Anda di halaman 1dari 5

Kata sulit: Leukorrhea (keputihan)

1. Mengapa pasien mengalami keputihan?


Vaginal discharge itu bisa fisiologis atau patologis.
 Fisiologi
Floral normal vagina (lactobacilli) berkolonisasi di epitel vagina untuk melawan infeksi.
Ketika seorang wanita mengalami keputihan, cairan yang diproduksi kelenjar vagina dan
leher rahim akan keluar membawa sel mati dan bakteri. Hal tersebut merupakan proses
alami agar vagina tetap bersih sekaligus terlindung dari infeksi. Kolonisasi ini menjaga ph
vagina diantara 3.8-4.4 . Kualitas dan kuantitas dari discharge vagina bisa berbeda pada 1
individu bergantung dengan siklus haid wanita tersebut. Pada ibu hamil, keputihan mungkin
akan lebih sering terjadi akibat perubahan hormon. Ketika wanita memasuki masa
menopause, keputihan akan mulai berkurang. Keputihan yang tergolong normal dapat
terlihat dari ciri-ciri cairan yang keluar dari vagina, antara lain :
1. Tidak berwarna atau berwarna putih.
2. Tidak berbau atau tidak mengeluarkan bau menyengat.
3. Meninggalkan bercak kekuningan di celana dalam.
4. Memiliki tesktur cairan yang dapat berubah tergantung siklus menstruasi.

 Patologis
keputihan yang tidak normal, tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :
1. Cairan keputihan berbeda warna, bau, atau tekstur dari biasanya.
2. Cairan keputihan keluar lebih banyak dari biasanya.
3. Keluar darah di luar jadwal haid.

Keputihan yang abnormal tersebut dapat disertai dengan keluhan :


1. Gatal di area kewanitaan.
2. Nyeri di panggul.
3. Nyeri saat buang air kecil.
4. Rasa terbakar di sekitar vagina
2. Adakah hubungan antara warna serta bau keputihan dengan penyebab dari keputihan itu
sendiri?
Perubahan warna pada cairan keputihan dapat menjadi tanda dari kondisi tertentu, seperti
dijelaskan di bawah ini :
 Keputihan berwarna coklat atau disertai bercak darah bisa disebabkan oleh siklus
menstruasi yang tidak teratur, atau bisa juga merupakan tanda dari kanker pada rahim atau
leher rahim.
 Keputihan berwarna hijau atau kekuningan dan berbuih dapat disebabkan oleh penyakit
trikomoniasis.
 Keputihan berwarna kelabu atau kekuningan dapat disebabkan oleh gonore.
 Keputihan berwarna putih dan kental dapat disebabkan oleh infeksi jamur pada vagina.
 Keputihan berwarna putih, abu-abu, atau kuning, serta disertai dengan bau amis, dapat
disebabkan oleh penyakit vaginosis bakterialis.
 Keputihan berwarna merah muda bisa disebabkan oleh peluruhan lapisan rahim yang terjadi
setelah melahirkan.

Vaginosis bakterialis adalah infeksi vagina yang terjadi akibat jumlah bakteri alami (flora
normal) di dalam vagina tidak seimbang yaitu penurunan jumlah Lactobacilli normal yang
memproduksi hidrogen peroksida dengan pertumbuhan berlebihan bakteri anaerob.
Berbagai bakteri berbeda yang secara alami hidup di vagina dapat tumbuh berlebihan dan
menyebabkan kondisi tersebut.

