Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
i
Tingginya angka prevalensi vaginosis bakterial di kalangan
wanita Indonesia yaitu mencapai 32% menunjukan bahwa diperlukan
suatu pengobatan maupun strategi pencegahan yang tepat pada orang-
orang dengan risiko tinggi. Hal ini bertujuan untuk menurunkan
morbiditas terkait vaginosis bacterial dan risiko transmisi HIV
(Astriningrum et al, 2015).
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan mengenai vaginosis bakterial
a. Menjelaskan pengertian vaginosis bakterial
b. Menjelaskan epidemiologi vaginosis bakterial
c. Menjelaskan etiologi dan faktor risiko terjadinya vaginosis
bakterial
d. Menjelaskan patogenesis dan patofisiologi terjadinya
vaginosis bakterial
e. Menjelaskan manifestasi klinis dari vaginosis bacterial
2. Meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai vaginosis
bakterial
ii
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
iii
Berdasarkan laporan National Health and Nutrition Survey
(NHAES) dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di Amerika
Serikat dengan menggunakan kriteria Nuggent menunjukan bahwa
prevalensi vaginosis bakterial dari 12.000 pasien adalah sebesar 29, 2% .
Sementara itu, prevalensi vaginosis bakterial di Afro Amerika, Afro
Karibia dan Afrika 3,13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kulit putih.
Sedangkan, prevalensi vaginosis bacterial di New Delhi India adalah
sebesar 17% (Bustan, 2011).
iv
memiliki hubungan dengan Vaginosis Bacterial. Bakteri Gardnerella
vaginalis di dalam media kultur yang lebih sensitif dapat diisolasi pada
wanita tanpa tanda- tanda infeksi vagina. Pada wanita dengan Vaginosis
Bacterial Gardnerella vaginalis diisolasi sekitar lebih dari 90%.
Gardnerella vaginalis dipercaya dapat berinteraksi dengan bakteri
anaerob dan Mobilincus hominis menyebabkan Vaginosis Bacterial.
Gardner dan Duke berkesimpulan bahwa G.vaginalis bukan merupakan
penyebab satu – satunya VB karena juga mengisolasi organisme
lain(Filho, 2016)
b. Bakteri anaerob
Kokus anaerob dan kuman batang pertama kali diisolasi dari
vagina pada tahun 1897 dan dianggap berkaitan dengan sekret vagina oleh
Curtis. Cairan vagina dari 53 wanita dengan Vaginosis Bacterial
menggunakan kultur kuantitatif anaerob dan gas liquid chromatografi
untuk mendeteksi metabolisme asam organik rantai pendek dari flora
vagina dianalisis oleh Spegiel pada tahun 1980. Bacteroides sp (sekarang
disebut provotella dan prophyromonas) ditemukan sebesar 75% dan
peptococcus (sekarang peptostreptococcus) sebesar 36% dari wanita
dengan Vaginosis Bacterial. Penemuan spesies anaerob langsung
berkaitan dengan penurunan laktat, peningkatan suksinat dan asetat pada
cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa mikroorganisme anaerob
berkerjasama dengan Gardnerella vaginalis saat menyebabkan Vaginosis
Bakterial ( Neelam & Sohail, 2014).
Mobiluncus juga merupakan mikroorganisme anaerob yang
berperan dalam Vaginosis Bacterial. Mobiluncus selalu bersama dengan
mikroorganisme lain yang berhubungan dengan Vaginosis Bakterial.
Pendapat pertama bahwa M.hominis berperan pada Vaginosis Bacterial,
bersimbiosis dengan G.vaginalis maupun organisme patogen lainnya
disampaikan oleh Robinson dan McCormack (1980) Mycoplasma genital
Tylor. Hipotesis ini didukung oleh Pheifer dan kawan – kawan dengan
penemuan M. hominis pada 63 % wanita dengan Vaginosis Bacterial dan
10 % pada wanita normal ( Bailey et al, 2015).
v
Faktor risiko dari vaginosis bakterial dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Aktivitas seksual
Hubungan seksual dapat menyebabkan pergeseran bakteri dalam
vagina. Ketika terjadi paparan sperma ke dalam vagina dapat
meningkatkan kadar pH karena sperma memiliki pH basa (sekitar 7,2),
sehingga menyebabkan jumlah bakteri Lactobacillus dalam vagina
menurun, dan membuat perkembangbiakan bakteri BVAB (bacterial
vaginosis associated bacterium). Meskipun demikian, perlu diingat bahwa
bakterial vaginosis juga dapat terjadi tanpa adanya hubungan seksual,
sehingga teori bakterial vaginosis merupakan infeksi menular seksual
masih kontroversial ( Octaviany, 2014).
2. Manipulasi Vagina
Manipulasi vagina meliputi mencuci vagina dengan sabun,
pemakaian tampon, dan fitofarmaka. Manipulasi vagina dapat
meningkatkan pH vagina, sehingga bakteri anaerob mudah berkembang
biak yang menyebabkan terjadi pergeseran mikrobiota vagina dan
menyebabkan gejala bakterial vaginosis.
