Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

Vulvovaginitis

Oleh:

Billi Kinesya 150070200011019

Jayanti Indah Sari 150070200011057

Pembimbing:

dr. Hermawan Wibisono, Sp.OG(K)

Laboratorium Obstetri Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar

Malang

2016
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vulvovaginitis atau radang pada vulva dan vagina adalah penyakit yang
paling sering menyerang wanita usia reproduksi. Umumnya akan disertai dengan
keluarnya cairan keputihan dari vagina yang disertai rasa gatal, bau amis, dan
nyeri saat berkemih. Menurut Manuaba (2011), leukore(keputihan) adalah semua
pengeluaran cairan dari alat genetalia yang bukan darah tetapi merupakan
manifestasi klinik berbagai infeksi, keganasan atau tumor jinak organ
reproduksi.Pengertian lebih khusus keputihan merupakan infeksi jamur kandida
pada genetalia wanita dan disebabkan oleh organisme seperti ragi yaitu candida
albicans (Clayton, 1998).

Keputihan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu keputihan normal


(fisiologis) dan keputihan abnormal (patologis). Keputihan normal dapat terjadi
pada masa menjelang dan sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara
hari ke 10-16 saat menstruasi, juga terjadi melalui rangsangan seksual.
Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua alat genitalia (infeksi bibir
kemaluan, liang senggama, mulut rahim, rahim dan jaringan penyangga, dan
pada infeksi penyakit hubungan seksual) (Manuaba, 1999)

Proporsi wanita yang mengalami keputihan bervariasi antara 1 – 15 % dan


hampir seluruhnya memiliki aktifitas seksual yang aktif, tetapi jika merupakan
suatu gejala penyakit dapat terjadi pada semua umur. Penyebab penyakit ini
terkait dengan higienitas dan cara perawatan organ reproduksi. Dapat juga
diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu bakteri, jamur, virus, parasit, benda asing,
neoplasma/ keganasan pada alat genitalia dan iritasi.

Menurut Ababa (2003), penyebab paling sering dari keputihan tidak normal
adalah infeksi. Organ genitalia pada perempuan yang dapat terkena infeksi
adalah vulva, vagina, leher rahim, dan rongga rahim. Beberapa pemeriksaan
yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab keputihan, antara lain
pewarnaan gram (untuk infeksi jamur), preparat basah (infeksi trikomonas),
preparat KOH (infeksi jamur), kultur atau pembiakan (menentukan jenias bakteri

1
penyebab), dan pap smear (untuk menentukan adanya sel ganas) (Manuaba,
1999).

Keputihan (Fluor albus) yang fisiologis biasanya tidak memberi dampak yang
bermakna, sedangkan keputihan yang patologis akan menimbulkan gejala-gejala
yang mengganggu seperti bauk busuk,gatal, dan vulva terasa seperti terbakar.
Apabila keputihan tidak diobati maka infeksi dapat menjalar ke rongga rahim
kemudian sampai ke indung telur dan akhirnya sampai kerongga panggul.
Banyak ditemukan wanita yang menderita keputihan yang kronik menjadi mandul
(Jones, 2005).

Infeksi nonspesifik pada wanita sering bersifat asimtomatik sehingga tidak


mudah untuk mendiagnosis hal tersebut. Kadang seorang wanita merasa tidak
punya penyakit kelamin, tetapi ketika lendir keputihannya diperiksa maka
ditemukan bibit penyakit. Komplikasi akan sering terjadi apabila tidak dilakukan
pemeriksaan sedini mungkin (Rahma, 2006).

Oleh karena itu, penting untuk setiap wanita untuk mengetahui pentingnya
cara menjaga kebersihan organ reproduksi agar terhindar dari penyakit kelamin
yang membahayakan. Berpatokan pada hal tersebut penulis menuliskan laporan
kasus mengenai Keputihan , harapannya dengan adanya tulisan ini para
pembaca dapat lebih memahami bagaimana cara mencegah dan mengatasi
keputihan sehingga infeksi yang serius mengenai alat kelamin dapat lebih
diminimalisir.

1.2 Tujuan

Tujuan pembahasan laporan kasus ini antara lain :

1.2.1 Mengetahui etiologi, faktor resiko dan patofisiologi keputihan pada pasien
dalam laporan kasus ini.
1.2.2 Mengetahui cara mendiagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan
prognosis keputihan pada pasien dalam laporan kasus ini.
1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Menambah informasi dan wawasan mengenai kasus Keputihan.

