Anda di halaman 1dari 58

RESUME PBL

SKENARIO 2
BENJOLAN DI LEHER

Nama : Intan Pratiwi


NPM : 116170032
Kelompok : 4B
Blok : 5.1
Tutor : dr. Ignatius Hapsoro W, M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
Skenario
Benjolan di Leher
Benjolan di Leher Seorang perempuan berusia 65 tahun, datang ke Poli RS
dengan keluhan benjolan di leher sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan disertai
mengantuk pada siang hari, konsentrasi menurun, mudah kedinginan dan mudah
lelah. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan namun berat badannya naik
sebanyak 8 Kg dalam 3 bulan terakhir. Pasien tinggal bersama suaminya di daerah
pegunungan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kulit pucat, puffy face, edema
periorbital. Teraba massa di leher kanan, difuse, konsistensi kenyal dan ikut
bergerak saat menelan. Dokter menduga adanya kelainan hormon dan disarankan
untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium kadar TSH, Free T3 dan Free T4 untuk
penatalaksanaan lanjutan.

Step 1 – Klarifikasi Istilah


1. Puffy face : Keadaan dimana kondisi wajah pasien
membengkak akibat akumulasi cairan dalam tubuh
2. TSH : Thyroid Stimulating Hormone, yaitu hormone
yang berfungsi menstimulus sekresi dari T3 dan T4
3. Free T4 (Tiroksin) : hormone utama yang dikeluarkan kelenjar tiroid
untuk masuk ke dalam pembuluh darah
4. Free T3 : hormone dalam pembuluh darah yang kadarnya
minim, dan digunakan untuk monitoring pada pasien dengan kondisi
gangguan tiroid
5. Diffuse : luas dan menyeluruh; pembesaran kelenjar
yang merata

Step 2 – Rumusan Masalah


1. Bagaimana mekanisme timbulnya keluhan pada pasien?
2. Bagaimana pengaruh letak geografis pada pasien dengan keluhan yang
timbul? Beserta faktor risiko dan etiologi lain?
3. Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien tersebut?
4. Bagaimana tata laksana pada kasus tersebut?
5. Bagaimana komplikasi yang terjadi apabila pasien tidak ditangani dengan
baik?

Step 3 – Analisis Masalah


1. Bagaimana mekanisme timbulnya keluhan pada pasien?
 Peningkatan berat badan terjadi akibat adanya disfungsi pituitary gland
yang menyebabkan hormone TSH menurun, yang berdampak pada
menurunnya sekresi T3 dan T4 yang otomatis terjadinya penurunan
BMR sehingga terjadi peningkatan berat badan; penurunan metabolic
rate pun berdampak pada penurunan pembentukan ATP sehingga
tubuh terasa lemah
 Efek fisiologis
o Meningkatkan konsumsi oksigen
o Meningkatkan katabolisme lemak dan protein
o Protein polisakarida, As. Hialuronat, As. Sulfat dan berbagai
protein pada kulit ini diurai oleh T3 dan T4
o Memproduksi sumber panas untuk menjaga homeostasis suhu
tubuh
o Berefek pada jantung yaitu meningkatkan curah jantung
o Mempunyai efek vasodilatasi pada pembuluh darah –
peningkatan reabsorpsi natrium dan air
o Berpengaruh pada perkembangan otak (khususnya dibagian
cortex cerebri, ganglia basalis dan cochlea) juga tulang pada
anak
o Metabolisme pada otot rangka
o Meningkatkan absorpsi karbohidrat pada usus
Defisiensi hormone T3 dan T4 menyebabkan protein-protein
pada kulit tidak dapat terurai, dan dapat menimbulkan kesan edema
pada kulit.
 Ketika terjadi kelainan pada hormone tiroid homeostasis suhu tubuh
terganggu (hipotermi); edema yang terjadi akibat penumpukan protein,
sehingga terganggunya perpindahan cairan yang menyebabkan
timbulnya kesan edema
 Pada intestinal menghambat metabolisme yang menyebabkan
meningkatnya berat badan; penumpukan as. Hialuronit akan
menimbulkan manifestasi klinis pada kulit
 Defisiensi iodium menyebabkan berkurangnya sekresi T3 dan T4
akibat letak geografis pasien; kurangnya sekresi ini menyebabkan
pituitary gland yang terganggu melalui jalur feedback T3 dan T4 serta
TSH; kurangnya kadar T3 dan T4 menyebabkan terstimulusnya
hormone TSH secara berlebih, sehingga menimbulkan kondisi
hiperplasi pada pituitary gland dan menyebabkan benjolan;
menurunkan efek inotropic pada jantung sehingga kontraktilitas dan
heart rate menurun, serta penurunan cardiac output sehingga
berkurangnya darah ke otak menurun yang berakibat kurangnya
pasokan oksigen sehingga konsentrasi menurun
2. Bagaimana pengaruh letak geografis pada pasien dengan keluhan yang
timbul? Beserta faktor risiko dan etiologi lain?
 Individu yang tinggal pada area pegunungan rentan terjadi defisiensi
iodium akibat letak geografis
 Kadar iodium pada dataran tinggi cenderung rendah, dan berpengaruh
pada kandungan iodium pada makanan yang cenderung lebih sedikit
dibandingkan kandungan iodium pada makanan yang berasal dari
dataran rendah
 Penurunan kadar iodium berpengaruh terhadap sekresi hormone tiroid
yang terbentuk sehingga dapat memicu terjadinya kondisi
hipotiroidism
 Lapisan tanah pada dataran tinggi lama kelamaan akan terkikis yang
berdampak terhadap kandungan iodium pada makanan
 Faktor Risiko
o Umur
o Jenis Kelamin
o Genetik
o Merokok
o Stress
o Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan autoimun
o Zat kontras
o Obat-obatan tertentu
o Lingkungan
o Penyakit hati, Penyakit kongenital
 Etiologi
o Primer
 Kegagalan pada kelenjar tiroid
 Defisiensi iodium
 Penggunaan obat-obatan tertentu
o Sekunder
 Kegagalan hypothalamus
3. Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien tersebut?
 Anamnesis
o Faktor Risiko
o 7 Secret
 Pemeriksaan Fisik
o TTV
o Perabaan Benjolan serta interpretasi
o Pemeriksaan Kepala Leher
 Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan free T3 dan T4
4. Bagaimana tata laksana pada kasus tersebut?
 Diberikan levotiroksin
 Dilakukan evaluasi serum TSH
 Titrasi dosis apabila diperlukan
5. Bagaimana komplikasi yang terjadi apabila pasien tidak ditangani dengan
baik?
 Myxedema disertai kejang, penurunan pendengaran dan lainnya
Step 4 – Sistematika Masalah
1. Bagaimana mekanisme timbulnya keluhan pada pasien?
 Peningkatan berat badan terjadi akibat adanya disfungsi pituitary gland
yang menyebabkan hormone TSH menurun, yang berdampak pada
menurunnya sekresi T3 dan T4 yang otomatis terjadinya penurunan
BMR sehingga terjadi peningkatan berat badan; penurunan metabolic
rate pun berdampak pada penurunan pembentukan ATP sehingga
tubuh terasa lemah
 Efek fisiologis
o Meningkatkan konsumsi oksigen
o Meningkatkan katabolisme lemak dan protein
o Protein polisakarida, As. Hialuronat, As. Sulfat dan berbagai
protein pada kulit ini diurai oleh T3 dan T4
o Memproduksi sumber panas untuk menjaga homeostasis suhu
tubuh
o Berefek pada jantung yaitu meningkatkan curah jantung
o Mempunyai efek vasodilatasi pada pembuluh darah –
peningkatan reabsorpsi natrium dan air
o Berpengaruh pada perkembangan otak (khususnya dibagian
cortex cerebri, ganglia basalis dan cochlea) juga tulang pada
anak
o Metabolisme pada otot rangka
o Meningkatkan absorpsi karbohidrat pada usus
Defisiensi hormone T3 dan T4 menyebabkan protein-protein
pada kulit tidak dapat terurai, dan dapat menimbulkan kesan edema
pada kulit.
 Ketika terjadi kelainan pada hormone tiroid homeostasis suhu tubuh
terganggu (hipotermi); edema yang terjadi akibat penumpukan protein,
sehingga terganggunya perpindahan cairan yang menyebabkan
timbulnya kesan edema
 Pada intestinal menghambat metabolisme yang menyebabkan
meningkatnya berat badan; penumpukan as. Hialuronit akan
menimbulkan manifestasi klinis pada kulit
 Defisiensi iodium menyebabkan berkurangnya sekresi T3 dan T4
akibat letak geografis pasien; kurangnya sekresi ini menyebabkan
pituitary gland yang terganggu melalui jalur feedback T3 dan T4 serta
TSH; kurangnya kadar T3 dan T4 menyebabkan terstimulusnya
hormone TSH secara berlebih, sehingga menimbulkan kondisi
hiperplasi pada pituitary gland dan menyebabkan benjolan;
menurunkan efek inotropic pada jantung sehingga kontraktilitas dan
heart rate menurun, serta penurunan cardiac output sehingga
berkurangnya darah ke otak menurun yang berakibat kurangnya
pasokan oksigen sehingga konsentrasi menurun
2. Bagaimana pengaruh letak geografis pada pasien dengan keluhan yang
timbul? Beserta faktor risiko dan etiologi lain?
 Individu yang tinggal pada area pegunungan rentan terjadi defisiensi
iodium akibat letak geografis
 Kadar iodium pada dataran tinggi cenderung rendah, dan berpengaruh
pada kandungan iodium pada makanan yang cenderung lebih sedikit
dibandingkan kandungan iodium pada makanan yang berasal dari
dataran rendah
 Penurunan kadar iodium berpengaruh terhadap sekresi hormone tiroid
yang terbentuk sehingga dapat memicu terjadinya kondisi
hipotiroidism
 Lapisan tanah pada dataran tinggi lama kelamaan akan terkikis yang
berdampak terhadap kandungan iodium pada makanan
 Sumber iodium banyak terkandung dari makanan yang berasal dari
laut
 Faktor Risiko
o Umur
o Jenis Kelamin (perempuan lebih berisiko)
o Genetik
o Merokok
o Stress
o Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan autoimun
o Zat kontras
o Obat-obatan tertentu
o Lingkungan
o Penyakit hati, Penyakit kongenital
 Etiologi
o Primer
 Kegagalan pada kelenjar tiroid
 Defisiensi iodium
 Penggunaan obat-obatan tertentu
o Sekunder
 Kegagalan hypothalamus
3. Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien tersebut? Dx: Hipotiroid
 Anamnesis
o Identitas
o Faktor Risiko
o Keluhan Utama
 Benjolan di Leher
o RPS
 Onset untuk menentukan akut atau kronik
 Faktor memperberat memperingan
 Keluhan penyerta
 Lelah, Lemah, Mengantuk, Edema periorbital,
Suara serak. Konstipasi, Kenaikan berat badan
 Ditanyakan penyakit serupa
 Kelainan kongenital
 Riwayat pengobatan
 Riwayat operasi
 Riwayat penyakit keluarga (serupa)
 Riwayat Penyakit Pribadi Sosial (konsumsi garam,
alcohol, rokok, tempat tinggal)
o Tinjauan Sistem Tubuh
 Pemeriksaan Fisik
o TTV
o Perabaan Benjolan serta interpretasi
 Diffuse atau nodul
 Tunggal atau multiple
 Padat atau berisi cairan
o Pemeriksaan Kepala Leher
 Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan free T3 dan T4
o Skin graf untuk melihat uptake iodium
o Pencitraan Leher
4. Bagaimana tata laksana pada kasus tersebut?
 Diberikan levotiroksin dimulai dari dosis rendah sekitar 0,6 mg/KgBB
o Usia <60 tahun 1,6 mg/KgBB
o Usia >60 tahun 25-50 mg/KgBB
 Dilakukan evaluasi serum TSH
 Titrasi dosis apabila diperlukan
5. Bagaimana komplikasi yang terjadi apabila pasien tidak ditangani dengan
baik?
 Myxedema disertai kejang, penurunan pendengaran dan lainnya

