Anda di halaman 1dari 10

Dr Soetomo Hospital, Medical Faculty of Airlangga University

HIPERTIROID
Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipergunakan, dan maknanya sering
dipertukarkan. Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinik klasik terkait dengan
jumlah hormon tiroid yang berlebihan. Tirotoksikosis tidak selalu terkait dengan
hiperfungsi dari kelenjar tiroid. Hipertiroid merupakan kondisi klinik terkait dengan
peningkatan hormon tiroid yang terkait dengan peningkatan hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang berefek pada jaringan tubuh. Penyebab
tersering dari hipertiroid adalah penyakit Graves. Tirotoksikosis yang terkait
proses inflamasi kelenjar tiroid atau tiroiditis, umumnya disebabkan proses
otoimun atau pasca infeksi virus, atau goiter. Hipertiroidisme dan tiroiditis harus
dibedakan dengan tirotoksikosis yang disebabkan hormon tiroid eksogen,
apakah hal ini terkait dengan efek minum obat hormon tiroid atau secara
iatrogenik. Pengobatan medik diperlukan untuk suatu manifestasi klinik dan
keluhan simtomatik akibat tirotoksikosis, apapun penyebabnya. Penyebab lain
sering memberika gejala klinik yang minimal dan dirujuk untuk mendapatkan
pengelolaan lebih lanjut disebabkan hormon thyroid stimulating hormone (TSH).
Keluhan, Gejala & Patofisiologi
Manifestasi keluhan dan gejal klinik tergantung dari lama sakit dan derajat berat
sakit. Manifestasi klinik umumnya sudah terjadi beberapa bulan pasien
mengalami hipertiroidisme, dan gejala klinik muncul sedikit demi sedikit secara
gradual, terutama jika hormon tiroid meningkat ringan berrtahap dari minggu ke
minggu berikutnya, sehingga akhirnya manifestasi klinik menjadi ekstrem bahkan
tanpa disadari oleh pasien bersangkutan. Pasien bahkan seringkali
mengeluhkan pertama kali penyakitnya terkait hal-hal yang disebabkan oleh
bukan penyakit tiroid, misalnya rasa lelah menghadapi keluarga atau pekerjaan
atau tanggung jawab yang biasa dihadapinya, tidak tahan terhadap udara panas,
penurunan berat badan padahal jumlah makan sudah cukup, sesak dan
berdebar saat melakukan olahraga rutin. Sebaliknya, pasien tirotoksikosis yang
terkait dengan tiroiditis seringkali dapat menceritakan onset gejala simtomatik
dengan tepat, umumnya didalam waktu 1 bulan, dan ekses hormon tiroid
umumnya ekivalen dengan total pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi 30
sampai 60 hari, dan dengan pengeluaran selama beberapa hari atau beberapa
minggu saja. Anamnesis yang teliti dan kronologis diharapkan dapat mengenali
spektrum gejala klinik pasien hipertiroid atau tirotoksikosis. Pasien usia muda
umumnya lebih mudah dikenali gejala karaktesitiknya. Apathetic
Thyrotoxicosis atau masked thyrotoxicosis adalah sindrom yang sering
ditemukan pada orang tua yang mungkin disertai dengan payah jantung, aritmia,
dan penurunan berat badan tanpa disertai peningkatan nafsu makan seperti
pasien usia muda.
Pada saat ini dengan telah tersedianya pemeriksaan sensitive serumTSH
assay sangat membantu untuk mendeteksi hipertiroidisme subklinik. Pada
pasien yang asimptomatik dengan serum TSH subnormal, disertai dengan kadar
tiroksin bebas yang (FT4 atau FT3) normal. Fasilitas laboratorium yang ada
memungkinkan deteksi penyakit dalam tahap dini, dan bisa dihindari deteksi
penyakit yang sudah pada tahap lanjut. Berbagai kemungkinan manifestasi klinik
seperti dibawah ini.