2
1.3.2 Mampu mengenali dan mendiagnosis Keputihan sehingga tidak terjadi
komplikasi lebih lanjut yang dapat membahayakan pasien.
1.3.3 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vulvovaginitis
Radang pada vulva dan vagina adalah masalah yang biasa terjadi pada
wanita. Kurang lebih 10% alasan pasien wanita memeriksakan diri ke petugas
kesehatan adalah karena rasa gatal atau panas pada vulva. Keluhan lain yang
biasa terjadi adalah gatal, keputihan, dyspareunia, dan dysuria. Masing-masing
keluhan ini akan dideskripsikan lebih terperinci seperti bau dan warna pada
keputihan.
Secara normal terdapat organisme-organisme penghuni organ
kewanitaan ini. Pada vagina dapat ditemui Lactobacillus acidophilus, Diferoid,
Candida, dan beberapa flora normal lainnya. Lactobacillus sp akan memproduksi
senyawa-senyawa asam yang mempertahankan pH vagina pada posisi
fisiologisnya, yaitu sekitar 4,0. Salah satu tujuan pH asam adalah mencegah
tumbuhnya bakteri pathogen yang dapat menyebabkan keputihan pada vagina.
Walaupun begitu, juga didapatkan keputihan fisiologik yang sifatnya berwarna
putih, halus, dan tidak berbau (Anwar dkk., 2011).

2.1.1 Vaginosis Bakterial (Vaginitis Nonspesifik)

Vaginosis bakterial, atau yang biasa disebut bacterial vaginosis (BV),


adalah penyebab radang pada vagina yang paling sering terjadi. Faktor yang
menyebabkan terjadinya infeksi ini adalah penurunan jumlah normal flora pada
vagina. Pertama kali diketahui bahwa normal flora ini adalah bakteri basil gram
positif, sekarang disebut sebagai Lactobacillus sp. Beberapa spesies dari
Lactobacillus sp akan memproduksi H2O2 yang mempertahankan pH vagina
berkisar 4,0-4,5. Selain itu estrogen juga diperkirakan mempengaruhi keasaman
pada vagina. Keadaan asam pada vagina akan mencegah tumbuhnya
mikroorganisme seperti E.Coli, Candida sp, Gardnerella vaginalis, Mobilincus sp,
dan bahkan virus HIV. Penurunan jumlah Lactobacillus sp akan menurunkan
defensive factor pada organ vagina. Akibatnya pertumbuhan bakteri pathogen
dan virus tidak dapat dikendalikan. Mikroorganisme pathogen ini yang menjadi
etiologi BV (Suresh et al, 2009).

4
BV dapat meningkatkan resiko penularan HIV pada host, walaupun BV
sendiri tidak digolongkan sebagai penyakit menular seksual. Selain itu BV juga
dapat meningkatkan resiko pelvic inflammatory disease (PID) dan penyakit
menular seksual lainnya (Joesoef, 1996). PMS yang biasa ditemui menyertai BV
adalah infeksi Klamidia dan Gonorea (Joesoef, 1996). Ditemukan juga terdapat
hubungan kuat antara BV dengan kelahiran prematur (Riduan, 1993). AKDR /
IUD adalah faktor resiko terjadinya BV (Anwar dkk., 2011).
Gejala dan keluhan yang biasa dinyatakan oleh pasien adalah keputihan
yang tipis, homogen, warna putih abu-abu, dan berbau amis. Sewaktu diperiksa
dengan speculum, keputihan dapat terlihat banyak sekali yang menempel di
vagina. Namun, rasa gatal dan iritasi jarang ditemui pada BV. Gejala-gejala ini
dapat bervariasi pada setiap orang. Oleh karena itu, dibutuhkan pemeriksaan
laboratoris yang menunjang tegaknya diagnosis BV.
Diagnosis di bagian Obstetri-Ginekologi RSSA Malang didasarkan pada
anamnesa gejala, pemeriksaan fisik, uji pH discharge, uji KOH, dan Wet Smear
(RSSA, 2008). Diagnosis dibuat dengan cara sebagai berikut (Anwar dkk., 2011):
 Identifikasi clue cell pada wet smear
 pH cairan vagina ≥4.5
 Whiff test positif : bau anyir / amis sewaktu ditambahkan larutan KOH
10%
 Eritema vagina jarang
Petunjuk diagnosa yang paling penting adalah pH, tampilan keputihan,
whiff test, dan clue cell. Jarang sekali infeksi BV menunjukkan pH vagina ≤4.5.
Sebaliknya, clue cell dapat menjadi petunjuk yang kuat untuk mengetahui
adanya BV. Jika dilakukan pengecatan gram, jumlah basil gram positif akan
menurun atau tidak ada, sedangkan Gardnerella vaginalis yang tampak sebagai
basil gram negatif akan meningkat. Kultur cairan vagina tidak disarankan karena
pada wanita normal pun dapat ditemui Gardnerella vaginalis (Eschenbach,
2016).
Pilihan terapi yang dapat diberikan pada infeksi BV pada bagian Obstetri-
Ginekologi RSSA malang adalah (RSSA, 2008):
 Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari
 Metronidazole vaginal sup 1-2 kali selama 5 hari

