Anda di halaman 1dari 46

REFERAT

FRAKTUR EKSTREMITAS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Radiologi

Pembimbing:
dr.Nunik Royyani, Sp.Rad

Disusun Oleh:
Ananda Puti N 12281004
Intan Rihhadatul A 122810064
Iqbal Rochimat 122810065
Ratu Syafa N 122810111

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNSWAGATI CIREBON
RSUD WALED KAB. CIREBON
CIREBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha kuasa
karena atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini.
Dalam pengerjaan referat ini penulis menyadari bahwa banyak pihak yang membantu,
baik secara langsung maupun tidak langsung, baik berupa saran, masukan, dan
bimbingan yang begitu bermanfaat untuk penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih ke pada dr. Nunik Royyani, Sp. Radselaku pembimbing yang telah
memberikan pengarahan kepada penulis dan kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas referat ini.
Semoga referat ini dapat memberikan konstribusi kepada mahasiswa
kepaniteraan bagian ilmu radiologi sebagai bekal kedepannya dan tentunya referat ini
masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu kepada pembimbing penulis mengharapkan
kritik dan masukan yang membangun demi perbaikan pembuatan referat di masa yang
akan datang.

Cirebon, Maret 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya. Menurut kemenkes RI 2018 Indonesia merupakan negara
terbesar di Asia Tenggara yang mengalami kejadian fraktur terbanyak sebesar 1,3
juta setiap tahunnya atau mencapai 5,5% dengan jenis fraktur yang berbeda dan
penyebab yang berbeda. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun
2013 menyatakan kasus fraktur di Indonesia sebanyak 8 juta kasus.
Pada tahun ini, tahun 2021 diprediksikan bersahaba dengan kecelakaan lalu
lintas, dimana cedera akibat kecelakaan lalu lintas meningkat dan masuk dalam 3
besar penyebab kematian dini dan cedera menrut WHO.
Perbedaan struktur anatomi dan komposisi tulang pada anak dan dewasa
berhubungan dengan lama proses pertumbuhan, penyembuhan tulang, dan besar
risiko kecacatan pada tulang pasca Fraktur distal radius adalah salah satu jenis
fraktur yang paling sering terjadi pada ekstremitas superior yaitu sebesar 8-15%
dari seluruh trauma pada tulang yang terjadi pada orang dewasa.
Abraham Colles, pada tahun 1814, menggambarkan tentang salah satu jenis
fraktur yang terjadi pada distal radius, yang selanjutnya diberi nama sesuai dengan
dirinya. Fraktur Colles adalah suatu cedera metaphyseal pada corticocancellous
junction pada distal radius dengan kharasteristic dorsal tilt, dorsalshift, radial tilt,
radial shift, supinasi dan impaksi. Fraktur Smith, yang merupakan kebalikan dari
Fraktur Colles mempunyai karakteristik palmar tilt dari fragmen distal radius.
Fraktur memiliki beberapa komplikasi selain terlambatnya penyatuan tulang
dan juga kegagalan penyatuan tulang yang dapat berdampak buruk baik dari segi
estetika, ekonomi, maupun sosialseperti delayed union,nonunion, dan mal union.
Komplikasi-komplikasi ini selain dapat terdiagnosis melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik dapat juga terlihat melalui pemeriksaan penunjang radiologi.
Data menunjukkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45%
mengalami catat fisik, 15% mengalami stress psikilogis (cemas/ depresi) dan 10%
mengalami kesembuhan dengan baik. Sekitar enam puluh tahun yang lalu, 20%
penderita dengan infeksi tulang kronis mengalami kematian, dan bagi mereka yang
hidup mendapatkan kecacatan yang cukup berarti.

1.2 Tujuan
Tujuan dari referat ini adalah sebagai berikut
a. Untuk dapat mengetahui dan memahami gambaran radiologi jenis-jenis fraktur
dan komplikasi fraktur pada ekstremitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tulang


Tulang merupakan jaringan hidup yangxstrukturnya dapat berubahxapabila
mendapat tekanan. Seperti jaringanxikat lain, tulangxterdiri darixsel-sel,
serabutserabut, danxmatriks. Tulang memiliki sifat yang keras, hal
inixdikarenakanxmatriks ekstraselularnya mengalamixkalsifikasi, dan mempunyai
derajat elastisitas tertentu, hal ini disebabkan karena adanya serabut-serabut
organic.
Menurut klasifikasi berdasarkan bentuknya tulang dibedakan menjadi 4,
diantaranya adalah :
1. Tulang panjang
Tulang panjang merupakan tulang yang mempunyai panjang lebih besar dari
pada lebarnya dan di ujung-ujung tulang terdapat tulang spongiosa yang
dikelilingi tulang kompakta.
2. Tulang pendek
Tulang pendekxbanyak terdapat di regioxcarpal diantaranyaxadalah
osSchapoideum, dan osxlunatum. Pada tulang inixtersusun atas tulang
spongiosaxyang diliputi oleh tulangxkompakta.
3. Tulang pipih
Scapula, os frontale, dan os parietale merupakan tulang jenis ini. Terdiri atas
lapisan tipis tulang kompakta yang disebut tabula dan dipisahkan oleh selaput
tipis tulang spongiosa yang dinamakan diploe
4. Tulang irregular
Tulang irregular merupakan tualng yang tersusun atas selapis tipis tulang
kompakta dan di dalamnya terdapat tulang spongiosa. Contoh tulang jeni ini
adalah os cranial, os vertebrae, dan os coxae.
5. Tulang sesamoid
Tulang sesamoid adalah tulang kecil yang dijumpai pada daerah tendotendo
tertentu. Tulang sesamoid yang terbesar yaitu patella, yang ada pada tendo
musculus quadriceps femoris. Tulang sesamoid berfungsi merubah arah tarikan
tendo dan mengurangi friksi pada tendo