1. A. Sistem saraf. Pasien hipertiroid sering memberikan gejala kecemasan,


perasaan kejiwaan yang tertekan. Depresi, emosional yang labil,
konsentrasi yang menurun, mungkin mengalami penurunan prestasi
sekolah dan pekerjaan. Pada beberapa kasus yang jarang gangguan
mental bisa sangat berat meliputi gejal manik-depresi, schizoid, atau
reaksi paranoid. Gejala karakteristik pasien tirotoksikosis bisa
menunjukkan hiperkinesia. Selama wawancara pasien bisa menunjukkan
gejala sering mengubah posisi, pergerakan yang
cepat, jerky, exaggerated, dan seringkali tanpa tujuan yang jelas.
Peningkatan refleks dan tremor mungkin pula didapatkan. Pada pasien
anak-anak manifestasi gejala klinik cenderung lebih berat, misalnya tidak
mampu berkonsentrasi, penurunan prestasi sekolah. Tremor halus tangan,
lidah mungkin menyerupai gejala parkinson. Pemeriksaan
electroencephalogram menunjukkan peningkatan fast wave activity, dan
pada pasien dengan gangguan konvulsi, frekuensi kejang semakin
meningkat.
2. B. Sistem jantung. Hormon tiroid mempunyai efek langsung pada sistem
konduksi jantung, sehingga mungkin terjadi efek takhikardi dan biasanya
jenis supraventrikuler. Hipertiroidisme dan mungkin pula disertai ada dasar
penyakit jantung mungkin menjadi penyenab fibrilasi atrial. Kardiomegali
dan payah jantung mungkin disebabkan tirotoksikosis yang telah
berlangsung lama. Bising jantung sering didapatkan. Jantung dalam
keadaan hiperdinamik sering menunjukkan suara jantung ekstrakardial.
Suara jantung dapat meningkat, terutama S1 dan scratchy systolic
sound sepanjang batas kiri sternum, menunjukkan
adanyapleuropericardial friction rub (Mean-Lerman scratch). Manifestasi
klinik ini membaik jika status metabolik normal bisa dipulihkan. Graves
atau Hashimoto bisa terjadi prolaps katub mitral, dan proporsinya lebih
tinggi dibandingkan dengan orang normal. Aritmia kardial terutama jenis
supraventrikuler, dan sering pada pasien usia muda. Atrial fibrilasi tercatat
antara 2 – 20% , dan pada populasi pasien atrial fibrilasi sejumlah 15%
diantaranya tergolong tirotoksik. Pada populasi diatas 60 tahun, pada
kelompok yang TSHnya rendah atrial fibrilasi didapatkan pada 28% kasus.
3. C. Sistem Muskuloskeletal. Katabolisme otot yang berlebihan
menyebabkan otot atrofi, dan lemah. Kekuatan otot menjadi menurun
sehingga kekuatan jalan, mendaki, mengangkat barang, posisi jongkok ke
berdiri mengalami penurunan. Hipertiroidisme mungkin
disertai Myasthenia gravis, atau Paralisis periodik hipokalemia. Proses
resorbsi tulang lebih dominan dari proses pembentukan tulang, berakibat
pada hipercalciuria dan kadang-kadang bisa terjadi hipocalcemia.
Hipotiroidism yang berlangsung lama dapat menyebabkan osteopenia.
4. D. Sistem Gastrointestinal. Nafsu makan meningkat, dan beberapa
pasien nafsu makannya tidak terkendali. Meskipun demikian umumnya
disertai penurunan berat badan. Motilitas usus besar meningkat, sehingga
terkait hiperdefikasi, tetapi jarang didapatkan diare. Hipertiroid tahap lanjut
akan menyebabkan bisa menyebabkan malnutrisi, dan berakibat fungsi
hati abnormal.
5. E. Mata. Perubahan pada mata sangat bervariasi, abnormalitas bisa baru
tampak setelah dilakukan pemeriksaaan canggih, jika secara klinis mudah
terdeteksi maka itu sidah kondisi yang mungkin mengancam penglihatan.
