Disusun oleh:
Adjeng Retno Bintari, S.Ked
J510165040
Disusun Oleh:
Adjeng Retno Bintari, S.Ked
J510165040
Telah Disetuji dan di sahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(..)
Bakterial Vaginosis
A. Definisi
Bakterial vaginosis merupakan keadaan dimana munculnya keputihan
yang tidak normal dan timbulnya sekret vagina yang berbau tidak sedap pada
wanita usia reproduktif (Turovskiy, Noll and Chikindas, 2011). Bakterial
vaginosis merupakan sindrom polimikroba, yang mana laktobasilus
vagina normal khususnya yang menghasilkan hidrogen peroksidase
digantikan oleh berbagai bakteri anaerob dan mikoplasma. Bakteri yang
sering ada pada penyakit ini adalah G. vaginalis, Mobiluncus sp, Bacteroides
sp dan M. hominis yang dapat menyebabkan peningkatan pH dari nilai
kurang 4,5 sampai 7,0 (Livengood, 2009).
B. Etiologi
Penyebab dari bakterial vaginosis belum diketahui dengan pasti, tetapi
jika berdasarkan epidemiologi kumpulan gejala yang timbul pada bacterial
vaginosis berhubungan dengan aktivitas seksual. Penyebab yang
berhubungan dengan bakterial vaginosis ada 4 yaitu : Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus Spp, Bacteroides Spp, Mycoplasma hominis (Adam et al., 2008).
C. Epidemiologi
Bakterial vaginosis merupakan infeksi vagina yang paling sering pada
wanita yang aktif melakukan hubungan seksual, penyakit ini dialami pada
15% wanita yang mendatangi klinik ginekologi, 10-25% wanita hamil dan
33-37% wanita yang mendatangi klinik IMS (Hilier, Marrazo, and
Holmes, 2008).
Tiga dari empat (75%) wanita pernah mengalami episode kandidiasis
vulvovaginalis sepanjang hidupnya dan 10-20% wanita merupakan karier
asimtomatik untuk spesies Candida (Parveen, Munir, et al., 2008). Banyak
terjadi pada usia muda 15-30% (Monalisa, Bubakar, et al., 2012).
Menurut Nwadioha (2010), spesies Candida biasa berasal dari endogen dan
ditularkan melalui pasangan seksual.
D. Faktor resiko
Bakterial vaginosis terjadi pada seksual aktif, namun dapat juga terjadi
pada orang yang tidak seksual aktif. Studi kohort longitudinal Membuktikan
bahwa yang mempunyai pasangan seksual baru maupun mempunyai
pasangan seksual banyak dan aktif menunjukkan peningkatan insiden
bakterial vaginosis (Murtiastutik, 2008).
Pada wanita yang frekuensi seksualnya meningkat, menunjukkan
perubahan pH pada vagina selama dan setelah berhubungan seksual yang
menyebabkan perubahan flora normal vagina. Bakteri patogen mendominasi
flora vagina normal dengan menurunkan konsentrasi Lactobacillus yang
menyebabkanpertumbuhan bakteri anaerob (Murtiastutik, 2008).
Pemasangan IUD dapat menyebabkan reaksi inflamasi dan menggangu
fisiologi organ reproduksi. Ketidakseimbangan hormon yang terjadi dengan
pemasangan alat, serta tehnik, cara dan lama pemasangan adalah sangat
berisiko dan dapat menggangu flora normal vagina (Murtiastutik, 2008).
E. Patogenesis
Penelitian telah menunjukkan hubungan antara Gardnerella vaginalis
dengan bakteri lain dalam menyebabkan bakterial vaginosis. Bakterial
vaginosis dikenal sebagai infeksi polymikrobik sinergis. Beberapa bakteri
yang terkait dengan bakterial vaginosis termasuk spesies Lactobacillus,
Prevotella, dan anaerob, termasuk Mobiluncus, Bacteroides,
Peptostreptococcus, Fusobacterium, Veillonella, dan spesies Eubacterium.
Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan Streptococcus viridans
juga mungkin memainkan peran dalam penyakit ini. Atopobium vaginae
sekarang dikenal sebagai patogen yang berhubungan dengan bakterial
vaginosis (Jose, 2013).
Pada bakterial vaginosis, flora vagina diubah melalui mekanisme yang
bisa menyebabkan peningkatan pH lokal yang merupakan hasil dari
penurunan hidrogen peroksida memproduksi lactobacilli. Lactobacilli adalah
organisme berbentuk batang besar yang membantu menjaga pH asam dari
vagina yang sehat dan menghambat mikroorganisme anaerob lain melalui
elaborasi hidrogen peroksida. Bakterial vaginosis menyebabkan populasi
Faktor Genetik
Faktor Anatomi
Faktor Endokrin
Faktor Infeksi
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada
kejadian abortus:
a. Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma
urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.
G. Komplikasi
1 Perdarahan
2 Syok
3 Infeksi
H.
-
Prognosis
Vitam : Bonam
Fungsionam : Bonam
Sanationam : Bonam
Partus Lama
A. Definisi
Persalinan lama, disebut juga distosia, didefinisikan sebagai persalinan
yang abnormal/sulit. Pada umumnya, perjalanan persalinan normal dengan
Power, Passage and Passanger adekuat akan berlangsung aman spontan
belakang kepala dalam rentang waktu saat primigravida adalah 18 jam dan
multigravida adalah 12-14 jam. Partus lama adalah perjalanan persalinan
yang berlangsung lebih dari 24 jam, tetapi belum menimbulkan komplikasi
maternal atau fetal.
B. Etilogi
Sebab-sebab partus lama dapat dibagi dalam 3 golongan besar :
1. Kelainan tenaga (atau kelainan his) = Power
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya dapat
menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada
setiap persalinan, tidak dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami
hambatan atau kemacetan.
2. Kelainan janin = Passenger
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena
kelainan dalam letak atau bentuk janin.
3. Kelainan jalan lahir = Passage
1) Gelisah
2) Letih
3) Suhu badan meningkat
4) Berkeringat
5) Nadi cepat
6) Pernafasan cepat
7) Meteorismus
8) Didaerah sering dijumpai bandle ring, oedema vulva, oedema serviks,
cairan ketuban berbau terdapat mekoneum
b. Janin :
1) DJJ cepat, hebat,tidak teratur bahkan negatif
2) Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan berbau
3) Caput succedenium yang besar
4) Moulage kepala yang hebat
5) Kematian janin dalam kandungan
6) Kematian janin intrapartal
F. Diagnosis
Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan Akibat Persalinan Lama atau
Persalinan Macet
Pola Persalinan
Nulipara
Multipara
Persalinan Lama
Pembukaan
<1,2cm/jam <1,5cm/jam
Penurunan
<1,0cm/jam <2,0cm/jam
Persalinan Macet
Tidak ada pembukaan
>2jam
>2jam
Tidak ada Penurunan
>1jam
>1jam
Sumber : The American College of Obstetricians and Gynecologist (1995)
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan partus lama dikarenakan kelainan tenaga/ his :
1. Inersia Uteri
Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunya bagian
terbawah janin dan keadaan panggul. Kemudian buat rencana untuk
menentukan sika dan tindakan yang akan dikerjakan, misalnya pada letak
kepala.
a. Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5 % dimulai
dengan 12 tetes per menit, dinaikkan setiap 10-15 menit sampai 40-50
tetes per menit. Maksud pemberian oksitosin adalah supaya serviks
b.
dapat membuka.
Pemberian oksistosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak
memperkuat his setelah pemberian lama, hentikan dulu dan ibu
dianjurkan istirahat.
c. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya
dilakukan seksio sesarea.
d. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri skunder, ibu
lemah dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan
181 jam pada multi, tidak ada gunanya memberikan oksitosin drips;
sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan
dan indikasi obtetrik lainnya (ekstraksi vakum atau forcep, atau seksio
sesarea).
