Anda di halaman 1dari 27

Referat

PIELONEFRITIS TANPA KOMPLIKASI

Oleh
Siti Farahhiyah Dwi
Mubarani,S.Ked
04054821719161

Pembimbing
Dr.dr. Zulkhair Ali, Sp.PD-KGH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul
Pielonefritis Tanpa Komplikasi

Oleh:

Siti Farahhiyah Dwi Mubarani,S.Ked


04054821719161

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 4 Juni s/d
13 Agustus 2018

Palembang, Juni 2018

Dr.dr. Zulkhair Ali, Sp.PD-KGH

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii

ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1. Anatomi Ginjal.........................................................................................3
2.2. Definisi......................................................................................................5
2.3. Epidemiologi.............................................................................................5
2.4. Klasifikasi.................................................................................................6
2.4. Etiologi......................................................................................................7
2.5. Patogenesis................................................................................................9
2.6. Diagnosis.................................................................................................12
2.7. Penatalaksanaan....................................................................................16
2.8. Prognosis.................................................................................................19
BAB III KESIMPULAN......................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Faktor pejamu dan predisposisi...............................................................7


Tabel 2. Faktor pejamu yang berhubungan dengan pencegahan..........................7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Ginjal......................................................................................4


Gambar 2. Patogenesis dari ISK...........................................................................10
Gambar 3. Makroskopik ginjal pada pielonefritis................................................14

iv
Gambar 4. Mikroskopik pada pielonefritis krnonik.............................................15
Gambar 5. Intravena Pielografi.............................................................................18
Gambar 6. CT Scan...............................................................................................18

v
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Kemih (lSK) adalah keadaan adanya infeksi (ada


perkembang biakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim
ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang
bermakna.1 Infeksi saluran kemih sering terjadi dan menyerang manusia tanpa
memandang usia, terutama perempuan. Secara mikrobiologi infeksi saluran kemih
dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria bermakna (ditemukan
mikroorganisme patogen 105 ml pada urin pancaran tengah yang dikumpulkan
pada cara yang benar). Abnormalitas diketahui berdasarkan kolonisasi bakteri dari
urin (bakteriuria asimtomatik) atau bakteriuria dapat disertai infeksi simtomatik
dari struktur-struktur traktus urinarius.
Infeksi akut saluran kemih digolongkan menjadi dua kategori anatomik
umum, yaitu infeksi saluran bawah seperti uretritis dan sistitis, dan infeksi saluran
atas seperti pielonefritis akut, prostatitis, abses intrarenal dan perinefrik. Infeksi di
berbagai tempat dapat terjadi bersama-sama atau secara independen dan mungkin
asimtomatik atau menyebabkan salah satu sindrom klinis. Infeksi uretra dan
kandung kemih sering dianggap infeksi superfisial (atau mukosa), sedangkan
prostatitis, pielonefritis, dan supurasi ginjal menandakan telah adanya invasi ke
dalam jaringan.2
Pielonefritis tanpa komplikasi adalah suatu proses inflamasi dari parenkim
ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri. 3 Insiden pielonefritis tanpa
komplikasi akan menyempit seiring dengan perkembangan usia, terutama pada
pasien usia 65 tahun ke atas.4
Pada wanita, pielonefritis menunjukkan distribusi trimodal, dengan
peningkatan insiden pada perempuan usia 0-4 tahun, memuncak pada usia 15-35
tahun, dan secara bertahap meningkat lagi setelah usia 50 tahun hingga memuncak
kembali pada usia 80 tahun. Sementara pada pria, distribusi umur dari
pielonefritis merupakan distribusi bimodal. Insidensi pielonefritis pada pria terjadi
peningkatan yang pesat pada usia 0-4 tahun dan secara bertahap meningkat setelah
usia 35 tahun dan memuncak pada usia 85 tahun. Studi berbasis populasi terhadap
pielonefritis akut yang dilakukan di Amerika Serikat menemukan fakta bahwa

1
rata-rata kasus pielonefritis setiap tahunnya adalah 15-17 kasus dari 10.000 wanita
dan 3-4 kasus dari 10.000 pria.4
Etiologi sebagian besar kasus pielonefritis tanpa komplikasi tanpa tanda-
tanda klinis batu atau kelainan urologik sering disebabkan oleh bakteri E. coli.2
Selain itu, beberapa faktor risiko juga dapat meningkatkan insiden terjadinya
pielonefritis seperti uretra pada wanita yang lebih pendek daripada pria, batu pada
ginjal atau kandung kemih, massa intraabdomen atau pelvis, dan bisa juga karena
pembesaran prostat jinak pada pria.5
Referat ini membahas pielonefritis dalam hal anatomi, definisi,
epidemologi, etiologi, faktor pejamu, patogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan
penunjang, tatalaksana, prognosis, komplikasi dan pencegahan sehingga penyakit
pielonefritis akut tanpa komplikasi dapat didiagnosis secara tepat dan
ditatalaksana dengan baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI GINJAL


Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat

2
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin
(air kemih) (Speakman, 2008). Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua
ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal
ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria tempat urin
dikumpulkan, dan d) satu uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi,
2010)
1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak di ruang retroperitoneal antara vetebra torakal 12
atau lumbal 1 dan lumbal 4. Panjang dan beratnya bervariasi ± 6 cm dan
24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150
gram pada orang dewasa. Pada bayi baru lahir ginjal sering dapat diraba.
Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian
akan menghilang dengan bertambahnya umur. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus berbentuk piramid. Ginjal
memiliki lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung glomerulus,
tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus kolegens,
serta lapisan dalam yaitu medula, yang mengandung bagian tubulus yang
lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal.3 Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra
yang besar.
2. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-
zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
3. Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan
lemak perirenal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa),
meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal.
4. Stuktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat
gelap, medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih
terang dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut yang
disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang

3
terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis (Panahi,
2010).
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai
pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi
ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-
masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal.
Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus
distal dan tubulus urinarius (Panahi, 2010)
Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut papil ginjal
yang merupakan ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara
pada duktus pipalaris Bellini yang ujungnya bermuara di papil ginjal dan
mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Bellini pada ujung papil
memiliki 18-24 lubang muara duktus maka daerah tersebut terlihat
sebagai tapisan beras dan disebut area kribrosa.7
Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya
cabang-cabang arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks
minor membentuk kaliks mayor yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal
dan kemudian bermuara ke dalam ureter. Terdiri dari 2 saluran pipa
masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya
±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada
rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong
urin masuk ke dalam kandung kemih Ureter kanan dan kiri bermuara di
vesika urinaria. Urin dikeluarkan dari vesika urinaria melalui uretra.

Gambar 1. Anatomi
ginjal9

Tiap
tubulus
ginjal dan
glomerul
usnya

4
membentuk satu kesatuan (nefron). Nefron adalah unit fungsional ginjal.
Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri
dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus
proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul.9

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi


vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava
inferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis
masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri
arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk
arteriola aferen pada glomerulus. Glomeruli bersatu membentuk arteriola
aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang
mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang
mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena
selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris,
dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Sifat
khusus aliran darah ginjal adalah autoregulasi aliran darah melalui ginjal
arteriol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah
resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri
dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus tetap konstan.3

2.2. DEFINISI
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal dimana
terjadi reaksi inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis adalah infeksi parenkim ginjal dan biasanya
merupakan lanjutan dari sistitis akut (penyebaran asenden).7 Pielonefritis
akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan
pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut
yang disebut dengan pielonefritis kronis. Pielonefritis merupakan suatu
infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran
ureterik. 5
2.3. EPIDEMIOLOGI

5
Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua
usia mulai dari bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi
ISK lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena
uretra wanita lebih pendek dibandingkan laki-laki (Purnomo, 2014). Menurut
data penelitian epidemiologi klinik melaporkan 25%-35% semua perempuan
dewasa pernah mengalami ISK. National Kidney and Urology Disease
Information Clearinghouse (NKUDIC) juga mengungkapkan bahwa pria
jarang terkena ISK, namun apabila terkena dapat menjadi masalah serius
(NKUDIC, 2012). Infeksi saluran kemih (ISK) diperkirakan mencapai lebih
dari 7 juta kunjungan per tahun, dengan biaya lebih dari $ 1 miliar. Sekitar
40% wanita akan mengalami ISK setidaknya sekali selama hidupnya, dan
sejumlah besar perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang
(Gradwohl, 2011).
Prevalensi pada lanjut usia berkisar antara 15 sampai 60%, rasio
antara wanita dan laki-laki adalah 3 banding 1. Prevalensi muda sampai
dewasa muda wanita kurang dari 5% dan laki-laki kurang dari 0,1%. ISK
adalah sumber penyakit utama dengan perkiraan 150 juta pasien pertahun
diseluruh dunia dan memerlukan biaya ekonomi dunia lebih dari 6 milyar
dollar (Karjono, 2009).

2.4. KLASIFIKASI15
1. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut diakibatkan infeksi pada ginjal oleh organisme
piogenik. Penderita mengeluh lemah, demam, nyeri panggul, nyeri
tekan pada sudut costovertebral (CVA), lekositosis, dan adanya sel
darah putih atau nanah di dalam urine (piuria).
3 komplikasi penting dapat ditemukan pada Pielonefritis akut:
 Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan
darah pada daerah medula akan terganggu dan akan diikuti
nekrosis papila ginjal, terutama pada penderita diabetes melitus
atau pada tempat terjadinya obtruksi.
 Pionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter
yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terbendung dalam
pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal
mengalami peregangan akibat adanya pus.
 Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal
dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

6
2. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis terjadi dalam hubungannya dengan aliran
balik vesiko-uretik, yang didapat pada awal hidup akibat lesi kogenital
atau oleh obstruksi yang terjadi pada waktu dewasa. Akibat dari aliran
balik (refluks) ini memungkinkan organisme mencapai ginjal dari
vesika urinaria.
Pasien dengan Pielonefritis kronis biasanya tanpa gejala infeksi,
kecuali terjadi eksaserbasi. Tanda-tanda utama mencakup keletihan,
sakit kepala, nafsu makan rendah, poliuria, haus yang berlebihan, dan
kehilangan berat badan. Infeksi yang menetap atau kambuh dapat
menyebabkan jaringan parut progresif di ginjal disertai gagal ginjal
pada akhirnya.

