PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Alat genital wanita yaitu vagina, adalah sedkit berbeda dengan alat genital pria. Kulit dan
jaringan mukosanya yang lebih bervariasi menyebabkan ia menjadi lebih sensitive. Daerah
vulva ( bagian luar vagina) sangat mudah teriritasi oleh sabun, detergen dari pakaian dan produk
pembersih kewanitaan. Kebanyakan spesialis vulvovaginal merekomendasikan hanya air biasa
yang diperlukan untuk mencuci alat kewanitaan.
Namun sebenarnya , bagaimanakah pengetahuan wanita tentang daerah genital ? secara
umumnya alat kelamin wanita terdiri dari pada lipatan kulit, clitoral hood, clitoris dan bukan
untuk uretra dan vagina. Tampak seperti banyak yang harus dibersihkan, tetapi sebenarnya
tidak, vagina mempunyai kaedah pembersihan tersendiri maka sering dipertikaikan apakah patut
dibiarkan keadaan alami atau melakukan cara pembersihan tambahan.
Di Indonesia tindakan bilas vagina umumnya dilakukan setelah buang air kecil atau setelah
hubungan seksual. Cairan yang digunakan biasanya hanya air atau aiar dengan sabun. Bilas
vagina dapat mengubah PH dalam vagina menjadi tidak seimbang apalagi kalau bilas vagina
sering dilakukan. Ketidakseimbangan PH ini akan menyebabkan bakteri bakteri komensal
menjad mati sehingga vagina dapat terserang bakteri dari luar, apalagi ini bias menyebabkan
penjalaran infeksi ke organ lebih atas lagi dan menyebabkan perempuan mengalami sakit
menjelang haid dan dapat menyebabkan kesulitan hamil.
Infeksi vagina dapat bersifat spesifik yang disebabkan oleh mikroba spesifik atau non
spesifik peningkatan jumlah populasi normal flora yang disebabkan hilangnya suasana asam
dalam vagina. Infeksi bias disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasite.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana definisi dari vaginosis bakteri, vaginitis trichomoniasis dan vulvovaginal
kandidiasis ?
2. Bagaimana etiologi dari vaginosis bakteri, vaginitis trichomoniasis dan vulvovaginal
kandidiasis ?
3. Bagaimana
pathogenesis
dari
vaginosis
bakteri,
vaginitis
trichomoniasis
dan
vulvovaginal kandidiasis ?
4. Bagaimana gejala klinis dari vaginosis bakteri, vaginitis trichomoniasis dan vulvovaginal
kandidiasis ?
bagaimana
pathogenesis
dari
vaginosis
bakteri,
vaginitis
dari
vaginosis
bakteri,
vaginitis
dari
vaginosis
bakteri,
vaginitis
klinis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. VAGINOSIS BAKTERI
1. Definisi
Vaginosis bakterial adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang
mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina.
Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk
vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri anaerob lain berupa Peptococcus dan
Bacteroides, sehingga disebut vaginitis nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies
baru yang akhirnya disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai
ditinggalkan. Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa Gardnerella
melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob sehingga menyebabkan manifestasi klinis
vaginitis, diantaranya termasuk dari golongan Mobiluncus, Bacteroides, Fusobacterium,
Veilonella, dan golongan Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealyticum, dan Streptococcus viridans.
Gardnerella vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang gram variable yang
mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari yang tadinya bersifat
asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang
menghasilkan hidrogen peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteri anaerob batang besar
yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob lain untuk
tumbuh di vagina.1,2,5,7
Vaginosis Bakterial (VB) tidak dikategorikan sebagai penyakit menular seksual, meskipun
penularannya berkaitan dengan kebiasaan hubungan seksual. Hasil ini diperoleh dari tiga
fakta:1,2,4,7
(1) insiden VB meningkat seiring dengan makin seringnya berhubungan seksual,
(2) pasangan seksual baru dapat berhubungan dengan VB, dan
(3) pasangan pria yang tidak ada gejala apa-apa ternyata banyak ditemukan Gardnerella.