Mindmap

/
Step 5 – Sasaran Belajar
1. Fisiologi metabolisme tiroid
2. Etiologi, Faktor Risiko, dan Patomekanisme pada gangguang tiroid
3. Penegakan diagnosis gangguan tiroid
4. Diagnosis banding gangguan tiroid
5. Penatalaksanaan gangguan tiroid

Refleksi Diri
Alhamdulillah pada Skenario 2 ini berjalan dengan lancar, semoga ilmu yang
sudah didapatkan bermanfaat.

Step 6

Belajar Mandiri

Step 7 – Pembahasan
1. Fisiologi dari hormone tiroid
o Regulasi sekresi hormon tiroid
Thyroid-stimulating hormone (TSH), hormon tropik tiroid
dari hipofisis anterior, adalah regulator fisiologik terpenting sekresi
hormon tiroid. TSH bekerja dengan meningkatkan Adenosin
monofosfat siklik (cAMP) di tirotrop. Hampir setiap tahap dalam
sintesis dan pelepasan hormon tiroid dirangsang oleh TSH. Selain
meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH juga mempertahankan
integritas struktural kelenjar tiroid. Tanpa adanya TSH, tiroid
mengalami atrofi (ukurannya berkurang) dan mengeluarkan hormon
tiroid dalam jumlah sangat rendah. Sebaliknya, kelenjar mengalami
hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel) dan hiperplasia
(peningkatan jumlah sel folikel) sebagai respons terhadap TSH yang
berlebihan. 1
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) hipotalamus, melalui
efek tropiknya, "menyalakan" sekresi TSH oleh hipo-fisis anterior,
sementara hormon tiroid, melalui mekanisme umpan-balik negatif,
"memadamkan" sekresi TSH dengan menghambat hipofisis anterior
dan hipotalamus. TRH berfungsi melalui jalur caraka kedua
diasilgliserol (DAG) dan inositol trisfosfat (IP3). Seperti lengkung
umpan-balik negatif lainnya, mekanisme antara hormon tiroid dan
TSH ini cenderung mempertahankan kestabilan sekresi hormon tiroid.
Umpan-balik negatif antara tiroid dan hipofisis anterior melaksanakan
regulasi kadar hormon tiroid bebas sehari-hari, sementara hipotalamus
memerantarai penyesuaian jangka-panjang. Tidak seperti kebanyakan
sistem hormon lainnya, hormonhormon di aksis hipotalamus-hipofisis
anterior tiroid pada orang dewasa tidak mengalami perubahan sekresi
yang mendadak dan besar. Sekresi hormon tiroid yang relatif tetap
sesuai dengan respons lambat dan berkepanjangan yang diinduksi oleh
hormonini; peningkatan atau penurunan mendadak kadar hormon
tiroid plasma tidak memiliki manfaat adaptif. Satu-satunya faktor yang
diketahui meningkatkan sekresi TRH (dan karenanya, sekresi TSH dan
hormon tiroid) adalah pajanan ke cuaca dingin pada bayi baru lahir,
suatu mekanisme yang sangat adaptif. Peningkatan drastis sekresi
hormon tiroid yang menghasilkan panas membantu mempertahankan
suhu tubuh sewaktu terjadi penurunan mendadak suhu lingkungan saat
lahir ketika bayi keluar dari tubuh ibunya yang hangat ke udara
lingkungan yang lebih dingin. Respons TSH serupa terhadap pajanan
dingin tidak terjadi pada orang dewasa, meskipun secara fisiologis
masuk akal dan memang terjadi pada banyak hewan. Beberapa bukti
mengisyaratkan bahwa pada jangka waktu yang lebih panjang selama
aklimatisasi ke lingkungan dingin, konsentrasi hormon-hormon dalam
aksis ini meningkat dalam upaya untuk meningkatkan laju
metabolisme (LMB) produksi panas. Berbagai jenis stress, termasuk
stres fisik, kelaparan, dan infeksi, menghambat sekresi TSH dan
hormon tiroid, mungkin melalui pengaruh saraf pada hipotalamus,
meskipun makna adaptif inhibisi ini masih belum jelas. 1

Gambar 1.1 Regulasi sekresi hormon tiroid. 2

o Sintesis dan Sekresi Hormon Metabolik Tiroid


Kira-kira 93 persen hormon-hormon metabolik aktif yang disekresi
oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin dan 7 persen adalah triiodotironin.
Akan tetapi, hampir semua tiroksin akhirnya akan diubah menjadi
triiodotironin di dalam jaringan, sehingga secara fungsional keduanya
bersifat penting. Secara kualitatif, fungsi kedua hormon sama, tetapi
keduanya berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerjanya.
Triiodotironin kira-kira empat kali lebih kuat daripada tiroksin, namun
jumlahnya di dalam darah jauh lebih sedikit dan keberadaannya di
dalam darah jauh lebih singkat daripada tiroksin. 1
Yodium dibutuhkan untuk pembentukan tiroksin. Untuk membentuk
tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya dibutuhkan kira-kira 50
mg yodium yang dikonsumsi dalam bentuk iodida, atau kira-kira 1 mg/
minggu. Agar tidak terjadi defisiensi yodium, garam dapur yang
umum dipakai diiodisasi dengan kira-kira 1 bagian natrium iodida
untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida. 1
Iodida yang dikonsumsi per oral akan diabsorbsi dari saluran cerna ke
dalam darah dengan pola yang kira-kira mirip dengan klorida.
Biasanya, sebagian besar iodida tersebut dengan cepat dikeluarkan
oleh ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira satu perlimanya dipindahkan
dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif dan
digunakan untuk sintesis hormon tiroid. 1
Gambar 1.2 Pembentukan, penyimpanan, dan sekresi hormon
tiroid. 2
o Tiroglobulin dan Proses Kimia Pembentukan Tiroksin dan
Triiodotironin
Pembentukan dan Sekresi Tiroglobulin oleh Sel- Sel Tiroid. Sel-sel
kelenjar tiroid merupakan sel kelenjar khas yang menyekresi protein.
Retikulum endoplasma dan alat Golgi menyintesis serta menyekresi
molekul glikoprotein besar yang disebut tiroglobulin dengan berat
molekul 335.000 ke dalam folikel. Setiap molekul tiroglobulin
mengandung sekitar 70 asam amino tirosin, dan tiroglobulin
merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodida untuk
membentuk hormon tiroid. Jadi, hormon tiroid terbentuk dalam
molekul tiroglobulin. Hormon tiroksin dan triiodotironin dibentuk dari
asam amino tirosin, yang merupakan sisa bagian dari molekul
tiroglobulin selama sintesis hormon tiroid dan bahkan sesudahnya
sebagai hormon yang disimpan di dalam koloid folikular. 1
Oksidasi lon lodida. Tahap pertama yang penting dalam
pembentukan hormon tiroid adalah perubahan ion iodida menjadi
bentuk yodium yang teroksidasi, baik yodium awal (nascent iodine)
(I°) atau I3 yaitu yodium yang ideal yang cepat diserap dan digunakan
oleh tubuh ketika diambil sebagai suplemen nutrisi, selanjutnya
mampu langsung berikatan dengan asam amino tirosin. Proses oksidasi
yodium ini ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya
hidrogen peroksidase, yang menyediakan suatu sistem kuat yang
mampu mengoksidasi iodida. Enzim peroksidase terletak di bagian
apikal membran sel atau melekat pada membran sel, sehingga
menempatkan yodium yang teroksidasi tadi di dalam sel tepat pada
tempat molekul tiroglobulin mula-mula dikeluarkan dari badan Golgi
dan melalui membran sel masuk ke dalam tempat penyimpanan koloid
kelenjar tiroid. Bila sistem peroksidase ini terhambat, atau secara
herediter tidak terdapat di dalam sel, maka kecepatan pembentukan
hormon tiroid turun sampai nol. 1
o Proses lodinasi Tirosin dan Pembentukan Hormon Tiroid
"Proses Organifikasi" tiroglobulin. Pengikatan yodium dengan
molekul tiroglobulin disebut organifikasi tiroglobulin. Bahkan sewaktu
masih dalam bentuk molekul, yodium yang sudah teroksidasi ini akan
berikatan langsung dengan asam amino tirosin, tetapi lambat. Di dalam
sel-sel tiroid, yodium yang teroksidasi itu berasosiasi dengan enzim
tiroid peroksidase yang menyebabkan proses di atas dapat berlangsung
selama beberapa detik atau beberapa menit. Oleh karena itu, dengan
kecepatan yang hampir sama dengan kecepatan pelepasan molekul
tiroglobulin dari aparatus Golgi atau seperti waktu disekresi melalui
bagian apikal membran sel ke dalam folikel, yodium akan berikatan
dengan kira- kira seperenam bagian dari asam amino tirosin yang ada
di dalam molekul tiroglobulin. Urutan tahap proses iodinasi tirosin dan
tahap akhir pembentukan dua hormon tiroid yang penting, tiroksin dan
triiodotironin. Tirosin mula-mula diiodisasi menjadi monoiodotirosin
dan selanjutnya menjadi diiodotirosin. Kemudian, selama beberapa
menit, beberapa jam, dan bahkan beberapa hari berikutnya, makin
lama makin banyak sisa iodotirosin yang saling bergandengan
(coupled) satu sama lainnya. 1

