Oleh
Siti Farahhiyah Dwi
Mubarani,S.Ked
04054821719161
Pembimbing
Dr.dr. Zulkhair Ali, Sp.PD-KGH
Judul
Pielonefritis Tanpa Komplikasi
Oleh:
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 4 Juni s/d
13 Agustus 2018
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1. Anatomi Ginjal.........................................................................................3
2.2. Definisi......................................................................................................5
2.3. Epidemiologi.............................................................................................5
2.4. Klasifikasi.................................................................................................6
2.4. Etiologi......................................................................................................7
2.5. Patogenesis................................................................................................9
2.6. Diagnosis.................................................................................................12
2.7. Penatalaksanaan....................................................................................16
2.8. Prognosis.................................................................................................19
BAB III KESIMPULAN......................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
iii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 4. Mikroskopik pada pielonefritis krnonik.............................................15
Gambar 5. Intravena Pielografi.............................................................................18
Gambar 6. CT Scan...............................................................................................18
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
rata-rata kasus pielonefritis setiap tahunnya adalah 15-17 kasus dari 10.000 wanita
dan 3-4 kasus dari 10.000 pria.4
Etiologi sebagian besar kasus pielonefritis tanpa komplikasi tanpa tanda-
tanda klinis batu atau kelainan urologik sering disebabkan oleh bakteri E. coli.2
Selain itu, beberapa faktor risiko juga dapat meningkatkan insiden terjadinya
pielonefritis seperti uretra pada wanita yang lebih pendek daripada pria, batu pada
ginjal atau kandung kemih, massa intraabdomen atau pelvis, dan bisa juga karena
pembesaran prostat jinak pada pria.5
Referat ini membahas pielonefritis dalam hal anatomi, definisi,
epidemologi, etiologi, faktor pejamu, patogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan
penunjang, tatalaksana, prognosis, komplikasi dan pencegahan sehingga penyakit
pielonefritis akut tanpa komplikasi dapat didiagnosis secara tepat dan
ditatalaksana dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin
(air kemih) (Speakman, 2008). Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua
ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal
ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria tempat urin
dikumpulkan, dan d) satu uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi,
2010)
1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak di ruang retroperitoneal antara vetebra torakal 12
atau lumbal 1 dan lumbal 4. Panjang dan beratnya bervariasi ± 6 cm dan
24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150
gram pada orang dewasa. Pada bayi baru lahir ginjal sering dapat diraba.
Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian
akan menghilang dengan bertambahnya umur. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus berbentuk piramid. Ginjal
memiliki lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung glomerulus,
tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus kolegens,
serta lapisan dalam yaitu medula, yang mengandung bagian tubulus yang
lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal.3 Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra
yang besar.
2. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-
zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
3. Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan
lemak perirenal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa),
meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal.
4. Stuktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat
gelap, medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih
terang dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut yang
disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang
3
terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis (Panahi,
2010).
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai
pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi
ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-
masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal.
Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus
distal dan tubulus urinarius (Panahi, 2010)
Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut papil ginjal
yang merupakan ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara
pada duktus pipalaris Bellini yang ujungnya bermuara di papil ginjal dan
mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Bellini pada ujung papil
memiliki 18-24 lubang muara duktus maka daerah tersebut terlihat
sebagai tapisan beras dan disebut area kribrosa.7
Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya
cabang-cabang arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks
minor membentuk kaliks mayor yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal
dan kemudian bermuara ke dalam ureter. Terdiri dari 2 saluran pipa
masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya
±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada
rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong
urin masuk ke dalam kandung kemih Ureter kanan dan kiri bermuara di
vesika urinaria. Urin dikeluarkan dari vesika urinaria melalui uretra.
Gambar 1. Anatomi
ginjal9
Tiap
tubulus
ginjal dan
glomerul
usnya
4
membentuk satu kesatuan (nefron). Nefron adalah unit fungsional ginjal.
Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri
dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus
proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul.9
2.2. DEFINISI
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal dimana
terjadi reaksi inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis adalah infeksi parenkim ginjal dan biasanya
merupakan lanjutan dari sistitis akut (penyebaran asenden).7 Pielonefritis
akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan
pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut
yang disebut dengan pielonefritis kronis. Pielonefritis merupakan suatu
infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran
ureterik. 5
2.3. EPIDEMIOLOGI
5
Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua
usia mulai dari bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi
ISK lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena
uretra wanita lebih pendek dibandingkan laki-laki (Purnomo, 2014). Menurut
data penelitian epidemiologi klinik melaporkan 25%-35% semua perempuan
dewasa pernah mengalami ISK. National Kidney and Urology Disease
Information Clearinghouse (NKUDIC) juga mengungkapkan bahwa pria
jarang terkena ISK, namun apabila terkena dapat menjadi masalah serius
(NKUDIC, 2012). Infeksi saluran kemih (ISK) diperkirakan mencapai lebih
dari 7 juta kunjungan per tahun, dengan biaya lebih dari $ 1 miliar. Sekitar
40% wanita akan mengalami ISK setidaknya sekali selama hidupnya, dan
sejumlah besar perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang
(Gradwohl, 2011).
Prevalensi pada lanjut usia berkisar antara 15 sampai 60%, rasio
antara wanita dan laki-laki adalah 3 banding 1. Prevalensi muda sampai
dewasa muda wanita kurang dari 5% dan laki-laki kurang dari 0,1%. ISK
adalah sumber penyakit utama dengan perkiraan 150 juta pasien pertahun
diseluruh dunia dan memerlukan biaya ekonomi dunia lebih dari 6 milyar
dollar (Karjono, 2009).
2.4. KLASIFIKASI15
1. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut diakibatkan infeksi pada ginjal oleh organisme
piogenik. Penderita mengeluh lemah, demam, nyeri panggul, nyeri
tekan pada sudut costovertebral (CVA), lekositosis, dan adanya sel
darah putih atau nanah di dalam urine (piuria).
3 komplikasi penting dapat ditemukan pada Pielonefritis akut:
Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan
darah pada daerah medula akan terganggu dan akan diikuti
nekrosis papila ginjal, terutama pada penderita diabetes melitus
atau pada tempat terjadinya obtruksi.
Pionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter
yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terbendung dalam
pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal
mengalami peregangan akibat adanya pus.
Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal
dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
6
2. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis terjadi dalam hubungannya dengan aliran
balik vesiko-uretik, yang didapat pada awal hidup akibat lesi kogenital
atau oleh obstruksi yang terjadi pada waktu dewasa. Akibat dari aliran
balik (refluks) ini memungkinkan organisme mencapai ginjal dari
vesika urinaria.
Pasien dengan Pielonefritis kronis biasanya tanpa gejala infeksi,
kecuali terjadi eksaserbasi. Tanda-tanda utama mencakup keletihan,
sakit kepala, nafsu makan rendah, poliuria, haus yang berlebihan, dan
kehilangan berat badan. Infeksi yang menetap atau kambuh dapat
menyebabkan jaringan parut progresif di ginjal disertai gagal ginjal
pada akhirnya.
2.5. ETIOLOGI
Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh
bakteri,virus dan jamur tetapi bakteri yang sering menjadi
penyebabnya. Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri gram-negatif
termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus dan akan naik ke
sistem saluran kemih antara lain adalah Escherichia coli, Proteus sp,
Klebsiella, Enterobacter (Purnomo, 2014). Pasca operasi juga sering
terjadi infeksi oleh Pseudomonas, sedangkan Chlamydia dan
Mycoplasma bisa terjadi tetapi jarang dijumpai pada pasien ISK.
Selain mikroorganisme, ada faktor lain yang dapat memicu ISK yaitu
faktor predisposisi (Fauci dkk., 2008)
Faktor anatomi:
Ureterokel
7
Meningkatnya perlekatan ke sel uroepitel
Pada orang normal, perlekatan dan proliferasi bakteri pada mukosa kandung
kemih dapat dicegah oleh adanya aliran urin yang deras dan adanya mekanisme
pertahanan lokal mukosa kandung kemih.
Tamn-Horsfall protein
Urinary oligosaccharides
Urinary immunoglobulins
Mekanisme pertahanan lokal ini dapat terganggu bila ada kelainan anatomi
kongenital atau yang didapat, dan dapat meninggikan risiko terjadinya ISK.
Secara keseluruhan kelainan radiologik yang dapat ditemukan pada ISK hanya
berkisar 40-50%. Refluks vesiko ureter merupakan kelainan saluran kemih yang
paling sering ditemukan pada ISK, itupun hanya bisa ditemukan sekitar 30%.
