Disusun oleh
Melvin Andrean
112018161
Pembimbing
dr. M. Yogialamsa, MS, Sp.OT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 8 FEBRUARI 2021 – 17 APRIL 2021
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 8 Februari 2021 – 17 April 2021
Disusun oleh:
Melvin Andrean
112018161
Selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Orthopaedi RSAU Dr. Esnawan Antariksa
Penulis
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UKRIDA
LEMBAR PENILAIAN
Nama Penilai
Paraf/Stempel
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan karena trauma
atau keadaan patologis. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat, kadang-
kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit
tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus dapat menimbulkan fraktur. Kekuatan, sudut,
tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.1
Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden fraktur cukup tinggi,
berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 20131didapatkan sekitar delapan juta
orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang
berbeda. Dari hasil survey tim Departemen Kesehatan RI tahun 2011 didapatkan 25%
penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami catat fisik, 15% mengalami
stress psikologis seperti cemas atau bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan
baik. Sedangkan menurut World Hearth Oraganization (WHO) tahun 2013 menyebutkan
bahwa kecelakaan lalu lintas mencapai 120.2226 kali atau 72% dalam setahun.2
Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini
tidak dapat dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2
proyeksi yang tegak lurus satu sama lain.1.2
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri
dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas, putusnya kontinuitas tulang, gangguan
muskuloskeletal dan gangguan neurovaskuler. Namun tidak semua tanda dan gejala tersebut
terdapat pada setiap fraktur. Maka dari itu penting bagi seorang klinisi untuk mengetahui
bagaimana gambaran radiologi pada fraktur untuk menentukan suatu diagnosis.1,2
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang
Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila mendapat
tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel, serabut-serabut, dan matriks.
Tulang bersifat keras oleh karena matriks ekstraselularnya mengalami kalsifikasi, dan
mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-serabut organik. Dapat dibedakan
dua jenis tulang, yakni tulang kompakta dan tulang spongiosa. Perbedaan antara kedua jenis
tulang tadi ditentukan oleh banyaknya bahan padat dan jumlah serta ukuran ruangan yang ada
di dalamnya. Semua tulang memiliki kulit luar dan lapisan substansia spongiosa di sebelah
dalam, kecuali apabila masa substansia spongiosa diubah menjadi cavitas medullaris.3
Fungsi Tulang antara lain adalah menopang tubuh, proteksi sistem kerangka
melindungi sebagian besar organ dalam tubuh yang sangan penting untuk berlangsungnya
kehidupan, seperti otak yang dilindungi oleh tulang cranial, vertebrae yang melindungi sistem
saraf dan tulang costa yang melindungi jantung dan paru-paru, mendasari gerakan sebagian
besar dari otot melekat pada tulang, dan ketika otot berkontraksi, maka otot akan menarik
tulang untuk melakukan pergerakan, homeostasis mineral, memproduksi sel darah dimana
sumsum tulang merah adalah tempat dibentuknya sel darah merah, beberapa limfosit, sel darah
putih granulosit dan trombosit, penyimpanan trigliserid sumsum tulang kuning sebagian besar
terdiri dari sel adiposa yang menyimpan trigliserid.3,4
6. Pencegahan Tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi
bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)6
Perawatan lanjut dan rehabilitasi fraktur terbuka :
1. Menghilangkan nyeri.
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengusahakan terjadinya union.
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi otot dan
sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah komplikasi
seperti dekubitus, trombosis vena, infeksi saluran kencing serta pembentukan batu
ginjal.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi untuk memperkuat
otot-otot serta gerakan sendi baik secara isomeric(latihan aktif static) pada setiap
otot yang berada pada lingkup fraktur serta isotonic yaitu latihan aktif dinamik
pada otot-otot tungkai dan punggung.4,5
Traksi kulit
Dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4 atau 5 kg. Strapping Holland
atau Elastoplast ditaruh pada kulit yang sudah dicukur dan ditahan dengan
plaster. Malleolus dilindungi oleh Gamgee tissue, dan tali atau pengerat
digunakan untuk traksi.
Traksi skeletal
Stiff wire atau pin dimasukan – biasanya dibelakang tuberkel tibia untuk
cedera panggul, paha dan lutut, atau melewati calcaneus untuk fraktur tibia – dan
tali diikatkan ke tempat tersebut untuk mengaplikasikan traksi.
