Anda di halaman 1dari 9

2.1.

Hipertiroid
Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical
Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi. Berupa peningkatan
kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan olehkelenjar tiroid melebihi
normal.Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar
hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah.3
Hipertiroidisme adalah sindrom yang dihasilkan dari efek metabolic yang beredar
secara berlebihan oleh hormone tiroid T4, T3 atau keduanya. Subklinis hipertiroidisme
mengacu pada kombinasi konsentrasi serum TSH yang tidak terdeteksi dan konsentrasi
serum T3, T4 normal, terlepas dari ada atau tidak adanya tanda-tanda gejala klinis.3
2.1.1. Etiologi
Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid
(Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis anterior,
hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit Grave,
suatu penyakit autoimun, yakni tubuh secara serampangan membentuk thyroid-
stymulating immunoglobulin (TSI), suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH
di sel tiroid.7
1. Tiroid :
a. Grave’s disease 80% karena ini Terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat
gangguan tiroidkeluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya DM
tipe I
b. Adenoma toksik
c. Toksik nodular goiter
d. McCune-Albrigth
e. Tiroiditis sub akut
f. Tiroiditis limfositik kronik
2. Hipofisis :
a. Adenoma hipofisis
b. Hipofisis resisten tehadap T4
3. Lain :
a. Eksogen
b. Iodine induced hyperthyroidism
c. hCG
2.1.2. Epidemiologi
Graves Disease menyumbang antara 60% sampai 80% dari pasien dengan
hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria,
dengan risiko tertinggi onset antara usia 40 sampai 60 tahun. Prevalensi adalah orang
Asia dan Eropa. Adenoma autonom dan racun multi-nodular gondok lebih sering terjadi
di Eropa dan daerah lain di dunia di mana penduduk cenderung mengalami defisiensi
yodium, prevalensi mereka juga lebih tinggi pada wanita dan pada pasien yang lebih tua
dari 60 tahun.3
2.1.3. Patofisiologi
Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang merangsang
aktifitas tiroid, sehingga produksi tiroksin (T4) meningkat. Akibat peningkatan ini
ditandai dengan adanya tremor, ketidakstabilan emosi, palpitasi, meningkatnya nafsu
makan, kehilangan berat badan. Kulit lebih hangat dan berkeringat, rambut halus, detak
jantung cepat, tekanan nadi yang kecil, pembesaran hati, kadang kadang terjadi gagal
jantung. Peningkatan cardiac output dan kerja jantung selama ketidakstabilan atrial
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung, terutama pada pasien dengan penyakit
jantung. Ancaman bagi kehidupan di kombinasi dengan delirium atau koma, temperatur
tubuh naik sampai 41o C, detak jantung meningkat, hipotensi, muntah dan diare.
Penyakit Graves memiliki gejala-gejala patognomonik sebagai ciri khas atau
tanda khusus. Beberapa gejala patognomonik yang menyertai penyakit Graves, yaitu:
a. Eksoftalmus
Eksoftalmus disebabkan karena limfosit sitotoksik dan antibodi sitotoksik yang
bersintesis dengan antigen serupa seperti TSH reseptor yang ditemukan di orbital
fibroblast, otot orbital, dan jaringan tyroid. Sitokin yang berasal dari limfosit yang
disintesis menyebabkan inflamasi di orbital fibroblast dan otot ekstraokular, dan
hasilnya adalah pembengkakan pada otot orbital.8
Pada hipertiroidisme imunogenik, eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat
peningkatan hormone tiroid, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang
berlebihan, dan peningkatan fotofobia juga terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi
imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH.
Akibatnya terjadi pembengkakan otot mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam
mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.9
Pengamatan eksoftalmus dapat dimilai menggunakan suatu metode yang dinamakan
NO SPECS:
0 = No signs or symptom
1 = Only signs (lid retraction or lag)
2 = Soft tissue involvement (periorbital edema)
3 = Proptosis (>22 mm)
4 = Extraocular muscle involvement (diplopia)
5 = Corneal involvement
6 = Sight loss
Namun, metode NO SPECS tidak bisa menilai mata secara keseluruhan, dan kadang-
kadang kronologi gangguan pada mata pasien tidak berurutan seperti yang tertera di
daftar NO SPECS untuk menilai derajat keparahan yang diderita pasien tersebut.
Sehingga ditakutkan hasilnya jadi kurang valid.
1) Untuk menilai proptosis bisa dilakukan dengan cara visualisasi antara iris bagian
bawah dengan palpebra bagian bawah. Untuk Graves Disease biasanya iris pasien
bisa terlihat di bagian bawah palpebra, padahal normalnya tidak.10
2) Untuk menilai proptosis juga bisa menggunakan alat exopthalmometer.10
b. Tremor
Berbeda dengan tremor yang biasa tejadi pada penyakit Parkinson, tremor pada
penyakit Graves merupakan tremor lembut, bukan tremor kasar. Tremor halus terjadi
dengan frekuensi 10-15 x/detik, dan dianggap sebagai efek dari bertambahnya
kepekaan sinaps saraf pengatur tonus otot di daerah medulla. 4 Gejala lain yang
mengiringi penyakit Graves, diantaranya:4
1) Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun
Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya peningkatan metabolisme
pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan asupan makanan yang lebih banyak
untuk megimbanginya.
2) Berat badan turun
Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon tiroid membuat
tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik yang ada di dalam otot untuk
membentuk glukosa melalui proses glukoneogenesis. Karena diambil dari otot,
maka pemakaian senyawa glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi
massa otot sehingga berat badan pun bisa mengalami penurunan.
3) Berdebar-debar
Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon tiroid dapat
merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan hormon-hormon yang dibentuk
medulla suprarenal, yaitu epinephrin dan norepinephrin. Kedua hormon tersebut
dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung dengan cara menstimulasi α dan β
reseptor, terutama β reseptor yang berada di membran plasma otot jantung.
4) Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal
Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan
dan pergerakan saluran cerna, sehingga hipertiroidisme seringkali menyebabkan
diare.
Sekresi
hormon tiroid

