PERITONITIS
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Adi Muradi Muhar, SpB-KBD
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Peritonitis” Penulisan laporan kasus ini adalah salah
satu syarat menyelesaikan kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Adi Muradi
Muhar, SpB-KBD selaku supervisor pembimbing yang telah meluangkan waktu
dan memberikan masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis
dapat menyelesaikannya dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya.Semoga
laporan kasus ini bermanfaat.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Tujuan.......................................................................................... 2
1.3. Manfaat........................................................................................ 2
BAB 1
PENDAHULUAN
jumlah kasus peritonitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya mengalami
kematian.4
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintegrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang akan dijumpai
di lapangan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi peritonium :
a. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis
b. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada
dalam rongga peritoneumtidak saling bergesekan
c. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen
d. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap
infeksi
Peritoneum parietal disarafi oleh saraf aferen somatik dan visceral yang cukup
sensitif terutama pada peritoneum parietal bagian anterior, sedangkan pada bagian
pelvis agak kurang sensitif.Peritoneum visceral disarafi oleh cabang aferen sistem
otonom yang kurang sensitif. Saraf ini terutama memberikan respon terhadap tarikan
dan distensi, tetapi kurang respon terhadap tekanan dan tidak dapat menyalurkan rasa
nyeri dan temperature.5
2.2. Peritonitis
2.2.1 Definisi
Peritonitis didefinisikan sebagai suatu inflamasi pada membrane serosa yang
membatasi rongga abdomen dan organ-organ didalamnya. Peritoneum, yang
merupakan lingkungan steril, berreaksi terhadap berbagai stimulus patologis dengan
respon yang sama. Bergantung terhadap patologi penyebab, peritonitis dapat bersifat
infeksius atau steril (seperti kimia atau mekanik). Sepsis intra abdomen merupakan
suatu inflamasi pada peritoneum yang disebabkan oleh mikoorganisme patogen dan
produknya. Proses inflamasi dapat bersifat lokal (membentuk abses) ataupun luas.6
2.2.2 Klasifikasi 7
Peritonitis bacterial, dapatdiklasifikasikan menjadi peritonitis primer,
sekunder, dantersier.
Peritonitis primeratau yang dikenaljugadenganspontaneous bacterial peritonitis,
merupakanhasildaritranslokasibakterimelaluidindingusus yang intak.7,8 Penyebab
infeksi ini umumnya monomikrobial, danorganisme penyebab infeksinya
bergantung terhadap demografik. Contohnya, anak perempuan yang sehat lebih
sering terinfeksioleh streptococcus, bakteri gram negative dan enterococcus,
sedangkan pada pasien-pasien dengan dialisis peritoneal lebih sering terinfeksi
Staphylococcus aureus. Diagnosis daripenyebab peritonitis primer ini
membutuhkan aspirasi cairan. Karakteristik dari infeksi ini salah satunya adalah
analisa cairan peritoneum dimana hitung leukosit>500 sel/mm3, laktat yang
meningkat, dankadarguladarah yang rendah. Kulturcairan peritoneal yang positif
bersifat definitif, dan perbaikan dari infeksi ditandai dengan hasilanalisa cairan
peritoneal dengan penurunan hitung leukosit<250 sel/mm3.7
Peritonitis sekunder merupakan infeksi peritoneum akut yang disebabkan oleh
kontaminasi mikroba melalui dinding sel yang sudah tidak intak,
bisadisebabkanolehperforasi, laserasi, atausegmentraktus gastrointestinal yang
8
Peritonitis kimia (steril): dapat disebabkan oleh iritan seperti empedu, darah,
barium, maupun substansi lain atau karena inflamasi transmural dari organ visceral
(contoh pada penyakit Crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri pada rongga
peritoneum. Tanda dan gejala klinis pada peritonitis steril tidak dapat dibedakan dari
peritonitis sekunder. Peritonitis yang steril ini dapat berkembang menjadi peritonitis
bakterial setelah transmigrasi mikro-organisme.8,9
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, timbullah peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum,aktivitas peristaltic berkurang hingga munculnya ileus paralitik. Usus
kemudian akan menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasidan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.11
defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
13,14
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini
menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium
dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti
jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan
13,14
seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum
visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal).Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi
penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau
tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina
bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatorium disease.