Gambar 1.3 Mekanisme selular tiroid. 1

Hasil reaksi penggandengan ini adalah terbentuknya molekul


tiroksin (T4), yang terbentuk bila dua molekul diiodotirosin
bergabung; tiroksin tersebut kemudian tetap merupakan bagian dari
molekul tiroglobulin. Atau dapat juga terjadi penggandengan satu
molekul monoiodotirosin dengan satu molekul diiodotirosin sehingga
terbentuk triiodotironin (T3), yang merupakan kira-kira satu perlima
dari jumlah hormon akhir. Sejumlah kecil reverse T3 (RT3) terbentuk
dari gabungan diiodotirosin dan monoiodotirosin, tapi RT3 pada
manusia tidak tnenunjukkan fungsi yang berarti. 1
Penyimpanan Tiroglobulin. Kelenjar tiroid berbeda di antara
kelenjar endokrin lainnya dalam hal kemampuannya menyimpan
sejumlah besar hormon. Sesudah hormon tiroid disintesis, setiap
molekul tiroglobulin mengandung sampai 30 molekul tiroksin, dan
rata-rata terdapat sedikit molekul triiodotironin. Dalam bentuk ini,
hormon tiroid disimpan di dalam folikel dalam jumlah yang cukup
untuk menyuplai tubuh dengan kebutuhan normal hormon tiroid
selama 2 sampai 3 bulan. Oleh karena itu, bila sintesis hormon tiroid
berhenti, efek fisiologis akibat defisiensi hormon tersebut belum
tampak untuk beberapa bulan. 1
Pelepasan Tiroksin dan Triiodotironin dari Kelenjar Tiroid
Tiroglobulin sendiri tidak dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dalam
jumlah yang bermakna; justru, pada awalnya tiroksin dan
triiodotironin harus dipecah dari molekul tiroglobulin, dan selanjutnya
hormon bebas ini dilepaskan. Proses ini berlangsung sebagai berikut:
Permukaan apikal sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia mengelilingi
sebagian kecil koloid sehingga terbentuk vesikel pinositik yang masuk
ke bagian apeks sel-sel tiroid. Kemudian lisosom pada sitoplasma sel
segera bergabung dengan vesikel-vesikel ini untuk membentuk
vesikel-vesikel digestif yang mengandung enzim-enzim pencernaan
yang berasal dari lisosom yang sudah bercampur dengan bahan koloid
tadi. Beragam protease yang ada di antara enzim-enzim ini akan
mencerna molekul-molekul tiroglobulin serta akan melepaskan
tiroksin dan triiodotironin dalam bentuk bebas. Kedua hormon bebas
ini selanjutnya akan berdifusi melewati bagian basal sel-sel tiroid ke
pembuluhpembuluh kapiler di sekelilingnya. Jadi, dengan demikian
hormon tiroid dilepaskan ke dalam darah. 1
Kira-kira tiga perempat tirosin yang telah diiodinasi di dalam
tiroglobulin tidak akan pernah menjadi hormon tiroid tetapi akan tetap
sebagai monoiodotirosin dan diiodotirosin. Selama terjadinya proses
pencernaan molekul tiroglobulin untuk melepaskan tiroksin dan
triiodotironin, tirosin yang sudah mengalami iodinasi ini juga turut
dilepaskan dari molekul tiroglobulin. Akan tetapi, tirosintirosin itu
tidak disekresi ke dalam darah. Sebaliknya, dengan bantuan enzim
deiodinase, yodium dilepaskan dari tirosin sehingga akhirnya membuat
semua yodium ini cukup tersedia di dalam kelenjar, untuk digunakan
kembali dalam pembentukan hormon tiroid tambahan. Pada kelainan
kongenital yang tidak memiliki enzim deiodinase, banyak orang sering
kali mengalami defisiensi yodium akibat gagalnya pembentukan
kembali proses tersebut. 1
o Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotironin ke Jaringan
Pengikatan Tiroksin dan Triiodotironin dengan Protein Plasma.
Saat memasuki darah, lebih dari 99 persen tiroksin dan triiodotironin
segera berikatan dengan beberapa protein plasma, yang semuanya
disintesis oleh hati. Tiroksin dan triiodotironin ini terutama berikatan
dengan globulin pengikat-tiroksin, tetapi dalam jumlah yang lebih
sedikit dengan prealbumin pengikat-tiroksin dan albumin. 1
Tiroksin dan Triiodotironin Dilepas Lambat ke Sel-Sel Jaringan.
Oleh karena besarnya afinitas protein pengikatplasma terhadap
hormon tiroid, maka hormon ini khususnya, tiroksin sangat lambat
dilepaskan ke sel jaringan. I(kira-kira setiap 6 hari, setengah dari
jumlah tiroksin yang ada di dalam darah dilepaskan ke dalam sel-sel
jaringan, sedangkan setengah dari triiodotironin oleh karena
afinitasnya rendah dilepaskan ke dalam sel-sel kirakira 1 hari. 1
Saat memasuki sel, sekali lagi hormon tiroksin dan triiodotironin
ini berikatan dengan protein intrasel, tiroksin berikatan lebih kuat
daripada triiodotironin. Oleh karena itu, kedua hormon sekali lagi
disimpan, namun kali ini di dalam sel-sel targetnya sendiri, dan kedua
hormon ini dipakai secara lambat selama berhari-hari atau berminggu-
minggu. 1
2. Kelainan Pada Hormon Tiroid
1) HIPERTIROID
Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan
tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
Keadaan ini timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid secara
berlebihan.
a. Etiologi dan faktor risiko
 Hipertiroid primer : gangguan yang terletak pada kelenjar tiroid
sehingga terjadi peningkatan hormone free T4 dengan
pemeriksaan kadar TSH yang rendah atau normal :
Grave disease, strauma nodusa toxic, adenoma toxic
 Hipertiroid sekunder : akibat tumor yang mensekresi TSH atau
adanya resistensi hipofisis terhadap mekanisme umpan balik
tiroid sehingga terjadi peningkatan TSH dan free T4