Gambar 1.1/3 Os Radius-Ulna

Gambar 2. 1/3 Os Humerus Scapula

Tulang dapat dikategorikan menjadi tulang panjang, tulang pendek,


tulang pipih, dan tulang yang tidak teratur. Tulang panjang meliputi klavikula,
humerus, radius, ulna, metakarpal, femur, tibia, fibula, metatarsal dan phalang.
Tulang pendek meliputi tulang karpal, tarsal, patella dan tulang sesamoid.
Tulang pipih meliputi skapula, sternum dan tulang rusuk. Tulang tidak teratur
meliputi vertebra, sacrum dan tulang ekor. Tulang pipih terbentuk dengan
pembentukan tulang secara membranosa, sedangkan tulang panjang terbentuk
oleh kombinasi dari pembentukan tulang secara endochondral dan
membranosa.7
Tulang panjang terdiri dari batang berongga, atau diafisis; metafisis
berbentuk kerucut di bawah lempeng pertumbuhan; dan epifisis yang bulat di
atas piring pertumbuhan dilapisi oleh tulang rawan pada sebagian dari
strukturnya. Diafisis terdiri dari tulang kortikal yang padat, sedangkan metafisis
dan epifisis terdiri dari anyaman tulang trabekular dikelilingi oleh tulang
kortikal yang relative tipis.7

Gambar 3. Lapisan tulang dan fungsinya

Kanalis medularis pada tulang panjang yang berisi sumsum tulang,


berada di dalam diafisis dari tulang panjang dan dikelilingi oleh lapisan tulang
kortikal. Bagian metafisis dan diafisis dari tulang panjang lebih banyak
mengandung tulang kanselosa dimana terdapat banyak sekali jaringan
trabekula dengan sistem kanalis dan kavitas yang terisi sumsum tulang.7
Gambar 4.Os Radius

Gambar 5.Os Ulna

Tulang adalah struktur penyangga tubuh yang sangat spesialistik, yang


bersifat kaku, keras, dan memiliki kekuatan untuk beregenerasi. Tulang
melindungi organ vital, dan menyediakan lingkungan untuk sumsum tulang
(baik untuk pembentukan sel darah dan penyimpanan lemak), berfungsi
sebagai cadangan mineral untuk homeostasis kalsium, dan tempat
penyimpanan faktor pertumbuhan dan sitokin, dan juga mempunyai peran
dalam pengaturan asam-basa. Tulang secara konstan mengalami perubahan
selama masa hidupnya, dengan tujuan untuk beradaptasi dari perubahan
biomekanik, dan juga remodelling untuk menghilangkan tulang tua yang rusak
dan menggantinya menjadi tulang baru yang lebih kuat, sehingga kekuatan
tulang tetap terjaga. Tulang mempunyai dua komponen, tulang kortikal yang
bersifat padat, solid, dan mengelilingi ruang sumsum tulang, dan tulang
trabekular yang terdiri dari struktur honeycomb yang mengelilingi
kompartemen sumsum tulang. Tulang kortikal mempunyai lapisan permukaan
luar berupa periosteum dan permukaan dalam berupa endosteum. Periosteum
merupakan jaringan ikat fibrosa yang mengelilingi permukaan luar dari tulang
kortikal, kecuali pada sendi dimana tulang dilapisi oleh articular cartilage.
Periosteum berisi pembuluh darah, saraf, osteoblas, dan osteoklas. Periosteum
berfungsi untuk melindungi, memberi makan, dan membantu dalam
pembentukan tulang. Periosteum juga mempunyai peran yang penting dalam
appositional growth dan penyembuhan fraktur. Endosteum adalah struktur
membranosa yang melapisi permukaan dalam dari tulang kortikal, tulang
cancellous, dan kanal pembuluh darah (Volkmann’s canal) pada tulang.
Terlebih lagi, berdasarkan pola dari pembentukan kolagen pada osteoid,
terdapat dua tipe tulang: woven bone, yang bercirikan susunan yang tidak
beraturan dari serat kolagen dan lamellar bone, yang bercirikan kolagen yang
tersusun secara parallel dengan lamellae. Lamellar bone, sebagai hasil dari
susunan kolagen fibril, memiliki kekuatan mekanis yang serupa dengan
plywood. Pola normal dari lamellar bone tidak terdapat dalam woven bone,
dimana kolagen fibril tersusun dengan pola yang acak. Oleh karena itu, woven
bone lebih lemah dibandingkan dengan lamellar bone. Woven bone diproduksi
Ketika osteoblast memproduksi osteoid dengan cepat. Hal ini terjadi pada
tulang fetal dan pada penyembuhan fraktur, akan tetapi woven bone akan
digantikan dengan suatu proses remodeling menjadi lamellar bone. Secara
virtual, semua tulang pada orang dewasa sehat adalah lamellar bone.7
2.2 Fraktur
2.2.1 Definisi
Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat
total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Fraktur berarti
deformasi atau diskontinuitas tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan
tulang yang dapat mencederai jaringan lunak di sekitarnya. Sebagian besar
fraktur terjadi akibat trauma yang disebabkan oleh kegagalan tulang
menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan.
2.2.2 Jenis Fraktur Ekstremitas Atas
1. Fraktur colles
Fraktur ekstraartikular dan inraartikular pada distal radius yang
menunjukkan tanda angulasi ke arah dorsal (apex volar), pergeseran ke
arah dorsal, pemendekan tulang radius. (Egol KA, Koval KJ, 2015)
Fraktur ini sering terjadi pada usia di atas 50 tahun, wanita lebih sering
dibandingkan laki-laki dengan karakteristik garis fraktur transversal
utama dengan jarak 2 cm dari distal radius, avulsi dari prosesus styloid
ulna, permukaan sendi mengalami angulasi 15 derajat ke arah anterior
pergelangan tangan. Deformitas yang terjadi disebut sebagai dinner fork
deformity yaitu pergeseran radius kea rah posterior dan kemiringan
fragmen fraktur ke arah posterior.
2. Fraktus smith
Fraktur dengan gambaran angulasi ke arah volar (apex dorsal) dari distal
radius dengan garden spade deformity atau pergeseran ke arah volar dari
distal radius. Mekanisme jatuh dengan posisi pergelangan tangan fleksi
dan seringkali tidak stabil. Fraktur ini memerlukan reduksi terbuka dan
fiksasi internal karena seringkali tidak adekuat dengan reduksi tertutup.
(Egol KA, Koval KJ, 2015). Fraktur ini sering didapatkan pada dewasa
muda yang merupakan cedera pada posisi pronasi. Fraktur pada
sepertiga distal radius sering disertai dengan dislokasi distal persendian
radio ulnar 23 yang disebut fraktur Galeazzi, maupun dislokasi
proksimal persendian radioulnar yang disebut fraktur Monteggia
3. Fraktur Galeazzi
Fraktur distal radius disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar
distal
4. Fraktur monteggia
Fraktur Montegia adalah terputusnya hubungan sepertiga bagian
proksimal ulna dan dislokasi kaput radius yang disebabkan oleh cedera
akibat jatuh dengan tangan dan pada saat yang sama tubuh memuntir.
Pada daya pemuntir (jatuh pada tangan) menimbulkan daya gerak yang
dapat dengan kuat mempronasikan lengan bawah. Kaput radius
berdislokasi ke depan dan sepertiga bagian atas ulna patah dan
melengkung ke depan.

