Anda di halaman 1dari 11

BAB 11

PEMBAHASAN

A. VAGINAL EFECTION(VAGINITIS)
1.Pengertian
Vaginitis merupakan penyakit yang sering di alami pasien wanita, penyakit ini
memiliki beragam variasi etiologi dan pengobatan, namun umumnya gejala yang
ditumbulkan masing-masing faktor penyebab vaginitis sama. Bakterial Vaginosis merupakan
salah satu penyebab vaginitis, dimana merupakan suatu keadaan terjadinya perubahan
pertumbuhan flora pada ekosistem vagina, yang umumnya didominasi oleh bakteri
Lactobacillus digantikan oleh mikroorganisme anaerob yang dominan seperti Gardnerella
vaginalis, Prevotella, Peptostreptococcus, Megasphaera, Leptotrichia, Sneathia,
Bifidobacterium, Dialister dan tiga spesies Clostridium yang dikenal sebagai bakteri yang
terkait dengan BV 1-3 Bacteroides spp .Diagnosis Bakterial vaginosis sering kali dikaitkan
dengan gangguan pada saluran reproduksi. Patogenesis BV diawali dengan masuknya
bakteri-bakteri tersebut melalui hubungan seksual, infeksi akibat operasi seperti histerektomi,
atau akibat higenitas yang kurang dalam merawat ekosistem vagina. Bakteri tersebut
kemudian akan menempel pada permukaan vagina dan mulai melepaskan campuran asam
lemak rantai pendek, seperti asam butirat dan suksinat, yang dapat memodulasi respons imun
dengan memberikan efek negatif yang dapat mempengaruhi kemotaksis neutrofil dan monosit
serta aktivitas fagositosis. Bakteri tersebut juga memproduksi amina biogenik yang dapat
memfasilitasi dominasi bakteri vagina BV pada vagina. Selain menghilangkan bakteri yang
melekat, pelepasan sel-sel epitel vagina yang kaya glikogen menguntungkan bagi lactobacillli
selaku tuan rumah dengan menyediakan sumber nutrisi untuk lactobacilli, yang juga
membantu tubuh dalam melawan bakteri patogen melalui pengeluaran bakteriosin serta
menjaga keseimbangan pH vagina . Sehingga eksistensi dari Bacterial vaginosis dalam
ekosistem vagina dapat dikendalikan. Candidiasis Vulvovaginitis merupakan penyebab kedua
paling sering terjadinya vaginitis. Candida albicans merupakan penyebab yang sering
ditemukan pada 70- 90% kasus. Namun dapat juga disebabkan oleh Candida glabrata,
Candida tropicalis, Candida parapsilosis, dan Saccharomyces cerevisiae.
Tanda dari infeksi Candida ditandai dengan terbentuknya keputihan yang tebal serta
bercak-bercak putih seperti keju. Patogen ini dapat masuk kedalam ekosistem vagina setelah
seorang wanita mengalami menstruasi pertamanya. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan
hormon estrogen yang menyebabkan peningkatan glikogen pada vagina. Selain itu juga dapat
terjadi pada wanita dengan penggunaan antibiotik spectrum luas, mengidap diabetes mellitus,
serta infeksi HIV . Untuk mengidentifikasi spesies Candida dapat dilakukan dengan
penggunaan spesimen KOH. Masuknya Candida kedalam ekosistem vagina salah satunya
dapat dimulai dari adanya bakteri ini pada bagian perineum area perianal, yang kemudian
akan masuk melalui hubungan sexual, kemudian menempel pada epitelium vagina. Selain itu,
lingkungan dan higenitas wanita juga dapat mempengaruhi adanya Candida pada vagina
(Mills, 2017).