2.5. ETIOLOGI
Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh
bakteri,virus dan jamur tetapi bakteri yang sering menjadi
penyebabnya. Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri gram-negatif
termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus dan akan naik ke
sistem saluran kemih antara lain adalah Escherichia coli, Proteus sp,
Klebsiella, Enterobacter (Purnomo, 2014). Pasca operasi juga sering
terjadi infeksi oleh Pseudomonas, sedangkan Chlamydia dan
Mycoplasma bisa terjadi tetapi jarang dijumpai pada pasien ISK.
Selain mikroorganisme, ada faktor lain yang dapat memicu ISK yaitu
faktor predisposisi (Fauci dkk., 2008)

Tabel 1. Faktor pejamu dan predisposisi

Faktor anatomi:

Refluks vesiko ureter dan refluks intarenal

Obstruksi saluran kemih

Benda asing dalam saluran kemih (kateter urin)

Duplikasi collecting system

Ureterokel

Divertikulum kandung kemih

7
Meningkatnya perlekatan ke sel uroepitel

Nonsecretors with P blood group antigen

Nonsecretors with Lewis blood group phenotype

Pada orang normal, perlekatan dan proliferasi bakteri pada mukosa kandung
kemih dapat dicegah oleh adanya aliran urin yang deras dan adanya mekanisme
pertahanan lokal mukosa kandung kemih.

Tabel 2. Faktor pejamu yang berhubungan dengan pencegahan perlekatan bakteri ke


uroepitel.

Mekanisme pencucian karena aliran urin

Tamn-Horsfall protein

Interferensi bakteri oleh endogenous periurethal flora

Urinary oligosaccharides

Eksfoliasi spontan dari sel uroepitel

Urinary immunoglobulins

Mukopolosakarida yang melapisi dinding kandung kemih

Mekanisme pertahanan lokal ini dapat terganggu bila ada kelainan anatomi
kongenital atau yang didapat, dan dapat meninggikan risiko terjadinya ISK.
Secara keseluruhan kelainan radiologik yang dapat ditemukan pada ISK hanya
berkisar 40-50%. Refluks vesiko ureter merupakan kelainan saluran kemih yang
paling sering ditemukan pada ISK, itupun hanya bisa ditemukan sekitar 30%.
Adanya refluks mengakibatkan seseorang mudah terkena ISK, dan dari urin yang
terinfeksi tersebut, infeksi dapat naik ke parenkim ginjal. Pada tempat refluks
tersebut bakteri dapat bertahan lama, dan merupakan sumber infeksi dalam
saluran kemih.2

Statis urin karena adanya obstruksi saluran kemih dan adanya residu urin,
merupakan faktor lainnya yang mempermudah bakteri untuk tinggal lebih lama
dan berproliferasi. Adanya divertikulum kandung kemih, ureterokel, lambatnya
aliran urin pada collecting system yang duplikasi, mengakibatkan timbulnya nidus

8
sehingga bakteri dapat lebih lama tinggal dan berproliferasi dalam saluran kemih.
Adanya benda asing dalam saluran kemih seperti kateter juga memmudahkan
terjadinya ISK. Lebih dari 90% ISK nosokomial pada pasien yang dirawat
disebabkan oleh pemasangan kateter urin.2

Bila tidak ditemukan adanya defek anatomi saluran kemih, dianggap


penyebab resiko ISK adalah faktor pejamu. Melekatnya bakteri ke sel uroepitel
merupakan prasyarat untuk timbulnya kolonisasi bakteri. Sel uroepitel sangat
rentan terhadap infeksi, karena memiliki kapasitas untuk mengikat bakteri,
disebabkan oleh adanya reseptor pada sel tersebut sehingga kerentanan terhadap
infeksi karena sel uroepitelnya mempunyai kapasitas pengikat bakteri yang masuk
ke saluran kemih cukup tinggi. Namun, mekanisme molekuler mengenai
perlekatan bakteri ini ke sel uroepitel tersebut masih belum diketahui dengan
pasti.2

2.6. PATOGENESIS
Bakteri mencapai saluran kemih melalui aliran darah atau uretra, yang selanjutnya bakteri akan naik ke saluran kemih dari bawah.

