Vulvovaginitis
Oleh:
Pembimbing:
Malang
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
Vulvovaginitis atau radang pada vulva dan vagina adalah penyakit yang
paling sering menyerang wanita usia reproduksi. Umumnya akan disertai dengan
keluarnya cairan keputihan dari vagina yang disertai rasa gatal, bau amis, dan
nyeri saat berkemih. Menurut Manuaba (2011), leukore(keputihan) adalah semua
pengeluaran cairan dari alat genetalia yang bukan darah tetapi merupakan
manifestasi klinik berbagai infeksi, keganasan atau tumor jinak organ
reproduksi.Pengertian lebih khusus keputihan merupakan infeksi jamur kandida
pada genetalia wanita dan disebabkan oleh organisme seperti ragi yaitu candida
albicans (Clayton, 1998).
Menurut Ababa (2003), penyebab paling sering dari keputihan tidak normal
adalah infeksi. Organ genitalia pada perempuan yang dapat terkena infeksi
adalah vulva, vagina, leher rahim, dan rongga rahim. Beberapa pemeriksaan
yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab keputihan, antara lain
pewarnaan gram (untuk infeksi jamur), preparat basah (infeksi trikomonas),
preparat KOH (infeksi jamur), kultur atau pembiakan (menentukan jenias bakteri
1
penyebab), dan pap smear (untuk menentukan adanya sel ganas) (Manuaba,
1999).
Keputihan (Fluor albus) yang fisiologis biasanya tidak memberi dampak yang
bermakna, sedangkan keputihan yang patologis akan menimbulkan gejala-gejala
yang mengganggu seperti bauk busuk,gatal, dan vulva terasa seperti terbakar.
Apabila keputihan tidak diobati maka infeksi dapat menjalar ke rongga rahim
kemudian sampai ke indung telur dan akhirnya sampai kerongga panggul.
Banyak ditemukan wanita yang menderita keputihan yang kronik menjadi mandul
(Jones, 2005).
Oleh karena itu, penting untuk setiap wanita untuk mengetahui pentingnya
cara menjaga kebersihan organ reproduksi agar terhindar dari penyakit kelamin
yang membahayakan. Berpatokan pada hal tersebut penulis menuliskan laporan
kasus mengenai Keputihan , harapannya dengan adanya tulisan ini para
pembaca dapat lebih memahami bagaimana cara mencegah dan mengatasi
keputihan sehingga infeksi yang serius mengenai alat kelamin dapat lebih
diminimalisir.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui etiologi, faktor resiko dan patofisiologi keputihan pada pasien
dalam laporan kasus ini.
1.2.2 Mengetahui cara mendiagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan
prognosis keputihan pada pasien dalam laporan kasus ini.
1.3 Manfaat
2
1.3.2 Mampu mengenali dan mendiagnosis Keputihan sehingga tidak terjadi
komplikasi lebih lanjut yang dapat membahayakan pasien.
1.3.3 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vulvovaginitis
Radang pada vulva dan vagina adalah masalah yang biasa terjadi pada
wanita. Kurang lebih 10% alasan pasien wanita memeriksakan diri ke petugas
kesehatan adalah karena rasa gatal atau panas pada vulva. Keluhan lain yang
biasa terjadi adalah gatal, keputihan, dyspareunia, dan dysuria. Masing-masing
keluhan ini akan dideskripsikan lebih terperinci seperti bau dan warna pada
keputihan.
Secara normal terdapat organisme-organisme penghuni organ
kewanitaan ini. Pada vagina dapat ditemui Lactobacillus acidophilus, Diferoid,
Candida, dan beberapa flora normal lainnya. Lactobacillus sp akan memproduksi
senyawa-senyawa asam yang mempertahankan pH vagina pada posisi
fisiologisnya, yaitu sekitar 4,0. Salah satu tujuan pH asam adalah mencegah
tumbuhnya bakteri pathogen yang dapat menyebabkan keputihan pada vagina.
Walaupun begitu, juga didapatkan keputihan fisiologik yang sifatnya berwarna
putih, halus, dan tidak berbau (Anwar dkk., 2011).
