Anda di halaman 1dari 16

Health Education

FLUOR ALBUS

Oleh:
Nadine L.H.S. Montolalu
17014101264
Masa KKM 13 Agustus – 21 Oktober 2018

Supervisor Pembimbing
dr. Ronny A.A. Warouw, Sp.OG(K)

Residen Pembimbing
dr. Juan Setiaji

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Fluor albus disebut juga dengan istilah white discharge atau vaginal
discharge, atau leukore atau keputihan. Keputihan yang terjadi pada wanita dapat
bersifat normal dan abnormal. Keputihan normal terjadi sesuai dengan proses
menstruasi. Gejala keputihan yang normal adalah tidak berbau, jernih, tidak gatal, dan
tidak perih. Keputihan abnormal terjadi akibat infeksi dari berbagai mikroorganisme,
antara lain bakteri, jamur, dan parasit.1

Di Indonesia sebanyak 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal satu


kali dalam hidupnya dan 45% di antaranya mengalami keputihan dua kali atau lebih.
Perawatan genetalia eksterna yang kurang tepat dapat menjadi pemicu terjadinya
keputihan terutama keputihan yang bersifat patologis. Berdasarkan data statistik
Indonesia tahun 2012 dari 43,3 juta jiwa remaja berusia 15-24 tahun di Indonesia
berperilaku tidak sehat. Remaja putri Indonesia dari 23 juta jiwa berusia 15-24 tahun
83% pernah berhubungan seksual, yang artinya remaja berpeluang mengalami
penyakit menular seksual (PMS) yang merupakan salah satu penyebab keputihan.2

Keputihan normal atau keputihan fisiologis adalah keputihan yang timbul


akibat proses alami dalam tubuh. Sedangkan keputihan abnormal atau keputihan
patologis yaitu keputihan yang timbul karena infeksi dari jamur, bakteri dan virus.
Kondisi patologis biasanya berwarna kuning, hijau, keabu-abuan, berbau amis, busuk
dengan cairan vagina dalam jumlah banyak dan menimbulkan keluhan seperti gatal,
serta rasa terbakar pada daerah intim.3 Sebelum pubertas, normalnya perempuan tidak
memiliki keputihan, kecuali jika terjadi infeksi atau iritasi vagina. Setelah pubertas,
estrogen (hormon wanita) menyebabkan vagina memproduksi sekret (cairan) yang
menjaga tetap lembab dan bersih. Cairan ini keluar dari vagina sebagai duh tubuh
vagina (fluor albus). Setelah menopause, kadar estrogen menurun dan keputihan juga
akan menurun. Penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang
wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak
mengenal tingkat pendidikan, ekonomi, dan social budaya, meskipun kasus ini lebih
banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang
rendah.4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Keputihan adalah keluarnya cairan berlebihan dari vagina bukan darah.
Keputihan bukan merupakan suatu penyakit melainkan suatu gejala. Keputihan
terkadang disertai rasa gatal, nyeri, rasa panas dibibir kemaluan, kerap disertai bau
busuk, dan menimbulkan rasa nyeri sewaktu buang air kecil merupakan suatu
tanda adanya infeksi pada organ genitalia.1,4

B. Klasifikasi
Keputihan ada 2 macam, yaitu keputihan normal dan keputihan yang
disebabkan oleh suatu penyakit.4
a. Keputihan fisiologis adalah cairan yang keluar kadang-kadang berupa
mukus yang banyak mengandung epitel dengan leukosit yang jarang.
Dalam kondisi yang normal, kelenjar serviks menghasilkan suatu cairan
jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel - sel vagina yang
terlepas dan sekresi dari kelenjar bartolini. Selain itu sekret vagina juga
disebabkan karena aktifitas dari bakteri yang hidup pada vagina yang
normal. Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami
dari tubuh untuk membersihkan diri dan sebagai pelicin serta pertahanan
tubuh dari berbagai infeksi.