Adanya refluks mengakibatkan seseorang mudah terkena ISK, dan dari urin yang
terinfeksi tersebut, infeksi dapat naik ke parenkim ginjal. Pada tempat refluks
tersebut bakteri dapat bertahan lama, dan merupakan sumber infeksi dalam
saluran kemih.2
Statis urin karena adanya obstruksi saluran kemih dan adanya residu urin,
merupakan faktor lainnya yang mempermudah bakteri untuk tinggal lebih lama
dan berproliferasi. Adanya divertikulum kandung kemih, ureterokel, lambatnya
aliran urin pada collecting system yang duplikasi, mengakibatkan timbulnya nidus
8
sehingga bakteri dapat lebih lama tinggal dan berproliferasi dalam saluran kemih.
Adanya benda asing dalam saluran kemih seperti kateter juga memmudahkan
terjadinya ISK. Lebih dari 90% ISK nosokomial pada pasien yang dirawat
disebabkan oleh pemasangan kateter urin.2
2.6. PATOGENESIS
Bakteri mencapai saluran kemih melalui aliran darah atau uretra, yang selanjutnya bakteri akan naik ke saluran kemih dari bawah.
Perbedaan individu dalam kerentanannya terhadap infeksi saluran kemih dapat diterangkan oleh adanya faktor hospes seperti produksi
antibodi uretra dan servikal (Ig A), P blood group antigen, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel introitus
dan uretra. Beberapa di antara faktor–faktor ini, seperti fenotip golongan darah, ditentukan secara genetik. Imunosupresi, diabetes, obstruksi
saluran kemih, dan penyakit granulomatosa kronik adalah faktor lain yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Bila organisme
dapat masuk ke dalam kandung kemih, beratnya infeksi dapat menggambarkan virulensi bakteri dan faktor anatomik seperti refluks
vesikouretra, obstruksi, stasis urin, dan adanya kalkuli. Dengan adanya stasis urin, kesempatan untuk berkembang biak bakteri meningkat,
karena urin merupakan medium biakan yang sangat baik. Lebih-lebih lagi, pembesaran kandung kemih dan dapat menurunkan resistensi alami
kandung kemih terhadap infeksi.10 Infeksi akut atau infeksi kronik vesika urinaria akibat infeksi yang berulang mengakibatkan perubahan
pada dinding vesika dan dapat mengakibatkan inkompetensi dari katup vesikoureter. Akibat rusaknya katup ini, urin dapat naik kembali ke
ureter terutama pada waktu berkemih (waktu kontraksi kandung kemih). Akibat refluks ini ureter dapat melebar atau urin sampai ke ginjal dan
mengakibatkan kerusakan pielum dan perenkim ginjal (pielonefritis). Infeksi parenkim ginjal dapat juga terjadi secara hematogen atau
limfogen.12
Flora usus
9
Kolonisasi di perineal dan uretra anterior
Sistitis
3. Refluks intrarenal
Pielonefritis akut
↓ ↓
10
Sebagai tambahan dari perubahan peradangan yang telah disebutkan diatas,
infeksi oleh mikroorganisme pemecah urea seperti Proteus dapat mengakibatkan
pembentukan batu ginjal. Amonia yang berasal dari urea menyebabkan urin sangat
alkalis dan mengakibatkan endapan kalsium fosfat dan tripel kalsium, magnesium,
dan amonium fosfat. Kalkuli bekerja sebagai benda asing dan mendukung
terjadinya infeksi. Dengan adanya obstruksi ureter, infeksi ginjal dapat dengan
cepat menyebabkan septikemia, pionefrosis, dan pembentukan abses ginjal dan
perirenal.2
2.7. DIAGNOSIS
Gejala infeksi saluran kemih bagian atas terutama pielonefritis akut (PNA)
biasanya panas tinggi (39,5-40,5oC), gejala gejala sistemik seperti menggigil, dan
nyeri di daerah pinggang belakang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului
dengan gejala infeksi saluran kemih (ISK) bawah seperti sistitis.1,4
Pada pielonefritis kronik gejala awal pielonefritis kronik sering tidak jelas.