Pada ekosistem vagina, awalnya Candida Albicans akan berbentuk bulat telur (Y), kemudian
berubah menjadi organisme dengan hifa berbentuk (H). Umumnya bentuk Y dari Candida
Albicans ini bersifat komensalisme, sedangkan untuk bentuk H lebih bersifat pathogen.
Ketika berada diekosistem vagina, epitel vagina akan menghambat bentuk Y tersebut agar
tidak berubah bentuk menjadi H. Ketika mekanisme pertahanan tidak dapat menekan
perubahan bentuk tersebut,bentuk Y akan berubah menjadi hifa, hifa (H) ini kemudian akan
membentuk biofilm yang kuat, melekat, dan akan menyerang epitel vagina. Sel-sel epitel
akan dilisiskan oleh hifa dan kemudian bersama sel inflamasi akan membentuk cairan vagina
yaitu keputihan sebagai tanda dan gejalan dari vulvovaginal candidiasis . Adanya serangan
pathogen ini menyebabkan munculnya respon imun pada vagina. Dikeluarkannya sel
dendritik (DC), T-helper, limfosit pengatur dan sitotoksik, B-limfosit dan sel pembunuh
alami yang menghasilkan sitokin pelindung dan kemokin yang berperan dalam melavan
invasi dari patogen ini agar tidak semakin luas. Selain itu sel epitel juga berperan penting
dalam melawan pathogen ini. Selsel epitel vagina tidak hanya merupakan penghalang
mekanis dan penangkap dengan bahan permukaan seperti musin dan keratin. ,
namun juga dapat mendeteksi bahaya yang ditimbulkan oleh patogen dan merespons
dengan aktivasi sel dan sekresi mediator imun yang memicu peradangan dan respons imun.
Selain itu penurunan esterogen juga menyebabkan vagina kehilangan rugae, terjadinya
distensibilitas, dan ada pemendekan dan penyempitan vagina. Mukosa vagina, introitus, dan
labia minora menjadi tipis, pucat, dan kering. Vaskularisasi pada daerah sekitar vagina juga
dapat berkurang. Kita ketahui bahwa vagina tidak mempunyai sel goblet dan tidak
menghasilkan mucus sendiri, cairan sekresi vagina merupakan transudat dari , pembuluh
darah disekitarnya, oleh karena itu apabila kadar serum esterogen menurun jumlah dan
konsistensi mukosa vagina juga ikut menurun (Stika, 2010). Vaginitis ini dapat juga disebut
sebagai vaginitis hipoestrogenik. Vaginitis ini biasanya dialami oleh wanita yang telah
mencapai fase menopause. Dapat terjadi karena berbagai faktor seperti, ooforektomi,
kontrasepsi oral, serta obat anti estrogenik (Neal,2019). Di dalam vagina wanita yang telah
mengalami menopause atau premenopause akan terdapat bakteri Doderlein lactobacillus yang
berperan sebagai flora dominan, dan memiliki kemampuan untuk mengubah glikogen
menjadi asam laktat yang kemudian akan menjaga keseimbangan pH vagina. Selain itu
hidrogen peroksida juga dihasilkan, kombinasi keduanya akan membantu menekan potensi
infeksi vagina akibat patogen lain .
Faktor lain selain status estrogen yang dapat mempengaruhi keparahan gejala genital
adalah wanita yang tidak pernah melahirkan melalui vagina. Wanita yang melahirkan tidak
melalui persalinan per vaginam cenderung lebih bergejala daripada wanita yang telah
mengalami peregangan vulvovaginal. Kondisi penurunan estrogen ini dapat diperburuk oleh
aktivitas merokok dengan menurunkan perfusi genital dan selanjutnya mengurangi