Pada Graves mungkin terjadi retraksi pada kelopak mata, jika terjadi
inflamasi jaringan lunak maka bisa memberikan epifora, fotopobia, rasa
ngeres pada kornea, dan nyeri retro orbita. Selain itu disertai dengan
tanda-tanda edema, kelopak mata khemosis, lagopththalmus, lemak orbita
keluar melalui septum orbita dan adanya inflamasi pada tempat inserasi
dari muskulus rektus horisontal. Perubahan akibat inflamasi ini memegang
peranan penting dalam menentuka aktifitasa penyakit. Proptosis terjadi
pada 20 – 30% penderita penyakit Graves. Proptosisi terjadi pada 20-30%
pasien Graves da secara klinis tampak bilateral pada 80 – 90% pasien.
Proptosis ialah apabila eksoptalmus yang terjadi melebihi > 2 mm dari
batas atas harga normal. Proptosis adalah manifestasi dari abnormalitas
oftalmopati Graves yang paling persisten dan sulit ditangani. Proptosis,
pembengkakan dan fibrosis menyebabkan keterbatasan pergerakan mata
dan diplopia. Mata yang terpapar berwarna kemerahan. Tekanan pada
nervus optikus dan keratitis dapat menyebabkan buta. Pada Graves
hipertiroidisme dan kelainan mata biasanya terjadi paralel, tetapi bisa pula
berjalan sendiri. Penyebab kelainan umumnya terkait otoimun. Sangat
jarang oftalmopati terjadi pada Hashimoto dan pada pasien eutiroid yang
tidak terkait dengan gejala klinik penyakit tiroid, disebut sebagai Penyakit
Graves Eutiroid.
6. F. Manifestasi kulit. Kulit pasien adalah hangat, lembab, dan berminyak.
Telapak tangan berkeringan dan lebih terasa panas dibandingkan dengan
dingin. Hipertiroidisme jangka lama bisa menyebabkan Onycholysis (kuku
terangkat pada ujung jari). Bisa sekali-sekali ditemukan dermopati
penyakit Graves, yaitu “orange-peel thickening” pada daerah pretibial.
7. G. Sistem reproduksi. Hipertiroidisme mengganggu kesuburan pada
wanita usia subur, dan mungkin menyebabkan oligomenore. Pada Pria,
jumlah absulut sperma menurun dan munkin terjadi impoten. Hormon
testosterone yang tinggi disertai dengan peningkatan konversi androgen
menjadi estrogen menyebakan ginekomasti. Hormon tiroid
meningkatkan sex-hormone binding globulin, sehingga menyebabkan
peningkatan kadar total testosteron dan estradiol. Hormon Folicle
stimulating hormone (FSH), dan Leutenizing hormone(LH) mungkin
meningkat atau normal.
8. H. Sistem metabolik. Pasien usia lanjut bisa bisa timbul anoreksia, dan
bisa menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dewasa muda dan
remaja bisa kehilangan kontrol dalam mengendalikan nafsu makan, bisa
terjadi peningkatan berat badan. Hormon tiroid yang tinggi dapat
meningkatkan produksi panas tubuh, peningkatan keringat tubuh dan
mungkin ada polidipsi ringan. Banyak pasien merasa tidak tahan dengan
udara panas, dan lebih menyukai udara yang dingin. Pasien diabetes
mungkin kebutuhan insulin meningkat.
9. I. Sistem respiratorik. Tirotoksikosis yang berat bisa menyebabkan
dyspneu, dan beberapa faktor lainnya bisa terkait. Kekuatan otot
pernafasan umumnya menurun, dan berakibat penurunan vital capacity.
10. J. Kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid umumnya membesar. Konsistensi
dan pembesaran kelenjar tergantung proses patologis yang mendasarinya.
Kelenjar yang sangat besardisertai dengan peningkatan aliran darah bisa
menyebabkan bising tiroid.