b. Keputihan patologis adalah cairan eksudat yang banyak mengandung


leukosit. Ciri-cirinya jumlahnya banyak, timbul terus-menerus, warnanya
berubah (misalnya kuning, hijau, abu-abu, menyerupai susu/yoghurt)
disertai adanya keluhan (seperti gatal, panas, nyeri) serta berbau (apek,
amis, dsb). Keputihan yang tidak normal. Apabila perempuan mulai
mengeluh karena vaginanya terlalu sering mengeluarkan lender yang
berlebihan disertai bau amis, terasa pedih waktu buang air, dan kadang
disertai rasa panas dan gatal.
C. Etiologi
Penyebab fluor albus sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga
disebut multifaktorial.4-7 Ada empat penyebab utama yang dapat menyebabkan
perubahan flora normal dan memicu keputihan:
a. Faktor fisiologis
Keputihan yang normal hanya ditemukan pada daerah porsio vagina.
Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus
yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan pada
keputihan patologik terdapat banyak leukosit. Keputihan yang fisiologis dapat
ditemukan pada:
1. Waktu sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen;
keputihan ini dapat menghilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan
kecemasan pada orang tua.

2. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,


disebabkan oleh pengeluaran transudat dari dinding vagina.

3. Waktu sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri


menjadi lebih encer.

4. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah


pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita
dengan ektropion porsionis uteri.

b. Faktor konstitusi
Faktor konstitusi misalnya karena kelelahan, stress emosional, masalah
keluarga atau pekerjaan, bisa juga karena penyakit seperti gizi rendah ataupun
diabetes. Bisa juga disebabkan oleh status imunologis yang menurun maupun
obat-obatan. Diet yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan keputihan
terutama diet dengan jumlah gula yang berlebihan, karena merupakan faktor
yang sangat memperburuk terjadinya keputihan.

c. Faktor iritasi
Faktor iritasi sebagai penyebab keputihan meliputi, penggunaan sabun untuk
mencuci organ intim, iritasi terhadap pelicin, pembilas atau pengharum
vagina, ataupun bisa teriritasi oleh celana.
d. Faktor patologis
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keputihan antara lain benda
asing dalam vagina, infeksi vaginal yang disebabkan oleh kuman, jamur, virus,
dan parasit serta tumor, kanker dan keganasan alat kelamin juga dapat
menyebabkan terjadinya keputihan. Di dalam vagina terdapat berbagai bakteri,
95% adalah bakteri lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen. Dalam
keadaan ekosistem vagina yang seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman pada
kisaran 3,8-4,2, dengan tingkat keasaman tersebut lactobacillus akan subur
dan bakteri bakteri patogen tidak akan mengganggu. Peran penting dari bakteri
dalam flora vaginal adalah untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap
pada level normal. Pada kondisi tertentu kadar pH bisa berubah menjadi lebih
tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik menjadi lebih tinggi
dari 4,2, maka jamur akan tumbuh dan berkembang.
Terdapat 3 infeksi tersering yang menyebabkan keputihan patologis yaitu :5-7
1. Bakterial Vaginosis (BV)
Bakterial vaginosis adalah penyebab paling umum yang menimbulkan
keputihan pada wanita usia reproduktif. Namun dapat juga ditemukan pada
wanita menopause dan jarang ditemukan pada anak-anak. Infeksi ini
terjadi akibat pertumbuhan organisme anaerob seperti Gardnerella
vaginalis, Prevotella spp, Mycoplasma hominis, Mobiluncus spp.pada
vagina secara berlebihan sehingga menyebabkan penurunan flora normal
pada vagina yaitu Lactobacillus spp. yang berdampak pada peningkatan
pH vagina. Sulitnya melakukan kultur pada bakteri ini menyebabkan
kerentanan terhadap antibiotik tidak diketahui.

Infeksi BV dapat berulang dan terjadi secara spontan. Infeksi ini


berhubungan dengan aktivitas seksual, namun tidak dikelompokkan dalam
penyakit menular seksual. Terdapat dua teori yang dapat menjelaskan
timbul dan berulangnya kondisi ini yaitu:
 Lactobacili menghilang karena faktor lingkungan seperti
penggunaan obat pembersih vagina atau perubahan pH vagina
akibat seringnya melakukan hubungan seksual.
 Beberapa Lactobacili diserang oleh virus jenis tertentu sehingga
tidak dapat melakukan rekolonisasi dalam vagina dan memfasilitasi
pertumbuhan berlebihan dari bakteri anaerob.