5
 Metronidazole 2 gram PO single-dose + Clindamycin 2 x 300 mg
selama 7 hari

2.1.2 Trikomoniasis
Etiologi infeksi trikomoniasis adalah protozoa Trichomonaz vaginalis.
Organisme ini ditularkan secara seksual, sehingga infeksi trikomonas termasuk
infeksi menular seksual. Trikomoniasis adalah faktor yang dapat meningkatkan
infeksi gonorea dan HIV (Vazquez, 1991; Wasserheti, 1992). Secara
epidemiologi, infeksi ini mencakup sekitar 25% vaginitis karena infeksi. Ada
sekitar 200 juta orang terinfeksi organisme ini di seluruh dunia. Namun jumlahnya
terus berkurang, mungkin karena terapi di bidang infeksi yang semakin
menyeluruh. Walaupun begitu, hanya sekitar 50% orang yang menunjukkan
keluhan jika terinfeksi Trichomonaz vaginalis (Pabst, 1992).
T. vaginalis hidup di dalam vagina, uretra, VU, kalenjar bartholene, dan
kalenjar Skene. Faktor resiko terinfeksinya T. vaginalis adalah sosial ekonomi
yang rendah dan wanita multipartner seksual (Cotch, 1991; Hawes et al., 1996).
Pasangan yang terinfeksi dapat menjadi pembawa dan menularkan kembali
kepada pasien yang telah sembuh. Oleh karena itu, terapi partner juga
merupakan tatalaksana yang diperlukan pada penyakit ini (Krieger, 1995).
Keluhan dan gejala yang muncul sangat bervariasi. Keluhan klasik adalah
cairan keputihan berbuih, tipis, bau tidak sedap, dan banyak. Warnanya bisa
abu-abu, putih, atau kuning kehijauan. Eritema atau edema pada vulva dan
vagina mungkin bisa ditemukan. Serviks juga bisa tampak eritematus dan rapuh
(Anwar dkk., 2011). Terkadang jika infeksi menyebar sampai ke sistem urinarius,
keluhan dysuria akan dapat ditemukan. Gejala-gejala ini dapat eksaserbasi pada
masa sekitar menstruasi (Eschenbach, 2016).
Diagnosis di bagian Obstetri-Ginekologi RSSA Malang didasarkan pada
anamnesa gejala, pemeriksaan fisik, uji pH discharge, uji KOH, dan Wet Smear
(RSSA, 2008). Berikut adalah kriteria diagnosis lainnya (Anwar dkk., 2011):
 Wet smear menunjukkan protozoa uniseluler yang dapat bergerak
(motile).
 pH caiiran vagina berkisar 5,0-7,0
Kultur dapat dilakukan apabila dari keluhan klinis sangat dicurigai terdapat
trikomoniasis, namun pada wet smear tidak didapatkan protozoa tersebut.

6
Metode lain yang dapat digunakan adalah PCR, namun mengingat harganya
yang mahal tidak dapat dilakukan secara rutin pada semua pasien (Eschenbach,
2016).
Pilihan terapi yang dapat diberikan untuk infeksi trikomoniasis pada
bagian Obstetri-Ginekologi RSSA malang adalah (RSSA, 2008):
 Metronidazole 2 x 500 mg PO selama 7 hari
 Tinidazole 2 gram PO
Tinidazole adalah obat yang digunakan pada trikomonas yang resisten
terhadap metronidazole. Dapat diberikan dengan dosis yang sama dan durasi
dua kali lipat. Terapi partner, meskipun asimtomatik, juga perlu dilakukan agar
tidak ada infeksi ulang. Regimen terapi partner sama dengan pasien
(Eschenbach, 2016).

2.1.3 Vulvovaginitis Candidiasis


Vulvovaginitis Candidiasis (VVC) sering disebut sebagai “infeksi jamur”.
Penyakit ini muncul ketika pertumbuhan abnormal dari jamur di vagina. Infeksi ini
merupakan infeksi yang umum,dan dikatakan bahwa sekitar 75% wanita dewasa
mengalami setidaknya satu kali periode “infeksi jamur” dalam hidupnya. Vaginitis
candida bukan infeksi menular seksual karena Candida merupakan penghuni
vagina normal. Pada 25% perempuan bahkan dijumpai di rectum dan rongga
mulut dalam persentase yang lebih besar.
Gejala yang berhubungan dengan infeksi genital Candida dapat berbeda
dari kasus ke kasus. Gejala tidak nyaman pada vagina berupa pruritus akut dan
sekret vagina merupakan gambaran yang biasa ditemukan. Sekret digambarkan
seperti susu, dapat bervariasi dari basah sampai sekret tebal yang homogen.
Nyeri pada vagina, iritasi, perasaan tebakar pada vulva, dispareuni, dan disuria
eksternal biasanya ditemukan
Pada kasus yang jarang, laki-laki juga juga dapat mengalami kandidiasis
genitalis dan paling sering muncul pada orang dengan sistem imun yang lemah.
Hal-hal yang menjadi faktor resiko munculnya kandidiasis genital pada
perempuan antara lain :
- kehamilan
- diabetes
- pemakaian jangka panjang antibiotic spectrum luas

