitarnya. Pada keadaan ini tidak akan menjadi suatu infeksi
bila flora normal yang ada di vagina berada dalam jumlah
yang seimbang.2
Kandidiasis vulvovaginitis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada
daerah vulva dan vagina yang disebabkan oleh adanya berbagai jenis Candida,
secara sekunder bisa juga terjadi akibat penurunan daya tahan tubuh
seseorang, ditandai oleh adanya secret bewarna putih serta adanya rasa gatal
di daerah vagina. Kandidiasis vulvovaginitis merupakan penyebab infeksi
terbanyak kedua pada infeksi vulvovaginal, dimana pada nomor urut satu
bacterial vaginosis merupakan penyebab terbanyak. 3

3
2. Epidemiologi

Prevalensi penyakit alergi pada anak telah meningkat tajam dalam beberapa
dekade terakhir. Berdasarkan beberapa penelitian yang diterbitkan di Finlandia,
prevalensi total gejala alergi selama masa kanak-kanak telah meningkat 8 kali
lipat dari 1950 hingga 1995. Pada 1950, 5% anak-anak memilikinya jenis gejala
alergi sementara penelitian terbaru melaporkan a prevalensi 40% (1). Demikian
pula, peningkatan telah terjadi ditempatkan di semua negara maju yang sangat
higienis. Pada tahun 1976 Dokter anak Kanada Gerrard menyimpulkan bahwa
Kenaikan penyakit alergi adalah harga yang harus dibayar untuk itu kebebasan
relatif dari penyakit akibat virus, bakteri dan cacing pada masa bayi dan anak
usia dini. Prevalensi penyakit alergi termasuk dermatitis atopik telah meningkat
selama beberapa dekade terakhir. Dermatitis atopik adalah penyakit alergi yang
tersebar luas dan tahap pertama perjalanan alergi, yang belum diketahui
pengobatannya saat ini. Berdasarkan data literatur terbaru, penggunaan
probiotik pada awal kehidupan yang dimulai dari kehamilan dianggap sebagai
metode yang efektif dan tampaknya menjadi taktik yang penuh harapan untuk
pencegahan, tetapi sangat sedikit yang diketahui tentang jangka panjangnya.

3. Manifestasi Klinis

Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina
yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor). 4

Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan
vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan
terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap
menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala
yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. 4
4
Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau
ditemukan lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan
seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen,
dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena
penyakitlain.4

3.1. Gambaran klinis Bakterial vaginosis

5
Pasien mengeluhkan discharge vagina yang kental dan bersamaan dengan
rasa panas, gatal saat buang air kecil dan kadang dysuria. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan vulva dan vagina yang eritem, edema, terdapat fisura dan
discharge vagina yang kental.5

3.2 Gambaran Klinis Kandidiasis Vulvovagintis

6
3.3 Gambaran Klinis Kandidiasis Vulvovagintis

4. Diagnosis BV & KVV


 Bakterial Vaginosis6,7

Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan mikroskopis. Anamnesis menggambarkan riwayat sekresi
vagina terus-menerus dengan bau yang tidak sedap. Kadang penderita
mengeluh iritasi pada vagina disertai disuria/dispareunia, atau nyeri abdomen.
Pada pemeriksaan fisik relative tidak banyak ditemukan apa-apa, kecuali hanya
sedikit inflamasi dapat juga ditemukan sekret vagina yang berwarna putih atau
abu-abu yang melekat pada dinding vagina. Dengan hanya mendapat satu
gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh sebab itu didapatkan
kriteria klinis untuk bacterial vaginosis yang sering disebut sebagai kriteria
Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu :
1) Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada
dinding vagina dan abnormal.
2) pH vagina > 4,5
3) Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis
sebelum atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).

