Anda di halaman 1dari 11

REFRAT

MEKANISME SEL MAST DALAM RHINITIS ALERGI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian dalam Pendidikan Profesi Dokter


Stase Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :

dr. Iwan Setawan,Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rinitis Alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik
tersebut. Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global yang dapat terjadi di semua
negara, semua golongan dan etnik, semua usia penderita dengan puncak pada usia produktif.
Prevalensi Rinitis alergi pada dekade terakhir ini cenderung meningkat mencapai 10-25 %
populasi penduduk dunia dan lebih dari 500 juta orang menderita penyakit ini yang
merupakan salah satu penyebab terbanyak seseorang mengunjungi dokter umum maupun
dokter spesialis telinga hidung tenggorok-bedah kepala leher.1,2,4
Rinitis alergi muncul ketika membran mukosa terpapar oleh alergen sehingga
memberikan respon yang diperantarai oleh immunoglobulin E (IgE), respon ini memacu
pelepasan mediator inflamasi. Rinitis alergi ditandai dengan gejala karakteristik seperti
bersin-bersin, hidung tersumbat, rinore, rasa gatal, mata merah dan berair. Rinitis alergi ini
banyak dikaitkan dengan riwayat atopi pada keluarga, antara lain asma, urtikaria,
konjungtivitis alergi, eksema, dan penyakit atopi lainnya.1,2,3,4
Pendekatan terapi telah banyak dilakukan, salah satu diantaranya adalah imunoterapi.
Imunoterapi atau desensitisasi atau allergy injection therapy adalah suatu terapi yang
memerlukan proses panjang dari suatu suntikan yang berulang dari ekstrak alergen yang
disuntikkan pada pasien dengan penyakit alergi, yang jelas faktor alergen pencetusnya,
dengan tujuan untuk mengurangi gejala penyakitnya. Imunoterapi merubah perjalanan
penyakit, dan mencegah terjadinya asma pada anak dengan rinitis alergika. Efek imunoterapi
memerlukan waktu lama, tetapi begitu tercapai, memberikan perbaikan klinis yang
berlangsung lama.Imunoterapi untuk penyakit alergi disebut juga sebagai imunoterapi
spesifik karena metode ini memberikan ekstrak alergen yang sensitif pada penderita untuk
merubah atau mengurangi gejala alergi.6,7
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme aktivasi sel mast oleh alergen?
2. Bagaimana mekanisme jalur sekresi sekret granul oleh sel mast?
3. Bagaimana karakteristik sekret granul yang dikeluarkan oleh sel
mastsaatterpaparalergen?

C. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini untuk mengetahui bagaimana mekanisme sel mast teraktivas
oleh alergen, bagaimana mekanisme jalur sekresi sekret granul oleh sel mast, serta
bagaimana mekanisme sekret granul yang dikeluarkan oleh sel mast pada gejala rhinitis
alergi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Mekanisme aktivasi sel mast oleh alergen


Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi
Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan
dapat berlangsung sampai 24-48 jam.1,19
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/ APC) akan menangkap alergen yang
menempel dipermukaan mukosa hidung. Setelah diproses antigen akan membentuk fragmen
pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide
MHC kelas II (Mayor Histocompatibility Complex), yang kemudian dipresentasikan pada sel
T helper (Th 0), kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang
akan mengaktifkan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan
menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, dan IL 13. IL4 dan IL 13 dapat diikat
oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi Immunoglobulin E (IgE). IgE disirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan di
ikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua
sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut Sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama,
maka ke-2 rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya
dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Preformed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan
Newly Formed Mediators antara lain Prostaglandin D2 (PG D2), Leukotrien D4 (LT D4),
Leukotrien C4 (LT C4), Bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai Sitokin
(IL3, IL4, IL5, IL6), GM-CSF (Granulocyte macrophage Colony Stimulating Factor) dan
lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).1,4,19
Histamin akan merangsang reseptor H-1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal di hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid.
Selain histamin merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada
mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Intercellular Adhesion Molecule 1(ICAM 1).1,19
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan
akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respon ini akan berhenti sampai
disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan.
Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil,
limfosit, netrofil, basofil, dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti
IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GM CSF) dan
ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hipereaktif atau hiperresponsif hidung
adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti
Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Mayor Basic
Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini , selain faktor spesifik
(alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau
yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.1,2,3,4,5