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam
keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya
trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita
13,14
dengan paraplegia dan penderita geriatric.
b. Badan lemas
12
d. Hipotensi
e. Tachicardi
f. Oligouria
g. Nafas dangkal
h. Leukositosis
i. Terdapat dehidrasi.
A. Anamnesa
Sekitar 30% pasien dengan peritonitis cenderung asimtomatik, dan pada pasien-pasien
simtomatik maka dapat dijumpai beberapa gejala seperti berikut:
- Demam dan menggigil (dialami ≥80% pasien)
- Nyeri perut atau rasa tidak nyaman pada perut (dialami 70% pasien)
- Diare
- Asites yang tidak membaik dengan pemberian diuretik
- Ileus
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang paling sering dijumpai pada pasien
peritonitis. Nyeri perut yang dirasakan bersifat tumpul dan sulit dilokalisir (peritoneum
viseral); lama-kelamaan nyeri semakin memberat dan semakin terlokalisir (parietal
peritoneum). Nyeri perut pada peritonitis akan semakin memberat terutama saat pasien batuk,
meregangkan pinggul dan penekanan lokal pada daerah abdomen. 15
B. Pemeriksaan Fisik
13
Perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan dan sikap
baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi,
perdarahan, syok dan infeksi atau sepsis perlu diperhatikan juga.
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.
1. Pada Inspeksi pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi yang
menunjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran
usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis
biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distensi..
2. Pada Auskultasi pemeriksa memulai dari arah yang berlawanan dari daerah yang
terasa paling sakit pada abdomen. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah
terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus
akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal
yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh / tidak bergerak.
3. Pada Palpasi pemeriksaan dilakukan mulai dari sisi abdomen yang tidak
dikeluhkan adanya nyeri. Hal ini dilakukan sebagai pembanding antara bagian
yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan kekakuan otot
abdomen menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum
parietale (nyeri somatik). Rigidity yang murni adalah proses refleks otot yang akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap
rangsangan tekananan.
4. Pada Perkusi, nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum. Adanya
udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis,
pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya
udara bebas tadi. 15,16
C. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik. Gambaran darah pada pasein peritonitis menunjukkan
14
dehidrasi. Pada peritonitis tuberkulosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (> 3
gram/100mL) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultir. Biopsi
peritoneum perkutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma
yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 15
D. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pemeriksaan Radiologi yang umumnya
dilakukan harus cepat, noninvasive, murah, mudah diakses serta akurat; seperti Foto Polos
Radiologi, laparoskopi, Ultrasonografi (USG), dan Computed Tomography (CT).
1. Pemeriksaan Foto Polos
Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
a. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior.
b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal
proyeksi anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan fil ukuran 35 x 43 cm.
Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif
maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain :
a. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan
(Herring bone appearance).
b. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level
pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang
15
2. Pemeriksaan Ultrasonography
3. CT Scanning
CT-Scan diindikasikan pada kasus yang yang tidak dapat ditegakkan secara klinis
dan foto polos abdomen. Hasil CT Scan akan semakin lebih baik jika diberikan kontras
enteral dan intravena. CT Scan dapat mendeteksi kuantitas cairan yang sendiri, area
inflamasi, dan patologi saluran cerna lainnya dengan sensitivitas hampir 100%. 15
diperpanjang sesuai dengan klinis pasien dan antibiotik dapat diberhentikan apabila
gejala klinis telah hilang. 17,18,19
4. Pemberian analgetik
5. Operasi
Pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, dan bila
mungkin mengalirkan nanah keluar. Pembuangan fokus septik atau penyebab
radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi
vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan
mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas
tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus
dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang
perforasi. 17,18,19
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan cara
mencuci seluruh kavum abdomen dengan menggunakan larutan kristaloid (saline
NaCl 0,9%). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika (misal: sefalosporin ) atau
antiseptik (misal: povidoniodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya
terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini
akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain. 17,18,19
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain
itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat
menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada
keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus – menerus (misalnya fistula) dan
diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.17,18,19
2.2.7 Komplikasi
Syok septik, abses intraabdomen, dan adhesi merupakan komplikasi yang dapat
terjadi pada peritonitis. Pasien dengan syok septik membutuhkan perawatan di ICU.