2.
Etiologi
ada 3 kategori dari bakteri vagina yang berhubungan dengan bakterial vaginosis, yaitu :
2,4,7
Gardnerella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi Gardner dan
Dukes bahwa Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan bakterial vaginosis.
Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H.vaginalis kemudian diubah menjadi genus
Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat. Tidak
mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negatif atau variabel gram. Tes
katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif.3
Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa asam
asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur
anaerob obligat. Dan untuk pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat,
biotin, purin, dan pirimidin.3
Berbagai literatur dalam 30 tahun terakhir membuktikan bahwa G. vaginalis
berhubungan dengan bacterial vaginalis. Bagaimanapun dengan media kultur yang lebih
sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tandatanda infeksi vagina. Saat ini dipercaya bahwa G. vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob
dan hominis menyebabkan bakterial vaginosis.3
2. Mycoplasma hominis
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari amin
yang konsentrasinya meningkat pada bakterial vaginosis. Konsentrasi normal bakteri dalam
vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan meningkat menjadi 108-9 organisme/ml
pada bakterial vaginosis. Terjadi peningkatan konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri
anaerob termasuk Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar 100-1000 kali
lipat.3,7
menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya hubungan antara bakteri anaerob
dengan bakterial vaginosis. Menurut pengalaman, Bacteroides Spp paling sering dihubungkan
dengan bakterial vaginosis. Mikroorganisme anaerob yang lain yaitu Mobilincus Spp, merupakan
batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama dengan organisme lain
yang dihubungkan dengan bakterial vaginosis. Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan
pada wanita normal, 85 % wanita dengan bakterial vaginosis mengandung organisme ini. 3,5,7
ETIOLOGI
Bakteriosin :
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
an aerob lain di vagina
Lactobasilus
H2O :
mempertahankan
ke amanan Vagina
MK :
Resiko
Menyebabkan
MK : Gangguan rasa
Gatal
Kerusakan
iritasi
kulit
dan Bau
Vaginitis
Perlekatan
pada
dinding
G vaginalis
Lactobasilus
Peningkatan
sekret
gatal
Melekat
pada
sel
epitel
Respon
Inflamasi
G
Vaginitis
+
Human
SIMBIOSIS
an
aerob
+
bakteri
fakultatif
nyaman
Radang
Supuratif
Amin
Asam
Amino
Kulit
Vagina
gaga
3. Patofisiologi
Asam laktat seperti organic acid lanilla yang dihasilkan oleh Lactobacillus, memegang
peranan yang penting dalam memelihara pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 - 4,2), dimana
merupakan tempat yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri khususnya mikroorganisme yang
patogen bagi vagina. Kemampuan memproduksi H2O2 adalah mekanisme lain yang
menyebabkan Lactobacillus hidup dominan daripada bakteri obligat anaerob yang kekurangan
enzim katalase. Hidrogen peroksida dominan terdapat pada ekosistem vagina normal tetapi
tidak pada bakterial vaginosis. Mekanisme ketiga pertahanan yang diproduksi oleh
Lactobacillus adalah bakteriosin yang merupakan suatu protein dengan berat molekul rendah
yang menghambat pertumbuhan banyak bakteri khususnya Gardnerella vaginalis.2,5
G. vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang variabel gram yang mengalami
hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam
menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang
menghasilkan hidrogen peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteri anaerob batang
besar yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme anaerob lain
untuk tumbuh di vagina.2,5
Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia produktif. Dalam
kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur
dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolini. Pada wanita,
sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai
pelicin, dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut
tampak jernih, putih keruh, atau berwarna kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki
pH kurang dari 5,0 terdiri dari sel-sel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur,
Trichomonas, tanpa clue cell.1,2
Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam
amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino
menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi
pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah
pelepasan sel epitel dan menyebabkan sekret tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari
vagina.3,5,6
Basil-basil anaerob yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B.