2.2.3 Etiologi
1. Fraktur colles
Terjatuh dengan posisi tangan pronasi untuk menahan beban tubuh

2. Fraktus smith
Terjatuh dengan posisi tangan tertekuk dengan posisi ekstensi
3. Fraktur Galeazzi
Menahan axial loading

4. Fraktur monteggia
Trauma benda tumpul secara langsung
2.2.4 Anamnesis
1. Mekanisme trauma
2. Rasa nyeri
3. Bengkak
4. Deformitas
5. Gangguan fungsi musculoskeletal
6. Gangguan neurovascular

2.2.5 Pemeriksaan Fisik


1. Inspeksi/ look
- Luka terbuka/tertutup
- Deformitas
• Angulasi
• Rotasi
• Pemendekan
• Pemanjangan
- Bengkak
- Kemerahan
2. Palpasi/ feel
- Nyeri tekan
- Krepitasi
3. Pemeriksaan movement
Apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan
dengan lokasi fraktur
4. Status neurologi dan vaskularisasi
- Pulsasi arteri
- Warna kulit
- Sensorik

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah rutin
2. Faktor pembekuan darah
3. Golongan darah & cross test
4. Foto rontgen
- Foto polos
- Bone scan
- Ct scan
- MRI

2.2.7 Tatalaksana
1. Non Operatif
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan yaitu
faktor local (kualitas tulang, cedera jaringan lunak. Fraktur kominutif,
fraktur dislokasi, dan energi yang menyebabkan trauma), faktor pasien
(usia, gaya hidup, pekerjaan, tangan yang dominan, riwayat penyakit
dahulu, cedera lain yang menyertai).
Pada dasarnya semua jenis fraktur harus dikerjakan reduksi
tertutup kecuali bila ada indikasi untuk dilakukan dengan reduksi
terbuka. Reduksi fraktur sangat membantu untuk mengurangi edema
pasca trauma, mengurangi nyeri, dan memperbaiki kompresi N.
Medianus. Indikasi dilakukan reduksi tertutup adalah fraktur non
displaced atau fraktur dengan pergeseran minimal, fraktur displaced
dengan pola fraktur yang stabil yang dievaluasi dengan pemeriksaan
penunjang, pasien usia tua dengan resiko tinggi dilakukan operasi.
Imobilisasi cast/gyps, diindikasikan untuk :
 Nondisplaced atau patah tulang radius dengan pergeseran minimal.
 Displaced fraktur dengan pola fraktur yang stabil diharapkan dapat
sembuh dalam posisi radiologi yg acceptable/dapat diterima.
 Dapat juga digunakan blok hematom dengan menggunakan
analgetik, berupa lidocain, ataupun juga berupa sedasi.

Hematoma block dengan sedasi intravena dan bier block dapat


digunakan sebagai analgesia untuk reduksi tertutup. Teknik reduksi
tertutup yaitu :
 Fragmen distal diposisikan hiperekstensi
 Dikerjakan traksi untuk mendekatkan jarak fragmen distal dan
proksimal dengan sedikit tekanan pada radius distal
 Pemasangan Long arm splint dengan posisi pergerangan netral atau
sedikit fleksi
 Hindari posisi yang berlebihan pada pergelangan tangan

Posisi lengan bawah yang ideal, waktu imobilisasi yang


diperlukan dan kebutuhanlong arm cast masih merupakan kontroversi,
di mana dari beberapa penelitian menyebutkan tidak ada metode yang
paling superior. Posisi fleksi yang berlebihan harus dihindari karena hal
ini akan menyebabkan peningkatan tekanan kanal pada carpal yang
selanjutnya dapat meyebabkan kompresi N Medianus. Fraktur yang
memerlukan posisi fleksi maksimal pada pergelangan tangan merupakan
suatu indikasi untuk operasi terbuka dan fiksasi internal. Cast harus
dipertahankan selama 6 minggu atau sampai pemeriksaan radiologis
menunjukkan suatu fraktur union. Pemeriksaan radiologi secara berkala
diperlukan untuk evaluasi dan menghindari terjadinya kesalahan
maupun komplikasi yang dapat terjadi.