7
4) Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh
epitel)

 Kandidiosis Vulvaginalis8
Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosisTanda dan gejala
klinis pada kandidiosis vulvaginalis meliputi pruritus vulvovaginitis, iratasi, nyeri,
dispareunia, nyeri berkemih, keputihan, cairan yang bau. Karena gejala dan
tanda-tanda kandidiasis vulvovaginitis tidak spesifik, diagnosis tidak dapat
dibuat semata-mata berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penegakan
diagnosis berdasarkan gejala klinis yang kemudian dikonfirmasi dengan
preparat KOH yang diambil dari permukaan mukosa. Pada pemeriksaan
mikroskopis ini dapat dijumpai germ tubes atau budding dan pseudohypa
sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang. Kultur
vagina sebaiknya dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis
vulvovaginitis tapi dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina
yang normal. Diagnosis kandidiasis vulvovaginitis membutuhkan korelasi antara
gejala klinis, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur vagina. 8
a. Pemeriksaan Mikroskopis9
Cara yang paling sederhana mengambil cairan vagina ialah dengan
bantuan spekulum, cairan vagina diambil dari fornix vagina. Selain dari
duh tubuh vagina, bahan pemeriksaan dapat pula diambil dari
pseudomembran. Bahan pemeriksaan selanjutnya dibuat sediaan
langsung dengan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram. Pada
pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai kandida dalam bentuk sel ragi
(yeast form) yang berbentuk oval, fase blastospora berupa sel-sel tunas
yang berbentuk germ tubes atau budding dan pseudohifa sebagai sel-sel
memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang. Pada sediaan
dengan pewarnaan Gram, bentuk ragi bersifat gram posistif, berbentuk
oval, kadang-kadang berbentuk germ tube atau Budding. Candida

8
albicans adalah satu-satunya ragi patogen penting yang secara invivo
menunjukan adanya pseudohypa yang banyak, yang mudah dideteksi dari
duh tubuh vagina dengan pewarnaan Gram. Sensitifitas pemeriksaan ini
pada penderita simptomatik sama dengan biakan.

b. Pemeriksaan Biakan9
Kultur vaginal sangat bermanfaat, tapi tidak rutin diperlukan dalam
diagnosis kandidiasis vulvovaginitis. Karena tidak rutin, kultur tidak
diperlukan jika pemeriksaan mikroskopis positif, tapi kultur vagina harus
dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginitis
dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal.
Kultur vaginal dapat mengidentifikasi spesies kandida namun didapatnya
Candida albicans pada kultur tidak dapat menegakkan diagnosis
kandidiasis karena Candida merupakan penghuni normal dari saluran
pencernaan.

Bahan pemeriksaan dibiakan pada media Sabouraud Dextrose


Agar. Dapat dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah
pertumbuhan bakteri. Pembenihan ini disimpan pada suhu kamar atau
suhu 37oC. Koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa “yeast like colony”,
warna putih kekuning-kuningan, di tengah dan dasarnya warnanya lebih
tua, permukaannnya halus mengkilat dan sedikit menonjol. Untuk
identifikasi spesies kandida dapat dilakukan cara-cara berikut, bahan dari
koloni dibiakan pada Corn meal agar dengan Tween 80 atau Nickerson
polysaccharide trypan blue ( Nickerson Mankowski agar) pada suhu 25 0 C,
digunakan untuk menumbuhkan klamidokonida, yang umumnya hanya
ada pada Candida albicans. Tumbuh dalam 3 hari. Jamur tumbuh pada
biakan diinokulasi ke dalam serum atau koloid (albumin telur) yang
diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37 0C. Dengan pemeriksaan mikroskop
tampak :germ tube” yang khas pada Candida albicans.9

9
Test Fermentasi. Fermentasi oleh jamur yang diambil dari
spesimen dapat menghasilkan karbon dioksida dan alkohol. Produksi gas
yang banyak dibandingkan perubahan pH yang signifikan merupakan
indikasi dilakukannya fermentasi. Candida albicans dapat
memfermentasikan glukosa, maltosa dan galaktosa tetapi tidak terhadap
sakarosa.8