7
- penggunaan kostikosteroid
Cara mencegah kandidiasis genitalis adalah dengan menggunakan pakaian
dalam yang tepat untuk mengurangi resiko perkembangan infeki jamur. Untuk
perempuan dengan infeksi berulang (lebih dari tiga kali pertahun), penggunaan
probiotik oral atau intravaginal mungkin dapat mencegah infeksi berulang.
Yeast candida umumnya hidup di mulut, GI track, dan vagina tanpa gejala
penyebab. Meski begitu, ketika terjadi ketidakseimbangan, seperti saat terjadi
perubahan pH normal vagina atau ketika terjadi perubahan hormonal, candida
dapat bermiltiplikasi dan berkembang. Ketika hal tersebut terjadi, gejala infeski
yeast mungkin muncul. Selain itu, infeksi candida juga dapat terjadi dari satu
orng ke orang lain yang melakuakn hubungan seksual.
Menurut Sarwono (2011), ciri-ciri keputihan dari kandida dapat dilihat dari
keluhan yang begitu menonjol, yaitu pruritus (rasa gatal), seringkali disertai iritasi
vagina, dysuria, atau keduanya. Cairan vagina klasik berwarna putih seperti susu
yang menjendal dan tidak berbau. Pemeriksaan spekulum seringkali
memperlihatkan eritema dinding vulva dan vagina, kadang-kadang dengan plak
yang menempel. Sedangkan pada pasien Ny. S, ditemukan keputihan warna
putih kekuningan disertai rasa gatal dan eritema disekitar vulva dan vagina.
Pengobatan vulvaginitis kandidiasis di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSSA Malang adalah sebagai berikut :
a. hilangkan underlying disease / faktor predisposisi (DM, penggunaan
antibiotic, penggunaan vaginal douching
b. terapi dengan :
- topical :
1.Gentian violet 1%
2. nyestatin pada terapi topical sekarang digantikan oleh imidazole
3. imidazole :
- clotrimazole digunakan untuk topical
- fluconazole single dose 150 mg per oral untuk pasien
yang tidak hamil
c. pengobatan terhadap pasangan seksual penting dilakukan
Selain itu, Antifungal supositori vagina atau krim umumnya digunakan
untuk mengobati Kandidiasis genitalis. Lama pengobatan bervariasi dari satu
sampai tujuh hari. Infeksi berat atau sedang kadang-kadang juga daapt diobati

8
dengan antifungal oral single dose. Pengobatan ini umumnya mengobati infeksi
80-90%, tapi terkadang beberapa orang mengalami infeksi berulang.
Pengobatan jangka pendek tidak bermanfaat untuk infeksi berulang atau
resisten.

2.2 Vulvovaginitis Preparat (VVP)


Vulvovaginitis Preparat (VVP) adalah salah satu prosedur yang dapat
dilakukan untuk memeriksa discharge vagina apakah terdapat abnormalitas atau
tidak. Prosedur Vulvovaginitis Preparat (VVP) antara lain sebagai berikut :
1. Mempersiapkan alat dan bahan steril yang akan digunakan, seperti
sarung tangan, kapas lidi, air garam fisiologis,dan spekulum. Masukkan
spekulum dengan pelan kedalam lubang vagina sampai telrihat cairan
keputihan didalam vagina
2. Ambillah kapas lidi steril kemudian masukkan ke dalam vagina perlahan
tanpa menyentuh daerah vulva.
3. Putar kapas lidi dan tekan sekitar 10 sampai 30 detik untuk memastikan
discharge meresap pada kapas lidi dan keluarkan perlahan.
4. Letakkan vaginal discharge pada object glass yang telah didisinfeksi.
Pastikan semua discharge mengenai kaca benda.
5. Teteskan cairan fisiologis ( NaCl 0,9% ) dan buat apusan secara perlahan
hingga merata.
6. Buanglah kapas lidi ke dalam tempat sampah medis.
7. Lepaskan spekulum
8. Tutuplah apusan dengan cover glass.
9. Lakukan pengamatan terhadap preparat basah di bawah mikroskop.

9
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS

3.1.1 Pasien

No. Reg. : 11296xxx


Nama : Ny. S
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Klayatan III/51 Sukun
Status : Menikah 1x
Kehamilan : P1001 Ab000 AT 13 th
3.1.2 Pasangan
Nama : Tn. R
Usia : 46 tahun
Agama : Islam
Pendidikan :SMA
Pekerjaan : jualan bakso
Alamat : Surabaya

3.2 SUBJEKTIF (14 Juni 2016)


3.2.1 Keluhan utama : Keputihan yang disertai gatal selama 4 hari

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan keputihan sejak 4 hari sebelumnya. Bersamaan


dengan keputihan itu, didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu. Terdapat
rasa nyeri di daerah kewanitaan, namun tanpa rasa panas. Tidak tercium bau
tidak sedap pada keputihannya. Keputihan seperti serpihan tissue berwarna
putih kekuningan. Tidak didapatkan busa atau darah. Cairan keputihan tersebut

10
cenderung kering / menggumpal sehingga tidak sampai membasahi pakaian
dalam. Tidak ada keluhan kencing dan keluhan sistemik lainnya. Biasanya
pasien meminum obat herbal dari daun sirsa, temulawak dan kunyit, namun
keluhan dirasakan tidak membaik.