ketersediaan estrogen dalam mukosa vulvovaginal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa esterogen berperan penting untuk tetap menjaga ekosistem vagina dari pertumbuhan
mikrobiota patogen.(Stika, 2010). Vaginitis Inflamasi Deskuamatif merupakan vaginitis non
infeksi yang khas dan menyakitkan.Vaginitis ini jarang dialami oleh wanita, cirinya adalah
ruam pada vagina, produksi cairan purulen yang berlebih serta timbulnya rasa sakit yang
berulang atau terus-menerus. Etiologi vaginitis ini tidak diketahui dan sering tidak
terdiagnosis. Apabila dilihat secara mikroskopik epitel vagina menunjukkan adanya
peningkatan yang nyata pada selsel inflamasi, terutama leukosit polimorfonuklear dan sel
epitel parabasal, bersama dengan peningkatan flora vagina abnormal.
B. Beragam faktor resiko dapat menyababkan terjadinya penyakit infeksi vagina
umumnya vaginitis terjadi pada wanita setelah memasuki fase pubertas atau memasuki
fase menopause. Karena vaginitis dapat dialami oleh setiap wanita dengan minimal satu kali
episode vaginitis dalam kehidupannya maka dari itu patut kiranya wanita mewaspadai faktor-
faktor berikut. Pada bakterial vaginosis dapat dialami oleh individu dengan sosial ekonomi
yang rendah, sering membersihkan vagina dengan cairan antiseptic atau pewangi, merokok,
melakukan hubungan seksual tanpa pengaman, melakukan hubungan seksual dengan lebih
dari satu partner, serta personal hygine yang kurang. Untuk faktor resiko dari candidiasis
vulvovaginitis dapat disebabkan akibat penggunaan antibiotic spectrum luas, mengidap
diabetes melitus, adanya infeksi HIV, serta adanya penggunaan kortikosteroid dan
imunosupresan jangka panjang. Untuk faktor resiko dari trikomoniasis vaginitis sendiri dapat
disebabkan oleh tindakan sex bebas, penggunaan narkoba, merokok, melakukan hubungan
seksual tanpa pengaman, adanya penyakit infeksi seksual menular pada pasangan, serta
personal hygine yang kurang. Faktor resiko athropik vaginitis dapat terjadi pada wanita yang
telah mengalami menopause, laktasi, tindakan ooforektomi, terapi radiasi, kemoterapi,
adanya gangguan imunologis, gangguan endokrin, serta konsumsi obat antiestrogen.
Sedangkan vaginitis inflamasi desquamatif. dapat terjadi pada wanita perimenopause, wanita
seksual aktif, hubungan seksual tanpa pengaman,melakukan hubungan seksual dengan lebih
dari satu partner, serta personal hygine yang kurang.
Dapat dilihat dari faktor-faktor tersebut sebagian besar disebabkan oleh pola hidup
wanita yang kurang sehat. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat menyebabkan terjadinya
pergeseran pH vagina, berkurangnya Lactobascilus sp. sebagai flora normal vagina, sehingga
menyebabkan pertumbuhan berlebih dari mikrobiota patogen yang ada di vagina. Kemudian
faktor resiko dari tiap etiologi vaginitis ini cenderung serupa antara satu dengan yang lainnya,
untuk itu pemeriksaan penunjang diperlukan guna menegakkan diagnosis infeksi vagina ini.
Setiap jenis vaginitis memiliki manifestasi klinis yang hampir mirip dengan satu sama lain,
namun tetap terdapat faktor pembeda yang membedakan tipe-tipe vaginitis tersebut.