Gambar 6Teknik Reduksi Tertutup Pada Fraktur Distal Radius


2. Operatif
Teknik operasi pada fraktur distal radius dapat dikerjakan baik
pada sisi volar, dorsal maupun radial. Pada teknik volar, operasi
dikerjakan melalui dasar dari tendon fleksor carpi radialis dengan
elevasi dari M. Pronator Quadratus. Ligamen transversus carpal dapat
dibebaskan dengan melakukan insisi bila terdapat kompresi pada N
Medianus. Teknik dorsal digunakan untuk mengurangi dan
menstabilisasi fragmen dorsal. Teknik radial digunakan unruk
menstabilkan fragmen styloid.

2.2.8 Komplikasi
1. Mal union
Mal-union mengacu pada penyembuhan patah tulang dengan
kesejajaran anatomis yang salah. Mal-union dari fraktur mengacu pada
penyembuhan fraktur dengan kesejajaran anatomis yang salah.1,2
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang
tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta
gravitasi. Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada
tungkai yang sakit dan menyalahi instruksi dokter atau apabila alat
bantu jalan digunakan sebelum penyembuhan yang baik pada lokasi
fraktur. 2
a. Diagnosis
Diagnosis dimulai dengan anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan tungkai pasien untuk mengetahui rentang pergerakan
sendi, nyeri tekan, dan adanya kelainan bentuk. Sangat penting
untuk memeriksa profil rotasi dari ekstremitas untuk
menyingkirkan malrotasi. Dalam kasus cedera tungkai tunggal,
hasil pemeriksaan fisik harus dibandingkan dengan tungkai yang
tidak cedera. Pada titik ini, radiografi harus diperiksa. Kadang-
kadang kalus besar atau adanya fiksasi internal dapat mempersulit
diagnosis, dan hanya melihat radiografi bersama dengan
pemeriksaan klinis pasien mungkin tidak cukup untuk diagnosis
yang tepat. Untuk menghindari mengabaikan patologi, perlu
dilakukan tes mal-alignment sederhana. Metode diagnosis ini,
disistematisasikan oleh Paley, memberikan kemungkinan
penempatan yang tepat dari sumbu mekanis dan anatomis, garis
sambungan dan pengukuran hubungannya pada radiograf. CT juga
dapat membantu dalam mengukur perbedaan panjang tungkai. 2

Gambar 7 Alignment Tulang Buruk, Deformitas Pada Foto X Ray1

Gambar 8 Alignment Tulang Buruk, Deformitas Pada Foto X Ray2

2. Non Union
Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan
tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Setiap fraktur memiliki risiko untuk mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan dan berujung pada nonunion. Walaupun nonunion dapat
terjadi pada semua tulang, tetapi nonunion paling sering terjadi pada tulang
tibia, humerus, talus, dan metatarsal kelima.
Penyebab dari kegagalan menyatu ini adalah: (1) distraksi dan
pemisahan fragmen; (2) interposisi jaringan lunak di antara fragmen-
fragmen; (3) terlalu banyak gerakan pada garis fraktur; (4) persediaan darah
lokal yang buruk.3
a. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesa
Dari anamnesa kita dapat mengetahui adanya riwayat trauma, riwayat
tatalaksana yang telah dilakukan terhadap daerah trauma, dan berapa lama
waktu sejak trauma terjadi hinggs sekarang. Selain itu, dapat diketahui pula
gejala-gejala serta tanda-tanda khusus yang ditemukan.
Pemeriksaan fisik
a. Look, cari apakah terdapat:
Deformitas, angulasi, rotasi, pemendekan, atrofi, jaringan parut, dan
hiperpigmentasi.
b. Feel, yang perlu diperhatikan antara lain :
apakah terdapat nyeri tekan. Selain itu diperiksa apakah terdapat
perubahan suhu, oedem, dan pulsasi.
c. Move, untuk mencari:
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapi pada tulang
spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan
ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma. Nyeri bila
digerakkan, biasanya pada nonunion tidak terdapat nyeri.Dilakukan
manipulasi ringan pada area nonunion, bila terdapat gerakan biasanya
merupakan nonunion atrofik, bila tidak terdapat gerakan biasanya
adalah nonunion hipertrofik.3
Pemeriksaan penunjang
Penggunaan x-ray sangat penting untuk melihat keadaan tulang.
Sehingga dapat melihat jenis patahan tulang.
Gambaran sinar-X
Fraktur dapat terlihat dan tulang pada tiap sisinya mungkin mengalami
sklerosis. Dapat dibedakan dua macam nonunion:
(1) Bersifat hipertrofik dengan ujung-ujung tulang yang membesar,
menunjukan aktivitas osteogenik (seolah-olah akan membentuk kalus
penghubung).

Gambar 9 Nonunion hipertrofik


(2) Bersifat atrofik, tidak ada perkapuran di sekitar ujung tulang.

Gambar 10 Nonunion Atrofik3


3. Delay Union
Sebuah penyatuan tertunda didefinisikan sebagai tidak adanya
perkembangan radiografi penyembuhan atau ketidakstabilan fraktur pada
pemeriksaan klinis antara 4 dan 6 bulan setelah cedera. Delay union pada
tulang panjang memperpanjang kecacatan pasien dan kemandiriannya untuk
memperbaiki keterlambatan persatuan fraktur. kualitas hidup sangat
dipengaruhi oleh hal ini.1
Penyatuan yang tertunda dapat disebabkan oleh suplai darah yang tidak
memadai, infeksi, imobilisasi yang salah atau pengurangan, oleh fiksasi yang
buruk, oleh kurangnya nutrisi yang sesuai untuk penyembuhan tulang dan
oleh cedera energi tinggi. Penyatuan fraktur yang tertunda dapat dipengaruhi
oleh usia dan konstitusi pasien, atau dari jenis fraktur atau gangguan suplai
darah.2
a. Diagnosis
Disebut delay union jika waktu penyembuhan tulang dapat mencapai
dua kali lebih lama dibandingkan dengan waktu penyembuhan tulang pada
normalnya.3

