PENDAHULUAN
1
imun. Studi lebih lanjut pada 130 bayi dari ibu hamil yang mendapat
suplementasi probiotik
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2. Epidemiologi
Prevalensi penyakit alergi pada anak telah meningkat tajam dalam beberapa
dekade terakhir. Berdasarkan beberapa penelitian yang diterbitkan di Finlandia,
prevalensi total gejala alergi selama masa kanak-kanak telah meningkat 8 kali
lipat dari 1950 hingga 1995. Pada 1950, 5% anak-anak memilikinya jenis gejala
alergi sementara penelitian terbaru melaporkan a prevalensi 40% (1). Demikian
pula, peningkatan telah terjadi ditempatkan di semua negara maju yang sangat
higienis. Pada tahun 1976 Dokter anak Kanada Gerrard menyimpulkan bahwa
Kenaikan penyakit alergi adalah harga yang harus dibayar untuk itu kebebasan
relatif dari penyakit akibat virus, bakteri dan cacing pada masa bayi dan anak
usia dini. Prevalensi penyakit alergi termasuk dermatitis atopik telah meningkat
selama beberapa dekade terakhir. Dermatitis atopik adalah penyakit alergi yang
tersebar luas dan tahap pertama perjalanan alergi, yang belum diketahui
pengobatannya saat ini. Berdasarkan data literatur terbaru, penggunaan
probiotik pada awal kehidupan yang dimulai dari kehamilan dianggap sebagai
metode yang efektif dan tampaknya menjadi taktik yang penuh harapan untuk
pencegahan, tetapi sangat sedikit yang diketahui tentang jangka panjangnya.
3. Manifestasi Klinis
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina
yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor). 4
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan
vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan
terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap
menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala
yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. 4
4
Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau
ditemukan lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan
seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen,
dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena
penyakitlain.4
5
Pasien mengeluhkan discharge vagina yang kental dan bersamaan dengan
rasa panas, gatal saat buang air kecil dan kadang dysuria. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan vulva dan vagina yang eritem, edema, terdapat fisura dan
discharge vagina yang kental.5
6
3.3 Gambaran Klinis Kandidiasis Vulvovagintis
7
4) Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh
epitel)
Kandidiosis Vulvaginalis8
Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosisTanda dan gejala
klinis pada kandidiosis vulvaginalis meliputi pruritus vulvovaginitis, iratasi, nyeri,
dispareunia, nyeri berkemih, keputihan, cairan yang bau. Karena gejala dan
tanda-tanda kandidiasis vulvovaginitis tidak spesifik, diagnosis tidak dapat
dibuat semata-mata berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penegakan
diagnosis berdasarkan gejala klinis yang kemudian dikonfirmasi dengan
preparat KOH yang diambil dari permukaan mukosa. Pada pemeriksaan
mikroskopis ini dapat dijumpai germ tubes atau budding dan pseudohypa
sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang. Kultur
vagina sebaiknya dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis
vulvovaginitis tapi dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina
yang normal. Diagnosis kandidiasis vulvovaginitis membutuhkan korelasi antara
gejala klinis, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur vagina. 8
a. Pemeriksaan Mikroskopis9
Cara yang paling sederhana mengambil cairan vagina ialah dengan
bantuan spekulum, cairan vagina diambil dari fornix vagina. Selain dari
duh tubuh vagina, bahan pemeriksaan dapat pula diambil dari
pseudomembran. Bahan pemeriksaan selanjutnya dibuat sediaan
langsung dengan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram. Pada
pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai kandida dalam bentuk sel ragi
(yeast form) yang berbentuk oval, fase blastospora berupa sel-sel tunas
yang berbentuk germ tubes atau budding dan pseudohifa sebagai sel-sel
memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang. Pada sediaan
dengan pewarnaan Gram, bentuk ragi bersifat gram posistif, berbentuk
oval, kadang-kadang berbentuk germ tube atau Budding. Candida
8
albicans adalah satu-satunya ragi patogen penting yang secara invivo
menunjukan adanya pseudohypa yang banyak, yang mudah dideteksi dari
duh tubuh vagina dengan pewarnaan Gram. Sensitifitas pemeriksaan ini
pada penderita simptomatik sama dengan biakan.
b. Pemeriksaan Biakan9
Kultur vaginal sangat bermanfaat, tapi tidak rutin diperlukan dalam
diagnosis kandidiasis vulvovaginitis. Karena tidak rutin, kultur tidak
diperlukan jika pemeriksaan mikroskopis positif, tapi kultur vagina harus
dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginitis
dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal.
