Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyebab paling umum timbulnya gejala duh tubuh vagina pada


vagina wanita usia produktif adalah vaginosis bakterial (BV) (Andrews,
2009).Berdasarkan suatu penelitian dengan metode studi cohort
didapatkan prevalensi vaginosis bakterial sebesar 16% dari 10.397 wanita
hamil yang mengunjungi 7 pusat kesehatan di Amerika .Selain itu, hasil
pemeriksaan antenatal pada ibu hamil di negara-negara maju dilaporkan
prevalensi vaginosis bacterial antara 5-21 %, sedangkan pada penelitian di
India ditemukan sebanyak 32,8% kasus vaginosis bakterial dengan 31,2%
diantaranya asimtomatis (Bustan, 2011). Berdasarkan laporan daribanyak
penelitian , sekitar 50% kasus vaginosis bakterial bersifat asimtomatik .
Sementara itu, di Indonesia prevalensi vaginosis bacterial mencapai 32%
(Kemenkes RI, 2013).

Selain itu, kaitannya dengan kesehatan organ reproduksi


vaginosis bacterial dapat menimbulkan berbagai komplikasi dan
meningkatkan risiko terhadap berbagai infeksi menular seksual lain seperti
gonore, klamidia, trikomoniasis,herpes genital, dan infeksi human
immunodeficiency virus(HIV). Faktor penyebab vaginosis bacterial belum
diketahui secara pasti. Hal ini dikarenakan vaginosis bacterial dapat timbul
dan sembuh secara spontan. Vaginosis bacterial tidak termasuk kedalam
kelompok penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) tetapi vaginosis
bacterial ini erat kaitannya dengan aktivitas seksual. Insidensi vaginosis
bacterial pada wanita dengan Pelvic Inflammatory Disease (PID) cukup
tinggi. Pasien vaginosis bacterial memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terjangkit penyakit yang termasuk ke dalam kelompok infeksi menular
seksual (Andrews, 2009).

i
Tingginya angka prevalensi vaginosis bakterial di kalangan
wanita Indonesia yaitu mencapai 32% menunjukan bahwa diperlukan
suatu pengobatan maupun strategi pencegahan yang tepat pada orang-
orang dengan risiko tinggi. Hal ini bertujuan untuk menurunkan
morbiditas terkait vaginosis bacterial dan risiko transmisi HIV
(Astriningrum et al, 2015).

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan mengenai vaginosis bakterial
a. Menjelaskan pengertian vaginosis bakterial
b. Menjelaskan epidemiologi vaginosis bakterial
c. Menjelaskan etiologi dan faktor risiko terjadinya vaginosis
bakterial
d. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi terjadinya
vaginosis bakterial
e. Menjelaskan manifestasi klinis dari vaginosis bacterial
2. Meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai vaginosis
bakterial

ii
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Vaginosis bakterialis atau disebut juga bakteriosis vagina atau


Gardnerella vaginitis merupakan suatu penyakit yang menyerang organ
vagina yang disebabkan oleh infeksi vagina karena terganggunya
keseimbangan flora normal di dalam vagina (Bustan, 2011). Vaginosis
bakterial berkaitan dengan keadaan yang ditandai dengan adanya
keputihan yang tidak normal pada wanita usia reproduksi. Vaginosis
bakterial merupakan sindrom polimikroba yang disebabkan karena flora
normal vagina yaitu bakteri Lactobacillus sp., yang merupakan bakteri
penghasil hidrogen peroksidase (H2O2) digantikan oleh bakteri anaerob
konsentrasi tinggi misalnya Bacteriodes sp., Mobiluncussp., Gardnerella
vaginalis dan Mycoplasma hominis. Vaginosis bakterial adalah faktor
penyebab utama timbulnya sekret vagina yang berbau tidak sedap pada
wanita usia reproduktif (Adi, 2014).