Capilosus dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.
G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambahkan deskuamasi
sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak
invasive dan respon inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah
leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bakterial
vaginosis ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi
Trichomonas.3
Bakterial vaginosis yang sering rekurens bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
tentang faktor penyebab berulangnya atau etiologi penyakit ini. Walaupun alasan sering
rekurennya belum sepenuhnya dipahami namun ada 4 kemungkinan yang dapat menjelaskan
yaitu : 3,7
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bakterial
vaginosis. Laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G. vaginalis mengandung G.
vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada lakilaki (asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan bakterial vaginosis
cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak menggunakan pelindung.
2. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bakterial vaginosis yang hanya dihambat
pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.
3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai flora normal
yang berfungsi sebagai protektor dalam vagina.
4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor hostnya pada
penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.
4
Gejala klinis
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering pada
bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan
hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor).1
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa.
Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada
protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita
mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi
daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada
yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh
gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri
abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit
lain.2,7
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering berwarna putih
atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Sekret tersebut
melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang difus. Gejala
peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas
kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.1,2
Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan vulva.
Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis
dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.2,5
Diagnosis
Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh sebab itu
didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut sebagai kriteria Amsel
(1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu :1,2,7
1. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina dan
abnormal
2. pH vagina > 4,5
3. Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau setelah
penambahan KOH 10% (Whiff test).
4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Kriteria diagnosis yang digunakan
untuk wanita hamil adalah sama.
Bukti yang ada saat ini tidak mendukung perlunya skreening bakterial vaginosis pada
perempuan hamil pada populasi umum. Namun, skreening pada kunjungan pertama prenatal
direkomendasikan untuk pasien yang berisiko tinggi untuk kelahiran prematur (misalnya pasien
dengan riwayat prematur atau ruptur membran yang prematur).7
6
Penatalaksanaan
1. Metronidazole merupakan obat pilihan pertama , dosis : 500 mg tiap 12 jam/p.o selama 7
hari ( angka kesembuhan 95%)
2. Metronidazole 2g/dosis tunggal ( 1 kali saja) (angka kesembuhan 84%)
3. Clyndamicine 300mg tiap 12 jam/p.o (7 hari)
4. Metronidazole pervaginam 1g tiap 12 jam ( 5 hari)
Pencegahan
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menjaga kondisi tubuh adalah sbb :
1. Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu kestabilan pH di sekitar
vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti
ini mampu menjaga seimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan
menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa umumnya bersifat
keras dan dapat flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi kesehatan vagina
dalam jangka panjang.
2. Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina harum dan
kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang mudah terselip disanasini dan akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.
3. Selalu keringkan bagian ms v sebelum berpakaian.
4. Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan cepat
mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada salahnya Anda membawa
cadangan celana dalam tas kecil untuk berjaga-jaga manakala perlu menggantinya.
5. Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. 6. 6. Celana dari
bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana disekitar organ intim panas dan
lembab.
7. Pakaian luar juga perlu diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena pori-porinya
sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans agar sirkulasi udara di sekitar
organ intim bergerak leluasa.
8. Ketika haid, sering-seringlah berganti pembalut
9. Gunakan panty liner disaat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke luar
rumah dan lepaskan sekembalinya kerumah.
Prognosis
Bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak menunjukkan
gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat dipakai. Prognosis bakterial
vaginosis sangat baik, karena infeksinya dapat disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan
spontan pada lebih dari 1/3 kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi
angka kesembuhan yang tinggi (84-96%).
B. VAGINITIS TRICHOMONIASIS
1 Definisi
Trikomoniasis merupakan penyakit menular
seksual yang disebabkan oleh parasit Trichomonas
vaginalis. Parasit ini paling sering menyerang wanita,
namun pria dapat terinfeksi dan menularkan ke
pasangannya lewat kontak seksual. Vagina merupakan
tempat infeksi paling sering pada wanita, sedangkan
uretra (saluran kemih) merupakan tempat infeksi
paling sering pada pria.
Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis. Parasit ini menyebar
melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terkena penyakit ini. Trikomoniasis
menyerang (uretra) saluran kemih pada pria, namun biasanya tanpa gejala, sedangkan pada
wanita, trikomoniasis lebih sering menyerang vagina. Resiko untuk terkena penyakit ini
tergantung aktivitas seksual orang tersebut.
Pada wanita, yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut maupun kronik.
Pada kasus akut terlihat sekret vagina keruh kental berwarna kekuning-kuningan, kuning hijau,
berbau tidak enak dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Selain itu
didapatkan rasa gatal dan panas di vagina. Rasa sakit sewaktu berhubungan seksual mungkin
juga merupakan keluhan utama yang dirasakan penderita dengan trikomoniasis. Pasien dengan
trikomoniasis dapat juga mengalami perdarahan pasca sanggama dan nyeri perut bagian bawah.
Bila sekret banyak yang keluar, dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar bibir vagina.
Pada kasus yang kronis, gejala lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.
Etiologi
Etiologi dari penyakit trikomoniasis ini adalah Trichomonas vaginalis. Trichomonas
vaginalis ini termasuk dalam domain Eukarya, kingdom Protista, filum Metamonada yang
termasuk dalam protozoa yaitu flagellata, Kelas Parabasilia, ordo Trichomonadida, genus
Trichomonas dan spesies Trichomonas vaginalis (Strous, 2008)
Sejumlah faktor telah dikaitkan dengan peningkatan risiko terlular trikomoniasis, antara lain:
a
b
c
d
e
dengan vagina atau vulva dengan vulva (daerah kelamin luar vagina) jika kontak dengan
pasangan yang terinfeksi. Wanita dapat terkena penyakit ini dari infeksi pria atau wanita, tetapi
pria biasanya hanya mendapatkan dari wanita yang terinfeksi. Suatu salah pengertian yang
umum adalah infeksi ini dapat ditularkan melalui toilet duduk, handuk basah atau kolam air
panas. Hal ini tidak mungkin karena parasit tidak bisa hidup lama di benda dan permukaannya
(Center for Disease Control, 2011).
Sejak ditemukannya trikomoniasis sebagai penyakit menular seksual, mereka yang
kemungkinan besar menyebarkan trikomoniasis adalah orang yang meningkatkan aktivitas
seksual dan memiliki lebih dari pasangan. Trikomoniasis kadang-kadang disebut penyakit ping-
pong karena pasangan seksual sering menyebarkan kembali. Penelitian telah menunjukkan
bahwa tingkat kesembuhan akan meningkat dan tingkat kambuh turun ketika pengobatan
dilakukan pada pasangan seksual dalam waktu yang sama (Center for Disease Control, 2011).
Organisme T. vaginalis ada di dalam epitel skuamosa dan sangat sedikit yang berasal
dari endoserviks, sedangkan T. vaginalis yang terdapat di dalam uretra ditemukan 90% dari kasus
Trikomoniasis. Dan sangat sedikit pula ditemukan pada epididimis dan prostat pada pria. Infeksi
T. vaginalis disertai oleh sejumlah besar polymorphonuclear neutrofil (PMNs) yaitu mekanisme
pertahanan diri tubuh yang bersama-sama dengan makrofag, membunuh organisme tersebut yang
disertai atau ditunjukkan dengan keluarnya cairan dari vagina. Organisme T. vaginalis tidak
invasif, ada yang hidup bebas di dalam rongga vagina atau di dalam epitelnya. Sekitar 50% kasus
trikomoniasis terjadi perdarahan mikroskopis (menggunakan teknik yang sesuai). IgA lokal
biasanya terdeteksi, tetapi konsentrasi serum antibodi tersebut masih rendah (Cook, 2009).