Test Asimilasi. Percobaan ini dapat dilakukan untuk membedakan


masing-masing spesies. Uji ini didasarkan pada kemampuan ragi untuk
mengasimilasi senyawa organik. Candida parakrusei mengadakan
asimilasi glukosa, galaktosa dan maltosa, sedangkan Candida krusei
hanya mengasimilasikan glukosa.8

2.2 Gambar Pseudohifa pada tes mikroskopik

10
2.3 Gambar Kultur Candida albicans pada Sabouroud Dextrose Agar

2.4 Gambar Germ tube pada tes mikroskopis

5. Tatalaksana9,10

Semua wanita dengan bakterial vaginosis simtomatik memerlukan


pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara
bakterial vaginosis dengan wanita hamil dengan prematuritas atau endometritis
pasca partus, maka penting untuk mencari obat-obat yang efektif yang bisa

11
digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya menggunakan antibiotik
seperti metronidazol dan klindamisin untuk mengobati bakterial vaginosis.

Terapi sistemik
a) Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang
memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2
x 400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini
gagal, maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan
pilihan kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%).
b) Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan
metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka
kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil
klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya
menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui.
c) Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari
selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap
metronidazol.
d) Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
e) Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
f) Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
g) Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.

Terapi Topikal10
a) Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
b) Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
c) Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
d) Triple sulfonamide cream(Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7%
dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini
dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 – 45 %.

12
 kandidiasis vulvovaginalis 9,10

Penatalaksanaan kandidiasis vulvovagina bertujuan untuk menyembuhkan


seorang penderita dari penyakitnya dan mencegah infeksi berulang. 12

a. Pemberian Obat Anti Jamur


Pengobatan kandidiasis vulvovagina dapat dilakukan secara topikal
maupun sistemik. Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu :
krim, tablet vagina, suppositoria dan tablet oral.

Sistemik:9,10

Obat anti jamur sistemik terdiri dari golongan azoles merupakan


agen fungistatik sintetik dengan aktiviti spektrum luas. Azoles
menghambat enzim fungal sitokrom P450 3A (CYP3A) dan lanosin 14α-
demetilase yang diperlukan dalam proses konversi lanosterol ke
ergosterol yaitu sterol utama dalam membrane sel jamur. Penurunan dari
ergosterol mengubah komponen membran dari sel jamur seterusnya
menghambat replikasi dari sel-sel tersebut. Azoles juga menghambat
transformasi sel-sel ragi jamur kepada hifa. Obat-obat yang dapat
diberikan adalah ketokonazol, itrakonazol dan flukonazol:
Ketokonazol 400 mg selama 5 hari

Itrakonazol 200 mg selama 3 hari atau 400 mg dosis tunggal

Flukonazol 150 mg dosis tunggal

Topikal:9,10

13
Butoconazole, clotrimazole, miconazole, tioconazole dan
terconazole adalah obat topical dari golongan azoles. Obat-obat ini
bekerja di sel membrane dari jamur dengan mengganggu tranportasi
asam amino ke jamur. Nistatin dari golongan antibiotik polin makrolid
pula bekerja dengan mengganggu permeabilitas dan fungsi transportasi
di membran sel jamur. Obat-obat topical tersedia dalam bentuk krim,
ointment, tablet vagina dan suppositoria diberikan secara intravaginal.
Dosis dan cara pemberiannya adalah seperti berikut:
- Mikonazol 2% 7 hari
- Klotrimazol 1% 7-14 hari
- Butoonazole 2% 3 hari