Inflamasi mempunyai peran utama dalam patofisiologi rinitis alergi dan asma. Inflamasi saluran
napas melibatkan interaksi beberapa tipe sel dan mediator yang akan menyebabkan gejala rinitis.
Inhalasi antigen mengaktifkan selmast dan sel Th2 disaluran napas. Keadaan tersebut akan
merangsang produksi mediator inflamasi seperti histamin dan leukotrien dan sitokin seperti IL-
4dan IL-5. Sitokin IL-5 akan menuju ke sumsum tulang menyebabkan deferensiasi eosinofil.
Eosinofil sirkulasi masuk kedaerah inflamasi alergi dan mulai mengalami migrasi keparu dengan
rolling (menggulir diendotel pembuluh darah daerah inflamasi), mengalami aktivasi, adhesi,
ekstravasasi dan kemotaksis. Eosinofil berinteraksi dengan selektin kemudian menempel
diendotel melalui perlekatannya dengan integrindi super famili immunoglobulin protein adhesi
yaituvascular-celladhesionmolecule (VCAM)-1 dan intercellular adhesion molecule (ICAM)-1.

Gambar3.Mekanismemasuknyaleukositkedaerahinflamasi

Eosinofil, sel mast, basofil, limfosit T dan sel Langerhan masuk ke salurannapas
melalui pengaruh beberapa kemokindansitokin seperti RANTES, eotaksin,
monocytechemotactic protein (MCP)-1dan macrofag inflamatory protein (MIP)-1ά yang
dilepas oleh sel epitel. Eosinofil teraktivasi melepaskan mediator inflamasi sepertileukotrien
dan protein granul untuk menciderai saluran napas. Survival eosinofil diperlama oleh IL-4 dan
GM-CSF, mengakibatkaninflamasisalurannafas.
Akumulasiselmastpadasalurannapasmerupakanpatofisiologipentingpadarinitisalergi.Efe
k biokimia spesifik akibat degranulasi sel mast hampir sama pada saluran napas atas maupun
bawah. Sedangkan efek fisiologis memiliki perbedaan. Edema mukosa yangdimediasi oleh sel
mast terjadi baik disaluran napas atas maupun bawah, akan menyebabkan obstruksi.

Imunoglobulin E menempel pada sel mast jaringan dan basofil sirkulasi melalui
reseptor dengan afinitas tinggi yang diekspresikan oleh permukaan sel. Alergen menempel
pada IgE spesifik dan merangsang aktivasi sel dengan melepas beberapa mediator seperti
histamin, leukotrien, prostaglandin dan kinins. Hal tersebut menyebabkan terjadi gejala rinitis
dan asma melalui pengaruhlangsungterhadapreseptorsyarafdanpembuluhdarahpadasaluran

napasdanjugapada reseptorototpolos.12

Histamin dan leukotrien dilepas dari basofil maupun sel mast dan akan menyebab kan
timbulnya gejala secara cepat dalam beberapa menit. Gejala pada saluran napas atas meliputi
rasa gatal pada hidung, bersin dan rinorea.

Eosinofil menghasilkan mediatorlipid, protein granul kristaloid, sitokin dan kemokin.


Mediatorlipid, protein granul kristaloid, sitokin dan kemokin mempunyai peran dalam
patogenesis asma fase lambat.