hipertiroidism
e

hipermetabolis
me

Penguraian Kontraksi masa protein


glikogen - usus otot rangka
glukosa

Degradasi Sering Sering


KH, defekasi lelah
protein dan
lemak

Kebutuhan BB
metabolis
me

Nafsu
makan

Gambar 4. Bagan patofisiologi berat badan menurun, nafsu makan meningkat, sering defekasi,
sering lelah pada hipertiroidisme
I-h
,KC
(H
)u
4
R
D
fS
g
k
y
e
M
lm
b
n
a
tsid
ro
p
T
&
3
F
Gambar 5. Bagan patofisiologi diplopia dan eksoftalmus pada hipertiroidisme
Bagan patofisiologi tremor pada hipertiroidisme

2.1.4. Penegakan Diagnosis


1. Anamnesis

Pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran utama, yaitu tiroidal
dan ekstratiroidal yang keduanya dapat juga tidak tampak. Tiroidal dapat berupa goiter
karena hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid yang
berlebihan. Gejala hipertiroidisme dapat berupa hipermetabolisme dan aktivitas simpatis
yang meningkat seperti pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat
berlebih, berat badan menurun sementara nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi,
diare, dan kelemahan atau atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti
oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang terbatas pada tungkai bawah biasanya.11

Pada anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada hipertiroid perlu
juga mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit yang sama atau
memiliki penyakit yang berhubungan dengan autoimun.11

2. PemeriksaanFisik
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat jelas manifestasi ekstratiroidal yang berupa
oftalmopati yang ditemukan pada 50-80% pasien yang ditandai dengan mata melotot,
fissura paplebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam
mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Pada manifestasi tiroidal dapat
ditemukan goiter difus, eksoftalmus, palpitasi, suhu badan meningkat, dan tremor.11

3. PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan diagnosis adalah
pemeriksaan kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau FT41 (free thyroxine index),
pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan
kadar TSH serum, test penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine uptake) dan
pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning).11
4. Gold Standard Diagnosis
Gold standard yang digunakan dalam klinis adalah serum TSH dan FT411
2.1.5. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid. Terdapat 2 kelas
obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang dipasarkan dengan nama propiltiourasil
(PTU) dan imidazol yang dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol.
Mekanisme kerja obat antitiroid bekerja dengan dua efek, yaitu efek intra dan
ekstratiroid. Berikut merupakan mekanisme masing-masing efek.12
a. Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan organifikasi iodium,
menghambat coupling iodotirosis, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan
menghambat sintesis tiroglobulin sehingga mencegah atau mengurangi
biosintesis hormon tiroid T3 dan T4.
b. Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4 menjadi T3 di
jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan mekanisme aksi ekstratiroid adalah
propiltiourasil (PTU).

Dosis PTU dimulai degan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol 20-40


mg/hari dengan dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah itu dosis dapat
diturunkan atau dinaikkan sesuai respon klinis dan biokimia. Jika ditemukan dosis
awal belum memberikan perbaikan klinis, dosis dapat dinaikan bertahap hingga dosis
maksimal, sementara jika dosis awal sudah memberi perbaikan klinis maupun
biokimia, dosis diturunkan hingga dosis terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol/
tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan eutiroid dan kadar
T4 bebas dalam batas normal. Pemilihan PTU dan metimazol dapat disesuaikan
dengan kondisi klinis karena berdasarkan kemampuan menghambat penurunan segera
hormon tiroid di perifer, PTU lebih direkomendasikan.

2. Nonfarmakologis
Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat diedukasi untuk diet
tinggi kalori dengan memberikan kalori 2600-3000 kalori per hari baik dari makanan
main dari suplemen, konsumsi protein tinggi 100-125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk
mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur, olah raga teratur,
serta mengurangi rokok, alkohol, dan kafein yang dapat meningkatkan kadar
metabolisme.

Anda mungkin juga menyukai