Tabel 1.1 Faktor yang berhubungan dengan hipertiroidisme.2


b. Patomekanisme
Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH
(Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsang aktifitas tiroid,
sehingga produksi tiroksin (T4) meningkat. Akibat peningkatan ini
ditandai dengan adanya tremor, ketidakstabilan emosi, palpitasi,
meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan. Kulit lebih
hangat dan berkeringat, rambut halus, detak jantung cepat, tekanan
nadi yang kecil, pembesaran hati, kadang kadang terjadi gagal
jantung.
Peningkatan cardiac output dan kerja jantung selama
ketidakstabilan atrial menyebabkan ketidakteraturan irama jantung,
terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Ancaman bagi
kehidupan di kombinasi dengan delirium atau koma, temperatur
tubuh naik sampai 41o C, detak jantung meningkat, hipotensi,
muntah dan diare. 3
Patofisiologi dari kondisi hipertiroid, harus dipahami terlebih
dahulu mengenai aksis hipotalamus-hipofisis anterior-tiroid.
Hipotalamus akan menghasilkan TRH (Tirotropin Releasing
Hormone). TRH akan merangsang sel tirotropin di hipofisis
anterior untuk menghasilkan TSH (Thyroid Stimulating Hormone).
TSH akan merangsang sel folikel di kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormone thyroid yang dapat berupa tri-
iodothyronine (T3) dan tetra-iodothyronine/thyroxine (T4). Dalam
hal ini tubuh memiliki sistem homeostasis yang baik dengan
mekanisme umpan balik negative. Hormon tiroid yang dilepaskan
akan memberikan umpan balik negative ke hipotalamus dan
hipofisis anterior untuk mengurangi pelepasan TRH dan TSH
sehingga produksi hormon tiroid tidak menjadi berlebihan dalam
darah. Apabila terdapat abnormalitas pada aksis ini tentunya akan
berdampak terhadap jumlah hormon yang beredar dalam darah
sehingga dapat terjadi abnormalitas kadar tiroid dalam darah, bisa
penurunan atau peningkatan. 3
Gambar 1.4 Patofisiologi Hipertiroid. 5
Aktivasi dari hormon tiroid pada sel target akan menyebabkan
sintesis dari protein baru yang akan berefek utamanya pada
metabolisme sel sehingga terjadi peningkatan Basal Metabolic
Rate (BMR), dan juga berefek pada pertumbuhan, perkembangan
Central Nervous System (CNS), sistem CVS (tachycardia,
tachypnea, peningkatan tekanan darah), dan efek pada sistem yang
lainnya. 3
c. Manifestasi klinis
 Hiperaktifitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu makan
meningkat, tidak tahan panas, banyak berkeringat, mudah lelah,
BAB sering, oligomenorea/amenorea dab libido turun,
takikardia, fibrilasi atrial tremor halus, refleks meningkat, kulit
hangat dan basah, rambut rontok, bruit.
 Apathetic thyrotoxicosis: dapat terjadi pada orang tua dengan
satu-satunya gejala berupa letargi.
 Thyroid storm/krisis tiroid ( sangat jarang, klinis
hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa:
delirium, demam, takikardia, hipertensi sistolik dengan tekanan
nadi melebar dan MAP turun

Gambar 1.5 Pasien hipertiroidisme. 6

d. Penegakan Diagnosis
Anamnesis :
 Lelah
 Gemetar
 Tidak tahan panas
 Keringat berlebih
 BB turun sementara nafsu makan meningkat
 Diare
 Riwayat keluarga
 Penyakit yang berhubungan sama autoimun. 3

Pemeriksaan fisik :
 Oftalmopati (mata melotot, fissure melebar, kedipan
berkurang, kelopak mata lambat dalam mengikuti gerakan
mata)
 Goiter difus
 Palpitasi
 Suhu badan meningkat
 Tremor
 Takikardi. 3
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan
diagnosis adalah pemeriksaan kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas
atau FT41 (free thyroxine index), pemeriksaan antibodi tiroid yang
meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan kadar TSH
serum, test penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine
uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning).Gold
standard yang digunakan dalam klinis adalah serum TSH dan FT4.
Pada pemeriksaan laboratorium hipertiroidisme menunjukan kadar
tiroksin dan triyodotironin bebas dan total dalam serum yang tinggi
serta kadar TSH serum yang rendah. Ambilan dari RAI (reactive
iodium uptake) dari tiroid meningkat. 3
e. Penatalaksanaan
Terdapat tiga pilihan untuk mengobati hipertiroidisme yaitu obat
anti tiroid (OAT), ablasi yodium radioaktif, dan pembedahan.
Metimazole (10-30 mg sehari atau 1x5mg u/initial dose)
PTU 300mg PTU dengan dosis terbagi (3x50mg-3x100mg)
2) HIPOTIROID
Hipotiroid merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya
sintesis hormon yang rendah di dalam tubuh. Berbagai keadaan dapat
menimbulkan hipotiroid baik yang melibatkan kelenjar tiroid secara
langsung maupun tidak langsung. Mengingat bahwa hormon ini
sangat berperan pada setiap proses dalam sel termasuk dalam otak,
menurunnya kadar hormon ini dalam tubuh akan menimbulkan akibat
yang luas pada seluruh tubuh. 7

a. Etiologi
Penyebab terjadinya hipotiroid dapat dikelompokkan menjadi
beberapa golongan. 7

Tabel 1.2 Penyebab hipotiroid. 7

Kekurangan hormon tiroid dapat berupa bawaan atau didapat.


Hipotiroid dapat diklasifikasikan menjadi hipotiroid primer,
sekunder, dan tersier. Hipotiroid primer terjadi akibat kegagalan
tiroid memproduksi hormon tiroid, sedangkan hipotiroid sekunder
adalah akibat dari defisiensi hormon TSH yang dihasilkan oleh
hipofisis. Hipotiroid tersier disebabkan oleh defisiensi TRH yang
dihasilkan oleh hipotalamus. Penyebab terbanyak hipotiroid adalah
akibat kegagalan produksi hormon tiroid oleh tiroid (hipotiroid
primer).Ada banyak alasan mengapa sel-sel di dalam kelenjar
tiroid tidak dapat membuat hormon tiroid yang cukup.

a) Hipotiroid Primer
 Penyakit Autoimun
Pada beberapa orang, sistem imun yang seharusnya
menjaga atau mencegah timbulnya penyakit justru
mengenali secara salah sel kelenjar tiroid dan berbagai yang
disintesis di kelenjar tiroid, sehingga akibatnya hanya
tersisa sedikit sel atau enzim yang sehat dan tidak cukup
untuk mensintesis hormon tiroid dalam jumlah yang cukup
untuk kebutuhan tubuh. Hal ini lebih banyak timbul pada
wanita dibandingkan pria. Tiroiditis otoimun dapat timbul
memdadak atau timbul secara perlahan. Bentuk yang paling
sering dijumpai adalah tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis
atrofik. 7
 Hipotiroid Kongenital
Beberapa bayi baru lahir dengan kelenjar tiroid yang tidak
terbentuk atau hanya memiliki kelenjar tiroid yang
terbentuk sebagian. Beberapa yang lain kelenjar tiroid
terbentuk ditempat yang tidak seharusnya (ektopik) atau
sel-sel kelenjar tiroidnya tidak berfungsi. Terdapat juga
enzim yang berperan pada sintesis hormon bekerja dengan
tidak baik. Pada keadaan demikian ini akan terjadi
gangguan produksi sehingga kebutuhan hormon tiroid tidak
tercukupi dan timbul hipotiroid. 7
b) Hipotiroid Sekunder
 Tiroiditis
Infeksi tiroid oleh virus sering diikuti terjadinya proses
keradangan kelenjar tiroid. Pada awalnya akan terjadi
peningkatan sintesis hormon, akan tetapi sebgaia akibat
proses yang berlanjut akan terjadi kerusakan sel kelenjar
yang kemudiaan diikuti penurunan sintesis hormon dan
mengakibatkan terjadinya hipotiroid. 7
c) Hipotiroid Tersier
 Kerusakan kelenjar hipofise
Tumor, radiasi atau tindakan bedah dapat
menimbulkan kerudakan pada hipofisis. Bila hal ini terjadi
maka sintesis hormon TSH (thyroid stimulating hormone)
yang memicu kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid
akan berkurang. Sebagai akibatnya akan terjadi penurunan
sintesis hormon tiroid. 7
Meskipun sangat jarang, beberapa penyakit dapat
menyebabkan terjadinya hipotiroid. Pada penyakit
sarkoidosis dapat terjadi penumpukan granuloma pada
kelenjar tiroid, sedangkan pada amiloidosis dapat terjadi
penumpukan protein amilod pada kelenjar. Demikian juga
pada hemokromatosis dapat terjadi penumpukan besi pada
jaringan kelenjar. Kesemuanya akan menimbulkan ganggua
pada fungsi kelenjar tiroid dalam mensintess hormon. 7
b. Patomekanisme
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid
atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid.
Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :
 Hipotalamus membuat “Thirotropin Releasing Hormone
(TRH)” yang merangsang hipofisis anterior
 Hipofisis anterior mesintesis thyrotropin ( Thyroid Stimulating
hormone = TSH ) yang merangsang kelenjar tiroid
 Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid ( triiodothyronin =
T3 dan tetraiodothyronin = T4 = thyroxin ) yang merangsang
metabolism jaringan yang meliputi : konsusmsi oksigen,
produksi panas tubuh, fungsi saraf, metabolism protein,
karbohidrat, lemak dan vitamin, serta kerja daripada hormon –
hormon lain.
Kelenjar tiroid memproduki hormone tiroid dan kalsitonin,
diproduksii dari dua tipe sel yaitu, sel folikel tiroid dan para
folikuler. Meskipun gangguan hipotalamus atau hipofisis dapat
mempengaruhi fungsi tiroid, penyakit lokal dari kelenjar tiroid
yang menghasilkan penurunan produksi hormon tiroid adalah
penyebab paling umum dari hipotiroidisme. Dalam keadaan
normal, tiroid melepaskan 100-125nmol T4 setiap hari dan hanya
sebagian kecil T3. Waktu paruh dari T4 adalah sekitar 7-10 hari.
Pada awal proses penyakit, mekanisme kompensasi terjadi untuk
mempertahankan tingkat T3. Penurunan produksi T4 menyebabkan
peningkatan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis. TSH merangsang
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar tiroid dan aktivitas 5'-
deiodinase, sehingga meningkatkan produksi T3. Kekurangan
hormon tiroid memiliki berbagai efek. Efeksi stemik adalah hasil
dari salah satu terjadinya penurunan proses metabolisme atau efek
langsung oleh infiltrasi miksedematous (yaitu akumulasi
glukosaminoglikan dalam jaringan). Perubahan hipotiroid di hasil
jantung membuat kontraktilitas menurun, pembesaran jantung,
efusi perikardial, penurunan denyut nadi, dan penurunan curah
jantung. Pubertas tertunda, anovulasi, ketidakteraturan menstruasi,
dan infertilitas yang umum. Skrining TSH harus menjadi bagian
rutin dari penyelidikan atas ketidakteraturan menstruasi atau
infertilitas. Penurunan efek hormon tiroid dapat menyebabkan
peningkatan kadar kolesterol total dan low density
lipoprotein(LDL) kolesterol dan perubahan dalam high-density
lipoprotein (HDL) kolesterol karena terjadi perubahan metabolik.
Selain itu, hipotiroidisme dapat menyebabkan peningkatan
resistensi insulin.
c. Manifestasi Klinis
a) Hipotiroid Kongenital
Riwayat dan gejala pada neonatus dan bayi :
 Fontanella mayor yang lebar dan fontanella posterior yang
terbuka
 Suhu rectal <35,50C dalam 0 – 45 jam pasca lahir
 Berat badan lahir >3500 gram, masa kehamilan >40
minggu
 Icterus prolongatum
 Hernia umbilicalis
 Miksedema
 Makroglosi
 Riwayat BAB pertama >20 jam setelah lahir dan sembelit
 Kulit kering, dingin, dan “motling” (berbercak-bercak,
terutama tungkai)
 Letargi
 Gangguan minum dan menghisap
 Bradikardia ( <100/menit )
 Hipotonia
 Tidur yang berlebihan, sedikit menangis, tidak selera
makan, biasanya lamban
 Hipertelorism
Gejala pada anak :
 Dengan goiter maupun tanpa goiter
 Gangguan pertumbuhan (kerdil)
 Gangguan perkembangan motorik, mental, gigi, tulang, dan
pubertas
 Gangguan perkembangan mental permanen terutama bila
onset terjadi sebelum umur 3 tahun
 Aktivitas berkurang, lambat
 Kulit kering
 Miksedema
 Tekanan darah rendah, metabolism rendah
 Intoleransi terhadap dingin
b) Hipotiroid Didapat
 Perlambatan pertumbuhan
 Miksedema
 Konstipasi
 Intoleransi dingin
 Mudah lelah
 Selalu mengantuk
 Maturasi tulang terlambat
 Punertas prekoks
 Nyeri kepala
 Galaktorea
 Terjadi pembesaran hiperplastik kelenjar pituitary
d. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dilakukan dengan melakukan beberapa
pendekatan, seperti:
 Melakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang timbul.
Gejala hipotiroid timbul secara perlahan dan tidak spesifik. Hal
ini menyebabkan kesulitan deteksi dini keadaan hipotiroid.
Beberapa keadaan atau penyakit lain dapat memberikan gejala
yang sama dengan hipotiroid. Hanya pada keadaan hipotiroid
yang berat gejala yang timbul lebih mudah dikenali. 7