Penyakit Graves adalah penyakit otoimun yang terkait dengan lebih dari 80%
penyebab hipertiroidisme. Pada Graves ditemukan antibodi terhadap reseptor
tirotropin pada sel folikuler tiroid mengakibatkan stimulasi pada reseptor,
dinamakan sebagai thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) atau TSH receptor
antibody. Derajat berat hipertiroidisme terkait dengan kadar TSI. Faktor
penyebab peningkatan TSI tidak diketahui, Antibodi terhadap struktur tiroid
lainnya juga bisa terbentuk, khususnya antiperoxidase antibody. Graves sifatnya
menurun atau familial. Pada populasi kulit putih terkait dengan HLA-B8,dan pada
populasi Asia terkait dengan HLA-BW35. Klasifikasi etiologi tirotoksikosis dapat
dilihat pada Tabel 1
login
Sun 17 of Jun, 2012 [14:55 UTC]

 [Home E-CASE]
 Artikel
o Daftar Artikel
o Daftar Topik
 Presus
o Presus Home
o Daftar Presus
o Rangking Presus
o Print
 Forum
o Forum Home
 Jadwal
o Daftar Jadwal
o Kalender Jadwal
 Galeri File
o Daftar galeri
 Galeri Gambar
o Daftar galeri

Penilaian Hipertiroid dengan Indeks Wayne


Cross Cek Hipertiroid dengan Indeks Wayne pada Pasien dengan Peningkatan T3 dan T4

Dibuat oleh: Andhika Bintang P,Modifikasi terakhir pada Thu 23 of Sep, 2010 [05:20 UTC]

Abstrak

Hipertiroid (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan kadar


hormon tiroid bebas dalam darah. Karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis
dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid
berlebihan. Gejala klinis yang timbul kemudian dinilai dengan menggunakan suatu indeks
sebagai dasar diagnosis sebelum pemeriksaan laboratorium, yaitu indeks Wayne, yang
dapat membedakan antara hipotiroid dengan hipertiroid. Pada pasien ini, setelah dilakukan
pemeriksaan penunjang T3, T4 dan TSH, hasilnya mengarah kepada hipertiroid. Dengan
adanya hasil diagnosis hipertiroid maka bisa dilakukan cross cek dengan menggunakan
penilaian yang sederhana yaitu Indeks Wayne.

Keyword: Hipertiroid, Indeks Wayne

History
Pasien wanita berusia 62 tahun datang ke Rumah Sakit diantar keluarganya dengan
keluhan tidak mau makan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), badan pegal-
pegal, badan tampak banyak berkeringat, lemas, rasa mual di perut, setiap makan selalu
dimuntahkan, sesak nafas bila berjalan ke kamar mandi, sulit tidur, lidah terasa pahit,
buang air besar (BAB) susah, buang air kecil (BAK) lancar. Pasien juga mengeluhkan
tentang benjolan di lehernya yang semakin membesar dan ikut bergerak jika menelan.
Pemeriksaan fisik menunjukan mata eksoftalmos (+), pada leher tekanan vena
jugularis meningkat, kelejar tiroid membesar (grade III), bruit pada tiroid(+), auskultasi
jantung terdapat bising sistole (+), pada ekstremitas tampak tremor
dan hiperhidrosis. Pemeriksaan laboratorium menunjukan kreatinin 0,45, SGOT 45, T3 4,85,
TSH-S <0,05, T4 >70, hasil EKG atrial fibrilasi.

