FRAKTUR EKSTREMITAS
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Radiologi
Pembimbing:
dr.Nunik Royyani, Sp.Rad
Disusun Oleh:
Ananda Puti N 12281004
Intan Rihhadatul A 122810064
Iqbal Rochimat 122810065
Ratu Syafa N 122810111
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha kuasa
karena atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini.
Dalam pengerjaan referat ini penulis menyadari bahwa banyak pihak yang membantu,
baik secara langsung maupun tidak langsung, baik berupa saran, masukan, dan
bimbingan yang begitu bermanfaat untuk penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih ke pada dr. Nunik Royyani, Sp. Radselaku pembimbing yang telah
memberikan pengarahan kepada penulis dan kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas referat ini.
Semoga referat ini dapat memberikan konstribusi kepada mahasiswa
kepaniteraan bagian ilmu radiologi sebagai bekal kedepannya dan tentunya referat ini
masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu kepada pembimbing penulis mengharapkan
kritik dan masukan yang membangun demi perbaikan pembuatan referat di masa yang
akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari referat ini adalah sebagai berikut
a. Untuk dapat mengetahui dan memahami gambaran radiologi jenis-jenis fraktur
dan komplikasi fraktur pada ekstremitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.3 Etiologi
1. Fraktur colles
Terjatuh dengan posisi tangan pronasi untuk menahan beban tubuh
2. Fraktus smith
Terjatuh dengan posisi tangan tertekuk dengan posisi ekstensi
3. Fraktur Galeazzi
Menahan axial loading
4. Fraktur monteggia
Trauma benda tumpul secara langsung
2.2.4 Anamnesis
1. Mekanisme trauma
2. Rasa nyeri
3. Bengkak
4. Deformitas
5. Gangguan fungsi musculoskeletal
6. Gangguan neurovascular
2.2.7 Tatalaksana
1. Non Operatif
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan yaitu
faktor local (kualitas tulang, cedera jaringan lunak. Fraktur kominutif,
fraktur dislokasi, dan energi yang menyebabkan trauma), faktor pasien
(usia, gaya hidup, pekerjaan, tangan yang dominan, riwayat penyakit
dahulu, cedera lain yang menyertai).
Pada dasarnya semua jenis fraktur harus dikerjakan reduksi
tertutup kecuali bila ada indikasi untuk dilakukan dengan reduksi
terbuka. Reduksi fraktur sangat membantu untuk mengurangi edema
pasca trauma, mengurangi nyeri, dan memperbaiki kompresi N.
Medianus. Indikasi dilakukan reduksi tertutup adalah fraktur non
displaced atau fraktur dengan pergeseran minimal, fraktur displaced
dengan pola fraktur yang stabil yang dievaluasi dengan pemeriksaan
penunjang, pasien usia tua dengan resiko tinggi dilakukan operasi.
Imobilisasi cast/gyps, diindikasikan untuk :
Nondisplaced atau patah tulang radius dengan pergeseran minimal.
Displaced fraktur dengan pola fraktur yang stabil diharapkan dapat
sembuh dalam posisi radiologi yg acceptable/dapat diterima.
Dapat juga digunakan blok hematom dengan menggunakan
analgetik, berupa lidocain, ataupun juga berupa sedasi.