Pada beberapa wanita lactobacilli juga menurun dan pH meningkat, tetapi


mikroflora aerobik berasal dari usus, seperti Escherichia coli, grup B
streptococci, dan Staphylococcus aureus yang mendominasi. Ini disebut
sebagai Aerobik Vaginitis (AV). AV adalah kondisi peradangan,
menyebabkan gejala jangka panjang dengan eksaserbasi intermiten.

2. Trichomoniasis
Trichomonas vaginalis adalah protozoa berflagel yang ditemukan pada
saluran genital. Karena lokasinya yang spesifik, infeksi hanya mengikuti
pemindahan organisme secara intravaginal atau intrauretral. Respon host
paling jelas dapat dilihat pada peningkatan leukosit polimorfonuklear.

3. Kandidiasis vaginal
Kandidiasis pada vagina disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari
Candida albicans di 90% wanita. Sekitar 75% wanita akan mengalami
setidaknya 1 episode selama hidup mereka. 10%-20% wanita adalah
carrier tanpa gejala.

D. Epidemiologi
Menurut WHO, salah satu masalah tersering pada reproduksi wanita adalah
leukorea atau fluor albus. Sekitar 75% wanita di dunia pasti pernah mengalami
keputihan setidaknya satu kali seumur hidup dan sebanyak 45% wanita
mengalami keputihan dua kali atau lebih. Menurut BKKBN di Indonesia sebanyak
75% wanita pernah mengalami Keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan
45% diantaranya bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih.2

E. Diagnosis
Terdapat gejala dan tanda klasik yang dapat membedakan penyebab dari
keputihan. Namun biasanya tidak timbul atau tidak spesifik. Penegakkan
diagnosis didasarkan pada gejala dan tanda klinis yang ditunjang dengan
pemeriksaan laboratorium di mana spesifitas dan sensitifvitasnya berbeda.7,12,13
Pemeriksaan
Cairan Vagina Ciri lainnya
Penunjang
Bakterial Putih atau abu- Berbau tidak enak  pH vagina >4,5
Vaginosis abu, lengket, (amis), melekat pada  Whiff test (+)
seringkali dinding vagina dan  Adanya clue cell
tambah banyak. vestibula , keputihan ada pemeriksaan
banyak tanpa disertai makroskopik
vaginitis.
Trichomonas Kuning Berbau tidak enak,  pH vagina 5.0 –
vaginalis kehijauan, keputihan banyak, 7.0
berbuih, lengket. rasa gatal pada  terdapat leukosit
genital, pruritus pada
vulva, disuria. pemeriksaan
mikroskopik.
Pada pemeriksaan  Preparat kaca
inspekulo sebanyak basah
2% ditemukan memperlihatkan
adanya gambaran protozoon
strawberry cervix. fusiformis
uniseluler yang
sedikit lebih
besar dari sel
darah putih.
Kandidiasis Putih, seperti Gatal, nyeri vagina,  pH vagina <4,5
vaginal keju, kadang- rasa panas pada  Apusan vagina
kadang tambah vulva, nyeri saat diberi KOH 10-
banyak. berhubungan 20% dan
seksual. dilakukan
pewarnaan gram.
 Budding cell
yang khas,
pseudohifa dan
kadang hifa sejati
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keputihan sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari komplikasi sekaligus untuk menyingkirkan adanya penyebab lain
seperti kanker leher rahim yang memiliki gejala keputihan berupa sekret encer,
bewarna merah muda, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Penatalaksanaan keputihan dilakukan tergantung pada penyebabnya.8-11

Bakterial Vaginosis Trichomonas Vaginalis Candidiasis Vaginal

 Fluconazole 150 mg
 Metronidazole tab. 400-500 mg oral 2x1 hari
selama 5-7 hari oral dosis tunggal
Atau Atau
 Metronidazole tab. 2 g oral dosis tunggal
Atau  Itraconazole 200 mg
 Tinidazole tab. 2 g oral dosis tunggal oral 2x1 hari selama
1 hari