 Riwayat penyakit dan keluarga


Adanya riwayat pengobatan kelenjar tiroid dengan obat,
tindakan bedah, radiasi daerah leher ataupun menkonsumsi
obat-obat lain seperti amiodaron, interferon alfa, interleukin
serta litium akan sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis hipotiroidisme. Demikian pula bila mempunyai
riwayat keluarga dengan kelainan tiroid. 7
 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fiSik sangat membantu penegakan diagnosis
hipoiroid. Adanya pembesaran kelenjar, kulit kering, edema
piting, menurunnya reflek tendon, bradikardi dan gejala-gejala
yang Iain dapat membantu diagnosis pasien dengan hipotiroid.
Hanya pada keadaan awal hipotiroid dan hipotiroid ringan,
sering tanda-tanda fisik tidak diketemukan. 7
 Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hormon
merupakan hal yang sangat penting guna menegakkan
diagnosis. Dua macam test, yakni pengukuran kadar TSH dan
T4 (khususnya T4 bebas) merupakan pemeriksaan yang
spesmk dan dipergunakan untuk menegakkan diagnosis
hipotiroid. Peningkatan kadar TSH dan menurunnya kadar T4
bebas menunjukkan adanya hipotiroid. 4
Pemeriksaan tunggal kadar T4 total tidak dapat
memberikan kepastian diagnosis hipotiroid. Hal ini mengingat
bahwa T4 setelah dilepaskan dari kelenjar tiroid akan berikatan
dengan protein pengikat (thyroid binding globulin = TBG,
thyroid binding pre-albumin = TBPA, maupun albumin)
sehingga tidak aktif. Hanya sekitar1-2% T4 yang bebas dan
dapat masuk kedalam sel dan dirubah menjadi T3 bebas
melalui proses deiodinasi yang akan memberikan efek biologis.
7

e. Penatalaksanaan
Pendekatan penatalaksanaan hipotiroid dapat dilakukan dengan
melihat manifestasi klinis pada penderita.
Pada pasien dengan gejala hipotiroid yang nyata dan disertai
dengan penurunan T4 bebas dan kenaikan TSH (hipotiroid klinis)
memerlukan terapi levotiroksin (T4). Pada umumnya dosis yang
diperlukan sebesar 1.6 ug/kaB/hari (total: 100-150 ug/hari). Pada
pasien dewasa <60 tahun tanpa disertai penyakit jantung dan
pembuluh darah, pemberian levotiroksin dimulai dengan dosis
rendah (50 ug/hari). Kadar TSH diukur 2 bulan dihitung dari mulai
awal terapi. 7
Peningkatan dosis levotiroksin dilakukan secara perlahan
apabila kadar TSH belum mencapai batas normal. Penambahan
sebesar 12.5-25 ug/hari dilakukan setiap 2 bulan (sesuai dengan
pemeriksaan kadar TSH), Penumnan dosis sebesar 12.5 25 ug/hari
juga dilakukan apabila kadar TSH menurun dibawah normal
sebagai akibat adanya penekanan produksi TSH. Pada pasien
dengan penyakit Grave yang mengalami hipotiroid setelah
pengobatan, pada umumnya membutuhkan dosis levotiroksin yang
lebih kecil. Hal ini mengingat masih ada sebagian jaringan tiroid
yang otonom dan menghasilkan hormon. 7
Levotiroksin mempunyai masa paruh yang panjang (sampai 7
hari), sehingga apabila pasien lupa minum sekali, maka dosis yang
seharusnya diminum hari itu ditambahkan pada dosis hari
berikutnya. Adanya kelainan mal-absorbsi, pemberian berbagai
macam obat (kalsium oral, estrogen, kolesteramin, golongan statin,
antasida, rifampisin, amiodaron, karbamazepin, sulfas ferosus)
dapat menggangu penyerapan maupun sekresi levotiroksin.
Sehingga pada pasien yang mendapat terapi obat tersebut harus
mendapatkan perhatian khusus.
Tabel 1.3 Guidelines dosis levothyroxine untuk hipotiroidisme pada
pasien dewasa. 8
Efek klinis terapi levotiroksin tidak segera terlihat. Pasien
baru merasakan hilangnya gejala 3-6 bulan setelah kadar TSH
mencapai kadar normal. Hal ini perlu diberitahukan kepada pasien
agar tidak menghentikan program pengobatan yang memang
memerlukan waktu yang panjang. 7 Apabila kadar TSH telah dapat
dipertahankan dengan dosis levotiroksin tertentu, maka pemberian
levotiroksin tetap dipertahankan pada dosis tersebut. Selanjutnya
pemeriksaan kadar TSH dapat dilakukan setiap 1-2 tahun sekali. 7
Pada pasien hipotiroid sub-klinis belum ada kesepakatan
rekomendasi terapi levotiroksin. Hipotiroid sub-klinis merupakan
keadaan dimana pada pasien tidak didapatkan gejala hipotiroid,
kadar T4 bebas dalam batas normal namun kadar TSH telah
meningkat. Pada umumnya terapi levotiroksin belum diberikan
apabila kadar TSH masih < 10 mU/L Terapi baru diberikan apabila
peningkatan TSH berlangsung lebih dari 3 bulan yang diketahui
dari beberapa kali pemeriksaan kadar TSH. Kecenderungan
menjadi hipotiroid klinis pada kelompok ini semakin besar pada
pasien yang disertai dengan hasil TPO-Ab yang positif. Pemberian
levotiroksin selalu dimulai dengan dosis yang rendah dan
dinaikkan secara bertahap. Pada pasien yang tidak memerlukan
terapi levotiroksin (TSH <10 mU/L), pemeriksaan kadar TSH perlu
dilakukan setiap tahun. 7
3) TIROIDITIS
Tiroiditis adalah merupakan radang pada kelenjar tiroid yang ditandai
oleh beberapa bentuk radang tiroid. Jenis-jenis tiroiditis secara umum
dapat dibagi menjadi kategori nyeri dan tanpa nyeri.
 nyeri yaitu tiroiditis subakut dan supuratif dan tiroiditis yanh
diinduksi oleh yodium radioaktif
 tanpa nyeri seperti tiroiditis hashimoto yang merupakan jenis
paling umum dari penyakit tiroid kronis
Tiroiditis Hashimoto adalah tiroiditis yang disebabkan oleh proses
autoimun dan berdasarkan waktu kejadian termasuk tiroiditis kronik.
Jika jaringan tiroid yang mengalami tiroiditis diperiksa dibawah mikro
skop maka akan tampak gambaran peradangan berupa infiltrasi sel-sel
limfosit.
Patogenesis
Infiltrasi dari sel T dan sel B dari kelenjar tiroid yang reaktif terhadap
antigen tiroid

Sel B yang teraktivasi mengeluarkan autoantibodi tiroid, termasuk
diantaranya antibodi terhadap tiroglobulin (anti-TG), tiroid
peroksidase (Anti-TPo) dan tirotropin

Sel T sitotoksik mengakibatkan kerusakan dari parenkim tiroid, yang
berakibat pada terjadinya tirotoksikosis yang akhirnya menjadi
hipotiroidisme.