B. Mekanisme jalurSekresi Secret GranulSel Mast


Sel mast secara morfologis dicirikan oleh banyak elktron sitoplasma padat yang
mengandung amina biogenik [histamin, serotonin], beberapa serin dan protease lainnya
{tryptase-α,-βI, -βII, -βIII, -γ [protease, serine S1(PRSS)], -δ, chymase-1, cathepsin G,
granzymeB, dan karboksipeptidase A3}; enzim lisosomal [β-glukuronidase, β-
heksosaminidase, arilulfatase]; beberapa sitokin [TNF, bFGF, IL-4, dan SCF]; dan
proteoglikan [heparin, kondroitin sulfat] (Tabel1). Sel mast dapat menyimpan konsentrasi
tinggi dari mediator ini di dalam granul dengan menjepitnya dalam matriks gel anionik
yang tersusun
kondroitin sulfat dan heparin.
Pelepasan mediator yang telah disimpan sebelumnya melalui degranulasi sel
mengakibatkan pelepasan sebagian besar histamin dalam waktu 15-90 detik. Pelepasan
mediator ini memungkinkan tidak hanya reaksi anafilaksis dan respons alergi yang cepat
tapi juga memulai pembentukan leukosit ke tempatpenyerangan patogen, aktivasi proses
kekebalan bawaan, dan inflamasi.
1. Mekanisme Sorting Dan Penyimpanan Pra-Formed Mediator Di Granul Sel Mast

Kelebihan granul sel mast yang paling adalah kemampuan untuk menyimpan konsentrasi
mediator yang besar di tempat yang kecil periode yang panjang. Secara teori, mengumpulkan
konsentrasi tinggi seperti mediator bermuatan tinggi di ruang membrane tertutup
akanmembutuhkan sejumlah besar pekerjaan osmotik dan menciptakan kerugian termodinamik.
Namun, sel maskmenjebak para mediator di matriks gel anionik yang terdiri dari heparin dan
chondroitin sulfat, yang memberikan keuntungan termodinamika yang besar.

2.Proteoglikan
Terdiri dari protein inti dan rantai glikosaminogylkan yang melekat secara kovalen ke inti
ikatan glikosidik di sel mast, serglisin merupakan protein inti yang dominan,
dan heparin dan kondroitin sulfat dominan glikosaminoglycans yang bisa digunakan untuk
membedakan beberapa subpopulasi sel mast.

3. Protease Sel Mast


Protein sel mast disintesis, dimodifikasi dalamkompleks golgi, dan disortir menjadi progranula
dari trans golgi. Retensi protease sel mast dalam granul tergantung pada
proteoglikan serglisin di sel mast murine, proteoglikan serglisin terlibat dalam retensi protease
tertentu dalam granul sel mast.

4. Amina Biogenik
Histamin dan serotonin adalah amina biogenik yang tersimpan dalam granul sel mast. Ada bukti
bahwa pengangkutan amina biogenik dari sitosol ke dalam granul sel mast terjadi pada
monoamina vesikulartransporter 2 (VMAT2)-dependen. Bahkan, retensi amina biogenik dan
pelepasan dari granul adalah serglycinproteoglikan.
5. Enzim Lisosomal
Banyak enzim lisosomal ditemukan dalam granul sel mast namun mekanisme detail pemilahan,
trafik, penyimpanan, dan sekresi kurang dipahami. Hal ini didassari bahwa enzim lisosom
diangkut ke graul sel mast tipe II saat granul dan endosome berfusi.

6.Sitokin
Di antara sejumlah besar sitokin dan kemokin dilepaskan setelah aktivasi sel mast, TNF, bFGF,
IL-4, dan SCF diketahui sudah tersimpan sebelumnya dalam granul sel mast, dan bisa
dilepaskan oleh exocytosis yang diatur serta disintesis diikuti aktivasi sel mast
dan dilepaskan melalui exocytosis konstitutif.