C.Hal-Hal yang tergantung dari etiologi penyebab vaginitis.


Umumnya ciri dari vaginitis adalah keluarnya cairan berbau, rasa gatal, dan dispareunia
atau rasa sakit terus menerus pada vagina. Gejala atau manifestasi klinis yang dialami pasien
dengan bakterial vaginosis umumnya adalah adanya keputihan yang abnormal dengan bau
amis, pruritus, serta iritasi. Ciri khas dari bakterial vaginosis adalah adanya keputihan dengan
warna putih atau abu-abu yang terlihat pada dinding samping vagina dengan pemeriksaan
spekulum (Mills, 2017)
Dapat dilihat pada gambar1

Menunjukan gambaran discharge pada vaginitis bacterial(paavonen danbrunham,2018)


dapat dilihat pada gambar 2

Menunjukan gambaran discharge pada candidiatis vulvovaginitis(sobel 2014)


dapat dilihat pada gambar 3

Menunjukan gambaran discharge pada trikomoniasis vaginitis(lewes 2014)


Dapat dilihat pada gambar 4

Menunjukan gambaran vagina pada atropik vaginitis(stika,2010)


dapat dilihat pada gambar 5

Menunjukan gambaran discharge pada vaginitis inflamasi deskuamatif(paavonen dan


brunham,2018).
Perbedaan pada etiologi setiap jenis vaginitis, mengharuskan seorang wanita yang diduga
memiliki gejala vaginitis, untuk melakukan sejumlah pemeriksaan penunjang guna
menegakkan diagnosis vaginitis tersebut. Berikut merupakan pemeriksaan penunjang yang
hendaknya dilakukan guna mengetahui etiologi atau penyebab pasti vaginitis pada wanita
sehingga dapat dilakukan pengobatan yang tepat.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh seorang wanita adalah
pemeriksaan dengan kriteria Amsel. Kriteria Amsel berguna dalam penegakan diagnosis pada
wanita yang diduga mengalami bacterial vaginosis. Kriteria tersebut diantaranya adalah
adanya peningkatan keputihan yang tipis dan homogeneous atau berwarna putih seperti susu,
pH vagina lebih dari 4,5, terdapat bau amina ketika larutan kalium hidroksida 10%
ditambahkan ke setetes cairan vagina serta kehadiran sel petunjuk dalam preparat basah.
Apabila seorang wanita mengalami 3 dari 4 kriteria tersebut dapat dipastikan mengalami
bakteral vaginosis (Mohammadzadeh, 2014).
Kedua, pengukuran pH vagina. Pengukuran pH penting dilakukan, karena umumnya
infeksi yang terjadi pada vagina menyebabkan pH vagina meningkat, dari yang mulanya
normal sekitar 3,8-4,4, naik menjadi diatas 4,5. Test pH ini dilakukan dengan mencelupkan
pH strip pada cairan vagina, kemudian amati perubahan warna yang terjadi, umumnya
rentangan pH tersebut 0 hingga 6. Test ini dapat dilakukan untuk pada tiap jenis vaginitis,
serta memiliki biaya yang terjangkau dalam pelaksanaannya (Mills, 2017)
Ketiga, Whiff Test. Test ini hampir mirip dengan ph test, dimana untuk mengetahui
penyebab infeksi diperlukan swab vagina terlebih dahulu guna mengambil spesimen cairan
vagina, kemudian cairan diletakkan pada kaca preparat dan diteteskan 10% potassium
hydroxide (KOH), kemudian dilakukan penilaian terhadap baunya, dikatakan positif apabila
timbul bau amis atau fishy odor . Keuntungan melakukan uji Whiff test adalah bahwa tes ini
dapat dilakukan tanpa spekulum, dan penggunaan antibiotik dapat dibatasi. Tetapi
dibandingkan dengan pemeriksaan spekulum, whiff test tidak akan dapat mendiagnosis
kondisi seperti servisitis, erosi serviks dan PID. Hasil uji pH dan uji Whiff sebanding dengan
uji mikroskop dan tes ini lebih hemat biaya serta memakan waktu lebih sedikit dibandingkan
dengan uji mikroskop. (Damke, 2016).
Keempat, mikroskopi dengan saline atau KOH. Mikroskop dapat digunakan untuk
mengetahui mikrobiota yang terkandung dalam cairan vagina guna menegakkan diagnosis,
dilakukan dengan mengambil specimen cairan vagina kemudian diletakkan dipeparat dan
diteteskan saline atau 10% KOH kemudian diamati pertumbuhan mikrobiota pathogen
didalamnya lewat mikroskop. Apabila lactobacilli ditemukan sedikit atau bahkan tidak ada
dapat menjadi pertanda adanya infeksi disebabkan oleh bacterial vaginosis atau vaginitis
inflamasi deskuamatif, kemudian apabila ditemukan protozoa motil dengan flagella dan lebih
banyak sel leukosit dibanding epitel, kemungkinan disebabkan oleh trichomoniasis. Jika
ditemukan fillamen yang dirangkai oleh ragi serta terdapat miselium dapat menjadi pertanda
adanya infeksi vulvovaginal candiasis, apabila pada mikroskop mukosa vagina lebih sedikit
dibanding jumlah normalnya dapat menjadi pertanda adanya atropik vaginitis.(Mills, 2017).
Kelima, kultur mikrobiologi. Kultur bakteri penting dilakukan untuk mengetahui
mikrobiota patogen penyebab infeksi dan keberlimpahannya, studi virulensi, kerentanan
antibiotik, dan urutan genomnya sehingga memudahkan dalam pemahaman dan pengobatan
penyakit yang disebabkan oleh m ikrobiota patogen. Kultur dilakukan dengan membiakkan
mikroorganisme pada medium tertentu. Dalam pelaksanaan kultur mikrobiologi terdapat
variasi mulai dari waktu inkubasi, nutrisi, media, atmosfer, dan suhu yang disesuaikan
dengan kebutuhan yang diperlukan. Untuk tatalaksana masing-masing jenis vaginitis
berbeda-beda disesuaikan dengan etiologi vaginitis tersebut. Berikut merupakan beberapa
obat-obatan yang dapat digunakan dalam mengobati vaginitis.