3. Faktor Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting dalam menentukan peta
mikrobiota dalam vagina. Daerah Afrika-Amerika memiliki lebih banyak
jumlah bakteri anaerob, seperti Anaerococcus, Peptoniphilus,
Coriobacteriaceae, Parvimonas, Megasphaera, Sneathia, dan Prevotella
sebagai flora residen vagina. Hal ini menjadikan populasi Afrika-Amerika
lebih rentan mengalami bakterial vaginosis. Berbeda dengan daerah Eropa
dan Hispanik yang lebih banyak ditemukkan Mycoplasma hominis dan
Corynebacterium.
4. Douching
Pemakaian douching vagina seperti produk untuk menjaga hiegene
wanita bisa menyebabkan VB. Studi kohort terbaru dari 182 wanita
menunjukkan terjadinya VB tidak hanya disebabkan oleh aktivitas seksual
, tetapi juga berhubungan dengan penggunaan douching vagina. Kebiasaan
vi
menggunakan douching dapat memberikan perubahan pada ekologi
vagina, penelitian yang dilakukan oleh Onderdonk dan kawan – kawan
menyatakan douches yang mengandung povidon iodine lebih mepunyai
efek penghambatan terhadap laktobasilus vagina dibandingkan yang
mengandung air garam atau asam asetat ( Octaviany, 2014).
5. Merokok
Merokok dikatakan menjadi salah satu penyebab munculnya VB
dan penyakit IMS lainny. Rokok mengandung berbagai zat kimia, nikotin,
kotinin, dan benzopirenediolepoxide, yang mana zat – zat kimia ini ada
pada cairan mukosa servik perokok dan secara langsung dapat merubah
mikroflora vagina atau merusak sel langerhan pada epitel serviks yang
menyebabkan terjadinya imunosupresi lokal. Penelitian Smart juga
menyatakan risiko terjadinya VB berbanding lurus dengan jumlah rokok
yang diisap perharinya.
vii
Bakteroides, Mobiluncus sp, dan dengan bakteri anaerob lain (Turovskiy
et al, 2014). Lactobacillus vaginalis dapat menghambat pertumbuhan
bakteri anaerob dan Gardnerella vaginalis yang merupakan bakteri Gram
negatif penghasil H2O2 yang bersifat toksik. Pada keadaan normal vagina
memiliki pH >4,5, sedangkan pada vaginosis bakterialis pH vagina
menurun menjadi <4,5 yang disebabkan karena produksi asam laktat
akibat dominasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob (Djuanda et al,
2011).
viii
Selain bakteri Gardnerella vaginalis , bakteri Mobilluncus sp.
juga merupakan bakteri penghasil senyawa amin yaitu trimethylamine.
Pada pasien penderita vaginosis bakterial terjadi peningkatan kadar
endotoksin, sialidase dan glikosidase sehingga mengakibatkan terjadinya
penurunan musin yang mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas
(Adam et al, 2014). Sementara itu, adanya respon hospes yang meningkat
menyebabkan terjadinya penurunan sekresi leucocyte protease inhibitor
serta peningkatan kadar kemokin dan sitokin pada mukus serviks pasien
penderita vaginosis bacterial. Perubahan sel epitel vagina yang
diakibatkan oleh vaginosis bakterial belum diketahui secara pasti. Namun ,
pada pasien vaginosis bakterial resiko infeksi saluran genital atas
meningkat karena terjadi peningkatan konsentrasi bakteri anaerob patogen
(Djuanda et al, 2011).
E. Manifestasi Klinis
Terdapat beberapa gejala yang timbul akibat penyakit Bacterial
Vaginosis yaitu terdapat sekret vagina yang tipis, berwarna putih, melekat
pada dinding vagina dan abnormal. Wanita dengan bakterial vaginosis
dapat tanpa gejala. Namun secara umum, manifestasi klinis dari vaginosis
bakterial antara lain bau vagina yang khas berupa bau amis. Bau amis ini
dikarenakan adanya senyawa amin yang diproduksi oleh bakteri anaerob.
Senyawa amin ini diantaranya trimethylamin, putresin dan cadaverin .
Pada pH vagina yang meningkat senyawa-senyawa amin tersebut mudah
menguap misalnya saat berhubungan seksual dan saat menstruasi. Selain
itu pada vaginosis bacterial, duh vagina berwarna putih, tampak homogen
dan encer ( Fathiah et al, 2018).
ix
vaginosis bakterial adalah malodor pada vagina. Malodor ini dapat
diketahui dengan meneteskan KOH 10% pada cairan vagina.Hasil positif
adanya malodor ditandai dengan munculnya fishy odor ( Pudjiastuti et al ,
2014).
x
III. KESIMPULAN
xi
DAFTAR PUSTAKA
Adi, P.R. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta : Interna.
Andrews, Gilly. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita, Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Bustan, M.N. 2011. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
Cristanto, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media
Aeskulapius.
xii
Badan Litbang Kemenkes RI.
Neelam, S., Sohail I. 2014. “Rapid Clinical Diagnostic Test for Bacterial
Vaginosis and its Predictivr Value”. International Journal of Pathology. Vol. 8(2)
: 50-52
xiii