Pasien dengan pielonefritis kronik sering didiagnosis ketika pasien mengalami
gangguan fungsi ginjal akibat kerusakan ginjal. Gejala yang terjadi pada tahap ini
sama dengan gejala gagal ginjal kronik berupa hilangnya nafsu makan, penurunan
berat badan, hipertensi dan anemia. Terdapat ganggguan kemampuan konversi
sodium, hiperkalemia, asidosis metabolik akibat gangguan fungsi tubulus. Resiko
dehidrasi harus dipertimbangkan apabila terdapat gangguan konsentrasi urine 15,16
Jika pielonefritis kronik pada pasien dianggap sebagai hasil dari episode
pielonefritis akut yang berulang, akan didapatkan riwayat demam intermiten,
nyeri panggul, dan disuria. Gejala lainnya meliputi gejala frekuensi, nokturia,
poliuria. Bakteriuria dan piuria, tanda infeksi saluran urinarius, tidak dapat
dijadikan tolak ukur infeksi ginjal. Pasien dengan infeksi pada ginjal dapat
memiliki urine yang steril jika ureter mengalami obstruksi atau jika infeksi berada
di luar traktus urinarius. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pielonefritis kronik
11
memiliki gejala yang minimal atau gejala yang mirip dengan gejala pielonefritis
akut. 15,17
Anamnesis
Berikut ini beberapa pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari
proses penyakit: 13,14
Perhatikan kondisi pasien apakah pasien tampak sakit ringan atau berat ?
Kapan pasien terakhir kali berkemih ? Berapa frekuensi berkemih dalam
sehari ?
Adakah rasa nyeri atau tidak enak ? Tanyakan pada pasien dimana rasa
nyeri atau tidak nyaman ? pada saat atau selama mencoba buang air kecil ?
Tanyakan bagaimana warna urin dari pasien ? adakah hematuria, sekret
penis atau vagina, urin berbau busuk, urin keruh, atau mengeluarkan pasir
halus atau batu ?
Adakah nyeri pinggang atau suprapubis ? apakah kandung kemih
membesar ?
Adakah gejala sistemik seperti demam, menggigil, berkeringat, dan
penurunan berat badan ?
Adakah riwayat disuria, ISK, batu urin, penyakit ginjal, atau diabetes
melitus?
Obat-obatan:
12
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ginjal
a. Palpasi
Pada keadaan normal ginjal tidak teraba pada pemeriksaan palpasi. Adanya
pembesaran ginjal ini merupakan hal yang penting dalam menentukan diagnosis.
Pemeriksaan dilakukan pada kedua ginjal, yaitu ginjal kiri dan ginjal kanan.
Pada pemeriksaan ginjal kiri, pemeriksa harus berdiri di sebelah kiri pasien.
Pemeriksa meletakkan tangan kanan pada bagian bawah tubuh pasien sejajar
dengan iga ke-12, dengan ujung jari menyentuh sudut kostovertebra, dan angkat
telapak tangan tadi ke atas untuk menggeser ginjal kiri ke arah anterior. Pemeriksa
meletakkan telapak tangan kirinya pada kuadran kiri atas, lateral dan paralel
dengan rektus abdominis, dan mintalah pasien untuk menarik nafas dalam. Pada
saat puncak respirasi, pemeriksa menekan dalam dan kuat dengan tangan kiri ke
arah kuadran kiri atas, tepat di bawah tepi kosta, dan usahakan untuk menangkap
ginjal kiri diantara kedua tangannya. Kemudian minta pasien untuk mengeluarkan
nafas dan perlahan-lahan lepaskan tekanan tangan kiri, rasakan pergerakan ginjal
kiri ke tempatnya semula, Bila ginjal tersebut teraba, uraikan bagaimana ukuran,
bentuk, dan adakah rasa nyeri. 13
Pada pemeriksaan ginjal kanan, pemeriksa harus pindah ke sebelah kanan
pasien. Dan prosedur pemeriksaan berjalan seperti di atas, ginjal kanan normal
mungkin teraba pada pasien yang kurus dan pada wanita yang sangat relaks.
Kadang-kadang ginjal kanan terletak lebih anterior, dan harus dibedakan dari
liver, dimana tepi liver teraba lebih runcing, sedangkan tepi bawah ginjal teraba
lebih bulat.12
Sebab-sebab pembesaran ginjal misalnya hidronefrosis, kista, dan tumor ginjal.