Kultur vaginal dapat mengidentifikasi spesies kandida namun didapatnya
Candida albicans pada kultur tidak dapat menegakkan diagnosis
kandidiasis karena Candida merupakan penghuni normal dari saluran
pencernaan.
9
Test Fermentasi. Fermentasi oleh jamur yang diambil dari
spesimen dapat menghasilkan karbon dioksida dan alkohol. Produksi gas
yang banyak dibandingkan perubahan pH yang signifikan merupakan
indikasi dilakukannya fermentasi. Candida albicans dapat
memfermentasikan glukosa, maltosa dan galaktosa tetapi tidak terhadap
sakarosa.8
10
2.3 Gambar Kultur Candida albicans pada Sabouroud Dextrose Agar
5. Tatalaksana9,10
11
digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya menggunakan antibiotik
seperti metronidazol dan klindamisin untuk mengobati bakterial vaginosis.
Terapi sistemik
a) Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang
memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2
x 400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini
gagal, maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan
pilihan kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%).
b) Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan
metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka
kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil
klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya
menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui.
c) Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari
selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap
metronidazol.
d) Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
e) Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
f) Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
g) Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
Terapi Topikal10
a) Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
b) Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
c) Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
d) Triple sulfonamide cream(Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7%
dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini
dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 – 45 %.
12
kandidiasis vulvovaginalis 9,10
Sistemik:9,10
Topikal:9,10
13
Butoconazole, clotrimazole, miconazole, tioconazole dan
terconazole adalah obat topical dari golongan azoles. Obat-obat ini
bekerja di sel membrane dari jamur dengan mengganggu tranportasi
asam amino ke jamur. Nistatin dari golongan antibiotik polin makrolid
pula bekerja dengan mengganggu permeabilitas dan fungsi transportasi
di membran sel jamur. Obat-obat topical tersedia dalam bentuk krim,
ointment, tablet vagina dan suppositoria diberikan secara intravaginal.
Dosis dan cara pemberiannya adalah seperti berikut:
- Mikonazol 2% 7 hari
- Klotrimazol 1% 7-14 hari
- Butoonazole 2% 3 hari
14
dilakukan oleh Ya dkk. mengevaluasi efektivitas probiotik intravagina (L.
rhamnosus, L. acidophilus, dan Streptococcus thermophilus) sebagai profilaksis
BV pada wanita sehat dengan riwayat BV rekurens, dibandingkan dengan
kapsul plasebo intravagina selama 7 hari, kemudian berhenti selama 7 hari dan
diberikan lagi 7 hari berikutnya. Profilaksis probiotik menghasilkan angka
kekambuhan lebih rendah untuk BV (15,8%) dibandingkan dengan placebo
(45,0%) setelah 11 bulan evaluasi, dinilai dari kriteria Amsel (P< 0,001).
Penggunaan Lactobacillus secara oral ataupun intravagina telah terbukti
efektif dalam tatalaksana BV. Penggunaan Lactobacillus secara oral memiliki
kemampuan untuk Lactobacillus bermigrasi dari usus ke vagina melalui kulit
perineum dan vulva, namun penggunaan intravagina menguntungkan dalam
efisiensi dosis, frekuensi penggunaan, dan tidak terganggu oleh penyerapan
gastrointestinal. Kombinasi terapi antibiotika standar dan suplementasi probiotik
Lactobacillus meningkatkan angka kesembuhan BV secara konsisten dan
menurunkan angka rekurensi BV, tanpa efek samping yang bermakna. Data
tidak mendukung penggunaan Lactobacillus untuk menggantikan antibiotika
sebagai terapi BV.
15
bersamaan dengan penggunaan flukonazol, dibandingkan dengan terapi
flukonazol oral dan kapsul plasebo pada populasi wanita dengan KVV.