Perbedaan individu dalam kerentanannya terhadap infeksi saluran kemih dapat diterangkan oleh adanya faktor hospes seperti produksi

antibodi uretra dan servikal (Ig A), P blood group antigen, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel introitus

dan uretra. Beberapa di antara faktor–faktor ini, seperti fenotip golongan darah, ditentukan secara genetik. Imunosupresi, diabetes, obstruksi

saluran kemih, dan penyakit granulomatosa kronik adalah faktor lain yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Bila organisme

dapat masuk ke dalam kandung kemih, beratnya infeksi dapat menggambarkan virulensi bakteri dan faktor anatomik seperti refluks

vesikouretra, obstruksi, stasis urin, dan adanya kalkuli. Dengan adanya stasis urin, kesempatan untuk berkembang biak bakteri meningkat,

karena urin merupakan medium biakan yang sangat baik. Lebih-lebih lagi, pembesaran kandung kemih dan dapat menurunkan resistensi alami

kandung kemih terhadap infeksi.10 Infeksi akut atau infeksi kronik vesika urinaria akibat infeksi yang berulang mengakibatkan perubahan

pada dinding vesika dan dapat mengakibatkan inkompetensi dari katup vesikoureter. Akibat rusaknya katup ini, urin dapat naik kembali ke

ureter terutama pada waktu berkemih (waktu kontraksi kandung kemih). Akibat refluks ini ureter dapat melebar atau urin sampai ke ginjal dan

mengakibatkan kerusakan pielum dan perenkim ginjal (pielonefritis). Infeksi parenkim ginjal dapat juga terjadi secara hematogen atau

limfogen.12

Flora usus

Munculnya tipe uropatogenik

9
Kolonisasi di perineal dan uretra anterior

Barier pertahanan mukosa normal

Sistitis

VIRULENSI BAKTERI Faktor pejamu (host)

1. Memperkuat perlekatan ke sel uroepitel

2. Refluks vesiko ureter

3. Refluks intrarenal

4. Tersumbatnya saluran kemih

5. Benda asing (kateter urin)

Pielonefritis akut

↓ ↓

Parut ginjal Urosepsis

Gambar 2. Patogenesis dari ISK asending 12

Penderita dengan golongan darah P1 dapat menderita pielonefritis asendens


berulang tanpa adanya refluks vesikoureter, karena E.coli terikat spesifik dengan
antigen P1 pada sel epitel. 9 Pielonefritis akut bisa ditemukan fokus infeksi dalam
parenkim ginjal, ginjal membengkak, edematous, dan banyak ditemukan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear dalam jaringan interstisial, akibatnya fungsi ginjal
dapat terganggu. Bila tidak diobati, perubahan-perubahan ini dapat
mengakibatkan pembentukan miroabses pada ginjal, yang dapat menyatu.
Pielonefritis akut biasanya lebih hebat bila terdapat obstruksi. Perubahan ini dapat
mengakibatkan terbentuknya jaringan parut ginjal, dengan penemuan histologis
yang biasanya dikenal sebagai pielonefritis kronik; Pada pielonefritis kronik
akibat infeksi, adanya produk dari bakteri, atau adanya zat mediator toksik yang
dihasilkan sel yang telah rusak, akan mengakibatkan parut ginjal (renal scarring).5
Namun, pengobatan yang cepat dan tepat dapat menimbulkan penyembuhan
sempurna.

10
Sebagai tambahan dari perubahan peradangan yang telah disebutkan diatas,
infeksi oleh mikroorganisme pemecah urea seperti Proteus dapat mengakibatkan
pembentukan batu ginjal. Amonia yang berasal dari urea menyebabkan urin sangat
alkalis dan mengakibatkan endapan kalsium fosfat dan tripel kalsium, magnesium,
dan amonium fosfat. Kalkuli bekerja sebagai benda asing dan mendukung
terjadinya infeksi. Dengan adanya obstruksi ureter, infeksi ginjal dapat dengan
cepat menyebabkan septikemia, pionefrosis, dan pembentukan abses ginjal dan
perirenal.2

2.7. DIAGNOSIS
Gejala infeksi saluran kemih bagian atas terutama pielonefritis akut (PNA)
biasanya panas tinggi (39,5-40,5oC), gejala gejala sistemik seperti menggigil, dan
nyeri di daerah pinggang belakang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului
dengan gejala infeksi saluran kemih (ISK) bawah seperti sistitis.1,4

Pada pielonefritis akut, biasanya terjadi demam yang timbul mendadak,


menggigil, malaise, muntah, sakit panggul atau perut, nyeri tekan di daerah
kostovertebral, leukositosis, piuria dan bakteriuria. Biasanya disertai dengan
adanya toksik sistemik. Ginjal dapat membesar.12