Gambar 11 Garis fraktur masih tampak dengan callus minimal. Ujung-ujung tulang
fragmen fraktur tidak sclerosis atau atrofi. 3
4. Avascular Necrosis
Avascular bone necrosis (AVN), atau yang juga dikenal dengan
osteonekrosis, nekrosis aseptik dari tulang, nekrosis iskemia tulang, dan
osteochondritis desiccans, adalah kondisi yang menyebabkan angka
morbiditas yang signifikan serta penurunan fungsi sehari-hari dari pasien.
AVN melibatkan kerusakan yang progresif dari tulang akibat dari gangguan
pembuluh darah tulang, kematian osteosit dan sel lemak dan perubahan dari
arsitektur tulang.1
Osteonekrosis dari kaput femur, juga sering disebut sebagai nekrosis
avaskuler, adalah keadaan patologi yang disebabkan oleh berbagai etiologi
yang menyebabkan penurunan suplai vaskuler pada tulang subkondral dari
kaput femur. Osteonekrosis adalah fenomena yang melibatkan gangguan dari
suplai vaskuler ke kaput femur, yang menghasilkan kolapsnya permukaan
artikuler dan kemudian menjadi osteoarthritis.1
a. Diagnosis
Gejala tipkal dari pasien osteonekrosis adalah nyeri yang
biasanya memiliki onset yang berbahaya dan dipicu oleh aktivitas dan
angkat beban. Pola nyeri pada pasien dengan ONFH tidak bersifat unik,
pola ini dapat berhubungan dengan banyak proses patologis lainnya
termasuk diantaranya sendi panggul dan ini dapat menyebabkan
masalah. Nyeri awal tidak jelas dalam perjalanannya, biasanya disadari
saat pasien duduk ke posisi berdiri, menaiki tangga, berjalan miring,
dan menahan beban. Lokasi nyeri cenderung paling spesifik pada
panggul depan dan pelvis, dapat menyerupai nyeri akut. Jangkauan
geraak dapat berkurang dan menyebabkan gait.1
Radiografi normal telah digunakan sejak lama sebagai
pemeriksaan dasar untuk identifikasi dan derajat keparahan ONFH.
Penemuan secara radiografi termasuk diantaranya:
1) Sklerosis yang mengelilingi area osteopenia. Pola ini menunjukan
derajat keparahan tingkat II sesuai dengan Ficat-Arlet, sistem
Steinberg ARCO.
2) Garis berbentuk bulan sabit bersifat lusen pada subkondral fraktur.
Ditemukannya cresent sign disertai dengan absennya perataan
segmental, termasuk dalam lesi dengan derajat keparahan tingkat
III pada semua klasifikasi derajat keparahan mayor.
3) Perataan segmental dari kaput femur dengan atau tanpa
penyempitan ruang sendi dan osteoartritis sekunder, dikategorikan
sebagai ONFH tingkat lanjut.2

Gambar 12 Gambaran radiologi menurut Staging Steinberg

5. Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Berasal dari kata osteon
(tulang) dan myelo (sumsum tulang) dan dikombinasi dengan itis (inflamasi)
untuk menggambarkan kondisi klinis dimana tulang terinfeksi oleh
mikroorganisme. Osteomielitis kronis didefinisikan sebagai osteomielitis
dengan gejala lebih dari 1 bulan. Osteomielitis kronis dapat juga didefinisikan
sebagai tulang mati yang terinfeksi didalam jaringan lunak yang tidak sehat.
Gambaran patologi dari osteomielitis kronis adalah adanya tulang mati,
pembentukan tulang baru, dan eksudat dari leukosit polymorphonuclear
bersama dengan jumlah besar dari limfosit, histiosit, dan juga sel plasma.
Pada osteomielitis kronis dapat terjadi episode infeksi klinis yang berulang.
Tulang tibia merupakan tempat paling sering terjadinya
infectednonunion dan osteomielitis kronis setelah trauma. 5,6
Gambar 13 perkembangan osteomyelitis

a. Manifestasi klinis
Pasien dapat menderita nyeri pada daerah yang terkena, eritema, bengkak
dan terdapat sinus. Demam biasanya tidak ditemukan pada osteomielitis kronis.
Oleh karena infeksi biasanya tenang, diperlukan kecurigaan yang tinggi dalam
diagnosis, terutama pada pasien dengan atrophic nonunion setelah patah tulang
terbuka atau fiksasi internal dari patah tulang tertutup. Pada sekitar 0.2%
hingga 1.6% pasien, sinus yang kronik dapat berakhir pada metaplasia pada
epitel traktus sinus, tranformasi ganas dan pembentukan squamous cell
carcinoma (Marjolin’s ulcer).
b. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
- Peningkatan laju endap eritrosit
- Lukosit dan LED meningkat
2) Rontgen
Menunjukkan pembengkakan jaringan lunak sampai dua minggu
kemudian tampak bintik-bintik dekalsifikasi pada batang tulang, yang
kemudian dapat meluas dan diikuti oleh tanda-tanda pembentukan
involukrom.
Secara umum, osteomyelitis dapat diperhatikan osteopenia regional,
reaksi periosteal/ penebalan (periostitis) termasuk pembentukan codman
triangle, lisis tulang fokal atau kehilangan kortikal, eendosteal scalloping,
hilangnya arsitektur tulang trabecular, aposisi tulang baru, dan sclerosis
perifer.
Dalam kasus kronis atau tidak diobat, dapat terjadi pembentukan
sequestrum, involucrum, dan atau kloaka.