7. Mekanisme Pri-Formed Mediators Dari Granul Sel Mast


Dua jenis degranulasi telah dijelaskan untuk Sel Mast: sedikit demi sedikit degranulasi
(PMD) dan degranulasi anafilaksis (AND). Baik PMD dan AND terjadi secara in vivo, ex vivo,
danin vitro di sel mast pada manusia, tikus dan mencit. PMD
adalah pelepasan selektif dari bagian isi granul, tanpa granul-ke-granul dan/atau granul-ke-
plasma membran fusi. PMD di MC telah diidentifikasi dalam berbagai pengaturan, mulai
dari stres psikososial kronis sampai estradiol, CCL2 dan rangsangan TLR, dan interaksi sel T
regulator dengan CD4+ / CD25 +. Fungsi dari protein SNARE diatur oleh beberapa protein
aksesori, namunpengetahuan kita tidak lengkap dan setidaknya sebagian informasinya
kontroversial. Munc 13-4 terbukti menjadi target dari Rab27a dan Munc 13-4-transduced RBL-
2H3 melepaskan lebih banyak histamin dibandingkan dengan sel tiruan transduksi setelah IgE /
Ag stimulasi. Sel mast pada hewan pengerat, mamalia tidak terkoordinasi-18
(Munc-18)-2, terletak di membran granul, berinteraksi dengan STX-3 dan berperan dalam
granul-granul serta granul-ke-plasma fusi membran (94, 95) sedangkan, Munc-18-3, berada
Pada membran plasma, juga berinteraksi dengan STX-4
Protein membran terkait Vesikel. Sebuah studi menggunakan BMMC dari tikus uji
VAMP-8 menunjukkan penurunan serotonin, cathepsin D, dan pelepasan β-heksosaminidase,
namun histamin normal dan TNF lepaskan setelah stimulasi IgE-mediated atau PMA /
ionomycin. Sebaliknya, transfeksi VAMP-8 pada RBL-2H-3 tidakmempengaruhi kalsium
ionophore/12-O-tetradecanoyl-13-asetat- atau pelepasan neuropeptida berlabel IgE yang
diturunkan dari IgE, yang disimpan dalam butiran yang sama seperti serotonin dan β-
heksosaminidase

3. Karakteristik sekret granul yang dikeluarkan oleh sel mast saat terpapar alergen
Synaptotagmin (Syt) II menekan Ca2-- memicu sekresi β-heksosaminidase dan MHC
kelas II, namun meningkatkan pelepasan cathepsin D pada RBL-2H3 dan mouse BMM. Pada
RBL-2H3, Syt IX dapat mengatur protein ekspor dari kompartemen daur ulang endositik ke
plasma membran dan berperan dalam menyortir protein butiran sekretori. Masih banyak yang
harus dipelajari tentang protein dan fungsi sel mast ini. Selain peran mereka dalam
granulogenesis. Di atas, kumpulan Rab GTPase juga terlibat dalam degranulasi sel mast.

Eksosom adalah vesikel terikat membran 30-100 nm dari permukaan badan internal
multivesicular. Eksokom penting dalam komunikasi sel-sel dan keluasan fisiologis dan
patofisiologis terutama antigen presentasi dan pertahanan host.

Sitokin/Sekresi Chemokin Dari Lysosomes Secretory Lain


Selain mengatur sekresi repertoar terbatas sitokin dari toko dalam butiran (atas) melalui
jalur PMD atau AND, MC mensekresikan keragaman sitokin dan kemokin
oleh jalur lain, termasuk: exocytosis konstitutif, lebih dikenal di makrofag [mis., Ref. (3, 9), dll],
dan sekresi exosomal.

Lipid Mediator Release Sel Mast


Sel mast yang diaktivasi melepaskan banyak asam arakidonat metabolit, terutama
leukotrien (LT) C4, prostaglandin (PG) D2, dan faktor pengaktifan platelet (PAF) (126-128).
Mediator lipid ini memiliki sifat bronkokonstriksi dan vasoaktif, tapi juga
berpartisipasi dalam pertahanan inang, peradangan, dan penyakit alergi
melalui beragam aktivitas seperti trafik sel target, antigen, aktivasi sel kekebalan tubuh, dan
fibrosis.

Anda mungkin juga menyukai