Sedangkan pembesaran ginjal bilateral mungkin disebabkan oleh penyakit ginjal
polikistik (polycystic kidney diseases). Adanya masa pada sisi kiri, mungkin
disebabkan karena splenomegali hebat atau pembesaran ginjal kiri.13
b. Perkusi
Untuk menemukan rasa nyeri pada ginjal dapat dilakukan pemeriksaan perkusi
dengan kepalan tangan, selain dengan cara palpasi diatas. Pemeriksa meletakkan
tangan kirinya pada daerah kostovertebral belakang, lalu pukul dengan permukaan
ulnar tinju dengan tangan kanannya. Gunakan tenaga yang cukup untuk
menimbulkan persepsi tapi tanpa menimbulkan rasa nyeri pada pasien normal. 13
13
Rasa nyeri yang ditimbulkan dengan pemeriksa ini dapat disebabkan oleh
pielonefritis, tapi juda dapat disebabkan hanya karena nyeri otot. 13,12
Pemeriksaan Penunjang
Dugaan infeksi :
Penegakan diagnosis pielonefritis akut dilihat dari gejala dan tanda yang
biasanya didahului oleh disuria, urgensi dan sering berkemih yang menunjukkan
bahwa infeksi dimulai pada bagian bawah traktus urinarius. Adanya silinder
14
leukosit membuktikan infeksi terjadi di dalam ginjal. Gambaran ginjal secara
makroskopik dan mikroskopik pada pielonefritis akut adalah Ginjal membengkak
dan tampak adanya abses kecil dalam jumlah banyak dipermukaan ginjal
tersebut. Pada potongan melintang, abses tampak sebagai goresan-goresan abu-
abu kekuningan di bagian piramid dan korteks. Secara mikroskopik tampak PMN
dalam jumlah banyak di daerah tubulus dan dalam intertisium disekitar tubulus.
Segmen-segmen tubulus hancur dan leukosit dikeluarkan ke dalam urine dalam
bentuk silinder leukosit.4
15
radang kronik terdiri dari sel-sel plasma dan limfosit (berupa titik-titik berwarna
gelap), tersebar diseluruh interstisium. Glomerulus tetap utuh dan dikelilingi oleh
banyak tubulus kecil dan telah mengalami atrofi dan dilatasi. Tampak pula fibrosis
interstisial di dekat glomerulus. Tampak pula daerah-daerah luas yang mengalami
tiroidisasi (tampak seperti jaringan kelenjar tiroid), terdiri dari tubulus-tubulus
yang mengalami dilatasi dibatasi oleh sel-sel epitel gepeng dan terisi silinder
seperti kaca.10
Gambar 4.
Mikroskopik
pada
pielonefritis
kronik7
Labor
atoriu
m.
Pada
16
Gambar 5. Intravena Pielografi; Ginjal kanan yang kecil yang disertai penumpulan kaliks pada
pielonefritis kronis
Ultrasonografi.
Menunjukkan kaliks ginjal yang bundar dan terdilatasi dengan korteks
yang mengalami fibrosis atau atrofi. Jika pielonefritis bersifat unilateral,
maka hipertrofi kompensatorik dapat dilihat pada ginjal kontralateral. 17
CT-Scan.
Terlihat jaringan parut parenkim fokal yang menutupi kaliks ginjal yang
17
mengalami dilatasi
Gambar 6. CT-Scan, Scarring pada tepi ginjal dengan kalsifikasi
Refluks
vesiko
ureter
(RVU) dan
Nefropati
Refluks
(NR)
Menurut International study gradasi refluks vesikoureter dabagi dalam derajat I-V
17
Derajat I Zat kontras sampai ureter saja, ureter tidak dilatasi
Derajat II Kontras sampai pielum dan kaliks, juga tidak ada dilatasi, dan
kaliks masih normal
Derajat III Ureter dan pelvis dilatasi dan berkelok-kelok, (bisa ringan atau
sedang)
2.8. PENATALAKSANAAN
Pada pengobatan pielonefritis ada 3 prinsip penatalaksanaan, yaitu:
- Memberantas infeksi
- Menghilangkan faktor predisposisi
- Memberantas penyulit
Pengobatan pielonefritis akut disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel
urin diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik parenteral (tanpa menunggu hasil
biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Pada umumnya pasien
dengan PNA memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi
antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. 1
18
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum
diketahui mikroorganisme penyebabnya, yakni:
a) Fluorokuinolon
b) Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
c) Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk
menghilangkan faktor predisposisi.
Suportif
2.9. PROGNOSIS
BAB III
KESIMPULAN
19
2. Refluks vesicoureteral ini merupakan faktor risiko yang paling penting
dalam terjadinya pielonefritis pada anak-anak. Refluks vesicoureteral
terdeteksi pada sekitar 10% sampai 45% dari anak-anak yang memiliki
gejala ISK.