Gambar 13 Lesi litik (radiolusen) pada corpus metatarsal digiti 5 dengan zona transisi
yang luas, terdapat cortical disruption dan periosteal reaction5

Gambar 14 Kasus ini dengan jelas menggambarkan patologi dan komplikasi

osteomyelitis kronis dengan pembentukan sequestrum, involucrum dan kloaka serta


saluran sinus yang mengering5

6. Sudeck Atrofi
Complex Regional Pain Syndrome (CRPS) merupakan istilah yang
menggambarkan berbagai keadaan nyeri yang terjadi setelah trauma, biasanya
bersifat regional dan terutama mengenai bagian distal ekstremitas
The International Association for the Study of Pain (IASP)
mendefinisikan kausalgia sebagai sindrom nyeri terbakar yang menetap setelah
suatu lesi traumatik pada saraf disertai disfungsi vasomotor dan sudomotor
kemudian diikuti perubahan trofik. Nyeri tersebut dirasakan sesuai dengan
dermatom atau distribusi saraf tepi. Nyeri timbul spontan dan bertambah berat
dengan rangsangan pada kulit serta dapat dipicu oleh faktor psikologik seperti
cemas, tertawa, terangsang, atau bahkan pikiran bahwa lengannya diraba.
Nyeri seringkali berkurang dengan merendam lengan yang sakit dengan air
dingin atau mengompres dengan handuk basah
a. Gejala Klinis
Gejala utama dari CRPS adalah rasa nyeri yang hebat pada
sebagian anggota tubuh dan makin lama makin parah. Pada kebanyakan
kasus CRPS terdapat tiga tahap perkembangan berdasarkan durasi dari
gejalanya, meskipun seringkali tidak mengikuti pola ini.
i. Tahap 1 (tahap akut : 0-3 bulan)
Hal ini ditandai terutama oleh rasa sakit atau kelainan sensorik
(misalnya hiperalgesia, allodynia), tanda-tanda gangguan vasomotor,
edema, dan gangguan sudomotor (misalnya kulit kering).
ii. Tahap 2 (tahap dystrophic : 3-9 bulan)
Hal ini ditandai dengan rasa sakit yang lebih berat dengan adanya
gangguan sensorik, disertai dengan gangguan vasomotor dan
perubahan motorik yang signifikan.
iii. Tahap 3 (tahap atrophic : 9-18 bulan)
Hal ini ditandai dengan berkurangnya rasa nyeri yang disertai
dengan gangguan vasomotor dan meningkatnya perubahan motorik
yang bersifat ireversibel.

b. Kriteria Diagnosis
Diagnosis CRPS sebagian besar ditentukan dari gejala klinis yang ada dan
berdasarkan taksonomi dari The International Association for the Study of Pain
(IASP). Diagnosis CRPS tipe I (Reflex Sympathetic Dystrophy) ditegakkan
apabila tidak ada bukti kerusakan nervus, berbeda dengan CRPS tipe II
(kausalgia) dimana terdapat kerusakan nervus. Selain itu, rasa nyeri dapat
diklasifikasilan sebagai simpatis terpelihara (SMP) atau simpatis terbebas (SIP),
tergantung pada gejala klinis atau respon blokade simpatis.

Gambar 15 Kriteria Diagnosis CRPS Tipe I dan Tipe II Berdasarkan IASP Tahun 1994

Berdasarkan kriteria diagnostik Budapest seperti pada gambar 15,


CRPS ditegakkan dengan aturan sedikitnya terdapat satu gejala dari empat
kategori gejala dan sedikitnya masing-masing satu tanda dari dua atau lebih
kategori. Kategori yang dimaksud dapat berupa sistem sensorik (allodinia
dan hiperalgesia), vasomotor (perubahan warna kulit, perbedaan suhu, dan
perbedaan warna kulit), sudomotor (edema, berkeringat, dan perbedaan
kelembapan kulit), dan trofik/motorik (penurunan luas gerak sendi,
penurunan kekuatan motorik, disfungsi motorik (kelemahan, tremor,
distonia), dan perubahan trofik (rambut/kuku/kulit)). Tujuan kriteria
diagnostik Budapest adalah meningkatkan spesifisitas atau meminimalisir
positif palsu terhadap sensitivitasnya. Kriteria Budapest sendiri memiliki
spesifisitas yang besar namun sensitivitas yang rendah.