3. Adakah hubungan antara keluhan pasien dengan usia menikah dan penggunaan kontrasepsi
IUD?
 IUD
Terdapat studi yang mengevaluasi efek ketiga metode kontrasepsi terhadap lingkungan
vagina setelah penggunaan 1 dan 6 bulan berturut-turut. Efek negatif terhadap lingkungan
vagina ditemukan pada wanita pengguna IUD tembaga, yang dapat berdampak buruk
pada kesehatan seksual dan reproduksi. Hal tersebut terjadi karena tembaga ionik yang
dilepaskan oleh IUD secara selektif dapat mengurangi pertumbuhan bakteri sehat,
sehingga memungkinkan bakteri inflamasi meningkat secara signifikan. Akibatnya, tubuh
memproduksi protein inflamasi. Selain itu, infeksi IUD umumnya disebabkan oleh proses
pemasangan. Pemasangan IUD menimbulkan kontaminasi mikroba sementara ke dalam
rahim, sehingga meningkatkan risiko PID sebesar 6 kali lipat selama 20 hari pertama setelah
pemasangan.
 Usia
Vaginosis bakterial adalah infeksi vagina yang paling umum ditemukan pada wanita usia
reproduksi dan diperkirakan terjadi pada 5 hingga 70% wanita. Data epidemiologis
menunjukkan bahwa perempuan lebih mungkin melaporkan vaginosis bakterial jika mereka
berganti-ganti pasangan seksual, belum menikah, mulai melakukan hubungan seksual pada
usia muda, jika mereka adalah pekerja seks komersial, atau melakukan douching secara
rutin. Pada scenario, pasien menikah pada usia 19 tahun yang mana tergolong cukup muda
4. Mengapa dokter menanyakan keteraturan menstuasi, ada tidaknya nyeri saat koitus dan nyeri
buang air kecil? (Jawaban ada di nomor 5)
5. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pasien?
 Vulva tenang dan tidak ada benjolan---vulva: global term that describes all of the structures
that make the female external genitalia.
 Dinding vagina eritem, menandakan adanya proses inflamasi atau vaginitis. Vaginitis dapat
menimbulkan gejala seperti adanya discharge, rasa gatal, dan nyeri. Biasanya vaginitis
disebabkan oleh ketidakseimbangan bakteri floral normal di vagina. Bisa jg disebabkan
karena adanya infeksi.
 Cervix eritem, menandakan adanya proses inflamasi atau cervicitis. Sumber dari johns
Hopkins medicine menyebutkan bahwa cervicitis sering disebabkan oleh infeksi menular
seksual dan menimbulkan gejala seperti discharge yang purulent, nyeri pada bagian pelvis,
keluarnya darah di antara 2 periode menstruasi atau setelah berhubungan seksual, dan juga
masalah saluran kemih (makanya dokter nanya ada masalah saat buang air kecil atau engga,
keteraturan menstruasinya gimana, dan apakah ada rasa nyeri saat koitus)
 Leukorrhea pada dinding vagina dan ostium uteri eksterna.

6. Apa kemungkinan yang ditemukan oleh dokter pada pemeriksaan mikroskopis pasien?

7. Apa tatalaksana serta edukasi yang bisa diberikan oleh dokter kepada pasien?

(liat bagian bawah aja)