Proses inflamasi ini berakibat pada tampilan histopatologis dari TH ini,
berupa agregasi limfosit dengan sentral germinal, folikel-folikel tiroid
kecil dengan koloid yang jarang, dan fibrosis 
Gambaran Klinis
Secara klinis tiroiditis Hashimoto menunjukkan pembesaran tiroid
tanpa nyeri, biasanya berhubungan dengan hipotiroidisme, pada wanita
usia menengah. Pembesaran kelenjar biasanya simetris dan difus,
namun kadang-kadang dapat terbatas sehingga menimbulkan
kecurigaan akan suatu neoplasma. Secara klinis hipotiroidisme
biasanya berkembang bertahap. Namun, pada beberapa kasus dapat
diawali oleh tirotoksikosis semeniara (transient) yang disebabkan oleh
kerusakan folikel tiroid serta pelepasan hormon tiroid (hashitoksikosis)
yang sekunder. Selama fase ini, kadar T4 dan T3 bebas meningkat,
TSH berkurang dan uptake yodium radioaktif menurun. Saat terjadi
hipotiroidisme, kadar T4 dan T3 berkurang secara progresif, diikuti
oleh peningkatan TSH kompensatorik. Pasien tiroiditis Hashimoto
sering menderita penyakit autoimun lainnya dan memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk berkembang menjadi limfoma non-Hodgkin sel B,
yang secara khas terjadi di dalam kelenjar tiroid. Hubungan antara
penyakit Hashimoto dan kanker epitelial tiroid masih tetap
kontroversial. Beberapa penelitian molekuler dan morfologik
menghubungkannya dengan predisposisi menjadi karsinoma papiler. 6

Gambar 1.6 Patologi anatomi tiroiditis Hashimoto. 3


Parenkim tiroid mengandungi sebukan padat sel-sel limfosit
dengan pembentukan sentrum germinativum. Tampak pula folikel-
folikel tiroid residual yang dilapisi oleh sel-sel Herthle yang sangat
eosinofilik. 3
 Tiroiditis Granulomatosa Subakut (de Quervain)
Tiroiditis granulomatosa subakut yang juga dikenal sebagai
tiroiditis de Quervain, lebih jarang ditemukan dibandingkan
dengan penyakit Hashimoto. Tiroiditis de Quervain paling sering
ditemukan pada usia antara 30 dan 50 tahun, dan seperti halnya
tiroiditis yang lain, terjadi lebih sering pada wanita dibanding pada
pria. Tiroiditis subakut diyakini disebabkan oleh infeksi virus atau
oleh suatu proses inflamasi yang dipicu oleh infeksi virus.
Sebagian besar pasien memiliki riwayat infeksi pernapasan persis
sebelum terjadinya tiroiditis. Berbeda dengan penyakit tiroid
autoimun, respons imun tidak menyerang diri terus-menerus,
sehingga proses yang terjadi terbatas. 3
Gambaran Klinis
Saat timbulnya tiroiditis granulomatosa subakut sering
mendadak, yang ditandai oleh rasa nyeri pada leher (terutama saat
menelan), demam, malaise, dan pembesaran tiroid yang bervariasi.
Seperti halnya pada tiroiditis yang lain, hipertiroidisme transien
dapat terjadi sebagai akibat kerusakan folikel tiroid dan pelepasan
hormon tiroid yang berlebihan. Hitung leukosit dan laju endap
darah meningkat. Sejalan dengan progresi penyakit dan destruksi
kelenjar, dapat terjadi fase hipotiroid transien. Keadaan ini secara
khas akan sembuh sendiri (selflimited), dan kebanyakan pasien
akan kembali ke keadaan eutiroid dalam waktu 6 hingga 8
minggu.1
 Tiroiditis Limfositik Subakut
Tiroiditis limfositik subakut juga dikenal sebagai tiroiditis tenang
(silent) dan tanpa nyeri; pada sekelompok pasien, onset penyakit
timbul setelah kehamilan (tiroiditis postpartum). Penyakit ini
sangat mungkin memiliki etiologi autoimun, oleh karena
ditemukannya antibodi antitiroid di dalam darah sebagian besar
pasien. Tiroiditis limfositik subakut paling sering mengenai wanita
usia menengah, yang menunjukkan massa tak nyeri di leher atau
dengan gejala kelebihan hormon tiroid. Fase awal tirotok sikosis
(yang tampaknya terjadi oleh karena kerusakan jaringan tiroid)
diikuti oleh kembalinya keadaan eutiroid dalam beberapa bulan.
Pada sebagian kecil pasien, keadaan ini dapat berlanjut menjadi
hipotiroidisme. Pada pemeriksaan makroskopik, kelenjar tiroid
umumnya tampak normal, terkadang dapat ditemukan suatu
pembesaran ringan yang simetris. Gambaran histologis terdiri atas
infiltrasi sel limfosit dan hiperplasia sentrum gerninativum di
dalam parenkim tiroid. 6
4) NODUL TIROID
Nodul tiroid merupakan kelainan pada kelenjar tiroid yang sering
dijumpai, terutama pada daerah yang kurang asupan iodium. Angka
kejadiannya juga meningkat seiring dengan peningkatan umur (> 50
tahun). Dimana sebagian besar dari nodul tiroid tersebut bersifat
asimptomatis dan bersifat jinak. Namun nodul tiroid juga dapat bersifat
ganas walaupun angka kejadiannya kecil. Oleh sebab itu, pemeriksaan
yang tepat sangat diperlukan untuk mengetahui apakah nodul tersebut
ganas atau tidak.
a. Etiologi
- Kekurangan yodium
- Kelainan tiroid yang berkembang pesat
- Tiroid: folikuler tiroid adalah tumor jinak, biasanya hasil dari
degenerasi tiroid adenoma. Bagian ini mengandung komponen
dan cairan tertentu
- Tiroiditis kronis, misalnya tiroiditis Hashimoto
- Nodul tiroid multicore
- Kanker tiroid. 7
Tabel 1.4 Klasifikasi nodul tiroid berdasarkan etiologinya
b. Faktor risiko
Faktor-faktor tertentu yang meningkatkan risiko Anda mengalami
nodul tiroid yaitu:
- Usia tua;
- Perempuan;
- Paparan radiasi. Paparan radiasi dari lingkungan atau riwayat
terapi radiasi pada kepala, leher, dada (khususnya selama masa
kanak-kanak) meningkatkan risiko;
- Kekurangan yodium: penyakit tiroid dapat menyebabkan
munculnya tonjolan;
- Mengalami tiroiditis Hashimoto : mungkin menjadi penyebab
hipotiroidisme;
- Ayah atau ibu yang mengalami menderita nodul tiroid. 7
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melihat kondisi klinis dan
hasil laboratorium tes darah pada fungsi tiroid akan membantu
mendiagnosis penyakit tumor tiroid. Tapi karena mayoritas tumor
tiroid jinak, kebanyakan orang memiliki fungsi tiroid normal.
Sebaran tumor sering terdeteksi saat rontgen leher selama
pemeriksaan fisik. USG (menggunakan gelombang suara untuk
menangkap gambaran dari bagian tubuh) yang dapat mendeteksi
keberadaan sebaran tumor dan melihat apakah benih tumor
membentuk karakteristik tertentu. Sebaran tumor tertentu bisa
berkembang menjadi kanker. Sebuah tes khusus (tiroid) dapat
mengetahui tumor tiroid yang terlalu aktif, yang menyebabkan
produksi hormon yang berlebihan dari hormon dan harus diperiksa
apakah kondisi ini harus diobati atau tidak. 7
d. Penatalaksanaan
 Terapi supresi dengan I-tiroksin
Terapi supresi dengan hormone tiroid (levotiroksin)
merupakan pilihan yang paling sering dan mudah dilakukan.
Terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta
mungkin bermanfaat pafa nodul yang kecil. Tetapi tidak semua
ahli setuju melakukan terapi supresi secara rutin, karena hanya
sekitar 20% yang responsif. Oleh karena itu perlu diseleksi
pasien yang akan diberikan terapi supresi, berapa lama, dan
sampai kadar TSH yang diingin dicapai. Bila kadar TSH sudah
dalam keadaan tersupresi, terapi dengan I-tiroksin tidak
diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan memberikan
Itiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran TSH sekitar 1-0.3
mlU/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan dan bila dalam
waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar
perlu dilakukan biopsy ulang atau disarankan operasi. Bila
setelah satu tahun nodul mengecil, terapi supresi dapat
dilanjutkan. Padaa pasien tertentu terapi supresi dapat
dilanjutkan. Pada pasien tertentu terapi supresi hormonal dapat
diberikan seumur hidup, walaupun belum diketahui pasti
manfaat terapi supresi jangka panjang tersebut. 7
 Suntikan etanol perkutan (Percutaneous Ethanol Injection)
Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan menyebabkan
dehidrasi seluler, denaturasi protein dan nekrosis koagulatif
pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat thrombosis
vascular, akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-
sel yang masih viable yang mengelilingi jaringan nekrotik.
Nodul akan dikelilingi oleh reaksi granulomatosa dengan
multinucleated giant cells dan kemudian secarabertahap
jaringan tiroid diganti dengan jaringan parut granulomatosa.
Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak
padat atau kistik dengan menyuntikan larutan etanol (alkohol),
tidak banyak center yang melakukan hal ini secara rutin karena
tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi, dalam waktu 6
bulan ukuran nodul bisa berkurang sebesar 45%. Disamping itu
dapat terjadi efek samping yang serius terutama bila dilakukan
oleh operator yang tidak berpengalaman. Efek samping yang
mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang hebat, rembasan
(leakage) alcohol ke jaringan ekstratioid, juga ada risiko
tirotoksikosis dan paralisis pita suara. 7
 Terapi Iodium Radioaktif (1-131)
Terapi dengan iodium radioaktif (1-131) dilakukan pada nodul
tiroid autonom atau nodul panas (fungsional) baik yang dalam
keadaan eutiroid maupun hipertiroid. Terapi iodium radioaktif
juga dapat diberikan pada struma multinodosa non toksik
terutama bagi pasien yang tidak bersedia dioperasi atau
mempunyai risiko tinggi untuk operasi. Iodium radioaktif dapat
mengurangi volume nodul tiroid dan memperbaiki keluhan dan
gejala penekanan pada sebagian besar pasien, yang perlu
diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya tiroiditis radiasi
(jarang) dan difungsi tiroid pasca-radiasi seperti hipertiroidisme
selintas dan hipotiroidisme. 7
 Pembedahan
Melalui tindakan bedah dapat dikaukan dekompresi terhadap
jaringan vital disekitar nodul, disamping dapat diperoleh
spesimen untuk pemeriksaan patologi. Hemitiroidektomi dapat
dilakukan pada nodul jinak, sedangkan berapa luas tiroidektomi
yang akan dilakukan pada nodul ganas tergantung pada jenis
histology dan tingkat risiko prognostik. Hal yang perlu
diperhatikan adalah penyulit seperti perdarahan pasca
pembedahan, obstruksi trakea pascapembedahan, gangguan
pada n.rekurens laringeus, hipoparatiroidi, hipoparatiroidi atau
nodul kambuh. Untuk menekan kejadian penyulit tersebut,
pembedahan hendaknya dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman dalam bidangnya. e. Terapi laser interstisial
dengan tuntutan ultrasonografi
Terapi nodul tiroid dengan laser masih dalam tahap
eksperimental. Dengan menggunakan “low power laser
energy”, energy termik yang diberikan dapat mengakibatkan
nekrosis nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakan pada
jaringan sekitarnya Suatu studi tentang terapi laser yang
dilakukan oleh Dossing dkk (2005) pada 30 pasien dengan
nodul padat-dingin soliter jinak (benign solitary solid-cold
nodule) mendapatkan hasil sbb, pengecilan volume nodul
sebesar 44% (median) yang berkorelasi dengan penurunan
gejala penekanan dan keluhan kosmetik, sedangkan pada
kelompok kontrol ditemukan peningkatan volume nodul yang
tidak signifikan sebesar 7% (median) setelah 6 bulan. Tidak
ditemukan efek samping yang berarti. Tidak ada korelasi antara
deposit energy termal dengan pengurangan volume nodul serta
tidak ada perubahan fungsi tiroid. 7
Jenis Obat Keuntungan Kerugian