2.3 Proses Penyembuhan Tulang


Tahap penyembuhan tulang dibagi menjadi 5 tahap yakni: formasi
(pembentukan) hematom, inflamasi, soft callus, hard callus dan remodeling. Perlu
diingat bahwa tahap-tahap ini dapat berjalan dengan saling tumpang tindih,
sehingga pada setiap bagian fraktur, mungkin saja sedang terjadi tahap
penyembuhan yang berbeda-beda.1
1. Formasi Hematoma
Fraktur menyebabkan kerusakan struktural dari tulang, sumsum tulang,
periosteum, otot, pembuluh darah dan jaringan lunak lainnya. Hal ini
menyebabkan terbentuknya hematoma, yang diawali dengan perubahan
fibrinogen menjadi fibrin. Hematoma ini ditandai dengan pH yang rendah,
hipoksia dan terdapat sel-sel inflamasi. Hematoma berfungsi sebagai penyangga
sementara sebelum invasi dari sel-sel inflamasi lainnya.
2. Inflamasi
Tahap inflamasi ini mendominasi respons selular pada tahap awal
penyembuhan tulang. Sel pertama yang akan di rekrut dalam proses inflamasi
adalah polymorphonuclear neutrophils (PMNs). Sel-sel yang berakumulasi
dalam jam-jam pertama setelah cedera ini tertarik karena adanya sel-sel mati dan
debris. PMN sendiri berumur pendek (sekitar 1 hari), tetapi akan mensekresi
beberapa jenis chemokines (seperti C-C motif chemokine 2 (CCL2) dan IL-6)
yang akan menarik makrofag yang berumur lebih panjang. PMN diperikirakan
memiliki efek negative pada penyembuhan tulang, sementara makrofag memiliki
efek positif. Reaksi inflamasi yang terjadi ini membantu proses penyembuhan
tulang dengan cara menstimulasi angiogenesis, menyebabkan terjadinya
produksi dan diferensiasi mesenchymal stem cells (MSC) dan meningkatkan
sintesis ekstraselular matriks.
3. Soft Callus
Pembentukan soft callus ditandai dengan diferensiasi dari sel progenitor
menjadi kondrosit dan osteoblas. Bergantung dari lingkungan, proses mekanis
dan suplai aliran darah ke daerah fraktur, sel yang utama yang terdapat pada
callus dapat berupa kartilago atau osteoid. Sel-sel ini akan menggantikan
hematoma dan jaringan fibrosa.
4. Hard Callus
Hard Callus diartikan sebagai perubahan dari kartilago menjadi matriks
kartilago yang terkalsifikasi dengan diferensiasi pada kondrosit terminal. Pada
manusia, tahap ini terjadi beberapa minggu setelah fraktur. Seiringnya dengan
proses kalsifikasi, kondrosit hipertrofik akan menjadi semakin dewasa dan
pembuluh darah akan masuk ke dalam callus. Sel yang dominan pada tahap ini
adalah osteoblas dan osteoklas karena jumlah kondrosit akan semakin berkurang
pada tahap ini.
5. Remodeling
Fase ini adalah fase dimana jaringan yang sebelumnya rusak, kembali ke
keadaannya sebelum rusak. Pada saat remodeling, arsitektur kanalikular dari
tulang akan dibangun kembali dan sistem haversian dengan osteositnya akan
dibentuk kembali. Prosesnya dimulai saat konsolidasi telah terjadi dan dapat
terus berlanjut sampai 6-9 tahun, sehingga memakan waktu 70% dari waktu
keseluruhan penyembuhan tulang. Saat remodeling, interaksi antara osteoblas
dan osteoklas akan mengakibatkan pembentukan tulang lamellar. Fenomena ini,
dideskripsikan sebagai Wollf’s law, mencakup penguatan dari arsitektur tulang
sebagai respon dari pemberian beban pada tulang.1
Gambar 16Proses Healing Fraktur

Gambar 17 Proses Penyembuhan Fraktur


Table 1 rata-rata penyembuhan fraktur3
Average healing times of common fractures
Phalanges 3 weeks
Metacarpals 4-6 weeks
Distal radius 4-6 weeks
Lower arm 8-10 weeks
Humerus 6-8 weeks
Femoral neck 12 weeks
Femoral shaft 12 weeks
Tibia 10 weeks

Indikasi Penggunaan CT-Scan15

a. Mendiagnosis kelainan pada otot dan tulang, seperti patah tulang


b. Mendeteksi lokasi tumor, infeksi, atau penggumpalan darah
c. Mendeteksi luka atau perdarahan pada organ dalam
d. Memandu prosedur medis lain, seperti operasi, biopsi, dan terapi radiasi
e. Memantau perkembangan penyakit
f. Mengevaluasi efektivitas pengobatan yang diberikan, seperti pengobatan kanker

Kontraindikasi15
a. Janin dan anak-anak lebih rentan terkena bahaya paparan radiasi. Oleh karena
itu, CT scan umumnya tidak disarankan pada ibu hamil dan anak-anak.
b. Cairan kontras yang digunakan pada CT scan dapat menimbulkan sejumlah efek
samping, termasuk reaksi alergi berat (anafilaksis).
c. Ibu menyusui yang menjalani CT scan dengan cairan kontras tidak perlu
berhenti menyusui. Namun, bila ingin merasa aman, disarankan untuk
memompa ASI terlebih dahulu guna mencukupi kebutuhan bayi 24 jam setelah
CT scan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemeriksaan Radiologi Normal

Gambar18 Gambaran radiologi x-ray pada regio antebrachii dextra yaitu dilakukan
dengan posisi PA, AP, lateral dan oblique

Gambar 19Gambaran radiologi x-ray pada regio femur dextrayaitu dilakukan


dengan posisi AP dan Lateral
Gambar 20Gambaran radiologi x-ray pada regio tibia dan fibula sinistrayaitu
dilakukan dengan posisi AP dan Lateral

Gambar 21Gambaran radiologi x-ray pada regio patella sinistra yaitu dilakukan
dengan posisi Lateral
3.2 Pemeriksaan Radiologi Fraktur
3.2.1 Fraktur Radius Ulna
1. Fraktur colles

Gambar 22Terdapat fraktur pada radial dextra distal dengan angulasi


dorsal & displacement radius distal dengan cedera jaringan lunak

Gambar 23Foto rontgen wrist lateral (A) dan AP (B). Fraktur complete
pada distal radius dextra, ekstensi sendi radiokarpal dan sendi
radioulnar distal, Displacement fragmen artikular, pemendekan radial
dan dan fraktur styloid ulnaris
2. Fraktur Smith

Gambar 24Foto rontgen wrist posteroanterior (A) dan lateral (B) dari
pria berusia 47 tahun dengan fraktur radius sinistra bagian distal dengan
dislokasi fragmen distal ke volar.

Gambar 25Foto rontgen wrist lateral (A) dan PA (B). Terdapat fraktur
radius dextra bagian distal dengan angulasi dan dislokasi radial ke
volar. Ada juga avulsi proses styloid ulnaris.
3. Fraktur Monteggia

Gambar 26Terdapat fraktur complete pada 1/3 proximal os ulnar


dextra dengan dislokasi caput radii.