Pada pielonefritis kronik gejala awal pielonefritis kronik sering tidak jelas.
Pasien dengan pielonefritis kronik sering didiagnosis ketika pasien mengalami
gangguan fungsi ginjal akibat kerusakan ginjal. Gejala yang terjadi pada tahap ini
sama dengan gejala gagal ginjal kronik berupa hilangnya nafsu makan, penurunan
berat badan, hipertensi dan anemia. Terdapat ganggguan kemampuan konversi
sodium, hiperkalemia, asidosis metabolik akibat gangguan fungsi tubulus. Resiko
dehidrasi harus dipertimbangkan apabila terdapat gangguan konsentrasi urine 15,16

Jika pielonefritis kronik pada pasien dianggap sebagai hasil dari episode
pielonefritis akut yang berulang, akan didapatkan riwayat demam intermiten,
nyeri panggul, dan disuria. Gejala lainnya meliputi gejala frekuensi, nokturia,
poliuria. Bakteriuria dan piuria, tanda infeksi saluran urinarius, tidak dapat
dijadikan tolak ukur infeksi ginjal. Pasien dengan infeksi pada ginjal dapat
memiliki urine yang steril jika ureter mengalami obstruksi atau jika infeksi berada
di luar traktus urinarius. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pielonefritis kronik

11
memiliki gejala yang minimal atau gejala yang mirip dengan gejala pielonefritis
akut. 15,17

Anamnesis

Dalam praktek sehari-hari gejala kardinal seperti disuria, polakisuria, dam


urgensi (terdesak kencing) sering ditemukan hampir 90% pasien rawat jalan
dengan ISK akut. Disuria adalah gejala nyeri atau tidak enak saat mengeluarkan
urin dan penyebab tersering hal tersebut sejauh ini adalah ISK. Harus dilakukan
anamnesis yang akurat dan teliti untuk memperoleh gambaran keluhan yang
terjadi.13

Berikut ini beberapa pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari
proses penyakit: 13,14

 Perhatikan kondisi pasien apakah pasien tampak sakit ringan atau berat ?
 Kapan pasien terakhir kali berkemih ? Berapa frekuensi berkemih dalam
sehari ?
 Adakah rasa nyeri atau tidak enak ? Tanyakan pada pasien dimana rasa
nyeri atau tidak nyaman ? pada saat atau selama mencoba buang air kecil ?
 Tanyakan bagaimana warna urin dari pasien ? adakah hematuria, sekret
penis atau vagina, urin berbau busuk, urin keruh, atau mengeluarkan pasir
halus atau batu ?
 Adakah nyeri pinggang atau suprapubis ? apakah kandung kemih
membesar ?
 Adakah gejala sistemik seperti demam, menggigil, berkeringat, dan
penurunan berat badan ?

Riwayat penyakit terdahulu:

 Adakah riwayat disuria, ISK, batu urin, penyakit ginjal, atau diabetes
melitus?

Riwayat penyakit keluarga:

 Adakah riwayat ISK berulang dalam keluarga ?

Obat-obatan:

 Apakah pasien sedang menjalani terapi antibiotik ? apakah pasien


memiliki alergi terhadap antibiotik ?

12
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ginjal

a. Palpasi
Pada keadaan normal ginjal tidak teraba pada pemeriksaan palpasi. Adanya
pembesaran ginjal ini merupakan hal yang penting dalam menentukan diagnosis.
Pemeriksaan dilakukan pada kedua ginjal, yaitu ginjal kiri dan ginjal kanan.
Pada pemeriksaan ginjal kiri, pemeriksa harus berdiri di sebelah kiri pasien.
Pemeriksa meletakkan tangan kanan pada bagian bawah tubuh pasien sejajar
dengan iga ke-12, dengan ujung jari menyentuh sudut kostovertebra, dan angkat
telapak tangan tadi ke atas untuk menggeser ginjal kiri ke arah anterior. Pemeriksa
meletakkan telapak tangan kirinya pada kuadran kiri atas, lateral dan paralel
dengan rektus abdominis, dan mintalah pasien untuk menarik nafas dalam. Pada
saat puncak respirasi, pemeriksa menekan dalam dan kuat dengan tangan kiri ke
arah kuadran kiri atas, tepat di bawah tepi kosta, dan usahakan untuk menangkap
ginjal kiri diantara kedua tangannya. Kemudian minta pasien untuk mengeluarkan
nafas dan perlahan-lahan lepaskan tekanan tangan kiri, rasakan pergerakan ginjal
kiri ke tempatnya semula, Bila ginjal tersebut teraba, uraikan bagaimana ukuran,
bentuk, dan adakah rasa nyeri. 13
Pada pemeriksaan ginjal kanan, pemeriksa harus pindah ke sebelah kanan
pasien. Dan prosedur pemeriksaan berjalan seperti di atas, ginjal kanan normal
mungkin teraba pada pasien yang kurus dan pada wanita yang sangat relaks.
Kadang-kadang ginjal kanan terletak lebih anterior, dan harus dibedakan dari
liver, dimana tepi liver teraba lebih runcing, sedangkan tepi bawah ginjal teraba
lebih bulat.12
Sebab-sebab pembesaran ginjal misalnya hidronefrosis, kista, dan tumor ginjal.
Sedangkan pembesaran ginjal bilateral mungkin disebabkan oleh penyakit ginjal
polikistik (polycystic kidney diseases). Adanya masa pada sisi kiri, mungkin
disebabkan karena splenomegali hebat atau pembesaran ginjal kiri.13
b. Perkusi
Untuk menemukan rasa nyeri pada ginjal dapat dilakukan pemeriksaan perkusi
dengan kepalan tangan, selain dengan cara palpasi diatas. Pemeriksa meletakkan
tangan kirinya pada daerah kostovertebral belakang, lalu pukul dengan permukaan
ulnar tinju dengan tangan kanannya. Gunakan tenaga yang cukup untuk
menimbulkan persepsi tapi tanpa menimbulkan rasa nyeri pada pasien normal. 13