D.Vaginitis merupakan penyakit umum yang sering dialami oleh wanita,


umumnya penyakit infeksi ini tidak sampai menyebabkan kematian. Namun apabila
tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan komplikasi. Pada wanita yang mengidap
bakterial vaginosis dapat terjadi komplikasi berupa radang panggul, servicitis mukopurulent,
selusitis vagina, kemudian apabila dialami oleh ibu hamil dapat menyebabkan keguguran,
ketuban pecah dini, kelahiran premature, korioamnionitis, dan infeksi cairan ketuban. Pada
vaginitis inflamasi deksuamatif komplikasi yang dapat terjadi adalah timbulnya keputihan
purulen terus-menerus disertai rasa nyeri (Roby, 2019). Prognosis pada penyakit vaginitis ini
umumnya baik dan hampir semua dapat disembuhkan apabila diberikan pengobatan yang
tepat serta konsumsi obat dengan teratur oleh pasien, pengobatan juga hendaknya diberikan
sedini mungkin agar tidak sampai menimbulkan komplikasi, namun yang patut diwaspadai
adalah terjadinya vaginitis yang berulang atau recurrent karena dapat menyebabkan
peningkatan terjadinya komplikasi.

E.Hal-hal yang perlu dilakukan seorang wanita untuk mencegah penyakit infeksi pada
vagina
Dapat di lakukan melalui Tindakan -tindakan yang berkaitan dengan kebersihan atau
higenitas vagina. Karena kita ketahui bersama umumnya infeksi terjadi pada vagina dengan
higenitas yang relative rendah, meskipun demikian tak menutup kemungkinan ada faktor lain
juga yang dapat memicu terjadinya vaginitis. Oleh karena itu penting sekali bagi wanita
untuk menjaga kebersihan vagina dengan cara rutin mebersihkan vagina setiap mandi dengan
arah dari atas kebawah atau tangan tidak sampai mengenai anus, rutin mengganti pembalut
setidaknya 4x sehari ketika menstruasi, menggunakan pakaian dalam yang tidak terlalu ketat
dan usahakan berbahan dasar kapas, sehingga mudah menyerap keringat.Mengeringkan
daerah kewanitaan dengan baik sehabis mandi atau buang air kecil, sehingga tidak lembab,
usahakan agar tetap kering. Tidak menggunakan pembersih kewanitaan yang terlalu banyak
mengandung bahan kimia. Mencukur bulu kemaluan agar tidak terlalu lebat karena dapat
menyebabkan ekosistem vagina menjadi lembab. menggunakan pengaman berupa kondom
bila melakukan hubungan seksual, hindari seks bebas, lakukan hubungan seksual yang aman.
Pencegahan yang dilakukan ini berupaya agar patogen penginfeksi tidak dapat masuk
kemudian tumbuh dan berkembang serta merusak ekosistem vagina (Sumarah,2017).
CONTOH JURNAL VAGINAL EFECTION(VAGINITIS)
Gardnerella bacteria in Bacterial Vaginosis Causes of Vaginal Infections In Women

Dental Health Study Program, Tasikmalaya Health Polytechnic, West Java, Indonesia
Abstract:
Bacterial Vaginosis (BV) is most often encountered as a cause of vaginal infections
in women of childbearing age. BV is a disturbance of the biological and chemical balance of
the normal vaginal flora. BV related microorganisms are Gardnerella vaginalis, Gardnerella
vaginalis germ is considered the cause of non-specific vaginitis. The typical symptom of non-
specific vaginitis is the change of vaginal flora. BV is most commonly found in women of
reproductive, sexually active age, including lesbian, pregnant women, female users of
contraceptive devices in the uterus and performing vaginal rinses. The specific cause of this
BV is still unknown. BV incidents are associated with multiple sexual partners, new sexual
partners, and previous history of sexually transmitted infections (STIs), but whether BV is
considered to be an STI is controversial. In this article review will discuss about the bacteria
vaginosis cause of infection in the vagina.

Keywords: Bacterial Vaginosis (BV), Vaginal infections, Gardnerella vaginalis

Abstrak
Bakterial Vaginosis (BV) paling sering dijumpai sebagai penyebab infeksi vagina pada
wanita usia subur. BV merupakan gangguan keseimbangan biologi dan kimiawi dari flora
normal vagina. Mikroorganisme yang terkait dengan BV adalah Gardnerella vaginalis, Saat
ini para ahli menyatakan kuman Gardnerella vaginalis dianggap sebagai penyebab vaginitis
nonspesifik. Gejala khas pada vaginitis nonspesifik ialah terjadinya perubahan flora vagina.
BV paling sering ditemukan pada perempuan usia reproduktif, aktif seksual, termasuk
lesbian, ibu hamil, perempuan pengguna alat kontrasepsi dalam rahim dan melakukan bilas
vagina. Penyebab spesifik BV ini masih belum diketahui pasti. Kejadian BV dihubungkan
dengan pasangan seksual multipel, pasangan seksual baru, dan riwayat infeksi menular
seksual (IMS) sebelumya, namun apakah BV dianggap sebagai salah satu IMS masih
diperdebatkan. Dalam review artikel ini akan dibahas tentang bakteri vaginosis penyebab
infeksi pada vagina.