Diagnosis

Hipertiroid

Terapi

Pada pasien ini diberi terapi medikamentosa yaitu anti-thyroid (propiltiourasil 1 x 100 mg),
anti-vomitus (inj. Metoclorpamide/ 12 jam), antibiotik (Inj. Cefotaxim 1 g/ 12 jam),
analgetik (Paracetamol 3 x 500mg), H2 bloker (Inj. Ranitidin/ 12 jam) dan infus kristaloid
(Inf. NaCl 15 tetes/menit)

Diskusi

Indeks Wayne pada pasien ini

Gejala Skore √ Tanda


Sesak nafas +1 √ Pembesaran tiroid

Palpitasi +2 Bruit pada tiroid



Mudah lelah +2 Eksophtalmus

Senang hawa panas −5 Retraksi palpebra

Senang hawa dingin +5 Palpebra terlambat



Keringat berlebihan +3 Hiperkinesis

Gugup +2 Telapak tangan lembab

Nafsu makan naik +3 √ Nadi < 80x/menit

Nafsu makan turun −3 √ Nadi > 90x/menit

Berat badan naik −3 Fibrilasi atrial

Berat bedan turun √

Hasil score: < 11 = eutiroid 11-18 =


normal > 19 = hipertiroid
Total skore pada pasien ini adalalah 32, sehingga berdasarkan Indeks Wayne, pasien
tersebut dapat dikategorikan hipertiroid

Mengapa dapat timbul gejala-gejala seperti dalam Indeks Wayne, semua dapat diterangkan
secara patofisiologis, berdasarkan berbagai sumber-sumber dan teksbook dapat dijelaskan
seperti dibawah ini:

Efek Hormon Tiroid dalam Tubuh

a. Efek pada berat badan

Apabila produksi hormon tiroid meningkat, maka hampir selalu menurunkan berat badan,
walaupun hormon tiroid menambah nafsu makan, tetapi tidak seimbang dengan perubahan
peningkatan metabolisme tubuh (60-100% diatas normalnya).

b. Efek pada sistem kardiovaskular

Aliran darah dan curah jantung : Meningkatnya metabolisme dalam jaringan mempercepat
pemakaian oksigen dan memperbanyak jumlah produk akhir dari metabolisme yang
dilepaskan dari jaringan. Hal ini menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan
tubuh. Kecepatan aliran darah dalam kulit terutama meningkat oleh karena meningkatnya
kebutuhan karena kebutuhan untuk membuang panas. Sebagai akibatnya, maka curah
jantung akan meningkat.

Frekuensi denyut jantung : Hormon tiroid dapat berpengaruh langsung pada eksatibilitas
jantung, yang selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung.

Kekuatan denyut jantung : Peningkatan aktifitas enzimatik yang disebabkan oleh


peningkatan produksi hormon tiroid, juga meningkatkan denyut jantung.

c. Efek pada respirasi

Meningkatnya kecepatan metabolisme, akan meningkatkan pemakaian oksigen dan


pembentukan karbondioksida.

d. Efek pada sistem saraf pusat

Penderita hipertiroid cenderung cemas karena hormon tiroid dapat menimbulkan disosiasi
pikiran.

e. Efek tehadap otot

Bila hormon tiroid berlebihan, otot akan menjadi lemah karena berlebihannya katabolisme
protein. Oleh karena itu penderita hipertiroid akan selalu merase lelah. Tremor otot pada
hipertiroid disebabkan oleh bertambahnya kepekaan sinaps saraf di daerah medula yang
mengatur tonus otot.

f. Efek pada tidur

Penderita hipertiroid dapat kesulitan untuk tidur, karena efek eksitasi dari hormon tiroid
pada sinap.

Terapi Hipertiroid

Tujuan pengobatan hipertiroid adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan,
dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium
radioaktif, tiroidektomi total).