2.2.8 Komplikasi
1. Mal union
Mal-union mengacu pada penyembuhan patah tulang dengan
kesejajaran anatomis yang salah. Mal-union dari fraktur mengacu pada
penyembuhan fraktur dengan kesejajaran anatomis yang salah.1,2
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang
tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta
gravitasi. Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada
tungkai yang sakit dan menyalahi instruksi dokter atau apabila alat
bantu jalan digunakan sebelum penyembuhan yang baik pada lokasi
fraktur. 2
a. Diagnosis
Diagnosis dimulai dengan anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan tungkai pasien untuk mengetahui rentang pergerakan
sendi, nyeri tekan, dan adanya kelainan bentuk. Sangat penting
untuk memeriksa profil rotasi dari ekstremitas untuk
menyingkirkan malrotasi. Dalam kasus cedera tungkai tunggal,
hasil pemeriksaan fisik harus dibandingkan dengan tungkai yang
tidak cedera. Pada titik ini, radiografi harus diperiksa. Kadang-
kadang kalus besar atau adanya fiksasi internal dapat mempersulit
diagnosis, dan hanya melihat radiografi bersama dengan
pemeriksaan klinis pasien mungkin tidak cukup untuk diagnosis
yang tepat. Untuk menghindari mengabaikan patologi, perlu
dilakukan tes mal-alignment sederhana. Metode diagnosis ini,
disistematisasikan oleh Paley, memberikan kemungkinan
penempatan yang tepat dari sumbu mekanis dan anatomis, garis
sambungan dan pengukuran hubungannya pada radiograf. CT juga
dapat membantu dalam mengukur perbedaan panjang tungkai. 2
2. Non Union
Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan
tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Setiap fraktur memiliki risiko untuk mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan dan berujung pada nonunion. Walaupun nonunion dapat
terjadi pada semua tulang, tetapi nonunion paling sering terjadi pada tulang
tibia, humerus, talus, dan metatarsal kelima.
Penyebab dari kegagalan menyatu ini adalah: (1) distraksi dan
pemisahan fragmen; (2) interposisi jaringan lunak di antara fragmen-
fragmen; (3) terlalu banyak gerakan pada garis fraktur; (4) persediaan darah
lokal yang buruk.3
a. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesa
Dari anamnesa kita dapat mengetahui adanya riwayat trauma, riwayat
tatalaksana yang telah dilakukan terhadap daerah trauma, dan berapa lama
waktu sejak trauma terjadi hinggs sekarang. Selain itu, dapat diketahui pula
gejala-gejala serta tanda-tanda khusus yang ditemukan.
Pemeriksaan fisik
a. Look, cari apakah terdapat:
Deformitas, angulasi, rotasi, pemendekan, atrofi, jaringan parut, dan
hiperpigmentasi.
b. Feel, yang perlu diperhatikan antara lain :
apakah terdapat nyeri tekan. Selain itu diperiksa apakah terdapat
perubahan suhu, oedem, dan pulsasi.
c. Move, untuk mencari:
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapi pada tulang
spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan
ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma. Nyeri bila
digerakkan, biasanya pada nonunion tidak terdapat nyeri.Dilakukan
manipulasi ringan pada area nonunion, bila terdapat gerakan biasanya
merupakan nonunion atrofik, bila tidak terdapat gerakan biasanya
adalah nonunion hipertrofik.3
Pemeriksaan penunjang
Penggunaan x-ray sangat penting untuk melihat keadaan tulang.
Sehingga dapat melihat jenis patahan tulang.
Gambaran sinar-X
Fraktur dapat terlihat dan tulang pada tiap sisinya mungkin mengalami
sklerosis. Dapat dibedakan dua macam nonunion:
(1) Bersifat hipertrofik dengan ujung-ujung tulang yang membesar,
menunjukan aktivitas osteogenik (seolah-olah akan membentuk kalus
penghubung).
Gambar 11 Garis fraktur masih tampak dengan callus minimal. Ujung-ujung tulang
fragmen fraktur tidak sclerosis atau atrofi. 3
4. Avascular Necrosis
Avascular bone necrosis (AVN), atau yang juga dikenal dengan
osteonekrosis, nekrosis aseptik dari tulang, nekrosis iskemia tulang, dan
osteochondritis desiccans, adalah kondisi yang menyebabkan angka
morbiditas yang signifikan serta penurunan fungsi sehari-hari dari pasien.