4
BV dapat meningkatkan resiko penularan HIV pada host, walaupun BV
sendiri tidak digolongkan sebagai penyakit menular seksual. Selain itu BV juga
dapat meningkatkan resiko pelvic inflammatory disease (PID) dan penyakit
menular seksual lainnya (Joesoef, 1996). PMS yang biasa ditemui menyertai BV
adalah infeksi Klamidia dan Gonorea (Joesoef, 1996). Ditemukan juga terdapat
hubungan kuat antara BV dengan kelahiran prematur (Riduan, 1993). AKDR /
IUD adalah faktor resiko terjadinya BV (Anwar dkk., 2011).
Gejala dan keluhan yang biasa dinyatakan oleh pasien adalah keputihan
yang tipis, homogen, warna putih abu-abu, dan berbau amis. Sewaktu diperiksa
dengan speculum, keputihan dapat terlihat banyak sekali yang menempel di
vagina. Namun, rasa gatal dan iritasi jarang ditemui pada BV. Gejala-gejala ini
dapat bervariasi pada setiap orang. Oleh karena itu, dibutuhkan pemeriksaan
laboratoris yang menunjang tegaknya diagnosis BV.
Diagnosis di bagian Obstetri-Ginekologi RSSA Malang didasarkan pada
anamnesa gejala, pemeriksaan fisik, uji pH discharge, uji KOH, dan Wet Smear
(RSSA, 2008). Diagnosis dibuat dengan cara sebagai berikut (Anwar dkk., 2011):
Identifikasi clue cell pada wet smear
pH cairan vagina ≥4.5
Whiff test positif : bau anyir / amis sewaktu ditambahkan larutan KOH
10%
Eritema vagina jarang
Petunjuk diagnosa yang paling penting adalah pH, tampilan keputihan,
whiff test, dan clue cell. Jarang sekali infeksi BV menunjukkan pH vagina ≤4.5.
Sebaliknya, clue cell dapat menjadi petunjuk yang kuat untuk mengetahui
adanya BV. Jika dilakukan pengecatan gram, jumlah basil gram positif akan
menurun atau tidak ada, sedangkan Gardnerella vaginalis yang tampak sebagai
basil gram negatif akan meningkat. Kultur cairan vagina tidak disarankan karena
pada wanita normal pun dapat ditemui Gardnerella vaginalis (Eschenbach,
2016).
Pilihan terapi yang dapat diberikan pada infeksi BV pada bagian Obstetri-
Ginekologi RSSA malang adalah (RSSA, 2008):
Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari
Metronidazole vaginal sup 1-2 kali selama 5 hari
5
Metronidazole 2 gram PO single-dose + Clindamycin 2 x 300 mg
selama 7 hari
2.1.2 Trikomoniasis
Etiologi infeksi trikomoniasis adalah protozoa Trichomonaz vaginalis.
Organisme ini ditularkan secara seksual, sehingga infeksi trikomonas termasuk
infeksi menular seksual. Trikomoniasis adalah faktor yang dapat meningkatkan
infeksi gonorea dan HIV (Vazquez, 1991; Wasserheti, 1992). Secara
epidemiologi, infeksi ini mencakup sekitar 25% vaginitis karena infeksi. Ada
sekitar 200 juta orang terinfeksi organisme ini di seluruh dunia. Namun jumlahnya
terus berkurang, mungkin karena terapi di bidang infeksi yang semakin
menyeluruh. Walaupun begitu, hanya sekitar 50% orang yang menunjukkan
keluhan jika terinfeksi Trichomonaz vaginalis (Pabst, 1992).
T. vaginalis hidup di dalam vagina, uretra, VU, kalenjar bartholene, dan
kalenjar Skene. Faktor resiko terinfeksinya T. vaginalis adalah sosial ekonomi
yang rendah dan wanita multipartner seksual (Cotch, 1991; Hawes et al., 1996).
Pasangan yang terinfeksi dapat menjadi pembawa dan menularkan kembali
kepada pasien yang telah sembuh. Oleh karena itu, terapi partner juga
merupakan tatalaksana yang diperlukan pada penyakit ini (Krieger, 1995).