 PENGGUNAAN PROBIOTIK (LACTOBACILLUS) PADA INFEKSI


ENDOGEN GENITALIA WANITA11,12

1) Lactobacillus pada Bacterial Vaginosis


Berdasarkan bukti bahwa penurunan Lactobacillus vagina menyebabkan
perkembangan BV, beberapa penelitian telah mengevaluasi efektivitas
penggunaan Lactobacillus untuk terapi dan pencegahan rekurensi BV.
Penelitian tersamar tunggal probiotik intravagina (L. rhamnosus GR-1 dan L.
fermentum RC-14) dibandingkan dengan gel metronidazol untuk terapi BV
menunjukkan angka kesembuhan pada kelompok Lactobacillus 65%
dibandingkan dengan 33% pada kelompok metronidazol setelah 30 hari
(P=0,056). Penelitian tersamar ganda dengan control plasebo dilakukan
Mastromarino menggunakan produk kombinasi tiga spesies lactobacilli (L.brevis
CD2, L.salivarius FV2, dan L.plantarum FV9) pada wanita dengan BV.
Pada kelompok yang menggunakan lactobacilli didapatkan angka
kesembuhan 50% dibandingkan dengan 6% pada kelompok plasebo (P=0,017).
Penelitian prospektif, tersamar ganda, acak, dengan kontrol plasebo, yang

14
dilakukan oleh Ya dkk. mengevaluasi efektivitas probiotik intravagina (L.
rhamnosus, L. acidophilus, dan Streptococcus thermophilus) sebagai profilaksis
BV pada wanita sehat dengan riwayat BV rekurens, dibandingkan dengan
kapsul plasebo intravagina selama 7 hari, kemudian berhenti selama 7 hari dan
diberikan lagi 7 hari berikutnya. Profilaksis probiotik menghasilkan angka
kekambuhan lebih rendah untuk BV (15,8%) dibandingkan dengan placebo
(45,0%) setelah 11 bulan evaluasi, dinilai dari kriteria Amsel (P< 0,001).
Penggunaan Lactobacillus secara oral ataupun intravagina telah terbukti
efektif dalam tatalaksana BV. Penggunaan Lactobacillus secara oral memiliki
kemampuan untuk Lactobacillus bermigrasi dari usus ke vagina melalui kulit
perineum dan vulva, namun penggunaan intravagina menguntungkan dalam
efisiensi dosis, frekuensi penggunaan, dan tidak terganggu oleh penyerapan
gastrointestinal. Kombinasi terapi antibiotika standar dan suplementasi probiotik
Lactobacillus meningkatkan angka kesembuhan BV secara konsisten dan
menurunkan angka rekurensi BV, tanpa efek samping yang bermakna. Data
tidak mendukung penggunaan Lactobacillus untuk menggantikan antibiotika
sebagai terapi BV.

2) Lactobacillus pada Kandidiasis Vulvovaginalis 11,12


Terdapat beberapa penelitian klinis yang dilakukan untuk mengetahui
efektivitas sediaan oral maupun intravagina Lactobacillus pada wanita dengan
KVV. Reid dkk. memberikan probiotik oral (L. rhamnosus GR-11 dan L.
fermentum RC-14) dua kali sehari selama 14 hari kepada 10 wanita, 9 wanita di
antaranya menderita KVV rekurens. Seminggu setelah terapi, Lactobacillus
mendominasi vagina semua subjek penelitian dan tidak didapatkan
kekambuhan KVV selama penelitian dan evaluasi. Sebuah uji klinis acak
tersamar ganda, oleh Martinez dkk. mengevaluasi efektivitas pemberian
flukonazol oral 150 mg dosis tunggal disertai probiotik per oral (L. rhamnosus
GR-1 dan L. reuteri RC-14) diminum sekali sehari selama 28 hari dimulai