AVN melibatkan kerusakan yang progresif dari tulang akibat dari gangguan
pembuluh darah tulang, kematian osteosit dan sel lemak dan perubahan dari
arsitektur tulang.1
Osteonekrosis dari kaput femur, juga sering disebut sebagai nekrosis
avaskuler, adalah keadaan patologi yang disebabkan oleh berbagai etiologi
yang menyebabkan penurunan suplai vaskuler pada tulang subkondral dari
kaput femur. Osteonekrosis adalah fenomena yang melibatkan gangguan dari
suplai vaskuler ke kaput femur, yang menghasilkan kolapsnya permukaan
artikuler dan kemudian menjadi osteoarthritis.1
a. Diagnosis
Gejala tipkal dari pasien osteonekrosis adalah nyeri yang
biasanya memiliki onset yang berbahaya dan dipicu oleh aktivitas dan
angkat beban. Pola nyeri pada pasien dengan ONFH tidak bersifat unik,
pola ini dapat berhubungan dengan banyak proses patologis lainnya
termasuk diantaranya sendi panggul dan ini dapat menyebabkan
masalah. Nyeri awal tidak jelas dalam perjalanannya, biasanya disadari
saat pasien duduk ke posisi berdiri, menaiki tangga, berjalan miring,
dan menahan beban. Lokasi nyeri cenderung paling spesifik pada
panggul depan dan pelvis, dapat menyerupai nyeri akut. Jangkauan
geraak dapat berkurang dan menyebabkan gait.1
Radiografi normal telah digunakan sejak lama sebagai
pemeriksaan dasar untuk identifikasi dan derajat keparahan ONFH.
Penemuan secara radiografi termasuk diantaranya:
1) Sklerosis yang mengelilingi area osteopenia. Pola ini menunjukan
derajat keparahan tingkat II sesuai dengan Ficat-Arlet, sistem
Steinberg ARCO.
2) Garis berbentuk bulan sabit bersifat lusen pada subkondral fraktur.
Ditemukannya cresent sign disertai dengan absennya perataan
segmental, termasuk dalam lesi dengan derajat keparahan tingkat
III pada semua klasifikasi derajat keparahan mayor.
3) Perataan segmental dari kaput femur dengan atau tanpa
penyempitan ruang sendi dan osteoartritis sekunder, dikategorikan
sebagai ONFH tingkat lanjut.2
5. Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Berasal dari kata osteon
(tulang) dan myelo (sumsum tulang) dan dikombinasi dengan itis (inflamasi)
untuk menggambarkan kondisi klinis dimana tulang terinfeksi oleh
mikroorganisme. Osteomielitis kronis didefinisikan sebagai osteomielitis
dengan gejala lebih dari 1 bulan. Osteomielitis kronis dapat juga didefinisikan
sebagai tulang mati yang terinfeksi didalam jaringan lunak yang tidak sehat.
Gambaran patologi dari osteomielitis kronis adalah adanya tulang mati,
pembentukan tulang baru, dan eksudat dari leukosit polymorphonuclear
bersama dengan jumlah besar dari limfosit, histiosit, dan juga sel plasma.
Pada osteomielitis kronis dapat terjadi episode infeksi klinis yang berulang.
Tulang tibia merupakan tempat paling sering terjadinya
infectednonunion dan osteomielitis kronis setelah trauma. 5,6
Gambar 13 perkembangan osteomyelitis
a. Manifestasi klinis
Pasien dapat menderita nyeri pada daerah yang terkena, eritema, bengkak
dan terdapat sinus. Demam biasanya tidak ditemukan pada osteomielitis kronis.
Oleh karena infeksi biasanya tenang, diperlukan kecurigaan yang tinggi dalam
diagnosis, terutama pada pasien dengan atrophic nonunion setelah patah tulang
terbuka atau fiksasi internal dari patah tulang tertutup. Pada sekitar 0.2%
hingga 1.6% pasien, sinus yang kronik dapat berakhir pada metaplasia pada
epitel traktus sinus, tranformasi ganas dan pembentukan squamous cell
carcinoma (Marjolin’s ulcer).
b. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
- Peningkatan laju endap eritrosit
- Lukosit dan LED meningkat
2) Rontgen
Menunjukkan pembengkakan jaringan lunak sampai dua minggu
kemudian tampak bintik-bintik dekalsifikasi pada batang tulang, yang
kemudian dapat meluas dan diikuti oleh tanda-tanda pembentukan
involukrom.