Keluhan dan gejala yang muncul sangat bervariasi. Keluhan klasik adalah
cairan keputihan berbuih, tipis, bau tidak sedap, dan banyak. Warnanya bisa
abu-abu, putih, atau kuning kehijauan. Eritema atau edema pada vulva dan
vagina mungkin bisa ditemukan. Serviks juga bisa tampak eritematus dan rapuh
(Anwar dkk., 2011). Terkadang jika infeksi menyebar sampai ke sistem urinarius,
keluhan dysuria akan dapat ditemukan. Gejala-gejala ini dapat eksaserbasi pada
masa sekitar menstruasi (Eschenbach, 2016).
Diagnosis di bagian Obstetri-Ginekologi RSSA Malang didasarkan pada
anamnesa gejala, pemeriksaan fisik, uji pH discharge, uji KOH, dan Wet Smear
(RSSA, 2008). Berikut adalah kriteria diagnosis lainnya (Anwar dkk., 2011):
Wet smear menunjukkan protozoa uniseluler yang dapat bergerak
(motile).
pH caiiran vagina berkisar 5,0-7,0
Kultur dapat dilakukan apabila dari keluhan klinis sangat dicurigai terdapat
trikomoniasis, namun pada wet smear tidak didapatkan protozoa tersebut.
6
Metode lain yang dapat digunakan adalah PCR, namun mengingat harganya
yang mahal tidak dapat dilakukan secara rutin pada semua pasien (Eschenbach,
2016).
Pilihan terapi yang dapat diberikan untuk infeksi trikomoniasis pada
bagian Obstetri-Ginekologi RSSA malang adalah (RSSA, 2008):
Metronidazole 2 x 500 mg PO selama 7 hari
Tinidazole 2 gram PO
Tinidazole adalah obat yang digunakan pada trikomonas yang resisten
terhadap metronidazole. Dapat diberikan dengan dosis yang sama dan durasi
dua kali lipat. Terapi partner, meskipun asimtomatik, juga perlu dilakukan agar
tidak ada infeksi ulang. Regimen terapi partner sama dengan pasien
(Eschenbach, 2016).
7
- penggunaan kostikosteroid
Cara mencegah kandidiasis genitalis adalah dengan menggunakan pakaian
dalam yang tepat untuk mengurangi resiko perkembangan infeki jamur. Untuk
perempuan dengan infeksi berulang (lebih dari tiga kali pertahun), penggunaan
probiotik oral atau intravaginal mungkin dapat mencegah infeksi berulang.
Yeast candida umumnya hidup di mulut, GI track, dan vagina tanpa gejala
penyebab. Meski begitu, ketika terjadi ketidakseimbangan, seperti saat terjadi
perubahan pH normal vagina atau ketika terjadi perubahan hormonal, candida
dapat bermiltiplikasi dan berkembang. Ketika hal tersebut terjadi, gejala infeski
yeast mungkin muncul. Selain itu, infeksi candida juga dapat terjadi dari satu
orng ke orang lain yang melakuakn hubungan seksual.
Menurut Sarwono (2011), ciri-ciri keputihan dari kandida dapat dilihat dari
keluhan yang begitu menonjol, yaitu pruritus (rasa gatal), seringkali disertai iritasi
vagina, dysuria, atau keduanya. Cairan vagina klasik berwarna putih seperti susu
yang menjendal dan tidak berbau. Pemeriksaan spekulum seringkali
memperlihatkan eritema dinding vulva dan vagina, kadang-kadang dengan plak
yang menempel. Sedangkan pada pasien Ny. S, ditemukan keputihan warna
putih kekuningan disertai rasa gatal dan eritema disekitar vulva dan vagina.