Kata kunci: Bakterial Vaginosis (BV), infeksi vagina, Gardnerella vaginalis,

1. PENDAHULUAN
Bakterial vaginosis (BV) merupakan sindrom klinis, yang disebabkan oleh bertambah
banyaknya organisme komersial dalam vagina (yaitu Gardanerella vaginalis,
Provotella, Morbiluncus spp.) serta berkurangnya organisme laktobasilus terutama
Lactobasillus yang menghasilkan hidrogen peroksida. Pada vagina yang sehat,
laktobasilus ini mempertahankan suasana asam dan aerob. Penyebab spesifik BV ini
masih belum diketahui pasti. Kejadian BV dihubungkan dengan pasangan seksual
multipel, pasangan seksual baru, dan riwayat infeksi menular seksual (IMS)
sebelumya, namun apakah BV dianggap sebagai salah satu IMS masih diperdebatkan.
Pernah dilaporkan bahwa BV dapat terjadi pada perempuan yang belum pernah
melakukan hubungan seksual genito-genital. Meskipun demikian, perempuan yang
terkena BV ini lebih beresiko terkena IMS lainnya, termasuk infeksi HIV [1]. BV
seringkali disebut sebagai vaginal bacteriosis [2] adalah penyakit pada vagina yang
disebabkan oleh bakteri. BV disebabkan oleh gangguan kesimbangan flora bakteri
vagina dan seringkali dikacaukan dengan infeksi jamur (kandidiasis) atau infeksi
trikomonas [3,4]. Infeksi BVdinyatakan sebagai infeksi polimikrobial yang
disebabkan oleh penurunan jumlah laktobasilus dikuti oleh peningkatan bakteri
anaerob yang berlebihan. Keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai
dengan perubahan konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) hasil produksi flora normal
Lactobacillus di vagina. Penurunan konsentrasi H2O2 digantikan oleh peningkatan
konsentrasi bakteri anaerob (Mobiluncus, Provetella,Peptostreptococcus, Bacteroides
dan Eubacterium) dan bakteri fakultatif (Gardnerella vaginalis, Mycoplasma ominis,
Enterococcus dan grup β Streptococcus). Perubahan ini umumnya ditandai dengan
produksi sekret vagina yang banyak, berwarna abu-abu, tipis, homogen, berbau amis
dan terdapat peningkatan pH. BV dapat menimbulkan masalah infeksi traktus
genitalis,misalnya infeksi intra amnion yang akan menyebabkan gangguan atau
penyulit selama kehamilan,antara lain kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah
(BBLR), infeksi panggul (Pelvic Inflammatory Dissease/PID) setelah persalinan,
bahkan dapat terjadi abortus. Kejadian BV terjadi tidak hanya pada wanita dewasa,
pada remaja putri yang punya pengalaman sex pra nikah beresiko terinfeksi, kejadiaan
ini diperparah dengan semakin meningkatnya perilaku remaja melakukan hubungan
sex di usia remaja.