Angka kesembuhan berdasarkan kultur sebesar 89,7% pada kelompok yang
diberi probiotik, dan 61,5% pada kelompok kontrol (P=0,014). Kovachef
melakukan penelitian pada wanita dengan KVV untuk mengevaluasi efektivitas
terapi azol standar, yaitu flukonazol 150 mg per oral dan fentikonazol 600 mg
dosis tunggal intravagina, dibandingkan dengan terapi azol dan kombinasi
dengan10 aplikasi probiotik intravaginal (L. acidophilus, L. rhamnosus,
Streptococcus thermophilus dan L. delbrueckii) yang dimulai pada hari ke-5
setelah terapi azol. Persistensi gejala klinis pada kelompok azol adalah 79,7%,
dibandingkan dengan 31,1% pada kelompok kombinasi azol dan probiotik.
Murina dkk. mengevaluasi efektivitas tablet vagina lepas lambat yang
mengandung L. fermentum LF10 dan L. acidophilus LA02 pada pasien KVV
setelah pemberian flukonazol oral 200 mg selama 3 hari, dan mendapatkan
72,4% pasien bebas rekurensi pada evaluasi bulan ke-10. Beberapa penelitian
in vitro dan penelitian klinis telahmenunjukkan efektivitas beberapa strain
lactobacilli terhadap C. albicans dan C. glabrata. Namun banyak penelitian
klinis yang ada menggunakan jumlah sampel yang sedikit, tidak
membandingkan dengan kontrol, atau tidak memastikan riwayat KVV rekurens
pada sampel penelitian. Jenis Lactobacillus yang berbeda menunjukkan
sifat dan efek terhadap Candida yang berbeda, sehingga hasil dari penelitian
terhadap sebuah galur Lactobacillus seharusnya tidak diekstrapolasikan ke
galur lain. L. acidophilus, L. rhamnosus GR-1 dan L. fermentum RC-14 dapat
dipertimbangkan sebagai bahan pencegahan empiris potensial pada wanita
dengan KVV rekurens, karena efek sampingnya yang juga sangat jarang.
Dibutuhkan lebih banyak penelitian acak, bersamar ganda, dengan kontrol
plasebo, dengan ukuran sampel yang lebih banyak agar dapat menjelaskan
lebih lanjut efektivitas dan keamanan Lactobacillus pada terapi KVV.12
16
BAB III
KESIMPULAN
17
Peranan probiotik Lactobacillus secara oral ataupun intravagina telah
terbukti efektif dalam tatalaksana BV. Penggunaan Lactobacillus secara oral
memiliki kemampuan untuk Lactobacillus bermigrasi dari usus ke vagina
melalui kulit perineum dan vulva, namun penggunaan intravagina
menguntungkan dalam efisiensi dosis, frekuensi penggunaan, dan tidak
terganggu oleh penyerapan gastrointestinal. Kombinasi terapi antibiotika
standar dan suplementasi probiotik Lactobacillus meningkatkan angka
kesembuhan BV secara konsisten dan menurunkan angka rekurensi BV, tanpa
efek samping yang bermakna. Data tidak mendukung penggunaan
Lactobacillus untuk menggantikan antibiotika sebagai terapi BV.
Terdapat beberapa penelitian klinis yang dilakukan untuk mengetahui
efektivitas sediaan oral maupun intravagina Lactobacillus pada wanita dengan
KVV. Reid dkk. memberikan probiotik oral (L. rhamnosus GR-11 dan L.
fermentum RC-14) dua kali sehari selama 14 hari kepada 10 wanita, 9 wanita di
antaranya menderita KVV rekurens. Seminggu setelah terapi, Lactobacillus
mendominasi vagina semua subjek penelitian dan tidak didapatkan
kekambuhan KVV selama penelitian dan evaluasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
pdf=1&embedded=true&article=b4368c73e602bfe7cb0b64753e884ab5nHKdeg%3D
%3D
7) Ting Li1, Zhao-Hui Liu1, Kui Li2, Hui-Hui. Evaluation of the vaginal
microbiome in clinical diagnosis and management of vaginal infectious
diseases. Chinese Medical Journal 2019;132(9)
https://journals.lww.com/cmj/fulltext/2019/05050/evaluation_of_the_vaginal_microbio
me_in_clinical.12.aspx
20
21