Gambar 27Terdapat fraktur complete pada 1/3 proximal os ulnar


sinistra dengan dislokasi caput radii dan pemendekan ulna.
4. Fraktur Galeazzi

Gambar 28Terdapat fraktur complete pada 1/3 distal os radius dextra


dengan displacement. Dislokasi dorsal ulnaris dari sendi radioulnar
distal. Tidak ada fraktur ulnaris.

Gambar 29Pada radiografi frontal, terdapat fraktur 1/3 distal os radius


sinistra, dan dislokasi sendi radioulnar distal.
Pada radiografi lateral, terdapat fraktur dan dislokasi dorsal terlihat
lebih jelas, dan angulasi volar dari fraktur radius.

3.2.2 Fraktur Femur

Gambar 30Terdapat fraktur incomplete pada 1/3 distal os femur dextra.

Gambar 31Terdapat fraktur incomplete pada 1/3 proximal os femur dextra.


3.2.3 fraktur tibia-fibula

Gambar 32Terdapat fraktur comminutif pada 1/3 distal os fibula dextra dan
Terdapat fraktur complete pada 1/3 distal os tibia dextra

Gambar 33Terdapat fraktur segmental pada 1/3 medial os fibulasinistra dan


Terdapat fraktur segmental pada 1/3 medial os tibiasinistra.
3.2.4 Fraktur Patella

Gambar 34Terdapat fraktur non displaced pada patella sinistra

3.2.5 Fraktur Healing


1. Non Union

Gambar 35Terdapat non union fraktur pada 1/3 medial os tibia dan fibula
dextra. Terjadi setelah 9 bulan, pasien menolak untuk dioperasi, post
external fixation.
2. Mal Union

Gambar 36Terdapat malunion fraktur pada 1/3 distal os tibia dan fibula
dextra.

3. Delay Union

Gambar 37Terdapat delay union fraktur pada 1/3 distal os ulna sinistra setelah terjadi
smith fracture yang terjadi 4 minggu.
4. Osteomyelitis

Gambar 38Terdapat osteomielitis pada proximal tibia.

5. Avascular Necrosis

Gambar 39Terdapat sklerotik pada caput femoralis dextra et sinistra,


disbabkan oleh nekrosis avaskular
6. Sudeck Atrofi

Gambar 40Foto rontgen wrist AP (A) dan Oblique (B) pasien mengalami perubahan
warna kulit serta berkeringat disertai nyeri setelah 7 bulan operasi trasnseksi tendon.
Patchy osteopenia pada interphalangeal distal dan proximal phalang 2,3 dan 4.
BAB IV
KESIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan
luasnya. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma
dimana tedapat tekanan yang belebihan pada tulang.
Fraktur ekstraartikular dan inraartikular pada distal radius yang menunjukkan
tanda angulasi ke arah dorsal (apex volar), pergeseran ke arah dorsal, pemendekan
tulang radius.
Fraktur Smith Fraktur dengan gambaran angulasi ke arah volar (apex dorsal)
dari distal radius dengan garden spade deformity atau pergeseran ke arah volar dari
distal radius.
Fraktur Montegia adalah terputusnya hubungan sepertiga bagian proksimal
ulna dan dislokasi kaput radius yang disebabkan oleh cidera akibat jatuh dengan tangan
dan pada saat yang sama tubuh memuntir.
Fraktur distal radius disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal
COLLES SMITH MONTEGGIA GALEAZZI
Tulang Os Radius Os Radius Os Ulna Os Radius
Letak Distal, Distal, 1/3 Proximal 1/3 Distal
angulasi/displacement angulasi/displacement
ke dorsal ke volar
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon L. Apley and Solomon’s concise systems of orthopaedics and trauma. 4 th


edition. 2018.
2. Riset Kesehatan Daerah. 2013. Prevalensi fraktur di Indonesia.
3. Tom Savage, Barry Kelly. Ulster Medical Journal. Interpretation of Radiographs
Performed For Investigation OF Upper Limb Injury. 2013;82(1):26-30.
4. Elibrahimi A, Boussakri H, Elidrissi M, Shimi M and Elmrini A. SM Journal of
Orthopedics: Galeazzi-Equivalent Lesion: Report of a Case and Review of
Literature. 2016; 2(2): 1033.
5. Niknejad M. Fracutre Colles. https://radiopaedia-org.translate.goog/articles.colles-
fracture
6. Oo A. Smith Fracture. https://radiopaedia.org/articles/smith-fracture
7. Knipe H. Monteggia Fracture-Dislocation. https://radiopaedia.org/articles/monteggi
a-fracture-dislocation
8. Akram N. Galeazzi Fracture-Dislocatin. https://radiopaedia.org/cases/galeazzi-
fracture-dislocation
9. Knipe H. Schubert R. Fracture Healing. https://radiopaedia.org/articles/fracture-
healing
10. Smithuis R. Fracture Mechanism and Radiography. https://radiologyassistant-
nl.translate.goog/musculoskeletal/ankle/fracture-mechhanism-and-radiography
11. Patel Ms. Guillard F. Osteomyelitis. https://radiopaedia.org/articles/ostemyelitis
12. Gershon Volpin and Haim Shtarker. Management of Delayed Union, Non-Union
and Mal-Union of Long Bone Fractures. G. Bentley (ed.). European Surgical
Orthopaedics and Traumatology. 2014
13. Eric J. Visser. 2005. Complex Regional Pain Syndrome. Australasian Anaesthesia
Journal.
14. Lynne Turner-Stokes, Andreas Goebel. 2011. Complex Regional Pain Syndrome in
Adults: Concise Guidance. Clinical Medicine Journal: Vol. 11, No. 6 :596-600.
15. Hussain, S., et al. (2022). Modern Diagnostic Imaging Technique Applications and
Risk Factors in the Medical Field: A Review. BioMed Research International,
2022, pp. 1–19

Anda mungkin juga menyukai