3. Penyebab pielonefritis akut terbanyak adalah Escherichia coli (70-80%).
Penyebab yang lainnya seperti: Klebsiella, Proteus, Staphylococcus
saphrophyticus, coagulase-negative staphylococcus, Pseudomonas
aeroginosa, Streptococcus fecalis dan Streptococcus agalactiiae, Proteus
species jarang ditemukan.
4. Infeksi akut/kronik vesika urinaria akibat infeksi yang berulang
mengakibatkan perubahan pada dinding vesika dan dapat mengakibatkan
inkompetensi dari katup vesikoureter. Akibat rusaknya katup ini, urin dapat
naik kembali ke ureter terutama pada waktu berkemih (waktu kontraksi
kandung kemih). Akibat refluks ini ureter dapat melebar atau urin sampai ke
ginjal dan mengakibatkan kerusakan pielum dan perenkim ginjal
(pielonefritis).
5. Pada pielonefritis akut terjadi demam yang timbul mendadak, menggigil,
malaise, muntah, sakit panggul atau perut, nyeri tekan di daerah
kostovertebral, leukositosis, piuria dan bakteriuria. Biasanya disertai dengan
adanya toksik sistemik. Demam dan iritabel adalah gejala paling umum
yang ditunjukkan pada bayi yang memiliki pielonefritis. Temuan lain
termasuk nafsu makan yang buruk, letargi dan nyeri perut.
6. Penegakan diagnosis pielonefritis akut dilihat dari gejala dan tanda yang
biasanya diadahului oleh disuria, urgensi dan sering berkemih yang
menunjukkan bahwa infeksi dimulai pada bagian bawah traktus urinarius.
Adanya silinder leukosit membuktikan infeksi terjadi di dalam ginjal.
7. Pengobatan pielonefritis akut, disertai gejala sistemik infeksi, setelah
sampel urin diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik parenteral (tanpa
menunggu hasil biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Pasien
dirawat di rumah sakit untuk memelihara status hidrasi.
8. Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48
jam penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral
selama 10-14 hari, disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji
sensitivitasnya. Biakan urin ulang dilakukan setelah 48 jam tidak makan
obat untuk melihat hasil pengobatan, apakah bakteriuria masih ada.
20
Antibiotik profilaksis diberikan sampai dilakukan MSU, dan bila ditemukan
refluks antibiotik profilaksis diteruskan.
DAFTAR PUSTAKA
21
5. Kidney Infections: Symptoms and Treatments. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/245559-overview , diakses tanggal 17
Januari 2017.
6. National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse.
Pyelonephritis. NIH Publication No. 12–4628. April 2012. (Online),
diakses dari:
http://kidney.niddk.nih.gov/KUDiseases/pubs/pyelonephritis/index.aspx , diakses
tanggal 17 Januari 2017.
7. Tanto C, Hustrini NM. 2014. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi IV. Media Aesculapius: Jakarta. p.640-41.
8. Price AS, Lorraine WM. 2014. Anatami dan Fisiologi Ginjal dan Saluran
Kemih. Konsep Klinis Proses Penyakit. Vol 2, Ed.6. EGC. Jakarta. p.867-
79.
9. Purnomo B. 2014. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Sagung Seto.
Jakarta.
10. Guyton dan Hall. 2012.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. EGC.
Jakarta.
11. Schaeffer AJ, Schaeffer EM. 2012. Infections and Inflammations. Dalam:
Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsh Urology. Tenth
Edition. Philadelphia. p. 294-98.
12. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. 2009. Ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Volume 1. Interna Publishing Jakarta. p.1025-
31.
13. Sukandar E. 2006. Nefrologi klinik. Edisi 3. Pusat Informasi Ilmiah (PII)
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD: Bandung. p. 26-93
14. Corwin EJ. 2009.Buku saku patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta. p. 718
15. Kathryn, L., 2009. Pathophysiology : The Biologic Basis for Disease in
Children and Adult. Elsevier:United Stated of America.
16. Abraham, N. A., Donna JL, 2013. Practical Renal Pathology : A
Diagnostic Approach. Saunders Elsevier : United States of America.
17. Gillenwaters et al. 2002. Adult and Pediatric Urology, Volume 1, Edisi ke
IV.
22