Siklus menstruasi pasien teratur tiap bulan sekali. Hari pertama haid
terakhir pada 25 Mei 2016. Lama tiap menstruasi rata-rata 5 hari sampai habis
tuntas. Tiap menstruasi pasien dapat mengganti pembalut sampai 2-3 kali.
Keluhan sakit ringan juga didapatkan setiap menstruasi. Usia pasien saat
menarche adalah 12 tahun.

3.2.3 Riwayat Pernikahan:

Pasien menikah satu kali saat berusia 25 tahun. Memiliki 1 anak berusia 13
tahun.

3.2.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan:

Pasien hamil satu kali dan melahirkan dengan normal di bidan.

3.2.5 Riwayat Kontrasepsi:

Pasien berhenti menggunakan KB suntik sejak 3 tahun sebelumnya. Saat


ini pasien tidak menggunakan kontrasepsi.

3.2.6 Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya. Saat ini
pasien memiliki penyakit hipertensi. Ini adalah kali pertama pasien berobat
selama sakit ini, sebelumnya pasien hanya meminum jamu herbal yang
diberikan tetangga. Tidak ada riwayat pembedahan, masuk rumah sakit,
dan alergi obat.

3.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengeluhkan penyakit yang sama

3.2.8 Riwayat Ginekologi

10 Juni 2016

11
Pasien mengeluh keputihan yang dirasakan gatal disertai nyeri didaerah
kewanitaan. Keputihan tidak berbau , tidak panas, dan berbentuk seperti
serpihan tissue/menggumpal berwarna putih kekuningan  pasien tetap di
rumah

14 Juni 2016

Keputihan semakin mengganggu dan bertambah gatal  pasien ke RSSA dan


disarankan untuk melakukan pemeriksaan Vulvovaginitis Preparat (VVP) diberi
pengobatan

21 Juni 2016

Pasien kembali datang dengan membawa hasil lab  diberikan pengobatan

3.2.9 Riwayat Sosial

Pasien seorang ibu rumah tangga dan tinggal dengan satu orang anak.
Suami pasien bekerja sebagai penjual bakso dan jarang pulang karena sering ke
Surabaya. Pasien biasanya berhubungan dengan suami satu kali dalam satu
bulan. Tempat tinggal pasien berada di daerah Sukun. Sanitasi rumah dan
sekitarnya baik. Pasien mengaku rajin mengganti pakaian dalam, yaitu 2-3 kali
dalam sehari. Hubungan dengan keluarga dan tetangga baik.

3.3 OBJEKTIF (14 Juni 2016)

3.3.1 Status Generalis:

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 60 kg
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 91x/menit, reguler
RR : 18x/menit, dyspnea (-)
Suhu : 36,8o C
Kepala dan leher : Anemis - / -, ikterik - / -
pembesaran kelenjar getah bening - / -

12
Thorax
Jantung : S1 S2 tunggal, murmur (-)
Paru : v/v Rhonki - / - Wheezing - / -
v/v -/- -/-
v/v -/- -/-
Abdomen : Flat, soefl, BU (+), bekas luka bedah (-), nyeri (-),
shifting dullness (-).
Ekstremitas : Simetris, anemis (-), edema (-)
Status Ginekologi
Genitalia eksterna : flux (-), fluor (+)
Inspekulo : v/v flour (+), warna putih kekuningan, tipis, kental
VT : v/v fluor (+) warna putih kekuningan,
fluxus(-),POMP tertutup licin
 CUAF ~ dbn
 AP : d : massa (-) nyeri (-)
s : massa (-) nyeri (-)

 CD ~ dbn
3.3.2 Assessment

Vulvovaginitis

3.3.3 Planning

Planning diagnosis : VVP

Planning treatment :Metronidazole 3 x 500 mg

Klindamisin 2 x 1

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Planning monitoring : Keluhan subjektif & status ginekologi

Planning edukasi :KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien tentang


kondisi pasien saat ini, prosedur yang akan dilakukan,
komplikasi dari prosedur yang akan dilakukan, terapi yang
akan diberikan, edukasiEdukasi :

13
 Menjaga higienitas daerah genital.
 Tidak menggunakan sabun antiseptik untuk membersihkan
vagina.
 Minum obat sampai habis meskipun keluhan sudah
berkurang.
3.4 SUBJEKTIF (21 Juni 2016)