Sepsis abdomen membawa mortalitas 30-60%. Keluaran dari sepsis abdomen
20
2.2. 8 Prognosis
Prognosis dari peritonitis tergantung dari berapa lamanya proses peritonitis sudah
terjadi. Semakin lama orang dalam keadaan peritonitis akan mempunyai
prognosis yang makin buruk. Pembagian prognosis dapat dibagi menjadi tiga,
tergantung lamanya peritonitis: (1) kurang dari 24 jam: prognosisnya > 90 %; (2)
24 – 48 jam: prognosisnya 60 %; dan (3) lebih dari 48 jam: prognosisnya 20 %.
Belum ada suatu tes laboratorium yang mudah dan tersedia untuk memprediksi
keparahan dan prognosis pasien peritonitis. Konsentrasi interleukin-18
intraperitoneum dan kultur jamur berhubungan dengan prognosis yang buruk,
namun tes laboratorium ini memiliki aplikabilitas klinis yang kecil.20
21
BAB 3
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Janter Nainggolan
No RM : 73.52.35
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Usia : 05/01/1982/ - 36 tahun :
Alamat : Dusun Pandan B Sennah, Labuhan Batu
Agama : Kristen Protestan
Status Pernikahan : Belum menikah
Pendidikan Terakhir : Tamat SMA
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk : 27 Februari 2018
Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri perut
Telaah : Hal ini sudah dialami pasien sejak 3 minggu yang lalu, dan
memberat dalam 1 minggu terakhir sebelum masuk RSUP HAM. Nyeri perut
dirasakan di seluruh area perut. Nyeri tidak menjalar, dan bersifat terus menerus.
Nyeri memberat ketika pasien menggerakkan anggota gerak bawah. Sebelumnya
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat pasien mengendari sepeda motor 3
minggu yang lalu, dengan mekanisme kecelakaan yang tidak jelas. Riwayat mual
dijumpai. Riwayat muntah dijumpai sejak 1 minggu yang lalu, isi muntahan apa yang
dimakan oleh pasien dan berwarna kecoklatan. Riwayat BAB berwarna hitam
dijumpai. Riwayat BAK kesan dalam batas normal. Pasien sebelumnya sudah dibawa
22
kerumah sakit daerah dan disarankan untuk dilakukan pembedahan namun pasien
menolak dengan alasan belum mengurus asuransi kesehatan.