13
Rasa nyeri yang ditimbulkan dengan pemeriksa ini dapat disebabkan oleh
pielonefritis, tapi juda dapat disebabkan hanya karena nyeri otot. 13,12

Pemeriksaan Penunjang

- Biakan air kemih :


Dikatakan infeksi positif apabila :
o Air kemih tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah
kuman ≥105/ml, 2 kali berturut-turut.
o Air kemih tampung dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman
patogen yang tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi
suprapubik digunakan sebagai gold standar

Dugaan infeksi :

o Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, silinder leukosit


o Uji kimia : TTC, katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test.

Mencari faktor resiko infeksi saluran kemih :

- Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur


ginjal dan kandung kemih.
-
Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya
refluks.
-
Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar belakang
infeksi saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran kemih.6

Diagnosis kerusakan ginjal dapat diketahui dengan pielogram intravena (PIV).


Dengan pemeriksaan PIV dapat diketahui besar ginjal, adanya parut ginjal (renal
scar) dan keadaan dari sistem pelviokalises (pyelocalyceal system). PIV dulu
merupakan baku emas (gold standar) untuk mengevalusi penderita ISK.
Sedangkan untuk menegakkan diagnosis refluks, metode definitif adalah dengan
miksio sisto uretrografi (MSU). Untuk mengetahui lokalisasi infeksi pada ginjal
dipakai radioisotop sintigrafi dengan menggunakan DMSA (dimercaptosuccinic
acid). Pemeriksaan DMSA saat ini lebih banyak dipakai untuk diagnostik parut
ginjal daripa PIV karena radiasinya lebih rendah.12

Penegakan diagnosis pielonefritis akut dilihat dari gejala dan tanda yang
biasanya didahului oleh disuria, urgensi dan sering berkemih yang menunjukkan
bahwa infeksi dimulai pada bagian bawah traktus urinarius. Adanya silinder

14
leukosit membuktikan infeksi terjadi di dalam ginjal. Gambaran ginjal secara
makroskopik dan mikroskopik pada pielonefritis akut adalah Ginjal membengkak
dan tampak adanya abses kecil dalam jumlah banyak dipermukaan ginjal
tersebut. Pada potongan melintang, abses tampak sebagai goresan-goresan abu-
abu kekuningan di bagian piramid dan korteks. Secara mikroskopik tampak PMN
dalam jumlah banyak di daerah tubulus dan dalam intertisium disekitar tubulus.
Segmen-segmen tubulus hancur dan leukosit dikeluarkan ke dalam urine dalam
bentuk silinder leukosit.4

Gambar 3. Makroskopik ginjal pada pielonefritis7

Pemeriksaan PIV memperlihatkan pembengkakan tabuh (clubbing) pada


kaliks, korteks menipis dan ginjal kecil, bentuknya tidak teratur dan biasanya
tidak simetris. Pada pielonefritis kronik perubahan patologi yang terjadi adalah
permukaan ginjal tampak bergranul kasar dengan lekukan-lekukan berbentuk
huruf U, jaringan parut subkapsular, dan pelvis yang fibrosis dan berdilatasi serta
kaliks terlihat pada penampang melintang. Pemeriksaan mikroskopik potongan
jaringan memperlihatkan perubahan-perubahan parenkim yang khas; banyak sel

15
radang kronik terdiri dari sel-sel plasma dan limfosit (berupa titik-titik berwarna
gelap), tersebar diseluruh interstisium. Glomerulus tetap utuh dan dikelilingi oleh
banyak tubulus kecil dan telah mengalami atrofi dan dilatasi. Tampak pula fibrosis
interstisial di dekat glomerulus. Tampak pula daerah-daerah luas yang mengalami
tiroidisasi (tampak seperti jaringan kelenjar tiroid), terdiri dari tubulus-tubulus
yang mengalami dilatasi dibatasi oleh sel-sel epitel gepeng dan terisi silinder
seperti kaca.10