Keluhan Utama : keputihan masih berlanjut, menyerahkan hasil


VVP

Riwayat Penyakit Sekarang :keputihan bergumpal, berbau, berwarna kuning,


nyeri (+), panas (-), anyang-anyang (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :diberikan pengobatan metronidazole, klindamisin,


dan asam mefenamat

3.5 OBJEKTIF (21 Juni 2016)

3.5.1 Status Generalis:

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 60 kg
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 88x/menit, reguler
RR : 20x/menit, dyspnea (-)
Suhu : 36,8o C
Kepala dan leher : Anemis - / -, ikterik - / -
pembesaran kelenjar getah bening - / -
Thorax
Jantung : S1 S2 tunggal, murmur (-)
Paru : v/v Rhonki - / - Wheezing - / -
v/v -/- -/-
v/v -/- -/-
Abdomen : Flat, soefl, BU (+), bekas luka bedah (-), nyeri (-),
shifting dullness (-).

14
Ekstremitas : Simetris, anemis (-), edema (-)
Status Ginekologi
Genitalia eksterna : flux (-), fluor (+)
Inspekulo : v/v flour (+), flux (-)
VT : v/v fluor (+), fluxus(-)
 CUAF ~ dbn
 AP : d : massa (-) nyeri (-)
s : massa (-) nyeri (-)

 CD ~ dbn
3.5.2 Pemeriksaan Penunjang :
Hasil VVP pada tanggal 14 Juni 2016 adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Preparat Basah
Trichomonas V Negatif / LPB Negatif
Jamur ++ / LPB Negatif
Epithel + / LPB Positif
Lekosit ++ / LPB 1-3
Eritrosit Negatif / LPB Negatif
Sperma Negatif / LPB Positif / Negatif
Lain-lain Negatif / LPB
Preparat kering
Diplococcus Gram
Tidak Ditemukan / LBP
Negatif
Batang Gram Negatif + / LBP
Coccus Gram Positif Tidak ditemukan / LBP
Batang Gram Positif ++ / LBP
Coccobacil Tidak Ditemukan / LPB >30
Clue Cell Tidak ditemukan / LBP Negatif
Lain-lain Negatif / LPB

15
3.5.3 Assessment :
Vulvovaginitis
3.5.4 Planning :
- Planning diagnosis : -
- Planning treatment : fluconazole 150 mg single dose
Metronidazole 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg

16
BAB 4
PERMASALAHAN
4.1 Permasalahan
1. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ini?
2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi pada kasus ini ?
3. Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis pada kasus ini?
4. Apakah komplikasi yang mungkin timbul pada kasus ini ?

17
BAB 5
Pembahasan
5.1 Penegakan Diagnosis
5.1.1 Anamnesis
Berdasarkan anamnesis ditemukan keluhan keputihan sejak 4 hari
sebelumnya. Keputihan dirasa gatal dan nyeri di daerah kewanitaan namun tidak
disertai rasa panas. Tidak bau, tidak berbusa, namun keputihan seperti serpihan
tissue (menggumpal) berwarna putih kekuningan. Tidak ada keluhan kencing dan
keluhan sistemik lainnya. Siklus menstruasi pasien teratur tiap bulan sekali. Hari
pertama haid terakhir pada 25 Mei 2016. Lama tiap menstruasi rata-rata 5 hari
sampai habis tuntas. Tiap menstruasi pasien dapat mengganti pembalut sampai
2-3 kali. Keluhan sakit ringan juga didapatkan setiap menstruasi. Usia pasien
saat menarche adalah 12 tahun.

5.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik genitalia eksterna didapatkan fluor warna putih
kekuningan, tidak berbau dan tidak berbusa. Tidak tampak adanya eritema atau
edema.
5.1.3. Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan penunjang VVP didapatkan jamur (++), epitel (+),
leukosit (++), basil gram negative (+) ,basil gram positif (++).
Berdasarkan anamnesis, gambaran klinis yang jelas, pemeriksaan fisik,
dan hasil pemeriksaan penunjang VVP, dapat ditegakkan bahwa diagnosis untuk
pasien Ny.S adalah Vulvovaginitis.
5.1.4 Faktor Risiko
Pasien Ny. S tidak menggunakan sabun atau pembersih apapun untuk
membersihkan daerah kewanitaan, namun arah tangan sewaktu membersihkan
uretra setelah buang air kecil adalah dari belakang ke depan. Selain itu, pasien
juga terkadang memasukkan tangan ke dalam organ kewanitaan untuk
mengetahui keputihannya.

5.2 Etiologi dan Patofisiologi


5.2.1 Etiologi

Penyebab yang paling mungkin pada pasien ini adalah Candida.