3
Patofisiologi
Adapun pathogenesis dari trichononiasis adalah sebagai berikut :
Disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, parasit flagelata berbantuk fusiformis,
mempunyai 4 flagela
Menyebabkan peradangan dengan cara invasi dinding vagina sampai mencapai subepitel
digunakan adalah yang terbaik 60-70% sensitif menurut Center for Disease Control. Baik wanita
dan pria, penyedia pelayanan kesehatan harus melakukan pemeriksaan fisik dan uji laboratorium
untuk mendiagnosis trikomoniasis, antara lain sebagai berikut:
Wet Mount
Wet mount adalah metode yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis
trikomoniasis. Metode ini menujukkan sensitivitas sebesar 60%. Untuk metode ini,
spesimen ditempatkan dalam medium kultur selama 2-7 hari sebelum diperiksa. Jika
trichomonads hadir dalam spesimen asli, mereka akan berkembang biak dan lebih mudah
untuk dideteksi. Hal ini baik sangat sensitif dan sangat spesifik.
VPIII Tes Identifikasi Mikroba (BD)
VPIII Tes Identifikasi mikroba (BD) adalah uji yang mengidentifikasi DNA
mikroba yang ada pada kompleks penyakit vaginitis. Identifikasi spesies Candida,
Gardnerella vaginalis, dan Trichomonas vaginalis dapat ditemukan dari sampel vagina
tunggal. Sensitivitas tes untuk mendeteksi T. vaginalis tinggi, dan dapat memberikan
0,5 ml buffer khusus dengan beberapa perlakuan dan kemudian hasilnya dapat dibaca
d
dalam waktu 10 menit. Uji ini lebih sensitif dibandingkan uji wet mount.
Polymerase Chain Reaction
Dalam Polymerase Chain Reaction (PCR), sampel diperlakukan dengan enzim
yang memperkuat daerah tertentu dari DNA T. vaginalis. PCR telah terbukti sebagai
metode diagnostik yang paling akurat dalam studi baru-baru ini. Namun, PCR saat ini
Penatalaksanaan
1. Metronidazole merupakan antimikroba pilihan pertama dosis tunggal 2 gr/p.o atau 500
mg tiap 12 jm /p.o selama 7 hari ( mempunyai efektifitas 95%)
2. Pengobatan pasangan dengan obat yang sama
3. Apabila menggunakan dosis tunggal belum sembuh, diulang dengan pemberian
metronidazole 2 x 500 mg /p.o selama 7 hari
4. Apabila pemberian ulangan masih belum sembuh diberikan metronidazole 2 gr/ dosis
tunggal selama 3-5 hari.
Pencegahan
Karena
trikomoniasis
merupakan
penyakit
menular
seksual,
cara
terbaik
menghindarinya adalah tidak melakukan hubungan seksual. Beberapa cara untuk mengurangi
tertularnya penyakit ini antara lain:
Pemakaian kondom dapat mengurangi resiko tertularnya penyakit ini.