Pengobatan vulvaginitis kandidiasis di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSSA Malang adalah sebagai berikut :
a. hilangkan underlying disease / faktor predisposisi (DM, penggunaan
antibiotic, penggunaan vaginal douching
b. terapi dengan :
- topical :
1.Gentian violet 1%
2. nyestatin pada terapi topical sekarang digantikan oleh imidazole
3. imidazole :
- clotrimazole digunakan untuk topical
- fluconazole single dose 150 mg per oral untuk pasien
yang tidak hamil
c. pengobatan terhadap pasangan seksual penting dilakukan
Selain itu, Antifungal supositori vagina atau krim umumnya digunakan
untuk mengobati Kandidiasis genitalis. Lama pengobatan bervariasi dari satu
sampai tujuh hari. Infeksi berat atau sedang kadang-kadang juga daapt diobati
8
dengan antifungal oral single dose. Pengobatan ini umumnya mengobati infeksi
80-90%, tapi terkadang beberapa orang mengalami infeksi berulang.
Pengobatan jangka pendek tidak bermanfaat untuk infeksi berulang atau
resisten.
9
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
3.1.1 Pasien
10
cenderung kering / menggumpal sehingga tidak sampai membasahi pakaian
dalam. Tidak ada keluhan kencing dan keluhan sistemik lainnya. Biasanya
pasien meminum obat herbal dari daun sirsa, temulawak dan kunyit, namun
keluhan dirasakan tidak membaik.
Siklus menstruasi pasien teratur tiap bulan sekali. Hari pertama haid
terakhir pada 25 Mei 2016. Lama tiap menstruasi rata-rata 5 hari sampai habis
tuntas. Tiap menstruasi pasien dapat mengganti pembalut sampai 2-3 kali.
Keluhan sakit ringan juga didapatkan setiap menstruasi. Usia pasien saat
menarche adalah 12 tahun.
Pasien menikah satu kali saat berusia 25 tahun. Memiliki 1 anak berusia 13
tahun.
Pasien tidak pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya. Saat ini
pasien memiliki penyakit hipertensi. Ini adalah kali pertama pasien berobat
selama sakit ini, sebelumnya pasien hanya meminum jamu herbal yang
diberikan tetangga. Tidak ada riwayat pembedahan, masuk rumah sakit,
dan alergi obat.
10 Juni 2016
11
Pasien mengeluh keputihan yang dirasakan gatal disertai nyeri didaerah
kewanitaan. Keputihan tidak berbau , tidak panas, dan berbentuk seperti
serpihan tissue/menggumpal berwarna putih kekuningan pasien tetap di
rumah
14 Juni 2016
21 Juni 2016
Pasien seorang ibu rumah tangga dan tinggal dengan satu orang anak.
Suami pasien bekerja sebagai penjual bakso dan jarang pulang karena sering ke
Surabaya. Pasien biasanya berhubungan dengan suami satu kali dalam satu
bulan. Tempat tinggal pasien berada di daerah Sukun. Sanitasi rumah dan
sekitarnya baik. Pasien mengaku rajin mengganti pakaian dalam, yaitu 2-3 kali
dalam sehari. Hubungan dengan keluarga dan tetangga baik.
12
Thorax
Jantung : S1 S2 tunggal, murmur (-)
Paru : v/v Rhonki - / - Wheezing - / -
v/v -/- -/-
v/v -/- -/-
Abdomen : Flat, soefl, BU (+), bekas luka bedah (-), nyeri (-),
shifting dullness (-).
Ekstremitas : Simetris, anemis (-), edema (-)
Status Ginekologi
Genitalia eksterna : flux (-), fluor (+)
Inspekulo : v/v flour (+), warna putih kekuningan, tipis, kental
VT : v/v fluor (+) warna putih kekuningan,
fluxus(-),POMP tertutup licin
CUAF ~ dbn
AP : d : massa (-) nyeri (-)
s : massa (-) nyeri (-)
CD ~ dbn
3.3.2 Assessment
Vulvovaginitis
3.3.3 Planning
Klindamisin 2 x 1
13
Menjaga higienitas daerah genital.
Tidak menggunakan sabun antiseptik untuk membersihkan
vagina.
Minum obat sampai habis meskipun keluhan sudah
berkurang.