Pemeriksaan Fsik
Status Present
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Nadi : 118x/menit
Frekuensi Nafas : 30x/menit
Temperatur : 36,9°C
Primary Survey
A : Clear
B : Spontan, RR : 30x/menit
C : TD: 90/70 mmHg, Nadi : 118x/menit
D : GCS: 15, pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)
E : Log roll, undressed
Secondary Survey
Luka robek tidak dijumpai
Darah tidak dijumpai
Gerakan dinding dada simetris
23
Status Generalisata
Kepala
Mata : Reflek cahaya (+/+), pupil isokor ( 3mm/3mm), konjungtiva
palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), edema preorbital (-/-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-), TVJ R+2 cmH2O
Thoraks
Inspeksi : Simestris fusiformis, ketinggalan bernapas tidak dijumpai
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara Pernapasan : Vesikuler
Suara tambahan : Ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba 1 cm ICS V/VI LMCS
Perkusi : Atas : ICS II LMCS, Bawah : diafragma
Kanan : ICS IV LPSD, Kiri : 1cm medial ICS V/VI LMCS
Auskultasi : S1 (+) normal, S2 (+) normal, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) lemah
Perkusi : Hipertimpani
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (+)
Genitalia : Laki-laki
24
Inguinal
Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : Tidak ada pembesaran KGB
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, oedema (-)
Inferior : Akral hangat, oedema (-)
Diagnosa Kerja : Diffuse Peritonitis d/t hollow organ perforation d/t blunt
abdominal injury + Anemia
Terapi
- IVFD Ringer laktat 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1gr/24jam
- Inj. Ranitidine 50mg/12jam
- Inj. Ketorolac 30mg/8jam
- Tranfusi darah 750cc
Rencana
- Cek Darah lengkap, elektrolit, RFT
- Foto Thorak PA erect
- Konsul Anestesi
- Eksploratory Laparotomy di KBE
KLINIS PASIEN
25
Pemeriksaan Labortaorium
27 Februari 2018 sebelum operasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 6.6 g/dL 12 – 16 g/dL
Eritrosit 2.22 jt/ µL 4,50-6,50 jt/ µL
Leukosit (WBC) 14,850 /µL 4,0 – 11,0 x 103/µL
Hematokrit 21% 36 – 47 %
Trombosit (PLT) 298,000 150 – 450 x 103/µL
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 135 mEq/L 135 – 155 mEq/L
Kalium (K) 4.1 mEq/L 3,6 – 5,5 mEq/L
Klorida (Cl) 101 mEq/L 96 – 106 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah (Sewaktu) 113 mg/dl <200mg/dl
GINJAL
BUN 29 mg/dL 7– 19 mg/dL
Ureum 62 mg/ dL 15 – 40 mg/dL
Kreatinin 0,6 – 1,1 mg/dL
0.53 mg/dL
ANALISA GAS DARAH
PH 7.54 7.35-7.45
PCO2 26.0 38-42
PO2 174.0 85-100
HCO3 22.2 22-26
Total CO2 23.0 19-25
BE 0.8 (-2)-(+2)
Sat O2 100 95-100
26
Pemeriksaan Radiologi
27 Februari 2018
Kesimpulan:
Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo
Pneumoperitoneum
Perforasi
27
LAPORAN OPERASI
Diagnosis pra bedah : Diffuse Peritonitis d/t hollow organ perforation d/t
blunt abdominal injury + Anemia
Diagnosis pasca bedah : Post eksplorasi laparotomy + yeyestomy +
primary suture d/t doudeni pars II
Indikasi operasi : Terapeutik
Tindakan operasi : Eksplorasi laparotomy, yeyestomy
DURANTE OPERASI
29
Hasil Laboratorium
27 Februari 2018 setelah operasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 6.6 g/Dl 12 – 16 g/Dl
Eritrosit 2.22 jt/ µL 4,50-6,50 jt/ µL
Leukosit (WBC) 14,850 /µL 4,0 – 11,0 x 103/µL
Hematokrit 21% 36 – 47 %
Trombosit (PLT) 298,000 150 – 450 x 103/µL
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 135 mEq/L 135 – 155 mEq/L
Kalium (K) 4.1 mEq/L 3,6 – 5,5 mEq/L