Tidak pinjam meminjam alat-alat pribadi seperti handuk karena parasit ini dapat hidup
C. VULVOVAGINAL KANDIDIASIS
1 Definisi
Kandidiasis vulvovaginal adalah penyakit infeksi yang terjadi pada daerah vulva dan
vagina yang disebabkan oleh Candida albicans atau spesies lainnya C. glabrata, C.tropicalis.,
secara sekunder bisa juga terjadi akibat penurunan daya tahan tubuh seseorang, ditandai oleh
adanya secret bewarna putih serta adnya rasa gatal di daerah vagina.1
Kandidiasis vulvovaginal merupakan penyebab infeksi terbanyak kedua pada infeksi
vulvovaginal, dimana pada nomor urut satu bacterial vaginosis merupakan penyebab terbanyak.2
2
Etiologi
Antara 85-90% dariyeast strain yang diambil sebagai sampel didapatkan adanya Candida
albicans, sedang kasisanya sebanyak 12-14 % merupakan non Candida albicans, yang umum
ditemukan yaitu Candida glabrata, Candida glabrata ditemukan pada 10-20 % wanita, dari 1517% dari keseluruhan vaginitis, dan jarang yang disebabkan oleh Candida parapsilosis, Candida
tropicalis, dan Candida krusei, walaupun demikian jenis kandida yang paling terkait dengan
penyakit ini, selain itu juga mempunyai gejala klinis yang sama dengan Candida albicans, malah
spesies ini biasanya lebih resiten terhadap pengobatan.4
Penyebab banyaknya Candida albicans yang menginfeksi vagina dibandingkan non
albicans adalah faktor virulensi dari Candida albicans itu sendiri, dimana Candida albicans
melekat jauh lebih kuat pada epitel-epitel vagina dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga
membantu proses bertunas dan meningkatkan kolonisasi, dan juga memfasilitasi invasi
kejaringan, biasanya pada suhu 370C. Albicans gagal melakukan proses bertunasnya.4
3
Patofisiologi
Candida albicans bertanggungjawab sekitar 80-92% terhadap episode kandidiasis
vulvovaginal. Baru-baru ini, peningkatan frekuensi infeksi jenis candida lain, khususnya
Candida glabrata telah dilaporkan.7 Organisme kandida mendapatkan akses ke dalam lumen
vagina dan sekret terutama melalui area dekat perianal. Mekanisme pertahanan anti kandida yang
efektif dalam vagina memungkinkan keberadaan jangka panjang candida sebagai organisme
komensil vagina dalam fase avirulen. Kebanyakan wanita, tapi tidak semua, membawa kandida
pada beberapa daerah di vagina mereka dalam hidup mereka, meskipun tanpa gejala atau tandatanda vaginitis dan biasanya dengan konsentrasi rendah ragi kandida.4
Serangan sporadik kandidiasis vulvovaginalis biasanya terjadi tanpa faktor predisposisi
yang diketahui kecuali pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol. Adanya faktor-faktor
predisposisi menyebabkan pertumbuhan jamur kandida di vagina menjadi berlebihan sehingga
terjadi koloni simptomatik yang mengakibatkan timbulnya gejala gejala penyakit kandidiasis
vagina. Patogenesis penyakit dan bagimana mekanisme pertahanan tuan rumah terhadap kandida
belum sepenuhnya dimengerti. Pada keadaan normal, jamur candida dapat ditemukan dalam
jumlah sedikit di vagina, mulur rahim dan saluran pencernaan. Jamur kandida disini hidup
sebagai saprofit tanpa menimbulkan keluhan atau gejala (asimptomatis), jamur ini dapat tumbuh
dengan variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5 - 6,5. Bersama
dengan jamur kandida pada keadaan normal di vagina juga didapatkan basil Doderlein
Lactobasilus (lactobasilus) yang hidup sebagai komensal. Keduanya mempunyai peranan
penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di dalam vagina. Doderlein berfungsi
mengubah glikogen menjadi asam laktat yang berguna untuk mempertahankan pH vagina dalam
suasana asam (pH 4 -5). 7,8
Pada semua kelainan yang mengganggu flora normal vagina dapat menjadikan vagina
sebagi tempat yang sesuai bagi kandida untuk berkembang biak. Masih belum dapat dipastikan
apakah kandida menekan pertumbuhan basil doderlein atau pada keadaan basil Doderlein
mengalami gangguan lalu diikuti dengan infeksi dari jamur candida. Kenyataannya pada keadaan