3.4 SUBJEKTIF (21 Juni 2016)
14
Ekstremitas : Simetris, anemis (-), edema (-)
Status Ginekologi
Genitalia eksterna : flux (-), fluor (+)
Inspekulo : v/v flour (+), flux (-)
VT : v/v fluor (+), fluxus(-)
CUAF ~ dbn
AP : d : massa (-) nyeri (-)
s : massa (-) nyeri (-)
CD ~ dbn
3.5.2 Pemeriksaan Penunjang :
Hasil VVP pada tanggal 14 Juni 2016 adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Preparat Basah
Trichomonas V Negatif / LPB Negatif
Jamur ++ / LPB Negatif
Epithel + / LPB Positif
Lekosit ++ / LPB 1-3
Eritrosit Negatif / LPB Negatif
Sperma Negatif / LPB Positif / Negatif
Lain-lain Negatif / LPB
Preparat kering
Diplococcus Gram
Tidak Ditemukan / LBP
Negatif
Batang Gram Negatif + / LBP
Coccus Gram Positif Tidak ditemukan / LBP
Batang Gram Positif ++ / LBP
Coccobacil Tidak Ditemukan / LPB >30
Clue Cell Tidak ditemukan / LBP Negatif
Lain-lain Negatif / LPB
15
3.5.3 Assessment :
Vulvovaginitis
3.5.4 Planning :
- Planning diagnosis : -
- Planning treatment : fluconazole 150 mg single dose
Metronidazole 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
16
BAB 4
PERMASALAHAN
4.1 Permasalahan
1. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ini?
2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi pada kasus ini ?
3. Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis pada kasus ini?
4. Apakah komplikasi yang mungkin timbul pada kasus ini ?
17
BAB 5
Pembahasan
5.1 Penegakan Diagnosis
5.1.1 Anamnesis
Berdasarkan anamnesis ditemukan keluhan keputihan sejak 4 hari
sebelumnya. Keputihan dirasa gatal dan nyeri di daerah kewanitaan namun tidak
disertai rasa panas. Tidak bau, tidak berbusa, namun keputihan seperti serpihan
tissue (menggumpal) berwarna putih kekuningan. Tidak ada keluhan kencing dan
keluhan sistemik lainnya. Siklus menstruasi pasien teratur tiap bulan sekali. Hari
pertama haid terakhir pada 25 Mei 2016. Lama tiap menstruasi rata-rata 5 hari
sampai habis tuntas. Tiap menstruasi pasien dapat mengganti pembalut sampai
2-3 kali. Keluhan sakit ringan juga didapatkan setiap menstruasi. Usia pasien
saat menarche adalah 12 tahun.
18
kadang-kadang spesies non albicans dapat ditemukan sebagai penyebab. Saat
ini telah diketahui 163 spesies Candida, walau diketahui hanya 20 spesies yang
patogen pada manusia. Jamur membentuk hifa semua (pseudohifa) yang
merupakan rangkaian blastospora yang memanjang tanpa septa, yang juga
dapat bercabang – cabang. Berdasarkan bentuk tersebut didapatkan bahwa
Candida menyerupai ragi (yeast like). Dinding sel Candida terutama terdiri atas
beta glucan, mannan, chitin serta sejumlah protein dan lemak. Mannan
merupakan komponen antigen utama. Candida dapat tumbuh pada medium
dengan pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5
-6,5.
5.2.2 Patofisiologi
Germ tube formation (GTF) dianggap sebagai faktor patogenik utama dari
Vulvovaginitis Candidiasis karena merupakan hal yang penting dalam perlekatan
Candida ke permukaan mukosa dan kemampuannya dalam menginvasi.
C.albicans mempunyai kemampuan lebih hebat dalam berlekat dengan sel epitel
dibandingkan strain non-albicans seperti C.tropicalis, C.krusei dan
C.parapsilosis. Ini dapat menjelaskan mengapa strain non-albicans jarang
menyebabkan Vulvovaginitis Recurrent. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
secara in vivo dan in vitro terlihat bahwa C.albicans setelah pembentukan hifa
dan GTF akan berpenetrasi ke dalam lapisan yang dalam dari stratum dan
stroma sel epitel. Setelah organisme menginvasi mukosa, ia akan dilindungi dari
terjadinya fagositosis dan dari mekanisme pertahanan imunitas serta aktivitas
agen antijamur. Pada beberapa lokasi, yeast akan membentuk tempat untuk
terjadinya rekurensi.Fagositosis dianggap sebagai faktor pertahanan penting
dalam infeksi Candida. Uji in vitro menyatakan bahwa GTF dapat mengubah
hidrofobisitas dari sel yeast dan karenanya menurunkan atau menghambat
19
fagositosis. Ini juga yang menyebabkan persistensi organisme pada ekosistem
genital.