Gambar 4.
Mikroskopik
pada
pielonefritis
kronik7

 Labor
atoriu
m.
Pada

pemeriksaan laboratorium mungkin ditemukan gejala gagal ginjal kronik


dengan peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin. Dapat
juga dijumpai hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis. 17
 Urinalisis.
Jika dicurigai adanya infeksi pada ginjal, perlu dilakukan kultur sampel
urin tengah (midstream) untuk menentukan jumlah dan spesies bakteri
pada urin. Lakukan uji sensitivitas antibiotik terhadap bakteri tersebut.
Sampel urin juga diperiksa apakah terdapat sel darah merah atau pus
(hematuria atau piuria). Dapat juga ditemukan adanya protein dalam urin.17
 Intravena Pielografi.
Gambaran pielografi berupa bentuk ginjal yang asimetri dan irregular,
kaliks ginjal yang berdilatasi dengan tepi yang tumpul dan jaringan parut
pada korteks ginjal yang terletak di atas papila. Biasanya lesi ini unilateral,
namun dapat juga ditemukan lesi bilateral. Ketebalan parenkim berkurang,
terdapat hipertrofi fokal pada daerah yang tidak mengalami fibrosis
sebagai akibat kompensasi. 17

16
 
Gambar 5. Intravena Pielografi; Ginjal kanan yang kecil yang disertai penumpulan kaliks pada
pielonefritis kronis

 Ultrasonografi.
Menunjukkan kaliks ginjal yang bundar dan terdilatasi dengan korteks
yang mengalami fibrosis atau atrofi. Jika pielonefritis bersifat unilateral,
maka hipertrofi kompensatorik dapat dilihat pada ginjal kontralateral. 17
 CT-Scan.
Terlihat jaringan parut parenkim fokal yang menutupi kaliks ginjal yang
17
mengalami dilatasi
Gambar 6. CT-Scan, Scarring pada tepi ginjal dengan kalsifikasi

Refluks
vesiko
ureter
(RVU) dan
Nefropati
Refluks
(NR)

Menurut International study gradasi refluks vesikoureter dabagi dalam derajat I-V

17
Derajat I Zat kontras sampai ureter saja, ureter tidak dilatasi

Derajat II Kontras sampai pielum dan kaliks, juga tidak ada dilatasi, dan
kaliks masih normal

Derajat III Ureter dan pelvis dilatasi dan berkelok-kelok, (bisa ringan atau
sedang)

Derajat IV Ureter dilatasi sedang, dan berkelok-kelok, pielum dan kaliks


dilatasi sedang. Sudut forniks menjadi tumpul.

Derajat V Ureter berdilatasi hebat dan berkelok-kelok, pielum dan kalikses


berdilatasi dan pada beberapa kalises terlihat papilary inpressions

Derajat IV dan V. Jelas ada refluks intrarenal.7

2.8. PENATALAKSANAAN
Pada pengobatan pielonefritis ada 3 prinsip penatalaksanaan, yaitu:
- Memberantas infeksi
- Menghilangkan faktor predisposisi
- Memberantas penyulit
Pengobatan pielonefritis akut disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel
urin diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik parenteral (tanpa menunggu hasil
biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Pada umumnya pasien
dengan PNA memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi
antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. 1

Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48


jam penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral selama
10-14 hari, disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji sensitivitasnya. Biakan
urin ulang dilakukan setelah 48 jam tidak makan obat untuk melihat hasil
pengobatan, apakah bakteriuria masih ada. Antibiotik profilaksis diberikan sampai
dilakukan MSU, dan bila ditemukan refluks antibiotik profilaksis diteruskan.1,2

18
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum
diketahui mikroorganisme penyebabnya, yakni:

a) Fluorokuinolon
b) Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
c) Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.

Bedah

Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk
menghilangkan faktor predisposisi.

Suportif

Selain pemberian antibiotik, penderita perlu mendapat asupan cairan


cukup, perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan
konstipasi.4

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)

Rujukan ke Bedah Urologi sesuai dengan kelainan yang ditemukan. Rujukan


ke Unit Rehabilitasi Medik untuk buli-buli neurogenik.6

2.9. PROGNOSIS

Prognosis pielonefritis baik ( penyembuhan 100% ) bila memperlihatkan


penyembuhan klinik maupun bakteriologi terhadap antibiotika. Bila faktor-faktor
predisposisi tidak diketahui atau berat dan sulit dikoreksi, kira-kira 40% dari
pasien menjadi kronik, pielonefritis kronik.12

BAB III

KESIMPULAN

1. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal dimana


terjadi reaksi inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1
sampai 2 minggu.