2. Tetania uteri / his terlalu kuat
a. Berikan obat seperti morfin, luminal, dsb, asal janin tidak akan lahir
dalam waktu dekat (4-6 jam) kemudian.
b. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan
dengan seksio sesarea.
c. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin
lahir tiba-tiba dan cepat.
3. Incoordinate uteri
a. Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot,m berikan obat-obat
penghilang sakit dan penenang (sedatif dan analgetik) seperti morfifn,
petidin dan valium.
b. Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan berlarut-laru, seleaikan
partus menggunakan hasil pemeriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi
vakum, forsep, atau seksio sesarea.
Subinvulosio Uterus
A. Pengertian
Subinvolusi uteri adalah proses kembalinya uterus ke ukuran dan bentuk
seperti sebelum hamil yang tidak sempurna (Adelle Pillitteri, 2002)
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi,
dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab umum perdarahan
pascapartum. (Barbara, 2004).
B. Etiologi
1. Terjadi infeksi pada endometrium
2. Terdapat sisa plasenta dan selaputnya dalam uterus sehingga proses
involusi uterus tidak berjalan dengan normal atau terlambat.
3. Terdapat bekuan darah
4. Mioma uteri
C. Manifestasi Klinis
Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak,sampai kira-kira 4 6
minggu postpartum.
1. Fundus uteri letaknya tetap tinggi didalam abdomen/pelvis dari yang
diperkirakan/penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek.
2. Keluaran kochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk
serosa,lalu kebentuk kochia alba.
3. Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari
4.
5.
6.
7.
8.
D. Patofisiologi
Kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena
kontraksi dan retraksi yang cukup lama, tetapi disebabkan oleh pengurangan
aliran darah yang pergi keuterus di dalam maa hamil, karena uterus harus
membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi
kebutuhannya, darah banyak dialirkan keuterus dapat mengadakan hipertropi
dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran
darah berkurang, kembali seperti biasa. Demikian dengan adanya hal-hal
Craked Nipples
A. Definisi
Cracked Nipple merupakan perlukaan pada puting susu
yang disebabkan karena trauma pada puting susu saat menyusui, kadang kulit
terkelupas atau luka berdarah (sehingga ASI menjadi berwarna pink)
(Ambarwati, 2008).
B. Etiologi
Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai areola
tertutup oleh mulut bayi. Bila bayi hanya menyusui pada putting susu, maka
bayi akan mendapatkan ASI sedikit, karena gusi bayi tidak menekan pada
sinus latiferus, sedangkan pada ibunya akan menjadi nyeri/lecet pada puting
susu. Monoliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu. Akibat
dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk mencuci
putting susu. Bayi dengan tali lidah yang pendek (frenulum lingual),
sehingga menyebabkan bayi sulit menghisap sampai ke kalang payudara dan
isapan hanya pada puting susu saja. Rasa nyeri juga dapat
timbul apabila ibu menghentikan menyusui dengan kurang berhati- hati
(Saleha, 2009).
C. Epidemiologi
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah
puting susu lecet atau nyeri. Sekitar 57% dari ibu-ibu menyusui
dilaporkan pernah menderita lecet pada putingnya dan payudara bengkak.
Payudara bengkak sering terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu
melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus
dan mastitis serta abses payudara yang merupakan kelanjutan atau komplikasi
dari mastitis yang disebabkan karena meluasnya peradangan payudara.
Sehingga dapat menyebabkan tidak terlaksananya Air Susu Ibu
(ASI) eksklusif (Soetjiningsih, 1997).
D. Patofisiologi
Terjadinya puting lecet di awal menyusui pada umumnya disebabkan
oleh salah satu atau kedua hal berikut: posisi dan pelekatan bayi yang tidak
tepat saat menyusu, atau bayi tidak mengisap dengan baik. Meskipun
demikian, bayi dapat belajar untuk mengisap payudara dengan baik ketika ia
melekat dengan tepat saat menyusu (mereka akan belajar dengan sendirinya).