infeksi ini dijumpai hanya sedikit koloni doderlein. Infeksi kandida dapat terjadi secara endogen
maupun eksogen atau secara kontak langsung. Infeksi endogen lebih sering karena sebelumnya
memang kandida sudah hidup sebagai saprofit pada tubuh manusia. Pada keadaaan tertentu dapat
terjadi perubahan sifat jamur tersebut dari saprofit menjadi patogen sehingga oleh karena itu
jamur kandida disebut sebagai jamur oportunistik. Jamur kandida bersifat dimorfik, sehingga
jamur kandida pada tubuh manusia mungkin ditemukan dalam bentuk yang berbeda sesuai
dengan phasenya. Bentuk blastopsora ( Blastoconida) merupakan bentuk yang berhubungan
dengan kolonisasi yang asimptomatik. Pada koloni asimptomatik jumlah organisme hanya
sedikit, dapat ditemukan bentuk blaspora atau budding tapi tidak ditemukan bentuk pseudohypa.8
Bentuk filamen kandida merupakan bentuk yang biasanya dapat dilihat pada penderita
dengan gejala-gejala simptomatik. Bentuk filamen kandida dapat menginvasi mukosa vagina dan
berpenetrasi ke sel-sel epitel vagina. Germinasi kandida ini akan meningkatkan kolonisasi dan
memudahkan invasi ke jaringan. Sobel dkk menunjukan secara invivo jamur kandida yang tidak
mengalami germinasi atau membentuk tunas, tidak mampu menyebabkan kandidiasis vaginalis.
Belum banyak diketahui bahwa enzim proteolitik, toksin dan enzim phospholipase dari jamur
kandida dapat merusak protein bebas dan protein sel sehingga memudahkan invasi jamur ke
jaringan. Jamur kandida dapat timbul didalam sel dan bentuk intraseluler ini sebagai pertahanan
atau perlindungan terhadap pertahanan tubuh.8
Kandida dapat dibawa oleh aliran darah ke banyak organ termasuk selaput otak, tetapi
biasanya tidak dapat menetap di sini dan menyebabkan abses-abses milier kecuali bila inang
lemah. Penyebaran dan sepsis dapat terjadi pada penderita dengan imunitas seluler yang lemah,
misalnya mereka yang menerima kemoterapi kanker atau penderita limfoma, AIDS, atau
keadaan-keadaan lain.11
Faktor yang dapat memicu kolonisasi jamur pada vagina dapat berbeda dari masingmasing faktor yang memediasi kolonisasi asimptomatik ke simptomatik vaginitis. 4 Faktor
pemicu dibagi menjadi 2 yaitu faktor endogen dan eksogen.9
Faktor endogen 4,9,10
Kebersihan diri
Kontak dengan penderita, yang punya aktifitas seksual tinggi maupun yang tidak punya,
Rasa gatal / iritasi serta keputihan tidak berbau atau kadang berbamasam ( asam )
pada vulva dan vagina terdapat tanda-tanda radang disertai maserasi, pseudomembran, fisura,
lesi satelit papulo pustular. Labia mayor tampak bengkak, merah dan ditutupi oleh lapisan
putih yang menunjukkan maserasi.6
Diagnosis
Tanda dan gejala klinis pada kandidiosis vulvaginalis meliputi pruritus vulvovaginal,
iratasi, nyeri, dispareunia, nyeri berkemih, keputihan, cairan yang bau. 11,18 Karena gejala dan
tanda-tanda kandidiasis vulvovaginal tidak spesifik, diagnosis tidak dapat dibuat semata-mata
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.4 Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis
yang kemudian dikonfirmasi dengan preparat KOH yang diambil dari permukaan mukosa.10 Pada
pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai germ tubes atau budding dan pseudohypa sebagai
sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang.8 Kultur vagina sebaiknya dilakukan
pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginalis tapi dengan pemeriksaan
mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal. Diagnosis kandidiasis vulvovaginal
membutuhkan korelasi antara gejala klinis, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur vagina.4
6
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kandidiasis vulvovagina bertujuan untuk menyembuhkan seorang
Pencegahan
Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis vagina meliputi penanggulangan faktor
predisposisi dan penanggulangan sumber infeksi yang ada. Penanggulangan faktor predisposisi