Secara umum, osteomyelitis dapat diperhatikan osteopenia regional,
reaksi periosteal/ penebalan (periostitis) termasuk pembentukan codman
triangle, lisis tulang fokal atau kehilangan kortikal, eendosteal scalloping,
hilangnya arsitektur tulang trabecular, aposisi tulang baru, dan sclerosis
perifer.
Dalam kasus kronis atau tidak diobat, dapat terjadi pembentukan
sequestrum, involucrum, dan atau kloaka.
Gambar 13 Lesi litik (radiolusen) pada corpus metatarsal digiti 5 dengan zona transisi
yang luas, terdapat cortical disruption dan periosteal reaction5
6. Sudeck Atrofi
Complex Regional Pain Syndrome (CRPS) merupakan istilah yang
menggambarkan berbagai keadaan nyeri yang terjadi setelah trauma, biasanya
bersifat regional dan terutama mengenai bagian distal ekstremitas
The International Association for the Study of Pain (IASP)
mendefinisikan kausalgia sebagai sindrom nyeri terbakar yang menetap setelah
suatu lesi traumatik pada saraf disertai disfungsi vasomotor dan sudomotor
kemudian diikuti perubahan trofik. Nyeri tersebut dirasakan sesuai dengan
dermatom atau distribusi saraf tepi. Nyeri timbul spontan dan bertambah berat
dengan rangsangan pada kulit serta dapat dipicu oleh faktor psikologik seperti
cemas, tertawa, terangsang, atau bahkan pikiran bahwa lengannya diraba.
Nyeri seringkali berkurang dengan merendam lengan yang sakit dengan air
dingin atau mengompres dengan handuk basah
a. Gejala Klinis
Gejala utama dari CRPS adalah rasa nyeri yang hebat pada
sebagian anggota tubuh dan makin lama makin parah. Pada kebanyakan
kasus CRPS terdapat tiga tahap perkembangan berdasarkan durasi dari
gejalanya, meskipun seringkali tidak mengikuti pola ini.
i. Tahap 1 (tahap akut : 0-3 bulan)
Hal ini ditandai terutama oleh rasa sakit atau kelainan sensorik
(misalnya hiperalgesia, allodynia), tanda-tanda gangguan vasomotor,
edema, dan gangguan sudomotor (misalnya kulit kering).
ii. Tahap 2 (tahap dystrophic : 3-9 bulan)
Hal ini ditandai dengan rasa sakit yang lebih berat dengan adanya
gangguan sensorik, disertai dengan gangguan vasomotor dan
perubahan motorik yang signifikan.
iii. Tahap 3 (tahap atrophic : 9-18 bulan)
Hal ini ditandai dengan berkurangnya rasa nyeri yang disertai
dengan gangguan vasomotor dan meningkatnya perubahan motorik
yang bersifat ireversibel.
b. Kriteria Diagnosis
Diagnosis CRPS sebagian besar ditentukan dari gejala klinis yang ada dan
berdasarkan taksonomi dari The International Association for the Study of Pain
(IASP). Diagnosis CRPS tipe I (Reflex Sympathetic Dystrophy) ditegakkan
apabila tidak ada bukti kerusakan nervus, berbeda dengan CRPS tipe II
(kausalgia) dimana terdapat kerusakan nervus. Selain itu, rasa nyeri dapat
diklasifikasilan sebagai simpatis terpelihara (SMP) atau simpatis terbebas (SIP),
tergantung pada gejala klinis atau respon blokade simpatis.