B. Epidemiologi

Prevalensi vaginosis bakterial cukup sulit ditentukan , hal ini


dikarenakan 25%-30 bersifat asimptomatik. Angka kejadian vaginosis
bacterial pada wanita yang aktif melakukan hubungan seksual relative
tinggi dan cukup sering yaitu dialami pada 15% wanita yang mendatangi
klinik ginekologi, 10-25% wanita hamil dan 33-37% wanita yang
mendatangi klinik IMS. Selain itu, dikarenakan kriteria penegakkan
diagnosis vaginosis bakterial beragam serta perbedaan dalam sampel
populasi klinik menyebabkan Prevalensi vaginosis bakterial juga sangat
bervariasi (Andrews, 2009).

iii
Berdasarkan laporan National Health and Nutrition Survey
(NHAES) dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di Amerika
Serikat dengan menggunakan kriteria Nuggent menunjukan bahwa
prevalensi vaginosis bakterial dari 12.000 pasien adalah sebesar 29, 2% .
Sementara itu, prevalensi vaginosis bakterial di Afro Amerika, Afro
Karibia dan Afrika 3,13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kulit putih.
Sedangkan, prevalensi vaginosis bacterial di New Delhi India adalah
sebesar 17% (Bustan, 2011).

Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh


Ocviyanti dan kawan – kawan (2010) menyatakan prevalensi vaginosis
bacterial di Indonesia adalah sebesar 30, 7%. Adapun berasarkan
penelitian yang dilakukan pada tahun 2000-2004 oleh Krisnandi dan
Wedagama , prevalensi vaginosis bakterial pada beberapa wilayah yaitu
di wilayah Bandung didapatkan prevalensi vaginosis bakterial sebesar
14,7%, di Denpasar sebesar 27,27%, di Medan sebesar 25,7 % apabila
menggunakan kriteria Amsel dan dengan menggunakan pewarnaan Gram
dengan skor Nugent dijumpai sebesar 28,7%.12 ( Kumalasari dan Iwan,
2013).

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Bacterial Vaginosis (BV) merupakan suatu keadaan abnormal pada
organ vagina. Etiologi dari BV belum ditemukan secara pasti, namun
menurut beberapa penelitian penyebab dari BV karena pergantian bakteri
Lactobacillus sp. dengan bakteri anaerob (Mobiluncus sp., Bacteroides)
dan bakteri fakultatif (Gardnerella vaginalis). BV ini ditandai dengan
penurunan konsentrasi hydrogen peroksida (H2O2) yang dikarenakan
adanya peningkatan bakteri fakultatif dan bakteri anaerob tersebut.
a. Gardnerella vaginalis
Gardnerella vaginalis adalah bakteri dengan morfologis batang
gram negatif, tidak berkapsul dan bersifat nonmotile. Selama 30 tahun
belakangan, berbagai sumber menyatakan Gardenerella vaginalis

iv
memiliki hubungan dengan Vaginosis Bacterial. Bakteri Gardnerella
vaginalis di dalam media kultur yang lebih sensitif dapat diisolasi pada
wanita tanpa tanda- tanda infeksi vagina. Pada wanita dengan Vaginosis
Bacterial Gardnerella vaginalis diisolasi sekitar lebih dari 90%.
Gardnerella vaginalis dipercaya dapat berinteraksi dengan bakteri
anaerob dan Mobilincus hominis menyebabkan Vaginosis Bacterial.
Gardner dan Duke berkesimpulan bahwa G.vaginalis bukan merupakan
penyebab satu – satunya VB karena juga mengisolasi organisme
lain(Filho, 2016)
b. Bakteri anaerob
Kokus anaerob dan kuman batang pertama kali diisolasi dari
vagina pada tahun 1897 dan dianggap berkaitan dengan sekret vagina oleh
Curtis. Cairan vagina dari 53 wanita dengan Vaginosis Bacterial
menggunakan kultur kuantitatif anaerob dan gas liquid chromatografi
untuk mendeteksi metabolisme asam organik rantai pendek dari flora
vagina dianalisis oleh Spegiel pada tahun 1980. Bacteroides sp (sekarang
disebut provotella dan prophyromonas) ditemukan sebesar 75% dan
peptococcus (sekarang peptostreptococcus) sebesar 36% dari wanita
dengan Vaginosis Bacterial. Penemuan spesies anaerob langsung
berkaitan dengan penurunan laktat, peningkatan suksinat dan asetat pada
cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa mikroorganisme anaerob
berkerjasama dengan Gardnerella vaginalis saat menyebabkan Vaginosis
Bakterial ( Neelam & Sohail, 2014).
Mobiluncus juga merupakan mikroorganisme anaerob yang
berperan dalam Vaginosis Bacterial. Mobiluncus selalu bersama dengan
mikroorganisme lain yang berhubungan dengan Vaginosis Bakterial.
Pendapat pertama bahwa M.hominis berperan pada Vaginosis Bacterial,
bersimbiosis dengan G.vaginalis maupun organisme patogen lainnya
disampaikan oleh Robinson dan McCormack (1980) Mycoplasma genital
Tylor. Hipotesis ini didukung oleh Pheifer dan kawan – kawan dengan
penemuan M. hominis pada 63 % wanita dengan Vaginosis Bacterial dan
10 % pada wanita normal ( Bailey et al, 2015).