Vulvovaginitis Candidiasis sering disebabkan oleh jamur C.albicans, walaupun

18
kadang-kadang spesies non albicans dapat ditemukan sebagai penyebab. Saat
ini telah diketahui 163 spesies Candida, walau diketahui hanya 20 spesies yang
patogen pada manusia. Jamur membentuk hifa semua (pseudohifa) yang
merupakan rangkaian blastospora yang memanjang tanpa septa, yang juga
dapat bercabang – cabang. Berdasarkan bentuk tersebut didapatkan bahwa
Candida menyerupai ragi (yeast like). Dinding sel Candida terutama terdiri atas
beta glucan, mannan, chitin serta sejumlah protein dan lemak. Mannan
merupakan komponen antigen utama. Candida dapat tumbuh pada medium
dengan pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5
-6,5.

5.2.2 Patofisiologi

Candida adalah patogen oportunistik yang dapat menyebabkan infeksi


diseminata pada tuan rumah dengan pertahanan imunitas yang lemah. Tidak ada
faktor patogenik pasti untuk Candida, namun terdapat beberapa faktor virulensi
yang mempengaruhi kemampuannya dalam menginfeksi. Kombinasi dari faktor
ini akan mempengaruhi sistem pertahanan tuan rumah.

1. Germ tube formation sebagai faktor virulensi

Germ tube formation (GTF) dianggap sebagai faktor patogenik utama dari
Vulvovaginitis Candidiasis karena merupakan hal yang penting dalam perlekatan
Candida ke permukaan mukosa dan kemampuannya dalam menginvasi.
C.albicans mempunyai kemampuan lebih hebat dalam berlekat dengan sel epitel
dibandingkan strain non-albicans seperti C.tropicalis, C.krusei dan
C.parapsilosis. Ini dapat menjelaskan mengapa strain non-albicans jarang
menyebabkan Vulvovaginitis Recurrent. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
secara in vivo dan in vitro terlihat bahwa C.albicans setelah pembentukan hifa
dan GTF akan berpenetrasi ke dalam lapisan yang dalam dari stratum dan
stroma sel epitel. Setelah organisme menginvasi mukosa, ia akan dilindungi dari
terjadinya fagositosis dan dari mekanisme pertahanan imunitas serta aktivitas
agen antijamur. Pada beberapa lokasi, yeast akan membentuk tempat untuk
terjadinya rekurensi.Fagositosis dianggap sebagai faktor pertahanan penting
dalam infeksi Candida. Uji in vitro menyatakan bahwa GTF dapat mengubah
hidrofobisitas dari sel yeast dan karenanya menurunkan atau menghambat

19
fagositosis. Ini juga yang menyebabkan persistensi organisme pada ekosistem
genital.

2. Perlekatan pada garis mukosa

Permukaan blastokonidia mannoprotein mungkin memperantarai


perlekatan Candida ke sel epitel. Reseptor sitosol untuk estrogen juga terdapat
pada C.albicans. Ekspresi sel reseptor dan antigen permukaan dengan
membentuk filamen dari sel Candida berkontribusi sebagai faktor virulensi.Fibrin
dapat bekerja sebagai reseptor C.albicans. Namun tidak jelas reseptor mana
yang berperan untuk perlekatan Candida dengan garis mukosa. Tidak terdapat
hubungan antara ekspresi reseptor dan/atau aktivasinya dan manifestasi klinis
pada kasus VVC.

3. Enzim sebagai faktor virulensi

Sedikitnya terdapat tiga proteinase yang berhubungan dengan


kompartemen intraseluler C.albicans. pH yang optimal adalah 5 untuk intraselular
dan 2,2 sampai dengan 4,5 dalam bentuk sekret, pH lebih rendah dari sekret
vagina ditemukan pada kasus VVC. Proteinase asam yang disekresikan akan
inaktif pada pH netral. Pada pH 7,5 terjadi denaturasi enzim ireversibel. Efek
patogenik dari proteinase ini terbatas pada kasus untuk inflamasi akut pada
vagina, pada pasien dengan pH vagina yang meningkat dan pada glikolisis
neutrofil. Sekresi proteinase in vitro adalah bahan yang ditemukan pada
C.albicans, C.tropicalis, sedangkan hanya beberapa ditemukan pada
C.parapsilosis. Untuk spesies Candida lainnya proteinase jarang atau absen. Ini
dapat menjelaskan mengapa hanya tiga spesies Candida saja yang menjadi
patogen umum pada manusia. Walaupun C.albicans diisolasi dari kasus VVC
mempunyai aktivitas proteolisis yang meningkat invitro, peranan enzim ini pada
VVCR masih belum jelas. Proteinase mungkin meningkatkan kapasitas GTF
pada C.albicans dan karenanya meningkatkan penetrasi pada garis mukosa.