15
bersamaan dengan penggunaan flukonazol, dibandingkan dengan terapi
flukonazol oral dan kapsul plasebo pada populasi wanita dengan KVV.
Angka kesembuhan berdasarkan kultur sebesar 89,7% pada kelompok yang
diberi probiotik, dan 61,5% pada kelompok kontrol (P=0,014). Kovachef
melakukan penelitian pada wanita dengan KVV untuk mengevaluasi efektivitas
terapi azol standar, yaitu flukonazol 150 mg per oral dan fentikonazol 600 mg
dosis tunggal intravagina, dibandingkan dengan terapi azol dan kombinasi
dengan10 aplikasi probiotik intravaginal (L. acidophilus, L. rhamnosus,
Streptococcus thermophilus dan L. delbrueckii) yang dimulai pada hari ke-5
setelah terapi azol. Persistensi gejala klinis pada kelompok azol adalah 79,7%,
dibandingkan dengan 31,1% pada kelompok kombinasi azol dan probiotik.
Murina dkk. mengevaluasi efektivitas tablet vagina lepas lambat yang
mengandung L. fermentum LF10 dan L. acidophilus LA02 pada pasien KVV
setelah pemberian flukonazol oral 200 mg selama 3 hari, dan mendapatkan
72,4% pasien bebas rekurensi pada evaluasi bulan ke-10. Beberapa penelitian
in vitro dan penelitian klinis telahmenunjukkan efektivitas beberapa strain
lactobacilli terhadap C. albicans dan C. glabrata. Namun banyak penelitian
klinis yang ada menggunakan jumlah sampel yang sedikit, tidak
membandingkan dengan kontrol, atau tidak memastikan riwayat KVV rekurens
pada sampel penelitian. Jenis Lactobacillus yang berbeda menunjukkan
sifat dan efek terhadap Candida yang berbeda, sehingga hasil dari penelitian
terhadap sebuah galur Lactobacillus seharusnya tidak diekstrapolasikan ke
galur lain. L. acidophilus, L. rhamnosus GR-1 dan L. fermentum RC-14 dapat
dipertimbangkan sebagai bahan pencegahan empiris potensial pada wanita
dengan KVV rekurens, karena efek sampingnya yang juga sangat jarang.
Dibutuhkan lebih banyak penelitian acak, bersamar ganda, dengan kontrol
plasebo, dengan ukuran sampel yang lebih banyak agar dapat menjelaskan
lebih lanjut efektivitas dan keamanan Lactobacillus pada terapi KVV.12

16
BAB III

KESIMPULAN

Bakterial vaginosis merupakan suatu infeksi yang disebabkan


ketidakseimbangan jumlah flora normal vagina dan bakteri lain yang ada di
vagina. Perlu diingat bahwa vagina bukan organ steril karena banyak bakteri
yang terdapat disekitarnya. Pada keadaan ini tidak akan menjadi suatu infeksi
bila flora normal yang ada di vagina berada dalam jumlah
yang seimbang.
Kandidiasis vulvovaginitis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada
daerah vulva dan vagina yang disebabkan oleh adanya berbagai jenis Candida,
secara sekunder bisa juga terjadi akibat penurunan daya tahan tubuh
seseorang, ditandai oleh adanya secret bewarna putih serta adanya rasa gatal
di daerah vagina. Kandidiasis vulvovaginitis merupakan penyebab infeksi
terbanyak kedua pada infeksi vulvovaginal, dimana pada nomor urut satu
bacterial vaginosis merupakan penyebab terbanyak.

17
Peranan probiotik Lactobacillus secara oral ataupun intravagina telah
terbukti efektif dalam tatalaksana BV. Penggunaan Lactobacillus secara oral
memiliki kemampuan untuk Lactobacillus bermigrasi dari usus ke vagina
melalui kulit perineum dan vulva, namun penggunaan intravagina
menguntungkan dalam efisiensi dosis, frekuensi penggunaan, dan tidak
terganggu oleh penyerapan gastrointestinal. Kombinasi terapi antibiotika
standar dan suplementasi probiotik Lactobacillus meningkatkan angka
kesembuhan BV secara konsisten dan menurunkan angka rekurensi BV, tanpa
efek samping yang bermakna. Data tidak mendukung penggunaan
Lactobacillus untuk menggantikan antibiotika sebagai terapi BV.
Terdapat beberapa penelitian klinis yang dilakukan untuk mengetahui
efektivitas sediaan oral maupun intravagina Lactobacillus pada wanita dengan
KVV. Reid dkk. memberikan probiotik oral (L. rhamnosus GR-11 dan L.
fermentum RC-14) dua kali sehari selama 14 hari kepada 10 wanita, 9 wanita di
antaranya menderita KVV rekurens. Seminggu setelah terapi, Lactobacillus
mendominasi vagina semua subjek penelitian dan tidak didapatkan
kekambuhan KVV selama penelitian dan evaluasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1) Falagas ME, Betsi GI, Athanasiou S. Probiotics for prevention of


recurrent vulvovaginal candidiasis: a review. J Antimicrob Chemother.
2006; 58: 266-72