Jadi, proses mengisap yang bermasalah seringkali disebabkan oleh pelekatan
yang kurang baik. Infeksi jamur yang terjadi di puting (disebabkan oleh
Candida Albicans) dapat pula menyebabkan puting lecet.
Vasospasma yang disebabkan oleh iritasi pada saluran darah di puting
akibat pelekatan yang kurang baik dan/atau infeksi jamur, juga dapat
menyebabkan puting lecet. Rasa sakit yang disebakan oleh pelekatan yang
kurang baik dan proses mengisap yang tidak efektif akan terasa paling sakit
saat bayi melekat ke payudara dan biasanya akan berkurang seiring bayi
menyusu. Namun jika lecetnya cukup parah, rasa sakit dapat berlangsung
terus selama proses menyusu akibat pelekatan kurang baik/mengisap tidak
efektif. Rasa sakit akibat infeksi jamur biasanya akan berlangsung terus
selama proses menyusui dan bahkan setelahnya. Banyak ibu
mendeskripsikan rasa sakit seperti teriris sebagai akibat pelekatan yang
kurang baik atau proses mengisap yang kurang efektif. Rasa sakit akibat
infeksi jamur seringkali digambarkan seperti rasa terbakar. Jika rasa sakit
pada puting terjadi padahal sebelumnya tidak pernah merasakannya, maka
rasa sakit tersebut mungkin disebabkan oleh infeksi Candida, meskipun
infeksi tersebut dapat pula merupakan lanjutan dari penyebab lain sakit pada
puting, sehingga periode tanpa sakit hampir tidak pernah terjadi. Retak pada
puting dapat terjadi karena infeksi jamur. Kondisi dermatologis (kulit) dapat
pula menyebabkan sakit pada puting (Saleha, 2009).
E. Manifestasi Klinis
1. Luka lecet kekuningan.
2. Kulit tampak terkelupas/luka berdarah sampai mengakibatkan rasa sakit
3.
4.
5.
F.
Pemeriksaan Penunjang
1.
2.
Mammografi
USG payudara (Varney, 2008).
G. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan
Payudara bisa dilakukan dengan teknik SADARI. SADARI sebaiknya
dilakukan sebulan sekali, kira-kira satu minggu setelah masa menstruasi
karena disaat inilah payudara lebih lunak karena pengaruh hormon.
Wanita usia 20-an awal bisa memulai memeriksa payudara sendiri
(Suherni, 2007).
2.
Diagnosa
a.
b.
c.
Mastitis
Abses payudara
Ca mammae
H. Penanganan
1. Bayi harus disusuikan terlebih dahulu pada puting yang normal yang
lecetnya lebih sedikit. Untuk menghindari tekanan lokal pada puting
maka posisi menyusu harus sering diubah, untuk puting yang sakit
dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya menyusui. Di samping itu,
kita harus yakin bahwa teknik menyusui yang diguanakan bayi benar,
yaitu harus menyusu sampai ke kalang payudara. Untuk menghindari
payudara yang bengkak, ASI dikeluarkan dengan tangan pompa,
2.
3.
anti-infeksi.
Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk
4.
membersihkan payudara.
Pada puting susu bisa dibubuhkan minyak lanolin atau minyak kelapa
5.
6.
terlalu rakus.
Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat
menyebabkan lecet pada puting susu ibu. Jika ditemukan gejala
moniliasis dapat diberikan nistatin (Suherni, 2007).
I.
Komplikasi
1.
2.
Mastitis
Abses payudara (Saleha, 2009).
J.
Prognosis
Puting susu lecet/luka harus segera ditangani dengan baik, karena jika
dibiarkan saja akan memudahkan terjadinya infeksi pada payudara (mastitis)
(Heidi Murkoff, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Adam J. S. MD, A. B. D., M.D. 2008 Current Management of Acute
and Future Directions. Epidemiol Rev . 2002; 24 : 102-8. Cutenous
Wounds. Available from
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra0707253 [Accessed 17
Juni 2016].
Adele. Buku Saku
Bobak,dkk.
Asuhan
Ibu
dan Anak.
2002.
EGC.
Jakarta