v
Faktor risiko dari vaginosis bakterial dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Aktivitas seksual
Hubungan seksual dapat menyebabkan pergeseran bakteri dalam
vagina. Ketika terjadi paparan sperma ke dalam vagina dapat
meningkatkan kadar pH karena sperma memiliki pH basa (sekitar 7,2),
sehingga menyebabkan jumlah bakteri Lactobacillus dalam vagina
menurun, dan membuat perkembangbiakan bakteri BVAB (bacterial
vaginosis associated bacterium). Meskipun demikian, perlu diingat bahwa
bakterial vaginosis juga dapat terjadi tanpa adanya hubungan seksual,
sehingga teori bakterial vaginosis merupakan infeksi menular seksual
masih kontroversial ( Octaviany, 2014).
2. Manipulasi Vagina
Manipulasi vagina meliputi mencuci vagina dengan sabun,
pemakaian tampon, dan fitofarmaka. Manipulasi vagina dapat
meningkatkan pH vagina, sehingga bakteri anaerob mudah berkembang
biak yang menyebabkan terjadi pergeseran mikrobiota vagina dan
menyebabkan gejala bakterial vaginosis.
3. Faktor Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting dalam menentukan peta
mikrobiota dalam vagina. Daerah Afrika-Amerika memiliki lebih banyak
jumlah bakteri anaerob, seperti Anaerococcus, Peptoniphilus,
Coriobacteriaceae, Parvimonas, Megasphaera, Sneathia, dan Prevotella
sebagai flora residen vagina. Hal ini menjadikan populasi Afrika-Amerika
lebih rentan mengalami bakterial vaginosis. Berbeda dengan daerah Eropa
dan Hispanik yang lebih banyak ditemukkan Mycoplasma hominis dan
Corynebacterium.
4. Douching
Pemakaian douching vagina seperti produk untuk menjaga hiegene
wanita bisa menyebabkan VB. Studi kohort terbaru dari 182 wanita
menunjukkan terjadinya VB tidak hanya disebabkan oleh aktivitas seksual
, tetapi juga berhubungan dengan penggunaan douching vagina. Kebiasaan

vi
menggunakan douching dapat memberikan perubahan pada ekologi
vagina, penelitian yang dilakukan oleh Onderdonk dan kawan – kawan
menyatakan douches yang mengandung povidon iodine lebih mepunyai
efek penghambatan terhadap laktobasilus vagina dibandingkan yang
mengandung air garam atau asam asetat ( Octaviany, 2014).
5. Merokok
Merokok dikatakan menjadi salah satu penyebab munculnya VB
dan penyakit IMS lainny. Rokok mengandung berbagai zat kimia, nikotin,
kotinin, dan benzopirenediolepoxide, yang mana zat – zat kimia ini ada
pada cairan mukosa servik perokok dan secara langsung dapat merubah
mikroflora vagina atau merusak sel langerhan pada epitel serviks yang
menyebabkan terjadinya imunosupresi lokal. Penelitian Smart juga
menyatakan risiko terjadinya VB berbanding lurus dengan jumlah rokok
yang diisap perharinya.

6. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR Amsel dkk), dan


Holst dkk
Menurut beberapa penelitian VB lebih sering ditemukan pada
wanita yang menggunakan AKDR dibandingkan yang tidak
menggunakannya. Pada studi retrospektif yang dilakukan oleh Avonts dan
kawan –kawan melaporkan bahwa BV meningkat diantara pengguna
AKDR dibandingkan kontrasepsi oral hal ini mungkin disebabkan oleh
bagian ekor dari AKDR yang ada pada endoservik atau vagina
menyebabkan lingkungan untuk berkembangnya bakteri anaerob dan
G.vaginalis yang mungkin memegang peranan dalam terjadinya VB pada
wanita yang menggunakan AKDR ( Octaviany, 2014).

D. Patogenesis dan Patofisiologi


Proses terjadinya vaginosis bakterial belum diketahui secara jelas.
Tetapi berdasarkan beberapa studi, vaginosis bakterial disebabkan karena
adanya perganti antara Lactobacillus sebagai flora normal vagina dengan
flora campuran yang terdiri dari bakteri Gardnerella vaginalis, Prevotella,

vii
Bakteroides, Mobiluncus sp, dan dengan bakteri anaerob lain (Turovskiy
et al, 2014). Lactobacillus vaginalis dapat menghambat pertumbuhan
bakteri anaerob dan Gardnerella vaginalis yang merupakan bakteri Gram
negatif penghasil H2O2 yang bersifat toksik. Pada keadaan normal vagina
memiliki pH >4,5, sedangkan pada vaginosis bakterialis pH vagina
menurun menjadi <4,5 yang disebabkan karena produksi asam laktat
akibat dominasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob (Djuanda et al,
2011).

Gambar 1. Patogenesis Vaginosis Bakterial


Pada vaginosis bakterialis , terjadi simbiosis antara bakteri
Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob . Simbiosis ini menyebabkan
terjadinya peningkatan pH yang meningkatkan pertumbuhan dari bakteri
Gardnerella vaginalis. Hal ini dikarenakan perubahan asam amino yang
dihasilkan oleh bakteri Gardnerella vaginalis menjadi senyawa amin oleh
bakteri anaerob. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina yaitu
putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan
tiramin. Proses perubahan asam amino menjadi senyawa amin ini terjadi
melalui aktivitas derkarboksilase. Senyawa amin yang terbentuk pada pH
vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau amis
(fish odor) serta dapat mengiritasi kulit yang menimbulkan rasa gatal pada
vagina (Adam et al, 2014).

viii
Selain bakteri Gardnerella vaginalis , bakteri Mobilluncus sp.
juga merupakan bakteri penghasil senyawa amin yaitu trimethylamine.
Pada pasien penderita vaginosis bakterial terjadi peningkatan kadar
endotoksin, sialidase dan glikosidase sehingga mengakibatkan terjadinya
penurunan musin yang mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas
(Adam et al, 2014). Sementara itu, adanya respon hospes yang meningkat
menyebabkan terjadinya penurunan sekresi leucocyte protease inhibitor
serta peningkatan kadar kemokin dan sitokin pada mukus serviks pasien
penderita vaginosis bacterial. Perubahan sel epitel vagina yang
diakibatkan oleh vaginosis bakterial belum diketahui secara pasti. Namun ,
pada pasien vaginosis bakterial resiko infeksi saluran genital atas
meningkat karena terjadi peningkatan konsentrasi bakteri anaerob patogen
(Djuanda et al, 2011).

E. Manifestasi Klinis
Terdapat beberapa gejala yang timbul akibat penyakit Bacterial
Vaginosis yaitu terdapat sekret vagina yang tipis, berwarna putih, melekat
pada dinding vagina dan abnormal. Wanita dengan bakterial vaginosis
dapat tanpa gejala. Namun secara umum, manifestasi klinis dari vaginosis
bakterial antara lain bau vagina yang khas berupa bau amis. Bau amis ini
dikarenakan adanya senyawa amin yang diproduksi oleh bakteri anaerob.
Senyawa amin ini diantaranya trimethylamin, putresin dan cadaverin .
Pada pH vagina yang meningkat senyawa-senyawa amin tersebut mudah
menguap misalnya saat berhubungan seksual dan saat menstruasi. Selain
itu pada vaginosis bacterial, duh vagina berwarna putih, tampak homogen
dan encer ( Fathiah et al, 2018).