Klorida (Cl) 101 mEq/L 96 – 106 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah (Sewaktu) 113 mg/dl <200mg/dl
GINJAL
BUN 29 mg/ dL 7– 19 mg/ dL
Ureum 62 mg/ dL 15 – 40 mg/ dL
Kreatinin 0,6 – 1,1 mg/ dL3
0.53 mg/ dL
ANALISA GAS DARAH
PH 7.54 7.35-7.45
PCO2 26.0 38-42
PO2 174.0 85-100
HCO3 22.2 22-26
Total CO2 23.0 19-25
BE 0.8 (-2)-(+2)
Sat O2 100 95-100
30
27 Februari 2018
S Sesak napas (+), Demam (-)
O Status presens : DPO
TD : 100/50 mmHg
HR : 118x/menit
RR : 24x/menit dengan
T : 37,0°C
UOP : 200cc
Thoraks : SP : vesikuler, ST : ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, luka operasi dijumpai
Auskultasi : peristaltik (+) lemah
Perkusi : hipertimpani
Palpasi : soepel
Drain terpasang
A Post eksplorasi laparotomy + yeyestomy + primary suture d/t
doudeni pars II
P - Diet Sonde MI
- IVFD Asering 20gtt/i
- IVFD Kabiven 1fl/24jam
- Inj. Ceftriaxon 1gr/24jam
- Inj. Meropenem 1gr/8jam
- Inj. Metronidazol 500mg/8jam
- Inj. Omeprazole 40mg/12jam
- Inj. Paracetamol 1gr/8jam
28 Februari 2018
S Sesak napas (+), Demam (+)
O Status presens : DPO
31
TD : 120/70 mmHg
HR : 110x/menit
RR : 20x/menit dengan NRM 6-7lpm
T : 37,5°C, Saturasi 02 : 99%
UOP : 250cc
Thoraks : SP : vesikuler, ST : ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, luka operasi kering
Auskultasi : peristaltik (+) lemah
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel
Drain terpasang
A Post eksplorasi laparotomy + yeyestomy + primary suture d/t
doudeni pars II
P - Diet Sonde MI via NGT
- IVFD RL 30gtt/i
- IVFD Kabiven 1fl/24jam
- Inj. Ceftriaxon 1gr/24jam
- Inj. Meropenem 1gr/8jam
- Inj. Metronidazol 500mg/8jam
- Inj. Omeprazole 40mg/12jam
- Inj. Paracetamol 1gr/8jam
- Tranfusi PRC 2 bag
- Koreksi albumin : 0,8 x 80kg x (2,5-1,5) = 64 gram (25%)
Hasil Hb/Ht/Leu/PLT : 8.5/26/17,350/146,000 ; Albumin : 1,5
Pemeriksaa BUN/U/Cr : 36/77/0.57
n Na/K/Cl : 143/4.1/106
1 Maret 2018
S Sesak napas (-), Demam (+)
O Status presens : CM
TD : 120/66 mmHg
HR : 122x/menit
32
BAB 4
DISKUSI KASUS
NO TEORI KASUS
33
1 Definisi
Pria, 36 tahun datang ke IGD dengan
Peritonitis didefinisikan sebagai suatu keluhan nyeri perut yang sudah dialami
inflamasi pada membrane serosa yang pasien sejak 3 minggu yang lalu, dan
membatasi rongga abdomen dan organ-organ memberat dalam 1 minggu terakhir.
didalamnya. Peritonitis dapat Sebelumnya pasien mengalami
diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, kecelakaan lalu lintas saat pasien
sekunder, dan tersier. Peritonitis sekunder mengendari sepeda motor 3 minggu
merupakan infeksi peritonium akut yang yang lalu, dengan mekanisme
disebabkan oleh kontaminasi mikroba kecelakaan yang tidak jelas.
melalui dinding sel yang sudah tidak intak,
bisa disebabkan oleh perforasi, laserasi, atau
segmen traktus gastrointestinal yang nekrotik
Gambaran Radiologi
1. Foto thorax
Kesimpulan:
- Pneumoperitoneum
- Perforasi
36
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
13. Baue AE, Faist E. Multiple organ failure. Pathophysiology, Prevention and
therapy VOL.366 , Langenbecks Archiv fur chirurgie. New York:
Springer:2010.397-401p
14. Mazuki. Intra Abdomen infections. Surg Clin North Am. 2013;89(2):421-37
15. Dalley BJ. Peritonitis dan abdominal spesis. Medscape [internet]. 2017 Januari
[cited 2018 Mar 01]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/180234overview#a2.
39
1999;170(6);348-51
18. Montraver P, BlotS,etal.Theraupeuticmanagementof peritonitis :a
comprehensiveguideforintensivist. IntensiveCareMedd. 2016