Bedah Ablasi nodul, Perlu perawatan di RS, mahal,


menghilangkan risiko bedah :paralisis pita suara,
keluhan, specimen hipoparatiroidis,
untuk diagnostic hipotiroidisme
histologi
Levotiroksin Tidak perlu dirawat di Efikasi rendah, pengobatan
RS, murah, dapat jangka panjang, nodul tumbuh
memperlambat kembali setelah dihentikan,
pertumbuhan nodul takiaritmia jantung, penurunan
dan menghambat densitas tulang, tidak berguna
pembentukan nodul bila TSH tersupresi
baru
Iodium Tidak perlu dirawat di Kontraindikasi pada wanita
radioaktif RS, murah, efek hamil, pengecilan nodul
samping rendah, bertahap, hipotiroidisme dalam
nodul mngecil sampai 5 tahun (10% pasien), risiko
40% dalam satu tahun tiroiditis dan tirotoksikosis

Suntikan Tidak perlu di rawat Pengalamanasih terbatas,

Etanol di RS, relatif murah, efikasi rendah pada nodul besar,


tidak ada keberhasilan tergantung
hipotiroidisme nodul operator, rasa nyeri hebat, risiko
mengecil 45% dalam tirotoksikosis dan paralisis pita
6 bulan suara, perembesan etanol,
etanol mengganggu penilaian
sitologi dan histology

Terapi Laser Masih dalam tahap


eksperimental

Tabel 1.5 Perbandingan pengobatan Nodul Tiroid Soliter Jinak. 7


5) CARCINOMA TIROID
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4
tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduler.
Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih
sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam
kelenjar.Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker
tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali membatasi
kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan
menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup
banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
a. Etiologi dan faktor risiko
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan
khususnya untuk terjadi well differentiated (papiler dan folikuler)
adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk jenis meduler adalah
factor genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan
untuk kanker anaplastik dan meduler. Diperkirakan kanker jenis
anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensia baik
(papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis folikuler dua
kali lebih besar.
Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid.
Banyak kasus kanker pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi
pada kepala dan leher karena penyakit lain. Biasanya efek radiasi
timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi
TSH yang lama juga merupakan salah satu faktor etiologi kanker
tiroid. Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang
menderita kanker tiroid dan gondok menahun.
- Radiasi eksternal pada leher atau kepala khususnya selama
masa kanak- kanak-kanak
- Predisposisi genetik (melibatkan faktor herediter), khususnya
pada kanker tiroid type medullar.
- Jenis kelamin (laki-laki lebih sering terkena kanker tiroid
dibandingkan wanita).
b. Patofisiologi
Neoplasma tiroid sering timbul sebagai pembesaran tiroid yang
diskret. Kadang-kadang mirip goiter noduler jinak. Nodule-nodule
tiroid dapat diraba, kebanyakan nodule tersebut jinak, namun
beberapa nodule goiter bersifat karsinoma. Untuk menentukan
apakah nodule tiroid ganas atau tidak, harus dinilai factor-faktor
resiko dan gambaran klinis massa tersebut, dan harus dilakukan
beberapa pemeriksaan laboratorium.
Karsinoma tiroid biasanya kurang menangkap yodium
radioaktif dibandingkan kelenjar tiroid normal yang terdapat
disekelilingnya. Dengan cara scintiscan. nodule akan tampak
sebagai suatu daerah dengan pengambilan yodium radioaktif yang
berkurang, Tehnik yang lain adalah dengan echografi tiroid untuk
membedakan dengan cermat massa padat dan massa kistik.
Karsinoma tiroid biasanya padat, sedangkan massa kistik
biasanya merupakan kista jinak. Karsinoma tiroid harus dicurigai
berdasarkan tanda klinis jika hanya ada satu nodul yang teraba,
keras, tidak dapat digerakkan pada dasarnya dan berhubungan
dengan limfadenopati satelit.
Kanker Tiroid secara klinis dapat dibedakan menjadi suatu
kelompok besar neoplasma berdiferensiasi baik dengan kecepatan
pertumbuhan yang lambat dan kemungkinan penyembuhan yang
tinggi, dan suatu kelompok kecil tumor anaplastik dengan
kemungkinan fatal.
c. Klasifikasi
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
a) Tumor epitel maligna
- Karsinoma folikulare
- Karsinoma papilare
- Campuran karsinoma folikulare-papilare
- Karsinoma anaplastik ( undifferentiated )
- Karsinoma sel skuamosa
- Karsinoma Tiroid medulare
b) Tumor non-epitel maligna
- Fibrosarkoma
- Lain-lain
c) Tumor maligna lainnya
- Sarkoma
- Limfoma maligna
- Haemangiothelioma maligna
- Teratoma maligna
d) Tumor sekunder dan unclassified tumors
Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi:
- Karsinoma Folikuler.
- Karsinoma Papilar.
- Karsinoma Medular.
- Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).
- Lain-lain.
Ada 4 tipe jaringan karsinoma tiroid yang berbeda yang dipakai
untuk pelaksanaan sehari-hari, yaitu:
- Karsinoma Tiroid Papilar.
- Karsinoma Tiroid Folikular.
- Karsinoma Tiroid Medular.
- Karsinoma Tiroid Anaplastik.
Manifestasi klinik awal dari karsinoma tiroid adalah berbentuk
menyendiri dan suatu nodul dikelenjar tiroid yang tidak
menimbulkan rasa sakit. Tanda dan gejala tambahan tergantung
pada ada tidaknya metastase serta lokasi metastase (penyebaran sel
kanker) itu sendiri.
 Karsinoma Papilar
Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak
pada wanita atau kelompok usia diatas 40 tahun. Karsinoma
Papilar merupakan tumor yang perkembangannya lambat dan
dapat muncul bertahun-tahun sebelum menyebar ke daerah
nodes limpa. Ketika tumor terlokalisir di kelenjar tiroid,
prognosisnya baik apabila dilakukan tindakan Tiroidektomi
parsial atau total.
 Karsinoma Folikular
Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang
ada, terutama mengenai kelompok usia diatas 50 tahun.
Menyerang pembuluh darah yang kemudian menyebar ke
tulang dan jaringan paru. Jarang menyebar ke daerah nodes
limpa tapi dapat melekat/menempel di trakea, otot leher,
pembuluh darah besar dan kulit, yang kemudian menyebabkan
dispnea serta disfagia. Bila tumor mengenai Karsinoma
Medular. Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5
– 10 % dari seluruh karsinoma tiroid dan umumnya mengenai
orang yang berusia diatas 50 tahun.
Penyebarannya melewati nodes limpa dan menyerang
struktur di sekelilingnya. Tumor ini sering terjadi dan
merupakan bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia (MEN)
Tipe II yang juga bagian dari penyakit endokrin, dimana
terdapat sekresi yang berlebihan dari kalsitonin, ACTH,
prostaglandin dan serotonin.
 Karsinoma Anaplastik
Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar
biasa agresif. Kanker jenis ini secara langsung menyerang
struktur yang berdekatan, yang menimbulkan gejala seperti:
- Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring)
- Suara serak
- Disfagia
Prognosisnya jelek dan hampir sebagian besar klien meninggal
kira-kira 1 tahun setelah diagnosa ditetapkan. Klien dengan
diagnosa karsinoma anaplastik dapat diobati dengan pembedahan
paliatif, radiasi dan kemoterapi.
d. Gambaran klinis
Kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid didasarkan pada
observasi yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan patologis dan
dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan rendah.
Yang termasuk kecurigaan tinggi adalah:
- Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.
- Pertumbuhan tumor cepat.
- Nodul teraba keras.
- Fiksasi daerah sekitar.
- Paralisis pita suara.
- Pembesaran kelenjar limpa regional.
- Adanya metastasis jauh.
Kecurigaan sedang adalah:
- Usia < 20 tahun atau > 60 tahun.
- Riwayat radiasi leher.
- Jenis kelamin pria dengan nodul soliter.
- Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar.
- Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.
Kecurigaan rendah adalah: tanda atau gejala diluar/selain yang
disebutkan diatas.
Secara klinis karsinoma tiroid dibagi menjadi kelas-kelas, yaitu:
I. Infra Tiroid.
II. Metastasis Kelenjar Limpa Leher.
III. Invasi Ekstra Tiroid.
IV. Metastasis Jauh.
Gejala klinis yang dijumpai dapat berupa penekanan organ sekitar,
gangguan dan rasa sakit waktu menelan, sulit benafas, suara serak,
limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasi jauh. Paling
sering ke paru-paru, tulang dan hati.
e. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan laboratorium
a) Human thyroglobulin, suatu penanda tumor “tumor
marker” untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi
baik, terutama untuk follow up.
b) Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi
tiroid
c) Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai
karsinoma meduler.
 Pemeriksaan radiologis
a) Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk
menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-
posterior dan lateral dengan metode ”soft tissue technique”
dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar.
Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.
b) Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-
tanda adanya infiltrasi ke esofagus.
c) Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda
metastasis ke tulang yang bersangkutan.
 Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di
posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping
itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan
kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan
biopsi aspirasi jarum halus.
 Pemeriksaan sidik tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium
lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul
dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul
hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut
nodul panas (hot nodule). Karsinoma tiroid sebagian besar
adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan nodule
dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-
obatan yang mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid
harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya.

Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak


ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan.

 Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus


(BAJAH)
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung
dari 2 hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan
faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga
angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid
anaplastik, medulare dan papilare hampir mendekati 100%
tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena
gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma
folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama,
tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang
hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.4
 Pemeriksaan Histopatologi
a) Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan
diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau
isthmolobektomi
b) Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil
dari tindakan biopsi insisi
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:
- Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun
- Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak
- Disfagia, sesak nafas perubahan suara
- Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras
- Ada pembesaran kelenjar getah bening leher
- Ada tanda-tanda metastasis jauh.
f. Penatalaksanaan
1) Therapi Radiasi (Chemotherapi)
2) Operasi: Pengangkatan Kelenjar tiroid baik sebagian
(Tiroidectomi Partial), maupun seluruhnya (Tiroidectomi
Total)
Peran perawat adalah dalam penatalaksanaan Pre-Operatif,
Intra Operatif dan Post Operasi
a) Penatalaksanaan Pre Operasi yang perlu dipersiapkan
adalah sebagai berikut:
- Inform Concern (Surat persetujuan operasi) yang telah
ditandatangani oleh penderita atau penanggung jawab
penderita
- Keadaan umum meliputi semua system tubuh terutama
system respiratori dan cardiovasculer
- Hasil pemeriksaan / data penunjang serta hasil biopsy
jaringan jika ada
- Persiapan mental dengan suport mental dan pendidikan
kesehatan tentang jalannya operasi oleh perawat dan
support mental oleh rohaniawan
- Konsul Anestesi untuk kesiapan pembiusan
- Sampaikan hal-hal yang mungkin terjadi nanti setelah
dilakukan tindakan pembedahan terutama jika
dilakukan tiroidectomi total berhubungan dengan
minum suplemen hormone tiroid seumur hidup.
b) Penatalaksanaan Intra Operasi
Peran perawat hanya membantu kelancaran jalannya
operasi karena tanggung jawab sepenuhnya dipegang oleh
Dokter Operator dan Dokter Anesthesi.
c) Penatalaksanaan Post Operasi (di ruang sadar)
- Observasi tanda-tanda vital pasien (GCS) dan jaga tetap
stabil
- Observasi adanya perdarahan serta komplikasi post
operasi
- Dekatkan peralatan Emergency Kit atau paling tidak
mudah dijangkau apabila sewaktu-waktu dibutuhkan
atau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
- Sesegera mungkin beritahu penderita jika operasi telah
selesai dilakukan setelah penderita sadar dari
pembiusan untuk lebih menenangkan penderita
- Lakukan perawatan lanjutan setelah pasien pindah ke
ruang perawatan umum.
6) STRUMA
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat
berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan
morfologinya.&ampak struma terhadap tubuh terletak pada
pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan
organ)organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam
sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap
gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat
asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. 7
a. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
- Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita
penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
- Kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tyroid
- Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai
- Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan
misalnya: thiocarbamide, sulfonylurea dan litium.
b. Berdasarkan klinisnya
1) Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma
diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan
nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi
dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan
lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa
akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu
atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering
adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan
diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun
telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk
reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan
reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung
menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan
turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan
penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi
bukan mencegah pembentuknya.
Apabila gejala-gejala hipertiroidisme bertambah berat dan
mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik.
Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah,
kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan
dapat meninggal.
2) Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang
dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa
non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan
yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter,
struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di
daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat
kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu
nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma
nodusa tanpa disertai tandatanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak
ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang
berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala
mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea
(sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila
timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik,
berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi
yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang
masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi
lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai
Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10
%-20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di
atas 30 %.

c. Penegakan Diagnosis
Anamnesis :
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa
berupa benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun
gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika
pasienmengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali
lebih jauh apakah pembesaran terjadisangat progresif atau lamban,
disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan
perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-
gejala hiper dan hipofungsi darikelenjer tiroid. Perlu juga
ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk
mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik.
Sebaliknya jika pasien datangdengan keluhan ke arah gejala-gejala
hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauhke arah
hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.
Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang
paling pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah
pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan
pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.Pada
palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut
benar adalahkelenjar tiroid atau kelenjar getah bening.
Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk menelan. Jika
benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat
menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan
kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher. 10

Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :


- Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu
(multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea,
muskulus sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau
tidak.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis
penyakit tiroidterbagi atas:
- Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk
mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering
menggunakanteknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA
dalam serum atau plasmadarah. Kadar normal T4 total pada
orang dewasa adalah 50-120 ng/dl.Kadar normal untuk T3
pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.
- Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antiboditerhadap macam-macam antigen tiroid yang
ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid
autoimun. Seperti antiboditiroglobulin dan thyroid stimulating
hormone antibody c) Pemeriksaan radiologis
- Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara
klinis punsudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan
lateral biasanyamenjadi pilihan.
- USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah
nodul,membedakan antara lesi kistik maupun padat,
mendeteksi adanya jaringan kanker yang tidak menangkap
iodium dan bisa dilihat dengan scanning tiroid.
- Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131
yangdidistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan
ukuran, bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-
bagian tiroid(distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-
40% dalam 24 jam. Dari hasil scanning tiroid dapat dibedakan
3 bentuk, yaitu cold nodule bila uptake nihil atau kurang dari
normal dibandingkan dengan daerahdisekitarnya, ini
menunjukkan fungsi yang rendah dan sering terjadi pada
neoplasma. Bentuk yang kedua adalah warm nodule
bilauptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi
yang nodulsama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot
nodule bila uptakelebih dari normal, berarti aktifitasnya
berlebih dan jarang padaneoplasma.
- FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini
perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif
hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan struma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Penatalaksanaan konservatif
Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid.
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma,
selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid
dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH
serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah
operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid
(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil
(PTU) dan metimasol/karbimasol.
Terapi Yodium Radioaktif .
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang
tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi
jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian
yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.
Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid
sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh
lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia,
atau kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan dalam
bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.
- Penatalaksanaan operatif
Tiroidektomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat
kelenjar tiroid adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun
total. Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan atau
pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid, sedangkan tiroidektomi total,
yaitu pengangkatan jaringan seluruh lobus termasuk istmus.
Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang relative aman
dengan morbiditas kurang dari 5 %.
6 jenis tiroidektomi, yaitu :
- Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian atas
atau bawah satu lobus
- Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus
- Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu
pengangkatan satu lobus dan istmus
- Subtotal tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus,
istmus dan sebagian besar lobus lainnya.
- Total tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar.
- Tiroidektomi total radikal, yaitu pengangkatan seluruh
kelenjar dan kelenjar limfatik servikal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-12. Singapore;
Elsevier; 2014.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-8. Jakarta: EGC;
2014.
3. Harrison,I., Wilson, B.W., & Kasper, M.F. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. edisi 13 volume 3. EGC : Jakarta ; 2012
4. Kravets I. Hyperthyroidism: Diagnosis and Treatment. New York: American
Family Physician; 2016.
5. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC; 2018.

6. Kumar V, Abbas A, Aster J. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-9.


Singapura: Elsevier;2015.
7. Setiati S,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6 Jilid II. Jakarta:
Interna Publishing; 2013.
8. Gaitonde D, Rowley K, Sweeney L. Hypothyroidism: An Update. America:

American Family Physician; 2012.

Anda mungkin juga menyukai