2) Anukam KC, Osazuwa E, Osemene GI, Ehigiagbe F, Bruce AW, Reid G.


Clinical study comparing probiotic Lactobacillus GR-1 and RC-14 with
metronidazole vaginal gel to treat symptomatic bacterial vaginosis.
Microbes Infect. 2006; 8:2772-6.

3) UROGENITAL PROBIOTICS Potential role of Lactobacillus in the


prevention of urogenital infections in women. Department of Clinical
Microbiology, Clinical Bacteriology Umeå University, Umeå, Sweden
2012

4) Bacterial vaginosis: a review on clinical trials with probiotics. Department


of Public Health and Infectious Diseases, Section of Microbiology, Roma,
Italy; Received May 12, 2013

5) Diego Romario Silvaa, Janaina de Cassia Orlandi Sard, dkk. Probiotics


as an alternative antimicrobial therapy: Current reality and future
Directions. Journal of Functional Foods 73 (2020). https://jsstd.org/?view-

19
pdf=1&embedded=true&article=b4368c73e602bfe7cb0b64753e884ab5nHKdeg%3D
%3D

6) Evaluation of an Orally Administered Multistrain Probiotic Supplement in


Reducing Recurrences Rate of Bacterial Vaginosis: A Clinical and
Microbiological Study. Lower Genital Tract Disease Unit, V. Buzzi
Hospital, University of Milan, Milan, Italy. Advances in Infectious Diseases, 2019, 9,
http://www.scirp.org/journal/aid

7) Ting Li1, Zhao-Hui Liu1, Kui Li2, Hui-Hui. Evaluation of the vaginal
microbiome in clinical diagnosis and management of vaginal infectious
diseases. Chinese Medical Journal 2019;132(9)
https://journals.lww.com/cmj/fulltext/2019/05050/evaluation_of_the_vaginal_microbio
me_in_clinical.12.aspx

8) Probiotics for the Treatment of Bacterial Vaginosis: A Meta-Analysis.


Department of Epidemiology, School of Public Health, Fudan University,
Shanghai Accepted: 11 October 2019
https://www.roelmihpc.com/Documents/Attachments/2019-07-04-Intimique-
Femme.pdf

9) Evaluation of effi cacy & safety of oral fixed dose combination of


probiotics in bacterial vaginosis. Published: 02 August, 2019.
https://www.peertechz.com

10) Somayeh Saleki1, Malihe Farid2,3 Probiotics and Treatment of


Vulvovaginal Candidiasis. 2018 February;6(1):22-26.
https://www.researchgate.net/publication/323743834_Probiotics_and_Treatment_of_V
ulvovaginal_Candidiasis

11) Probiotics in dermatology. Journal of Skin and Sexually Transmitted


Diseases. Department of Dermatology, Venereology and Leprosy,
Institute of Integrated Medical Sciences (Government Medical College),
Palakkad, Kerala, India. Published : 02 December 19 .
https://www.peertechz.com/articles/JGRO-5-168.php

12) Janneke H. H. M. van de Wijgert. Intermittent


LactobacillicontainingVaginal Probiotic or Metronidazole Use to Prevent
Bacterial Vaginosis Recurrence: A Pilot Study Incorporating Microscopy
and Sequencing. (2020) 10:3884 https://doi.org/10.1038/s41598-020-
60671-6

20
21

Anda mungkin juga menyukai