DD: Bacterial vaginosis, cervicitis, vaginitis

A. Bacterial vaginosis
 Overview: Vaginosis bakterial adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
floral normal pada vagina. Umumnya, penyakit ini muncul secara klinis dengan peningkatan
keputihan yang berbau seperti ikan
 Etiologi: Penyebaran bakteri antar individu melalui hubungan seksual dapat mengubah
keseimbangan alami flora bakteri di dalam vagina. Biasanya, kondisi ini disebabkan oleh
penurunan jumlah Lactobacilli normal yang memproduksi hidrogen peroksida dengan
pertumbuhan berlebihan bakteri anaerob. Secara historis, vaginosis bakterial
disebut Gardnerella vaginitis karena diyakini bahwa bakteri inilah yang menjadi penyebab
kondisi ini. [1] Namun, nama baru, vaginosis bakterial, membantu menyoroti fakta bahwa
berbagai bakteri berbeda yang secara alami hidup di vagina dapat tumbuh berlebihan dan
menyebabkan kondisi tersebut.
 Epidemiologi: Vaginosis bakterial adalah infeksi vagina yang paling umum ditemukan pada
wanita usia reproduksi dan diperkirakan terjadi pada 5 hingga 70% wanita. Data
epidemiologis menunjukkan bahwa perempuan lebih mungkin melaporkan vaginosis bakterial
jika mereka berganti-ganti pasangan seksual, belum menikah, mulai melakukan hubungan
seksual pada usia muda, jika mereka adalah pekerja seks komersial, atau melakukan
douching secara rutin.
 Patofisiologi: Vaginosis bakterial disebabkan oleh ketidakseimbangan flora alami vagina, yang
ditandai dengan perubahan jenis bakteri yang paling umum serta peningkatan jumlah total
bakteri yang ada. Spesies Lactobacilli mendominasi mikrobiota vagina normal. Vaginosis
bakterial dikaitkan dengan penurunan jumlah Lactobacilli secara keseluruhan. Meskipun
masih belum pasti, diperkirakan bahwa sebagian besar infeksi bakterial vaginosis dimulai
dengan Gardnerella vaginalis, menciptakan biofilm yang kemudian memungkinkan bakteri
oportunistik lainnya tumbuh di dalam vagina. Vaginosis bacterial juga meningkat risiko
terjadinya IMS dimasa depan karena dia menyebabkan adanya enzim yang mengurangi
kemampuan leukosit inang untuk melawan infeksi dan peningkatan pelepasan endotoksin
yang merangsang produksi sitokin dan prostaglandin di dalam vagina.
 Histopatologi: Ciri diagnosis ini bergantung pada pemeriksaan cairan vagina pada wet mount di
bawah mikroskop. Vaginosis bacterial ditandai dengan adanya clue cell, yaitu sel epitel serviks
yg ditumbuhi bakteri berbntuk batang
 Gejala: Keputihan berbau busuk, dysuria, dyspareunia, dan pruritus vagina. Tapi bs juga dia
asimptomatik.
 Fakris: douching vagina, berganti-ganti pasangan seksual, penggunaan antibiotik baru-baru ini,
merokok, dan penggunaan alat kontrasepsi dalam Rahim.
 Pmx fisik: pemeriksaan panggul untuk memeriksa karakteristik keputihan dan untuk membantu
menyingkirkan penyakit serupa lainnya, termasuk kandidiasis, servisitis, klamidia, gonore, virus
herpes simpleks, dan trikomoniasis. [5] Selain itu, vaginosis bakterial sendiri merupakan faktor
risiko penyakit radang panggul, HIV, IMS, dan gangguan obstetri lainnya. [10] Oleh karena itu,
penting untuk menilai kerapuhan serviks dan nyeri gerak serviks. Penting untuk menilai demam,
nyeri panggul, dan riwayat infeksi menular seksual untuk menyingkirkan kondisi yang lebih
serius yang masih menjadi diagnosis banding.
 Pmx penunjang: Usap serviks dapat dikirim untuk menyelidiki adanya infeksi klamidia atau
gonore. Karena sel petunjuk dianggap sebagai tanda diagnostik vaginosis bakterialis yang paling
dapat diandalkan, maka cairan vagina perlu diperiksa di bawah mikroskop. [5] Langkah
diagnostik ini juga dapat membantu menyingkirkan keberadaan ragi atau
Trichomonas. [10] Penting untuk dicatat bahwa banyak dari penyakit ini dapat terjadi secara
bersamaan, jadi penting untuk memindai seluruh spesimen untuk mengetahui keberadaan sel
petunjuk bahkan jika patologi lain teridentifikasi. [5] Menguji pH cairan vagina juga dapat
membantu diagnosis vaginosis bacterial.
 Evaluasi/penegakan diagnosis: Diagnosis vaginosis bakterial biasanya disarankan secara klinis
dan dikonfirmasi dengan mengambil usap vagina dari daerah serviks atau cairan yang keluar
dan membuat slide basah untuk diperiksa di bawah mikroskop. [11] Usap mungkin
mengandung pH vagina yang lebih tinggi dari normal (lebih besar dari 4,5), adanya sel petunjuk
pada basah, dan tes bau positif. [11] Untuk menentukan pH vagina, kertas pH dapat digunakan
dan dibandingkan dengan kontrol warna. [11] Untuk mengidentifikasi sel petunjuk, setetes
larutan natrium klorida ditempatkan pada slide basah, dan slide diperiksa di bawah mikroskop
untuk visualisasi karakteristik sel petunjuk. [11] Tes bau dilakukan dengan menambahkan
sedikit kalium hidroksida ke kaca objek mikroskopis yang berisi keputihan dan dianggap positif
jika ditemukan bau amis yang khas. [11] Biasanya, dua dari tes positif ini, selain adanya cairan
yang khas, sudah cukup untuk memastikan diagnosis vaginosis bakterialis. [11] Jika tidak ada
keluarnya cairan, maka ketiga kriteria ini diperlukan untuk membuat diagnosis.
Dalam praktik klinis, vaginosis bakterial sering didiagnosis berdasarkan kriteria
Amsel. [11] Setidaknya tiga dari empat kriteria diperlukan untuk memastikan
diagnosis. [11] Kriteria Amsel antara lain keluarnya cairan encer berwarna putih, kuning,
homogen, sel petunjuk pada mikroskop, pH cairan vagina lebih dari 4,5, dan keluarnya bau amis
setelah ditambahkan larutan alkali (KOH 10%) pada spesimen.
 Tatalaksana: 30% kasus vaginosis bacterial dapat sembuh tanpa pengobatan. Obat yg bisa
digunakan adalah klindamisin dan metronidazole. Kedua obat ini efektif jika diminum atau
dioleskan melalui vagina.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC420177/ ---vaginal discharge

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459216/ ---bacterial vaginosis

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562193/ ----cervicitis

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470302/ ------vaginitis

https://www.seattlechildrens.org/research/featured-research/copper-iud-vaginal-bacteria-
inflammation/#:~:text=The%20researchers%20believe%20such%20changes,the%20body%20produces
%20inflammatory%20proteins ----hubungan antara pemasangan IUD dan vaginal discharge

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2582/keputihan-normal-lt-keputihan-tidak-normal

Anda mungkin juga menyukai