Komplikasi traksi :
o Hambatan sirkulasi
o Cedera pada nervus
o Infeksi pada tempat masuknya pin
b. Cast Splintage
Plaster of Paris masih banyak digunakan sebagai splint, terutama untuk fraktur
tungkai bagian distal dan kebanyakan fraktur anak- anak. Dia cukup aman, selama
praktisi memperhatikan bahaya ketatnya casting dan tekanan pada luka dicegah.
Walau begitu, sendi yang terkena plaster tidak dapat bergerak dan mudah kaku. Saat
bengkak dan hematom terselesaikan, lekatan dapat terbentuk dan menyambungkan
serat otot dengan serat lainnya dan tulang; pada fraktur artikular, plaster menutupi
permukaan yang ireguler terus menerus (closed reduction jarang sempurna) dan tidak
mempunyai kesempatan untuk bergerak menghambat penyembuhan defek kartilago.6
Kekakuan dapat dikurangi dengan: (1) delayed splintage – dengan
menggunakann traksi sampai gerak didapat lalu baru memberikan plaster; atau (2)
memulai dengan cast konvensional tetapi, setelah beberapa minggu, saat tungkai
dapat dihandle tanpa ketidaknyamanan yang berarti, mengganti cast dengan bracing
fungsional yang memberikan kesempatan untuk pergerakan sendi.6
Komplikasi dari cast splintage sendiri adalah: (1) cast yang kencang – contohnya
saat timbul pembengkakan saat cast sudah terpasang; (2) sakit karena tekanan cast
splintage itu sendiri; (3) abrasi atau laserasi kulit – dalam komplikasi ini plaster harus
dilepas; (4) cast yang longgar – seperti ketika proses bengkak sudah mereda saat
terpasang cast.6
c. Internal Fixation
Pada fixasi internal, fragmen tulang dapat diperbaiki dengan screw, metal plate
yang ditopang screw, long intramedullary rod atau nail (dengan atau tanpa locking
screw), circumferential band atau kombinasi dari semua ini. Jika dipasang dengan
benar, fixasi internal dapat menopang fraktur dengan aman sehingga gerak dapat
dimulai sejak itu; dengan gerak yang dapat dimulai dini, kekaukan dan edema dapat
dicegah. Walaupun begitu, perlu diingat bahwa fraktur belum menyatu namun gerak
dapat dilakukan karena adanya jembatan metal dan dalam hal ini unprotected
weighbearing masih belum aman dilakukan.6
Risiko dari fixasi internal yang paling besar adalah sepsis. Resiko infeksi
bergantung pada: (1) pasien – jaringan yang terkena, luka kotor dan pasien yang tidak
fit tidaklah aman dilakukan fixasi internal; (2) ahli bedah; (3) fasilitas.6
Indikasi dari internal fixasi yang paling utama adalah:6
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi selain dengan operasi
2. Fraktur yang tidak stabil dan cenderung dapat redisplace setelah dilakukannya
reduksi (contohnya fraktur pada tengah batang dari lengan atas dan fraktur
displaced pergelangan kaki). Juga termasuk fraktur yang mungkin ditarik oleh
gerakan otot (seperti fraktur transverse dari patella atau olecranon).
3. Fraktur yang menyatu secara butuk dan lambat, terutama fraktur dari leher femur
4. Fraktur patologis dimana penyakit tulang menghambat penyembuhan
5. Fraktur multiple dimana fixasi dini (baik dengan fixasi internal ataupun external)
menurunkan resiko komplikasi dan late multisystem organ failure
6. Fraktur pada pasien dengan kesulitan perawatan seperti pasien dengan
paraplegia, cedera yang banyak dan lansia.
Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang.Fraktur memiliki tanda-
tanda dan manifestasi klinis seperti bengkak, memar, nyeri , dan deformitas. Penanganan
inisial pada pasien dengan curiga fraktur adalah primary survey (A,B,C,D) kemudian, diikuti
dengan secondary survey dan stabilisasi sementara menggunakan bidai. Jika didapatkan
adanya fraktur terbuka perlu dilakukan pemberian antibiotik IV dan irigasi serta debridement.
Sedangkan, untuk fraktur tertutup dapat langsung dilakukan reduksi, retensi dan rehabilitasi.
Daftar Pustaka