5.3 Penatalaksanaan dan Prognosis


5.3.1 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan vulvovaginitis dapat berupa terapi non farmakologis dan
terapi farmakologis.
a. Terapi Non Farmakologis

20
 Hilangkan underlying disease / faktor predisposisi (DM,
penggunaan antibiotic, penggunaan vaginal douching)
 Perubahan tingkah laku, yaitu dengan menghindari lingkungan
yang basah pada daerah kewanitaan, salah satunya dengan
menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun dan tidak
menggunakan pakaian dalam yang ketat (Jones, 2005
 Personal hygiene,terutama pada bagian alat kelamin, seperti
penggunaan tisu basah atau produk panty liner harus betul-betul
steril.
 Pengobatan terhadap pasangan seksual

b.Terapi Farmakologis

 Fluconazole 150 mg single dose


 Metronidazole 3 x 500 mg
 Asam mefenamat 3 x 500 mg

- Pasien Ny. S diberikan obat dosis tunggal Fluconazole tab 150 mg per oral
yang mempunyai tingkat kemanjuran tinggi. Fakta yang mendukung
pemberian fluconazole pada pasien ini adalah:
b. Fluconazole adalah obat yang efektif untuk mengatasi masalah
keputihan karena jamur.
c. Penggunaan single-dose akan memudahkan pasien
d. Termasuk dalam pilihan obat yang ditunjang JKN
e. Pasien tidak sedang hamil
- Metronidazole diberikan karena berdasarkan pemeriksaan VVP didapatkan
bakteri batang gram negative. Dosis yang dianjurkan di bagian Obstetri-
Ginekologi RSSA adalah 2 x 500 mg selama 7 hari. Sedangkan hasil batang
gram positif adalah presentasi yang umum untuk flora normal Lactobacillus
acidophilus.
- Keluhan nyeri pasien dikurangi dengan pemberian asam mefenamat 3 x 500
mg

5.3.2 Prognosis

Prognosis vulvovaginitis yang diterapi : Bonam (baik)

21
5.4 Komplikasi

Komplikasi pada vulvovaginitis dapat terjadi jika pengobatan yang diberikan


tidak adekuat sehingga akan muncul infeksi berulang dan berat. Batasan infeksi
yang disebut sebagai kandidiasis berulang atau berat adalah bila terjadi
serangan lebih dari 4 kali dalam satu tahun.

22
BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Pasien didiagnosis vulvovaginitis berdasarkan :
 Anamnesis : keputihan berwarna putih, menggumpal, dan
sangat gatal
 Pemeriksaan fisik : terdapat keputihan yang menggumpal di vulva dan
dalam vagina
 Pemeriksaan penunjang: hasil VVP menunjukkan jamur

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah kapsul Fluconazole 150 mg
single-dose , metronidazole 3 x 500 mg, dan asam mefenamat 3 x 500 mg. Obat
ini dipilih berdasarkan efektivitas, efisiensi, dan keamanannya. Untuk monitoring
setelah pengobatan dilihat dari keluhan subjektif pasien beserta status
ginekologinya.

6.2 Saran
Pasien keputihan perlu dianamnesis secara lengkap mulai dari warna,
konsistensi, bau keputihannya, rasa gatal, riwayat seksual, sampai siklus
menstruasinya. Pemeriksaan fisik sebaiknya tidak hanya di bagian luar saja,
namun jika memungkinkan dengan pemeriksaan inspekulo. Terakhir, juga
diperlukan pemeriksaan vulvovaginal preparat (vvp) yang baik. Terapi yang tepat
akan sangat dipengaruhi oleh hasil vvp pasien.
Selain itu, pemeriksaan Darah Lengkap, Urin Lengkap, dan Gula Darah
Sewaktu juga sebaiknya dilakukan untuk mengetahui penyakit penyerta pada
pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

Unhas. 2015. Buku Panduan Keterampilan Klinik Vaginal Discharge FK Unhas.


http://med.unhas.ac.id/.(online). Diakses pada 20 Juni 2016.

Anwar M, Baziad A, Prabowo P. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Suresh A, Rajesh A, Bhat RM, Rai Y. Cytolytic vaginosis: A review. Indian J Sex
Transm Dis 2009;30:48-50

Joesoef MR, Karundeng A, Runtupalit C, Moran JS, Ryan CA. High rate of
bacterial vaginosis among women with intrauterine devices in Manado,
Indonesia. Contraception. 2001; 64(3): 169-72

Joesoef MR, Wiknjosastro G, Norojono W, Sumampouw H, Linnan M, Hansel


MJ, Hillis SE, Lewis J. Coinfection with chlamydia and gonorrhea among
pregnant woman with bacterial vaginosis. Int J STD AIDS 1996; 7: 61-4

Riduan JM, Hillier SL, Utomo B, Wiknjosastro G, Linnan M, Kandun N. Bacterial


vaginosis and prematurity in Indonesia: association in early and late
pregnancy. Am J Obstet Gynecol. 1993; 169(1): 175-8

CDC.2014. Vulvovaginal Candidiasis (VVC). https://www.cdc.gov/ . (online).


Diakses tanggal 20 Juni 2016.

24

Anda mungkin juga menyukai