Selain itu, pada pemeriksaan pH cairan vagina dengan


menggunakan kertas indikator menunjukan adanya peningkatan pH
vagina menjadi >4. Spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan pH
diambil dari bahagian lateral atau posterior forniks vagina. Spesimen yang
telah diambil langsung diperiksa pada kertas pH. Manifestasi lain dari

ix
vaginosis bakterial adalah malodor pada vagina. Malodor ini dapat
diketahui dengan meneteskan KOH 10% pada cairan vagina.Hasil positif
adanya malodor ditandai dengan munculnya fishy odor ( Pudjiastuti et al ,
2014).

Sementara itu, manifestasi klinis vaginosis bakterial pada vagina


tampak adanya iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa
terbakar). Sebanyak 30% dari penderita vaginosis bakterial mengeluh gatal
dan rasa terbakar pada bagian vulva. Pada penderita dengan bakterial
vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan vulva ( Fathiah et al,
2018).

x
III. KESIMPULAN

Vaginosis bakterialis atau disebut juga bakteriosis vagina atau


Gardnerella vaginitis merupakan suatu penyakit yang menyerang organ
vagina yang disebabkan oleh infeksi vagina karena terganggunya
keseimbangan flora normal di dalam vagina. Pada vaginosis bakterial
terjadi pergantian flora normal vagina yaitu Lactobacillus sp. oleh bakteri
Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob lain. Munculnya penyakit
vaginosis bakterial ini didukung oleh faktor gaya hidup yang buruk
diantaranya merokok, aktivitas seksual yang tidak sehat serta faktor
genetik. Gejala yang ditimbul pada pasien vaginosis bakterial ini
diantaranya bau amis, gatal pada kulit vagina dan pH vagina yang
meningkat.

xi
DAFTAR PUSTAKA

Adi, P.R. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta : Interna.

Astriningrum, R.,dkk. 2015. “Prevalensi dan Faktor Risiko Vaginosis Bakterial


Sesuai Kriteria Amsel Pada Wanita Penjaja Seks di Tangerang”.
MDVI. Vol. 42 (2) : 54-60.

Andrews, Gilly. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita, Edisi 2. Jakarta :
EGC.

Asmadi.2013. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Bailey, J. V., Farquhar, C. and Owen, C. 2015. “ Bacterial Vaginosis in Lesbians


and Bisexual.

Bustan, M.N. 2011. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
Cristanto, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media
Aeskulapius.

Fathiah, A.w., Nour, A.A.S., Hari,S. 2018. “ Analisis Faktor Determinan


Vaginosis Bakterial Secara Features. Journal Revista Juiz de Fora.
Vol.36(3):223-230.

Filho, D.S.C. 2016. “Bacterial Vaginosis: Clinical, Epidemiologic and


Microbiological

Kumalasari,I ., dan Iwan Andhyantoro .2013. Kesehatan Reproduksi. Jakarta :


Salemba Medika.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta:

xii
Badan Litbang Kemenkes RI.

Neelam, S., Sohail I. 2014. “Rapid Clinical Diagnostic Test for Bacterial

Octaviany, D. 2014. “Risk Factors for Bacterial Vaginosis among Indonesia


Women”.Med J Indones. Vol. 2(3) :130-135.

Pudjiastuti, T.A., Murtiastutik, D.2014. “Studi retrospektif Vaginosis Bakterial”.


BIKKK. Vol.26(2):127- 133

Retrospektif di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang”. e-Jurnal Ilmiah Biosaintropis


Vol. 4(1) : 45-52.

Vaginosis and its Predictivr Value”. International Journal of Pathology. Vol. 8(2)
: 50-52

xiii

Anda mungkin juga menyukai