2.PEMBAHASAN
Bakterial vaginosis adalah kondisi vagina yang dapat menghasilkan vagina yang
bernanah dan hasil dari pertumbuhan berlebih dari bakteri normal dalam vagina.
Adanya infeksi ini, mencerminkan fakta bahwa ada beberapa jenis bakteri yang secara
alami hidup di daerah vagina dan dapat tumbuh secara berlebihan (medicinenet.com).
Bacterial vaginosis (BV) adalah suatu kondisi patologis dimana terjadi perubahan
ekologi vagina oleh karena pertumbuhan Lactobacillus yang merupakan flora normal
dominan pada vagina digantikan oleh bakteri lain seperti Gardnerella vaginalis dan
bakteri-bakteri anaerob lainnya. Bakterial vaginosis umumnya terjadi karena
pengurangan jumlah hidrogen peroksida normal yang memproduksi lactobacilli dalam
vagina. Salah satu penyebab bakterial vaginosis adalah organisme Gardnerella
vaginitis, namun organisme tersebut bukan satu-satunya penyebab bakterial vaginosis.
Bila beberapa jenis bakteri menjadi tidak seimbang, seorang wanita dapat mengalami
bakterial vaginosis. Meskipun tidak berbahaya, tetapi kondisi ini dapat mengganggu.
Gardnerella vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang gram-variable
yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina dari yang
tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa.
2.1.Gejala & Tanda Gejala utama BV adalah keputihan homogen yang abnormal
(terutama pasca sanggama) dengan bau tidak sedap [5]. Cairan keputihan berada di
dinding vagina dan tidak disertai iritasi, nyeri atau eritema. Tak seperti halnya dengan
keputihan vagina normal, keputihan pada BV jumlahnya bervariasi dan umumnya
menghilang sekitar 2 minggu sebelum haid.
2.2. Etiologi Bakterial vaginosis disebabkan oleh
1 ketidakseimbangan flora alami bakteri (bakteri yang biasa ditemukan dalam vagina
wanita). Bakterial vaginosis tidak sama dengan kandidiasis (infeksi jamur) atau
kandidiasis (infeksi jamur) Trichomonas vaginalis (trikomoniasis) yang tidak
disebabkan oleh bakteri.
2. Mikroorganisme yang terkait dengan BV seperti Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus Bacteroides dan Mycoplasma. Perubahan dalam flora vagina normal
akibat penggunaan antibiotika atau gangguan keseimbangan pH sehingga terjadi
pertumbuhan berlebihan dari bakteri lain. Anemia defisiensi zat besi merupakan
prediktor kuat adanya BV pada ibu hamil

2.3. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis BV harus dilakukan hapusan vagina


yang selanjutnya diperiksa mengenai :
1. Bau khas “fishy odor” pada preparat basah yang disebut sebagai “whiff test” yang
dilakukan dengan meneteskan potassium hydroxide-KOH pada microscopic slide
yang sudah ditetesi dengan cairan keputihan.
2. Hilangnya keasaman vagina. Seperti diketahui, bahwa untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri, pH vagina berkisar antara 3.8 –
4.2. Pemeriksaan dengan kertas lakmus yang memperlihatkan adanya pH > 5
memperlihatkan terjadinya BV.
3. Adanya clue cells . Cara pemeriksaan adalah dengan meneteskan larutan NaCl pada
microscop slide yang telah dibubuhi dengan cairan keputihan. Clue cell adalah sel
epitel yang dikelilingi oleh bakteri.

Penelitian terbaru [11] membandingkan antara pengecatan gram dengan kriteria


Nugent dan Hibridisasi DNA Affirm VPIII dalam penegakkan diagnosa BV. Test
Affirm VPIII dapat mendeteksi 93% sediaan vagina yang positif BV melalui
pemeriksaan pengecatan Gram. Sensitivitas Affirm VPIII test adalah 87.7% dan
spesifisitas nya 96% dan dapat digunakan untuk penegakkan diagnosa BV secara
cepat pada penderita BV 2.6. Terapi Antibiotika Metronidazole atau clindamycin
peroral atau lokal adalah trerapi yang efektif [12], namun angka kekambuhan juga
cukup tinggi [13]. Regimen medikamentosa umum adalah Metronidazol 500 mg 2 dd
1 (setiap 12 jam) selama 7 hari [14]. 2.7. Komplikasi Meningkatnya kepekaan
terhadap IMS termasuk infeksi HIV dan komplikasi pada ibu hamil. 2.8.
Epidemiologi Diperkirakan 1 dari 3 wanita terserang dengan BV dalam satu episode
kehidupan mereka 3.