Gambar 15 Kriteria Diagnosis CRPS Tipe I dan Tipe II Berdasarkan IASP Tahun 1994
Kontraindikasi15
a. Janin dan anak-anak lebih rentan terkena bahaya paparan radiasi. Oleh karena
itu, CT scan umumnya tidak disarankan pada ibu hamil dan anak-anak.
b. Cairan kontras yang digunakan pada CT scan dapat menimbulkan sejumlah efek
samping, termasuk reaksi alergi berat (anafilaksis).
c. Ibu menyusui yang menjalani CT scan dengan cairan kontras tidak perlu
berhenti menyusui. Namun, bila ingin merasa aman, disarankan untuk
memompa ASI terlebih dahulu guna mencukupi kebutuhan bayi 24 jam setelah
CT scan.
BAB III
PEMBAHASAN
Gambar18 Gambaran radiologi x-ray pada regio antebrachii dextra yaitu dilakukan
dengan posisi PA, AP, lateral dan oblique
Gambar 21Gambaran radiologi x-ray pada regio patella sinistra yaitu dilakukan
dengan posisi Lateral
3.2 Pemeriksaan Radiologi Fraktur
3.2.1 Fraktur Radius Ulna
1. Fraktur colles
Gambar 23Foto rontgen wrist lateral (A) dan AP (B). Fraktur complete
pada distal radius dextra, ekstensi sendi radiokarpal dan sendi
radioulnar distal, Displacement fragmen artikular, pemendekan radial
dan dan fraktur styloid ulnaris
2. Fraktur Smith
Gambar 24Foto rontgen wrist posteroanterior (A) dan lateral (B) dari
pria berusia 47 tahun dengan fraktur radius sinistra bagian distal dengan
dislokasi fragmen distal ke volar.
Gambar 25Foto rontgen wrist lateral (A) dan PA (B). Terdapat fraktur
radius dextra bagian distal dengan angulasi dan dislokasi radial ke
volar. Ada juga avulsi proses styloid ulnaris.
3. Fraktur Monteggia
Gambar 32Terdapat fraktur comminutif pada 1/3 distal os fibula dextra dan
Terdapat fraktur complete pada 1/3 distal os tibia dextra
Gambar 35Terdapat non union fraktur pada 1/3 medial os tibia dan fibula
dextra. Terjadi setelah 9 bulan, pasien menolak untuk dioperasi, post
external fixation.
2. Mal Union
Gambar 36Terdapat malunion fraktur pada 1/3 distal os tibia dan fibula
dextra.
3. Delay Union
Gambar 37Terdapat delay union fraktur pada 1/3 distal os ulna sinistra setelah terjadi
smith fracture yang terjadi 4 minggu.
4. Osteomyelitis
5. Avascular Necrosis
Gambar 40Foto rontgen wrist AP (A) dan Oblique (B) pasien mengalami perubahan
warna kulit serta berkeringat disertai nyeri setelah 7 bulan operasi trasnseksi tendon.
Patchy osteopenia pada interphalangeal distal dan proximal phalang 2,3 dan 4.
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan
luasnya. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma
dimana tedapat tekanan yang belebihan pada tulang.
Fraktur ekstraartikular dan inraartikular pada distal radius yang menunjukkan
tanda angulasi ke arah dorsal (apex volar), pergeseran ke arah dorsal, pemendekan
tulang radius.
Fraktur Smith Fraktur dengan gambaran angulasi ke arah volar (apex dorsal)
dari distal radius dengan garden spade deformity atau pergeseran ke arah volar dari
distal radius.
Fraktur Montegia adalah terputusnya hubungan sepertiga bagian proksimal
ulna dan dislokasi kaput radius yang disebabkan oleh cidera akibat jatuh dengan tangan
dan pada saat yang sama tubuh memuntir.
Fraktur distal radius disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal
COLLES SMITH MONTEGGIA GALEAZZI
Tulang Os Radius Os Radius Os Ulna Os Radius
Letak Distal, Distal, 1/3 Proximal 1/3 Distal
angulasi/displacement angulasi/displacement
ke dorsal ke volar
DAFTAR PUSTAKA