19
2. Refluks vesicoureteral ini merupakan faktor risiko yang paling penting
dalam terjadinya pielonefritis pada anak-anak. Refluks vesicoureteral
terdeteksi pada sekitar 10% sampai 45% dari anak-anak yang memiliki
gejala ISK.
3. Penyebab pielonefritis akut terbanyak adalah Escherichia coli (70-80%).
Penyebab yang lainnya seperti: Klebsiella, Proteus, Staphylococcus
saphrophyticus, coagulase-negative staphylococcus, Pseudomonas
aeroginosa, Streptococcus fecalis dan Streptococcus agalactiiae, Proteus
species jarang ditemukan.
4. Infeksi akut/kronik vesika urinaria akibat infeksi yang berulang
mengakibatkan perubahan pada dinding vesika dan dapat mengakibatkan
inkompetensi dari katup vesikoureter. Akibat rusaknya katup ini, urin dapat
naik kembali ke ureter terutama pada waktu berkemih (waktu kontraksi
kandung kemih). Akibat refluks ini ureter dapat melebar atau urin sampai ke
ginjal dan mengakibatkan kerusakan pielum dan perenkim ginjal
(pielonefritis).
5. Pada pielonefritis akut terjadi demam yang timbul mendadak, menggigil,
malaise, muntah, sakit panggul atau perut, nyeri tekan di daerah
kostovertebral, leukositosis, piuria dan bakteriuria. Biasanya disertai dengan
adanya toksik sistemik. Demam dan iritabel adalah gejala paling umum
yang ditunjukkan pada bayi yang memiliki pielonefritis. Temuan lain
termasuk nafsu makan yang buruk, letargi dan nyeri perut.
6. Penegakan diagnosis pielonefritis akut dilihat dari gejala dan tanda yang
biasanya diadahului oleh disuria, urgensi dan sering berkemih yang
menunjukkan bahwa infeksi dimulai pada bagian bawah traktus urinarius.
Adanya silinder leukosit membuktikan infeksi terjadi di dalam ginjal.
7. Pengobatan pielonefritis akut, disertai gejala sistemik infeksi, setelah
sampel urin diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik parenteral (tanpa
menunggu hasil biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Pasien
dirawat di rumah sakit untuk memelihara status hidrasi.
8. Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48
jam penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral
selama 10-14 hari, disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji
sensitivitasnya. Biakan urin ulang dilakukan setelah 48 jam tidak makan
obat untuk melihat hasil pengobatan, apakah bakteriuria masih ada.

20
Antibiotik profilaksis diberikan sampai dilakukan MSU, dan bila ditemukan
refluks antibiotik profilaksis diteruskan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E. 2011. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam: Sudoyo


AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. EGC. Jakarta.
p.1008-14.
2. Stamm WE. 2013. Infeksi Saluran Kemih, Pielonefritis, dan Prostatitis.
Dalam: Jameson JL, dan Loscalzo J, editor. Harrison: Nefrologi dan
Gangguan Asam Basa. EGC. Jakarta. p.218-27.
3. Drake R, Vogl A, Mitchell A. 2015. Gray’s Anatomy for Students. Third
Edition. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier. p. 373-378.
4. National Kidney & Urologic Diseases Information Clearinghouse
(NKUDIC). Kidney and Urologic Diseases Statistics for the United States.
Available at http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/kustats/#urologic.
Diakses 17 Januari 2017.

21
5. Kidney Infections: Symptoms and Treatments. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/245559-overview , diakses tanggal 17
Januari 2017.
6. National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse.
Pyelonephritis. NIH Publication No. 12–4628. April 2012. (Online),
diakses dari:
http://kidney.niddk.nih.gov/KUDiseases/pubs/pyelonephritis/index.aspx , diakses
tanggal 17 Januari 2017.
7. Tanto C, Hustrini NM. 2014. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi IV. Media Aesculapius: Jakarta. p.640-41.
8. Price AS, Lorraine WM. 2014. Anatami dan Fisiologi Ginjal dan Saluran
Kemih. Konsep Klinis Proses Penyakit. Vol 2, Ed.6. EGC. Jakarta. p.867-
79.
9. Purnomo B. 2014. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Sagung Seto.
Jakarta.
10. Guyton dan Hall. 2012.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. EGC.
Jakarta.
11. Schaeffer AJ, Schaeffer EM. 2012. Infections and Inflammations. Dalam:
Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsh Urology. Tenth
Edition. Philadelphia. p. 294-98.
12. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. 2009. Ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Volume 1. Interna Publishing Jakarta. p.1025-
31.
13. Sukandar E. 2006. Nefrologi klinik. Edisi 3. Pusat Informasi Ilmiah (PII)
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD: Bandung. p. 26-93
14. Corwin EJ. 2009.Buku saku patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta. p. 718
15. Kathryn, L., 2009. Pathophysiology : The Biologic Basis for Disease in
Children and Adult. Elsevier:United Stated of America.
16. Abraham, N. A., Donna JL, 2013. Practical Renal Pathology : A
Diagnostic Approach. Saunders Elsevier : United States of America.
17. Gillenwaters et al. 2002. Adult and Pediatric Urology, Volume 1, Edisi ke
IV.

22

Anda mungkin juga menyukai