 Clotrimazole vaginal
Alternatif lain: tab. 500 mg dosis
tunggal
 Metronidazol gel Atau
intravaginal (0,75%) 1x1
hari selama 5 hari  Clotrimazole vaginal
tab. 200 mg 1x1 hari
Atau selama 3 hari

 Clindamycin salep Atau


intravaginal 2% 1x1
selama 7 hari  Miconazole vaginal
ovule 1200 mg dosis
Atau tunggal

 Clindamycin tab. 300 Atau


mg oral 2x1 selama 7
hari  Miconazole vaginal
ovule 400 mg 1x1
hari selama 3 hari

Atau

 Econazole vagina
pessary 150 mg dosis
tunggal
G. Pencegahan Keputihan
Menjaga kebersihan organ genitalia dan sekitarnya merupakan salah satu
upaya pencegahan keputihan, yaitu dengan:13,16
1. Selalu menjaga kebersihan daerah genitalia agar tidak lembab dan tetap
kering, misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang menyerap
keringat seperti bahan katun dan tidak ketat. Biasakan mengganti pembalut
pada waktunya untuk mencegah perkembangbiakan bakteri minimal 3
kali/hari.

2. Membasuh vagina dengan cara yang benar yaitu dari depan ke


belakang tiap kali selesai buang air kecil ataupun buang air besar.

3. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena


dapat mengganggu keseimbangan flora normal vagina. Jika perlu, sebelum
menggunakan cairan pembersih vagina, sebaiknya dikonsultasikan ke
dokter.

4. Menghindari risiko IMS dengan setia pada pasangan, menggunakan proteksi


seperti kondom

5. Segera berkonsultasi ke dokter bila anda merasa ada perubahan dari biasanya

H. Komplikasi
Keputihan dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti:7,15
1. Terjadinya infeksi pada saluran berkemih dan abses kelenjar bartholin .
2. Jika ibu hamil mengalami keputihan akibat infeksi dapat mengakibatkan
keguguran dan kelahiran prematur.
3. Infeksi yang menyebar ke atas atau ke organ reproduksi seperti endometrium,
tuba fallopi, dan serviks menyebabkan terjadinya penyakit inflamasi pada
panggul (PID) yang sering menimbulkan infertilitas dan perlengketan saluran
tuba yang memicu terjadinya kehamilan ektopik.
4. Meningkatkan resiko mendapatkan infeksi menular seksual terutama herpes
genital dan HIV.
I. Prognosis
Biasanya kondisi-kondisi yang menyebabkan fluor albus memberikan respon
terhadap pengobatan dalam beberapa hari. Kadang-kadang infeksi akan berulang.
Dengan perawatan kesehatan akan menentukan pengobatan yang lebih efektif.
Vaginosis bakterial mengalami kesembuhan rata – rata 70 – 80% dengan regimen
pengobatan. Kandidiasis mengalami kesembuhan rata rata 80 -95 %.
Trikomoniasis mengalami kesembuhan rata – rata 95 %.15
BAB III

KESIMPULAN

Fluor albus (leukorea / vaginal discharge / keputihan) adalah pengeluaran cairan


atau sekret dari alat genitalia yang tidak berupa darah. Keputihan bukanlah suatu
penyakit, melainkan manifestasi klinis dari suatu penyakit. Terdapat 2 jenis
keputihan yaitu keputihan fisiologis dan patologis. Keputihan fisiologis
dipengaruhi oleh hormon dan keputihan patologis dapat disebabkan karena
infeksi, benda asing, atau keganasan.

Diagnosis keputihan dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan penunjang. Etiologi dari keputihan
bermacam-macam dan memiliki ciri khas tersendiri, mulai dari warna, bau,
ataupun ciri lainnya yang telah dijelaskan. Diagnosis pasti dari penyebab
keputihan dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
mikroskopik, pewarnaan Gram, Whiff Test, dan pemeriksaan pH cairan vagina.