KESIMPULAN
Vaginosis bakterial adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus
yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina. Secara klinik, untuk
menegakkan diagnosis vaginosis bacterial harus ada tiga dari empat kriteria sebagai
berikut, yaitu: (1) adanya sel clue pada pemeriksaan mikroskopik sediaan basah, (2)
adanya bau amis setelah penetesan KOH 10% pada cairan vagina, (3) duh yang
homogen, kental, tipis, dan berwarna seperti susu, (4) pH vagina lebih dari 4.5 dengan
menggunakan nitrazine paper. Bacterial vaginosis (BV) adalah suatu kondisi patologis
dimana terjadi perubahan ekologi vagina oleh karena pertumbuhan Lactobacillus yang
merupakan flora normal dominan pada vagina digantikan oleh bakteri lain seperti
Gardnerella vaginalis dan bakteri-bakteri anaerob lainnya.1-3 Penyebab BV pada
umumnya belum diketahui secara jelas, namun BV dapat dihubungkan dengan adanya
peningkatan pH vagina dan perubahan sekret vagina [1,17]. BV merupakan penyakit
yang hingga saat ini diagnosis dan penanganannya masih problematik. Bakterial
vaginosis (BV) disebabkan oleh faktor-faktor yang mengubah lingkungan asam
normal di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong pertumbuhan berlebihan
bakteri-bakteri penghasil basa. Lactobacillus adalah bakteri predominan di vagina dan
membantu mempertahankan sekresi vagina yang bersifat asam (produksi hidrogen
peroksida/ H2O2). Faktor-faktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi
antara lain adalah mukus serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching),
pemakaian antibiotik, dan perubahan hormon saat hamil dan menopause. Faktor-
faktor ini memungkinkan meningkatnya pertumbuhan Gardnerella vaginalis,
Mucoplasma hominis, dan bakteri anaerob. Metabolisme bakteri anaerob
menyebabkan lingkungan menjadi basa yang menghambat pertumbuhan bakteri lain
[1,15]. Kepentingan diagnosis didasarkan pada pendapat umum bahwa BV
merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS ). Tes pH vagina mempunyai
nilai sensitivitas tinggi dan reliabilitas yang sangat baik meskipun spesifisitasnya
rendah. Namun demikian, dalam skrining sensitivitas yang tinggi lebih diperlukan
daripada spesifisitas. Oleh karena itu, tes pH vagina dapat digunakan sebagai alat
skrining BV pada ibu hamil. Manifestasi klinis : Wanita dengan bakterial vaginosis
(BV) dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering pada BV adalah adanya cairan
vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya
bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor) Bau tersebut disebabkan
oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal
yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein
dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita
mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik.
Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih
ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans.
Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul
kemerahan dan edema pada vulva.

Referensi
[1]. Indriatmi W. Vaginosis bacterial. Dalam: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi
W, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokeran Univesitas Indonesia; h. 452-4, 2015.
[2]. Vaginal Infections — How to Diagnose and Treat Them: Bacterial Vaginosis or
Vaginal Bacteriosis". Medscape. Retrieved 10 October 2009
[3]. Terri Warren, RN. Is It a Yeast Infection?. Retrieved 2011-02-23, 2010
[4]. Ferris DG, Nyirjesy P, Sobel JD, Soper D, Pavletic A, Litaker MS. Over-the-
counter antifungal drug misuse associated with patient-diagnosed vulvovaginal
candidiasis. Obstetrics and Gynecology 99 (3): 419–425, 2002. doi:10.1016/S0029-
7844(01)01759-8. PMID 11864668.
[5].http://www.fda.gov/downloads/Drugs/GuidanceComplianceRegulatoryInformatio
n/Guidance s/ucm070969.pdf [6]. Verstraelen H, Delanghe J, Roelens K, Blot S,
Claeys G, Temmerman M. Subclinical iron deficiency is a strong predictor of
bacterial vaginosis in early pregnancy. BMC Infect. Dis. 5: 55, 2005.
doi:10.1186/1471-2334-5-55. PMC 1199597. PMID 16000177. [7]. Amsel R, Totten
PA, Spiegel CA, Chen KC, Eschenbach D, Holmes KK. Nonspecific vaginitis.
Diagnostic criteria and microbial and epidemiologic associations". Am. J. Med. 74
(1): 14–22, 1983. doi:10.1016/0002-9343(83)91112-9. PMID 6600371.
[8]. National guideline for the management of bacterial vaginosis. Clinical
Effectiveness Group, British Association for Sexual Health and HIV (BASHH), 2006
[9]. Ison, CA; Hay, PE. Validation of a simplified grading of Gram stained vaginal
smears for use in genitourinary medicine clinics. Sex Transm Infect 78
(6): 413–5, 2002. doi:10.1136/sti.78.6.413. PMC 1758337. PMID 12473800.
[10]. Nugent RP, Krohn MA, Hillier SL. Reliability of diagnosing bacterial vaginosis
is improved by a standardized method of gram stain interpretation. J. Clin. Microbiol.
29 (2): 297–30, 1991. PMC 269757. PMID 1706728

Anda mungkin juga menyukai