misalnya tidak menggunakan antibiotika atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan
pakaian ketat, mengganti kontrasepsi pil atau AKDR dengan kontrasepsi lain yang sesuai,
memperhatikan higiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan mencari dan mengatasi
sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau diluarnya.21
Diagnosa banding
Kondisi
Penemuan pada
pH
Sediaan basah
pemeriksaan
Kandidiasis
<4.5
Pseudohifa atau
spora
>4.5
Pergantian flora
keputihan dan
vagina
homogen kadang
berbusa
>4.5
(malodorous)
Pruritus ,Disuria
Kadang akan tampak
sebagai granulasi
berwarna merah dan
dikenal sebagai
strawberry appereance
Trikhomonad motil
BAB III
KESIMPULAN
1
Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada vagina yang disebabkan oleh
pertumbuhan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (Bacteroides Spp, Mobilincus Spp,
Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis) menggantikan flora normal vagina
(Lactobacillus Spp) yang menghasilkan hidrogen peroksida sehingga vagina yang tadinya
bersifat asam (pH normal vagina 3,8 4,2) berubah menjadi bersifat basa.
Menurut Amsel, untuk menegakkan diagnosa dengan ditemukannya tiga dari empat
gejala, yakni : sekret vagina yang homogen, tipis, putih dan melekat, pH vagina > 4,5, tes
amin yang positif; adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20% dari seluruh epitel)
yang merupakan penanda bakterial vaginosis.
Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol
dan klindamisin. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual terapi juga
diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam
pengobatan.
Pada penderita bakterial vaginosis yang sedang hamil, dapat menimbulkan komplikasi
antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat lahir rendah, dan endometritis
post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan agar semua wanita hamil yang
sebelumnya melahirkan bayi prematur agar memeriksakan diri untuk screening vaginosis
bakterial, walaupun tidak menunjukkan gejala sama sekali.
vulvovaginal, dimana pada nomor urut satu bacterial vaginosis merupakan penyebab
terbanyak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Judanarso J. Vaginosis bakterial. In: Adhi djuanda, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin
4th edition . Jakarta: Balai penerbit FKUI ; 2006. P.384-89
2. Hiller SL. Holmes KK. Bacterial vaginosis. In : Holmes KK. Mardh PA. Sparling PF et al
eds. Sexually transmitted diseases. New York. Mc Graw hill information services co. 1998 :
547-59.
3. Sylvia YM. Bakteri anaerob: yang erat kaitannya dengan problem di klinik. Jakarta : EGC ;
2007.
4. Evan Hamsafir. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Trikomoniasis.
Available On
: http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-danpenatalaksanaan-penyakit-trikomoniasis.html
5. Alonemisery. 2011. Trikomoniasis.
Available On : http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2011/05/makalah trikomoniasistrichomoniasis.html
6. http://aminuranidwi.blogspot.com/2010/09/trichomonas-vaginalis.html
7. Sobel, DJ. Vulvovaginal candidiasis. Lancet, 2007;369:1961-71.
8. Darmani H.E. Hubungan Antara Pemakaian AKDR Dengan Kandidiasis Vagina Di RSUP
Dr. Prngadi Medan. Updated : 2003. Available from: URL:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6376/1/D0300597.pdf. Accesed May 22,2012.
9. Faraji R, Rahimi MA, Rezvanmadani F, Hashemi M. Prevalence Of Vaginal Candidiasis
Infection In Diabetic Women. African Journal Of Microbiology Research. 2012;6(11):27738.
10. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 6 (cetakan kedua 2011). FK UI.
Jakarta p.383-388
11. Babic M, Hukic M. Candida Albicans And Non Alcans Species As Etiological Agent Of
Vaginitis In Pregnant And Non Pregnant Women. Bosnian Journal Of Basic Medical
Sciences. 2010;10(1):89-97