1. Obat Antitiroid

Kelompok Obat
Obat Anti tiroid Menghambat sinte
T3).
Propiltiourasil (PTU)

Metimazol (MMI)

Karbimazol (CMZ)

Mengurangi dampa
Antagonis adrenergic-β

Propranolol

Metoprolol

Atenolol

Nadolol

Menghambat kelua
Bahan mengandung iodine

Kalium iodide

Solusi lugol

Natrium ipodat

Asam iopanoat
Menghambat trans

Memperbaiki efek
Obat lainnya

Kalium perklorat

Litium karbonat

Glukokortikoids

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada :

a. Pasien umur 35 tahun atau lebih.

b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi.

c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.

d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid.

e. Adenoma toksik dan goiter multinodular toksik.


Efek samping pengobatan dengan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme, eksaserbasi
hipotiroidisme dan tiroiditis.

3. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi operasi adalah:

a. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar.

b. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.

c. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

d. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

e. Pasien berusia muda dengan struma besar serta tidak berespon terhadap obat
antitiroid.

Sebelum operasi, biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid, kemudian diberi
cairan kalium iodide 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 tetes/hari, selama 10 hari
sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid.

Kesimpulan

Pada pasien dengan hipertiroid, sebaiknya sebelum dilakukan pemeriksaan laboratorium T3,
T4 dan TSH yang notabene harganya mahal dan jarang ada di daerah-daerah terpencil,
maka dapat dilakukan pemeriksaan dengan Indeks Wayne yang tidak membutuhkan biaya
dan dapat dilakukan di daerah terpencil sekalipun, sehingga dapat untuk dijadikan diagnosis
awal pada pasien hipertiroid. Terapi pada hipertiroid sebaiknya menggunakan farmakoterapi
sebelum penggunaan yodium radioaktif atau pembedahan.

Referensi

1. Dorland, W. A. Newman. (2002). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.


2. Lestari, Cindy. (2008). Waspadai Hipertiroid yang Makin Menjamur. Diakses 6
Desember 2008, dari http://tanyadokteranda.com.
3. Davey, Patrick. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
4. Guyton., Hall. (1997). Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
5. Isselbacher, Kurt J., et al. (2000). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol
3. Jakarta: EGC.
6. Chandrasoma, Parakrama. (2006). Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta : EGC.
7. Hagedus, L. (2004). The Thyroid Nodule. N Eng J Med351: 1764-71.
8. Setiyobadi, Bambang, et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.
9. Mansjoer, Arif, et al. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FK UI.

Penulis

Andhika Bintang Prasetya, Pendidikan Profesi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RSUD
Panembahan Senopati, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Komentar

Data E-CASE
search

Cari

Presus Terbaru

1. Indikasi SC pada Wanita 36 th dengan Kehamilan Gemelli dan Letak Lintang


2. Gambaran Radiologi Kasus Tuberkulosis Milier
3. Penegakan Diagnosis BPH pada Laki-laki Usia 69 Tahun
4. Penatalaksanaan TB Milier dengan Hepatitis Akut pada Laki-laki Usia 62 Tahun
5. Penegakan Diagnosis Ulkus Kornea pada Wanita 54 Tahun
6. Diagnosis Kejang Demam Kompleks pada Anak Umur 4 Tahun
7. Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia pada Laki-laki Usia 50 Tahun
8. PENEGAKAN DIAGNOSIS GANGGUAN PANIK PADA LAKI-LAKI 30 TAHUN
9. PENATALAKSANAAN TINEA PEDIS BENTUK INTERDIGITALIS
10. Penatalaksanaan Fibroadenoma Mammae Sinistra pada Wanita Usia 18 Tahun
dengan Lumpektomi
Show More…

June 2012
<<
Sun Mon Tue Wed
26 27 28 29

3 4 5 6
10 11 12 13
17 18 19 20
24 25 26 27
Today

User Online

Kita memiliki 3 user sedang online


1. M. Sudrajat
2. M. Zakky Febrian
3. Lutfia Putri B

Statistik Server

 Execution time: 1.64s


 Memory usage: 11.78MB
 Database queries: 70
 DB time: 0.609s 37.1%
 GZIP: Enabled
 Server load: 7.03

UMY E-CASE

Anda mungkin juga menyukai