20
Hilangkan underlying disease / faktor predisposisi (DM,
penggunaan antibiotic, penggunaan vaginal douching)
Perubahan tingkah laku, yaitu dengan menghindari lingkungan
yang basah pada daerah kewanitaan, salah satunya dengan
menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun dan tidak
menggunakan pakaian dalam yang ketat (Jones, 2005
Personal hygiene,terutama pada bagian alat kelamin, seperti
penggunaan tisu basah atau produk panty liner harus betul-betul
steril.
Pengobatan terhadap pasangan seksual
b.Terapi Farmakologis
- Pasien Ny. S diberikan obat dosis tunggal Fluconazole tab 150 mg per oral
yang mempunyai tingkat kemanjuran tinggi. Fakta yang mendukung
pemberian fluconazole pada pasien ini adalah:
b. Fluconazole adalah obat yang efektif untuk mengatasi masalah
keputihan karena jamur.
c. Penggunaan single-dose akan memudahkan pasien
d. Termasuk dalam pilihan obat yang ditunjang JKN
e. Pasien tidak sedang hamil
- Metronidazole diberikan karena berdasarkan pemeriksaan VVP didapatkan
bakteri batang gram negative. Dosis yang dianjurkan di bagian Obstetri-
Ginekologi RSSA adalah 2 x 500 mg selama 7 hari. Sedangkan hasil batang
gram positif adalah presentasi yang umum untuk flora normal Lactobacillus
acidophilus.
- Keluhan nyeri pasien dikurangi dengan pemberian asam mefenamat 3 x 500
mg
5.3.2 Prognosis
21
5.4 Komplikasi
22
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pasien didiagnosis vulvovaginitis berdasarkan :
Anamnesis : keputihan berwarna putih, menggumpal, dan
sangat gatal
Pemeriksaan fisik : terdapat keputihan yang menggumpal di vulva dan
dalam vagina
Pemeriksaan penunjang: hasil VVP menunjukkan jamur
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah kapsul Fluconazole 150 mg
single-dose , metronidazole 3 x 500 mg, dan asam mefenamat 3 x 500 mg. Obat
ini dipilih berdasarkan efektivitas, efisiensi, dan keamanannya. Untuk monitoring
setelah pengobatan dilihat dari keluhan subjektif pasien beserta status
ginekologinya.
6.2 Saran
Pasien keputihan perlu dianamnesis secara lengkap mulai dari warna,
konsistensi, bau keputihannya, rasa gatal, riwayat seksual, sampai siklus
menstruasinya. Pemeriksaan fisik sebaiknya tidak hanya di bagian luar saja,
namun jika memungkinkan dengan pemeriksaan inspekulo. Terakhir, juga
diperlukan pemeriksaan vulvovaginal preparat (vvp) yang baik. Terapi yang tepat
akan sangat dipengaruhi oleh hasil vvp pasien.
Selain itu, pemeriksaan Darah Lengkap, Urin Lengkap, dan Gula Darah
Sewaktu juga sebaiknya dilakukan untuk mengetahui penyakit penyerta pada
pasien.
23
DAFTAR PUSTAKA
Suresh A, Rajesh A, Bhat RM, Rai Y. Cytolytic vaginosis: A review. Indian J Sex
Transm Dis 2009;30:48-50
Joesoef MR, Karundeng A, Runtupalit C, Moran JS, Ryan CA. High rate of
bacterial vaginosis among women with intrauterine devices in Manado,
Indonesia. Contraception. 2001; 64(3): 169-72
24