Keputihan fisiologi tidak memerlukan terapi, namun perlunya edukasi mengenai


cairan / sekret tersebut akan keluarsecara fisiologis dari tubuh akibat pengaruh
hormonal. Sedangkan penatalaksanaan keputihan patologis disesuaikan dengan
etiologinya. Dengan pemeriksaan kesehatan akan menentukan pengobatan yang
lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba I.A.C., Manuaba IBG, Manuaba IB. Memahami Kesehatan Reproduksi


Wanita.2nd ed. Jakarta: EGC; 2009.

2. Rahmah NR. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Personal Kebersihan Genital


Terhadap Kejadian Keputihan pada Santriwati SMAS/MA di PPM Rahmatul Asri
Enrekang Tahun 2017 [skripsi]. Pendidikan Dokter FK Unhas. 2017.

3. Sibagariang, E. E, Pusmaika, R & Rismalinda (2010). Kesehatan Reproduksi


Wanita. Jakarta: Trans Info Media.

4. Tabri Farida. Fluor albus pada anak. Bagian Kulit Kelamin FK UNHAS;
Makassar;Al Hayaatun Mufidah;2016.

5. Akinbiyi AA, Watson R, Feyi-Waboso P. Prevalence of Candida albicans and


bacterial vaginosis in asymptomatic pregnant women in South Yorkshire, United
Kingdom. Outcome of a prospective study. Arch Gynecol Obstet 2008;
278(5):463-466.

6. Oliveira FA, Pfleger V, Lang K, Heukelbach J, Miralles I, Fraga F et al. Sexually


transmitted infections, bacterial vaginosis, and candidiasis in women of
reproductive age in rural Northeast Brazil: a populationbased study. Mem Inst
Oswaldo Cruz 2007; 102(6):751-756.

7. SherrardJ, Donders G, White D. European Guideline on Management of Vaginal


Discharge.2011.

8. Pearlman MD, Yashar C, Ernst S, Solomon W. An incremental dosing protocol


for women with severevaginal trichomoniasis and adverse reactions to
metronidazole. Am J Obstet Gynecol 1996; 174:934-936. Pearlman MD, Yashar
C, Ernst S, Solomon W. An incremental dosing protocol for women with
severevaginal trichomoniasis and adverse reactions to metronidazole. Am J Obstet
Gynecol 1996; 174:934-936.

9. Brandt M, Abels C, May T, Lohmann K, Schmidts-Winkler I, Hoyme UB.


Intravaginally applied metronidazole is as effective as orally applied in the
treatment of bacterial vaginosis, but exhibits significantly less side effects. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol 2008; 141(2):158-162.

10. Odds FC. Candida and Candidosis; A review and bibliography. Second ed.
London: Bailliere Tindall; 1988.

11. Watson MC, Grimshaw JM, Bond CM, Mollison J, Ludbrook A. Oral versus
intra-vaginal imidazole and triazole anti-fungal agents for the treatment of
uncomplicated vulvovaginal candidiasis (thrush): a systematic review. BJOG: an
International Journal of Obstetrics & Gynaecology 2002; 109(1):85-95.

12. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Radang dan Beberapa Penyakit Lain pada Alat
Genital. Dalam: Ilmu Kandungan Ed. Ketiga; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2014.

13. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Penyakit Kelamin. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Ed. Keenam; Jakarta; Badan Penerbit FKUI; 2013

14. Monalisa et al.2012. Clinical Aspects Fluor Albus of Female and Treatment.
IJDV. 1(1): 19-22.

15. Rabiu, K.A., Adeniyi, A.A., Fatimat, M.A., Oluwarotimi, I.A., 2010. Female
Reproductive Tract Infections: Understandings and Care Seeking Behaviour
Among Women of Reproductive Age in Lagos, Nigeria. BMC Women’s Health
10(8): 1-7
16. Sianturi R. Keputihan (Vaginal Discharge).2013. Dapat diakses di
http://angsamerah.com/pdf/Angsamerah%20Keputihan.pdf

Anda mungkin juga menyukai